Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

DIABETES JUVENILLE

Disusun Oleh:

DEVIT FUNGKI WIBOWO 1801100475

SHINTA 1801100500

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG

JL. Panji Suroso No.6 Kel. Polowijen, Kec. Blimbing Kota Malang

Telp.(0341) 488762 , Email : stikeskendedesmalang@gmail.com


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya saya masih diberi
kesehatan dan kesempatan untuk menulis makalah ini dan dapat menyelesaikannnya secara tepat
waktu.

Makalah yang berjudul “diabetes juvenile ”  ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata
kuliah Ilmu Dasar Keperawatan di Jurusan S1 Keperawatan STIKes Kendedes Malang.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini dimasa
mendatang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan masyarakat pada
umumnya. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah
pengetahuan para mahasiswa dan masyarakat dan pembaca.

Malang,

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...............................................................................................................................

Daftar Isi........................................................................................................................................

BAB I : PENDAHULUAN...........................................................................................................

1.1 Latar Belakang..................................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................

1.3 Tujuan...............................................................................................................................

BAB II : PEMBAHASAN............................................................................................................

2.1 Pengertian diabetes juvenille.............................................................................................

2.2 Etiologi diabetes juvenille.................................................................................................

2.3 Patofisiologi diabetes juvenille .........................................................................................

2.4 Pencegahan diabetes juvenille...........................................................................................

2.5 Penatalaksanaan ................................................................................................................

2.6 Klasifikasi ........................................................................................................................

2.7 Manifestasi klinis .............................................................................................................

2.8 Komplikasi........................................................................................................................

BAB III : PENUTUP....................................................................................................................

3.1 Kesimpulan........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2013, diabetes melitus adalah
suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang terjadi karena
pankreas tidak mampu mensekresi insulin, gangguan kerja insulin, ataupun keduanya.
Diabetes Melitus Tipe-1 merupakan kelainan sistematik akibat gangguan metabolisme
glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini disebabkan oleh kerusakan sel-
β pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang
atau berhenti. Diabetes mellitus tipe 1 (Diabetes Juvenile), dahulu disebut insulin-dependent
diabetes (IDDM, diabetes yang bergantung pada insulin), dicirikan dengan rusaknya sel-β
penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans sehingga terjadi kekurangan insulin pada
tubuh. Diabetes tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa. Dalam kondisi
normal, sistem kekebalan tubuh akan menyerang dan membentengi tubuh dari bakteri dan
substansi-substansi atau virus yang menyusup ke dalam tubuh. Namun pada diabetes tipe 1,
tanpa alasan yang pasti, sistem imun menyerang pankreas serta menghancurkan sel beta dan
menyebabkan terhambatnya produksi hormon insulin.

Penderita diabetes tipe-1 hanya memproduksi insulin dalam jumlah yang sangat sedikit
atau bahkan tidak sama sekali. Akibatnya glukosa dalam darah semakin meningkat
(hiperglikemia) dan sel-sel tubuh tidak mendapatkan asupan energi yang cukup. Kondisi
tersebut dapat menyebabkan : 1. Dehidrasi Tingginya kadar gula dalam darah akan
meningkatkan frekuensi urinasi (buang air kecil) sebagai reaksi untuk mengurangi kadar
gula. Saat gula darah keluar bersama urine, tubuh juga akan kehilangan banyak air, sehingga
mengakibatkan dehidrasi. 2. Kehilangan berat badan Gula dalam darah (glukosa)
merupakan sumber energi bagi tubuh. Glukosa yang terbuang bersama urin juga mengandung
banyak nutrisi dan kalori yang diperlukan tubuh manusia. Oleh karena itu penderita diabetes
tipe 1 juga akan kehilangan berat badannya secara drastis. 3. Kerusakan tubuh Tingginya
level gula dalam darah akan menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh. Kondisi ini juga
akan merusak pembuluh darah kecil pada mata, ginjal dan jantung. Penderita diabetes
beresiko tinggi mengalami serangan jantung dan stroke. Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak
dapat dicegah. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan
yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh
terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap
awal.Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan
reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut
dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa yang dimaksud dengan diabetes juvenile ?
2. Bagaimana pencegahan diabetes juvinille ?
3. Komplikasi apa saja yang terdapat dalam diabetes juvenile ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami diabetes juvenile
2. Untuk mengetahui dan memahami etiologi diabetes juvenile
3. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi diabetes juvenile
4. Untuk mengetahui dan memahami etiologi diabetes juvenile
5. Untuk mengetahui dan memahami pencegahan diabetes juvenile
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN

Diabetes juvenile (Diabetes Melitus Tipe-1 ) merupakan kelainan sistematik akibat


gangguan metabolisme glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini disebabkan
oleh kerusakan sel-β pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi
insulin berkurang atau berhenti. Diabetes mellitus tipe 1 (Diabetes Juvenile), dahulu disebut
insulin-dependent diabetes (IDDM, diabetes yang bergantung pada insulin), dicirikan dengan
rusaknya sel-β penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans sehingga terjadi kekurangan
insulin pada tubuh. Diabetes tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Dalam kondisi normal, sistem kekebalan tubuh akan menyerang dan membentengi tubuh dari
bakteri dan substansi-substansi atau virus yang menyusup ke dalam tubuh. Namun pada diabetes
tipe 1, tanpa alasan yang pasti, sistem imun menyerang pankreas serta menghancurkan sel beta
dan menyebabkan terhambatnya produksi hormon insulin.

2.2 ETIOLOGI

Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes tipe- 1. Namun
yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor genetik/keturunan. Resiko
perkembangan diabetes tipe 1 akan diwariskan melalui faktor genetik. (Smeltzer, 2002) :

1. Faktor Genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA(human leucosite antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor-faktor Imunologi Adanya respons autotoimun yang merupakan respons
abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu
autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
3. Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
2.3 PATOFISIOLOGIS
Terjadinya DM tipe 1 utamanya disebabkan oleh defisiensi insulin. Defisiensi insulin
dapat menyebabkan gangguan metabolisme lipid, protein, dan glukosa (Raju dan Raju, 2010
dalam Ozougwu et al., 2013). Diabetes tipe-1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan
yang menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi
untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B pankreas.
Faktor ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang
disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh
agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang dirilis oleh
imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan
dengan replikasi atau fungsi sel B pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya
kegagalan sel B setelah infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga
meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-
gen yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi pada
pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of Langerhans)
sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.
Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya
ketosis apabila tidak diobati. diabetes ini muncul ketika pankreas sebagai pabrik insulin tidak
dapat atau kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak
ada sama sekali. Penurunan jumlah insulin menyebabkan gangguan jalur metabolik antaranya
penurunan glikolisis (pemecahan glukosa menjadi air dan karbondioksida), peningkatan
glikogenesis (pemecahan glikogen menjadi glukosa), terjadinya glukoneogenesis.
Glukoneogenesis merupakan proses pembuatan glukosa dari asam amino, laktat, dan gliserol
yang dilakukan counterregulatory hormone (glukagon, epinefrin, dan kortisol). Tanpa
insulin, sintesis dan pengambilan protein, trigliserida , asam lemak, dan gliserol dalam sel
akan terganggu. Seharusnya terjadi lipogenesis namun yang terjadi adalah lipolisis yang
menghasilkan badan keton.Glukosa menjadi menumpuk dalam peredaran darah karena tidak
dapat diangkut ke dalam sel. Kadar glukosa lebih dari 180 mg/dL ginjal tidak dapat
mereabsorbsi glukosa dari glomelurus sehingga timbul glikosuria. Glukosa menarik air dan
menyebabkan osmotik diuretik dan menyebabkan poliuria. Poliuria menyebabkan hilangnya
elektrolit lewat urin, terutama natrium, klorida, kalium, dan fosfat merangsang rasa haus dan
peningkatan asupan air (polidipsi). Sel tubuh kekurangan bahan bakar (cell starvation) pasien
merasa lapar dan peningkatan asupan makanan (polifagia). Biasanya, diabetes tipe ini sering
terjadi pada anak dan remaja tetapi kadangkadang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya
yang non obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali.
Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir
tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel B pankreas
gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin
eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan
hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah (Tandra,2007).

2.4 KlASIFIKASI
Klasifikasi DM tipe 1, berdasarkan etiologi sebagai berikut (Audehm et al., 2014 dan
Perkeni, 2011) :
1. Tipe IA, diduga pengaruh genetik dan lingkungan memegang peran utama untuk
terjadinya kerusakan pankreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai hubungan yang sangat
erat dengan fenomena ini.
2. Tipe IB berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok penderita
yang juga sering menunjukkan manifestasi autoimun lainnya, seperti Hashimoto disease,
Graves disease, pernicious anemia, dan myasthenia gravis. Keadaan ini berhubungan
dengan antigen HLA-DR3 dan muncul pada usia sekitar 30 - 50 tahun.

2.5 PENCEGAHAN
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer pada penyakit diabetes melitus adalah upaya pencegahan yang
dilakukan saat proses penyakit diabetes melitus belum dimulai (pada periode
prepatogenesis) dengan tujuan agar tidak terjadi proses penyakit diabetes melitus.
Pencegahan primer pada penyakit diabetes melitus adalah upaya yang ditujukan kepada
orang-orang sehat dan yang termasuk ke dalam kategori beresiko tinggi, yaitu orang-
orang yang belum terkena penyakit diabetes melitus tapi berpotensi terkena diabetes
melitus. Sasaran pada penyakit diabetes melitus adalah orang-orang yang belum terkena
penyakit diabetes melitus dan orang-orang yang beresiko terkena penyakit diabetes
melitus. Tujuannya yaitu untuk mengurangi insiden penyakit diabetes melitus dengan
cara mengendalikan penyebab penyakit dan faktor risikonya. Upaya –upaya yang
dilakukan dalam Pencegahan primer diabetes melitus meliputi: a) Penyuluhan Kesehatan
Mempertahankan pola makan sehari-hari yang sehat dan seimbang yaitu:
a) Meningkatkan konsumsi sayuran dan buah.
b) Membatasi makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana
c) Mempertahankan berat badan normal.
d) Melakukan kegiatan jasmani atau olahraga yang cukup sesuai umur dan
kemampuan.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit diabetes
melitus sudah berlangsung namun belum timbul tanda/gejala sakit (patogenesis awal)
dengan tujuan proses penyakit diabetes melitus tidak berlanjut dan mencegah komplikasi
dari diabetes melitus. Sasaran pencegahan sekunder pada diabetes melitus adalah
masyarakat yang sudah terdiagnosis terkena penyakit diabetes melitus. Tujuan
pencegahan sekunder pada diabetes melitus yakni menghentikan proses penyakit diabetes
melitus lebih lanjut dan mencegah komplikasi. Bentuk Kegiatan Yang Dilakukan
meliputi :
a) Skrining dan chek up kesehatan untuk menemukan penderita diabetes
melitus sedini mungkin yakni dengan pemeriksaan glukosa darah.
b) Pengobatan
c) Diet dengan meningkatkan konsumsi sayuran dan buah serta membatasi
makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana
d) Pengendalian berat badan yanni dengan mempertahankan berat badan
normal.
e) Olahraga yang cukup sesuai umur dan kemampuan. f) Penyuluhan
mengenai penyakit diabetes mellitus g) Terapi insulin untuk diabetes
mellitus h) Pencegahan komplikasi akut dan kronis
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier pada penyakit diabetes adalah pencegahan yang dilakukan saat proses
penyakit diabetes mellitus sudah lanjut (akhir periode patogenesis) dengan tujuan untuk
mencegah cacat dan mengembalikan penderita diabetes mellitus ke status sehat. Tujuan
pencegahan tersier adalah menurunkan kelemahan dan kecacatan, memperkecil
penderitaan dan membantu penderita diabetes mellitus untuk melakukan penyesuaian
terhadap kondisi yang tidak dapat diobati lagi. Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah
rehabilitas. Rehabilitasi terdiri dari :
a) Rehabilitasi fisik Agar bekas penderita diabetes mellitus memperoleh perbaikan
fisik semaksimal-maksimalnya.Rehabilitasi mental Agar bekas penderita
diabetes mellitus dapat menyesuaikan diri dalam hubungan perorangan dan
sosial secara memuaskan. Seringkali bersamaan dengan terjadinya cacat
badaniah muncul pula kelainankelainan atau gangguan mental. Untuk hal ini
bekas penderita perlu mendapat bimbingan kejiwaan sebelum kembali kedalam
masyarakat.
b) Rehabilitasi sosia vakasional Tujuannya supaya bekas penderita diabetes
mellitus menempati suatu pekerjaan/jabatan dalam masyarakat agar kapasitas
kerja yang semaksimal-maksimalnya sesuai dengan kemampuan dan dan
ketidak mampuan.
c) Rehabilitasi aesthetis Usaha rehabilitasi aesthetis perlu dilakukan untuk
mengembalikan rasa keindahan, walaupun kadang-kadang fungsi dari alat
tubuhnya itu sendiri tidak dapat dikembalikan. Usaha pengembalian bekas
penderita diabetes mellitus ini kedalam masyarakat, memerlukan bantuan dan
pengertian dari segenap anggota masyarakat untuk dapat mengerti dan
memahami keadaan mereka, (fisik, mental dan kemampuannya) sehingga
memudahkan mereka dalam proses penyesuaian dirinya didalam masyarakat,
dalam keadaannya yang sekarang ini.

2.6 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktifitas
insulin dan glukosa dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan terapi dari setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah
normal (euglikemia) tanpa terjadnya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas
pasien. Penatalaksanaan untuk diabetes mellitus terdiri dari penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan keperawatan (Smeltzer, 2002)

1.Penatalaksanaan secara keperawatan

a) Penyuluhan/pendidikan kesehatan Penyuluhan tentang diabetes, adalah pendidikan


dan pelatihan mengenai pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien diabetes yang
bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien
akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal, dan
penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik (Long, 1996)
b) Perencanaan makan Pada konsensus perkumpulan endokrinologi indonesia
(PERKENI) telah ditetapkan bahwa standart yang dianjurkan adalah santapan dengan
komposisi yang seimbang. Pada saat ini, Perhimpunan diabetes amerika dan
perhimpunan diabetes amerikan merekomendasikan bahwa untuk semua tingkat
asupan kalori, makan 50 % hingga 60 % kalori berasal dari karbohidrat, 20-30 %
berasal dari lemak dan 12-20 % lainya berasal dari protein. Rekomendasi ini juga
konsisten dengan rekomendasi dari the american heart asociation dan american cancer
sosiety. Apabila diperlukan santapan dengan komposisi karbohidrat sampai 70-75 %
juga memberikan hasil yang baik. Terutama untuk golongan ekonomi yang rendah.
Jumlah kalori disesuiakan dengan pertumbuhan, usia, statrus gizi, stress akut dan
kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal (Mirza, 2009) Karena itu diet
yang tepat untuk mengendalikan dan mencegah agar berat badan tidak menjadi
berlebihan dengan cara: kurangi kalori, kurangi lemak, konsumsi karbohidrat
komplek, hindari makanan manis dan perbanyak makanan banyak serat
c) Latihan/olahraga Latihan atau olahraga selain dapat menurunkan kadar gula darah
karena membuat kerja insulin lebih efektif dengan cara meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Olahraga sangat bermanfaat
pada diabetes karena dapat menurunkan berat badan, mengurangi rasa stress,
mengurangi faktor resiko kardiovaskuler dan mempertahankan kesegaran tubuh. Bagi
pasien DM melakukan olahraga dengan teratur akan lebih baik, tetapi jangan
melakukan olahraga yang berat-berat
2. Penatalaksanaan secara medis

a) Obat hipoglikemik oral (OHO) Jika pasien telah melakukan pengturan makan
dan kegiatan jasmani yang teratur, tetapi kadar glukosa darahnya masih belum
baik, dipertimbangkan pemakaian obat berhasiat hipoglikemik.
1) Sulfoniurea Mekanisme aksi sulfonilurea adalah meningkatkan
sekresi insulin endogen dengan cara berikatan dengan reseptor
sulfonilurea spesifik pada sel β pankreas. Sulfonilurea yaitu mampu
menurunkan kadar A1C 15 sekitar 0,8 %. Contoh obat golongan
sulfonilurea yaitu glibenklamid, klorpropamid, glimepirid, dan
gliburid. Efek samping golongan sulfonilurea adalah hipoglikemia,
ruam, diare, muntah. Penggunaan glibenklamid dan glimepirid pada
pasien yang berusia tua dan pasien dengan komplikasi neuropati atau
nefropati memiliki risiko besar mengalami hipoglikemia (Audehm et
al., 2014 dan Harper, 2013).
2) Biguanid Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di
bawah normal. Dianjurkan untuk pasien gemuk.
3) Inhibitor α glukosidase Bersifat kompetitif menghambat kerja enzim
α glukosidase sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan
menurunkan hiperglikemia pascaprandial.
4) Insulin sentizing agent Berfungsi meningkatkan sensitifitas insulin
tanpa menyebabkan hipoglikemia

2.7 Manifestasi klinis

Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak
ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif
kronik pada pembuluh darah dan saraf. Manifestasi klinis DM tipe 1 sama dengan manifestasi
pada DM tahap awal, yang sering ditemukan :

1) Poliuri (banyak kencing) Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah
meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi
osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien
mengeluh banyak kencing.
2) Polidipsi (banyak minum) Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan
kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih
banyak minum.
3) Polifagia (banyak makan) Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel
mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan.
Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada
sampai pada pembuluh darah.
4) Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini disebabkan
kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat
peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh
terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan
yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien
dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus.

2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi pada DM tipe 1 dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu komplikasi akut dan
komplikasi menahun.
1) Komplikasi Metabolik Akut
a. Ketoasidosis Diabetik Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami
hiperglikemi dan glukosuria berat, penurunan glikogenesis, peningkatan
glikolisis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai penumpukkan
benda keton, peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis,
peningkatan ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria juga
mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidasi dan kehilangan
elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami syok yang akhirnya klien dapat
koma dan meninggal.
b. Hipoglikemi Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami
hipoglikemia jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia dapat
terjadi akibat lupa atau terlambat makan sedangkan penderita mendapatkan
therapi insulin, akibat latihan fisik yang lebih berat dari biasanya tanpa suplemen
kalori tambahan, ataupun akibat penurunan dosis insulin. Hipoglikemia umumnya
ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar, palpitasi, berkeringat dingin,
mata berkunang-kunang, tremor, pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh
pelepasan epinefrin, juga akibat kekurangan glukosa dalam otak akan
menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah laku aneh, sensorium yang tumpul, dan
pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan koma.
2) Komplikasi Vaskular Jangka Panjang (pada DM tipe 1 biasanya terjadi memasuki tahun
ke 5)
1) Mikroangiopaty Merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan
arteriola retina (retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik
diabetic/dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1), syaraf-syaraf perifer
(neuropaty diabetik), otototot dan kulit. Manifestasi klinis retinopati berupa
mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari arteriola retina. Akibat terjadi
perdarahan, neovasklarisasi dan jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan
kebutaan.
2) Makroangiopaty Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin
dapat menjadi penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini berupa
a) Penimbunan sorbitol dalam intima vascular.
b) Hiperlipoproteinemia
c) Kelainan pembekun darah Pada akhirnya makroangiopaty diabetik akan
mengakibatkan penyumbatan vaskular jika mengenai arteria-arteria perifer
maka dapat menyebabkan insufisiensi vaskular perifer yang disertai
Klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas. Jika yang terkena
adalah arteria koronaria, dan aorta maka dapat mengakibatkan angina pektoris
dan infark miokardium. Komplikasi diabetik diatas dapat dicegah jika
pengobatan diabetes cukup efektif untuk menormalkan metabolisme glukosa
secara keseluruhan.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesis Identitas klien yang harus di ketahui perawat meliputi nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayan, suku bangsa, bahasa yang dipakai,
status pendidikan pekerjaan klien,dan asuransi kesehatan. Keluhan utama merupakan
faktor utama yang mendorong klien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
a) Riwayat penyakit saat ini
b) Riwayat penyakit dahulu Perlu di tanyakan pula apakah klien pernah menderita
penyakit seperti TB paru, pneumonia, gagal jantung, trauma asites, dan
sebagainya.Riwayat penyakit keluarga Perlu di tanyakan apakah ada anggota
keluarga yang menderita penyakit penyakit yang mungkin dapat menyebabkan
efusi pleura seperti kanker paru, asma, TB paru, dan lain sebagainya.
2. Pengkajian Fokus Pengkajian fokus Menurut (Doenges, 2000) pengkajian meliputi :
a) Aktivitas istirahat Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus
otot menurun. Gangguan tidur/istirahat.
b) Eliminasi Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia. Rasa nyeri
terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru atau berulang. Nyeri tekan
abdomen
c) Makanan/cairan Gejala : Hilang nafsu makan. Mual atau muntah. Tidak
mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat. Penurunan berat
badan lebih dari periode beberapa hari atau minggu. Haus. Penggunaan diaretik
(tiazid).
d) Neurosenseri Gejala : Pusing atau pening. Sakit kepala. Kesemutan, kebas.
Kelemahan pada otot, parestesia. Gangguan penglihatan.

3. Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi : pada DM tipe 1 didapatkan klien mengeluh kehausan, klien tampak
banyak makan, klien tampak kurus dengan berat badan menurun, terdapat
penutunan lapang pandang, klien tampak lemah dan mengalam penurunan tonus
otot.
b) Palpasi : denyut nadi meningkat, tekanan darah meningkat yang menandakan
terjadi hipertensi.
c) Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah

4. Pemeriksaan Diagnostik
a) Glukosa darah : meningkat 200-100 mg/dL
b) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e) Elektrolit : 1) Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun 2) Kalium :
normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun.
3) Fosfor : lebih sering menurun
f) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup
SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan
control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK
baru)
g) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3
( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h) Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
i) Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi
ginjal)
j) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis
akut sebagai penyebab dari DKA.
k) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahkan sampai tidak ada ( pada tipe 1)
atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi
insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin
dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody.
5. DIAGNOSA KEPERAWATAN :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari
hiperglikemia).
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin (penurunan ambilan dan penggunaan glukosa oleh
jaringan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein atau lemak).
3. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa tinggi,
penurunan fungsi leukosit, perubahan sirkulasi.

6. INTERVENSI KEPERAWATAN :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari
hiperalikemia).
Rencana tindakan :
a) Dapatkan riwayat pasien atau orang terdekat sehubungan dengan lamanya,
intensitas dari gejala seperti muntah, pengeluaran urine yang berlebihan.
b) Pantau TTV, catat adanya perubahan tekanan darah orto statik.
c) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membrane mukosa.
d) Kaji suhu, warna kulit, atau kelembabannya.
e) Kolaborasi dalam pembemberian cairan sesuai indikasi.
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin (penurunan ambilan dan penggunaan glukosa oleh jaringan
mengakibatkan peningkatan metabolisme protein/lemak)
Rencana Tindakan :
a) Timbang BB setiap hari atau sesuai indikasi
b) Tentukan program diet pasangan dan pola makan klien, dan bandingkan
dengan makanan yang dihabiskan oleh pasien.
c) Berikan makan cair yang mengandung zat makanan dan elektrolit dengan
segera.
d) Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki termasuk kebutuhan etnik
kultur.
e) Libatkan keluarga pasien dalam perencanaan makanan sesuai indikasi
f) Berkolaborasi dengan pemeriksaan gula darah.
3. Resiko infeksi terhadap sepsis b/d kadar glukosa tinggi.
Rencana Tindakan :
a) Observasi adanya tanda – tanda peradangan seperti demam, kemerahan,
adanya pus pada luka.
b) Pertahankan teknik aseptic pada prosedur infasif.
c) Berikan perawatan luka secara teratur.
d) Anjurkan untuk makan dan minum yang adekuat.
e) Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitifitas sesuai dengan indikasi.
f) Berikan antibiotic yang sesuai.

7. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari
hiperalikemia).
a) Membantu dalam memperkirakan kekurangan cairan total, tanda dan gejala
mungkin sudah ada sebelumnya.
b) Hipovolemia dapat diartikan oleh hipotensi dan tachicardia, perkiraan berat
ringannya hipovolemia dapat diukur ketika sistolik turun 10 mmHg.
c) Mengkaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membrane mukosa.
d) Mengkaji suhu, warna kulit, atau kelembabannya.
e) Memberikan pemenuhan cairan yang dibutuhkan
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin (penurunan ambilan dan penggunaan glukosa oleh jaringan
mengakibatkan peningkatan metabolisme protein/lemak)
a) mengkaji pemasukan makan yang adekuat.
b) mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terpeutik.
c) pemberian makan melalui oral akan lebih baik.
d) Rasional : kerjasama ini dapat dilanjutkan setelah klien pulang
e) rasa kebersamaanya dan menambah informasi yang dibutuhkan keluarga.
f) Rasional : memantau kadar gula dalam darah.
3. Resikoi infeksi terhadap sepsis b/d kadar glukosa tinggi.
a) Mengobservasi adanya tanda – tanda peradangan seperti demam, kemerahan,
adanya pus pada luka.
b) mengurangi terjadinya infeksi lebih lanjut.
c) menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi.
d) mengindentifikasi organisme yang masuk kedalam tubuh.
e) Memberikan antibiotic yang sesuai.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Diabetes Melitus Tipe-1 merupakan kelainan sistematik akibat gangguan
metabolisme glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini
disebabkan oleh kerusakan sel-β pankreas baik oleh proses autoimun maupun
idiopatik sehingga produksi insulin berkurang atau berhenti. Diabetes mellitus
tipe 1 (Diabetes Juvenile), dahulu disebut insulin-dependent diabetes (IDDM,
diabetes yang bergantung pada insulin), dicirikan dengan rusaknya sel-β penghasil
insulin pada pulau-pulau Langerhans sehingga terjadi kekurangan insulin pada
tubuh.
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA), 2013. Standards of Medical Care in Diabetes-


2013.
ADA (American Diabetes Association), Diagnosis and Classification Diabetes Melitus,
2012 Snell, Richard. S, 2000. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. EGC.
Jakarta.
Smeltzer S.C & Bare, Brunner &Suddarth., 2002. Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi 8 Volume 2.Jakarta : EGC.
PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus di Indonesia.
Jakarta: PERKENI; 2011.
Audehm, R., Arthur, I., Barlow, J., Kennedy, M., Kilov, G., Leow, S., et al, 2014,
General Practice Management of Type 2 Diabetes, The Royal Australian College of
General Practitioners and Diabetes Australian,47-51.

Anda mungkin juga menyukai