Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

“ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TYPHUS


ABDOMINALIS”

Dosen : Ns. Welmin Lumi, S.Kep., M.Kes

Elizabeth Purba, SPd., SST., M.Kes

KELOMPOK 15:

BRITNEY PANGOW

MICHELLE POLI

VALENIA KILIS

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

AKADEMIK KEPERAWATAN BETHESDA TOMOHON

2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang maha Esa, atas segala rahmat dan karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN ANAK DENGAN THYPUS ABDOMINALIS”

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan dari kekurangan-kekurangan yang ada, sehingga karya tulis ini ini
bisa bermanfaat.

Akhir kata, kami berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya tulis ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................2
1.3 Tujuan................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
A. Pengertian..............................................................................................................3
B. Etiologi...................................................................................................................3
C. Patologi..................................................................................................................4
D. Patofisiologi...............................................................................................................5
E. Manifestasi Klinik..................................................................................................6
F. Komplikasi.............................................................................................................7
G. Pemeriksaan Laboratorium.....................................................................................8
H. Penatalaksanaan.....................................................................................................9
I. Konsep Asuhan Keperawatan Typhus Abddominalis...............................................11
BAB III PENUTUP.........................................................................................................20
A. Kesimpulan.............................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Typhus Abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan
pada pencernaan dan gangguan kesadaran. Penyakit typhus abdominallis atau
demam thypod merupakan problem atau masalah yang serius bagi kesehatan
masyarakat di Negara-negara yang berkembang seperti halnya Indonesia yang
memiliki iklim tropis banyak di temukan penyakit infeksi salah satuhnya Typhus
Abdominalis yang di temukan sepanjang tahun. Typhus abdominalis di sebabkan
oleh salmonella tyhpi . Bila salmonella tyhpi berjalan bersama makanan atau
terkontaminasi, ia berserang dijaringan limfoid pada dinding usus. Aliran limfe
membawa organ ini kedalam hati dan empedu.

Gejala demam tipoid atau Typhus abdominalis adalah suhu tubuh meningkat
hingga 40c dengan frekuensi nadi relative lambat. Sering ada nyeri tekan di perut.

Penyebabnya adalah kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B


dan C, selain demam enterik kuman ini dapat juga menyebabkan gastroenteritis
(keracunan makanan) dan septikemia (tidak menyerang usus). Penyakit ini banyak
diderita oleh anak-anak, namun tidak tertutup kemungkinan untuk orang
muda/dewasa. Kuman ini terdapat didalam kotoran, urine manusia, dan juga pada
makanan dan minuman yang tercemar kuman yang dibawa oleh lalat. Dalam
masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama thypus, tetapi dalam dunia
kedokteran disebut Tyfoid fever atau thypus abdominalis, karena pada umumnya
kuman menyerang usus, maka usus bisa jadi luka, dan menyebabkan perdarahan,
serta bisa pula terjadi kebocoran usus.

Di Indonesia, diperkirakan insiden demam enterik adalah 300 – 810 kasus per
100.000 penduduk per tahun. Menurut hasil SKRT tahun 1986 bahwa 3 % dari
seluruh kematian (50.000 kematian) disebabkan oleh demam enterik. Penyakit ini

1
meskipun sudah dinyatakan sembuh, namun penderita belum dikatakan sembuh
total karena mereka masih dapat menularkan penyakitnya kepada orang lain
(bersifat carrier). Pada perempuan kemungkinan untuk menjadi carrier 3 kali lebih
besar dibandingkan pada laki-laki. Sumber penularan utama ialah penderita
demam enterik itu sendiri dan carrier, yang mana mereka dapat mengeluarkan
berjuta-juta kuman Salmonella typhi dalam tinja dan tinja inilah yang merupakan
sumber pencemaran.

Kuman tersebut masuk melalui saluran pencernaan, setelah berkembang biak


kemudian menembus dinding usus menuju saluran limfa, masuk ke dalam
pembuluh darah dalam waktu 24-72 jam. Kemudian dapat terjadi pembiakan di
sistem retikuloendothelial dan menyebar kembali ke pembuluh darah yang
kemudian menimbulkan berbagai gejala klinis.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Asuhan Keperawatan Anak Dengan Thypus Abominalis

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Anak Dengan Thypus Abdominalis

BAB II
PEMBAHASAN

2
A. Pengertian
Demam tyfoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai
dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difusi,
pembentukan mikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal ileum (Soegeng
Soegijanto, 2002).

Typus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit
kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi, kadang-kadang pembesaran
hati/limpa/atau keduanya.

Typoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejal-gejala


sistemik yang disebabkan oleh salmonella typosa, salmonellatype A,B,C
penularan terjadi secara pecal, oral, melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi (Mansoer Orief. M, 2009).

B. Etiologi
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasive yang ditandai oleh
demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi, diare. Etiologi tipoid dan paratyphoid
adalah S.typhi, S. Paratyhpi A, S. Paratyhpi B, S. Paratyhpi C. (Arjatmo
Tjokronegoro, 2007), yaitu :
a.) Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar,
tidak berspora yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu :
Antigen O (somatic, terdiri dari zat komplek liopolisakarida), Antigen H
(flagella), Antigen V1 dan protein membrane hialin.
b.) Salmonella paratyphi A, B, dan C merupakan bagian dari virus Salmonella
yang dapat ditentukan dengan adanya pemeriksaan laboratorium.
c.) Faces dan urine dari penderita thypus (Rahmat Juwono, 2006)

C. Patologi
Pada dasarnya thypus abdominalis merupakan penyakit system
retikuloendotelial yang menunjukkan diri terutama pada jaringan limfusus, limpa,
hati, dan sum-sum tulang. Di usus, jaringan limfa terletak antemesenterian pada
dindingnya, dan dinamai plakat Peyer*. Usus yang terserang tifus umumnya ileum

3
terminale, tetapi kadang bagian lain usus halus dan kolon proksimal juga
dihinggapi. Pada permulaan plakat peyer penuh dengan fagosit, membesar,
menonjol, dan tampak seperti infiltrate atau hyperplasia di mukosa usus. Pada
akhir minggu pertama infeksi terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih besar di
ileum daripada di kolonsesuai dengan ukuran plakat Peyer yang ada disana.
Kebanyakan tukaknya dangkal, tapi kadang lebih dalam sampai menimbulkan
pendarahan. Perforasi terjadi pada tukak yang menembus serosa. Setelah penderita
sembuh biasanya ulkus membaik tanpa menimbulkan jaringan parut dan fibrosis.
Jaringan retikuloendeotelial lain juga mengalami perubahan. Kalenjar limfa
mesentrial penuh fagosit sehingga kalenjar besar dan melunak. Hati menunjukkan
proliferasi sel polimor fonuklear dan mengalami nekrosis fokal. Jaringan system
lain hampir selalu terlibat. Kandung empedu selalu terinfeksi, dan bakteri hidup
dalam empedu. Seduah sembuh, empedu penderita dapat tetap mengandung
bakteri, yang bersangkutan menjadi pembawa kuman. Sel ginjal mengalami
pembengkakan keruh yang mengandung koloni bakteri. Itu sebabnya pada
minggu pertama ditemukan kumannya dalam air kandung kemih. Bila sembuh
penderita demikian menjadi pembawa kuman yang menularkan lewat kemihnya.
Parotitis danorkitis kadang ditemukan pada penderita demam tifoid, sedangkan
bronchitis hampir selalu ada. Kadang terjadi pneumonia pada tifus abdominalis
lebih sering terjadi sekunder oleh infeksi pneumokokus.

Otot jantung membengkak dan menjadi melunak serta memberikan gambaran


miokarditis. Biasanya tekanan darah turun dengan nadi lambat (bradikardia
relative) akibat miokarditis tersebut. Vena sering mengalami thrombosis terutama
v.femoralis, v.safena, dan sinus di otak. Otot lurik dapat mengalami degenerasi
Zenker* berupa hilangnya striae transversals disertai pembengkakan otot. Otot
yang sering terserang adalah otot diafragma, m.rektus abdomis, dan otot paha. Ini
yang mendasari kelemahan otot pada penderita.toksin di otot dapat juga
menyebabkan rupture spontan disertai pendarahan local. Infeksi sekunder
kemudian menyebabkan abses di otot bersangkutan. Tulang dapat menunjukkan
lesi supuratif berupa abses. Osteomielitis itudapat berlangsung sampai bertahun-
tahun. Yang paling sering terkena adalah tibia, sternum, iga, dan ruas tulang
belakang. Pada demam tifoid sering didapat gambaran piogenik disertai adanya

4
basil tifus yang hidup darah. Infeksi disumsum tulang dapat ditunjukkan dengan
gambaran leokopenia disertai dihilangnya sel polimorfonuklear dan eosinofil,
dan bertambahnya sel mononuclear. Infeksi terjadi pada saluran pencernaan.
Basil diserap usus halus masukke dalam peredaran darah sampai di organ-organ
terutama hati dan limfe. Basil yang tidak hancur berkembang biak di dalam hati
dan limfe sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri dan
perabaan. Kamu dan bila basil kembali masuk ke dalam darah (bakteriemia) dan
melanjutkan keseluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus
halus menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa di atas plak nyeri,
tukak tersebut dapat mengakibatkan pendarahan dan perforasi usu halus, gejala
demam disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran
pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus.

D. Patofisiologi
Penyakit typhoid disebabkan oleh basil Salmonella typhosa. Penularan dapat
terjadi melalui mulut lewat makanan yang tercemar kemudian kuman
mengadakanpenetrasi ke usu halus dan jaringan limfoid dan berkembang biak.

Selanjutnya kuman masuk ke aliran darah dan mencapai retikuloendoteal pada


hati dan limpa, sehingga organ-organ tersebut membesar disertai rasa nyeri pada
perabaan.

Proses ini terjadi pada masa tunas 10-14 hari dan berakhir saat sel-sel
retikuloendoteal melepaskan kuman ke dalam darah. Kuman-kuman selanjutnya
ke dalam beberapa organ-organ tubuhterutama kelenjar lymphoid usus halus dan
menimbulkan tukak yang berbentuk lonjong pada mukosa di atas plak pejeri.
Tukak dapat menyebabkan terjadinya pendarahan dan perforasi usus.

E. Manifestasi Klinik
Gejala klinik yang pertama timbul disebabkan oleh bakteremia yang
mengakibatkan gejala toksis umum seperti letargi, sakit kepala, demam, dan
beradikardia. Selanjutnya gejala disebabkan oleh gangguan sistem retikulo
endothelial, umpanya kelainan hematologi, gangguan faal hati dan nyeri diperut.

5
Kelompok gejala lainnya disebabkan oleh komplikasi seperti ulserasi di usus
dengan penyakitnya.

Masa tunas biasanya 5 sampai 14 hari, tetapi dapat sampai 5 minggu. Pada
kasus ringan dan sedang, penyakit biasanya berlangsung 4 minggu. Timbulnya
berangsur, mulai dengan tanda malaise, anoreksia, nyeri kepala, nyeri seluruh
badang, letargi, dan demam. Demam ini tidak selalu khas, kadang mirip dengan
demam pada influenza, tidak enak atau nyeri diperut. Konstifasi sering ada, tetapi
diare juga sering ditemukan.

Kelainan maskulopapural berupa roseola berdiameter 2-5 mm terdapat pada


kulit perut bagian atas dan dada bagian bawah. Kelainan yang berjumlah kurang
lebih 20 buah ini hanya tampak selama 2-4 hari pada minggu pertama. Pada
minggu kedua demam umumnya menetap tinggi (demam kontinu) dan penderita
tampak sakit berat. Perut tampak distensi dan terdapat gangguan sistem
pencernaan. Diare dapat mulai, kadang disertai perdarahan saluran cerna. Keadaan
berat ini berlangsung sampai dengan minggu ketiga. Selain alergi penderita
mengalami delirium bahkan sampai koma akibat endotoksemia. Pada minggu
ketiga ini tampak gejala fisik lain berupa bradikardia relatif dengan limpa
membesar lunak.

Perbaikan dapat mulai terjadi pada akhir minggu ketiga dengan suhu badan
menurun dan keadaan umum tampak baik.

Tifus abdominalis dapat kambuh satu sampai dua minggu setelah demam hilang.
Kambuhan ini dapat ringan saja, tetapi dapat berat, dan mungkin terjadi dua atau
tiga kali. Gambaran klinik yang biasa ditemukan adalah:

a. Demam

Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat remiten dan suhu
tinggi sekali selama minggu pertama, suhu badan berangsur-angsur naik setiap
hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore hari dan
malam hari. Dalam minggu kedua pasienterus berada dalam keadaan demam,
pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.

6
b. Gangguan pada saluran pencernaan

nyeri palpasi. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau
normal.

c. Gangguan kesadaran umum

Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berada dalam kondisi


apatis, sampa samnolen jarang terjadi stupor, koma, atau gelisah (kecuali penyakit
berat dan terlambat mendapat pengobatan). Disamping gejala-gejala tersebut
mungkin terdapat gejala lainnya pada punggung dan anggota gerak dapat
ditemukan bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit, yang
dapat ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula
bradikardi dan epistaksis (mimisan) pada anak besar.

F. Komplikasi
Dapat terjadi pada:
a. Usus halus,umumnya jarang terjadi akan tetapi sering total yaitu:

1) Pendarahan usus, bila pendarahan hanya sedikit ditemukan jika dilakukan


pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika pendarahan banyak terjadi melena, dapat
disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.

2) Perporasi usus, timbil biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu terjadi pada
bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat
ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum. Yaitu pekak hati menghilang
dan terdapat udara di antara hati dan diafragma pada foto abdomen yang dibuat
dalam keadaan tegak.

3) Peritonitis, biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi


usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat, dinding
abdomen tegang dan nyeri tekan.

b. Komplikasi luar usus terjadi karena lokalisasi peradangan akibat


sepsismaningitis, koleistisis, encepalopati, dan lain-lain. Terjadi karena
infeksisekunder yaitu : bronkopneumonia.

7
G. Pemeriksaan Laboratorium
a.) Pemeriksaan darah tepi:dapat ditemukan leukopenia, limfositosis relatif,
aneosinofilia, trombositopenia, anemia.
b.) Biakan empedu: basil salmonella typhi ditemukan dalam darah
penderitabiasanya dalam minggu pertama sakit.
c.) Uji widal: adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibodi(aglutinin).

Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien
dengan thypoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen
yang digunakan pada uji widal adalah suspensisalmonella yang sudah dimatikan
dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serumklien yang disangka menderita typhoid. Akibat
infeksi oleh salmonellathypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu:

 Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal daritubuh


kuman).
 Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dariflagel
kuman).
 Aglutini Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal darisimpai
kuman). Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien
menderita typhoid.
d.) Pemeriksaan SGOPT dan SGPTSGOT dan SGPT pada demam typhoid
seringkali meningkat tetapidapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

H. Penatalaksanaan
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:

a. Pemberian antibiotik ; untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran


kuman. Antibiotik yang dapat digunakan :
a) Kloramfenikol ; dosis hari pertama 4X250 mg, hari kedua 4X500 mg,
diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian

8
dosis diturunkan menjadi 4X250 mg selama 5 hari kemudian.
Penelitian terakhir (Nelwan, dkk. Di RSUP Persahabatan), penggunaan
klomfenikol msih memperlihatkan hasil penurunan suhu 4 hari, sama seperti
obat-obat terbaru dari jenis kuinolon.
b) Ampisilin/amoksisilin ; dosis 50-150 mg/kg/BB, diberikan selama 2
minggu.
c) Kotrimoksazol ; 2X2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg
sulfametoksazol-80 mg trimetoprim, diberikan selama dua minggu pula.
d) Sefalosporin generasi II dan III dapat berhasil mengatsi demam dengan
baik. Demam pada umumnya mereda pada hari ke-3 atau menjelang hari ke-4.
Regimen yang dipakai adalah:
-Seftriakson 4 g/hari selama 3 hari.
-Norfloksasin 2 X 400 mg/hari selama 14 hari.
-Siprofloksasin 2 X 500 mg/hari selama 6 hari.
-Ofloksasin 600 mg/hari selama 7 hari.
-Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari.
-Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari.

b. Istirahat dan perawatan professional. Bertujuan mencegah komplikasi dan


mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7
hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan
bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu sekali
dijaga hygiene perseorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian, dan
peralatan yang dipakai oleh pasien. Pasien dapat kesadaran menurun, posisinya
perlu diubah-ubah untuk mencegah dekubitus, dan pneumonia hipostatik.
Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena kadang-kadang terjadi
obstipasi dan retensi urin.

c. Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suporatif). Pertama pasien diberi diet
bubur saring, kemudian bubur kasar, dan akhirnya nasi sesuai tingkat
kesembuhan pasien. Namun bebrapa penelitian menunjukkan bahwa
pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa
(pantang sayur dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman. Juga diperlukan

9
pemberian vitamin dan mineral yang cukup untuk mendukung keadaan umum
pasien. Diharapkan dengan menjaga keseimbangan dan hemoestasis, sistem imun
akan tetap berfungsi dengan optimal.Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan
septik diperlukan perawatan intensif dengan nutrisi parenteral total. Spektrum
antibiotic maupun kombinasi bebrapa obat yang bekerja secara sinergis dapat
dipertmbangkan. Kortikosteroid selalu perlu diberikan pada renjatan septik.
Prognosis tidak begitu baik pada kedua keadaan di atas. Namun berbeda dengan
pengobatan pada penderita demam tifoid yaitu untuk wanita hamil. Tidak
semua antibiotik dapat diberikan. Kloram fenikol tidak boleh diberikan pada
trimister ketiga kehamilan, karena dapat menyebabkan partus prematur, kematian
fetus intrauterin,dan sindrom Gray pada neonatus. Demikian pula dengan
tiamfenikol yang mempunyai efek teratogenik terhadap fetus. Namun pada
kehamilan lebih lanjut tiamfenikol dapat diberikan. Selain itu,
kotrimoksazol dan fluorokuinolon juga tidak boleh diberikan. Antibiotik yang
aman bagi kehamilan adaah golongan penisil (ampisin, amoksisilin), dan
sefalosporin generasi ketiga, kecuali pasien yang hipersensitif terhadap obat
tersebut.

10
I. Konsep Asuhan Keperawatan Typhus Abddominalis
1) Pengkajian:
a. Identitas
Di dalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan,
no.registrasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan,
tanggal MR.

b. Keluhan Utama
Pada pasien typhoid biasanya mengeluh perut mual dan kembung, nafsu makan
menurun, panas, dan demam.

c. Riwayat Kesehatan Sekarang


Pada umumnya penyakit pada pasien Typhoid adalah demam, anoreksia, mual,
diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemia), nyeri kepala pusing, nyeri
otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.

d. Riwayat Kesehatan dahulu


Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit dan dirawat dengan yang
sama, atau apakah menderita penyakit lainnya.

e. Riwayat kesehatan keluarga


Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita yang sama atau
sakit yang lainnya.

f. Riwayat Psikososial
Intrapersonal: perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih).
Interpersonal: hubungan dengan orang lain.

g. Pola fungsi kesehatan


- Pola nutrisi dan metabolism

11
Biasanya nafsu makan klien berkurang, adanya mual, muntah selama sakit, lidah
kotor, dan terasa pahit waktu makan sehingga dapat memepengaruhi status
nutrisi berubah karena terjadi gangguan pada usus halus.
- Pola istirahat dan tidur
Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien merasakan sakit
pada perutnya, mual, muntah, kadang diare. Kebiasaan tidur pasien akan
terganggu dikarenakan suhu badanyang meningkat, sehingga pasien merasa
gelisah pada waktu tidur.
- Pola persepsi dan tatalaksana kesehatan
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam
kesehatannya.
- Pola aktifitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien
akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
- Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi referensi bila dehidrasi karena panas
yang meninggi, konsumsi cairan tidak sesuai dengan kebutuhan.
- Pola reproduksi dan seksual
Mengalami perubahan pada pasien yang telah menikah.
- Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan memengaruhi pengetahuan dan
kemampuan dalam merawat diri.
- Pola persepsi dan konsep diri
Di dalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
penyakitnya.
- Pola penanggulangan stress
Stress timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
penyakitnya.
- Pola hubungan interpersonal
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap berhubungan interpersonal
dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama
sakit.

12
- Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distress dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas
dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.

h. Pemeriksaan Fisik
- Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar - tidak sadar (composmentis - coma)
untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.
- Tanda - tanda vital dan keadaan umum
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum
pasien / kondisi pasien. Disamping itu juga penimbangan BB untuk mengetahui
adanya penurunan BB karena peningakatan gangguan nutrisi yang terjadi,
sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan. Biasanya pada pasien
typhoid mengalami badan lemah, panas, pucat, mual, perut tidak enak, anorexia.
- Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva
anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi
dan ditengah merah, fungsi pendengaran normal leher simetris, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid.
- Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan
nyeri tekan.
- Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping
hidung.
- Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang
meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami
peningkatan suhu tubuh. Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat
banyak, akral hangat.
- Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien
bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.

13
- Sistem muskuloskoletal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.
- Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar tiroid dan tonsil.
- Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita
penyakit thypoid.

2) Diagnosa Keperawatan
- Peningkatan suhu tubuh b.d infeksi Salmonella Typhii
- Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia,
- Intoleransi aktivitas b.d peningkatan kebutuhan metabolik.
- Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) b.d pengeluaran cairan
yang berlebihan (mual/muntah).
- Nyeri akut b.d inflamasi pencernaan.
- Resiko integritas kulit b.d program terapi bedrest total.
- Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya b.d kurang informasi.

3) Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1 : Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi salmonella
thypi.
Tujuan : Suhu tubuh normal Intervensi :
• Observasi suhu tubuh klien
- mengetahui perubahan suhu tubuh.
• Beri kompres dengan air hangat pada daerah axila, lipat paha, temporal bila
terjadi panas
- melancarkan aliran darah dalam pembuluh darah.
• Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang tipis dan dapat menyerap
keringat seperti katun
- menjaga kebersihan badan, agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan
membantu mengurangi penguapan tubuh
• Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh.

14
- klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan membantu
mengurangi kecemasan yang timbul.
• Observasi TTV tiap 4 jam sekali.
- tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
• Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum.
- peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga
perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak (2,5 liter / 24 jam).
- menurunkan panas dengan obat.

Diagnosa Keperawatan 2. : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari


kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
Tujuan : Nutrisi kebutuhan tubuh terpenuhi. Kriteria hasil :
- Nafsu makan meningkat
- Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan
Intervensi :
• Kaji pola nutrisi klien
- mengetahui pola makan, kebiasaan makan, keteraturan waktu makan.
• Kaji makan yang di sukai dan tidak disukai
- meningkatkan status makanan yang disukai dan menghindari pemberian makan
yang tidak disukai.
• Anjurkan tirah baring / pembatasan aktivitas selama fase akut
- penghematan tenaga, mengurangi kerja tubuh.
• Timbang berat badan tiap hari
- mengetahui adanya penurunan atau kenaikan berat badan.
• Anjurkan klien makan sedikit tapi sering.
- mengurangi kerja usus, menghindari kebosanan makan.
• Hindari pemberian laksatif.
- penggunaannya berakibat buruk karena digunakan sebagai pembersih
makanan/kalori tubuh oleh pasien.
• Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi.
- untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk
makan meningkat.
• Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak

15
merangsang, maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih
hangat.
• Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi parenteral.
- antasida mengurangi rasa mual dan muntah. Nutrisi parenteral dibutuhkan
terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang.
• Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet
- mengetahui makanan apa saja yang dianjurkan dan makanan yang tidak boleh
dikonsumsi.

Diagnosa keperawatan 3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan


kebutuhan metabolik.
Tujuan : Pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal.
Intervensi :
• Beri motivasi pada pasien dan keluarga untuk melakukan mobilisasi sebatas
kemampuan (mis : Miring kanan, miring kiri).
- pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang bedrest.
• Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum).
- untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi.
• Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.
- untuk mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas.
• Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.
- untuk menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya dekubitus.

Diagnosa Keperawatan 4 : Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari


kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan
(mual/muntah).
Tujuan : Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi.
• Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan
keluarga.
- untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien.
• Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
- untuk mengetahui keseimbangan cairan, 2,5 liter / 24 jam.
• Anjurkan pasien untuk banyak minum.

16
- untuk pemenuhan kebutuhan cairan.
• Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan penggunaan
laksatif/diuretik.
- membantu pasien menerima perasaan bahwa akibat muntah dan/atau
penggunaan laksatif/diuretik mencegah kehilangan cairan lanjut.
• Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral).
- untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara parenteral).

Diagnosa Keperawatan 5 : Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pencernaan.


Tujuan : Nyeri tidak dirasakan.
Kriteria hasil : Individu akan menyampaikan kepuasan setelah tindakan pereda
nyeri diberikan.
Intervensi :
• Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas (skala 0 – 10).
- membantu diagnosa keluhan nyeri.
• Kaji faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
- membantu menegakkan diagnosa dan kebutuhan terapi.
• Kolaborasi dalam pemberian obat yang diresepkan (analgesik)
- menghilangkan nyeri.

Diagnosa Keperawatan 6 : Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan respon


imun.
Kriteria hasil : Individu dapat menyebutkan faktor resiko yang berkaitan dengan
infeksi dan kewaspadaan yang dibutuhkan.
Intervensi :
• Kaji adanya faktor prediktif.
- Faktor prediktif adalah factor terkontrol yang sudah teridentifikasi mampu
meningkatkan resiko infeksi dan menurunkan pertahanan hospes.
• Kaji adanya faktor penyulit.
- faktor penyulit dapat memperbesar resiko infeksi.
• Kurangi masuknya kuman ke dalam tubuh.
- mengurangi kontaminasi resiko infeksi silang.

17
Diagnosa Keperawatan 7 : Resiko integritas kulit berhubungan dengan program
terapi bedrest total.
Tujuan : Mencegah terjadinya gangguan integritas kulit.
Kriteria hasil : Individu dapat mempertahankan kebersihan kulit ( personal
hygiene)
Intervensi :
• Kaji faktor penyebab.
- menetapkan terapi yang dapat dilakukan.
• Beri kesempatan klien beradaptasi dalam aktivitas perawatan diri.
- Meningkatkan kemampuan klien dalam aktivitas perawatan diri.
• Observasi tanda-tanda gangguan integritas kulit.
- Melindungi klien dari resiko integritas kulit.
• Diskusikan pentingnya perubahan posisi sering, perlu untuk mempertahankan
aktivitas.
- Meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dan mencegah tekanan lama pada
jaringan.

Diagnosa Keperawatan 8 : Kurangnya pengetahuan tentang penyakit berhubungan


dengan kurang informasi
Intervensi :
• Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya
- Mengetahui apa yang diketahui pasien tentang penyakitnya.
• Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan pasien
- pasien tahu tata laksana penyakit, perawatan dan pencegahan penyakit typhoid.
• Beri kesempatan pasien dan keluaga pasien untuk bertanya bila ada yang belum
dimengerti
- Mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien dan keluarga pasien setelah di beri
penjelasan tantang penyakitnya.
• Beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat

3.) Implementasi
Setelah semua rencana tindakan keperawatan disusun, maka langkah selanjutnya
melaksanakan dalam tindakan yang nyata yang bertujuan untuk mengatasi

18
masalah klien. Melaksanakan secara langsung, bekerja sama dengan profesi lain,
tenaga keperawatan lainnya. Untuk kelanjutan pelayanan keperawatan secara
berkesinambungan.

4.) Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan atau penilaian akhir dari
proses keperawatan yang telah dilaksanakan. Dimana perawat mencari kepastian
keberhasilan dan juga mengetahui sejauh mana masalah klien dapat di atasi. Jika
belum berhasil dengan baik dilakukan kajian ulang atau merevisi rencana
tindakan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari makalah di atas dapat di simpulkan bahwa pengertian penyakit Typhus
adalah penyakit infeksi menular yang dapat terjadi pada anak maupun orang
dewasa. Tetapi demam tifoid lebih sering menyerang anak. Walaupun gejala yang
dialami anak lebih ringan daripada orang dewasa

19
Penyakit typhus abdominallis atau demam thypod merupakan problem atau
masalah yang serius bagi kesehatan masyarakat di Negara-negara yang
berkembang seperti halnya Indonesia yang memiliki iklim tropis banyak di
temukan penyakit infeksi salah satuhnya Typhus Abdominalis yang di temukan
sepanjang tahun. Typhus abdominalis di sebabkan oleh salmonella tyhpi.

DAFTAR PUSTAKA

https://123dok.com/document/qokjrpky-asuhan-keperawatan-typus-abdominalis-
doc.html

https://www.academia.edu/8901463/
Asuhan_Keperawatan_Typhoid_Abdominalis_Contoh_Asuhan_Keperawatan_Ty
phoid_Abdominalis

20
21
1

Anda mungkin juga menyukai