Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS


CORONA VIRUS PADA IBU HAMIL
DISEASES (COVID-19)

OLEH :

NUR AZIS GUSTA MARDIKA


1821014

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
CORONA VIRUS DESEASES (COVID-19)
1.1 Anatomi Fisiologi Paru-Paru
1. Anatomi Paru-Paru

Paru-paru merupakan salah satu organ yang penting dalam tubuh yaitu sebagai
sistem respirasi. Paru-paru berjumpah 2 yakni paru-paru sebelah kanan dan paru-paru
sebelah kiri. Di dalam paru-paru juga terdapat alveolar sebagai pertukaran gas (Faiz &
Moffat, 2003). Paru-paru memiliki tekstur berpori, kenyal ringan, dapat mengapung
di air dan sangat elastis. Paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus yaitu superior, medialis,
dan inferior sedangkan paru-paru sebelah kiri memiliki 2 lobus yakni superior dan
inferior . Paru-paru kiri lebih kecil dari paru-paru sebelah kanan karena jantung
menempati ruang garis medialis dari paru-paru.

Paru-paru juga memiliki beberapa bagian diantaranya pleura viseralis, pleura


parietalis dan rongga pleura. Pleura paru terdiri atas :

1. Pleura viseralis yaitu pleura yang melekat pada paru, membungkus tiap lobus
dan melalui fisura untuk memisahkan lobus.
2. Pleura parietalis, yaitu pleura yang melekat di dalam dinding dada dan
permukaan torasik diafragma.
3. Rongga pleura, merupakan ruang kosong, didalamnya terdapat cairan serosa
yang berguna untuk mencegah gesekan ketika lapisan paru-paru bergerak
bebas satu sama lain saat bernafas.

Selain pleura paru-paru juga memiliki bagian yang dinamakan bronkus


dan bronkiolus. Bronkus kanan lebih lebar, lebih pendek dan lebih vertikal
daripada bronkus sebelah kiri. Bronkus kanan terbagi menjadi 3 cabang
sedangkan bronkus sebelah kiri terbagi 2 cabang kemudian cabang-cabang ini
terbagi menjadi saluran-saluran kecil dalam subtansi paru (Nurachmah &
Angriani, 2011).
Dalam tiap lobus terbagi menjadi selubung halus jaringa ikat yakni
lobulus. Tiap lobulus bercabang menjadi bronkiolus respiratorik, duktus
alveolus, dan banyak alveoli. Terdapat 150 juta alveoli pada paru-paru orang
dewasa. Alveoli dikelilingi oleh jaringan kapiler padat. Pertukaran gas di paru-
paru terjadi di membran yang disusun oleh dinding alveolar dan dinding
kapiler yang bergabung bersama yang disebut membran respiratorik. Di dalam
alveolus juga terdapat sel septal yang berperan menghasilkan surfaktan yang
mencegah alveoli dari kekeringan serta mengurangi tekanan dan mencegah
dinding alveolus mengalami kolaps saat ekspirasi.
2. Fisiologi Paru-paru
Perubahan ritme kapasitas volume rongga dada dipengaruhi oleh kinerja
otototot pernapasan. Pada pernapasan normal, saat inprirasi, otot interkostal eksternal
berkontraksi, tulang kosta dan sternum akan tertarik ke atas, karena tulang kosta
pertama tidak bergerak. Diameter anterior-posterior dari rongga dada bagian atas akan
membesar dan memperbesar diameter transversal rongga dada bagian bawah. Pada
saat inspirasi, diafragma berkontraksi sehingga turun, akibatnya kapasitas rongga
dada meningkat (Faiz & Moffat, 2003). Akibatnya, tekanan antar permukaan pleura
(dalam keadaan normal negatif) menjadi lebih negatif: -2.5 menjadi -6 memenuhi
kapasitas rongga dada. Pada saat ini tekanan udara di alveolus adalah -1,5 mmHg
(lebih rendah dari tekanan atmosfir). Udara akan masuk ke dalam alveolus akibat
perbedaan tekanan tersebut. Sebaliknya, pada saat ekspirasi dalam pernapasan normal,
otot interkostal eksternal akan relaksasi. Tulang kosta dan sternum akan turun. Lebar
dan dalamnya dada akan berkurang. Diafragma akan relaksasi, melengkung naik,
panjang rongga dada akan berkurang. Kapasitas rongga dada akan berkurang.
Tekanan antar permukaan pleura menjadi kurang negatif: dari -6 menjadi -2 mmHg.
Jaringan elastis paru akan kembali ke keadaan semula. Tekanan udara pada alveolus
saat ini adalah +1,5 mmHg (lebih tinggi dari tekanan udara). Udara akan terdorong
keluar alveolus.mmHg, lalu jaringan elastis pada paru akan meregang, dan paru akan
mengembang Pada keadaan pernafasan paksa, tepatnya saat inspirasi, otot cuping
hidung dan otot glotis akan berkontraksi untuk membantu masuknya udara ke dalam
paru-paru. Otot pada leher akan berkontraksi, tulang kosta pertama akan bergerak ke
atas (dan sternum bergerak naik dan ke depan). Pada saat ekspirasi pada pernapasan
paksa, otot interkostal internal berkontraksi, sehingga tulang kosta akan menurun
lebih dari 8 pernafasan normal. Otot abdominal juga berkontraksi untuk membantu
naiknya diafragma

1.2 Definisi COVID-19


Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan tidak
bersegmen. Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga Coronaviridae.
Coronaviridae dibagi dua subkeluarga dibedakan berdasarkan serotipe dan
karakteristik genom. Terdapat empat genus yaitu alpha coronavirus, betacoronavirus,
deltacoronavirus dan gamma coronavirus (Maurer-stroh, 2020). Berdasarkan
penemuan, terdapat tujuh tipe Coronavirus yang dapat menginfeksi manusia saat ini
yaitu dua alphacoronavirus (229E dan NL63) dan empat betacoronavirus, yakni
OC43, HKU1, Middle East respiratory syndrome-associated coronavirus (MERS-
CoV), dan severe acute respiratory syndrome-associated coronavirus (SARSCoV).
Yang ketujuh adalah Coronavirus tipe baru yang menjadi penyebab kejadian luar biasa
di Wuhan, yakni Novel Coronavirus 2019 (2019-nCoV) (IDPI, 2020).
Coronavirus adalah keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai
dari gejala ringan sampai berat. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui
menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat seperti Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum pernah
diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus penyebab COVID-19 ini dinamakan
Sars-CoV-2.
Coronavirus terutama menginfeksi dewasa atau anak usia lebih tua, dengan
gejala klinis ringan seperti common cold dan faringitis sampai berat seperti SARS atau
MERS serta beberapa strain menyebabkan diare pada dewasa. Jika kita terpapar virus
dalam jumlah besar dalam satu waktu, dapat menimbulkan penyakit walaupun sistem
imun tubuh berfungsi normal. Orang-orang dengan sistem imun lemah seperti orang
tua, wanita hamil, dan kondisi lainnya, penyakit dapat secara progresif lebih cepat dan
lebih parah. Infeksi Coronavirus menimbulkan sistem kekebalan tubuh yang lemah
terhadap virus ini lagi sehingga dapat terjadi re-infeksi.
Berdasarkan bukti ilmiah, COVID-19 dapat menular dari manusia ke manusia
melalui kontak erat dan droplet, tidak melalui udara. Orang yang paling berisiko
tertular penyakit ini adalah orang yang kontak erat dengan pasien COVID-19 termasuk
yang merawat pasien COVID-19.
1.3 Etiologi COVID-19
Kebanyakan Coronavirus menginfeksi hewan dan bersirkulasi di hewan.
Coronavirus menyebabkan sejumlah besar penyakit pada hewan dan kemampuannya
menyebabkan penyakit berat pada hewan seperti babi, sapi, kuda, kucing dan ayam.
Coronavirus disebut dengan virus zoonotik yaitu virus yang ditransmisikan dari hewan
ke manusia. Banyak hewan liar yang dapat membawa patogen dan bertindak sebagai
vektor untuk penyakit menular tertentu.
Kelelawar, tikus bambu, unta dan musang merupakan host yang biasa
ditemukan untuk Coronavirus. Coronavirus pada kelelawar merupakan sumber utama
untuk kejadian severe acute respiratory syndrome (SARS) dan Middle East respiratory
syndrome (MERS) (Li, 2005). Namun pada kasus SARS, saat itu host intermediet
(masked palm civet atau luwak) justru ditemukan terlebih dahulu dan awalnya
disangka sebagai host alamiah. Barulah pada penelitian lebih lanjut ditemukan bahwa
luwak hanyalah sebagai host intermediet dan kelelawar tapal kuda (horseshoe bars)
sebagai host alamiahnya (Cao, 2020). Secara umum, alur Coronavirus dari hewan ke
manusia dan dari manusia ke manusia melalui transmisi kontak, transmisi droplet, rute
feses dan oral.
Kontak erat didefinisikan seseorang yang memiliki kontak (dalam 1 meter)
dengan kasus yang terkonfirmasi selama masa simptomatiknya termasuk satu hari
sebelum onset gejala. Kontak tidak hanya kontak fisik langsung.
1. Kontak pekerja sosial atau pekerja medis
Paparan terkait perawatan kesehatan, termasuk menangani langsung untuk
pasien COVID-19, bekerja dengan petugas kesehatan yang terinfeksi COVID-19 atau
memeriksa pasien yang terkonfimari kasus atau dalam lingkungan ruangan sama,
ketika prosedur aerosol dilakukan.
2. Kontak lingkungan rumah atau tempat tertutup
Berbagi lingkungan ruangan, bekerja bersama, belajar bersama dalam jarak
dekat dengan pasien COVID-19.
3. Bepergian bersama pasien COVID-19 dalam segala jenis mode transportasi.
4. Anggota keluarga atau tinggal di rumah yang sama dengan pasien COVID-19
(WHO, 2020b).
1.4 Patofisologi COVID-19
Coronavirus hanya bisa memperbanyak diri melalui sel host-nya. Virus tidak
bisa hidup tanpa sel host. Berikut siklus dari Coronavirus setelah menemukan sel host
sesuai tropismenya.
1. Pertama, penempelan dan masuk virus ke sel host diperantarai oleh Protein S
yang ada dipermukaan virus. Protein S penentu utama dalam menginfeksi
spesies host-nya serta penentu tropisnya (Z, W, & H, 2020). Pada studi SARS-
CoV protein S berikatan dengan reseptor di sel host yaitu enzim ACE-2
(angiotensinconverting enzyme 2). ACE-2 dapat ditemukan pada mukosa oral
dan nasal, nasofaring, paru, lambung, usus halus, usus besar, kulit, timus,
sumsum tulang, limpa, hati, ginjal, otak, sel epitel alveolar paru, sel enterosit
usus halus, sel endotel arteri vena, dan sel otot polos. Setelah berhasil masuk
selanjutnya translasi replikasi gen dari RNA genom virus. Selanjutnya replikasi
dan transkripsi dimana sintesis virus RNA melalui translasi dan perakitan dari
kompleks replikasi virus. Tahap selanjutnya adalah perakitan dan rilis virus
(Fehr & Perlman, 2015). Setelah terjadi transmisi, virus masuk ke saluran
napas atas kemudian bereplikasi di sel epitel saluran napas atas (melakukan
siklus hidupnya). Setelah itu menyebar ke saluran napas bawah. Pada infeksi
akut terjadi peluruhan virus dari saluran napas dan virus dapat berlanjut
meluruh beberapa waktu di sel gastrointestinal setelah penyembuhan. Masa
inkubasi virus sampai muncul penyakit sekitar 3-7 hari.
Studi pada SARS menunjukkan virus bereplikasi di saluran napas bawah
diikuti dengan respons sistem imun bawaan dan spesifik. Faktor virus dan sistem imun
berperan penting dalam patogenesis. Pada tahap pertama terjadi kerusakan difus
alveolar, makrofag, dan infiltrasi sel T dan proliferasi pneumosit tipe 2. Pada rontgen
toraks diawal tahap infeksi terlihat infiltrat pulmonar seperti bercak-bercak.
2. Pada tahap kedua, organisasi terjadi sehingga terjadi perubahan infiltrat atau
konsolidasi luas di paru. Infeksi tidak sebatas di sistem pernapasan tetapi virus
juga bereplikasi di enterosit sehingga menyebabkan diare dan luruh di feses,
juga urin dan cairan tubuh lainnya
1.7 WOC (Web Of Caution)

VIRUS SARS-COV

Kontak Droplet Oral Lubang mata


Virus terbawa host yang Virus menyebar Virus menyebar Masuk melaluui keringat
terinfeksi (hewan/ melalui udara melalui air liur
manusia) orang yang Masuk ke dalam tubuh
Terhirup oleh hidung sedang terinveksi masnusia
Menular
Sentuhan manusia melalui Masuk ke dalam Percikan air liur Menyebar melalui
melalui keringat/ cairan makanan saluran napas atas masuk ke dalam pembuluh darah
tubuh manusia yang (hewan yang rongg mulut
terinveksi virus erinveksi Inkubasi virus di orang lain yang Masuk ke saluran napas
virus) saluran napas sekitar sedang diajak atas
14 hari biacara
Inkubasi virus dalam
Timbul tanda gejala Masuk ke tubuh selama 14 hari
awal salauran
pernapasan Timbul gejala awal

Inkubasi virus di
saluran napas
sekitar 14 hari

Timbul tanda
gejala awal
Masuk kes dalam tubuh dan berkembang dalam
tubuh inagnya (manusia)

Virus menyebar melalui pembuluh darah

Masuk ke dalam saluran napas bagian bawah

Inkubasi virus sekitar 14 hari

Timbul gejala awal

COVID-19
B2 B3 B5 B6
B1
(BL (BR (BOWEL) (BONE)
(BRE
OOD AIN)
ATH)
)
Masu Kons Sputum Virus Proses
k ke olidas tertelan menginfe peradang
dalam i di ke ksi dan an
alveol alveo Otak lambung menyeba
i Eksu Penin li kekur r melalui Peningka
dat gkata angan Akumula pembulu tan suhu
dan n Penur oksig si sputum h darah
timbu seros konse unan en di Akral
l a ntrasi suplai lambung Virus HKM
proses masu protei oksig Penur masuk ke
perad k ke n en ke unan Lambung organ MK :
angan dala cairan selur kesda menyeim pencerna Hiperter
m alveol uh ran bangkan an mia
infeks alveo i tubuh asam Termore
i dan li basa Menginf gulasi
pemb Penin Siano MK : eksi tidak
entuk Eritro gkata sis, Resik Peningka organ efektif
an sit n tek penur o tan asam pencerna
tromb dan hidro unan Perfu lambung an
us lukos statik oksig si
it & en ke Sere Inflamasi
penin meng osmo jaring bral Mual pada
gkata isi sis an Tida muntah organ
n alveo perife k pencerna
prod li Penin r Efekt an seperti
sputu gkata if MK : usus
m Kons n Nausea
olidas difusi Defisit Fungsi
akum i di MK : Nutrisi organ
ulasi alveo Aku Resik abnormal
sputu li mulas o
m di i Perfu Peristalti
jalan Kapa cairan si k
napas, sitas di Perif meningk
suara vital alveol er at atau
nafas menu i Tida menurun
tamba run k
han MK : Efekt
ronkh Supla Gang if MK :
i, i guan Konstip
sesak oksig Pertu asi
napas, en kara Diare
otot menu n Konstip
bantu run Gas asi
napas
tamba MK :
han, Intol
eksku eran
rsi Aktiv
dada itas

MK :
Bersi
han
Jalan
Napa
s
Tidak
Efekt
if,
Pola
Napa
s
Tidak
Efekt
if
1.8 Manifestasi Klinis
Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atau berat.
Gejala klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu >38 0C), batuk dan kesulitan
bernapas. Selain itu dapat disertai dengan sesak memberat, fatigue, mialgia, gejala
gastrointestinal seperti diare dan gejala saluran napas lain. Setengah dari pasien
timbul sesak dalam satu minggu. Pada kasus berat perburukan secara cepat dan
progresif, seperti ARDS, syok septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan
perdarahan atau disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa hari. Pada beberapa
pasien, gejala yang muncul ringan, bahkan tidak disertai dengan demam.
Kebanyakan pasien memiliki prognosis baik, dengan sebagian kecil dalam kondisi
kritis bahkan meninggal. Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika terinfeksi
(World Health Organization, 2020).
Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika terinfeksi (World Health
Organization, 2020):
1. Tidak berkomplikasi
Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Gejala yang muncul berupa gejala
yang tidak spesifik. Gejala utama tetap muncul seperti demam, batuk, dapat
disertai dengan nyeri tenggorok, kongesti hidung, malaise, sakit kepala, dan nyeri
otot. Perlu diperhatikan bahwa pada pasien dengan lanjut usia dan pasien
immunocompromises presentasi gejala menjadi tidak khas atau atipikal. Selain
itu, pada beberapa kasus ditemui tidak disertai dengan demam dan gejala relatif
ringan. Pada kondisi ini pasien tidak memiliki gejala komplikasi diantaranya
dehidrasi, sepsis atau napas pendek (World Health Organization, 2020).
2. Pneumonia ringan
Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk, dan sesak. Namun tidak
ada tanda pneumonia berat. Pada anak-anak dengan pneumonia tidak berat
ditandai dengan batuk atau susah bernapas atau tampak sesak disertai napas cepat
atau takipneu tanpa adanya tanda pneumonia berat.
Definisi takipnea pada anak :
a. < 2 bulan : ≥ 60x/menit
b. 2-11 bulan : ≥ 50x/menit
c. 1-5 tahun : ≥ 40x/menit
3. Pneumonia berat
a. Pada pasien dewasa
Gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga infeksi saluran napas
sedangkan tanda yang muncul yaitu takipnea (frekuensi napas: >30x/menit),
distress pernapasan berat atau saturasi oksigen pasien <90% udara luar.
Jika terdapat salah satu kriteria mayor atau ≥ 3 kriteria minor
Kriteria Minor 1. Frekuensi napas ≥ 30x/menit
2. Rasio Pa02/FiO2 ≤ 250
3. Infiltrat multilobular
4. Penurunan kesadaran
5. Uremia (BUN) ≥ 20 mg/dL
6. Leukopenia (<4000 cell/mikrol)
7. Trombositopenia (<100.000/microliter)
8. Hipotermia (<360C)
9. Hipotensi perlu resusitasi cairan agresif
Kriteria Mayor 1. Syok septik membutuhkan vasopressor
2. Gagal napas membutuhkan ventilasi mekanik

Kriteria severe CAP (Community-acquired Pneumonia) menurut Diseases Society of


America/American Thoracic Society
(World Health Organization, 2020)

b. Pada pasien anak-anak :


Gejala: batuk atau tampak sesak, Sianosis central atau SpO 2 <90%, distress
napas berat (retraksi dada berat), pneumonia dengan tanda bahaya (tidak mau
menyusu atau minum; letargi atau penurunan kesadaran; atau kejang). Dalam
menentukan pneumonia berat ini diagnosis dilakukan dengan diagnosis klinis,
yang mungkin didapatkan hasil penunjang yang tidak menunjukkan komplikasi.
4. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Derajat ringan beratnya ARDS berdasarkan kondisi hipoksemia.
Hipoksemia didefinisikan tekanan oksigen arteri (PaO₂) dibagi fraksi oksigen
inspirasi (FIO₂) kurang dari< 300 mmHg. Berikut rincian oksigenasi pada pasien
ARDS.
a. Dewasa :
1. ARDS ringan : 200 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg (dengan
PEEP atau CPAP ≥5 cmH2O atau tanpa diventilasi)
2. ARDS sedang : 100 mmHg < PaO2/FiO2 ≤200 mmHg dengan
PEEP ≥5 cmH2O atau tanpa diventilasi
3. ARDS berat : PaO2/FiO2 ≤ 100 mmHg dengan PEEP ≥5
cmH2O atau tanpa diventilasi.
4. Tidak tersedia data PaO2 : SpO2/FiO2 ≤315 diduga ARDS (termasuk
pasien tanpa ventilasi).
b. Anak :
1. Bilevel NIV atau CPAP ≥5 cmH2O melalui masker full wajah :
PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg atau SpO2/FiO2 ≤264
2. ARDS ringan (ventilasi invasif): 4 ≤ oxygenation index (OI) < 8 or 5 ≤
OSI < 7.5
3. ARDS sedang (ventilasi invasif): 8 ≤ OI < 16 atau 7.5 ≤ oxygenation
index using SpO2 (OSI) < 12.3
4. ARDS berat (ventilasi invasif): OI ≥ 16 atau OSI ≥ 12.3
5. Sepsis
Tanda pasien mengalama sepsis adalah disfungsi organ perubahan status
mental, susah bernapas atau frekuensi napas cepat, saturasi oksigen rendah,
keluaran urin berkurang, frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, akral
dingin atau tekanan darah rendah, kulit mottling atau terdapat bukti laboratorium
koagulopati, trombositopenia, asidosis, tinggi laktat atau hiperbilirubinemia.
Skor SOFA dapat digunakan untuk menentukan diagnosis sepsis dari nilai
0-24 dengan menilai 6 sistem organ yaitu respirasi (hipoksemia melalui tekanan
oksigen atau fraksi oksigen), koagulasi (trombositopenia), liver (bilirubin
meningkat), kardivaskular (hipotensi), system saraf pusat (tingkat kesadaran
dihitung dengan Glasgow coma scale) dan ginjal (luaran urin berkurang atau
tinggi kreatinin). Sepsis didefinisikan peningkatan skor Sequential (Sepsis-
related) Organ Failure Assesment (SOFA) ≥ 2 poin. Pada anak-anak didiagnosis
sepsis bila curiga atau terbukti infeksi dan ≥ 2 kriteria systemic inflammatory
Response Syndrom (SIRS) yang salah satunya harus suhu abnormal atau hitung
leukosit.
6. Syok Septik
Definisi syok septik yaitu hipotensi persisten setelah resusitasi volum
adekuat sehingga diperlukan vasopressor untuk mempertahankan MAP ≥ 65
mmHg dan serum laktat > 2 mmol/L. Definisi syok septik pada anak yaitu
hipotensi dengan tekanan sistolik < persentil 5 atau >2 SD dibawah rata rata
tekanan sistolik normal berdasarkan usia atau diikuti dengan 2-3 kondisi berikut :
a. Perubahan status mental
b. Bradikardia atau takikardia
1. Pada balita : frekuensi nadi <90 x/menit atau >160x/menit
2. Pada anak-anak : frekuensi nadi <70x/menit atau >150x/menit
c. Capillary refill time meningkat (>2 detik) atau vasodilatasi hangat dengan
bounding pulse
d. Takipnea
e. Kulit mottled atau petekia atau purpura
f. Peningkatan laktat
g. Oliguria
h. Hipertemia atau hipotermia
1.9 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan penunjang yang penting yaitu pencitraan toraks seperti foto
toraks, CT Scan toraks atau USG paru.
Pada pemeriksaan pencitraan dapat ditemukan: opasitas bilateral, tidak
menjelaskan oleh karena efusi, lobar atau kolaps paru atau nodul. Sumber dari
edema tidak sepenuhnya dapat dijelaskan oleh gagal jantung atau kelebihan
cairan, dibutuhkan pemeriksaan objektif lain seperti ekokardiografi untuk
mengeksklusi penyebab hidrostatik penyebab edema jika tidak ada faktor risiko.
Penting dilakukan analisis gas darah untuk melihat tekanan oksigen darah dalam
menentukan tingkat keparahan ARDS serta terapi. Pada stage awal, terlihat
bayangan multiple plak kecil dengan perubahan intertisial yang jelas
menunjukkan di perifer paru dan kemudian berkembang menjadi bayangan
multiple ground-glass dan infiltrate di kedua paru. Pada kasus berat, dapat
ditemukan konsolidasi paru bahkan “white-lung” dan efusi pleura (jarang) (Z et
al., 2020).
Gambaran CT Scan Toraks pasien pneumonia COVID-19 di Wuhan,
Tiongkok (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2020)
A. CT Toraks Transversal, laki-laki 40 tahun, menunjukkan multiple lobular
bilateral
dan area subsegmental konsolidasi hari ke-15 setelah onset gejala.
B. CT Toraks transversal, wanita 53 tahun, opasitas ground-glass bilateral dan area
subsegmental konsolidasi, hari ke-8 setelah onset gejala.
C. Bilateral ground-glass opacity setelah 12 hari onset gejala.

2. Kultur Darah
Ambil kultur darah untuk pemeriksaan jenis bakteri yang menyebabkan
pneumonia dan sepsis, jika memungkinkan sebelum pemberian terapi
antimikrobial. Jangan menunda terapi antimikrobial untuk mengambil kultur
darah (WHO, 2020d).
3. Pengambilan Spesimen dari saluran Pernafasan (WHO, 2020d)
Saluran napas atas dengan swab tenggorok (nasofaring dan orofaring).
Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila menggunakan
endotrakeal tube dapat berupa aspirat endotrakeal). Untuk Ambil spesimen dari
saluran pernapasan atas (SPA; nasofaringeal dan orofaringeal), jika secara klinis
masih diragukan dan spesimen SPA negatif, ambil spesimen dari saluran
pernapasan bawah saat sudah tersedia (SPB; dahak yang dikeluarkan, aspirat
endotrakea, atau bilasan bronkoalveolar pada pasien berventilasi) untuk uji virus
COVID-19 dengan RT-PRC dan pewarnaan/kultur bakteri.
Pada pasien terkonfirmasi COVID-19 di rumah sakit, sampel SPA danSPB
dapat diambil berulang kali untuk menunjukkan bahwa virus sudah bersih.
Frekuensi pengambilan spesimen bergantung pada ciri dan sumber daya epidemik
setempat. Untuk pemulangan dari rumah sakit pasien yang secara klinis sudah
pulih, dianjurkan dilakukan dua uji negatif yang berjarak setidaknya 24 jam.
4. Bronkoskopi
5. Pungsi pleura sesuai kondisi
6. Pemeriksaan Kimia Darah
a. Darah perifer lengkap
Leukosit dapat ditemukan normal atau menurun; hitung jenis limfosit
menurun. Pada kebanyakan pasien LED dan CRP meningkat.
b. Analisis gas darah
c. Fungsi hepar (Pada beberapa pasien, enzim liver dan otot meningkat
d. Fungsi ginjal
e. Gula darah sewaktu
f. Elektrolit
g. Faal hemostasis (PT/APTT, d Dimer), pada kasus berat, Ddimer
meningkat
h. Prokalsitonin (bila dicurigai bakterialis)
i. Laktat (Untuk menunjang kecurigaan sepsis) (Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia, 2020)
j. Pemeriksaan feses dan urin (untuk investasigasi kemungkinan
penularan)

1.10 Penatalaksanaan (Ikatan Dokter Paru Indonesia, 2020)


1. Tatalaksana Pasien di Rumah Sakit Rujukan
a. Terapi Suportif Dini dan Pemantauan
1) Berikan terapi suplementasi oksigen segera pada pasien ISPA berat
dan distress pernapasan, hipoksemia, atau syok.
a) Terapi oksigen dimulai dengan pemberian 5 L/menit dengan nasal
kanul dan titrasi untuk mencapai target SpO2 ≥90% pada anak dan
orang dewasa yang tidak hamil serta SpO2 ≥ 92%-95% pada
pasien hamil.
b) Pada anak dengan tanda kegawatdaruratan (obstruksi napas atau
apneu, distres pernapasan berat, sianosis sentral, syok, koma, atau
kejang) harus diberikan terapi oksigen selama resusitasi untuk
mencapai target SpO2 ≥94%;
c) Semua pasien dengan ISPA berat dipantau menggunakan pulse
oksimetri dan sistem oksigen harus berfungsi dengan baik, dan
semua alat-alat untuk menghantarkan oksigen (nasal kanul,
sungkup muka sederhana, sungkup dengan kantong reservoir)
harus digunakan sekali pakai.
d) Terapkan kewaspadaan kontak saat memegang alat-alat untuk
menghantarkan oksigen (nasal kanul, sungkup muka sederhana,
sungkup dengan kantong reservoir) yang terkontaminasi dalam
pengawasan atau terbukti COVID-19.
b. Gunakan manajemen cairan konservatif pada pasien dengan ISPA berat
tanpa syok.
Pasien dengan ISPA berat harus hati-hati dalam pemberian cairan
intravena, karena resusitasi cairan yang agresif dapat memperburuk oksigenasi,
terutama dalam kondisi keterbatasan ketersediaan ventilasi mekanik.
c. Pemberian antibiotik empirik berdasarkan kemungkinan etiologi. Pada
kasus sepsis (termasuk dalam pengawasan COVID-19) berikan antibiotik
empirik yang tepat secepatnya dalam waktu 1 jam.
Pengobatan antibiotik empirik berdasarkan diagnosis klinis (pneumonia
komunitas, pneumonia nosokomial atau sepsis), epidemiologi dan peta kuman,
serta pedoman pengobatan. Terapi empirik harus di de-ekskalasi apabila sudah
didapatkan hasil pemeriksaan mikrobiologis dan penilaian klinis.
d. Jangan memberikan kortikosteroid sistemik secara rutin untuk pengobatan
pneumonia karena virus atau ARDS di luar uji klinis kecuali terdapat
alasan lain.
Penggunaan jangka panjang sistemik kortikosteroid dosis tinggi dapat
menyebabkan efek samping yang serius pada pasien dengan ISPA berat/SARI,
termasuk infeksi oportunistik, nekrosis avaskular, infeksi baru bakteri dan
replikasi virus mungkin berkepanjangan. Oleh karena itu, kortikosteroid harus
dihindari kecuali diindikasikan untuk alasan lain.
e. Lakukan pemantauan ketat pasien dengan gejala klinis yang mengalami
perburukan seperti gagal napas, sepsis dan lakukan intervensi perawatan
suportif secepat mungkin.
f. Pahami pasien yang memiliki komorbid untuk menyesuaikan pengobatan
dan penilaian prognosisnya
2. Manajemen Gagal Napas Hipoksemi dan ARDS
a. Mengenali gagal napas hipoksemi ketika pasien dengan distress
pernapasan mengalami kegagalan terapi oksigen standar
Pasien dapat mengalami peningkatan kerja pernapasan atau hipoksemi
walaupun telah diberikan oksigen melalui sungkup tutup muka dengan kantong
reservoir (10 sampai 15 L/menit, aliran minimal yang dibutuhkan untuk
mengembangkan kantong; FiO2 antara 0,60 dan 0,95). Gagal napas hipoksemi
pada ARDS terjadi akibat ketidaksesuaian ventilasi-perfusi atau pirau/pintasan
dan biasanya membutuhkan ventilasi mekanik.
b. Oksigen nasal aliran tinggi (High-Flow Nasal Oxygen/HFNO) atau
ventilasi non invasif (NIV) hanya pada pasien gagal napas hipoksemi
tertentu, dan pasien tersebut harus dipantau ketat untuk menilai terjadi
perburukan klinis.
1) Sistem HFNO dapat memberikan aliran oksigen 60 L/menit dan FiO2
sampai 1,0; sirkuit pediatrik umumnya hanya mencapai 15 L/menit,
sehingga banyak anak membutuhkan sirkuit dewasa untuk
memberikan aliran yang cukup. Dibandingkan dengan terapi oksigen
standar, HFNO mengurangi kebutuhan akan tindakan intubasi. Pasien
dengan hiperkapnia (eksaserbasi penyakit paru obstruktif, edema paru
kardiogenik), hemodinamik tidak stabil, gagal multi-organ, atau
penurunan kesadaran seharusnya tidak menggunakan HFNO,
meskipun data terbaru menyebutkan bahwa HFNO mungkin aman
pada pasien hiperkapnia ringan-sedang tanpa perburukan. Pasien
dengan HFNO seharusnya dipantau oleh petugas yang terlatih dan
berpengalaman melakukan intubasi endotrakeal karena bila pasien
mengalami perburukan mendadak atau tidak mengalami perbaikan
(dalam 1 jam) maka dilakukan tindakan intubasi segera. Saat ini
pedoman berbasis bukti tentang HFNO tidak ada, dan laporan tentang
HFNO pada pasien MERS masih terbatas.
2) Penggunaan NIV tidak direkomendasikan pada gagal napas hipoksemi
(kecuali edema paru kardiogenik dan gagal napas pasca operasi) atau
penyakit virus pandemik (merujuk pada studi SARS dan pandemi
influenza). Karena hal ini menyebabkan keterlambatan dilakukannya
intubasi, volume tidal yang besar dan injuri parenkim paru akibat
barotrauma. Data yang ada walaupun terbatas menunjukkan tingkat
kegagalan yang tinggi ketika pasien MERS mendapatkan terapi
oksigen dengan NIV. Pasien hemodinamik tidak stabil, gagal multi-
organ, atau penurunan kesadaran tidak dapat menggunakan NIV.
Pasien dengan NIV seharusnya dipantau oleh petugas terlatih dan
berpengalaman untuk melakukan intubasi endotrakeal karena bila
pasien mengalami perburukan mendadak atau tidak mengalami
perbaikan (dalam 1 jam) maka dilakukan tindakan intubasi segera.
3) Publikasi terbaru menunjukkan bahwa sistem HFNO dan NIV yang
menggunakan interface yang sesuai dengan wajah sehingga tidak ada
kebocoran akan mengurangi risiko transmisi airborne ketika pasien
ekspirasi.
c. Intubasi endotrakeal harus dilakukan oleh petugas terlatih dan
berpengalaman dengan memperhatikan kewaspadaan transmisi airborne
Pasien dengan ARDS, terutama anak kecil, obesitas atau hamil, dapat
mengalami desaturasi dengan cepat selama intubasi. Pasien dilakukan
preoksigenasi sebelum intubasi dengan Fraksi Oksigen (FiO2) 100% selama 5
menit, melalui sungkup muka dengan kantong udara, bag-valve mask, HFNO atau
NIV dan kemudian dilanjutkan dengan intubasi.
d. Ventilasi mekanik menggunakan volume tidal yang rendah (4-8 ml/kg
prediksi berat badan, Predicted Body Weight/PBW) dan tekanan inspirasi
rendah (tekanan plateau <30 cmH2O).
Sangat direkomendasikan untuk pasien ARDS dan disarankan pada pasien
gagal napas karena sepsis yang tidak memenuhi kriteria ARDS.
1) Perhitungkan PBW pria = 50 + 2,3 [tinggi badan (inci) -60], wanita =
45,5 + 2,3 [tinggi badan (inci)-60]
2) Pilih mode ventilasi mekanik
3) Atur ventilasi mekanik untuk mencapai tidal volume awal = 8 ml/kg
PBW
4) Kurangi tidal volume awal secara bertahap 1 ml/kg dalam waktu ≤ 2
jam sampai mencapai tidal volume = 6ml/kg PBW
5) Atur laju napas untuk mencapai ventilasi semenit (tidak lebih dari 35
kali/menit)
6) Atur tidal volume dan laju napas untuk mencapai target pH dan
tekanan plateau
Hipercapnia diperbolehkan jika pH 7,30-7,45. Protokol ventilasi mekanik
harus tersedia. Penggunaan sedasi yang dalam untuk mengontrol usaha napas dan
mencapai target volume tidal. Prediksi peningkatan mortalitas pada ARDS lebih
akurat menggunakan tekanan driving yang tinggi (tekanan plateau−PEEP) di
bandingkan dengan volume tidal atau tekanan plateau yang tinggi.
e. Pada pasien ARDS berat, lakukan ventilasi dengan prone position > 12
jam per hari
Menerapkan ventilasi dengan prone position sangat dianjurkan untuk
pasien dewasa dan anak dengan ARDS berat tetapi membutuhkan sumber daya
manusia dan keahlian yang cukup.
f. Manajemen cairan konservatif untuk pasien ARDS tanpa hipoperfusi
jaringan
Hal ini sangat direkomendasikan karena dapat mempersingkat penggunaan
ventilator.
g. Pada pasien dengan ARDS sedang atau berat disarankan menggunakan
PEEP lebih tinggi dibandingkan PEEP rendah
Titrasi PEEP diperlukan dengan mempertimbangkan manfaat (mengurangi
atelektrauma dan meningkatkan rekrutmen alveolar) dan risiko (tekanan berlebih
pada akhir inspirasi yang menyebabkan cedera parenkim paru dan resistensi
vaskuler pulmoner yang lebih tinggi). Untuk memandu titrasi PEEP berdasarkan
pada FiO2 yang diperlukan untuk mempertahankan SpO2. Intervensi recruitment
manoueuvers (RMs) dilakukan secara berkala dengan CPAP yang tinggi [30-40
cm H2O], peningkatan PEEP yang progresif dengan tekanan driving yang
konstan, atau tekanan driving yang tinggi dengan mempertimbangkan manfaat
dan risiko.
h. Pada pasien ARDS sedang-berat (td2/FiO2 <150) tidak dianjurkan secara
rutin menggunakan obat pelumpuh otot.
i. Pada fasyankes yang memiliki Expertise in Extra Corporal Life Support
(ECLS), dapat dipertimbangkan penggunaannya ketika menerima rujukan
pasien dengan hipoksemi refrakter meskipun sudah mendapat lung
protective ventilation.
Saat ini belum ada pedoman yang merekomendasikan penggunaan ECLS
pada pasien ARDS, namun ada penelitian bahwa ECLS kemungkinan dapat
mengurangi risiko kematian.
j. Hindari terputusnya hubungan ventilasi mekanik dengan pasien karena
dapat mengakibatkan hilangnya PEEP dan atelektasis. Gunakan sistem
closed suction kateter dan klem endotrakeal tube ketika terputusnya
hubungan ventilasi mekanik dan pasien (misalnya, ketika pemindahan ke
ventilasi mekanik yang portabel).
3. Manajemen Syok Septik
a. Kenali tanda syok septik
1) Pasien dewasa: hipotensi yang menetap meskipun sudah dilakukan
resusitasi cairan dan membutuhkan vasopresor untuk mempertahankan
MAP ≥65 mmHg dan kadar laktat serum> 2 mmol/L.
2) Pasien anak: hipotensi (Tekanan Darah Sistolik (TDS) < persentil 5
atau >2 standar deviasi (SD) di bawah normal usia) atau terdapat 2-3
gejala dan tanda berikut: perubahan status mental/kesadaran; takikardia
atau bradikardia (HR <90 x/menit atau >160 x/menit pada bayi dan HR
<70x/menit atau >150 x/menit pada anak); waktu pengisian kembali
kapiler yang memanjang (>2 detik) atau vasodilatasi hangat dengan
bounding pulse; takipnea; mottled skin atau ruam petekie atau
purpura; peningkatan laktat; oliguria; hipertermia atau hipotermia.
Apabila tidak ada pemeriksaan laktat, gunakan MAP dan tanda klinis
gangguan perfusi untuk deteksi syok. Perawatan standar meliputi deteksi dini dan
tatalaksana dalam 1 jam; terapi antimikroba dan pemberian cairan dan vasopresor
untuk hipotensi. Penggunaan kateter vena dan arteri berdasarkan ketersediaan dan
kebutuhan pasien.
b. Resusitasi syok septik pada dewasa: berikan cairan kristaloid isotonik 30
ml/kg. Resusitasi syok septik pada anak-anak: pada awal berikan bolus
cepat 20 ml/kg kemudian tingkatkan hingga 40-60 ml/kg dalam 1 jam
pertama.
c. Jangan gunakan kristaloid hipotonik, kanji, atau gelatin untuk resusitasi.
d. Resusitasi cairan dapat mengakibatkan kelebihan cairan dan gagal napas.
Jika tidak ada respon terhadap pemberian cairan dan muncul tanda-tanda
kelebihan cairan (seperti distensi vena jugularis, ronki basah halus pada
auskultasi paru, gambaran edema paru pada foto toraks, atau hepatomegali
pada anak-anak) maka kurangi atau hentikan pemberian cairan.
1) Kristaloid yang diberikan berupa salin normal dan Ringer laktat.
Penentuan kebutuhan cairan untuk bolus tambahan (250-1000 ml pada
orang dewasa atau 10-20 ml/kg pada anak-anak) berdasarkan respons
klinis dan target perfusi. Target perfusi meliputi MAP >65 mmHg atau
target sesuai usia pada anak-anak, produksi urin (>0,5 ml/kg/jam pada
orang dewasa, 1 ml/kg/jam pada anak-anak), dan menghilangnya
mottled skin, perbaikan waktu pengisian kembali kapiler, pulihnya
kesadaran, dan turunnya kadar laktat.
2) Pemberian resusitasi dengan kanji lebih meningkatkan risiko kematian
dan acute kidney injury (AKI) dibandingkan dengan pemberian
kristaloid. Cairan hipotonik kurang efektif dalam meningkatkan
volume intravaskular dibandingkan dengan cairan isotonik. Surviving
Sepsis menyebutkan albumin dapat digunakan untuk resusitasi ketika
pasien membutuhkan kristaloid yang cukup banyak, tetapi
rekomendasi ini belum memiliki bukti yang cukup (low quality
evidence).
e. Vasopresor diberikan ketika syok tetap berlangsung meskipun sudah
diberikan resusitasi cairan yang cukup. Pada orang dewasa target awal
tekanan darah adalah MAP ≥65 mmHg dan pada anak disesuaikan dengan
usia.
f. Jika kateter vena sentral tidak tersedia, vasopresor dapat diberikan melalui
intravena perifer, tetapi gunakan vena yang besar dan pantau dengan
cermat tanda-tanda ekstravasasi dan nekrosis jaringan lokal. Jika
ekstravasasi terjadi, hentikan infus. Vasopresor juga dapat diberikan
melalui jarum intraoseus.
g. Pertimbangkan pemberian obat inotrop (seperti dobutamine) jika perfusi
tetap buruk dan terjadi disfungsi jantung meskipun tekanan darah sudah
mencapai target MAP dengan resusitasi cairan dan vasopresor.
1) Vasopresor (yaitu norepinefrin, epinefrin, vasopresin, dan dopamin)
paling aman diberikan melalui kateter vena sentral tetapi dapat pula
diberikan melalui vena perifer dan jarum intraoseus. Pantau tekanan
darah sesering mungkin dan titrasi vasopressor hingga dosis minimum
yang diperlukan untuk mempertahankan perfusi dan mencegah
timbulnya efek samping.
2) Norepinefrin dianggap sebagai lini pertama pada pasien dewasa;
epinefrin atau vasopresin dapat ditambahkan untuk mencapai target
MAP. Dopamine hanya diberikan untuk pasien bradikardia atau pasien
dengan risiko rendah terjadinya takiaritmia. Pada anak-anak dengan
cold shock (lebih sering), epinefrin dianggap sebagai lini pertama,
sedangkan norepinefrin digunakan pada pasien dengan warm shock
(lebih jarang).
h. Tatalaksana spesifik untuk COVID-19 (Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2020)
Saat ini belum ada penelitian atau bukti talaksana spesifik pada COVID-
19. Belum ada tatalaksana antiviral untuk infeksi Coronavirus yang terbukti
efektif. Pada studi terhadap SARSCoV, kombinasi lopinavir dan ritonavir
dikaitkan dengan memberi manfaat klinis. Saat ini penggunaan lopinavir dan
ritonavir masih diteliti terkait efektivitas dan keamanan pada infeksi COVID-19.
Tatalaksana yang belum teruji / terlisensi hanya boleh diberikan dalam situasi uji
klinis yang disetujui oleh komite etik atau melalui Monitored Emergency Use of
Unregistered Interventions Framework (MEURI), dengan pemantauan ketat.
Selain itu, saat ini belum ada vaksin untuk mencegah pneumonia COVID-19 ini.
1.11 Tindakan Pencegahan
Menurut (Ikatan Dokter Paru Indonesia, 2020) dalam buku pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Covid 19 menjelaskan bahwa berdasarkan
penelitian dan bukti yang tersedia, COVID-19 ditularkan melalui kontak dekat
dan droplet, bukan melalui transmisi udara. Orang-orang yang paling berisiko
terinfeksi adalah mereka yang berhubungan dekat dengan pasien COVID-19 atau
yang merawat pasien COVID-19. Tindakan pencegahan dan mitigasi merupakan
kunci penerapan di pelayanan kesehatan dan masyarakat. Langkah-langkah
pencegahan yang paling efektif di masyarakat meliputi (WHO, 2020a):
1. Cuci tangan anda dengan sabun dan air sedikitnya selama 20 detik.
Gunakan hand sanitizer berbasis alkohol yang setidaknya mengandung
alcohol 60 %, jika air dan sabun tidak tersedia.
2. Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang belum
dicuci.
3. Sebisa mungkin hidari kontak dengan orang yang sedang sakit.
4. Saat anda sakit gunakan masker medis. Tetap tinggal di rumah saat anda
sakit atau segera ke fasilitas kesehatan yang sesuai, jangan banyak
beraktifitas di luar.
5. Tutupi mulut dan hidung anda saat batuk atau bersin dengan tissue. Buang
tissue pada tempat yang telah ditentukan.
6. Bersihkan dan lakukan disinfeksi secara rutin permukaan dan benda yang
sering disentuh.
7. Menggunakan masker medis adalah salah satu cara pencegahan penularan
penyakit saluran napas, termasuk infeksi COVID-19. Akan tetapi
penggunaan masker saja masih kurang cukup untuk melindungi seseorang
dari infeksi ini, karenanya harus disertai dengan usaha pencegahan lain.
Pengunaan masker harus dikombinasikan dengan hand hygiene dan usaha-
usaha pencegahan lainnya.
8. Pengunaan masker medis tidak sesuai indikasi bisa jadi tidak perlu, karena
selain dapat menambah beban secara ekonomi, penggunaan masker yang
salah dapat mengurangi keefektivitasannya dan dapat membuat orang
awam mengabaikan pentingnya usaha pencegahan lain yang sama
pentingnya seperti hygiene tangan dan perilaku hidup sehat.
Selain itu menjaga lingkungan tetap bersih juga harus diperhatikan seperti :
1. Bersihkan dengan cairan desinfektan pad area yang sering disentuh sepeti
pinggiran meja, gagang pintu. Gunakan alkohol dengan kadar minimal
70%
2. Bersihkan kamar mandi dengan desinfektan sama seperti poin 1
3. Cuci pakaian, sprei tempat tidur, handuk, dan handuk cuci tangan yang
digunakan gunakan sabun cuci pakaian biasa dan air atau mesin cuci pada
60-90 derajat dengan sabun cuci deterjen dan keringkan segera. (United
Nation, 2020)
Pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas kesehatan dengan
program pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) merupakan komponen
penting yang harus diterapkan dalam managemen kasus infeksi. Berikut strategi
PPI untuk mencegah atau membatasi penularan infeksi di fasilitas kesehatan
meliputi (WHO, 2020c) :
1. Triage, deteksi dini dan pengontrolan sumber.
2. Penerapan standard pencegahan untuk semua pasien
3. Penerapan tindakan pencegahan tambahan secara empiris (droplet dan
kontak dan pencegahan airborne lain) untuk kasus yang dicurigai infeksi
COVID-19.
4. Penerapan kontrol administratif
5. Penggunaan kontrol lingkungan dan engineering
1.12 Konsep Keluarga
1. Definisi keluarga
Pengertian Keluarga.
Adalah unit terkecil dari masayarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat
di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Setiadi,2008).
Keluarga adalah dua atau tiga individu yang tergabung karena hubungan
darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam
suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam peranannya
masing-masing, menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Bailon
dan ( Maglaya, 1989 dalam Setiadi,2008).
Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh
ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan
mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik,
mental, emosional dan social diri tiap anggota keluarga (Duval dan
logan,1986 dalam Setiadi,2008).
Dari tiga difinisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga adalah :
a. Unit terkecil dari masyarakat.
b. Terdiri atas dua orang atau lebih.
c. Adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah.
d. Hidup dalam satu rumah tangga.
e. Di bawah asuhan seseorang kepala rumah tangga.
f. Berinteraksi diantara sesama anggota keluarga.
g. Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing.
h. Menciptakan, mempertahankan suatu kebudayaan.
2. Struktur Keluarga
Dalam (Setiadi,2008), struktur keluarga terdiri dari bermacam-
macam, diantaranya adalah :
a. Patrilineal : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah
dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur
ayah
b. Matrilineal : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah
dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur
garis ibu
c. Matrilokal : sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah istri.
d. Patrilokal : sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
suami
e. Keluarga kawinan : hubungan suami istri sebagai dasar bagi
pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi
bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.

3. Ciri-Ciri Struktur Keluarga


a. Ciri-ciri keluarga.
1) Keluarga meupakan hubungan perkawinan.
2) Keluarga berbentuk suatu kelembagaa yang berkaitan dengan
hubungan perkawinan yang disengaja dibentuk atau dipelihara.
3) Keluarga mempunyai system, tata nama (nomenclatur) termasuk
perhitungan garis keturunan.
4) Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh
anggota-anggotanya berkaitan dengan kemampuan untuk
mempunyai keturunan dan membesarkan anak.
5) Keluarga merupakan tempat tinggal keluarga, rumah atau rumah
tangga.
b. Ciri-ciri keluarga Indonesia.
1) Mempunyai ikatan yang sangat erat dengan dengan dilandasi
semangat gotong royong
2) Dijiwai oleh nilai kebudayaan ketimuran.
3) Umumnya dipimpin oleh suami meskipun proses pemutusan
dilakukan secara musyawarah. (Setiadi. 2008)
4. Macam-macam Struktur/Tipe/Bentuk Keluarga
Dalam (Sri Setyowati, 2007) tipe keluarga dibagi menjadi dua macam
yaitu
a. TRADISIONAL :
1) Keluarga Inti ( Nuclear Family ) , adalah keluarga yang terdiri
dariayah, ibu dan anak-anak.
2) Keluarga Besar ( Exstended Family ), adalah keluarga inti di tambah
dengan sanak saudara, misalnya nenek, keponakan, saudara sepupu,
paman, bibi dan sebagainya.
3) Keluarga “Dyad” yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suamidan
istri tanpa anak.
4) “Single Parent” yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang
tua (ayah/ibu) dengan anak (kandung/angkat). Kondisi ini dapat
disebabkan oleh perceraian atau kematian.
5) “Single Adult” yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri
seorangmdewasa (misalnya seorang yang telah dewasa kemudian
tinggal kost untuk bekerja atau kuliah)
b. NON-TRADISIONAL :
1) The unmarried teenage mother
Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak
dari hubungan tanpa nikah
2) The stepparent family
Keluarga dengan orang tua tiri
3) Commune family
Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada
hubungan saudara, yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber
dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama, sosialisasi
anak dengan melalui aktivitas kelompok / membesarkan anak
bersama
4) The nonmarital heterosexual cohabiting family
Keluarga yang hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui
pernikahan

5) Gay and lesbian families


Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama
sebagaimana pasangan suami-istri (marital partners)
6) Cohabitating couple
Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena
beberapa alasan tertentu
7) Group-marriage family
Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah tangga
bersama, yang merasa telah saling menikah satu dengan yang
lainnya, berbagi sesuatu, termasuk sexual dan membesarkan
anaknya
8) Group network family
Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/nilai-nilai, hidup
berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan barang- barang
rumah tangga bersama, pelayanan dan bertanggung jawab
membesarkan anaknya
9) Foster family
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara
dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu
mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang
aslinya
10) Homeless family
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang
permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan
ekonomi dan atau problem kesehatan mental
11) Gang
Sebuah bentuk keluarga yang destruktif, dari orang-orang muda yang
mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian,
tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.
1.13 Konsep Ibu hamil
1. Teori Ibu hamil
a. Pengertian Ibu hamil
Ibu hamil adalah orang yang sedang dalam proses pembuahan untuk
melanjutkan keturunan. Di dalam tubuh seorang wanita hamil
terdapat janin yang tumbuh di dalam rahim. Kehamilan merupakan
masa kehidupan yang penting. Seorang ibu hamil harus
mempersiapkan diri sebaik- baiknya agar tidak menimbulkan
permasalahan pada kesehatan ibu, bayi, dan saat proses kelahiran.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu adalah keadaan
gizi (Waryana,2010).
Tanda – tandaseorang wanita yang hamil :
1) Ibu berhenti haid
2) Payudara mulai membesar dan mengeras.
3) Pada pagihariibu seringmuntah – muntah, pusing, dan mudah letih.
4) Semakin hari perut seorang wanita hamil akan membesar dan pada
saat usia kehamilan 6 bulan puncak rahim setinggi sekitar pusat.
5) Sifat ibu berubah – ubah, misalnya ibu lebih suka makan yang asam –
asam, rujak, mudahtersinggungdansebagainyaadalah normal.
b. Kebutuhan gizi masa hamil
Selama hamil metabolisme energi dan zat gizi lain dalam tubuh
meningkat. Peningkatan kebutuhan energi dan zat gizi lain
dibutuhkan untuk pertumbuhan janin di dalam kandungan,
pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan komposisi dan
metabolisme tubuh ibu. Defisiensi kebutuhan zat gizi selama hamil
dapat mengakibatkan pertumbuhan janin yang tidak sempurna
World Health Organization (WHO) menganjurkan jumlah tambahan
energi untuk ibu hamil trimester I
adalah 150 kkal dalam satu hari, untuk ibu hamil trimester II dan III
ibu hamil memerlukan tambahan energi sebesar 350 kkal dalam satu
hari. Selain kebutuhan energi, kebutuhan protein selama hamil juga
meningkat hingga 68% dari sebelum hamil.Oleh karena itu, Negara
Indonesia melalui Widya Karya Nasional Pangandan Gizi (WNPG)
tahun1998
menganjurkan penambahan protein 12 g/hari selama masa kehamilan
(Kristiyanasari, 2010).
Seorang wanita hamil akan mengalami peningkatan volume darah, hal
ini menyebabkan kebutuhan akan zat besijuga meningkat. Jumlah zat
besi
yang dibutuhkan selama hamil sekitar 800-1000 mg diantaranya
untuk
mencukupi kebutuhan peningkatan sel darah merah yang
membutuhkan zat
besi 300-400 mg zat besi hingga usmur kehamilan 32 minggu, untuk
memenuhi kebutuhan janin sekitar 100-200 mg zat besi dan untuk
memenuhi pertumbuhan plasenta sekitar 100-200 mg zat besi. Zat
besi akan
hilang sekitar 190 mg saat melahirkan (Ibrahim, 2010).Di Indonesia
melalui
Widya Karya Nasional Pangandan Gizi (WNPG) tahun 1998
mengemukakan
jika seorang wanita hamil membutuhkan tambahan zat besi rata –
rata 20
mg/hari (Kristiyanasari, 2010)
2. Teori Anemia
Anemia adalah suatu keadaan dimana sel darah merah atau eritrosit atau
massa hemoglobin dalam darah berkurang sehingga tidak dapat membawa
oksigen ke seluruh jaringan. World Health Organization (WHO)
menyebutkan jika anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin
dalam darah kurang dari batas normal berdasarkan kelompok umur yang
bersangkutan, jenis kelamin dan kondisi fisiologis (Dinas Kesehatan,
2015). Di masyarakat anemia sering disebut sebagai penyakit kurang darah
sehingga tablet besi sering disebut juga sebagai tablet tambah darah (Dinas
Kesehatan, 1995).
1) Kriteria anemia
Kriteria seseorang dikatakan anemia menurut WHO (2011) adalah
sebagai berikut :

Tabel 1. Rekomendasi WHO Tentang pengelompokkan Anemia (g/dL)


berdasarkan umur
Populasi Tidak Anemia
Anemia Ringan Sedang Berat
Anak 6-59 bulan 11 10.0-10.9 7.0-9.9 <7.0
Anak 5-11 tahun 11.5 11.0-11.4 8.0-1-.9 < 8.0
Anak 12-14 tahun 12 11.0-11.9 8.0-10.9 <8.0
WUS tidak hamil 12 11.0-11.9 8.0-10.9 <8.0
Ibu hamil 11 10.0-10.9 7.0-9.9 <7.0
Laki-laki ≥ 15 tahun 13 11.0-12.9 8.0-10.9 < 8.0

Kriteria seseorang dikatakan anemia menurut Dinas Kesehatan


Republik Indonesia (1995) :
Tabel 2. Rekomendasi Dinas Kesehatan Republik Indonesia
Tentang pengelompokkan Anemia
Populasi Kadar Hemoglobin (g/dL)
Anak balita <11
Anak usia Sekolah <12
Wanita dewasa <12
Laki-laki dewasa <13
Ibu hamil <11
Ibu menyusui >3 bulan <12

2) Etiologi Anemia
Penyebab kejadian anemia pada ibu hamil menurut Waryana (2010)
adalah :
1. Anemia yang terjadi pada ibu hamil bisa disebabkan karena adanya
pantangan makanan selama kehamilan. Ibu hamil enggan
mengkonsumsi daging, ikan, hati atau pangan hewan lainnya dengan
alasan yang tidak rasional.
2. Faktor ekonomi, kondisi ekonomi ibu hamil yang pas – pasan bahkan
rendah mengakibatkan ibu hamil tidak dapat mengkonsumsi lauk
hewani setiap kali makan.
3. Anemia juga bisa disebabkan karena selama kehamilan metabolisme
dalam tubuh meningkat, sehingga kebutuhan asupan pada ibu hamil
juga meningkat.
4. Anemia juga bisa disebabkan karena ketidak seimbangan antara
asupan dengan kebutuhan
3) Efek anemia defisiensi besi
Efek anemia defisiensi besi selama kehamilan menurut Tarwoto(2013)
adalah :
1. Kekurangan zat besi selama hamil dapat menimbulkan gangguan
atau hambatan pada pertumbuhan sel-sel tubuh termasuk sel-sel
otak bayi yang dikandung.
2. Mengakibatkan keguguran
3. Bayi lahir prematur
4. Berat badan lahir rendah (BBLR)
5. Ibu mengalami perdarahan sebelum dan selama persalinan
6. Resiko paling tinggi adalah kematian ibu dan bayi yang
dikandungnya.
4) Upaya pencegahan dan Penanggulangan Anemia
Upaya – upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kejadian anemia
selama masa kehamilan menurut Dinas kesehatan RI (1995) adalah
sebagai berikut :
1. Meningkatkan konsumsi besi dari makanan seperti hati, ikan,
daging, banyak mengkonsumsi buah – buahan yang kaya vitamin
C dan vitamin A karena bermanfaat untuk membantu penyerapan
besi dan membantu proses pembentukan hemoglobin.
2. Fortifikasi pada bahan makanan dengan cara menambahkan besi,
asam folat, vitamin A dan asam amino essensial
3. Suplementasi besi-folat secara rutin dalam jangka waktu tertentu

Mutasi berulang megakibatkan berkurangnya kemampuan sistem


imun tubuh mengenali dirinya sendiri dan akhirnya merusaknya. Hal
ini yang mendasari prnyakit auto imun pada lansia. Ada jaringan tubuh
yang tidak tahan dengan suatu zat tertentu sehingga tubuh menjadi
lemah dan sakit contohnya peningktan kelenjar thymus berinvolusi
akhirnya terjadi kelainan autoimun
a. Teori radikal bebas
Tidak stabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi oksigen
bahan organik, misal karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini
menyebabkan sel tidak dapat beregenerasi (Halliwel, 1994). Radikal
bebas yang dimaksud antara lain :
1) Asap kendaraan bermotor
2) Asap rokok
3) Zat pengawet makanan
4) Radiasi
5) Sinar UV
b. Teori Metabolisme
Pengurangan intake kalori akan menghambat pertumbuhan dan
memperpanjang umur, sedangkan perubahan asupan kalori
menyebabkan kegemukan dan dapat memperpendek umur (Bahri dan
Alem, 1989; Boedhi Darmojo, 1999). Penurunan metabolisme
sehingga mengeluarkan hormon yang merangsang poliferasi sel
menurun.
c. Teori rantai silang
Teori ini menjelaskan menua karena lemak, protein, karbohidrat,
dan asam nukleat bereaksi dengan zat kimia dan radiasi, mengubah
fungsi jaringan yang menyebabkan perubahan pada membran plasma,
jaringan kaku, krang elastis, dan hilangnya proses dari menua.
d. Teori Wear and Tear
Terjadi kelebihan usaha dan stress membuat sel lelah terpakai, zat
nutrisi dapat merusak DNA (sampah metabolik)

1.14 Asuhan keperawatan COVID-19


1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway,
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan yaitu memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada
atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan
jelas maka jalan nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011). Bagi pasien yang dapat
berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka. Pasien yang tidak sadar
mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Perlu di perhatikan dalam
pengkajian airway pada pasien antara lain :
a) Kepatenan jalan nafas pasien.
b) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
1. Adanya snoringataugurgling
2. Agitasi (hipoksia)
3. Penggunaan otot bantu pernafasan
4. Sianosis
c) Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi.
d) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
e) Gunakan berbagai alat bantu untuk mematenkan jalan nafas pasien sesuai
indikasi :
1. Chin lift/jaw thrust
2. Lakukan suction (jika tersedia)
3. Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask
Airway
4. Lakukan intubasi.
2) Breathing.
Selanjutnya memastikan bahwa pasien masih bernafas. Dapat dilakukan
dengan cara :
a) Look : melihat pergerakan dinding dada korban, perhatikan apakah ada
perubahan pola nafas korban
b) Listen : dengarkan suara nafas pasien apakah ada suara nafas seperti
gargling, snoring weezhing dan lain-lain
c) Feel : rasakan apakah nafas pasien masih terasa, jika tidak maka
kemungkinan adanya sumbatan di jalan nafas pasien
Pada kasus covid-19 Pada anamnesis gejala yang dapat ditemukan yaitu,
tiga gejala utama: demam, batuk kering (sebagian kecil berdahak) dan sulit
bernapas atau sesak (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2020).
3) Circulation.
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi
jaringan. Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia,
takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan
penurunan produksi urin (Wilkinson & Skinner, 2000).
4) Disability
Tingkat kesadaran klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator
paling sensitif untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan
kesadaran (Muttaqin, 2008). Pada keadaan lanjut, tingkat kesadaran pasien
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dansemikomatosa. Apabila klien
sudah mengalami koma, maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai
tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
5) Exposure.
Melakukan pemeriksaan secara menyeluruh dari ujung kepala hingga
ujung kaki, memastikan apakah ada kelainan atau keluhan lain
b. Pengkajian sekunder
1) Anamnesa
a) Keluhan utama : tiga gejala utama demam, batuk kering (sebagian kecil
berdahak) dan sulit bernapas atau sesak (Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2020)
b) Riwayat penyakit sekarang : Tanyakan kapan muncul gejala demam,
batuk, dan sesak tanyakan riwayat bepergian 1 minggu terakhir, tanyakan
kontak dengan siapa saja 1 mingg terakhir
c) Riwayat penyakit dahulu : tanyakan apakah pasien mempunyai riwayat
penyakit paru-paru sebelumnya, riwayat penyakit jantung, dan DM.
Riwayat penyakit paru-paru akan memperberat prognosis penyakit dan
kondisi pasien jika terkena virus covid 19.
AMPLE :
1. Allergies : kaji apakah pasien memiliki alergi terhadap obat-obatan,
maknan atau plester.
2. Medication : kaji apakah pasien sedang menjalani pengobatan, seperti
obat vasopressin karena obat tersebut mempersempit pembuluh darah
3. Post medical history : kaji riwayat medis pasien seperti peyakit yang
pernah di derita, riwayat operasi atau penggunaan obat-obatan herbal.
4. Las meal : kaji obat atau mekanan yang baru saja dikonsumsi dan
pada jam berapa
5. Event of injury : kaji hal-hal yang bersangkutan dengan penyebab
cedera dan kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama.
Seperti serangan jantung yang dapat menyebabkan embolus mengalir
ke otak.
d) Pasien dalam pengawasan atau kasus suspek/ possible
Seseorang dikatakan suspect covid 19 apabila mengalami hal berikut :
1. Demam (≥380C) atau riwayat demam
2. Batuk atau pilek atau nyeri tenggorokan
3. Pneumonia ringan sampai berat berdasarkan klinis dan/atau gambaran
radiologis. (pada pasien immunocompromised presentasi kemungkinan
atipikal) Dan disertai minimal satu kondisi sebagai berikut :
a. Memiliki riwayat perjalanan ke Tiongkok atau wilayah/ negara yang
terjangkit* dalam 14 hari sebelum timbul gejala
b. Petugas kesehatan yang sakit dengan gejala sama setelah
merawat pasien infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) berat yang
tidak diketahui penyebab/etiologi penyakitnya, tanpa memperhatikan
riwayat bepergian atau tempat tinggal (IDPI, 2020).
4. Pasien infeksi pernapasan akut dengan tingkat keparahan ringan sampai
berat dan salah satu berikut dalam 14 hari sebelum onset gejala
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2020):
a. Kontak erat dengan pasien kasus terkonfirmasi atau probable COVID-
19, atau
b. Riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan sudah
teridentifikasi), atau
c. Bekerja atau mengunjungi fasilitas layanan kesehatan dengan kasus
terkonfirmasi atau probable infeksi COVID-19 di Tiongkok atau
wilayah/negara yang terjangkit.
d. Memiliki riwayat perjalanan ke Wuhan dan memiliki demam (suhu
≥380C) atau riwayat demam.
e) Orang dalam Pemantauan
Seseorang yang mengalami gejala demam atau riwayat demam tanpa pneumonia
yang memiliki riwayat perjalanan ke Tiongkok atau wilayah/negara yang
terjangkit, dan tidak memiliki satu atau lebih riwayat paparan diantaranya:
1. Riwayat kontak erat dengan kasus konfirmasi COVID-19
2. Bekerja atau mengunjungi fasilitas kesehatan yang berhubungan dengan
pasien konfirmasi COVID-19 di Tiongkok atau wilayah/negara yang
terjangkit (sesuai dengan perkembangan penyakit),
3. Memiliki riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan penular sudah
teridentifikasi) di Tiongkok atau wilayah/negara yang terjangkit (sesuai
dengan perkembangan penyakit.
f) Kasus Probable
Pasien dalam pengawasan yang diperiksakan untuk COVID-19 tetapi
inkonklusif atau tidak dapat disimpulkan atau seseorang dengan hasil konfirmasi
positif pan-coronavirus atau beta coronavirus (WHO, 2020b).
g) Kasus terkonfirmasi : Seseorang yang secara laboratorium terkonfirmasi
COVID-19.
h) Kontak Erat
Kontak erat didefinisikan seseorang yang memiliki kontak (dalam 1 meter)
dengan kasus yang terkonfirmasi selama masa simptomatiknya termasuk satu hari
sebelum onset gejala. Kontak tidak hanya kontak fisik langsung.
5. Kontak pekerja sosial atau pekerja medis
Paparan terkait perawatan kesehatan, termasuk menangani langsung untuk
pasien COVID-19, bekerja dengan petugas kesehatan yang terinfeksi COVID-19
atau memeriksa pasien yang terkonfimari kasus atau dalam lingkungan ruangan
sama, ketika prosedur aerosol dilakukan.
6. Kontak lingkungan rumah atau tempat tertutup
Berbagi lingkungan ruangan, bekerja bersama, belajar bersama dalam
jarak dekat dengan pasien COVID-19.
7. Bepergian bersama pasien COVID-19 dalam segala jenis mode
transportasi.
8. Anggota keluarga atau tinggal di rumah yang sama dengan pasien
COVID-19 (WHO, 2020b)
c. Pemeriksaan Fisik
Mengalami penurunan kesadaran, sesak nafas, suhu tubuh meningkat serta
tanda – tanda vital : TD meningkat, nadi bervariasi.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan obat bantu napas, retraksi otot pernapasan, dapat tidak simetris
statis dan dinamis, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Palpasi toraks
didapatkan taktil premitus fremitus raba mengeras. Auskultasi didapatkan uara
napas bronkovesikuler atau bronkial dan ronki kasar. Perkusi redup pada daerah
konsolidasi
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular frekuensi nadi meningkat, tekanan
darah normal atau menurun, saturasi oksigen dapat normal atau turun. Akan
ditemukan sianosis central pada pasien dengan saturasi oksigen yang buruk
3) B3 (Brain)
Tingkat kesadaran kompos mentis atau terjadi penurunan kesadaran
4) B4 (Bladder)
Belum ditemukan masalah pada pasien dengan kesadaran komposmentis
dengan gejala sesak yang ringan karena masih bisa melakukan kegiatan BAK
BAB secara normal. Untuk pasien dengan penurunan kesadaran akan dipasang
katerisasi untuk menghitung hemodinamik pasien.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya nafsu makan menurun, mual muntah pada pasien akut.
Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung
sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
6) B6 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk, akral hangat, suhu tubuh
meningkat dan pasien akan merasakan demam.
2. Diagnosa Keperawatan (PPNI, 2016)
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d proses infeksi d/d kmk keluarga
Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga
b. Termoregulasi tidak efektif b/d proses penyakit (infeksi pada paru-paru)
d/d kmk keluarga Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap
anggota keluarga
c. Defisit pengetahuan tentang penyakit covid-19 b/d kurang terpapar
informasi d/d kmk keluarga Mengenal gangguan perkembangan kesehatan
setiap anggota keluarga
d. Diare b/d proses fisiologis (inflamasi gastrointestinal, iritasi
gastrointestnal, proses infeksi, dan malabsorpsi) d/d kmk keluarga
Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga
e. Nausea b/d iritasi lambung d/d kmk keluarga Mengenal gangguan
perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga
f. Defisit nutrisi b/d ketidak mampuan mencerna makanan, ketidak
mampuan mengabsorpsi makanan. d/d kmk keluarga Mengenal gangguan
perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga.
3. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA
TUJUAN DAN INTERVENSI
KEPERAWA
KRITERIA HASIL KEPERAWATAN
TAN
(SLKI, 2018) (SIKI, 2018)
(SDKI, 2016)
1. Bersihan Bersihan Jalan Napas Latihan Batuk Efektif
jalan napas (L.01001) (I.01006)
tidak efektif Setelah dilakukan 1) Identifikasi kemampuan batuk
b/d proses asuhan keperawatan efektif
selama 1x24 jam 2) Monitor adanya retensi
infeksi
bersihan jalan napas sputum
(D.0001)
pasien meningkat 3) Monitor tanda dan gejala
dengan kriteria hasil : infeksi saluran pernafasan
1. Batuk efektif meningkat 4) Monitor input dan output
2. Produksi sputum menurun cairan
3. Ronki menurun 5) Atur posisi semi-fowler atau
4. Dispnea menurun fowler
5. Ortopnea menurun 6) Jelaskan tujuan dan prosedur
6. Frekuensi napas membaik batuk efektif
7. Pola napas membaik 7) Anjurkan tarik napas dalam
melalui hidung selama 4
detik, ditahan 2 detik,
kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir dibulatkan
selama 8 detik
8) Anjurkan mengulangi teknik
nafas dalam 3 kali
9) Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas
dalam yang ke-3
10) Kolaborasi pemberian
mukolitik atau ekspetoran,
jika perlu

Manajemen Jalan Napas


(I.01011)
1) Monitor pola napas
2) Monitor bunyi napas
tambahan
3) Monitor sputum
4) Pertahankan kepatenan jalan
napas
5) Posisikan semi fowler atau
fowler
6) Lakukan fisioterapi dada
7) Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
8) Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
9) Berikan oksigen
10) Ajarkan teknik batuk efektif
11) Kolaborasi pemberiam
bronkodilator, ekspetoran,
mukolitik

Pemantauan Respirasi
(I.01014)
1) Monitor frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya napas
2) Monitor pola napas
3) Monitor kemampuan batuk
efektif
4) Monitor adanya produksi
sputum
5) Monitor adanya sumbatan
jalan napas
6) Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
7) Auskultasi bunyi napas
8) Monitor saturasi oksigen
9) Moonitir nilai AGD
10) Monitor hasil x-ray thoraks
2. Termoregulas Termoregulasi Manajemen hipertermia
i tidak efektif (L.14134) (I.15506)
b/d proses Setelah dilakukan 1) Identifikasi penyebab
penyakit asuhan keperawatan hipertermia (mis. dehidrasi,
selama 1x24 jam proses infeksi)
(infeksi pada
termoregulasi pasien 2) Monitor suhu tubuh
paru-paru) membaik dengan 3) Monitor kadar elektrolit
(D.0149)
kriteria hasil : 4) Monitor haluan urine
1. Menggigil menurun 5) Monitor komplikasi
2. Kulit kemerahan menurun hipertermia
3. Akrosianosis menurun 6) Longgarkan atau lepaskan
4. Konsumsi oksigen menurun pakaian
5. Vasokonstriksi menurun 7) Berikan cairan oral
6. Pucat menurun 8) Lakukan kompres dingin
7. Takikardia menurun 9) Hindari pemberian antipiretik
8. Takipnea menurun atau aspirin
9. Bradikardia menurun 10) Beri oksigen
10. Kuku sianolik menurun 11) Anjurkan untuk tirah baring
11. Hipoksia menurun 12) Koborasi pemberian cairan
12. Suhu tubuh membaik dan elektrolit intravena
13. Suhu kulit membaik
14. Kadar glukosa darah
membaik
15. Pengisian kapiler membaik
16. Ventilasi membaik
17. Tekanan darah membaik
3. Defisit Tingkat Pengetahuan Edukasi Kesehatan
pengetahuan (L.12111) (I.12383)
tentang Setelah dilakukan 1) Identifikasi kesiapan dan
penyakit asuhan keperawatan kemampuan menerima
covid-19 b/d selama 1x24 jam tingkat informasi
kurang pengetahuan pasien 2) Identifikasi faktor-faktor yang
membaik dengan dapat meningkatkan dan
terpapar
kriteria hasil : menurunkan motivasi PHBS
informasi 1. Perilaku sesuai anjuran 3) Sediakan materi dan media
(D.0111) meningkat pendidikan kesehatan
2. Verbalisasi minat dalam 4) Jadwalkan pendidikan
belajar meningkat kesehatan sesuai kesepakatan
3. Kemampuan menjelaskan 5) Berikan kesempatan untuk
pengetahuan tentang suatu bertanya
topik meningkat 6) Jelaskan faktir resiko yang
4. Kemampuan dapat mempengaruhi
menggambarkan kesehatan
pengalaman sebelumnya 7) Ajarkan PHBS
sesuai topik meningkat 8) Ajarkan strategi yang dapat
5. Perilaku sesuai pengetahuan digunakan untuk
meningkat meningkatkan PHBS
6. Pertanyaan tentang masalah
menurun
7. Persepsi keliru terhadap
masalah menurun
8. Menjalani pemeriksaan yang
tidak tepat menurun
9. Perilaku kesehatan membaik
DAFTAR PUSTAKA
Cao, Z. (2020). Estimating The Effective Reproduction Number Of The 2019ncov
In China.
Fehr, A., & Perlman, S. (2015). Coronavirus : An Overview Of Their Replication
And Pathogenesis. Methods Mol Biol, 1282, 1–23.
Hariyono, Y. (2010). Evaluasi Pengobatan Pasien Stroke Rawat Inap Di Unit
Stroke RSUD Banyumas Januari-April 2010. Universitas Sanata Dharma.
IDPI. (2020). Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Coronavirus Disease
(COVID-19). Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Ikatan Dokter Paru Indonesia. (2020). Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian
Coronavirus Disease (Covid-19). Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Jordan. (2013). Ketahanan Kardiorespirasi. Journal Of Chemical Information
And Modeling, 53(9), 1689–1699.
Https://Doi.Org/10.1017/CBO9781107415324.004
Li, W. (2005). Bats Are Natural Reservoirs Of SARS-Like Coronaviruses.
Science, 310, 676–679.
Maurer-Stroh, S. (2020). Maximum Likelihood Phylogenetic Tree Of Conserved
Orf1b Region - Sharing Via GISAID. Baijing.
Nastiti, D. (2012). Gambaran Faktor Risiko Kejadian Stroke Pada Pasien Stroke
Rawat Inap Di RS Krakatau Medika Tahun 2011. Universitas Indonesia.
Nurachmah, E., & Angriani, R. (2011). Dasar-Dasar Anatomi Dan Fisiologi.
Jakarta: Salemba Medika.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2020). Pneumonia Covid-19 : Diagnosis &
Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta: Pdpi.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) (Edisi 1).
Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi Dan
Tindakan Keperawatan (SIKI) (1st Ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:Definisi Dan Kriteria
Hasil Keperawatan (SLKI) (1st Ed.). Jakarta: DPP PPNI.
United Nation. (2020). Considerations For Quarantine Of Individuals In The
Context Of Containment For Coronavirus Disease ( COVID-19 ), (March),
1–4.
WHO. (2020). Advice On The Use Of Masks In The Community, During Home
Care And In Health Care Settings In The Context Of The Novel Coronavirus
(2019-Ncov) Outbreak. Retrieved From Https://Www.Who.Int/Ith/2020-24-
01outbreak-Of-Pneumonia-Caused-By-New-Coronavirus/En/
WHO. (2020). Global Surveillance For Human Infection With Novel Coronavirus
(2019-Ncov).
WHO. (2020). Infection Prevention And Control During Health Care When Novel
Coronavirus (Ncov) Infection Is Suspected, Interim Guidance. Retrieved
From Https://Www.Who.Int/Publications-Detail/Infection-Preventionand-
Control-During-Health-Care-When-Novel-Coronavirus-(Ncov)Infection-Is-
Suspected-20200125.
WHO. (2020). Tatalaksana Klinis Infeksi Saluran Pernapasan Akut Berat (SARI)
suspek penyakit COVID-19, (March), 1–25.
World Health Organization. (2020). Clinical management of severe acute
respiratory infection when novel coronavirus (2019-nCoV) infection is
suspected interim guidance. Retrieved from
https://www.who.int/publications-detail/clinical-management-ofsevere-
acute-respiratory-infection-when-novel-coronavirus(ncov)-infection-is-
suspected
Z, W., W, Q., & H, K. (2020). A Handbook of 2019-nCoV Pneumonia Control
and Prevention. China: Hubei Science and Technologi Press.

Anda mungkin juga menyukai