Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH HIPOSPADIA

Dosen pengampu : Ade nuraeni,S.kep.,Ners.,M.Kep.

Nama : Adia erlangga putra suharyadi

Nim :10403001

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,serta taufik
dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang hipospadia.Saya berterima kasih kepada
Ade nuraeni,S.kep.,Ners.,M.Kep. selaku Dosen pengampu mata kuliah Keperawatan anak . Saya sangat
berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan.saya juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya.Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................

i DAFTAR ISI ...........................................................................................................

ii PENDAHULUAN .......................................................................................

1 A LATAR BELAKANG .................................................................................

B. RUMUSAN MASALAH ...........................................................................

C. TUJUAN PENULIS .....................................................................................

2. TINJAUAN TEORI ..................................................................................

A. DEFINISI .................................................................................................

B.PENYEBAB.................................................................................................

C. KLASIFIKASI ..........................................................................................

D. MANIFESTASI KLINIS .......................................................................

E. PATOFISIOLOGI ...............................................................................

F PEMERIKSAAN PENUNJANG ..............................................................

G.PENATALAKSANAAN ........................................................................

H.KOMPLIKASI .........................................................................................

8.KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ...................................................

9.KASUS DAN PERTANYAAN ..............................................................

10.TINJAUAN KASUS .............................................................................

22 BIODATA .................................................................................................

22.II RIWAYAT KESEHATAN KLIEN ...........................................................

3
22 III. PSIKOSOSIAL & SPIRITUAL ................................................................

23 IV. ACTIVITY DAILY LIVING (ADL) .........................................................

PEMERIKSAAN FISIK ............................................................................

23 VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG ..............................................................

24 VII. PENATALAKSANAAN.........................................................................

24 VIII. ANALISA DATA....................................................................................

24 IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN ..............................................................

29 X. INTERVENSI KEPERAWATAN .............................................................

29 BAB V PEMBAHASAN .....................................................................................

34 BAB VI PENUTUP .............................................................................................

36 A. KESIMPULAN ..........................................................................................

36 B. SARAN ......................................................................................................

37 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................

4
A. LATAR BELAKANG
Hipospadia adalah kelainan kongenital berupa muara uretra yang terletak di sebelah ventral dan
sebelah proksimal ujung penis. Pada hipospadia tidak didapatkan prepusium ventral sehingga
prepusium dorsal menjadi berlebihan (dorsal hood) dan sering disertai dengan korde (penis
angulasi ke ventral). Kadang-kadang didapatkan stenosis meatus uretra, dan anomaly bawaan
berupa testis maldesensus atau hernia inguinalis. Letak meatus uretra bisa terletak pada
glandular hingga perineal. Pravalensihipospadia secara umum sangat bervariasi dari 0,37 sampai
41/10000 bayi. Kejadian hipospadia telah dilaporkan di beberapa negara seperti Inggris, Wales,
Swedia, Norwegia, Denmark, Finlandia, Spanyol, New Zealand, Australia dan Cekoslavika.
Penelitian di Amerika melaporkan kejadian yang lebih tinggi pada kulit putih daripada kulit
hitam, sedangkan di Finlandia kejadiannya lebih rendah yaitu 5/10000 dibandingkan dengan
negara-negara Skandinavia lainnya yaitu 14/10000 bayi-bayi (Vos, 1999). Kejadian seluruh
hipospadia yang bersamaan dengan kriporkismus adalah 9%, tetapi pada hipospadia posterior
sebesar 32% (Schwartz, 2008). Jumlah pasien di RSUD Dr. Soetomo per 2013 sekitar 50 pasien.
Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa belum bisa dijelaskan secara pasti penyebabnya,
namun penelitian lain menyebutkan bahwa kasus hipospadia disebabkan oleh multifaktorial dan
beberapa kasus ditemukan sebagai hasil mutasi gen tunggal ataupun gangguan ekspresi gen.
Penelitian lain menemukan bahwa dari segi familial, ayah dari 7% pasien dengan hipospadia
diketahui menderita hipospadia dan saudara dari 14% pasien diketahui menderita hipospadia
serta pola penurunannya cenderung bersifat poligenik (Sunarno, 2009) Kasus hipospadia
dilaporkan juga sebanyak 20-25% ada hubungan dengan genetis. Beberapa penyebab yang lain
dihubungkan dengan endokrin dan faktor lingkungan. Pada kehamilan kembar laki-laki lebih
sering terjadi hipospadia, hal ini diduga akibat kekurangan hormon korionik gonadotropin yang
diproduksi oleh satu plasenta yang dibutuhkan oleh dua fetus. Bila ayah menderita hipospadia,
maka 8% anak akan menderita hipospadia juga. Kelebihan estrogen dapat juga sebagai pemicu
terjadi hipospadia, hal ini terbukti pada hewan coba. Kelebihan estrogen dapat terjadi akibat
makan buahbuahan dan sayuran yang diberi pestisida, minum susu sapi yang diambil dari sapi
yang sedang hamil (Pedoman Diagnosis dan Terapi, 2010)
5

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Hipospadia?

2. Apa saja faktor-faktor yang menjadi penyebab Hipospadia?

3. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien yang mengalami penyakit Hipospadia?

C. TUJUAN PENULIS

1. Untuk mengetahui definisi, penyebab, manifestasi klinis, patofisiologi, pathway serta penatalaksanaan
pada penyakit Hipospadia

2. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada klien yang mengalami penyakit Hipospadia.

A. DEFINISI

Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenitaldimana meatus uretra externa terletak di
permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glands penis).
(Mansjoer, 2000). Hipospadia adalah kelainan kongenital berupa muara uretra yang terleta di sebelah
ventral penis dan sebelah proksimal ujung penis. Letak meatus uretra bisa terletak pada grandular
hingga perineal. (Basuki, 2003). Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan beruba lubang uretra yang
terletak di agian bawah dekat pangkal penis (Ngastiyah, 2005 : 288). Dapat disimpulkan bahwa
hipospadia adalah suatu kelaianan kongenital dimana letak meatus uretra tidak pada ujung glands panis
melainkan pada pangkal penis bagian bawah.

B. PENYEBAB

Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab pasti dari
hipospadia, namun ada beberapa faktor yang dikemukakan oleh para ahli yang dianggap paling
berpengaruh antara lain : 1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon – hormon andogren yang
mengatur organogenesis kelamin (pria) 2. Genetika, karena gagalnya sintesis adrogen. 3. Lingkungan,
biasanya faktor lingkungan yang menjadi peyebab adalah polutan da cat yang bersifat teratogenik yang
dapat mengakibatkan mutasi.

C. KLASIFIKASI
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/meatus : 1. Tipe sederhana / tipe anterior
(60 – 70 %) terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe ini, meatus terletak
pada pangkal glands panis. Secara klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu
tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi. Tipe penil/tipe midle (0 – 5
%) midle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-esrotal. Pada tipe ini, meatus berada
antara glands panis dan skrotum. Biasnaya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit
prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis mejadi pipih.
Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian
ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tiak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang
ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya. 3. Tipe posterior (20 %) posterior yang terdiri dari
tipe scrotal dan perieal. Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai
dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun. Semakin ke
proksimal letak meatus, semakin berat kelainan yang diderita dan semakin rendah frekuensinya. Pada
kasusu ini 90 % terletak di distal, dimana meatus terletak di ujung batang penis atau pada glands penis.
Sisanya yang 0 % terletak lebih proksimal yaitu ditengah batang penis. Skrotum, atau perineum.

D. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi dari hipospadia adalah sebagai berikut :

1. Glands panis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang
menyerupai meatus eksterus.

2. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis.

3. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga ke glands
penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.

4. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.

5. Tunika dartos, fasia bunch dan korpus spongiosum tidak ada.

6. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glands panis.

7. Chordee dapat timbul tanpa hipopadia sehingga penis menjadi bengkok.


8. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantong skrotum).

9. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.

10. Pancaran air kencing saat BAK tidak lurus, biasanya ke bawah, menyebar, mengalir melalui batang
penis, sehingga anak akan jongkok pada saat BAK.

11. Pada hipospadia glandular/koronal anak dapat BAK dengan berdiri dengan mengkat penis keatas.

12. Pada hipospadia peniscrotal/perineal anak berkemih dengan jongkok. Penis akan melengkung ke
bawah pada saat ereksi.

E. PATOFISIOLOGI

Fungsi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra terbuka pada
sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit
pergeseran pada glands, kemudian disepanjang batang penis, hingga akhirnya di perineum. Prepusium
tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari glands. Pita jaringan
fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral
dari penis. Hipospadia terjadi dari pengembangan tidak lengkap uretra dalam rahim. Penyebab pasti
cacat diperkirakan terkait dengan pengaruh lingkungan dan hormonal genetik (sugar, 1995).
Perpindahan dari meatus uretra biasanay tidak mengganggu kontinensia kemih. Namun, stenosis
pembukaan dapat terjadi, yang akan menimbulkan obsturksi parsialoutflowing ISK atau hidronefrosis
(Kumor, 1992). Selanjutnya, penempatan vetral pembukaan uretral bisa mengganggu kesuburan pada
pria dewasa, jika dibiakan tidak terkoreksi (Ashwill, 1997, p. 1).

F.PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakuakn pemeriksaan tambahan untuk
mendukung diagnosis hipospadia. Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan berikut untuk

mengetahui ada atau tidaknya kelainan pada gnjal sebagai komplikasi maupun kelainan bawaan yang
menyertai hipospadia : 1. Rontgen 2. USG sistem kemih kelamin. 3. BNO-IVP

G. PENATALAKSANAAN
1. Medis Dikenal banyak tehnik operai hipospadia, yang umumnya terdiri dari beberapa tahap yaitu : a.
Operasi pelepasan chordee dan tunneling Dilakukan pada usia 1,5-2 tahun. Pada tahap ini dilakukan
operasi eksisi chordee dari muara uretra sampai ke glands penis. Setelah eksisi chordee maka penis akan
menjadi lurus tetapi meatus uretra masih terletak abnormal. Untuk melihat keberhasilan eksisi
dilakukan tes ereksi buatan intraoperatif dengan menyuntikkan NaCL 0,9% kedalan korpus kavernosum.
b. Operasi uretroplasty Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Uretra dibuat dari kulit
penis bagian ventral yang di insisi secara longitudinal pararel di kedua sisi. Tujuan pembedahan : a.
Membuat normal fungsi perkemihan dan fungsi sosial, serta b. Perbaikan untuk kosmetik pada penis.
Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula, Teknik Horton dan Devine. 1.
Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:

a. Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan terowongan yang berepitel pada glans
penis. Dilakukan pada usia 1 ½ -2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada tempat yang
abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan preputium bagian dorsal dan kulit penis.

b. Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut sudah lunak. Dibuat insisi
paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih) sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit dibagian tengah.
Setelah uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit preputium dibagian sisi yang ditarik ke
bawah dan dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama dengan harapan
bekas luka operasi pertama telah matang. 2. Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan
pada anak lebih besar dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadi jenis distal
(yang letaknya lebih ke ujung penis). Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit bagian punggung dan
ujung penis dengan pedikel (kaki) kemudian akan pindah kebawah mengingat pentingnya preputium
untuk bahan dasar perbaikan hipospadia, maka sebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan dilakukan
berbarengan dengan operasi hipospadia

2. Keperawatan a. Pelaksanaan pada Pre Operasi a) Gunakan pendekatan yang menenangkan b)


Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien c) Jelaskan semua prosedur dan apa yang
dirasakan selama prosedur d) Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis e)
Dorong keluarga untuk menemani anak b. Penatalaksanaan Post Operasi a) Anak harus dalam tirah
baring hingga kateter diangkat. Harus hatihati agar anak tidak menarik kateter.
b) Baik luka penis dan tempat luka donor dijaga tetap bersih dan kering, swab harus diambil jika
dicurigai adanya infeksi. c) Perawatan kateter.

I. KOMPLIKASI

Komplikasi dari hipospadia adalah : 1. Pseudohermatoditisme (keadaan yang ditandai dengan alat – alat
kelamin dalam satu jens kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri sexual tertentu). 2. Infertility 3. Resiko
hernia inguinalis. 4. Gangguan psikososial dan psikologis. 5. Kesukaran dalam berhubungan sexual, bila
tidak segera dioperasi saat dewasa. Komplikasi paska operasi : 1. Edema/pembengkakan yang terjadi
akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi, juga terbentuknya hematom / kumpulan darah
dibawah ulit, yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai hari paska operasi. 2. Striktur,
pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabakan oleh angulasi dari anastomosis. 3. Rambut
dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kening berulang atau pembentukan batu saat
pubertas. 4. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai parameter
untuk menilai keberhasila operasi. Pada prosedur satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat ditermia
adalah 5 – 10 %. 5. Residual chordee/ retikular korde yang tidak sempurna, dimana tidak melakukan
ereksi artifisal saat operasi atau pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat
jarang. 6. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau adanya stenosis
meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.

J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

c. Identitas Meliputi:

1) Nama : tergantung pada pasien,

10

2) Umur : biasanya terjadi pada bayi baru lahir,


3) Jenis kelamin : pada umumnya terjadi pada laki-laki,
4) Pendidikan: orang tua yang biasanya rendah,
5) Pekerjaan: pada orang tua yang tergolong berpenghasilan rendah,
6) Diagnosa medis: Hipospadia.
d. Keluhan Utama Pada umumnya orang tua pasien mengeluh dan ketakutan dengan kondisi anaknya
karena penis yang melengkung kebawah dan adanya lubang kencing yang tidak pada tempatnya.

e. Riwayat Kesehatan. 1) Riwayat Penyakit Sekarang. Pada umumnya pasien dengan hipospadia
ditemukan adanya lubang kencing yang tidak pada tempatnya sejak lahir dan tidak diketahui dengan
pasti penyebabnya. 2) Riwayat Penyakit Dahulu Adanya riwayat ibu pada saat kehamilan, misalnya
adanya gangguan atau ketidakseimbangan hormone dan factor lingkungan. Pada saat kehamilan ibu
sering terpapar dengan zat atau polutan yang bersifat tertogenik yang menyebabkan terjadinya mutasi
gen yang dapat menyebabkan pembentukan penis yang tidak sempurna. 3) Riwayat Kesehatan Keluarga.
Adanya riwayat keturunan atau genetic dari orang tua atau saudarasaudara kandung dari pasien yang
pernah mengalami hipospadia.

2. Pola-pola fungsi kesehatan

a. Pola nyeri/kenyamanan

Pada umumnya pasien tidak mengalami gangguan kenyamanan dan tidak mengalami nyeri.

B. Pola nutrisi dan metabolisme Pada umumnya pasien hipospadia nutrisi cairan dan elektrolit dalam
tubuhnya tidak mengalami gangguan.

C.Pola aktivitas Aktifitas pasien hipospadia tidak ada masalah.

D Pola eliminasi Pada saat BAK ibu mengatakan anak harus jongkok karena pancaran kencing pada saat
BAK tidak lurus dan biasanya kearah bawah, menyebar dan mengalir melalui batang penis.

11

E. Pola tidur dan istirahat Pada umumnya pasien dengan hipospadia tidak mengalami gangguan atau
tiaak ada masalah dalam istirahat dan tidurnya.

f. Pola sensori dan kognitif Secara fisik daya penciuman, perasa, peraba dan daya penglihatan pada
pasien hipospadia adalan normal, secara mental kemungkinan tidak ditemukan adanya gangguan.

G. Pola persepsi diri Adanya rasa malu pada orang tua kalau anaknya mempunyai kelainan. Pada pasien
sendiri apabila sudah dewasa juga akan merasa malu dan kurang percaya diri atas kondisi kelainan yang
dialaminya.
H. Pola hubungan dan peran Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan peraen serta megnalami tmbahan dalam menjalankan perannya selama sakit.

3. Pemeriksaan Fisik a. Pemeriksaan genetalia Saat dilakukan inspeksi bentuk penis lebih datar dan ada
lekukan yang dangkal dibagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus, pada
kebanyakan penderita penis melengkung ke bawah(chordee) yang tampak jelas pada saat ereksi,
preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis tetapi menumpuk dibagian punggung penis,testis
tidak turun ke kantong skrotum. Letak meatus uretra berada sebelah ventral penis dan sebelah proximal
ujung penis. b. Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau pembesaran pada ginjal,
karena kebanyakan penderita hipospadia sering disertai dengan kelainan pada ginjal. c. Perhatikan
kekuatan dan kelancaran aliran urin Pada hipospadia aliran urin dapat membelok kearah bawah atau
menyebar dan mengalir kembali sepanjang batang penis. Anak dengan hipospadia penoskrotal atau
perineal berkemih dalam posisi duduk. Pada hipospadia glanduler atau koronal anak mampu untuk
berkemih dengan berdiri, dengan sedikit mengangkat penis ke atas.

4. Diagnosa Keperawatan Pre Op a. Gangguan eliminasi urin b.d obstruksi anatomic (aliran sulit diatur)
b. Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan c. Gangguan citra tubuh b.d malformasi
kongenital d. Disfungsi seksual b.d perubahan struktur atau fungsi penis (infertilasi) Post Op a. Nyeri
berhubungan dengan insisi pembedahan b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma
bedah c. Perubahan eliminasi urin b.d invasi kateter d. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan
kateter

12

5. Intervensi keperawatan a. Dx : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan malformasi kongenital


Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...X 24 jam diharapkan gangguan cintra tubuh
teratasi. Kriteria hasil : 1. Body image positif 2. Mampu mengidentifikasi kekuatan personal 3.
Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh 4. Mempertahankan interaksi sosial
IntervensiRasional

1. Terima persepsi persepsi diri untuk anak dan berikan jaminan memvalidasi perasaannya bahwa
ia dapat mengatasi krisis ini
2. Bantu anak yang sedang mendapatkan melakukan perawatan diri, kaji dasar pada pola koping
dan tingkat harga kemajuan psikologinya nilai pengukuran dirinya
3. . Bimbing dan kuatkan fokus 3. Untuk mendukung adaptasi anak pada aspek-aspek positif dan
dari berkelanjutan penampilannya dan kemajuan yang upayanya menyesuaikan diri dengan
perubahan citra tubuhnya b. Dx : Kecemasan berhubungan dengan prosedur pembedahan dan
kurangnya paparan informasi Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...X 24
Jam, diharapkan kecemasan dapat teratasi. Kriteria hasil : 1) Klien mampu mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala cemas

2) Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas 3) Vital sign
dalam batas normal 4) Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan Intervensi Rasional klien

3. Meningkatkan atau individual kontrol memungkinkan pemahaman pasien dan partisipasi dalam
perawatan pasca operasi 4. Informasi logistik mengenai 4. Informasikan terdekat pasien/orangmengenai
perjalanan, rencana komunikasi jadwal dan kamar operasi, mencegah keraguan dan kebingungan akan
kesehatan pasian, dan prosedur yang dokter/orang terdekat akan dilakukan c. Dx : Nyeri berhubungan
dengan insisi pembedahan Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...X 24 Jam,
diharapkan nyeri dapat berkurang. Kriteria hasil :

13

1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari bantuan)

2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri.

4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

5) Tanda vital dalam rentang normal

6). Tidak mengalami gangguan tidur Intervensi Rasional


Pendekatan komprehensif dapat membantu menyusun Berikan anak posisi nyaman intervensi posisi
semi fowler dengan kaki difleksikan akan membantu mengurangi otot Ajarkan anak teknik napas perut
Teknik orangtua menggunakan dengan sehingga napas membantu untuk dalam merelaksasikan otot
perut dan mengurangi teknik nyeri pengalihan perhatian Kolaborasi pada mengurangi nyeri dalam ketika
nyeri muncul Anjurkan tegangan dokter Pengalihan perhatian dapat membantu mengurangi nyeri
pemberian analgesik dan ketergantungan pada analgesik 5. Obat analgesik menghambat respon dapat
nyeri Dalam tubuh d. Dx : kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma bedah Tujuan : setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama ...X 24 Jam, diharapkan integritas kulit membaik. Kriteria hasil :

1). Menunjukan proses penyembuhan luka sesuai waktu tanpa komplikasi Intervensi :

1. Menyokong sisi bila Menurunkan mengubah posisi, batuk, napas kemungkinan jahitan terbuka dalam
dan ambulasi

2. Mengobservasi insisi secara Mempengaruhi periodik pilihan intervensi

3. Memberikan perawatan insisi rutin Meningkatkan penyembuhan

Dx : Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter dan luka bekas operasi Tujuan : setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama ...X 24 Jam, diharapkan resiko infeksi dapat dicegah Kriteria
hasil :

14

1). Tidak ada tanda – tanda inflamasi pada area yang dipasangi kateter dan pada luka operasi

1) 2) Luka operasi membaik tepat waktu 3) Warna urine normal 4) Anak minum dengan cukup
Intervensi : Intervensi Rasionaln1. Awasi tanda – tanda vital, 1. Dengan perhatikan
demam,menggigil, berkeringat, perubahan mental dan adanyaninfeksi/terjadinya sepsis, abses,
peritonitis meningkatnya nyeri abdomen. 2. Menurunkan resiko penyebaran 2. Lakukan
pencucian tangan bakteri. yang baik dan perawatan luka aseptik, berikan 3. Memberikan
perawatan paripurna. pengawasan penyembuhan. drainase 4. Pengetahuan tentang kemajuan
luka/drain dimasukkan), (bilasituasi memberikan dukungan adanya emosi, membantu
menurunkan eritema. 4. Berikan dini terjadinya proses infeksi, dan 3. Lihat insisi dan balutan,
catat karakterisitik deteksi ansietas. informasi yang 5. Kultur pewarnaan gram dan tepat, jujur
pada pasien atau sensitivitas berguna untuk orang terdekat. mengidentifikasikan organisme
penyebab dan pilihan terapi. 6. Dapat 5. Ambil contoh drainase bila diindikasikan. diperlukan
mengalirkan isi untuk abses terlokalisir. 7. Sebagai therapy farmakologi bila terajadi infeksi. 6.
Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan. 7. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik sesuai
indikasi

15

KASUS DAN PERTANYAAN

A. Kasus A.n Y usia 3 tahun dengan jenis kelamin laki-laki masuk RS 2 hari yang lalu dengan keluhan pada
saat miksi tidak memancar seperti halnya anak lakilaki yang lain. Menurut ibu, ibu tidak menyadari
bahwa miksi anaknya tidak memancar, ibu baru mengetahui hal tersebut pada saat anak akan dilakukan
sirkumsisi di puskesmas, tetapi dokter yang akan melakukan sirkumsisi menolak karena didapat uretra
anak tidak seperti anak normal biasanya. Posisi meatus anak itu terletak antara glands penis dan
scrotum. Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan data sebagai berikut: keadaan anak baik,
temperatur 36,80C ,nadi 96x/menit ,RR 24x/menit ,BB 10 kg ,TB 100 cm ,LK 48 cm ,LD 49 cm ,LLA
14cm ,BBL: 2700 gram ,PBL: 48cm ,peristaltik usus 7x/menit, turgor kulit baik ,keadaan kulit
bersih ,sklera tidak icteric, conjungtiva tidak anemis, abdomen simetris datar, tidak ada lesi. Hasil
laboratorium HB: 13,6 g/dl, leukosit: 6000 mg/dl, setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter, dokter
menganjurkan ibu agar anaknya dilakukan tindakan operasi dua tahap yang pertama operasi
chordektomi, dan untuk tahap kedua operasi uretroplasty. Mendengar hal itu orang tua sangat cemas
dan ketakutan karena orang tua tidak mengerti sama sekali tentang penyakit yang diderita anaknya. Dan
dokter menganjurkan sebelum dilakukan operasi anak harus melakukan pemeriksaan Rontgen, USG
sistem kemih kelamin, BNO-IVP, Kultur Urine. Setelah dilakukan operasi, anak menangis kesakitan akan
luka bekas operasinya dengan skala nyeri 5, nampak pada daerah genetalia terdapat luka operasi
sepanjang penis yaitu dari scrotum sampai glands penis (kurang lebih 5cm), tampak luka masih terlihat
basah dan pada perban terdapat rembesan darah, letak meatus uretra sudah berada ditengah gland
penis, terpasang kateter jumlah urine 500-700 cc/hari, warna kuning jernih.

B. Kata kunci

1. Miksi : buang air kecil

2. Sirkumsisi : tindakan memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit yang menutupi
depan penis.

3. Meatus : lubang uretra yang berada di ujung penis

4. Glands penis : kepala penis

16

5. Scrotum : kantung (terdiri dari kulit dan otot) yang membungkus testis atau buah zakar. Skrotum
terletak di antara penis dan anus serta di depan perineum.

6. LK : lingkar kepala Normal BBL : 32 – 38 cm. Normal usia 3 tahun : 45.5 – 52.5 cm

7. LD : lingkar dada Normal BBL : 30 – 38 cm

8. LLA : lingkar lengan atas , normal : 16 cm

9. BBL : berat badan lahir , normal 2500 – 4000 gram

10. PBL : panjang badan lahir normal 48 – 52 cm

11. Peristaltic usus :gerakan yang terjadi pada otot-otot pada saluran Pencernaan yang menimbulkan
gerakan semacam gelombang sehingga menimbulkan efek menyedot/menelan makanan yang masuk ke
dalam saluran pencernaan.
12. Sclera : bagian luar dari bola mata yang terusun dari zat tanduk dan merupakan lapisan yang kuat,
berwarna putih. 13. Conjungtiva : membrana mukosa (selaput lendir) yang melapisi kelopak & melipat
ke bola mata untuk melapisi bagian depan bola mata sampai limbus.

14. HB : hemoglobin, normal : 10-16 gr/dl

15. Leukosit : sel darah putih, normal : 5700-18000 sel/mm3

16. Chordektomi : pembedahan pada uretra

17. Uretropiasty : proses pembedahan plastic di bagian uretra

18. Rontgen : tindakan menggunakan radiasi untuk mengambil gambar bagian dalam dari tubuh
seseorang

19. BNO-IVP : pemeriksaan radioterapi pada urinary

20. Kultur urine : menyiapkan urine steril untuk pemeriksaan dengan cara pengambilan urin

17

C. Pertanyaan dan jawaban

1. Mengapa pada saat klien miksi tidak memancar ?

2. Mengapa posisi meatus terletak diantara glands penis dan scrotum ?

3. Mengapa klien harus dilakukan operasi Chordektomi dan Uretropiasty, dan apa fungsi dari operasi
tersebut ?

4.Dimana posisi normal letak meatus ?

5. Berapa BB ideal klien dan normal LLA ?

6. Mengapa harus diperiksa rontgen, USG sistem kemih, BNO-IVP dan kultur urin ?
7. Berapa normal LK, LD, BBL, PBL dan peristaltic usus?

8. Apa diagnose medis pada kasus ?

9. Apa data objektif dan data subjektif pada kasus ?

18

Jawaban pertanyaan:

1. Karena lubang uretra klien tidak normal ( tidak pada tempatnya)

2.Karena dipengaruhi oleh faktor pencetus : hormone, genetic, dan kongenital

3. Karena uretra klien abnormal melengkung kebawah sehingga miksi klien tidak memancar dan fungsi
dari chordektomi yaitu untuk meluruskan penis sehingga proses miksi lancar, dan oprasi uretropiasty
yaitu untuk membuat saluran miksi sehingga lubang miksi berada di ujung penis.

4. Letak meatus seharusnya berada di ujung penis (glands penis)


5. 14 kg BBI = umur x 2 + 8 BBI = 3 x 2 + 8 = 14 kg Normal LLA : 16 cm

6. Untuk mengetahui ada tidaknya kelainan dalam organ sistem perkemihan

7.Nomal LK : 45.5 – 52.5 cm Normal LD : Normal BBL : 2500 – 4000 gram Normal PBL : 48 – 52 cm
Normal peristaltic usus :

8. Hypospadia

9.Data subjektif :

A.Ibu klien mengeluh anaknya tidak memancar saat miksi seperti halnya anak laki-laki yang lain

B. Ibu baru mengetahui hal tersebut saat anak akan dilakukan sirkumsisi

C. Kedua orangtua klien sangat cemas dan ketakutan karena tidak mengerti sama sekali tentang
penyakit yang diderita anaknya.

D .Data objektif :

A. Posisi meatus klien terletak Antara glands panis dan scrotum

19

B. TTV : S = 36,80C , N = 96 x/mnt , R = 24 x/mnt

C.BB = 10 kg , TB = 100 cm , LK = 48, LD = 49, LLA =14, BBL = 2700 gram, PBL = 48 cm

D. Peristaltic usus = 7x/mnt

E. Turgor kulit baik , keadaan kulit bersih, sclera tidak icteric, conjungtiva tidak anemis, abdomen
simetris datar dan tidak ada lesi.

F. Hasil Hb : 13,6 gr/dl Leukosit : 6000 mg/dl

G.Setelah dilakukan operasi anak menangis kesakitan dengan skala nyeri 5

H Nampak pada daerah genetalia terdapat luka operasi sepanjang penis yaitu dari scrotum sampai
glands penis
20

Anda mungkin juga menyukai