Anda di halaman 1dari 5

Nama : Regina Septiani Umar

Npm : 85AK19014

Prodi : D-III Analis Kesehatan

Kelas : A (Semester 1)

Tugas BIOMEDIK

“KELAINAN GENETIKA ACHONDROPLASIA”

Achondroplasia adalah gangguan pertumbuhan tulang yang ditandai


dengan tubuh kerdil (dwarfisme) dan tidak proporsional. Penderita
achondroplasia memiliki ukuran tulang dada normal, namun ukuran lengan
dan tungkai pendek. Rata-rata tinggi badan penderita achondroplasia pria
dewasa adalah 131 cm, sedangkan untuk wanita dewasa adalah 124 cm.
Meskipun kondisi fisiknya tidak normal, penderita achondroplasia
memiliki tingkat inteligensi yang normal.
1. Penyebab Achondroplasia
Penyebab achondroplasia adalah mutasi genetik. Mutasi genetik adalah
perubahan permanen yang terjadi pada susunan DNA yang membentuk
gen. Pada penderita achondroplasia, mutasi terjadi pada gen FGFR3,
yaitu gen yang menghasilkan protein Fibroblast Growth Factor
Receptor 3. Protein ini berperan penting dalam proses osifikasi, yaitu
proses perubahan tulang rawan menjadi tulang keras. Mutasi pada gen
FGFR3 menyebabkan protein tidak berfungsi secara normal, sehingga
mengganggu perubahan tulang rawan menjadi tulang. Kondisi ini
menyebabkan tulang tumbuh lebih pendek dan memiliki bentuk
abnormal, terutama tulang di bagian lengan dan tungkai.
 Ada dua penyebab terjadinya mutasi gen FGFR3 pada penderita
achondroplasia, yaitu:
 Mutasi yang terjadi spontan. Sekitar 80% achondroplasia
disebabkan oleh mutasi gen yang tidak diturunkan dari orang
tuanya. Mutasi terjadi secara spontan, namun belum diketahui
pemicunya.
 Mutasi yang diturunkan. Sekitar 20% kasus achondroplasia
diturunkan dari orang tua. Jika salah satu orang tua memiliki
kondisi achondroplasia, maka persentase anak menderita
achondroplasia sebesar 50%. Jika kedua orang tua memiliki
kondisi achondroplasia, maka risiko yang mungkin terjadi adalah
sebagai berikut:
a) 25% kemungkinan bertubuh normal.
b) 50% kemungkinan memiliki satu gen yang cacat, sehingga
menyebabkan achondroplasia.
c) 25% kemungkinan mewarisi dua gen yang rusak,
menghasilkan achondroplasia yang fatal .
2. CIRI FISIK ACHONDROPLASIA
Sejak baru lahir, bayi penderita achondroplasia dapat dikenali melalui
ciri fisiknya, antara lain:
 Ukuran lengan, tungkai, dan jari yang pendek.
 Ukuran kepala lebih besar, dengan dahi yang menonjol.
 Gigi yang tidak sejajar dan berdempetan.
 Ada ruang antara jari tengah dan jari manis.
 Mengalami kelainan bentuk tulang belakang, bisa dalam bentuk
lordosis (melengkung ke depan) maupun kifosis (melengkung ke
belakang).
 Kanal tulang belakang sempit.
 Tungkai berbentuk O.
 Telapak kaki yang pendek dan lebar.
 Nada atau kekuatan otot lemah.
 Ada beberapa gangguan kesehatan yang mungkin dialami oleh
penderita achondroplasia, antara lain:
 Obesitas.
 Infeksi telinga berulang, karena penyempitan saluran di telinga.
 Keterbatasan dalam bergerak, akibat penurunan tonus otot.
 Stenosis spinal, yaitu penyempitan kanal tulang belakang yang
mengakibatkan tertekannya saraf dalam sumsum tulang belakang.
 Hidrosefalus, yaitu penumpukan cairan di rongga (ventrikel) dalam
otak.
 Sleep apnea, yaitu kondisi yang ditandai dengan berhentinya
pernapasan saat tidur.
3. DIAGNOSIS ACHONDROPLASIA
Sebagai langkah awal, dokter mungkin akan melakukan penelusuran
riwayat kesehatan pasien dan keluarga pasien, serta pemeriksaan fisik
secara keseluruhan. Penderita achondroplasia dapat dilihat sejak lahir
dengan ciri tungkai yang pendek dan tidak proporsional. Untuk
menentukan diagnosis achondroplasia juga dapat dilakukan selama masa
kehamilan, terutama untuk orang tua yang menderita achondroplasia.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
mendeteksi achondroplasia, antara lain:
 Selama masa kehamilan.
 USG. Untuk memeriksa kondisi janin di dalam rahim dan
mendeteksi adanya tanda achondroplasia, seperti hidrosefalus.
USG dapat dilakukan melalui dinding perut ibu (transabdominal)
atau melalui vagina (USG transvaginal).
 Deteksi mutasi gen FGFR3. Deteksi mutasi gen saat masih dalam
kandungan dapat dilakukan dengan mengambil sampel air
ketuban (amniocentesis) atau sampel jaringan plasenta atau jari-
jari, yang disebut dengan chorionic villus sampling. Namun,
tindakan ini berisiko menimbulkan keguguran.
 Setelah bayi lahir
 Tes DNA dilakukan untuk memastikan diagnosis achondroplasia.
Tes DNA dilakukan dengan mengambil sampel DNA dari darah
untuk kemudian dianalisis di laboratorium. Sampel DNA tersebut
digunakan untuk mendeteksi kemungkinan adanya kelainan pada
gen FGFR3.
4. PENGOBATAN ACHONDROPLASIA
Hingga saat ini, belum ada obat atau metode pengobatan apa pun yang
dapat mengobati achondroplasia. Penanganan hanya ditujukan untuk
mengobati komplikasi yang muncul, seperti:
 Antibotik. Untuk mengobati infeksi telinga yang mungkin dialami
penderita achondroplasia.
 Obat anti radang. Untuk mengobati pasien achondroplasia dengan
gangguan sendi.
 Operasi. Operasi dapat dilakukan untuk mengatasi komplikasi yang
mungkin terjadi.
5. PENCEGAHAN ACHONDROPLASIA
Tindakan pencegahan terhadap achondroplasia belum diketahui hingga
saat ini. Jika Anda penderita atau memiliki riwayat achondroplasia
dalam keluarga, maka Anda dapat berkonsultasi dengan ahli genetika
untuk mengetahui lebih lanjut tentang risiko terjadinya achondroplasia
pada anak yang akan dilahirkan. Penderita achondroplasia juga dapat
melakukan langkah pencegahan dengan menghindari berbagai aktivitas
berbahaya yang berisiko terhadap rusaknya tulang belakang.

Anda mungkin juga menyukai