Anda di halaman 1dari 4

Tubuh Kerdil (Achondroplasia)

Eka Putri, S.Ked

Kerdil, tentu kita tentu tidak asing dengan kata tersebut, bahkan mungkin kita pernah
melihat disekitar kita ada orang yang bertubuh kerdil. Namun apakah anda tahu penyebab dan
bagaimana yang disebut dengan kerdil? Simak artikel berikut ini.
Tubuh Kerdil atau dalam dunia medis disebut Achondroplasia adalah gangguan
pertumbuhan tulang yang ditandai dengan tubuh kerdil (dwarfisme) dan tidak proporsional.
Penderita achondroplasia memiliki ukuran tulang dada normal, namun ukuran lengan dan
tungkai pendek. Rata-rata tinggi badan penderita achondroplasia laki-laki dewasa adalah 131 cm,
sedangkan untuk wanita dewasa adalah 124 cm. Meskipun kondisi fisiknya tidak normal,
penderita achondroplasia memiliki tingkat inteligensi yang normal.
Penyebab
Penyebab achondroplasia adalah mutasi genetik. Mutasi genetik adalah perubahan
permanen yang terjadi pada susunan DNA yang membentuk gen. Pada penderita achondroplasia,
mutasi terjadi pada suatu gen yaitu FGFR3. Protein ini berperan penting dalam proses osifikasi,
yaitu proses perubahan tulang rawan menjadi tulang keras. Mutasi pada gen FGFR3
menyebabkan protein tidak berfungsi secara normal, sehingga mengganggu perubahan tulang
rawan menjadi tulang. Kondisi ini menyebabkan tulang tumbuh lebih pendek dan memiliki
bentuk abnormal, terutama tulang di bagian lengan dan tungkai.
Ada dua penyebab terjadinya mutasi gen FGFR3 pada penderita achondroplasia, yaitu:

 Mutasi yang terjadi spontan. Sekitar 80% achondroplasia disebabkan oleh mutasi gen
yang tidak diturunkan dari orang tuanya. Mutasi terjadi secara spontan, namun belum
diketahui pemicunya.
 Mutasi yang diturunkan. Sekitar 20% kasus achondroplasia diturunkan dari orang tua.
Jika salah satu orang tua memiliki kondisi achondroplasia, maka persentase anak
menderita achondroplasia sebesar 50%. Jika kedua orang tua memiliki kondisi
achondroplasia, maka risiko yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut:
 25% kemungkinan bertubuh normal.
 50% kemungkinan memiliki satu gen yang cacat, sehingga menyebabkan
achondroplasia.
 25% kemungkinan mewarisi dua gen yang cacat, sehingga menyebabkan
achondroplasia yang bersifat fatal.

Gejala Klinis

Gejala fisik pengidap Achondroplasia dapat dikenali saat baru lahir dengan
bentuk fisik kaki, lengan, dan jari-jari yang terlihat pendek. Selain itu, kepala juga terlihat
lebih besar dibandingkan badan dan dahi juga terlihat menonjol tidak normal. Pada jari
tangan yang pendek dapat terlihat terlihat berjauhan tertama pada jari manis dan jari
tengah. Selain memiliki tubuh yang kerdil, tulang punggung dan kaki pengidap
Achondroplasia juga akan terlihat melengkung sehingga sulit untuk menekuk siku
sepenuhnya. Bisa juga mengalami kelainan bentuk tulang belakang, bisa dalam bentuk lordosis
(melengkung ke depan) maupun kifosis (melengkung ke belakang). Tonus dan kekuatan otot
pasien Achondroplasia ini juga dapat melemah.
Selain kelainan bentuk fisik, pada bayi Achondroplasia, gangguan kesehatan yang
dialami adalah melambatnya gerak motorik. Selain itu, pada bayi Achondroplasia juga berisiko
terkena stenosis spinal (tertekannya sumsum tulang belakang yang berisi saraf akibat
penyempitan kanal tulang belakang), hidrosefalus, serta gangguan pernapasan apnea. Saat
bertambah dewasa, kondisi stenosis spinal yang diderita dapat ertambah parah. Selain itu, anak-
anak dan orang dewasa pengidap achondroplasia juga bisa mengalami infeksi telinga berkala dan
kondisi obesitas.
Jika Anda memiliki tanda-tanda atau gejala-gejala di atas atau pertanyaan lainnya,
konsultasikanlah dengan dokter Anda. Tubuh masing-masing orang berbeda. Selalu
konsultasikan ke dokter untuk menangani kondisi kesehatan Anda.
Diagnosis
Sebagai langkah awal, dokter mungkin akan melakukan penelusuran riwayat kesehatan
pasien dan keluarga pasien, serta pemeriksaan fisik secara keseluruhan. Penderita achondroplasia
dapat dilihat sejak lahir dengan ciri tungkai yang pendek dan tidak proporsional. Untuk
menentukan diagnosis achondroplasia juga dapat dilakukan selama masa kehamilan, terutama
untuk orang tua yang menderita achondroplasia. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk mendeteksi achondroplasia, antara lain:

 Selama masa kehamilan.


 USG. Untuk memeriksa kondisi janin di dalam rahim dan mendeteksi adanya
tanda achondroplasia, seperti hidrosefalus. USG dapat dilakukan melalui dinding perut
ibu (transabdominal) atau melalui vagina (USG transvaginal).
 Deteksi mutasi gen FGFR3. Deteksi mutasi gen saat masih dalam kandungan
dapat dilakukan dengan mengambil sampel air ketuban (amniocentesis) atau sampel
jaringan plasenta atau ari-ari, yang disebut dengan chorionic villus sampling. Namun,
tindakan ini berisiko menimbulkan keguguran.

 Setelah bayi telah lahir


Tes DNA. Tes DNA dilakukan untuk memastikan diagnosis achondroplasia. Tes DNA
dilakukan dengan mengambil sampel DNA dari darah untuk kemudian dianalisis di
laboratorium. Sampel DNA tersebut digunakan untuk mendeteksi kemungkinan adanya
kelainan pada gen FGFR3.

Pengobatan
Hingga saat ini, belum ada obat atau metode pengobatan apa pun yang dapat mengobati
achondroplasia. Penanganan hanya ditujukan untuk mengobati komplikasi yang muncul, seperti:

 Antibotik. Untuk mengobati infeksi telinga yang mungkin dialami penderita


achondroplasia.
 Obat antiradang. Untuk mengobati pasien achondroplasia dengan gangguan sendi.
 Operasi. Operasi dapat dilakukan untuk mengatasi komplikasi yang mungkin terjadi,
antara lain:

 Prosedur orthopedi. Prosedur yang dilakukan dokter ortopedi untuk


memperbaiki bentuk kaki O.
 Lumbar laminektomi. Prosedur operasi untuk mengatasi stenosis spinal.
 Ventriculoperitoneal shunt. Prosedur operasi yang dilakukan jika penderita
achondroplasia mengalami hidrosefalus. Prosedur ini dilakukan dengan memasukkan
selang fleksibel (kateter) untuk mengalirkan cairan di dalam rongga otak ke dalam
rongga perut.
 Operasi caesar. Prosedur melahirkan yang umumnya dilalui oleh wanita
penderita achondroplasia karena memiliki tulang panggul yang kecil. Operasi
caesar juga dilakukan jika janin terdiagnosis achondroplasia. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi risiko perdarahan akibat kepala janin terlalu besar untuk dilahirkan
secara normal.

Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap achondroplasia belum diketahui hingga saat ini. Jika
Anda penderita atau memiliki riwayat achondroplasia dalam keluarga, maka Anda dapat
berkonsultasi dengan ahli genetika untuk mengetahui lebih lanjut tentang risiko terjadinya
achondroplasia pada anak yang akan dilahirkan. Penderita achondroplasia juga dapat melakukan
langkah pencegahan dengan menghindari berbagai aktivitas berbahaya yang berisiko terhadap
rusaknya tulang belakang.

Anda mungkin juga menyukai