PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN HIPOSPADIA
Hipospadia berasal dari dua kata yaitu hypo yang berarti di bawah dan spadon
yang berarti keratan yang panjang..Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana
meatus uretra eksterna berada di bagian permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal
dari tempatnya yang normal (ujung glanss penis) (Arif Mansjoer, 2000). Hipospadia
adalah kelainan bawaan berupa urethra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis
(Ngastiyah, 2005).Berdasarkan dari dua definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa
hipospadia adalah suatu kelainan bawaan sejak lahir dimana lubang uretra terdapat di
penis bagian bawah bukan diujung penis. Sebagaian besar anak dengan kelainan
hipospadia memiliki bentuk batang penis yang melengkung. Biasanya di sekitar lubang
kencing abnormal tersebut terbentuk jaringan ikat (fibrosis) yang bersifat menarik dan
mengerutkan kulit sekitarnya. Jika dilihat dari samping, penis tampak melengkung seperti
kipas (chordee, bahasa latin); secara spesifik jaringan parut di sekitar muara saluran
kencing kemudian disebut chordee. Tidak setiap hipospadia memiliki chordee.
Seringkali anak laki-laki dengan hipospadia juga memiliki kelainan berupa testis
yang belum turun sampai kekantung kemaluannya (undescended testis). Hipospadia
merupakan kelainan bawaan yang jarang ditemukan, dengan angka kekerapan 1 kasus
hipospadia pada setiap 250-400 kelahiran bayi laki-laki hidup.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Hipospadia terjadi kurang lebih pada 1 dari 250 kelahiran bayi laki-laki di
Amerika Serikat. Pada beberapa negara insiden hipospadia semakin meningkat. Laporan
saat ini, terdapat peningkatan kejadian hipospadia pada bayi laki-laki yang lahir
premature, kecil untuk usia kehamilan, dan bayi dengan berat badan rendah. Hipospadia
lebih sering terjadi pada kulit hitam daripada kulit putih, dan pada keturunan Yahudi dan
Italia.
2.3 ETIOLOGI
Hipospadia hasil dari fusi yang tidak lengkap dari lipatan uretra
terjadi pada usia kehamilan pada minggu ke 8 dan ke 14. Diferensiasi seksual laki-laki
pada umumnya tergantung pada hormone testosteron, dihydrotestosteron, dan ekspresi
reseptor androgen oleh sel target. Gangguan dalam keseimbangansistem endokrin baik
faktor-faktor endogen atau eksogen dapat menyebabkanhipospadia. Indikasi untuk
2
beberapa faktor risiko lain juga te lah dilaporkan. Namun, etiologi hipospadia
masih belum diketahui. (Brouwers, 2006).
1. Metabolisme Androgen
Diferensiasi seksual yang normal tergantung pada testosteron dan
metabolismenya bersamaan dengan kehadiran reseptor androgen fungsional. Gangguan
genetik dalam jalur metabolisme androgen dapat menyebabkan hipospadia. Meskipun
kelainan dalam metabolism androgen dapat menyebabkan hipospadia yang berat, namun
tidak dapat menjelaskan etiologi terjadinya hipospadia yang sedang dan ringan. (Baskin,
2000)
2. Gangguan Endokrin
Salah satu penyebab hipospadia disebabkan adanya kontaminasi lingkungan,
dimana dapat mengintervensi jalur androgen yang normal dandapat mengganggu sinyal
seluler. Hal ini dapat diketahui dari beberapa bahan yang sering dikonsumsi oleh manusia
yang banyak mengandung aktivitas ekstrogen, seperti pada insektisida yang sering
digunakan untuk tanaman, estrogen alami pada tumbuhan, produk-produk plastik, dan
produk farmasi. Selain itu, banyak bahan logam yang digunakan untuk industry makanan,
bagian dalamnya dilapisi oleh bahan plastic yang mengandung substansi estrogen.
Substansi estrogen juga dapat ditemukan pada air laut dan air segar, namun jumlahnya
hanya sedikit. Ketika estrogen tersebut masuk ke dalam tubuh hewan, jumlah estrogen
paling tinggi berada pada puncak rantai makanan, seperti kain besar, burung, mamalia
laut dan manusia, sehingga menyebabkan kontaminasi estrogen yang cukup besar. Pada
beberapa spesies, kontaminasi estrogen dapat mempengaruhi fungsi reproduksi dan
kesehatan. Sebagai contoh, terjadi penipisan kulit telur karena pengaruh estrogen.
(Baskin, 2000)
3. Faktor Genetik
Usia ibu saat melahirkan dapat menjadikan salah satu faktor resiko terjadinya
hipospadia. Sebuah langsung korelasi terlihat antara usia ibu yang tua dapat
meningkatkan kejadian hipospadia, dan lebih ditandai dengan bentuk parah dari cacat
lahir.
3
c. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang
hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
d. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
e. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
f. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
g. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
h. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
i. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
2.5 DIAGNOSIS
Ketika pasien pertama kali datang, pertanyaan dibuat mengenai riwayat obat-
obatan diawal kehamilan, riwayat keluarga, arah dan kekuatan cairan kemih dan adanya
penyemprotan pada saat buang air kecil. Pemeriksaan fisik meliputi kesehatan umum dan
perkembangan pertumbuhan dengan perhatian khusus pada system saluran kemih seperti
pembesaran salah satu atau kedua ginjal dan amati adanya cacat lahir lainnya. Khas pada
hipospadia adalah maetus uretra pada bagian ventral dan perselubungan pada daerah
dorsal serta terdapat defisiensi kulit preputium, dengan atau tanpa chordee dan hipospadia
berat berupa suatu skrotum bifida. Ukuran meatus uretra dan kualitas dinding uretra
(corpus spongiosum) pada proksimal meatus juga berbeda. Derajat hipospadia sering
digambarkan sesuai dengan posisi meatus uretra dalam kaitannya dengan penis dan
skrotum. Ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk kemungkinan timbul keraguan
karena dengan adanya Chordee yang signifikan.
Sebuah meatus yang berada di wilayah subcoronal mungkin sebenarnya juga
snagat dekat dengan persimpangan penoscrotal dank arena itu setelah koreksi chordee,
meatus akan surut ke daerah proksimal batang penis memerlukan rekonstruksi uretra yang
luas. Sebaliknya, meatus yang terletak di wilayah subcoronal dalam ketiadaan
chordeecocok dengan hipospadia ringan. Oleh karna itu, karena kehadiran chordee yang
signifikan, posisi meatus uretra harus dijelaskan dalam kaitannya dengan persimpangan
penoscrotal dan korona. Tingkat chordee dapat secara akurat dinilai dengan induksi ereksi
dengan mengompresi kavernosum terhadap rami pubis. Kehadiran satu atau kedua testis
di skrotum harus dicatat. Pada sebagian besar kasus, pasien dengan testis hipospadia
ringan sampai sedang dan kedua testis yang dapat turun secara genotif adalah laki-laki
normal. Namun dalam kasus hipospadia yang berat terutama bila dikaiatkan dengan testis
yang tidak turun baik unilateral atau bilateral, muncul pertanyaan tentang interseks. (Man,
1958).
4
Bebrapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu urethtroscopy dan
cytosocopy untuk memasatikan organ-organ seksinternal terbentuk secara normal.
Excretory urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas congenital
pada ginjal dan ureter.
2.6 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan hipospadia adalah dengan jalan pembedahan. Tujuan prosedur
pembedahan pada hipospadia adalah:
1. Membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee.
2. Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis(Uretroplasti).
3. Untuk mengembalikan aspek normal dari genitalia eksterna (kosmetik).Pembedahan
dilakukan berdasarkan keadaan malformasinya. Padahipospadia glanular uretra distal ada
yang tidak terbentuk, biasanya tanpa recurvatum, bentuk seperti ini dapat direkonstruksi
dengan flap lokal (misalnya, prosedur Santanelli, Flip flap, termasuk preputium plasty).
Operasi sebaiknya dilaksanakan pada saat usia anak yaitu enam bulansampai usia
prasekolah. Hal ini dimaksudkan bahwa pada usia ini anak diharapkan belum sadar
bahwa ia begitu spesial, dan berbeda dengan teman-temannya yang lain yaitu dimana
anak yang lain biasanya miksi (buang air seni) dengan berdiri sedangkan ia sendiri harus
melakukannya dengan jongkok agar urin tidak merembes ke mana-mana. Anak yang
menderita hipospadia hendaknya jangan dulu dikhitan, hal ini berkaitan dengan tindakan
operasi rekonstruksi yang akan mengambil kulit preputium penis untuk menutup lubang
dari sulcus uretra yang tidak menyatu pada penderita hipospadia.
Tahapan operasi rekonstruksi antara lain:
1. Meluruskan penis yaitu orifisium dan canalis uretra senormal mungkin.Hal ini
dikarenakan pada penderita hipospadia biasanya terdapat suatuchorda yang merupakan
jaringan fibrosa yang mengakibatkan penis penderita bengkok. Langkah selanjutnya
adalah mobilisasi (memotong dan memindahkan) kulit preputium penis untuk menutup sulcus uretra.
2. (Uretroplasty). Tahap kedua ini dilaksanakan apabila tidak terbentuk fossa naficularis
pada glans penis. Uretroplasty yaitu membuat fassanaficularis baru pada glans penis yang
nantinya akan dihubungkan dengan canalis uretra yang telah terbentuk sebelumnya
melalui tahap pertama.
Tidak kalah pentingnya pada penanganan penderita hipospadia
adalah penanganan pascabedah dimana canalis uretra belum maksimal dapat digunakan
untuk lewat urin karena biasanya dokter akan memasang sonde untuk memfiksasi canalis
uretra yang dibentuknya. Urin untuk sementara dikeluaskan melalui sonde yang
5
dimasukkan pada vesica urinaria (kandungkemih) melalui lubang lain yang dibuat olleh
dokter bedah sekitar daerah di bawah umbilicus (pusar) untuk mencapai kandung kemih.
6
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa Kriteria
No. Intervensi NIC Hasil NOC
Keperawatan Evaluasi
7
kateter. ~ Meminimalkan sel dan jaringan ~ Pasien telah
nenyebaran dan pada luka terbuka. memperlihatkan
penularan agens hygiene
infesius. personal yang
~ Mencegah dan adekuat.
mendeteksi dini
infeksi pada pasien.
8
BAB IV
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Hipospadia merupakan kelainan kongenital yang disebabkan oleh
faktor lingkungan, genetika dan ketidakseimbangan hormon.
2. Dalam penatalaksanaannya hipospadia perlu dilakukan pembedahandengan
tujuan:
a. Membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee.
b. Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis (Uretroplasti).
c. Untuk mengembalikan aspek normal dari genitalia eksterna(kosmetik).
3.2 SARAN
Untuk mencegah terjadinya hipospadia pada neonatus dari segi faktor lingkungan
pada saat ibu hamil, sebaiknya ibu menghindari atau meminimalisasi paparan polutan dan
zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
9
DAFTAR PUSTAKA
1) ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/download/3292/2835
2) http://hamsahpk4.blogspot.co.id/2013/11/makalah-askep-hypospadia.html
3) idha2793.blogspot.com/2012/09/makalah-hipospadia.html
10
11