Anda di halaman 1dari 3

Kelainan sindrom Down pertama kali diketahui oleh Seguin dalam tahun 1844, tetapi tanda-tanda klinis tentang

kelainan ini mula-mula diuraikan pada tahun 1866 oleh seorang dokter bangsa Inggris bernama J. Longdon Down. Penyakit sindrom Down ini disebabkan karena adanya ekstra genetik material (DNA) yaitu dari kromosom 21. Kromosom yang terdiri dari benang-benang kromosom terdapat dalam setiap sel kecuali sel darah merah (eritrosit pada manusia tidak memiliki nukleus), mengandung banyak gen di dalamnya yang sangat penting untuk perkembangan. Jumlah kromosom pada manusia normal adalah 46 buah atau 23 pasang yang berasal dari kedua orang tuanya masing-masing 23 buah. Akan tetapi, pada penderita sindrom Down mempunyai trisomi 21 sehingga menyebabkan kelebihan materi kromosom (overexpressed) meskipun jumlah kromosom penderita sindrom Down ada yang tetap 23 pasang. Jumlah kromosom tersebut tidak berubah karena trisomi 21 terjadi akibat adanya translokasi. Penderita memiliki kariotipe 46,t(14q,21q). Setelah diselidiki terbukti bahwa kromosom ayah normal dan ibu hanya memiliki 45 kromosom, termasuk satu autosom 21, satu autosom 14, dan satu autosom translokasi 14q21q (ibu carrier). Faktor lain yang menyebabkan sindrom Down adalah adanya nondisjunction. Faktor ini merupakan faktor terbesar pemicu sindrom Down dengan presentase 92.5 %. Nondisjunction bisa terjadi karena adanya : Virus : mengakibatkan rekombinasi genetik yang membuat DNA manusia dikendalikan oleh virus. Radiasi : termasuk gelombang elektromagnet yang dapat mennyebabkan fotolisis dengan memecah air menjadi radikal bebas yang dapat mengakibatkan mutasi ; nondisjunction. pengandungan antibodi tiroid yang tinggi, atau karena sel telur mengalami kemunduran apabila setelah satu jam berada di dalam saluran fallopi tidak dibuahi. Oleh karena itu, ibu yang berusia agak lanjut (melebihi umur 35 tahun) biasanya mempunyai risiko lebih besar mendapatkan anak sindrom Down tripel-21.

Sesuai dengan kasus dalam skenario, dimana ibu tersebut telah berusia 37 tahun merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya kelainan genetik pada anaknya. Hasil pemeriksaan kariotipe yang menunjukkan adanya trisomi 21 jelas membuktikan anak tersebut menderita sindrom Down sehingga perkembangan anak menjadi lambat karena penderita sindrom Down mengalami retardasi mental dan mengalami berbagai gangguan kesehatan. Adapun gen-gen yang mempengaruhi yaitu :

SOD1 (superoxide dismutase 1) : menurunkan fungsi sistem imun COL6A1 (alpha-1 collagen VI) : menyebabkan penyakit hati ETS2 (ETS2 oncogene) : menyebabkan abnormalitas skeleton CAF1A (chromatin assembly factor 1, p60 subunit) : mengganggu sintesa DNA CBS (cystathione beta synthase) : mengganggu metabolisme dan DNA repair DYRK1A (dual-specificity tyrosine phosphorylation-regulated kinase 1A) : menyebabkan retardasi mental. CRYA1 (alpha-1 crystallin) menyebabkan katarak GART (glycinamide ribonucleotide synthetase) : mengganggu sintesa DNA IFNAR (interferon alpha receptor) : mempengaruhi sistem imun.

Gen-gen di atas menyebabkan gangguan fungsional tubuh karena overexpression. Seperti yang telah diketahui, gen-gen tersebut terletak dalam lokus atau region dimana untuk kasus sindrom Down disebut DSCR (Down Syndrome Critical Region) yang terdiri dari DSCR1 (berhubungan dengan otak dan jantung sehingga menyebabkan retardasi mental dan kerusakan jantung), DSCR2, DSCR3, dan DSCR4 (berkaitan dengan plasenta). Kasus sindrom Down terjadi karena adanya trisomi 21. Dari sudut sitologi dapat dibedakan dua tipe sindrom Down, yaitu : 1. Sindrom Down Triplo-21 atau Trisomi 21 sehingga penderita memiliki 47 kromosom. - Penderita laki-laki = 47, XY, +21 - Penderita perempuan = 47, XX, +21 Kira-kira 92.5 % dari semua kasus sindrom Down tergolong dalam tipe ini. Sindrom Down Translokasi Translokasi adalah peristiwa terjadinya perubahan struktur kromosom yang disebabkan karena suatu potongan kromosom lainnya yang bukan homolognya. Pada sindrom Down translokasi, lengan panjang dari autosom nomor 21 melekat pada autosom lain, kadang-kadang dengan autosom 15 tetapi yang lebih sering dengan autosom 14. Dengan demikian, individu yang menderita sindrom Down translokasi memiliki 46 kromosom (Suryo, 2005).

2.

B. MEKANISME GENETIK SINDROM DOWN Seperti yang telah diketahui, sindrom Down bisa terjadi karena nondisjunction atau translokasi. Pada sindrom Down trisomi-21, nondisjunction dalam meiosis I menghasilkan ovum yang mengandung dua buah autosom nomor 21 dan bila ovum ini dibuahi oleh spermatozoa normal yang membawa autosom nomor 21 maka terbentuklah zigot trisomi-21. Skema di atas menunjukkan terjadinya individu sindrom Down trisomi-21 karena nondisjunction selama oogenesis dimana penderita mempunyai 47 kromosom. Akan tetapi, kadang dijumpai penderita sindrom Down yang memiliki jumlah kromosom normal. Sindrom Down ini terjadi karena adanya translokasi dimana parentalnya mengalami kelaianan jumlah kromosom (ibu memiliki 45 kromosom/ carrier). C. SCREENING SINDROM DOWN Screening untuk sondrom Down dapat dilakukan dengan berbagai cara di antaranya dengan : 1. Amniosintesis (cara invasif) 2. Cara non invasif Deteksi kelainan dari darah ibu terhadap kandungan zat-zat tertentu seperti feto protein, estrol, ACG. 3. MSAF (Maternal serum feto protein) 4. CVS (Crrrionic Villus Sampling) CVS ini untuk memeriksa sel-sel janin yang diperoleh secara biopsi terhadap villi chrrionic. 5. Pemberian tiroksin di tempat landing globulin. (Sulastowo, 2008) D. PENATALAKSANAAN SINDROM DOWN Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi kelainan ini.Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran maupun kemampuan fisiknya mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan demikian penderita harus mendapatkan support maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut.

Anda mungkin juga menyukai