NAMA KELOMPOK :
1. Alfiary (1821002)
2. Catur Agus (1821006)
3. Evi Wulandari (1821010)
4. Nur Azis Gusta Mardika (1821014)
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................1
G. Mental Retardasi...............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................32
Kelaian kromosom yang umum terjadi dan mudah dikenali. Diawali dari nama
dokter Inggris, Langdon dowm. Adanya lipatan pada kelopak mata penderita yaitu lipatan
epikantur yang juga memberi kesan seperti ras mongoloid. Down Syndrome bukan sutu
penyakit, tetapi merupakan suatu kelainan genetic yang dapat terjadi pada pria and wanita
berupa kelaianan kromosom 21 yang dinamakan trisomi 21 (Sudiono Janti, 2007)
Kromosom adalah suatu bentuk bahan genetik yang ditemukan pada nukleus sel.
Kromosom membentuk blok-blok yang memberi karekteristik pada tiap individu,
misalnya membentuk warna dari rambut kita, mata kita dan penampilan fisik lainnya. Sel
manusia secara normalnya terdiri dari 23 pasang kromosom, dimana setengahnya
diwariskan dari kedua orang tua. Pada kasus Down Syndrome, beberapa sel dari individu
yang terkena mempunyai sel ganda dari kromosom 21. Bentuk yang paling terlihat dari
Down Syndrome dikenal dengan sebutan Trisomi 21. Kondisi tersebut menyebabkan
kesalahan pada divisi sel yang disebut gagal berpisah. (National Down Syndrome
Society, 2005)
Translokasi merupakan kasus perpindahan kromosom yang terjadi pada badan sel.
Sebanyak 5% kasus Down Syndrome merupakan translokasi badan sel, misalnya
translokasi antara kromososm 14 dan 21, translokasi dapat mempunyai 46 kromososm
yang salah satunya mempunyai badan genetik dari kromosom 14 dan 21. Down
Syndrome tipe translokasi tidak berhubungan dengan usia ibu saat kehamilan, namun
akan meningkat resikonya pada orang tua yang merupakan pembawa sifat. (Sudiono
Janti, 2007)
Gambar 3 Translokasi
Sumber : National Down Syndrome Society
Gambar 4 Mosaic
Sumber :National Down Syndrome Society
Translokasi hanya terjadi pada 3-4% dari kasus Down Syndrome. Pada saat
translokasi, bagian dari kromosom 21 berpisah pada divisi sel dan menyambung ke
kromosom lain. Ketika jumlah keseluruhan kromosom pada sel tetap 46, adanya
bagian ekstra dari kromosom 21 menyebabkan karakteristik lain dari Down
Syndrome. (National Down Syndrome Society, 2005)
Pada anamnesis riwayat penyakit didapatkan dari orang tua, dengan perhatian
khusus pada kehamilan ibu, persalinan, kelahiran, riwayat keluarga retardasi mental,
dan gangguan herediter. Selain itu, sebagai bagian riwayat penyakit, klinisi sebaiknya
menilai latar belakang sosiokultural pasien, iklim emosional di rumah, dan fungsi
intelektual pasien. (National Down Syndrome Society, 2013)
10 | S T I K E S H A N G T U A H S U R A B A Y A
2. Prognosis Down Syndrome
Anak dengan Down Syndrome beresiko tinggi mengalami kelainan jantung
dan leukemia sehingga kemungkinan angka harapan hidup berkurang.
Beberapa penderita Down Syndrome dapat mengalami hal-hal berikut :
a. Gangguan tiroid.
b. Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis serosa
c. Gangguan pengelihatan kare adanya perubahan pada lensa dan kornea .
d. Usia 30 tahun menderita dimensia, bisa terjadi kematian dini meskipun ada
banyak yang berumur panjang .
11 | S T I K E S H A N G T U A H S U R A B A Y A
4) Ukuran mulut adalah kecil dan ukuran lidah yang besar menyebabkan lidah
selalu terjulur.
5) Mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia).
6) Pertumbuhan gigi lambat dan tidak teratur.
7) Paras telinga adalah lebih rendah. Kepala biasanya lebih kecil dan agak lebar
dari bagian depan ke belakang.
8) Lehernya agak pendek. Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian
tengah membentuk lipatan (epicanthal folds) (80%), white Brushfield spots di
sekililing lingkaran di sekitar iris mata (60%), medial epicanthal folds,
keratoconus, strabismus, katarak (2%), dan retinal detachment.
9) Gangguan penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan kornea. (buat
point2)
c. Manifestasi mulut :
1) gangguan mengunyah menelan dan bicara.
2) Scrotal tongue, rahang atas kecil (hypoplasia maxilla),
3) keterlambatan pertumbuhan gigi, hypodontia, juvenile periodontitis,
4) kadang timbul bibir sumbing Hypogenitalism (penis, scrotum, dan testes
kecil), hypospadia, cryptorchism, dan keterlambatan perkembangan pubertas.
d. Manifestasi kulit :
1) kulit lembut, kering dan tipis,
2) Xerosis (70%), atopic dermatitis (50%), palmoplantar hyperkeratosis (40-
75%), dan seborrheic dermatitis (31%), Premature wrinkling of the skin, cutis
marmorata, and acrocyanosis, Bacteria infections, fungal infections (tinea),
and ectoparasitism (scabies), Elastosis perforans serpiginosa, Syringomas,
Alopecia areata (6-8.9%), Vitiligo, Angular cheilitis.
e. Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa :
1) tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama
dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar. B.
2) lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics).
3) Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan
kerusakan pada sistim organ yang lain.
4) Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa congenital heart disease.
5) Kelainan ini yang biasanya berakibat fatal karena bayi dapat meninggal
dengan cepat.
12 | S T I K E S H A N G T U A H S U R A B A Y A
6) Masalah jantung yang paling kerap berlaku ialah jantung berlubang seperti
Ventricular Septal Defect (VSD) yaitu jantung berlubang diantara bilik
jantung kiri dan kanan atau Atrial Septal Defect (ASD) yaitu jantung
berlubang diantara atria kiri dan kanan.
7) Masalah lain adalah termasuk salur ateriosis yang berkekalan (Patent Ductus
Ateriosis / PDA). Bagi kanak-kanak down syndrome boleh mengalami
masalah jantung berlubang jenis kebiruan (cynotic spell) dan susah bernafas.
8) Pada sistem pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada
esofagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia). Saluran
esofagus yang tidak terbuka (atresia) ataupun tiada saluran sama sekali di
bagian tertentu esofagus. Biasanya ia dapat dekesan semasa berumur 1 – 2 hari
dimana bayi mengalami masalah menelan air liurnya. Saluran usus kecil
duodenum yang tidak terbuka penyempitan yang dinamakan “Hirshprung
Disease”. Keadaan ini disebabkan sistem saraf yang tidak normal di bagian
rektum. Biasanya bayi akan mengalami masalah pada hari kedua dan
seterusnya selepas kelahiran di mana perut membuncit dan susah untuk buang
air besar. Saluran usus rectum atau bagian usus yang paling akhir (dubur) yang
tidak terbuka langsung atau penyempitan yang dinamakan “Hirshprung
Disease”. Keadaan ini disebabkan sistem saraf yang tidak normal di bagian
rektum.
Biasanya bayi akan mengalami masalah pada hari kedua dan seterusnya
selepas kelahiran di mana perut membuncit dan susah untuk buang air besar
Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya
akan diikuti muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama
pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah
mempunyai anak dengan Down Syndrome atau mereka yang hamil di atas usia
40 tahun harus dengan hati- hati memantau perkembangan janinnya karena
mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan Down Syndrome lebih tinggi.
13 | S T I K E S H A N G T U A H S U R A B A Y A
Gambar 6 Penyandang Down Syndrome
14 | S T I K E S H A N G T U A H S U R A B A Y A
h. Masalah Perkembangan Belajar Down Syndrome secara keseluruhannya
mengalami keterbelakangan perkembangan dan kelemahan kognitif. Pada
pertumbuhana mengalami masalah lambat dalam semua aspek perkembangan
yaitu lambat untuk berjalan, perkembangan motorik halus dan berbicara.
Perkembangan sosial mereka agak menggalakkan menjadikan mereka digemari
oleh ahli keluarga. Mereka juga mempunyai sifat periang. Perkembangan motor
kasar mereka lambat disebabkan otot-otot yang lembek tetapi mereka akhirnya
berhasil melakukan hampir semua pergerakan kasar.
i. Gangguan tiroid
Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis serosa
usia 30 tahun menderita demensia (hilang ingatan, penurunan kecerdasan dan
perubahan kepribadian). Penyandang down syndrome sering mengalami gangguan
pada beberapa organ tubuh seperti hidung, kulit dan saluran cerna yang berkaitan
dengan alergi. Penanganan alergi pada penderita Down Syndrome dapat
mengoptimakan gangguan yang sudah ada. 44 % Down Syndrome hidup sampai
60 tahun dan hanya 14 % hidup sampai 68 tahun. Tingginya angka kejadian
penyakit jantung bawaan pada penderita ini yang mengakibatkan 80 % kematian.
Meningkatnya resiko terkena leukimia pada down syndrom adalah 15 kali dari
populasi normal. Penyakit Alzheimer yang lebih dini akan menurunkan harapan
hidup setelah umur 44 tahun. Tanda-tanda yang muncul akibat down syndrome
dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal
sampai muncul tanda yang khas. Tanda yang paling khas pada anak yang
menderita Down Syndrome adalah adanya keterbelakangan perkembangan fisik
dan mental pada anak (Olds, London, & Ladewing, 1996). Penderita Down
Syndrome sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol
berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan
bagian (anteroposterior) kepala mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak
sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar
(macroglossia).
Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk
lipatan (epicanthal folds). Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan
yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua
baik pada tangan maupun kaki melebar. Sementara itu lapisan kulit biasanya
tampak keriput (dermatoglyphics). Kelainan kromosom ini juga bisa menyebakan
15 | S T I K E S H A N G T U A H S U R A B A Y A
gangguan atau bahkan kerusakan pada sistem organ yang lain. Pada sistem
pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esophagus (esophageal
atresia) atau duodenum (duodenal atresia). Apabila anak sudah mengalami
sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti muntah-muntah. Pada
bayi baru lahir kelainan dapat berupa Congenital Heart Disease. Kelainan ini
yang biasanya berakibat fatal di mana bayi dapat meninggal dengan cepat.
16 | S T I K E S H A N G T U A H S U R A B A Y A
mempertimbangkan usaha peningkatan kebiasaan dan kondisi kesehatan yang lebih
baik bagi anak. (Gunarhadi, 2005)
2. Kemampuan belajar
Kesulitan belajar anak down syndrome adalah masalah paling besar, mengingat
keterbatasan mereka kegiatan pembelajaran yang di sekolah. Keterbatasan ini
tercermin dari seluruh aspek akademik seperti, matematika, IPA, IPS dan Bahasa.
(Gunarhadi, 2005)
3. Adaptasi
Tingkat kecerdasan yang dimiliki anak down syndrome tidak saja berpengaruh
terhadap kesulitan belajar, melainkan juga terhadap penyesuaina diri. Hallahan D dan
Kauffanan dalam (Gunarhadi 2005 : 198) mengisyaratkan bahwa seorang
dikategorikan down syndrome harus memiliki dua persyaratan yaitu tingkat
kecerdasan dibawah normal dan bermasalah dalam penyesuaian diri. Implikasinya
terhadap pendidikan, anak down syndrome harus mendapatkan porsi pembelajaran
untuk meningkatkan ketrampilan sosialnya. (Gunarhadi, 2005)
4. Ketrampilan Bekerja
Ketrampilan bekerja erat kaitannya dengan hidup mandiri. Keterbatasan anak down
syndrome banyak menyekat antara kemampuan yang dimliki tuntutan kreativitas yang
diperlukan untuk bekerja. Akibatnya untuk bekerja kepada orang lain. Anak down
syndrome tersingkir dalam kompetensi. Pekerjaan yang mungkin dilakukan dalam
rangka hidup mandiri adalah usaha domestik. Hal itu pun secara empiris dapat dilihat
bahwa dewasa down syndrome banyak menggantungkan hidupnya kepada orang lain,
terutama keluarganya. Bagi sekolah keadaan demikian merupakan tantangan bahwa
selain akademik, anak down syndrome perlu sekali memperoleh ketrampilan bekerja
dalam mempersiapkan masa depannya. (Gunarhadi, 2005)
5. Kepribadian dan Emosiny
Karena kondisi mentalnya anak down syndrome sering menampilkan kepribadiannya
yang tidak seimbang. Terkadang tenang terkadang juga kacau, sering termenung
berdiam diri, namun terkadang menunjukan sikap tantrum (ngambek), marahmarah,
mudah tersinggung, mengganggu orang lain, atau membuat kacau dan bahkan
merusak.
(Gunarhadi, 2005)
17 | S T I K E S H A N G T U A H S U R A B A Y A
G. Mental Retardasi
Retardasi mental adalah gangguan intelegensi yang disebabkan gangguan dalam
kandungan sampai masa perkembangan dini, usia 5 tahun. Retardasi mental adalah
penurunan fungsi intelektual yang menyeluruh secara bermakna dan secara langsung
menyebabkan gangguan adaptasi sosial, dan bermanifestasi selama masa perkembangan.
Berdasarkan The ICD-10 Classification of Mental and Behavioural Disorders,
WHO, Geneva tahun 1994 retardasi mental dibagi menjadi 4 golongan : (1) mild
retardation, IQ 50-69; (2) moderate retardation, IQ 35-49; (3) severe retardation, IQ 20-
34; (4) profound retardation, IQ <20.
1. Klasifikasi Mental Retardasi
a. Mild Retardation
Retardasi mental ringan dikategorikan sebagai retardasi mental dapat
dididik (educable). Anak mengalami gangguan berbahasa tetapi masih mampu
menguasainya untuk keperluan bicara sehari-hari dan untuk wawancara klinik.
Umumnya mereka juga mampu mengurus diri sendiri secara independen (makan,
mencuci, memakai baju, mengontrol saluran cerna dan kandung kemih),
meskipun tingkat perkembangannya sedikit lebih lambat dari ukuran normal.
Kesulitan utama biasanya terlihat pada pekerjaan akademik sekolah, dan banyak
yang bermasalah dalam membaca dan menulis. Dalam konteks sosiokultural
yang memerlukan sedikit kemampuan akademik, mereka tidak ada masalah.
Tetapi jika ternyata timbul masalah emosional dan sosial, akan terlihat bahwa
mereka mengalami gangguan, misal tidak mampu menguasai masalahperkawinan
atau mengasuh anak, atau kesulitan menyesuaikan diri dengan tradisi budaya.
b. Moderate Retardation
Retardasi mental sedang dikategorikan sebagai retardasi mental dapat
dilatih (trainable). Pada kelompok ini anak mengalami keterlambatan
perkembangan pemahaman dan penggunaan bahasa, serta pencapaian akhirnya
terbatas. Pencapaian kemampuan mengurus diri sendiri dan ketrampilan motor
juga mengalami keterlambatan, dan beberapa diantaranya membutuhkan
pengawasan sepanjang hidupnya. Kemajuan di sekolah terbatas, sebagian masih
bisa belajar dasardasar membaca, menulis dan berhitung.
c. Severe retardation
Kelompok retardasi mental berat ini hampir sama dengan retardasi mental
sedang dalam hal gambaran klinis, penyebab organik, dan keadaan-kedaan yang
18 | S T I K E S H A N G T U A H S U R A B A Y A
terkait. Pebedaan utama adalah pada retardasi mental berat ini biasanya
mengalami kerusakan motor yang bermakna atau adanya defisit neurologis.
d. Very Severe Retardation
Retardasi mental sangat berat berarti secara praktis anak sangat terbatas
kemampuannya dalam mengerti dan menuruti permintaan atau instruksi.
Umumnya anak sangat terbatas dalam hal mobilitas, dan hanya mampu pada
bentuk komunikasi nonverbal yang sangat elementer.
19 | S T I K E S H A N G T U A H S U R A B A Y A
4) Kesempatan anak bergerak aktif selama treatment
5) Handling digunakan untuk mempengaruhi tonus postural, mengatur
koordinasi, menghinbisi pola abnormal, dan memfasilitasi respon otomatis
normal. Dengan handling yang tepat, tonus serta pola gerak yang abnormal
dapat dicegah sesaat setelah terlihat tanda-tandanya.
6) Mengembangkan komponen gerak dengan bantuan furniture dan equipment
7) Mengacu pada tumbuh kembang normal
8) Prinsip motor control, motor learning dan postural control
1) Motor Control
Motor control adalah proses informasi suatu aktifitas yang berpusat
pada central nervous system (CNS) dengan tujuan mengorganisasikan sistem
musculoskeletal untuk membuat koordinasi suatu gerakan. Motor Control
merupakan nama dari bidang yang berkembang dalam ilmu saraf dimana
bidang ini menganalisis bagaimana orang mengendalikan gerakan mereka.
Sebagai contoh mudah seperti meraih segelas kopi, yang sebernarnya
mempunyai komponen-komponen kompleks di dalamnya. Motor control
difokuskan pada kordinasi terhadap postur dan gerakan melalui mekanisme
serta perpaduan antara fisiologis dan psikologis. Ada 6 tingkatan motor
koordinasi dalam motor control :
Level 1: tingkatan pada neuron, merupakan organisasi neuromotor yang relatif
sederhana yaitu pada motor unit. Motor unit adalah bagian yang
mengubungkan motor neuron dan otot yang akan dipersarafi.
Level 2: tingakatan pada otot, merupakan tingkatan terjadinya kontraksi dari
sekelompok motor unit
Level 3: tingkatan grup otot, merupakan tingkatan fungsi beberapa kelompok
otot yang melakukan kerja pada suatu sendi.
Level 4: tingkatan organ (beberapa sendi dalam segmen tubuh), merupakan
bagian yang mengatur koordinasi gerakan pada setiap sendi.
Level 5: tingkatan sistem organ, merupakan kombinasi dari gerakan yang
teroganisir yang merupakan fungsi lokomotor.
Level 6: tingkatan organism, merupakan tempat dari fungsi motorik dalam
konteks makhluk hidup. Pada tahap ini merupakan tahap tertinggi dari
koordinasi gerakan. Sistem sensorik memberikan perubahan-perubahan yang
terjadi pada lingkungan
20 | S T I K E S H A N G T U A H S U R A B A Y A
Motor control memungkinkan tubuh kita untuk mengatur atau
mengarahkan mekanisme gerakan. Secara singkat, memungkinkan tubuh kita
untuk bergerak ketika kita membutuhkan mereka untuk pergi, tanpa harus
berpikir tentang hal itu. Ketika salah satu menunjukan "normal" motor control,
kitabisa berasumsi bahwa ia memiliki otot yang normal.
2) Motor Learning
Motor learning adalah perubahan yang “relatif permanen”, yang
dihasilkan dari praktek atau pengalaman baru, dalam kemampuan untuk
merespon. Motor learning melibatkan kelancaran dan ketepatan gerakan serta
diperlukan untuk gerakan rumit seperti berbicara, bermain piano dan
memanjat pohon. Penelitian dalam motor learning sering melibatkan beberapa
variable yang mendukung pembentukan program itu sendiri, yaitu sensitifitas
pada proses deteksi kesalahan dan kekuatan dari skema gerakan itu sendiri.
Menurut Schmidt motor learning adalah serangkaian proses internal
berkaitan dengan praktek atau pengalaman yang akan membentuk perubahan
permanent relatif terhadap kemampuan untuk merespons. Jadi pengertian
motor learning ini beraneka ragam, dan berdasarkan pendapat para ahli diatas
dapat dirumuskan bahwa motor learning adalah: suatu proses pembentukan
sistematika kognitif tentang gerak yang kemudian diaplikasikan dalam
psikomotor, mulai dari tingkat keterampilan gerak yang sederhana ke
keterampilan gerak yang kompleks sebagai gambaran fisiologis yang dapat
membentuk psikologis untuk mencapai otomatisasi gerak.
3) Postural Control
Postural control (kontrol postur) adalah gerakan korektif yang
diperlukan untuk menjaga pusat gravitasi dalam basis dukungan. Yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan ini adalah, koordinasi dari rangka, otot
sensorik dan system saraf pusat.
Kontrol postur meliputi kontrol terhadap posisi tubuh dan berfungsi
ganda yaitu untuk stabilitas (keseimbangan) dan orientasi (memelihara
hubungan yang tepat antar segmen tubuh dan antara tubuh dan lingkungan).
Fungsi ganda musculo postural didasarkan pada empat komponen yaitu:
a) Nilai acuan, seperti orientasi segmen tubuh dan posisi pusat gravitasi
(representasi internal dari tubuh atau skema tubuh postural);
b) Masukan multiindrawi mengatur orientasi
21 | S T I K E S H A N G T U A H S U R A B A Y A
c) Stabilisasi segmen tubuh
d) Reaksi postural fleksibel atau antisipasi untuk pemulihan keseimbangan
setelah gangguan, atau stabilisasi postural selama gerakan sukarela.
Sistem kontrol postur terdiri dari proses kompleks yang meliputi
komponen sensoris dan motoris dan menghasilkan kombinasi yang terintegrasi
antara visual, vestibular dan input afferent proprioseptif. Gabungan dari usaha
alat-alat sensoris ini merupakan dasar untuk keseimbangan dinamis
(stabilitas). Apabila salah satu dari alat ini mengalami kerusakan, maka
stabilitas dari postur akan mengalami gangguan. Adapun prinsip dasar dari
postural control antara lain:
(1) Sistem sensoris
(2) Kemampuan melihat
(3) Sistem vestibular
(4) Sistem somatosensoris
(5) Sistem Musculoskeletal
(6) All day management
(7) Team approach
22 | S T I K E S H A N G T U A H S U R A B A Y A
c. Konsep bobath (NDT)
Menurut Raine (2005) dsalam konsep Bobath (NDT) terdapat Tone influence
Patterns (TIPs) merupakan suatu usaha untuk mengurangi aktifitas refleks, reaksi
asosiasi, involuntary movement, dan mengatasi tonus postural abnormal dengan
menggunakan inhibisi, stimulasi, dan fasilitasi untuk mencapai:
23 | S T I K E S H A N G T U A H S U R A B A Y A
2. Sensori Integrasi
Terapi Sensori Integrasi sebagai bentuk treatment pada anak dengan kondisi
tertentu seringkali digunakan sebagai cara untuk melakukan upaya perbaikan, baik
untuk perbaikan gangguan perkembangan atau tumbuh kembang atau gangguan
belajar, gangguan interaksi sosial, maupun perilaku lainnya.
Sensori integrasi merupakan suatu proses mengenal, mengubah, membedakan
sensasi dari sistem sensori untuk menghasilkan suatu respon berupa “Perilaku Adaptif
Bertujuan”.
3) Dasar Teori Sensori Integrasi
Dasar teori sensori integrasi adalah adanya plastisitas sistem saraf pusat,
perkembangan yang bersifat progresif, teori sistem dan organisasi sistem saraf pusat,
respons adaptif, serta dorongan dari dalam diri.
1) Plastisitas system saraf pusat
Plastisitas adalah kemampuan atau kapasitas dari sistem saraf pusat untuk
beradaptasi terhadap kebutuhan fungsional.
2) Perkembangan yang bersifat progresif
Sensori integrasi terjadi saat anak yang berkembang mulai mengerti dan
menguasai input sensori yang dialami. Sistem sensori akan terus mengalami
perkembangan sejalan dengan bertambahnya usia anak.
3) Teori sistem dan organisasi sistem saraf pusat
Pada teori sistem dan organisasi sistem saraf pusat, proses sensori integrasi terjadi
pada tingkat batang otak dan subkortikal. Proses yang lebih tinggi di tingkat kortikal
diperlukan untuk perkembangan praksis dan produksi respons adaptif.
4) Respon Adaptif
Respon adaptif ini bervariasi pada setiap anak yang bergantung pada tingkat
perkembangan, derajat integrasi sensori, dan tingkat ketrampilan yang tercapai
sebelumnya. Respons adaptif mencerminkan kemampuan anak menguasai tantangan
dan hal-hal baru.
5) Dorongan dari dalam diri
Konsep ini merupakan hal terpenting dalam perkembangan sensori integrasi,
bagaimana dorongan ini muncul dari dalam diri yang terwujud dalam bentuk
kegembiraan dan eksplorasi lingkungan tanpa lelah. Tetapi motivasi internal ini
kurang atau tidak dimiliki oleh anak dengan gangguan disfungsi sensori integrasi.
24 | S T I K E S H A N G T U A H S U R A B A Y A
4) Prinsip Terapi Sensori Integrasi
1) Sistem Taktil
Sistem taktil merupakan sistem sensori terbesar yang dibentuk oleh reseptor di
kulit, yang mengirim informasi ke otak terhadap rangsangan cahaya, sentuhan,
nyeri, suhu, dan tekanan. Sistem taktil defensiveness, dapat menimbulkan
mispersepsi terhadap sentuhan, berupa respons menarik diri saat disentuh,
menghindari kelompok orang, menolak makan makanan tertentu atau memakai
baju tertentu, serta menggunakan ujung-ujung jari, untuk memegang benda
tertentu.Bentuk lain disfungsi ini adalah perilaku yang mengisolasi terdiri dari dua
komponen, yaitu protektif dan diskriminatif, yang bekerja sama dalam melakukan
tugas dan fungsi sehari-hari. Hipersensitif terhadap stimulasi taktil yang dikenal
dengan tactile diri atau menjadi iritabel. Bentuk hiposensitif dapat berupa reaksi
kurang sensitif terhadap rangsang nyeri, suhu, atau perabaan suatu obyek. Anak
akan mencari stimulasi yang lebih dengan menabrak mainan, orang, perabot, atau
dengan mengunyah benda. Kurangnya reaksi terhadap nyeri dapat menyebabkan
anak berada dalam bahaya.
2) Sistem Vestibular
Sistem vestibular terletak pada telinga dalam (kanal semisirkular) dan mendeteksi
gerakan serta perubahan posisi kepala. Sistem vestibular merupakan dasar tonus otot,
keseimbangan, dan koordinasi bilateral.Tanda-tanda anak yang hipersensitif terhadap
stimulasi vestibular mempunyai respons fight atau flight antara lain ; anak takut atau
lari dari orang lain, anak bereaksi takut terhadap gerakan sederhana, peralatan
bermain di tanah, atau berada di dalam mobil.
3) Sistem Propioseptif
Terdapat pada serabut otot, tendon dan ligament yang memungkinkan anak secara
tidak sadar mengetahui posisi dan gerakan tubuh. Contoh dari sistem ini adalah
25 | S T I K E S H A N G T U A H S U R A B A Y A
gerakan motorik halus, antara lain menulis, mengangkat sendok dan mengancingkan
baju. Hipersensitive terhadap sistem propioseptif menyebabkan berkurangnya
kemampuan menginterpretasiklan umpan balik/feed back dari setiap gerakan dan
tingkat kewaspadaan yang relative rendah . Tanda disfungsi sistem proprioseptif
adalah clumsiness, kecenderungan untuk jatuh, postur tubuh yang aneh, makan yang
berantakan, dan kesulitan memanipulasi objek kecil, seperti kancing. Hiposensitif
sistem proprioseptif menyebabkan anak suka menabrak benda, menggigit atau
membentur benturkan kepala.
3. Terapi Kelompok
Terapi kelompok merupakan bentuk intervensi untuk stimulasi motorik dan
stimulasi sensorik yang diberikan kepada anak dengan SD secara bersama-sama dan
melibatkan orang tua dalam kegiatan tersebut, fisioterapis sebagai instruktur yang
mencontohkan dan menginstruksikan kegiatan stimulasi tersebut dalam permainan.
26 | S T I K E S H A N G T U A H S U R A B A Y A
keterampilan motori, selain itu aktifitas sensorik dan motorik membantu melepaskan
energy yang berlebihan dan memperbaiki keseimbangan.
Kelebihan terapi kelompok lainnya adalah dengan bermain secara kelompok
dapat meningkatkan fungsi psikososial, anak akan mengerti apakah ia diterima atau
tidak oleh lingkungannya, maka ia sudah mualai belajar mempunyai rasa moral social.
Dengan terapi kelompok anak juga mendapat perkembangan emotional dimana anak
dapat menemukan rasa percaya diri dan stabilitas internal.
Perkembangan kognitif juga dapatmelalui terapi kelompok yang diperoleh melalui
bermain dengan manipulasi objek-objek dikelompoknya. Hal ini meltih anak pada
saat dewasa nanti dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Perasaan
seorang anak dalam aktifitas bermain menentukan kualitas anak tersebut untuk
interaksi dengan lingkungannya pada saat bermain, dan aspek-aspek lain dalam
kehidupannya. Kemampuan turut serta berperan dalam terapi kelompok sebagai
interaksi social dan fisik (Cassel, 1962). Dengan demikian terapi kelompok juga
memiliki beberapa tujuan seperti uraian diatas, yaitu : (1)Situasi bermain yang
menyenangkan sambil mengembangkan keterampilan baru, (2) bermain selain sebagai
sarana meningkatkan keterampilan motorik juaga membantu melepaskan energy yang
berlebihan dan memperbaiki keseimbangan, (3) meningkatkan fungsi psikososial , (4)
perkembangan emosional untuk kepercayaan diri dan (5) perkembangan kognitif.
Pengaturan dalam terapi kelompok meliputi :
1. Jumlah anak
Jumlah anak dalam terapi kelompok tergantung dari situasi klinis sejauh anak-
anak dalam terapi kelompok tersebut dapat terlibat dan berpartisipasi dalam
kegiatan tersebut.
2. Staf
Satu orang staf dalam hal ini fisioterapi memimpin kelompok dan fisioterapi yang
lain membantu memantau kegiatan
3. Tempat
Terapi kelompok terbaik dilakukan didalam kelas dimana anak tidak merasa asing
sendiri dan tidak terganggu dengan anak-anak lain atau orang dewasa yang datang
atau pergi.
4. Pengaturan posisi
Anak-anak selama sesi kelompok setap saat dapat melihat instruktur atau
pemimpin terapi kelompok dan juga dapat melihat satu sama lain. Bentuk
27 | S T I K E S H A N G T U A H S U R A B A Y A
setengah lingkaran atau posisi L adalah yang terbaik, tetapi posisi dapat berubah
saat kegiatan aktifitas dan mobilisasi motorik.
5. Durasi
Setiap sesi terapi kelompok direncanakan lamanya satu hingga dua jam tergantung
pada kemampuan anak-anak untuk tetap berpatisipasi dalam kegiatan. Anak
dengan SD dimana terdapat hipotonus otot maka dianjurkan untuk mendapatkan
kegiatan fisik hingga 60 menit (Candiche Hughes, 2011)
6. Frekuensi
Banyaknya atau seberapa seringnya anak melakukan terapi menentukan
perkembangan anak, baik mengenai motorik kasar, motorik halus, bahasa maupun
social. Namun tentu saja perkembangan pada anak juga tidak hanya dilatih saat
dilakukan terapi.
7. Perilaku anak
Jika anak menolak untuk bergabung dengan kelompok pastikan bahwa program
tidak terlalu sulit untuk anak, biarkan anak meliha saja untuk sementara waktu dan
abaikan. Ketika anak tersebut melihat anak-anak yang lain menyenangi
aktifitasnya coba kembali ajak abak untuk bergabung dengan kelompok. Dalam
hal awal biarkan anak mengikuti hanya sebagian sesi dalam terapi kelompok
8. Seleksi anak
Dasar untuk seleksi anak yang mengikuti terapi kelompok bervariasi, tetapi akan
lebih mudah bagi staf atau fisioterapis bila kesenjangan perkembangan motork
tidak terala besar (Sophie Levitt, 1995). Namun demikian dimungkinkan beberapa
kekuranan pendekatan terapi kelompok, diantara lain:
(1) kesenjangan kemampuan motorik walaupun pada usia yang sama.
(2) Kesenjangan tingkat kognitif
(3) Tingkat pendidikan dan social ekonomi orangtua juga turut menentukan
keberhasilan pendekatan dengan terapi kelompok ini. Adapun kegiatan
dalam terapi kelompok meliputi:
1. Kegiatan untuk taktil, vestibular inputi dan feedback propriocepsi
Akomodasi motorik kasar: postur dan pola gerakan (berguling dari
telungkup, menumpu pada elbow (forearm support), merangkak,
berdiri, berjalan dalam pola dan permukaan yang berbeda-beda,
berlari, melompat pada titik tertentu, menangkap, melempar).
28 | S T I K E S H A N G T U A H S U R A B A Y A
Perencanaan motorik (motor planning/praxis); adalah kemampuan
otak untuk memahami, mengatur dan melaksanakan urutan tindakan
yang asing yang diperlukan. Kegiatan diarahkan untuk pencapaian
tujuan untuk membantu mengembangkan keterampilan gerakan (motor
planning). Membersihkan tempat tidur atau meja dan bermain bola
dapat membantu meningkatkan akomodasi motorik kasar dan praksis.
Reaksi tegak dan keseimbangan dan pola mengintegrasikan pada
perbedaan posisi dapat mempertahankan rangsangan tersebut. Bermain
diatas roll dapat memfasilitasi keseimbangan dan reaksi ekuilibrium.
Terapis mengatakan, “kamu adalah perahu diatas laut, dan aku badai
maka kamu harus mencoba untuk tidak jatuh kebawah” dan terapis
mendorong roll sangat lambat untuk beberapa kali dalam rangka untuk
mengganggu keseimbangan anak (Kramer, 2007).
Kegiatan motor planning dan permainan persepsi ruang visual
memiliki komponen perencanaan gerakan (motor planning), karena
motor planning dan persepsi ruang visual saling berhubungan.
Kegiatan motorik seperti berjalan, berdiri, menaiki tangga, dapat
diberikan untuk mendorong anak dalam menunjukkan spatial features
(Kramer, 2007). Aktifasi rutin dan menyusun beberapa benda (puzzle,
menyusun balok dan menyalin gambar) dapat diberikan sebagai contoh
untuk persepsi visual-spasial.
Dalam mempelajari keterampilan motorik halus, stabilisasi postural
yang tepat sangat penting. Baiknya ko-kontraksi kepala, leher, dan
lengan juga diperlukan. Ocular kontrol yang baik, koordinasi motorik
bilateral dan taktil mempengaruhi fungsi tangan. Anak membutuhkan
kegiatan yang terdiri dari semua komponen dalam rangka untuk
mengembangkan keterampilan motorik halus. Sebagai contoh: bermain
puzzle, bermain dengan jari-jari, origami. (Ayeres 1979, Lerner 1985,
Scheerer 1997, Wilson 1988, Bumin dan Kayihan 2001, Uyanik dkk,
2003).
2. Taktil, vestibular , input dan feedback propriocepsi dan visual
Aktifitas apedal dan quadripedal; scooter board, tas kacang,
bermainbola, berguling, merangkak, mengikuti pemimpin, ritme music
dan lain-lain.
29 | S T I K E S H A N G T U A H S U R A B A Y A
Kontrol ocular; aktifitas yang membutuhkan gerakan tangan
dan kelompok otot besar seperti melempar, dan menangkap, dan
kegiatan yang membutuhkan gerakana otot kecil seperti menggambar
dan mengikuti garis putus-putus dapat membantu mengembangkan
kontrol ocular.
Aktifitas posisi bipedal; berlari, melompat, berlompat-lompatan
dan permainan/games dengan melompat, bermain dengan peralatan
(ayunan, tong, peluncuran, tangga), bermain bola, permainan music.
30 | S T I K E S H A N G T U A H S U R A B A Y A
ocular ekstrake semua level tulang belakang yang emperngaruhi tonus
otot (ottenbacher dan Peterson 1983, Kelly 1989).
Sistem vestibular sangat penting dalam perkembangan
keterampilan motorik, integrasi postural, gerakan mata yang
terkoordinasi, dan kemampuan mengatur tingkat keaktifan
(Ottenbacher dan Peterson 1983).
4. Orthopaedi Shoes
Anak penyandang Down Syndrome cenderung menumpu pada medial
kaki sehingga menyebabkan berkurangnya stabilitas pada stance phase dan
dorongan saat swing phase ketika berjalan, maka diperlukan penggunaan
Orthopaedic Shoes untuk membantu anak melangkahkan kakinya.
Orthopaedic Shoes adalah alat bantu yang berbentuk splint sehingga dapat
menutup sebagian daerah lesi atau kecacatan yang dipasangkan pada
area ankle kaki. Alat bantu Orthopaedic Shoes ini bentuknya menyerupai
seperti kaki, dan memiliki fungsi utama sebagai alat bantu ortopedi yang
mampu memfiksasi sendi ankle untuk mempertahankan posisi kaki pada
bentuk anatomi normal manusia.
Orthopaedic Shoes berfungsi untuk mencegah deformitas lebih lanjut untuk
mengkoreksi telapak kaki pasien Selain itu penggunaan Orthopaedic Shoes
juga untuk menjaga alignment kaki dan stabilitas ketika berjalan. Setiap anak
memiliki penilaian yang komprehensif untuk mengidentifikasi apakah anak
tersebut membutuhkan Orthopaedic Shoes untuk menunjang kebutuhan
motorik kasarnya. Pemakaian Orthopaedic Shoes tetap dalam pengawasan.
Orthopaedic Shoes merupakan salah satu bagian dari pengobatan untuk
mengembangkan kemampuan motorik kasar, mobilitas dan kemandirian anak,
namun tetap berdampingan dengan terapi lain untuk memaksimalkan manfaat
dari pemakaian Orthopaedic Shoes.
31 | S T I K E S H A N G T U A H S U R A B A Y A
DAFTAR PUSTAKA
32 | S T I K E S H A N G T U A H S U R A B A Y A
Shurr, Donald dan John W Michael, 2002. Prosthetics and Orthotics. New Jersey: Prentice
Hall
Selikowitz, Mark, 2008. The Facts Down Syndrome. New York: OXFORD University Press.
Kesehatan, BPDANP. “Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013”. 04 Oktober 2016.
http://www.depkes.go.id
Montgomery, Patricia C dan Barbara H Connoly, 2003. Clinical Applications for Motor
Control. United States of America: SLACK Incorporated.
Raine, Sue dkk, 2009. Bobath Concept. Singapore: Blackwell Publishing Ltd
Stack, Charles dan Patrick Dobbs, 2004. Essentials of Paedatric Intensive Care. United States
of America: Cambridge University Press.
Sudiono, Janti, 2007. Gangguan tumbuh kembang dentokraniofasial. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran RGC
Thomson, Kate dkk, 2009. Paediatric Handbook Eighth Edition. Australia: Wiley-Blackwell
Toy, Eugene C, 2009. Case Files Pediatrics. United States: McGraw-Hill Companies, Inc.
WHO, Genes and Human Disease. United States of America,WHO 2016;h.2 diakses tanggal
4 Oktober 2016
33 | S T I K E S H A N G T U A H S U R A B A Y A