PENDAHULUAN
Pada abad pertama, ahli bedah dari Yunani Heliodorus dan Antilius,
pertama-tama yang melakukan penanggulangan untuk hipospadia. Dilakukan
amputasi dari bagian penis distal dari meatus. Selanjutnya cara ini diikuti oleh
Galen dan Paulus dari Agentia pada tahun 200 dan tahun 400. Duplay memulai
era modern pada bidang ini pada tahun 1874 dengan memperkenalkan secara
detail rekonstruksi uretra. 1
Sekarang, lebih dari 200 teknik telah dibuat dan sebagian besar merupakan
multi-stage reconstruction; yang terdiri dari first emergency stage untuk
mengoreksi
stenotic
meatus
jika
diperlukan
dan
second
stage
untuk
Hipospadia terjadi sekitar 17 per 10.000 kelahiran bayi laki-laki dan merupakan
faktor kontribusi besar disabilitas anak serta ketika dewasa. Prevalensi hipospadia
pada setiap negara sangat bervariasi, di Australia barat prevalensi hipospadia
sekitar 4 sampai 43 kasus setiap 10.000 kelahiran.Beberapa peneliti menyatakan
bahwa terjadi peningkatan prevalensi hipospadia di beberapa negara, seperti di
Australia, Cina dan Denmark. 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hypospadia sendiri berasal dari dua kata yaitu hypo yang berarti
dibawah dan spadon yang berarti keratan yang panjang. Hipospadia adalah
kelainan kongenital dimana muara uretra eksterna (MUE) terletak di ventral
penis dan lebih ke proximal dari tempat normalnya (ujung gland penis).
Kelainan ini seringkali disertai adanya fibrosis pada bagian distal MUE yang
menyebabkan bengkoknya penis (chordae). 3
Berdasar letak anatomis orificium urethra externa, klasifikasi hipospadia
dibagi menjadi hipospadia anterior/distal/derajat 1, hipospadia media/derajat
2, dan hipospadia proksimal/derajat 3. Sebagian besar kasus hipospadia atau
sekitar 59% merupakan hipospadia anterior. 3
Hipospadia lebih sering terjadi pada bayi yang berat badan lahir rendah,
usia ibu terlalu tua, ibu yang mengalami infeksi selama hamil, ibu dengan
hipertensi atau preeklamsia, mengonsumsi alkohol dan obat-obatan, serta
bekerja di bidang agrikultural.3
2.2 Epidemiologi
Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1000
bayi baru lahir. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra
terletak didekat ujung penis, yaitu pada glans penis. Bentuk hipospadia yang
lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat ditengah batang penis atau pada
pangkal penis, dan kadang pada skrotum atau dibawah skrotum. Kelainan ini
seringkali berhubungan dengan chordae, yaitu suatu jaringan fibrosa yang
kencang yang menyebabkan penis melengkung ke bawah pada saat ereksi.
Bayi yang menderita hipospadia sebaiknya tidak disunat. Kulit depan penis
dibiarkan untuk digunakan pada pembentukan uretra. Rangkaian pembedahan
harus diupayakan telah selesai dilakukan sebelum anak mulai sekolah. Pada
2.5 Patofisiologi
1. Hipospadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembangan uretra dalam
utero.
2. Hipospadia dimana lubang uretra terletak pada perbatasan penis dan
3.
skrotum.
Hipospadia adalah lubang uretra bermuara pada lubang frenum, sedang
lubang frenumnya tidak terbentuk, tempat normalnya meatus urinarius
ditandai pada glans penis sebagai celah buntu. 4
biasanya
juga
membuktikan
bahwa
sebagian
besar
hypospadia
dan Michel
(2005)
belum
boleh
dilakukan
karena
hal
tersebut
tindakan sirkumsisi. 2
b. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mengetahui hipospadia pada masa kehamilan sangat sulit.
Berbagai sumber menyatakan bahwa hipospadia dapat diketahui segera
setelah kelahiran dengan inspeksi genital pada bayi baru lahir.
2.8 Penatalaksanaan
Tujuan operasi
pasien dapat
sama disebut satu tahap, bila dilakukan dalam waktu berbeda disebut dua
tahap. 7
Hal yang perlu dipertimbangkan dalam mencapai keberhasilan tindakan
operasi bedah hipospadia :
a. Usia ideal untuk repair hipospadia yaitu usia 1,5 bulan-2 tahun (sampai
usia belum sekolah) karena mempertimbangkan faktor psikologis anak
terhadap tindakan operasi dan kelainannya itu sendiri, sehingga tahapan
repai hipospadia sudah tercapai sebelum anak sekolah.
b. Tipe hipospadia dan besarnya penis dan tidaknya chordae.
c. Tiga tipe hipospadia dan besar phallus sangat berpengaruh terhadap
tahapan dan teknik operasi. Hal ini akan berpengaruh terhadap
keberhasilan operasi semakin kecil phallus dan semakin ke proksimal tipe
hipospadia semakin sukar terknik operasinya. 5
Pada semua tindakan operasi bedah hipospadia dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut:
a. Eksisi chordae. Teknik untuk tindakan penutupan luka dilakukan dengan
menggunakan preputium yang diambil dari bagian dorsal kulit penis.
Tahap pertama ini dilakukan pada usia 1,5 bulan-2 tahun. Eksisi chordae
bertujuan untuk melurukan phallus (penis) akan tetapi meatus masih pada
tempatnya yang abnormal.
b. Uretroplasty yang dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama. Teknik
reparasi ini dilakukan oleh dokter bedah plastik adalah teknik modifikasi
uretra. Kelebihan jaringan preputium ditransfer dari dorsum penis ke
permukaan ventral yang berfungsi menutupi uretra baru.
Komplikasi setelah rekonstruksi :
a. Perdarahan
b. Fistula uretrokutan, merupakan komplikasi yang tersering dan ini
digunakan sebagai parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada
prosedur operasi satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima
adalah 5-10% .
Fistula uretrokutan merupakan komplikasi yang paling sering terjadi dari
operasi hipospadia.
superposisi uretra dan garis jahitan pada kulit, infeksi luka operasi,
perforasi kulit akibat jahitan, dan tepi luka operasi yang memisah. Fistula
dapat timbul segera atau beberapa tahun setelah operasi. Fistula yang
timbul segera setelah operasi akibat dari penyembuhan lokal yang buruk,
bisa karena hematom, infeksi, dan aproksimasi yang terlalu tegang.
Terkadang fistula dapat menutup spontan dengan perawatan lokal yang
agresif dan disertai diversi urine.
c. Edema/pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat
bervariasi, juga terbentuknya hematom/ kumpulan darah dibawah kulit,
yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari paska
operasi.
d. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau
adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.
e. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing
berulang
atau pembentukan batu saat pubertas.
f. Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh
angulasi dari anastomosis. 2
2.9 Prognosis
Prognosis pada pasien hipospadia adalah baik bila dengan terapi yang
adekuat yaitu dengan chordee dan rekonstruksi lubang meatus melalui
pembedahan. Pembedahan harus dilakukan sebelum usia sekolah (sekitar usia
2 tahun).
Secara umum hasil fungsional dari one-stage procedure lebih baik
dibandingkan dengan multi-stage procedures karena insidens terjadinya fistula
atau stenosis lebih sedikit dan lamanya perawatan di Rumah Sakit lebih
singkat dan prognosisnya singkat. 3
BAB III
KESIMPULAN
Hipospadia adalah kelainan kongenital dimana MUE terletak di ventral
penis dan lebih ke proximal dari tempat normalnya (ujung gland penis).
10
Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1.000 bayi
baru lahir. Kebanyakan lubang uretra terletak di dekat ujung penis, yaitu pada
glans penis. Bentuk hipospadia yang terjadi jika lubang uretra terdapat di tengah
batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum (kantung zakar)
atau di bawah skrotum. Kelainan ini seringkali berhubungan dengan kordi, yaitu
suatu jaringan fibrosa yang kencang, yang menyebabkan penis melengkung ke
bawah pada saat ereksi.
Diagnosis bisa juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik. Jika
hipospadia terdapat di pangkal penis, mungkin perlu dilakukan pemeriksaan
radiologis untuk memeriksa kelainan bawaan lainnya.Bayi yang menderita
hipospadia sebaiknya tidak disunat. Kulit depan penis dibiarkan untuk digunakan
pada pembedahan. Rangkaian pembedahan diupayakan telah selesai dilakukan
sebelum anak mulai sekolah. Pada saat ini, diupayakan dilakukan sebelum anak
berumur 18 bulan. Jika tidak diobati, mungkin akan terjadi kesulitan dalam
pelatihan buang air pada anak dan pada saat dewasa nanti, mungkin akan terjadi
gangguan dalam melakukan hubungan seksual.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sastrasupena H., Hipospadia, Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah,
Binarupa Aksara, Jakarta, 1995: 428-435
11
Dikutip
12