Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK 2
JUVENILE DIABETES
Pembimbing :
Anita Rahmawati.,S.Kep.Ns. M.Kep

DISUSUN OLEH KELOMPOK 9:


1. LENI HAFIATUN HASANAH (163210113)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2018
Kata Pengantar
Puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT yang  mana atas
berkat dan pertolongan-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Terimakasih juga saya ucapkan kepada dosen pembimbing Anita Rahmawati.,
S.kep.Ns.M.Kep yang turut membimbing kami sehingga bisa  menyelesaikan
makalah ini sesuai waktu yang telah di tentukan.
Sholawat serta salam senantiasa saya haturkan kepada suri tauladan kita
Nabi  Muhammad SAW yang selalu kita harapkan syafa’atnya.
Makalah ini kami buat dalam rangka untuk memperdalam pengetahuan dan
pemahaman mengenai  Keperawatan Anak 1 yang membahas tentang Juvenile
Diabetes.
Makalah ini juga dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Anak 2. Dengan segala keterbatasan  yang ada, penulis telah berusaha dengan
segala daya dan upaya guna menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari
bahwasanya makalah ini jauh dari  kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik  dan  saran yang  membangun dari pembaca untuk
menyempurnakan  makalah ini. Atas kritik dan sarannya saya ucapkan
terimakasih.

Jombang, 1 April 2018

Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................ i
Daftar Isi.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................
BAB II PEMBAHASAN
1.1 Definisi Diabetes Militus tipe 1.......................................................
1.2 Klasifikasi Diabetes Militus tipe 1...................................................
1.3 Etiologi Diabetes Militus tipe 1.......................................................
1.4 Patofisiologi Diabetes Militus tipe 1................................................
1.5 Manifestasi Klinis Diabetes Militus tipe 1.......................................
1.6 Pemeriksaan Diagnostik Diabetes Militus tipe 1.............................
1.7 Komplikasi Diabetes Militus tipe 1..................................................
1.8 Penatalaksanaan Diabetes Militus tipe 1..........................................
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian.........................................................................................
3.2 Diagnosa Keperawatan......................................................................
3.3 Intervensi...........................................................................................
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan........................................................................................
4.2 Saran..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal,saraf, dan pembuluh darah
disertai lesi pada membrane basalis pada pemeriksaan dengan
mikrosopelektron. Banyak orang pada membrane basalis pada pemeriksaan
dengan mikrosop elektron. Banyak orang pada awalnyatidak tahu bahwa
mereka menderita diabetes. Diabetes mellitus pada anak dulu dikenal sebagai
diabetes mellitus juvenile, berbeda dengan diabetes pada dewasa yang
sebagaian besar merupakan tipe 2, diabetes pada anak-anak sebagian besar
tipe 1 banyak aspek yang harus diperhatikan pada anak dengan diabetes
karena anak masih dalam proses tumbuh kembang, pengawasan dari orang tua
terhadap penyakitnya harus dilakukan dengan baik untuk mengantisipasi
gangguan tumbuh kembang yang mungkin terjadi pada anak.
Diabetes mellitus tipe 1 merupakansalah satu penyakit kronis yang
sampai saat ini belum dapat disembuhkan. Insiden diabetes melitus tipe 1
sangat bervariasi di tiap Negara. Dari data-data epidemiologic memperlihatkan
bahwa puncak usia terjadinya DM pada anak adalah pada usia 5-7 tahun dan
pada saat menjelang remaja. Sedangkan, insiden penderita diabetes melitus
tipe 1 pada anak meningkat secara signifikan dinegara Barat. Merupakan
sebuah tantangan tersendiri bagi para orang tua dan dokter dalam pengobatan
diabetes melitus tipe 1 pada anak yang berumur di bawah 12 tahun. Seiring
perkembangan teknologi yang makin pesat dan meningkatnya permintaan
pasien diabetes melitus yang mendambakan pengobatan efektif dan aman
tanpa terus-terusan harus menginjeksikan insulin ke tubuh mereka, sebagai
alternative digunakanlah pompa insulin yang kini menjadi favorit penderita
pasien diabetes di Amerika, terutama diabetes melitus tipe 1 akibatnya, terjadi
peningkatan yang signifikan terhadap pemakaian pompa insulin selama 1
dekadeini karena pasien DM tidak perlu menghabiskan waktu terlalu banyak
untuk menginjeksinya insulin ke tubuhnya terus menerus.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari Militus tipe 1?
2. Apa klasifikasi dari Militus tipe 1?
3. Apa penyebab terjadinya Militus tipe 1?
4. Bagaimana perjalanan penyakit Militus tipe 1?
5. Apa tanda dan gejala Militus tipe 1?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan oleh penderita
Militus tipe 1?
7. Apa saja komplikasi yang terjadi pada penderita Militus tipe 1?
8. Bagaimana penatalaksanaan untuk penderita Militus tipe 1?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui definisi Militus tipe 1
2. Untuk mengetahui klasifikasi Militus tipe 1
3. Untuk mengetahui etiologi dari Militus tipe 1
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari Militus tipe 1
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Militus tipe 1
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari Militus tipe 1
7. Untuk mengetahui komplikasi yang terjadi pada Militus tipe 1
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Militus tipe 1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Diabetes Melitus Tipe-1 merupakan kelainan sistematik akibat
gangguan metabolisme glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik.
Keadaan ini disebabkan oleh kerusakan sel-β pankreas baik oleh proses
autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang atau
berhenti.
Diabetes mellitus tipe 1 (Diabetes Juvenile), dahulu disebut insulin-
dependent diabetes (IDDM, diabetes yang bergantung pada insulin), dicirikan
dengan rusaknya sel-β penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans
sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe ini dapat
diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Dalam kondisi normal, sistem kekebalan tubuh akan menyerang dan
membentengi tubuh dari bakteri dan substansi-substansi atau virus yang
menyusup ke dalam tubuh. Namun pada diabetes tipe 1, tanpa alasan yang
pasti, sistem imun menyerang pankreas serta menghancurkan sel beta dan
menyebabkan terhambatnya produksi hormon insulin.
Penderita diabetes tipe-1 hanya memproduksi insulin dalam jumlah
yang sangat sedikit atau bahkan tidak sama sekali. Akibatnya glukosa dalam
darah semakin meningkat (hiperglikemia) dan sel-sel tubuhtidak
mendapatkan asupan energi yang cukup. Kondisi tersebut dapat
menyebabkan:
a. Dehidrasi
Tingginya kadar gula dalam darah akan meningkatkan frekuensi urinasi
(buang air kecil) sebagai reaksi untuk mengurangi kadar gula. Saat gula
darah keluar bersama urine, tubuh juga akan kehilangan banyak air,
sehingga mengakibatkan dehidrasi.
b. Kehilangan berat badan
Gula dalam darah (glukosa) merupakan sumber energi bagi tubuh.
Glukosa yang terbuang bersama urin juga mengandung banyak nutrisi
dan kalori yang diperlukan tubuh manusia. Oleh karena itu penderita
diabetes tipe 1 juga akan kehilangan berat badannya secara drastis.
c. Kerusakan tubuh
Tingginya level gula dalam darah akan menyebabkan kerusakan
pada jaringan tubuh. Kondisi ini juga akan merusak pembuluh darah
kecil pada mata, ginjal dan jantung. Penderita diabetes beresiko tinggi
mengalami serangan jantung dan stroke.
Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Kebanyakan
penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik
saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun
respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes
tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1
adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta
pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi
pada tubuh.

2.2 Klasifikasi
Klasifikasi DM tipe 1, berdasarkan etiologi sebagai berikut :
Pada DM tipe I, dikenal 2 bentuk dengan patofisiologi yang berbeda.
a) Tipe IA, diduga pengaruh genetik dan lingkungan memegang peran
utama untuk terjadinya kerusakan pankreas. HLA-DR4 ditemukan
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan fenomena ini.
b) Tipe IB berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok
penderita yang juga sering menunjukkan manifestasi autoimun lainnya,
seperti Hashimoto disease, Graves disease, pernicious anemia, dan
myasthenia gravis. Keadaan ini berhubungan dengan antigen HLA-DR3
dan muncul pada usia sekitar 30 - 50 tahun.
2.3 Etiologi
Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes tipe- 1
Namun yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor
genetik/keturunan. Resiko perkembangan diabetes tipe 1 akan diwariskan
melalui faktor genetik.
a. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite antigen).
HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor-faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan
insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.

2.4 Patofisiologi
Diabetes tipe-1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang
menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan
predisposisi untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang
menyerang antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga
mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus,
seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen
kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang
dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis yang
mendasari yang berhubungan dengan replikasi atau fungsi sel B pankreas
dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi
virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan kerentanan
terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang
merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi
pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets
of Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.
Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan
dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika
pankreas sebagai pabrik insulin tidak dapat atau kurang mampu memproduksi
insulin. Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak ada sama sekali.
Penurunan jumlah insulin menyebabkan gangguan jalur metabolik antaranya
penurunan glikolisis (pemecahan glukosa menjadi air dan karbondioksida),
peningkatan glikogenesis (pemecahan glikogen menjadi glukosa), terjadinya
glukoneogenesis. Glukoneogenesis merupakan proses pembuatan glukosa
dari asam amino, laktat, dan gliserol yang dilakukan counterregulatory
hormone (glukagon, epinefrin, dan kortisol). Tanpa insulin, sintesis dan
pengambilan protein, trigliserida , asam lemak, dan gliserol dalam sel akan
terganggu. Seharusnya terjadi lipogenesis namun yang terjadi adalah lipolisis
yang menghasilkan badan keton.Glukosa menjadi menumpuk dalam
peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke dalam sel. Kadar glukosa
lebih dari 180 mg/dL ginjal tidak dapat mereabsorbsi glukosa dari
glomelurus sehingga timbul glikosuria. Glukosa menarik air dan
menyebabkan osmotik diuretik dan menyebabkan poliuria. Poliuria
menyebabkan hilangnya elektrolit lewat urin, terutama natrium, klorida,
kalium, dan fosfat merangsang rasa haus dan peningkatan asupan air
(polidipsi). Sel tubuh kekurangan bahan bakar (cell starvation) pasien merasa
lapar dan peningkatan asupan makanan (polifagia).
Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi
kadang-kadang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non obesitas
dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali.
Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan
karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma
meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus
insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk
memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan
hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah (Tandra,2007).

Perbedaan antara DM Tipe 1 dengan Tipe 2 adalah sebagai barikut :


DM Tipe 1 DM Tipe 2
Penderita menghasilkan sedikit Pankreas tetap menghasilkan insulin,
insulin atau sama sekali tidak kadang kadarnya lebih tinggi dari
menghasilkan insulin. normal. Tetapi tubuh membentuk
kekebalan terhadap efeknya, sehingga
terjadi kekurangan insulin relatif.
Umumnya terjadi sebelum usia 30 Bisa terjadi pada anak-anak dan
tahun, yaitu anak-anak dan remaja. dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah
usia 30 tahun.
Para ilmuwan percaya bahwa faktor Faktor resiko untuk diabetes tipe 2
lingkungan (berupa infeksi virus adalah obesitas dimana sekitar 80-
atau faktor gizi pada masa kanak- 90% penderita mengalami obesitas.
kanak atau dewasa awal) Tipe 2 merupakan suatu proses jangka
menyebabkan sistem kekebalan panjang dalam tubuh dimana pola
menghancurkan sel penghasil hidup dan pola makan yang salah
insulin di pankreas. Untuk membuat organ tubuh menjadi rusak,
terjadinya hal ini diperlukan dan tidak mampu berfungsi baik lagi.
kecenderungan genetik.
90% sel penghasil insulin (sel beta) Diabetes Mellitus tipe 2 juga
mengalami kerusakan permanen. cenderung diturunkan secara genetik
Terjadi kekurangan insulin yang dalam keluarga.
berat dan penderita harus
mendapatkan suntikan insulin
secara teratur.
2.5 Manifestasi Klinis
1.      Onset
Biasanya cukup cepat, gejala menjadi semakin jelas dalam 1-6 minggu.
Jika hal ini tidak dikenali, maka anak dapat jatuh ke dalam koma
diabetes.
2.      Simptom
1) Anak minum dan makan berlebihan (polidipsi) dan (polifagi)
2) Mengeluarkan urine dalam jumlah banyak (poliuri)
3) Kelemahan umum
4) Cepat lelah dan lesu
5) Berat badan menurun
6) Nyeri abdomen
Sering terjadi pada ketoasidosis
7) Kulit kering dan tidak elastis karena dhidrasi (Behram. Ilmu
Kesehatan Anak. 1998)

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


1.      Pemeriksaan Fisik
a.       Inspeksi
pada DM tipe 1 didapatkan klien mengeluh kehausan, klien tampak
banyak makan, klien tampak kurus dengan berat badan menurun,
terdapat penutunan lapang pandang, klien tampak lemah dan
mengalam penurunan tonus otot.
b.      Palpasi
denyut nadi meningkat, tekanan darah meningkat yang menandakan
terjadi hipertensi.
c.       Auskultasi
adanya peningkatan tekanan darah
2.      Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dlakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya
tidak jauh berbeda.
a.       Glukosa darah : meningkat 200-100 mg/dL
b.      Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
c.       Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d.      Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330
mOsm/l
e.       Elektrolit :
1) Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
2) Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun.
3) Fosfor : lebih sering menurun
f.       Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari
normal yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan
terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk
membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang
berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)
g.      Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan
pada HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis
respiratorik.
h.      Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
i.        Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/
penurunan fungsi ginjal)
j.        Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
k.      Insulin darah : mungkin menurun / atau bahkan sampai tidak ada
( pada tipe 1) atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang
mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam
penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat
berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody. (
autoantibody)
l.        Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid
dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m.    Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
n.      Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.

2.7 Komplikasi
1.      Gangren (jarang)
2.      Gangguan pertumbuhan dan pubertas
3.      Katarak
4.      Arteriosklerosis (sesudah 10-15 tahun)
5.      Hepatomegali
6.     Gangguan mikrovaskuler dalam ginjal (nephropathy) retina
(Retinopathy), dan intestinal yang dapat menyebabkan gagal ginjal,
kebutuhan dan sindroma malabsorbsi.
7.      Koma
(FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. 1988:261)

2.8 Penatalaksanaan
Ada enam cara dalam penatalaksanaan DM tipe 1 meliputi:
1.      Pemberian insulin
Yang harus diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis, dosis,
kapan pemberian, dan cara penyuntikan serta penyimpanan. Terdapat
berbagai jenis insulin berdasarkan asal maupun lama kerjanya, menjadi
kerja cepat/rapid acting, kerja pendek(regular/soluble), menengah,
panjang, dan campuran.
Penatalaksanaan Terapi Insulin.
a) pemberian /penyuntikan hormone insulin
b) Indikasi dan kontra indikasi pemberian /penyuntikan hormone
Cara insulin.
c) Efek samping pemberian / penyuntikan hormone insulin.dll
Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi insulin.
Tujuan terapi ini terutama untuk :
1)   Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau
mendekati normal.
2)   Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada
diabetes.
Keberhasilan terapi insulin juga tergantung terhadap gaya hidup seperti
program diet dan olahraga secara teratur.
Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah
ini :
a.      Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari
b.      Kadar glukosa darah sering tidak teratur
c.       Ingin mengurangi resiko hipoglikemi
d.      Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan
e.       Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel
Enam tipe insulin berdasarkan mulai kerja, puncak, dan lama kerja
insulin tersebut, yakni :
1.      Insulin Kerja Cepat (Short-acting Insulin)
2.      Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
3.      Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
4.      Mixed Insulin
5.      Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
6.      Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)

Cara Pemberian Insulin


Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses
pencernaan sehingga insulin tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil.
Satu-satunya jalan pemberian insulin adalah melalui suntikan, bisa
suntikan di bawah kulit (subcutan/SC), suntikan ke dalam otot
(intramuscular/IM), atau suntukan ke dalam pembuluh vena
(intravena/IV). Ada pula yang dipakai secara terus menerus dengan
pompa (insulin pump/CSII) atau sistem tembak (tekan semprot) ke
dalam kulit (insulin medijector).
Dosis anak bervariasi berkisar antara 0,7-1,0 U/kg per hari.
Dosis insulin ini berkurang sedikit pada adanya fase remisi yang
dikenal sebagai honeymoon periode dan kemudian meningkat pada saat
pubertas.
Saat awal pengobatan insulin diberikan 3-4 kali injeksi. Bila
dosis optimal dapat diperoleh, diusahakan untuk mengurangi jumlah
suntikan menjadi 2 kali dengan menggunakan insulin kerja mengengah
atau kombinasi kerja pendekb dan menengah (split-mix regimen).
Penyuntikan setiap hari secara subkutan dipaha, lengan atas, sekitar
umbilicus secara bergantian. Insulin sebaiknya disimpan dalam lemari
es pada suhu 4-8 0C.
2.      Pengaturan makan/diet
a. Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan
usia pubertas dapat juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
1000 + (usia dalam tahun x 100) = ....... Kalori/hari
b. Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 50-55%
karbohidrat, 10-15% protein (semakin menurun dengan
bertambahnya umur), dan 30-35% lemak.
c. Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3
kali makanan kecil sebagai berikut :
a)         20% berupa makan pagi.
b)         10% berupa makanan kecil.
c)         25% berupa makan siang.
d)        10% berupa makanan kecil.
e)         25% berupa makan malam.
f)          10% berupa makanan kecil.
Dari sisi makanan penderita diabetes atau kencing manis
lebih dianjurkan mengkonsumsi karbohidrat berserat seperti
kacang-kacangan, sayuran, buah segar seperti pepaya, kedondong,
apel, tomat, salak, semangka dll. Sedangkan buah-buahan yang
terlalu manis seperti sawo, jeruk, nanas, rambutan, durian, nangka,
anggur, tidak dianjurkan.
Menurut peneliti gizi asal Universitas Airlangga,
Surabaya, Prof. Dr. Dr. H. Askandar Tjokroprawiro,
menggolongkan diet atas dua bagian, A dan B. Diet B dengan
komposisi 68% karbohidrat, 20% lemak, dan 12% protein, lebih
cocok buat orang Indonesia dibandingkan dengan diet A yang
terdiri atas 40 – 50% karbohidrat, 30 – 35% lemak dan 20 – 25%
protein. Diet B selain mengandung karbohidrat lumayan tinggi,
juga kaya serat dan rendah kolesterol. Berdasarkan penelitian, diet
tinggi karbohidrat kompleks dalam dosis terbagi, dapat
memperbaiki kepekaan sel beta pankreas.

Serat makanan
Tipe diet ini berperan dalam penurunan kadar total
kolesterol dan LDL (low-density lipoprotein) kolesterol dalm
darah. Peningkatan kandungan serat dalam diet dapat pula
memperbaiki kadar glukosa darah sehingga kebutuhan insulin dari
luar dapat dikurangi.
Mekanisme kerja serat terlarut diperkirakan berhubungan
dengan pembentukan gel dalam traktus gastrointestinal. Gel ini
akan memperlambat pengosongan lambung dan gerakan makanan
yang melalui saluran cerna bagian atas. Efek penurunan glukosa
yang potensial oleh serat makanan tersebut mungkin disebabkan
oleh kecepatan absorpsi glukosa yang lebih lambat.
Sementara itu tingginya serat dalam sayuran jenis A(bayam,
buncis, kacang panjang, jagung muda, labu siam, wortel, pare,
nangka muda) ditambah sayuran jenis B (kembang kol, jamur
segar, seledri, taoge, ketimun, gambas, cabai hijau, labu air, terung,
tomat, sawi) akan menekan kenaikan kadar glukosa dan kolesterol
darah. Bawang merah dan putih (berkhasiat 10 kali bawang merah)
serta buncis baik sekali jika ditambahkan dalam diet diabetes
karena secara bersama-sama dapat menurunkan kadar lemak darah
dan glukosa darah.

Alkohol
Alkohol dapat menurunkan reaksi fisiologi normal dalam
tubuh yang memproduksi glukosa (glukoneogenesis). Jadi, jika
seorang penderita diabetes minum minuman beralkohol pada saat
lambung kosong, maka kemungkinan terjadinya hipoglikemia akan
meningkat. Konsumsi alcohol yang berlebihan dapat
menggganggu kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi serta
mengatasi keadaan hipoglikemia dengan tepat dan mengikuti
rencana makan yang sudah diresepkan untuk mencegah
hipoglikemian.
3.      Olahraga
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selam
kurang lebih 30 menit yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous
Rytmical Interval Progressive Endurance Training). Latihan yang
dapa dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, dan
bersepeda.
4.      Obat hipoglikemik oral (OHO)
Jika pasien telah melakukan pengturan makan dan kegiatan jasmani
yang teratur, tetapi kadar glukosa darahnya masih belum baik,
dipertimbangkan pemakaian obat berhasiat hipoglikemik.
a.       Sulfoniurea
Berfungsi untuk menstimulasin pelepasan insulin yang
tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin, meningkatkan
sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
b.      Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah
normal. Dianjurkan untuk pasien gemuk.
c.       Inhibitor α glukosidase
Bersifat kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase
sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan
hiperglikemia pascaprandial.
d.      Insulin sentizing agent
Berfungsi meningkatkan sensitifitas insulin tanpa
menyebabkan hipoglikemia.
5.      Edukasi
Kegiatan edukasi meliputi pemahaman dan pengertian penyakit dan
komplikasinya, memotivasi penderita dan keluarga agar patuh
berobat.
6.      Pemantauan mandiri/home monitoring
Pasien serta keluarga harus dapat melakukan pemantauan kadar
glukosa darah dan penyakitnya di rumah. Halini sangat diperlukan
karenasangat menunjang upaya pencapaian normoglikemia.
Pamantauan dapat dilakukan secara langsung (darah) dan secara
tidak langsung (urin).
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Riwayat penyakit, terutama yang berhubungan dengan penyakit yang
berbahaya.
b. Riwayat keluarga
Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang menderita
diabetes melitus.
c. Riwayat Kesehatan
Terutama yang berhubungan dengan penurunan berat badan, frekuensi
minum dan berkemih. Peningkatan nafsu makan, penururan tingkat
kesadaran, perubahan perilaku dan manifestasi dari diabetes melitus
tergantung insulin, sebagai berikut:
a.       Polifagi
b.      Poliuria
c.       Polidipsi
Hal-hal lain yang perlu dikaji:
a. Kaji hiperglikemia dan hipoglikemia
b. Kaji tumbuh kembang anak
c. Satus hidrasi
d. Tanda dan gejala ketoasidosis, nyeri abdomen, mual muntah,
pernapasan kusmaul menurunnya kesadaran.
e. Kaji tingkat pengetahuan
f. Mekanisme koping
g. Kaji nafsu makan
h. Status berat badan
i. Frekuensi berkemih
j. Fatigue
k. Irirtabel
(Donna L. Wong : 590)
e. Pemeriksaan Laboratorium
1. Glikosuria
Diketahui dari uji reduksi yang dilakukan dengan bermacam-macam
reagensia seperti benedict, clinitest, dan sebagainya.
b.      Hiperglikemia
Pemeriksaan kadar gula darah puasa. Gula darah puasa meningkat
dapat berkisar antara 8-20 mmol/L (130-800 mg%) atau lebih
tergantung beratnya keadaan penyakit. Biasanya diatas 14 mmol/L
dan sesudah makan, gula darah meningkat lebih tinggi dibandingkan
anak normal dan penurunan kadar ke kadar sebelumnya membutuhkan
waktu lebih lama.
c.       Ketonuria
d.      Kolestrol dapat meningkat
Normalnya di bawah 5,5 mmol/L. Tidak selalu nilainya paralel
dengan gula darah, tetapi kadar kolestrol darah yang tetap tinggi (yaitu
diatas 10 mmol/L) menunjukkan prognosis jangka panjangnya buruk
karena komplikasi seperti oterosklerosis lebih sering terjadi.
e.       Gangguan keseimbangan cairan elektrolit, PaCO2 menurun, pH
merendah. Bila penyakit berat maka bisa terjadi asidosis metabolik
dan perubahan biokimiawi karena dehidrasinya. (FKUI. Ilmu
Kesehatan Anak. 1988:261)

3.2 Diagnosa Keperawatan


1.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakseimbangan insulin dan makanan.
2.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan aktif (poliuria)
3.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hipertermi

Anda mungkin juga menyukai