Anda di halaman 1dari 15

Adakah keterkaitan antara anaknya?

usia Micheal dan Rossy dengan kecacatan pada

Hingga saat ini, diketahui adanya hubungan antara usia sang ibu ketika mengandung dengan kondisi bayi. Yaitu semakin tua usia ibu, maka semakin tinggi pula risiko melahirkan anak dengan down syndrome (Monks, Knoers, Haditono, 50-1). Sindrom Down banyak dilahirkan oleh ibu berumur tua (resiko tinggi), ibu-ibu di atas 35 tahun harus waspada akan kemungkinan ini. Angka kejadian Sindrom Down meningkat jelas pada wanita yang melahirkan anak setelah berusia 35 tahun ke atas. Sel telur wanita telah dibentuk pada saat wanita tersebut masih dalam kandungan yang akan dimatangkan satu per satu setiap bulan pada saat wanita tersebut akil balik. Pada saat wanita menjadi tua, kondisi sel telur tersebut kadang-kadang menjadi kurang baik dan pada waktu dibuahi oleh sel telur laki-laki, sel benih ini mengalami pembelahan yang kurang sempurna. Keterkaitan usia micheal dan rossy dari segi genetik Kelebihan kromosom 21 pada sindrom Down "trisomi 21 mumi" Penyebab diduga terjadi akibat non-disjunction yaitu proses dua buah kromosom Sindrom Down pada pembelahan sel garnet (meiosis), yang secara normal mengalami segregasi rnenuju kutub yang berlawanan (mengalami pembelahan yang ekual), tetapi menjadi abnormal pergi bersamaan menuju kutub yang sarna pembelahan pada sel gamet (meiosis) yang menyebabkan
7.13.16

, Gangguan

non-disjunctionini

berhubungan dengan usia ibu saat pembuahan (konsepsi) dan akan menghasilkan pembentukan gamet-gamet dengan jumlah kromosom aneuploid jumlah tidak

normal). Kromosom anak berasal dari bapak dan ibu yaitu masing-masing separuh. (23 kromosom) dari jumlah kromosom normal. Karena ada gangguan pembelahan set telur ibu, penderita sindrom Down yang mempunyai jumlah kromosom 47 diduga mendapat jumlah kromosom 23 dari ayah dan 24 dari ibu. Ada beberapa hipotesis yang berusaha untuk menjelaskan penyebab dari efek usia ibu ini. Pada tahun 1990, Epstein17 mempostulasikan beberapa penyebab kelebihan kromosom 21/ nondisjunction ini, yaitu : 1. Penuaan sel telur wanita (aging of ova), bahwa ada pengaruh intrinsik maupun ekstrinsik (Iingkungan) dalam sel induk, yang menyebabkan pembelahan selama fase meiosis menjadi nondisjunction disebabkan oleh faktor-faktor: terputusnya benang

benang

spindel

atau komponen-komponennya,

atau kegagalan dalam

pemisahan

nukleolus. 6,17. Sel telur wanita telah dibentuk pada saat masih dalam kandungan yang akan dimatangkan satu per satu setiap bulan pada saat wan ita tersebut akil balik (mengalami siklus menstruasi). Oleh karena itu pada saat wanita menjadi tua kondisi sel telur tersebut kadang-kadang menjadi kurang baik dan pada waktu dibuahi oleh spermatozoa dari laki-laki, sel benih ini mengalami pembelahan yang salah. 2. Keterlambatan pembuahan (delayed fertilization), bahwa akibat penurunan frekuensi bersenggama pad a pasangan tua dan mungkin juga pada ibu-ibu yang sangat muda telah meningkatkan kejadian keterlambatan pembuahan dimana saat itu terjadi penuaan ovum pada meiosis II setelah ovulasi.17

3. Penuaan sel spermatozoa laki-laki (aging of sperm), bahwa pematangan sperma dalam alat reproduksi pria, yang berhubungan dengan bersenggama infrekuen, berperan dalam efek ekstra kromosom 21 yang berasal dari ayah.17 Resiko down Sindrom Usia Ibu Peluang memiliki bayi dengan Down syndrome 1 dalam 1.600 1 dalam 1.300 1 in 1,000 1 in 365 1 in 90 1 in 30

20 years 25 years 30 years 35 years 40 years 45years

Jelaskan kelainan fisik yang diderita hanny dari segi genetika?

Penyebab Down syndrome adalah trisomi 21 utuh, dengan prosentase 94% dari seluruh kejadian Down syndrome. Mosaik hanya mencapai angka 2,4%, sedangkan angka kejadian translokasi 3,3% dari keseluruhan kejadian Down syndrome. 75% translokasi adalah de novo, sisanya translokasi keturunan. (Chen, 2007). Pada Down syndrome trisomi 21 (utuh), dapat terjadi tidak hanya pada meiosis pada waktu pembentukan gamet, tetapi juga pada mitosis awal dalam perkembangan zigot, walaupun kejadian yang lebih sering terjadi adalah kejadian yang pertama. Oosit primer yang terhenti perkembangannya saat profase pada meiosis I stasioner pada tahap tersebut sampai terjadi ovulasi, yang jaraknya dapat mencapai hingga 40 sampai 45 tahun. Diantara waktu tersebut, oosit mungkin mengalami disposisi, non-disjunction. Sindrom down akibat Non-disjunction (Trisomi 21 murni)

Pada kasus Down syndrome, dalam meiosis I menghasilkan ovum yang mengandung dua buah autosom 21, dan apabila dibuahi oleh spermatozoa normal yang membawa autosom 21, maka terbentuk zigot trisomi 21. Non-disjunction ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu 1) adanya virus atau kerusakan akibat radiasi; 2) adanya pengandungan antibodi tiroid yang tinggi; 3) sel telur mengalami kemunduran apabila setelah berada dalam tuba fallopii tidak dibuahi. Non-disjunction hanya ditemukan terjadi pada oogenesis, sementara tidak pernah ada non-disjunction dalam spermatogenesis, karena spermatogenesis terjadi setiap hari dan tidak ada waktu penundaan spermatogenesis seperti halnya pada oogenesis. Akibat dari adanya trisomi 21 dalam zigot, kromosom penderita Down syndrome jenis ini mempunyai 47 kromosom (47,XX,+21 atau 47,XY,+21). (Suryo, 2005).

Mosaicm Jika pada trisomi 21 utuh karena non-disjunction mempengaruhi seluruh sel tubuh, pada kasus Down syndrome mosaik (46,XX/47,XX,+21), terdapat sejumlah sel yang normal dan yang lainnya mempunyai mengalami trisomi 21. Kejadian ini dapat terjadi dengan dua cara: non-disjunction pada perkembangan sel awal pada embryo yang normal menyebabkan pemisahan sel dengan trisomi 21, atau embryo dengan Down syndrome mengalami non-disjunction dan beberapa sel embryo kembali kepada pengaturan kromosom normal. (Wikipedia, 2008).

Sindrom down akibat Tanslokasi kromosom (14, 21)

Penderita Down syndrome translokasi mempunyai 46 kromosom t(14q21q). Setelah kromosom orang tua diselidiki, ternyata ayah normal, tetapi ibu hanya mempunyai 45 kromosom, termasuk satu autosom 21, satu autosom 14, dan satu autosom translokasi 14q21q. Ibu merupakan karier, sehingga normal walaupun kariotipenya 45,XX,t(14q21q). Perkawinan laki-laki normal (46,XY) dengan perempuan karier Down syndrome secara teoritis menghasilkan keturunan dengan perbandingan fenotip 2 normal : 1 Down syndrome. (Suryo, 2005). Pada Down syndrome translokasi, susunan kromosom tidak sesuai dengan susunan kromosom normal. Umumnya kromosom golongan D (1315) hilang, tetapi muncul kromosom tambahan pada golongan C (6-12), dan pada ibunya satu kromosom 21 juga hilang. (Emery, 1992). Daerah 5 Mb diantara loci D21S58 dan D21S42 telah teridentifikasi mempunyai kaitan dengan retardasi mental dan sejumlah penampakan fisik penderita Down syndrome, yang lebih khusus, subregion yang didalamnya terdapat D21s55 dan MX1 (interferon-protein p58)terletak di pita 21q22.3. Analisis lanjutan menunjukkan pada daerah 1.6-Mb diantara LA68 dan ERG di 21q22 sebagai Down Syndrome Critical Region (DSCR), terdiri dari DSCR 1,2,3, dan 4. DSCR1 terekspresikan dengan jelas pada otak dan jantung, dan diduga kuat terlibat dengan patogenesis Down syndrome khususnya dalam retardasi mental atau gangguan jantung. DSCR4 terekpresikan cukup jelas pada plasenta. Gen yang diatur oleh REST transcription factor (TF) dipilih secara selektif.

Salah satu gen diantaranya, SCG10, yang mengkode protein spesifik untuk perkembangan neuron hampir tidak dapat dikenali. Sel Down syndrome menunjukkan penurunan aktifitas neurogenesis, dan pemendekan neurit serta perubahan abnormal pada morfologi neuron. Gen yang diatur oleh REST mempunyai peran penting dalam perkembangan otak, kelenturan, dan formasi sinaps. (McKusick, 2008). DSCR (Down Syndrome Critical Region) merupakan daerah pada kromosom yang mempengaruhi fenotip dari penderita Down syndrome. Fenotip yang muncul berbeda-beda tergantung dari jenis Down syndrome itu sendiri. Pada kasus Down syndrome mosaik, misalnya, tidak keseluruhan fenotip Down syndrome muncul, seperti pada kasus trisomi 21 utuh. Mekanisme terjadinya trisomi 21 sindrom down pada Oogenesis Pada meiosis I, oosit primer yang diploid (2n) berusaha membelah menjadi oosit sekunder yang haploid (n). Seluruh kromosom membelah, namun terdapat satu autosom yang tidak membelah, yaitu autosom no. 21. Karena itu, dalam oosit sekunder yang kemudian akan membelah lagi menjadi ovum terdapat 2 autosom nomor 21, sehingga totalnya menjadi 24 kromosom (23 autosom, dan 1 gonosomkromosom X). Sperma yang normal bersifat haploid (n), berjumlah 23 kromosom, (22 autosom dan 1 gonosomkromosom Y). Sehingga individu dengan Down syndrome mempunyai total 47 kromosom termasuk 21 pasang autosom normal, sepasang gonosom normal, dan 3 kromosom pada autosom nomor 21. Apakah faktor penyebab terjadinya kelainan pada hanny? Usia Ibu : apabila umur ibu diatas 35 tahun diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang menyebabkan non dijunction pada kromosom, yaitu terjadinya

translokasi kromosom 21 dan 15. Perubahan endokrin seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi

ekstradiolsistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon dan peningkatan kadar LH dan FSH secara tiba tiba sebelum dan selama menopause. Kelainan kehamilan juga berpengaruh. Usia ayah : gangguan intragametik,organisasi nukleolus dan bahan

kimia. Gangguan intragametik yaitu gangguan pada gamet, kemungkinan terjadi Translokasi kromosom 21 dan 15. Organisasi nukleus yaitu sintesis protein yang

abnormal sehingga menyebabkan kesalahan DNA menuju ke RNA. Bahan kimia juga dapat menyebabkan mutasi gen janin pada saat dalam kandungan. Radiasi : Ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down, pernah mengalami radiasi didaerah perut sebelum terjadinya konsepsi. Sedangkan peneliti lain tidak mendapatkan adanya hubungan antara radiasi dengan penyimpangan kromosom. Autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid. Penelitain Fialkow 1966 (dikutip dari Puesehel dkk.) secara konsisten mendapatkan adanya perbedaan autoantibodi tiroid pada ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down dengan ibu kontrol yang umurnya sama. Bagaimana derajat kepintaran (IQ) dalam kasus ini, dan berapa IQ yang normal ? Rata-rata IQ anak-anak dengan sindrom down adalah sekitar 50, dibandingkan dengan anak normal dengan IQ 100. Sejumlah kecil memiliki parah pada tingkat tinggi cacat intelektual. Definisi Retardasi Mental (RM) yaitu individu dengan IQ kurang dari 70, disebut retardasi mental (RM) ringan bila IQ 50-70 dan berat bila IQ kurang dari 50. Klasifikasi IQ berbeda untuk setiap metode test yang digunakan. Stanford-Binet mengklasifikasikan nilai IQ normal yang berkisar diantara 85 115. Lewis Terman mengklasifikasikan nilai IQ normal pada kisaran 90 109. Lebih jauh lagi, Wechsler mengklasifikasikan IQ normal pada angka 100 dengan nilai toleransi 15 (berarti 85 115). Dikarenakan perbedaan ini, maka selain nilai IQ yang didapat, harus diperhatikan pula metode test apa yang digunakan. Untuk klasifikasi umum, saat kita tidak mengetahui metode apa yang digunakan. Bisa menggunakan klasifikasi dibawah ini (hasil kompromi ketiga metode diatas).

IQ

Tingkat IQ

70 79 80 90 91 110 111 120 120 130 131 atau lebih

Rendah atau keterbelakangan mental Rendah yang masih dalam kategori normal (Dull Normal) Normal atau rata-rata Tinggi dalam kategori normal (Bright Normal) Superior Sangat superior atau jenius.

Bagaimana penampilan fisik dari anak penderita sindrom down ? hubungkan dengan skenario!

Wajah lebar, datar, bintik putih dipupil mata, bentuk garis tangan yang dalam, kaki dan tangan kecil, otot lemah, leher pendek, mata sipit, dan jarak kedua mata lebar, bahkan dulu penyakit ini disebut mongoloidism. Masalah kesehatan, kecacatan jantung kongenital, penyakit gastroesophage reflux, jangkitan telingan (otitis) berulang, kegagalan thyroid, bukaan mata bujur dengan lipatan kulit epikanthik pada sudut dalam mata, hipotonia otot(poor muscle tone), lidah terjulur (disebabkan rongga mulut kecil, dan lidah membengkak berhampilan tensil), batang hidung leper, satu garis ditapak tangan ( garis simia). Dapat di pastikan hanny menderita sindrom down, dari ciri-ciri yang dideritanya. Apa keterkaitan abortus dengan kelainan yang diderita pada hanny? ketika nondisjungsi terjadi dalam meiosis, akibatnya adalah aneuploid, terdapatnya kromosom dalam jumlah yang abnormal di dalam gamet yang di produksi, dan kemudian, di dalam zigot. meskipun frekuensi zigot aneuploid bisa jadi cukup tinggi pada manusia, sebagian besar perubahan kromosomal tersebut bisa begitu

membahahyakan bagi perkembangan sehingga embrio-embrionya secara spontan (alamiah) digugurkan jauh sebelum kelahiran. Adakah kemungkinan mendapatkan anak cacat lagi ?jelaskan? Iya, ada, terutama pada kasus sindrom down translokasi. Jika anda telah memiliki seorang bayi dengan Down sydrome, anda berisiko memiliki satu lagi. Ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa dicegah, karena sindrom down merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlah kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya sindrom down. Jika anda sendiri mengalami kelainan kromosom, anda juga meningkat risikonya memiliki seorang bayi dengan Down syndrome. Ditinjau dari variasi genetik, kemungkinan untuk mendapat anak sindrom down lagi.

Pada Down syndrome trisomi 21, kebanyakan literatur menyebutkan tidak terjadi penurunan penyakit secara genetik dari orang tua kepada anak, karena umumnya fertilitas individu dengan Down syndrome rendah. Hanya 15-30% dari keseluruhan wanita penderita Down syndrome yang fertil. Namun beberapa literatur menyebutkan bahwa wanita dengan Down syndrome trisomi 21 berisiko menurunkan kelainan tersebut sebesar 50% kepada keturunannya. Berdasarkan hukum Mendel, hal ini memang benar. Namun, hukum Mendel hanya berlaku pada keadaan kromosom yang normal, sehingga pada kelainan kromosom hukum Mendel tidak dapat digunakan dengan cara yang sama seperti penerapan pada kromosom normal. Lagipula, secara logika, memang jarang sekali ada penderita Down syndrome yang menikah dan berkeluarga, karena umumnya penderita Down syndrome tersebut cukup sulit untuk mengurus diri sendiri, apalagi untuk mempunyai sebuah keluarga. Jadi dalam hal ini penulis berpendapat bahwaDown syndrome trisomi 21 tidak dapat diturunkan. Pada Down syndrome mosaik terjadi variasi fenotip, berbeda dengan Down syndrome trisomi 21 utuh (keseluruhan), tergantung pada variasi proporsi sel dengan trisomi 21 pada embryo dalam perkembangan awal kehamilan. Pada Down syndrome mosaik, kelainan ini tidak diturunkan, seperti halnya terjadi pada Down syndrome trisomi 21 utuh. Pada Down syndrome translokasi, pertukaran material kromosom antara kromosom golongan D dengan kromosom 21 (golongan G) menyebabkan terbentuknya gamet yang membentuk 4 kemungkinan, yaitu normal, karier, individu dengan Down syndrome, dan lethal (G- monosomi). Down syndrome translokasi inilah yang merupakan penyakit herediter yang dapat diturunkan, yang terdapat dalam genotip walaupun fenotipnya normal, dalam hal ini disebut karier. Individu yang karier dapat menurunkan sifat ini kepada keturunannya. Karena itu, untuk pencegahannya, perlu konseling genetik sebelum memutuskan akan mengadakan konsepsi/kehamilan, apalagi apabila dalam sejarah kesehatan keluarga terdapat anggota keluarga yang mempunyai penyakit-penyakit tertentu yang sifatnya genetik. Sindrom Down adalah termasuk golongan pen yak it genetik yang hampir selalu tidak diwariskan, jadi umumnya bukan merupakan penyakit keturunan tetapi mutasi baru yang berhubungan dengan usia ibu. Dari semua kasus sindrom

Down,lebih kurang hanya 5% akibat pewarisan dari orang tua yaitu sindrom Down jenis translokasi dan biasanya jenis ini tidak berhubungan dengan usia ibu17. Pada

lebih dari 30% kasus-kasus sind rom Down yang diturunkan (jenis translokasi), ibu merupakan pembawa sifat. Ayah atau ibu pembawa kromosom translokai

menunjukan fenotif yang selalu normal tetapi 50% dan anak atau bahkan dapat mencapai 100% akan menderita sindram Down tergantung bentuk kelainan tempat dari kromosom translokasi tersebut. Risiko rekurensi sindrom Down trisomi dalam kehamilan adalah 0,5% 11. Bila translokasi robertsonian yang menyebabkan sindrom Down diturunkan pada generasi berikut, maka risiko pada keturunan bergantung jenis kelamin orang tua, bila diwariskan dari ibu risiko jauh lebih besar yaitu berkisar antara 10-15%, dibanding bila diwariskan dari ayah yang hanya sebesar 12%, mungkin hal ini terjadi karena laki-laki memproduksi spermatozoa dalam jumlah yang besar, dan spermatozoa yang abnormal mempunyai sedikit kesempatan dalam membuahi ovum bila dibandingkan dengan spermtozoa normal Risiko terulang kembali trisomi mosaik pada anak berikut bergantung pad a jumlah sel-sel trisomi ditemukan pada orang tuanya . Apabila ditemukan hanya sebuah sel trisomi, maka frekuensi untuk terjadi sindrom Down dengan mosaik adalah 4,3%.

Bagaimana langkah-langkah untuk mendapatkan anak yang normal (tanpa cacat)? Melalui Genetik Konseling dan Melalui usaha molekuler
Di negara-negara maju pemeriksaan kromosom rutin dilakukan Diagnosis sebelum bayi lahir yang disebut diagnosis prenatal. Bila seorang ibu prenatal umur> 35 tahun atau dicurigai akan melahirkan bayi dengan sindrom Down dilakukan pengambilan cairan ketuban atau sedikit bagian dari plasenta pada minggu ke 8-15 kehamilan. Sel-sel pad a jaringan tersebut kemudian ditumbuhkan kemudian kromosom diperiksa dengan mikroskop cahaya.

pencegahan

dan deteksi sindrom down dari tingkat seluler ke

Belakangan ini mulai diterapkan pemeriksaan prenatal yang tidak dengan tindakan (noninvasif) yaitu dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG), serum darah tertentu dan hormon ibu hamil yaitu Alfafetoprotein (AFP), Human Chorionic Gonadotropin (HCG) dan estriol (UE3)6. Pemeriksaan ini dapat dipakai untuk menduga bayi sindrom Down di dalam kandungan yaitu AFP dan UE3 akan menurun dan HCG akan meninggi pada ibu hamil 15-16 minggu dengan janin sindrom Down.

Analisis DNA tidak dapat membedakan sindrom Down trisomi murni dan translokasi serta aberasi kromosom yang lain. Oleh karena itu analisis DNA lebih dianjurkan pada diagnosis prenatal dimana lebih mempertimbangkan kecepatan waktu terutama bila ada kelainan janin dan akan segera dilakukan pengakhiran kehamilan. Pada diagnosis prenatal, amplifikasi DNA (PCR) dapat dilakukan sekaligus untuk beberapa lokus pada beberapa kromosom yang paling sering mengalami aberasi yaitu kromosom 21, 13, 18, X dan Y dengan metode Multiplex Ligation-dependent Probe Amplification (MLPA)15, Dengan cara ini maka dalam tempo 24 jam didapatkan hasil untuk skrinilig trisomi 21, 13, 18, X dan Y. Berdasar uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa teknik-teknik molekuler telah meningkatkan metode diagnosis dengan lebih cepat dan akurat.

Deteksi sindrom Down, dari tingkat seluler ke molekuler Temuan Seluler Penderita sindrom ini mempunyai jumlah kromosom 47 dengan Temuan seluler kelebihan kromosom pada kromosom 21 sehingga jumlah kromosom 21 menjadi 3, dan karena itu nama lain sindrom Down adalah trisomi 21. Kelebihan satu salinan kromosom 21 di dalam genom dapat berupa: kromosom bebas (trisomi 21 murni), bagian dari fusi transtokasi Robertsonian (fusi kromosom 21 dengan kromosom akrosentrik lain), ataupun dalam jumlah yang sedikit: sebagai bagian dari translokasi resiprokal (timbal balik dengan kromosom lain). Kelebihan kromosom 21 bebas ini dapat dalam bentuk mumi yaitu dalam seluruh metafase atau bentuk mosaik yaitu dalam satu individu terdapat campuran 2 macam gen dengan ekstra kromosom 21 (47 kromosom) dan gen normal dengan 46 kromosom.
6.11.12.13

Jadi secara sitogenetik

terdapat 3 jenis kasus Sindrom Down yaitu trisomi 21 murni, mosaik dan translokasi. Sindrom Down yang paling banyak ditemukan adalah 95% trisomi 21, sedangkan jenis sindrom Down yang lain adalah 2-4% mosaik, 2-5% translokasi robertsonian dan <1% translokasi resiprokal
6.11

. Pada pemeriksaan klinik, tidak ada

perbedaan antara penderita Sindrom Down dengan trisomi 21 dan penderita Sindrom Down dengan translokasi. Pada bayi baru lahir dokter akan menduga sindrom Down karena gambaran wajah yang khas dan tubuh yang sangat lentur. Untuk memastikan diagnosis dan mengetahui jenis sindrom Down, serta

kemungkinan pewarisan maka perlu dirakukan pemeriksaan analisis kromosom dari sel darah penderita. Temuan Molekuler Kromosom 21 merupakan kromosom yang pertama kali DNA nya dapat di sekuens. Pada analisis molekuier, DNA kroffiusorll 21 menunjukan kromosom yang

mempunyai sedikit gen-gnl, hal ini yang merupakan salah satu alasan mengapa trisomi 21 dapat bertahan hidup. Lokasi gen yang berhubungan dengan gejala klinik sindrom Down diduga pada21q22.3 lebih kurang 5Mb di antara 21 85852s.14. Sejak ditemukan lokus gen yang berhubungan dengan sindrom Down, di beberapa pusat kesehatan dinegara-negara telah berkembang, untuk deteksi sindrom Down pada janin dalam kandungan menggunakan analisis DNA. Karena dengan analisis DNA (PCR) didapat hasil lebih cepat, tidak memerlukan penanaman sel (kultur) seperti pada analisis kromosom. Pada polyacrylamide gel electrophoresis produk PCR dari lokus gen penderita sindrom Down akan ditemukan 3 pita (band), sedang pada individu normal hanya ditemukan 2 pita. Di laboratorium molekuler yang telah maju produk PCR tidak lagi dianalisis dengan gel electrophoresis tetapi fragmenfragmen DNA dianalisis pada mesin automated sequencer(ABl31 00), sehingga didapat hasil lebih tepat dan akan diperoleh dalam tempo 24 jam berupa grafik dari penderita sind rom Down yang menunjukkan puncak grafik yang lebih tinggi bila dibanding individu normal.
15

Terapi apakah yang dapat dilakukan untuk membantu hanny ? Terapi pada penderita Down syndrome lebih mengacu kepada bagaimana penderita Down syndrome dapat hidup dengan kesehatan yang lebih baik dan bagaimana penderita Down syndrome dapat bersosialisasi dan hidup dalam masyarakat, agar dapat mandiri dan mengurangi ketergantungan kepada orang lain. Terapi sindroma Down hingga saat ini hanya dilakukan terhadap gejala yang telah muncul. Terapi konvensional semacam itu tidak akan pernah mengatasi penderitaan pasien sindroma Down secara tuntas. Ketidakimbangan gen dan ekspresinya akibat triplikasi kromosom 21 akan terus berlangsung sepanjang hidup pasien. Ketidakimbangan tersebut akan menyebabkan kekacauan fungsi produk-produk gen yang sensitif yang

kemudian muncul dalam ujud fenotipik khas sindroma Down. Terapi-terapi tersebut sebagai berikut :

Terapi Fisik (Physio Theraphy) Biasanya terapi inilah yang diperlukan pertama kali bagi anak sindrom down. Dikarenakan mereka mempunyai otot tubuh yang lemas, maka di sinilah mereka dibantu agar bisa berjalan dengan cara yang benar. Terapi bicara Suatu terapi yang di perlukan untuk anak Down Syndrome, dengan deteksi dini di perlukan untuk mengetahui seawal mungkin menemukan gangguan kemampuan berkomunikasi, sebagai dasar untuk memberikan pelayanan terapi bicara. Terapi Okupasi Terapi ini diberikan untuk dasar anak dalam hal kemandirian, kognitif /pemahaman, dan kemampuan sensorik dan motoriknya. Kemandirian diberikan kerena pada dasarnya anak bermasalah tergantung pada orang lain atau bahkan terlalu acuh sehingga beraktifitas tanpa komunikasi dan memperdulikan orang lain. Terapi ini membantu anak mengembangkan kekuatan dan koordinasi, dengan atau tanpa menggunakan alat. Terapi Remedial Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan akademis skill, jadi bahan bahan dari sekolah biasa dijadikan acuan program. Terapi kognitif Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan kognitif dan perceptual, misal anak yang tidak bisa berkonsentrasi, anak yang mengalami gangguan pemahaman, dll. Terapi sensori integrasi Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan pengintegrasian sensorik, misalnya sensorik visual, sensorik aktil, sensorik pendengaran, sensorik keseimbangan, pengintegrasian antara otak kanan dan otak kiri, dll. Terapi snoefzelen Snoefzelen adalah suatu aktifitas terapi yang dilakukan untuk mempengaruhi CNS melalui pemberian stimulasi pada system sensori primer seperti visual, auditori, taktil.

Taste, dan smell serta system sensori internal seperti vestibular dan proprioceptif dengan tujuan untuk mencapai relaksasi dan atau aktifiti. Snoezelen merupakan metode terapi multisensories. Pada terapi ini anak di ajarkan berprilaku umum dengan pemberian system reward dan punishment. Bila anak melakukan apa yang di perintahkan dengan benar, maka diberikan pujian. Jika sebaliknya anak dapat hukuman jika anak melakukan hal yang tidak benar. Dengan perintah sederhana dan yang mudah di mengerti anak. Terapi ini di berikan pada anak yang mengalami gangguan perkembangan motorik, misalnya anak yang mengalami keterlambatan berjalan. Semua terapi ini dilaksanakan sesuai dengan rekomendasi dari tim dokter yang telah memeriksa anak yang mengalami gangguan. Dengan melatih anak down syndrome, diharapkan mereka memiliki skill yang makin lama makin berkembang dan mereka diharapkan dapat mengurus dirinya sendiri dengan aktivitas yang sederhana. bahkan, di negara maju orang2 Down Syndrome mendapatkan hak memiliki pekerjaan yang memang dapat mereka kerjakan. Terapi Akupuntur Terapi ini dilakukan dengan cara menusuk titik persarafan pada bagian tubuh tertentu dengan jarum. Titik syaraf yang ditusuk disesuaikan dengan kondisi sang anak. Terapi Musik Anak dikenalkan nada, bunyi-bunyian, dll. Anak-anak sangat senang dengan musik,maka kegiatan ini akan sangat menyenangkan bagi mereka dengan begitu stimulasi dan daya konsentrasi anak akan meningkat dan mengakibatkan fungsi tubuhnya yang lain juga membaik Terapi Lumba-Lumba Terapi ini dapat dicoba untuk anak sindrom down. Sel-sel saraf otak yang awalnya tegang akan menjadi relaks ketika mendengar suara lumba-lumba. Terapi Craniosacral Terapi dengan sentuhan tangan dengan tekanan yang ringan pada syaraf pusat. Dengan terapi ini, anak sindrom down diperbaiki metabolisme tubuhnya sehingga daya tahan tubuh lebih meningkat.

Anda mungkin juga menyukai