Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN


DIABETES MELITUS

Dosen: Elizabeth Purba, SPd., SST., M.Kes


Ns. Welmin Lumi S.Kep., M.Kes

KELOMPOK 13

ARGYN RUMENDE
MARSELINA TUMADA
TESALONIKA LAMPA

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN BETHESDA TOMOHON
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkatnya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang “ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN DIABETES MELITUS”
Penulisan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Dasar II di Akademi Keperawatan Bethesda Tomohon. Oleh karena itu, sebagai penulis,
kami ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Keperawatan Anak
Elizabeth Purba, SPd., SST., M.Kes & Ns. Welmin Lumi S.Kep., M.Kes yang telah
memberikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan maklalah ini terdapat banyak
kekurangan oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah................................................................................. 1
1.3 Tujuan .................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 2
2.1 Konsep DM........................................................................................... 2
2.2 Etiologi................................................................................................. 2
2.3 Manifestasi Klinik................................................................................ 2
2.4 Komplikasi............................................................................................ 3
2.5 Patofisiologi.......................................................................................... 3
2.6 Pathway................................................................................................. 4
2.7 Faktor Risiko........................................................................................ 4
2.8 Pemeriksaan Diagnostik....................................................................... 5
2.9 Penatalaksanaan.................................................................................... 5
3.1 Asuhan Keperawatan............................................................................ 8
BAB III PENUTUP......................................................................................... 14
4.1 Kesimpulan........................................................................................... 14
4.2 Saran..................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan yang
cukup pesat, terutamadi beberapa daerah tertentu. Pertumbuhan ini juga diikuti
dengan perubahan dalam masyarakat, baik dalam bidang ilmu pengetahuan,
gaya hidup, perilaku, dan sebagainya. Namun, perubahan-perubahan ini juga tak
luput dari efek negatif. Salah satu efek negatif yang timbul dari perubahan gaya
hidup masyakarat modern di Indonesia antara lain adalah semakin meningkatnya
angka kejadian Diabetes Mellitus (DM) yang lebih dikenal oleh masyarakat
awam sebagai kencing manis.
Peningkatan jumlah penderita Diabetes Mellitusyang cukup signifikan di
Indonesia ini perlu mendapatkan perhatian seiring dengan meningkatnya risiko
anak terkena Diabetes Mellitus. Deteksi dini pada Diabetes Mellitus merupakan
hal penting yang harus dilakukan untuk menghindari kesalahan atau
keterlambatan diagnosis yang dapat mengakibatkan kematian. Diabetes
Mellitustipe 1 yang menyerang anak-anak sering tidak terdiagnosis oleh dokter
karena gejala awalnya yang tidak begitu jelas dan pada akhirnya sampai pada
gejala lanjut dan traumatis seperti mual, muntah, nyeri perut, sesak nafas,
bahkan koma. Dengan deteksi dini,pengobatan dapat dilakukan sesegera
mungkin terhadap penyandang Diabetes Mellitussehingga dapat menurunkan
risiko kecacatan dan kematian (Pulungan, 2010).

1.2 Rumusan masalah


Bagaimana Asuhan Keperawatan Anak dengan Diabetes Melitus?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Anak dengan Diabetes Melitus

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep DM
Diabetes mellitus (DM) termasuk dalam kelompok penyakit metabolic
yang ditandai dengan hiperglikemia kronik yang disebabkan oleh gangguan dari
sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya. DM merupakan penyakit kronis
umum yang ditemukan pada anak dan remaja.
Pada DM, metabolism karbohidrat, protein dan lemak terganggu. Ciri
pokoknya hiperglikemia. Jika DM dibiarkan tidak teridentifikasi, ketoasidosis
diabetic (KAD) atau metabolism lemak terjadi, yang menyebabkan anoreksia,
mual dan muntah, adanya keton dalam urine, bau napas busuk, pernapasan
kusmaul, terengah-engah, dan jika dibiarkan tidak ditangani akan menyebabkan
koma dan kematian. KAD merupakan kedaruratan medis.
Diabetes meliputi sekelompok gangguan yang ditandai oleh intoleransi
glukosa yang terjadi akibat defisiensi insulin. DM tipe 1 (tergantung insulin)
dapat terjadi pada usia apapun, tetapi manifestasi biasanya muncul selama masa
dewasa, antara usia 11 dan 12 tahun, dan mempengaruhi sekitar 10-20%
populasi diabetic secara keseluruhan. Manifestasi DM tipe 2 (tidak tergantung
insulin), biasanya muncul setelah penderita berusia 40 tahun.
Bentuk utama diabetes dikelompokkan menjadi tipe 1, yang disebabkan oleh
defisiensi sekresi insulin akibat kerusakan sel beta pancreas, dan tipe 2, yaitu
akibat tahanan insulin yang terjadi pada tingkat otot skeletal, hati dan jaringan
adiposa dengan derajat kerusakan sel beta yang berbeda (Alemzadeh & Wyatt,
2007). Akan tetapi manifestasi klinis dan perkembangan penyakit DM dapat
sangat berbeda. Oleh sebab itu, pada beberapa kasus, anak tidak dapat dibedakan
dengan jelas apakah menyandang DM tipe 1 atau tipe 2 (American Diabetes
Association, 2011).
Kadar glukosa darah normal
 Anak-anak dibawah 6 tahun: 100-200 mg/dL. Dengan kadar gula darah
sebelum makan 100 mg/dL, sedangkan setelah makan dan sebelum tidur
mendekati 150 mg/dL
 Anak usia 6-12 tahun: 70-150 mg/dL. Dengan kadar gula darah sebelum
makan 70 mg/dL sedangkan kadar gula darah setelah makan dan sebelum
tidur, mendekati 150mg/dL
 Anak remaja usia 13-19 tahun: 70-150 mg/dL. Dengan kadar gula darah
sebelum makan 70 mg/dL sedangkan kadar gula darah setelah makan dan
sebelum tidur, mendekati 100mg/dL

2
2.2 Etiologi
 Faktor Genetik
 Proses autoimun
 Faktor lingkungan; virus

2.3 Manifestasi Klinis


 Polyuria adalah sering buang air kecil/ buang air kecil dalam jumlah besar (3
liter urin per hari).
 Polydipsia adalah sering haus/ rasa haus yang intens meski telah banyak
minum, mulut juga kemungkinan akan selalu terasa kering. Disebabkan oleh
peningkatan kadar gula darah.
 Polyphagia (banyak makan) adalah makan berlebihan akbat rasa lapar
berlebih atau nafsu makan meningkat. Kondisi ini dimana terjadi kelainan
pada system metabolism tubuh.
 Fatigue (kelelahan) dan kelemahan otot adalah merasa lelah, tidak berenergi,
dan cenderung ingin tidur yang mengganggu aktivitas normal sehari-hari.
Kelelahan ini didapat karena kadar gula darah terlalu tinggi. Tanpa insulin,
atau jumlah insulin tidak cukup, gula tidak dapat masuk ke sel otot. Gula
menumpuk di darah, terjadi hiperglikemia.
 Berat badan menurun
 Mata kabur
 Glycosuria adalah kondisi ketika urine mengandung gula
 Ketonuria adalah adanya senyawa keton didalam urine. (keton adalah hasil
metabolism lemak)
 Pernapasan kusmaul adalah pola pernapasan yang sangat dalam dengan
frekuensi normal atau semakin kecil.
 Dapat berlanjut dengan penurunan kesadaran

2.4 Komplikasi
Komplikasi jangka panjang DM meliputi kegagalan untuk tumbuh,
penyembuhan luka yang buruk, infeksi berulang, retinopati, neuropati,
komplikasi vaskular, nefropati, mikroaneurisma dan penyakit kardiovaskular.

2.5 Patofisiologi
A. Diabetes Melitus Tipe 1
DM tipe 1 merupakan kelainan autoimun yang terjadi pada individu
yang rentan secara genetic, yang juga dapat terpajan satu atau beberapa

3
factor lingkungan atau dapatan, seperti kimiawi, virus atau agens toksin
lainnya yang berimplikasi dalam proses perkembangan.
Ketika individu yang rentan secara genetic terpajan faktor lingkungan ,
sistem imun memulai proses mediasi limgosit T yang merusak dan
menghancurkan sel beta pankreas, yang menyebabkan ketidakakuatan
sekresi. Insulin tidak dapat mengubah sel perifer untuk memindahkan
glukosa melewati membran sel.
Hasil akhir adalah hiperglikemia, akumulasi glukosa dalam darah, yang
menyebabkan glukosuria dan poliuria, dan protein serta lemak dipecah untuk
energi. Metabolisme lemak menyebabkan penumpukan keton dan asidosis
B. Diabetes Melitus Tipe 2
Pada DM tipe 2, pankreas biasanya menghasilkan insulin, tetapi tubuh
resisten terhadap insulin tersebut atau terdapat ketidakakuatan respon
kompensasi sekresi insulin (tubuh dapat menghasilkan insulin), dengan hasil
serupa dengan DM tipe 1.
Biasanya DM tipe 2 terjadi sebagian besar pada individu dewasa; akan
tetapi, insidens mengalami peningkatan pada anak. Sebagian besar anak yang
menyandang diabetes tipe 2 memiliki keluarga yang menyandang DM tipe 2
dan/atau kegemukan.
C. Diabetes Melitus Jenis Lain
Jenis lain DM, atau aksaserbasi defiensi insulin dan bentuk tahanan,
berkembang akibat kondisi berikut.
 Penyakit kelenjar eksokrin (mis. Fibrosis kistik)
 Patologi endokrin (mis. Sindrom Cushing)
 Masalah yang dipicu oleh zat kimiawi atau obat (mis. Penggunaan
berlebih kortikosteroid)
 Defek genetik kerja insulin (mis. Lipodistrofi kongenital)
 Sindrom genetik yang berkaitan dengan diabetes (mis. Sindrom Down,
sindrom Klinefelter, sindrom Turner, sindrom Parder-Willi)
 Infeksi (mis., CMV rubela kongenital)
 Diabetes gestasional (Alemzadeh & Wyatt, 2007)

2.6 Pathway

4
2.7 Faktor Risiko
1) Genetik atau keturunan, misalnya memiliki riwayat diabetes tipe-1 dalam
keluarga
2) Riwayat infeksi virus
3) Pola makan kurang sehat, misalnya sering mengonsumsi makanan atau
minuman yang manis,(permen,es krim,jus buah kemasan,atau buah kering)
4) Memiliki orangtua atau saudara dengan riwayat diabetes
5) Berat badan berlebih atau obesitas pada anak
6) Kebiasaan sering mengonsumsi makanan tinggi gula dan lemak
7) Kurang aktif bergerak atau jarang olahraga

2.8 Pemeriksaan Diagnostik


 Gula darah puasa ( > 120mg/dl) dan gula darah sewaktu
 Glucosuria ( kondisi ketika urine mengandung gula)
 Polyuria, dan

5
 Ketonuria adalah adanya senyawa keton didalam urine. (keton adalah hasil
metabolism lemak)
 Riwayat hilangnya berat badan

2.9 Penatalaksanaan
1. Manajemen Teraupetik
Penanganan meliputi tim layanan kesehatan multidisiplin, dengan anak dan
keluarga sebagai bagian utama dari tim tersebut. Tujuan utama untuk
manajemen teraupetik meliputi:
 Mencapai pertumbuhan dan perkembangan normal
 Meningkatkan pengaturan glukosa serum yang optimal, meliputi kadar
cairan dan elektrolit dan kadar hemoglobin glikosilasi mendekati normal
(yaitu hemoglobin yang berkaitan dengan glukosa; hemoglobin ini
memantau kontrol gula darah jangka panjang dan diabetes)
 Mencegah komplikasi; dan
 Meningkatkan penilaian positif terhadap penyakit dengan kemampuan
untuk menangani secara mandiri dirumah

Menciptakan kontrol glukosa sangat penting dalam mengurangi risiko


komplikasi jangka panjang yang berkaitan dengan DM. Kunci sukses adalah
melakukan edukasi pada anak dan keluarga sehingga mereka dapat
menangani kondisi kronis ini secara mandiri.

Penanganan meliputi pemantauan glukosa darah; penyuntikan insulin


harian, dan/atau obat hipoglikemia, diet yang realistik; program latihan; dan
penanganan secara mandiri dan keterampilan pengambilan keputusan.

2. Pemantauan Kontrol Glikemia


Kontrol glikemik yang konsisten menyebabkan lebih sedikit komplikasi
jangka panjang terkait diabetes. Dua metode penting untuk pemantauan
kontrol glikemik meliputi pemantauan glukosa darah dan pemantauan kadar
hemoglobin A1с (HbA1с).
a) Pemantauan Glukosa Darah
Glukosa darah mengevaluasi kontrol glikemik jangka pendek dan
memfalitasi kontrol glukosa yang lebih ketat karena insulin tambahan
dapat digunakan untuk mengoreksi atau mencegah hiperglikemia.
Pemantauan glukosa darah membantu anak dan tenaga kesehatan
untuk memberi manajemen yang lebih baik. Anak yang dirawat di RS
untuk manajemen DM mereka memerlukan pemantauan glukosa darah
sebelum makan dan pada waktu tidur jika tidak lebih sering.

6
Pemeriksaan glukosa tambahan dapat diperlukan jika kontrol glikemik
tidak terjadi, selama waktu kesakitan, selama episode gejala
hipoglikemia atau hiperglikemia, atau perubahan terapi.
Pada anak biasanya tes toleransi glukosa (TTG) tidak perlu dilakukan
untuk mendiagnosis DM, karena gambaran klinis yang khas. Indikasi
TTG pada anak adalah kasus-kasus yang meragukan yaitu ditemukan
gejala klinis yang khas untuk DM, namun pemeriksaan kadar glukosa
darah tidak meyakinkan.
1) Tes Gula Darah Sewaktu
Tujuan tes ini dilakukan adalah untuk mengukur kadar glukosa darah
pada jam tertentu secara acak. Untuk menjalani tes ini, pengidap
tidak perlu berpuasa terlebih dahulu. Bila hasil tes gula darah
sewaktu menunjukkan kadar gula 200 mg/dL atau lebih, maka bisa
dikatakan positif mengidap diabetes
2) Tes Gula Darah Puasa
Bertujuan untuk mengukur kadar glukosa darah pengidap dalam
kondisi puasa. Untuk menjalani tes ini, pengidap akan diminta untuk
berpuasa terlebih dahulu selama 8 jam. Setelah itu, baru akan
diambil sampel darahnya untuk mengetahui kadar gula darahnya.
Bila hasil tes gula darah puasa menunjukkan kadar gula darah
kurang dari 100 mg/dL, maka kadar gula darah masih normal.
Namun, bila hasil tes guladarah berada diantara 100-125 mg/dL,
maka pengidap mengalami kondisi yang dinamakan prediabetes.
Sedangkan hasil tes gula darah puasa yang berada diangka 126
mg/dL atau lebih, menunjukkan bahwa pengidap positif diabetes.
3) Tes Toleransi Glukosa
Pengidap juga perlu berpuasa terlebih dahulu selama semalam
untuk menjalani tes ini. Kemudian pengidap akan menjalani
pengukuran tes gula darah puasa. Setelah tes tersebut selesai
dilakukan,pengidap akan diminta meminum larutan gula khusus.
Kemudian, sampel gula darah akan kembali diambil setelah 2 jam
minum larutan gula.
Bila hasil toleransi glukosa dibawah 140 mg/dL, berarti kadar
gula darah masih normal. Sedangkan tes toleransi glukosa yang
berada diantara 140-199 mg/dL menunjukkan kondisi prediabetes.
Hasil tes toleransi glukosa dengan kadar gula 200 mg/dL atau lebih
berarti positif mengidap diabetes.
Penilaian hasil tes toleransi glukosa
1. Anak menderita DM apabila:
Kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dL atau

7
Kadar glukosa darah pada jam ke-2 > 200mg/dL
2. Anak dikatakan menderita toleransi gula terganggu apabila:
Kadar glukosa darah puasa 100-125 mg/dL dan
Kadar glukosa darah pada jam ke-2: 140-199 mg/dL
3. Anak dikatakan normal apabila:
Kadar glukosa darah puasa (plasma) < 100 mg/dL dan
Kadar glukosa darah pada jam ke 2: , 140 mg/dL.

b) Pemantauan Hemoglobin A1с


Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar glukosa rata-rata
pengidap selama 2-3 bulan ke belakang. Tes ini akan mengukur kadar
gula darah yang terikat pada hemoglobin, yaitu protein dalam sel darah
merah yang berfungsi membawa oksigen ke seluruh tubuh. Untuk
menjalani tes HbA1C, pengidap tidak perlu berpuasa terlebih dahulu.
Hasi; tes HbA1C dibawah 5,7 % menunjukkan kondisi normal.
Sedangkan hasil tes HbA1C yang berada diantara 5,7-6,4 %,
menunjukkan kondisi prediabetes. Hasil tes HbA1C diatas 6,5 % berarti
mengalami diabetes.
Evaluasi kontrol kadar glukosa jangka panjang. Tujuan kontrol
glikemik harus bersifat individual, tetapi American Association of
Diabetes (2011) telah mengembangkan standar terkait HbA1с pada anak
yang menyandang diabetes tipe 1. Hal ini meliputi:
 Bayi dan anak kecil berusia 0-6 tahun: HbA1с <8,5%, tetapi
>7,5%
 Anak-anak berusia 6-12 tahun: HbA1с <8%; dan
 Anak-anak dan remaja berusia 13-19 tahun: HbA1с <7,5%
3. Terapi Sulih Insulin
Terapi sulih insulin merupakan landasan manajemen DM tipe 1. Insulin
diberikan setiap hari melalui suntikan subkutan ke dalam jaringan adiposa
melalui massa otot besar menggunakan spuit insulin biasa atau penyuntik
subkutan. Insulin U-100 juga dapat diberikan dengan pompa insulin portabel.
Frekuensi, dosis, dan jenis insulin didasarkan pada jumlah kebutuhan anak
untuk mencapai konsentrasi glukosa darah rata-rata dan normal dan untuk
mencegah hipoglikemia.
Biasanya penyuntikan dua hingga empat kali setiap hari lazim
digunakan, dengan dosis bergantung pada kebutuhan anak. Dosis tersebut

8
mungkin perlu ditingkatkan selama ledakan pertumbuhan pubertas juga
selama kondisi sakit atau stres.
Jenis insulin meliputi jenis kerja cepat, kerja singkat, kerja menengah,
dan kerja lama. Setiap insulin bekerja pada kecepatanyang berbeda, dan
sebagian besar anak akan menggunakan lebih dari satu jenis insulin.Pada
beberapa kasus, kombinasi segera antara insulin jenis kerja mencegah dan
pendek atau cepat, seperti 70% NPH dan 30% Regular, dapat digunakan. Hal
ini bergantung pada kebutuhan anak.
4. Obat Diabetik Oral
Pada DM tipe 2, obat diabetik oral juga disebut sebagai obat hipoglikemik,
antidiabetik atau antihiperglikemik, digunakan jika kontrol glikemik tidak
dapat dicapai melalui diet dan latihan.
5. Terapi lain
Terapi lain meliputi protokol diet dan latihan serta manajemen komplikasi.
American Dietetic Association bersama dengan American Diabetes
Association merekomendasikan tujuan yang menyertakan makanan apapun
dan merefleksikan kebutuhan perumbuhan anak.
 Rekomendasikan menganjurkan bahwa sekitar 55% kalori berasal dari
karbohidrat, seperti biji-bijian, roti, buah, susu dan sayuran; 15% dari
protein, seperti daging, kacang-kacangan, telur, keju dan kacang polong;
dan 30% dari lemak seperti mentega, minyak atau mayinaise

Latihan memilik pengaruh penting pada efek hipoglikemik insulin sehingga


anak seharusnya mempertahankan atau meningkatkan tingkat aktivitasnya.

 Jika anak menggunakan insulin, keluarga harus mengetahui cara


mengganti dosis atau menambah makanan untuk mempertahankan
kontrol glukosa darah
 Anak yang menyandang DM tipe 2 seringkali gemuk sehingga rencana
latihan sangat penting dalam membantu anak untuk menurunkan berat
badan juga membantu dengan efek hipoglikemik obat.

JENIS, KERJA DAN DURASI INSULIN


Jenis Nama Generik Awitan Puncak Durasi
(Merk)
Kerja cepat Aspart/(NovoLog) Dalam waktu 30-90 menit 3-5 jam
15 menit
Lispro/(Humalog)

Glulisina/(Apidra)

9
Kerja singkat Regular (Humulin 30-60 menit 2-4 jam 5-8 jam
R, Novolin R)
Kerja NPH (Humulin N, 1-3 jam 2-4 jam 10-16 jam
menengah Novolin N)
Kerja lama Glargina (Lantus) 1-2 jam Tidak ada 6-24 jam
puncak yang
Detemir jelas,
(Levemir) memberikan
cakupan stabil
secara kontinu

3.1 ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
 Fase pertama pengkajian meliputi mengidentifikasi anak yang mungkin dapat
menyandang DM
 Fase kedua meliputi mengidentifikasi masalah yang dapat berkembang pada
anak yang menyandang DM
1) Riwayat Kesehatan
 Selama diagnosis awal DM, riwayat dapat mengungkapkan
 Masalah dirumah atau disekolah yang berkaitan dengan beberapa
perubahan mental atau perilaku yang dapat terjadi pada keadaan
hiperglikemik (mis., kelemahan, keletihan, dan perubahan alam
perasaan)
 Penglihatan kabur, sakit kepala, atau mengompol dan
 Riwayat pertumbuhan yang buruk
 Pada anak yang diketahui menyandang DM, riwayat kesehatan meliputi
 Setiap masalah dengan hiperglikemia atau hipoglikemia
 Diet
 Pola aktivitas dan latihan; dan
 Obat (insulin, obat diabetic oral) yang meliputi dosis dan waktu
pemberian, kemampuan untuk memberi insulin, dan pemantauan kadar
glukosa darah.
2) Kaji hiperglikemi dan hipoglikemi
3) Kaji tumbuh kembang anak
4) Status hidrasi
5) Kaji tingkat pengetahuan
6) Mekanisme koping
7) Kaji napsu makan
8) Status berat badan

10
9) Frekuensi kemih
10) Fatigue
11) Iritabel
12) Faktor Risiko
 American Diabetes Association (2011) merekomendasikan skrining untuk
diabetes tipe 2 jika anak kegemukan atau obes dan juga memiliki dua dari
faktor risiko berikut.
 Riwayat sekolah; orang tua atau keluarga yang menyandang DM tipe 2
 Berusia lebih dari 10 tahun atau jika awitan pubertas terjadi sebelum usia
10 (American Diabetes Association, 2011; Cox & polvado, 2008).
13) Pemeriksaan Fisik
Diabetes tipe 1 biasanya hadir dengan gejala akut dan hiperglikemia, sementara
diabetes tipe 2 dapat sering kali tidak terdiagnosis hingga muncul komplikasi
(American Diabetes Association, 2011).
14) Uji Laboratorium dan Diagnostik
 HbA1с >6,5% kadar glukosa acak lebih dari 200mg/dl (disertai dengan
gejala umum diabetes), kadar glukosa puasa ≥126 mg/dl, dan kadar glukosa
plasma 2 jam lebih dari 200 mg/dl selama uji toleransi glukosa oral
merupakan kriteria laboratorium untuk diagnosis DM. Dengan masing-
masing uji tersebut, jika hiperglikemia tidak jelas, hasilnya harus
dikonfirmasi dengan uji ulang pada hari yang berbeda (American Diabetes
Association, 2011).
 Uji laboratorium dan diagnostik lainnya meliputi pengukuran serum antibodi
sel pulau
 Kadar serum nitrogen urea, kreatinin, kalsium, magnesium, fosfat, dan
elektrolit, seperti kalium dan natrium dapat menurun
 Uji tambahan meliputi DPL, urinalisis, dan imunoasai untuk mengukur
kadar C-peptida setelah yi glukosa untuk memverivfikasi sekresi insulin
endogen.

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1) Risiko Cedera d.d terpapar patogen, disfungsi autoimun
2) Defisit Pengetahuan b.d kurang terpapar informasi dd menanyakan masalah
yang dihadapi, menjalani pemeriksaan tidak tepat
3) Defisit Nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme d.d berat badan
menurun minimal 10% dibawah rentang ideal, nafsu makan menurun, serum
albumin menurun

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN

11
NO. Diagnosis Keperawatan Tujuan Intervensi

1 Risiko Cedera d.d terpapar Setelah dilakukan intervensi Manajemen Kesehatan


patogen, disfungsi autoimun selama 3x24 jam Tingkat Cedera Lingkungan
Menurun, dengan kriteria hasil: Observasi
 Nafsu makan meningkat  Identifikasi kebutuhan
 Kejadian cedera menurun keselamtan (mis. Kondisi fisik,
 Luka/lecet menurun fungsi kognitif, dan riwayat
 Fraktur menurun perilaku)
 Perdarahan menurun  Monitor perilaku keselamtan
 Ekspresi wajah kesakitan lingkungan
menurun
 Gangguan mobilitas Teraupetik
menurun  Hilangkan bahaya
 Gangguan kognitif menurun keselamatan lingkungan (mis.
Fisik, biologi, dan kimia), jika
 Pola istirahat,tidur membaik
memungkinkan
 Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bahaya
dan risiko
 Sediakan alat bantu keamanan
lingkungan (commode chair,
 dan pegangan tangan)
 Gunakan perangkat pelindung
(mis. Pengekangan fisik, rel
samping, pintu terkunci, pagar)
 Hubungi pihak berwenang
sesuai masalah komunitas
(mis. Puskesmas, polisi,
damkar)
 Fasilitas relokasi ke lingkungan
aman
 Lakukan program skrining
bahaya lingkungan
(mis. Timbal)
Edukasi
 Ajarkan individu, keluarga,
dan kelompok risiko tinggi
bahaya lingkungan.
2 Defisit Pengetahuan b.d Setelah dilakukan intervensi Edukasi Kesehatan
kurang terpapar informasi selama 3x24 jam Tingkat Observasi
d.d menanyakan masalah Pengetahuan Menurun, dengan  Identifikasi kesiapan dan
yang dihadapi, menjalani kriteria hasil: kemampuan menerima
pemeriksaan tidak tepat  Kemampuan menjelaskan informasi
pengetahuan tentang suatu  Identifikasi faktor-faktor yang

12
topik menigkat dapat meningkatkan dan
 Pertanyaan tentang masalah menurunkan motivasi perilaku
yang dihadapi menurun hidup bersih dan sehat
 Menjalani pemeriksaan Teraupetik
yang tidak tepat menurun  Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan
 Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan
 Berikan kesempatan untuk
bertanya
Edukasi
 Jelaskan faktor risiko yang
dapat mempengaruhi
kesehatan
 Ajarkan perilaku hidup bersih
dan sehat
 Ajarkan strategi yang
dapat digunakan
untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan
sehat
3 Defisit Nutrisi b.d Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nutrisi
peningkatan kebutuhan selama 3x24 jam Status Nutrisi
metabolisme d.d membaik, dengan kriteria hasil: Observasi
berat badan menurun  Porsi makanan yang  Identifikasi status nutrisi
minimal 10% dibawah dihabiskan meningkat  Identifikasi makanan yang
rentang ideal, nafsu makan  Serum albumin meningkat disukai
menurun, serum albumin  Berat badan membaik  Identifikasi kebutuhan kalori
menurun  Indeks massa tubuh (IMT) dan jenis nutrien
membaik  Monitor asupan makanan
 Frekuensi makan membaik  Monitor berat badan
 Nafsu makan membaik  Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Teraupetik
 Fasilitasi menentukan
program diet
(mis. Piramida makanan)
 Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
 Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
 Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
Edukasi

13
 Ajarkan diet yang
diprogramkasn

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan klien secara optimal. Pada tahap ini perawat menerapkan pengetahuan
intelektual, kemampuan hubungan antar manusia (komunikasi) dan kemampuan
teknis keperawatan, penemuan perubahan pada pertahanan daya tahan tubuh,
pencegahan komplikasi, penemuan perubahan system tubuh, pemantapan hubungan
klien dengan lingkungan, implementasi pesan tim medis serta mengupayakan rasa
aman, nyaman, dan keselamatan medis.

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana mengenai
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara
berkeseimbangan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Penilaian
dalam keperawtatan bertujuan untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan klien secara
optimal dan mengukur hasil dari proses hasil dari proses keperawatan.

14
BAB III
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolic kronik yang tidak dapat
disembuhkan, tetapi dapat dikontrol yang karateristikan dengan ketidakadekuatan
penggunaan insulin (Barbara Engram; 1999,532). DM adalah gangguan metabolism
yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa
hilangnya toleransi terhadap KH. (Silvia, A Price, 19994). Diabetes mellitus adalah
suatu penyakit kronik yang komplek yang melibatkan kelainan metabolism
karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makro vaskuler,
mikro vaskuler, dan neurologis (Barbara C. Long, 1996).
Kesimpulan DM yaitu suatu kelainan pada seseorang yang ditandai naiknya
kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) yang diakibatkan karena kekurangan
insulin.

15
4.2 Saran
- Saran bagi penulis, agar menjadi lebih baik dari sebelumnya dan lebih
memahami lagi tentang penyakit DM
- Berpikir positif, lebih dewasa dan berpikir kedepan untuk mendapatkan solusi
bagi setiap masalah
.

16
DAFTAR PUSTAKA

Suriadi., SKp & Rita Yuliani., SKp. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta:
Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Terri Kyle, MSN, CPNP & Susan Carman, MSN, MBA. 2017. Buku Praktik
Keperawatan Pediatri. Jakarta: PENERBIT BUKU KEDOKTERAN
PPNI, 2017.  Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II. DPP
PPNI. Jakarta
PPNI, 2018.  Standart Intervensi Keperawatan Indonesia edisi (SIKI) 1 cetakan II. DPP
PPNI. Jakarta
PPNI, 2019.  Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II. DPP
PPNI. Jakarta

17

Anda mungkin juga menyukai