Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Down syndrome (bahasa Inggris: Down syndrome) adalah penyakit keturunan
yang terjadi pada kromosom 21 dari gen q22 SLC5A3, yang dapat dikenali dengan
melihat manifestasi klinis dari . Gangguan yang menyebabkan keterbelakangan fisik
dan mental ini pertama kali ditemukan pada tahun tahun 1866 oleh Dr. John Langdon.
Karena ciri-ciri yang aneh seperti tingginya yang relatif pendek, kepala yang
menciut, dan hidung yang pesek seperti bangsa Mongol, sering disebut sebagai
Mongolisme.
Down syndrome merupakan kelainan kromosom yang biasanya menyebabkan
disabilitas intelektual ringan hingga sedang. Down syndrome (DS) adalah penyebab
genetik yang paling umum dikenali dari kecacatan intelektual dan umumnya
ditemukan di praktik umum.

B. PREVALENSI
Berdasarkan World Health Organization (WHO), terdapat 1 kejadian sindrom
Down per 1.000 kelahiran hingga 1 kejadian per 1.100 kelahiran di seluruh dunia.
Setiap tahunnya, sekitar 3.000 hingga 5.000 anak lahir dengan kondisi ini. WHO
memperkirakan ada 8 juta penderita sindrom Down di seluruh dunia. Di Indonesia,
berdasarkan hasil dari Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan (Riskesdas),
pada tahun 2010 prevalensi sindrom Down sebesar 0,12 persen. Pada Riskesdas tahun
2013 meningkat menjadi 0,13 persen dan pada Riskesdas tahun 2018 meningkat
hingga 0,21 persen. (Infodatin Sindrom Down, 2019)

C. ETIOLOGI
Down syndrome biasanya disebabkan oleh kegagalan dalam pembelahan sel
atau yang disebut dengan kegagalan pembelahan sel. Namun, kegagalan pembelahan
sel ini diketahui terjadi pada saat pembuahan dan tidak terkait dengan apa yang
dilakukan ibu selama kehamilan. Sindrom Down terjadi ketika ada salinan ekstra dari
kromosom 21. Kromosom atau struktur gen dipasangkan secara normal dan
diwariskan dari kedua orang tua. Beberapa faktor membuat Anda berisiko memiliki
salinan ekstra kromosom 21, termasuk apakah ibu sudah cukup umur untuk hamil
atau memiliki orang lain dengan Sindrom Down dalam keluarga.
Penyebab lain dari trisomi 21 adalah hasil isokromosom yang menyebabkan
kelainan struktural pada kromosom yang menyebabkan lengan panjang dan pendek
menjadi lengan panjang sepenuhnya. Proses ini dapat terjadi selama perkembangan
sel telur atau sperma. Atau, trisomi 21 juga dapat terjadi karena translokasi
Robertsonian di mana lengan panjang kromosom 21 menempel pada kromosom lain.
Biasanya setiap sel manusia mengandung 46 kromosom tetapi dalam sindrom Down
semua atau beberapa sel mengandung salinan tambahan dari kromosom 21. 21 salinan
tambahan dari ini bertanggung jawab atas karakteristik fisik dan perkembangan
Sindrom Down. Berdasarkan jenis kromosom kelainan yang menyebabkan ekstra
kromosom 21, DS diklasifikasikan menjadi tiga tipe :

1. Trisomi 21
Ini adalah jenis yang paling umum dan terlihat pada sekitar 95% kasus. Pada
trisomi 21, setiap sel tubuh memiliki 47 kromosom. Kromosom ekstra berasal dari
ibu dan terjadi karena kesalahan dalam pembelahan sel yang dikenal sebagai non-
disjungsi selama meiosis ibu 1. Trisomi 21 biasanya terjadi secara sporadis, tetapi
risiko memiliki anak dengan sindrom Down meningkat seiring bertambahnya usia
ibu

2. Sindrom Down Translokasi


Pada sekitar 3-4% kasus, ekstra kromosom 21 menempel pada kromosom
akrosentrik lain seperti 13, 14, 15 atau 21. Ini dikenal sebagai translokasi
Robertsonian. Pada sekitar 2/3 kasus, translokasi yang tidak seimbang adalah
denovo, sedangkan sisanya, salah satu orang tuanya adalah pembawa translokasi.
Oleh karena itu, adanya translokasi yang tidak seimbang pada anak dengan
sindrom Down memerlukan analisis kromosom orang tua untuk
mengesampingkan translokasi seimbang. Translokasi yang paling umum
melibatkan kromosom 14 dan 21.

3. Mosaikisme
Mosaicism didefinisikan sebagai adanya dua atau lebih garis sel yang berbeda
pada seorang individu dari satu sel telur yang dibuahi. Pada sindrom Down
mosaik tidak semua sel memiliki salinan ekstra kromosom 21, beberapa memiliki
garis sel normal 46 kromosom dan beberapa memiliki garis sel abnormal 47
kromosom dengan ekstra kromosom 21. Secara klinis, baik trisomi 21 dan
sindrom Down translokasi adalah identik. Namun, pasien sindrom Down mosaik
dapat memiliki fenotipe yang lebih ringan, tergantung pada luas dan distribusi
jaringan dari garis sel normal.

D. GAMBARAN KLINIS
Beberapa individu memiliki sebagian besar gambaran klinis dibawah ini,
sementara lainnya hanya menunjukkan beberapa gambaran klinis saja. Gambaran
klinis penderita sindrom down (Kemkes, 2015), yaitu:

1. Lemah otot (Muscle Hypotenia)

2. Profil muka yang datar (Flat FacialProfile)

3. Bentuk mata yang keatas (Oblique Palpebral Fissures)

4. Bentuk kuping yang abnormal (DysplasticEar)

5. Satu garis horizontal pada telapak tangan (SimianCrease)

6. Fisura palpebra miring ke atas, lipatan epikantik, juling, iris berbintik,

7. Kelenturan yang berlebihan pada persendian(Hyperflexibity)

8. Tangan pendek dan lebar, jari pendek dan lebar, lipatan simian (lipatan telapak
tangan tunggal)

9. Jari kelingking hanya ada satu sendi (Dysplastic Middle Phalanx of the fifthfinger)

10. Lipatan pada dalam ujung mata (EpicanthalFolds)

11. Jarak yang berlebihan antara jempol kaki dan telunjuk kaki (Exessive space
between large and secondtoe)

12. Lidah besar yang tidak sebanding dengan mulutnya (Enlargment oftongue)

E. PROGNOSIS
Individu dengan sindrom down memiliki risiko kematian dini yang lebih tinggi
daripada populasi umum. Ini paling sering disebabkan oleh masalah jantung atau
infeksi. Setelah perawatan medis meningkat, terutama untuk masalah jantung dan
pencernaan, harapan hidup telah meningkat. Peningkatan ini terjadi dari 12 tahun
pada 1912, menjadi 25 tahun pada 1980-an, menjadi 50 hingga 60 tahun di negara
maju pada 2000-an. Saat ini antara 4 dan 12% meninggal pada tahun pertama
kehidupan.

Anda mungkin juga menyukai