Anda di halaman 1dari 41

REFERAT

DIABETES MELITUS TIPE 1

Vini Firgianti (406162053)

Pembimbing
dr. Isfandiyar Fahmi, Sp.A

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 08 Januari – 17 Maret 2018
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Vini Firgianti

NIM : 406162053

Universitas : Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta

Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD RAA

Soewondo, Pati

Periode : 7 Januari 2017 – 16 Maret 2018

Judul : Diabetes Melitus Tipe 1

Pembimbing : dr. Isfandiyar Fahmi, Sp A.

Telah diperiksa dan disahkan tanggal :

Mengetahui,

Ketua SMF Ilmu Kesehatan Anak Pembimbing,

RSUD RAA Soewondo, Pati

(dr. Isfandiyar Fahmi, Sp A.) (dr. Isfandiyar Fahmi, Sp A.)

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena penulis telah diberi
kesempatan untuk menyusun referat dengan judul Diabetes Melitus Tipe 1.
Adapun tujuan penulisan referat ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan
mahasiswa tentang Diabetes Melitus Tipe 1. Pada kesempatan kali ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah RAA Soewondo Pati yang telah
memberikan kesempatan untuk mengikuti kegiatan kepaniteraan klinik
Ilmu Kesehatan Anak di RSUD RAA Soewondo, Pati
2. dr. Isfandiyar Fahmi, Sp A., dr. Hesti Kartikasari, Sp A., dan dr.
Suranti, Sp A. selaku dokter pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan serta pengajaran baik selama penulisan referat
maupun selama penulis mengikuti kepaniteraan di RSUD RAA
Soewondo Pati
3. Para staf dan seluruh karyawan serta para perawat yang telah banyak
membantu dan memberikan saran-saran yang berguna bagi penulis
dalam menjalani kepaniteraan di RSUD RAA Soewondo Pati
4. Keluarga serta seluruh teman-teman yang telah banyak membantu dan
memberikan dukungan dalam penulisan referat ini

Walaupun penulis mendapat berbagai kesulitan dan hambatan, tetapi


berkat bantuan, dorongan, bimbingan serta motivasi-motivasi yang diberikan
oleh banyak pihak, maka penulis dapat menyelesaikan referat ini tepat pada
waktunya.
Akhir kata, semoga referat ini dapat memberi manfaat bagi para
pembaca.

Pati, 11 Maret 2018

Penulis

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.3. Patogenesis diabetes melitus tipe 1.....................................10


Gambar 2.5. Profil kerja insulin...............................................................14

4
DAFTAR TABEL

Tabel 2.5. Jenis insulin.....................................................................................13


Tabel 2.5. Kontrol metabolik yang diharapkan................................................20

5
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................1
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................2
KATA PENGANTAR.............................................................................................3
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................4
DAFTAR TABEL....................................................................................................5
DAFTAR ISI............................................................................................................6
BAB I. PENDAHULUAN.....................................................................................
1.1 Latar Belakang................................................................................................
1.2 Tujuan.............................................................................................................
BAB II .TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................
2.1 Definisi Diabetes Melitus Tipe 1....................................................................
2.2 Epidemiologi Diabetes Melitus Tipe 1...........................................................
2.3 Etiologi dan Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 1.........................................
2.4 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus Tipe 1...................................................
2.5 Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1............................................................
2.6 Komplikasi Diabetes Melitus Tipe 1.............................................................
2.7 Prognosis Diabetes Melitus Tipe 1................................................................
BAB III REKAM MEDIS.....................................................................................
BAB IV ANALISIS KASUS.................................................................................
BAB V PENUTUP................................................................................................
KESIMPULAN......................................................................................................
SARAN...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................

6
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes mellitus (DM) adalah, sindrom metabolik yang umum dan
kronis, ditandai dengan hiperglikemia. Diabetes mellitus (DM)
diklasifikasikan sesuai dengan yang disebabkan oleh defisiensi sekresi insulin
karena pankreas β-sel kerusakan (DM tipe 1) dan yang merupakan
konsekuensi dari resistensi insulin yang terjadi pada tingkat otot rangka, hati,
dan jaringan adiposa, dengan berbagai tingkat penurunan sel-β (DM tipe 2).
DM tipe 1 adalah gangguan endokrin-metabolik yang paling umum pada masa
kanak-kanak dan remaja, dengan konsekuensi penting untuk perkembangan
fisik dan emosional. Individu dengan DM tipe 1 menghadapi perubahan gaya
hidup yang serius yang mencakup kebutuhan harian mutlak untuk insulin
eksogen, kebutuhan untuk memantau kadar glukosa mereka sendiri, dan
kebutuhan untuk memperhatikan asupan makanan. Manifestasi klinis akut
disebabkan oleh hiperglikemia hypoinsulinemic ketoasidosis. Mekanisme
autoimun adalah faktor dalam genesis DM tipe 1, sedangkan komplikasi
jangka panjang terkait dengan gangguan metabolik (hiperglikemia).

DM tipe 1 merupakan salah satu penyakit kronik yang sampai saat ini
belum dapat disembuhkan. Walaupun demikian berkat kemajuan teknologi
kedokteran kualitas hidup penderita DM tipe 1 tetap dapat sepadan dengan
anak-anak normal lainnya jika mendapat tatalaksana yang adekuat. Dalam
pembahasan referat ini, hanya akan dibahas mengenai diabetes mellitus tipe I.

1.2 Tujuan
Penulisan referat ini bertujuan untuk lebih memahami mengenai
penyakit diabetes mellitus tipe 1, cara menegakkan diagnosisnya,
penatalaksanaan, dan mengetahui tindak lanjut pada penyakit diabetes mellitus
tipe 1 serta untuk memberi pengetahuan kepada penulis.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
DM tipe 1 adalah kelainan sistemik akibat terjadinya gangguan
metabolisme glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini
diakibatkan oleh kerusakan sel –β pankreas baik oleh proses autoimun maupun
idiopatik sehingga produksi insulin berkurang bahkan terhenti.
Diabetes tipe 1 merupakan gangguan dimana tidak ada insulin didalam
sirkulasi, glukagon plasma meningkat, dan sel sel beta Pankreas gagal
berespon terhadap semua rangsangan insulinogenik yang telah diketahui.

2.2 Epidemiologi
Pada kebanyakan negara barat, diabetes tipe 1 terjadi lebih
dari 90% pada anak-anak dan remaja diabetes, meskipun kurang
dari setengah dari individu dengan diabetes tipe 1 yang didiagnosis
sebelum usia 15 tahun.

Kejadian diabetes tipe 1 sangat bervariasi antara berbagai negara,


dalam negara, dan antara populasi dari etnis yang berbeda . Tingkat insiden
tahunan untuk diabetes tipe 1 anak menunjukkan insiden tertinggi yaitu 64
per 100.000 / tahun di Finlandia dan terendah 0,1 per 100.000 / tahun di Cina
dan Venezuela.

Diabetes mellitus tipe 1 merupakan penyakit kronik yang paling sering


disamping asma di USA. DM tipe 1 mengenai sekitar 125.000 anak di USA
dengan kira-kira 13.000 kasus baru per tahun. 5 Di antara anak-anak muda
dari 10 tahun, tingkat tahunan kasus baru adalah 19,7 per 100.000 penduduk;.
Di antara usia 10 tahun atau lebih, tingkat tahunan kasus baru adalah 18,6 per
100.000 penduduk. Tipe 1 DM merupakan penyakit metabolik yang paling
umum dari masa kanak-kanak. Sekitar 1 dari setiap 400-600 anak dan remaja
memiliki DM tipe 1.

8
Dari penelitian yang dilakukan oleh Dabelea dkk didapatkan bahwa
tingkat kejadian DM tipe 1 di kalangan pemuda dari semua ras / etnis di
Amerika Serikat, terjadi tertinggi pada non-Hispanik pemuda putih.

Anak perempuan dan anak laki-laki hampir sama terlalu berbeda, tidak
ada korelasi yang jelas dengan status sosial ekonomi. Puncak dari presentasi
terjadi pada 2 kelompok umur: di usia 5-7 tahun dan pada saat
pubertas. Semakin banyak kasus sedang terjadi antara usia 1 dan 2
tahun. Puncak pada kelompok usia pertama terjadi mungkin sesuai dengan
saat paparan meningkat menjadi agen infeksi bertepatan dengan awal sekolah;
puncak pada kelompok usia kedua mungkin sesuai dengan percepatan
pertumbuhan pubertas diinduksi oleh steroid gonad dan peningkatan sekresi
hormone pertumbuhan pubertas (yang antagonis insulin). Kemungkinan
hubungan penyebab-akibat ini tetap harus dibuktikan.

Faktor genetik dan lingkungan sangat berperan pada Diabetes Melitus


tipe I. Walaupun hampir 80% penderita DM tipe I baru tidak mempunyai
riwayat keluarga dengan penyakit yang serupa, faktor genetik dikaitkan
dengan HLA tertentu, tetapi sistem HLA bukan merupakan faktor satu-satunya
atau faktor dominan pada patogenesis DM tipe1. Sistem HLA berperan
sebagai suatu susceptibility gene atau faktor kerentanan. Diperlukan suatu
faktor yang berasal dari lingkungan (infeksi virus, toksin, dll) untuk memicu
gejala-gejala klinis Diabetes Melitus tipe I pada seseorang yang rentan.

2.3 Etiologi dan Patogenesis


Penyebab dasar temuan-temuan klinis awal pada bentuk diabetes
dominan ini pada masa anak adalah sekresi insulin yang menurun tajam akibat
kerusakan sel β-pankreas yang didasari proses autoimun. Diabetes tipe-1
secara jelas berbeda karena hubungannya dengan antigen histokompatibilitas
(HLA); adanya antibodi terhadap komponen sitoplasma dan komponen sel-
permukaan sel pulau dalam sirkulasi; antibodi terhadap insulin pada tidak
adanya pemajanan terhadap injeksi insulin sebelumnya; antibodi terhadap
asam glutamat dekarboksilase (glutamic acid decarboxylase [GAD]), enzim

9
yang mengubah asam glutamat menjadi asam gamma aminobutirat (gamma
aminobutyric acid [GABA]), ditemukan secara berlebihan pada inervasi pulau
pankreas; infiltrasi limfosit pulau pada awal penyakit ; dan penyakit autoimun
lainnya.
Hubungan diabetes mellitus tipe-1 dengan faktor-faktor genetik atas
dasar peningkatan insiden pada beberapa keluarga dan atas dasar perbedaan
etnik dan ras pada prevalensi. Faktor-faktor pemicu dapat termasuk infeksi
virus. Epidemi parotitis, rubella, dan koksakievirus berkaitan dengan dibetes
tipe-1. virus ini mungkin bekerja secara langsung menghancurkan sel β-
pankreas, dengan menetap di dalam sel β-pankreas sebagai infeksi virus
lambat, atau dengan memicu respon imun yang luas ke beberapa jaringan
endokrin. Virus ini dapat menginduksi kerusakan sel-sel β awal yang
mengakibatkan penyajian determinan antigenik yang sebelumnya tertutup atau
diubah. Atau mungkin virus ini memiliki bersama beberapa determinan
antigenik dengan virus yang ada di dalam sel β, termasuk GAD, sehingga
antibody yang terbentuk dalam responnya terhadap virus dapat berinteraksi
dengan determinan sel β, mengakibatkan penghancuran, suatu contoh
penyesuaian (mimikri) molekuler. Stress dan pemajanan yang mendahului
terhadap toksin kimia tertentu telah dilibatkan pada perkembangan diabetes
tipe-1. pemeriksaan histologis pulau pankreas pada penderita yang meninggal,
menunjukan infiltrasi limfosit sekitar pulau pankreas, lalu secara progresif
menjadi terhialinisasi, kemungkinan bersifat autoimun.
Berikut ini adalah diagram dari kemungkinan mekanisme
perkembangan DM tipe 1.

10
2.4 Manifestasi klinis

Sebagian besar penderita DM tipe 1 mempunyai riwayat perjalanan


klinis yang akut. Biasanya gejala-gejala poliuria, polidipsia, polifagia dan
berat badan yang cepat menurun terjadi antara 1 sampai 2 minggu sebelum
diagnosis ditegakkan.

Diabetes yang terus berkembang akan menyebabkan gejala terus


meningkat, yang mencerminkan massa β-sel menurun, insulinopenia
memburuk, hiperglikemia progresif, dan ketoasidosis akhirnya. Awalnya,
ketika hanya cadangan insulin terbatas, hiperglikemia sesekali terjadi. Ketika
glukosa serum meningkat di atas ambang ginjal, poliuria intermiten atau
nokturia dimulai. Dengan semakin banyak β-sel yang hilang maka akan terjadi
hiperglikemia kronis yang menyebabkan diuresis lebih banyak, sering dengan
enuresis nokturnal, dan polidipsia menjadi lebih nyata. Pasien wanita dapat
terjadi vaginitis monilial karena glikosuria kronis. Kalori yang hilang dalam
urin (glikosuria), memicu hiperpagia kompensasi. Jika hiperpagia ini tidak
mengikuti glikosuria, maka akan terjadi kehilangan lemak tubuh, penurunan
berat badan klinis dan berkurang lemak subkutan.

11
Insidens DM tipe 1 di Indonesia masih rendah sehingga tidak jarang
terjadi kesalahan diagnosis dan keterlambatan diagnosis. Akibat keterlambatan
diagnosis, penderita DM tipe 1 akan memasuki fase ketoasidosis yang
berakibat fatal bagi penderita. Keterlambatan ini dapat terjadi karena penderita
disangka menderita bronkopneumonia dengan asidosis atau syok berat akibat
gastroenteritis.

Perjalanan alamiah penyakit DM tipe 1 ditandai dengan adanya fase


remisi (parsial/total) yang dikenal sebagai honeymoon periode. Fase ini terjadi
akibat berfungsinya kembali jaringan residual pankreas sehingga pankreas
mensekresikan kembali sisa insulin. Fase ini akan berakhir apabila pankreas
sudah menghabiskan seluruh sisa insulin. Secara klinis ada tidaknya fase ini
harus dicurigai apabila seorang penderita baru DM tipe 1 sering mengalami
serangan hipoglikemia sehingga kebutuhan insulin harus dikurangi untuk
menghindari hipoglikemia. Apabila dosis insulin yang dibutuhkan sudah
mencapai < 0,25 U/kgBB/hari maka dapat dikatakan penderita berada pada
fase "remisi total".

Ketoasidosis menyebabkan tanda awal pada kebanyakan anak


diabetes (25%). Manifestasi awal mungkin relatif ringan berupa muntah,
poliuri, dan dehidrasi. Pada kasus yang kama dan berat, terdapat pernapasan
Kussmaul, dan ada bau aseton pada pernapasannya. Nyeri atau kekakuan perut
dapat ada dan dapat menyerupai apendisitis atau pankreatitis. Terjadi
ketumpulan otak dan akhirnya koma. Temuan-temuan laboratorium, meliputi
glukosuria, ketonuria, hiperglikemia, ketonemia, dan asidosis metabolik.
Leukositosis lazim ditemukan, amilase serum nonspesifik dapat meningkat,
lipase serum biasanya tidak meningkat. Pada mereka yang mengeluh nyeri
perut, nyeri tidak boleh dianggap bahwa temuan ini merupakan bukti perlu
adanya gawat darurat pembedahan sebelum masa terapi cairan, elektrolit,
insulin yang sesuai telah dicoba untuk mengoreksi dehidrasi dan asidosis.
Manifestasi perut sering hilang setelah beberapa jam pengobatan tersebut.

12
2.5 Pengelolaan DM Tipe 1

DM tipe 1 memang tidak dapat disembuhkan tetapi kualitas hidup


penderita dapat dipertahankan seoptimal mungkin dengan kontrol metabolik
yang baik. Yang dimaksud kontrol metabolik yang baik adalah mengusahakan
kadar glukosa darah berada dalam batas normal atau mendekati nilai normal,
tanpa menyebabkan hipoglikemia. Walaupun masih dianggap ada kelemahan,
parameter HbA1c merupakan parameter kontrol metabolik standar pada DM.
Nilai HbA1c <7% berarti kontrol metabolik baik; HbA1c <8% cukup dan
HbA1c >8 dianggap buruk. Kriteria ini pada anak perlu disesuaikan dengan
usia karena semakin rendah HbA1c semakin tinggi resiko terjadinya
hipoglikemia.

Sasaran dan tujuan pengobatan pada DM tipe 1 yaitu :

Sasaran

1. Bebas dari gejala penyakit


2. Dapat menikmati kehidupan sosial
3. Terhindar dari komplikasi

Tujuan

1. Tumbuh kembang optimal


2. Perkembangan emosi normal
3. Kontrol metabolik baik tanpa terjadi hipoglikemik
4. Absensi sekolah rendah dan aktif berpartisipasi di sekolah
5. Pasien mampu mengelola penyakitnya secara mandiri

Untuk mencapai sasaran dan tujuan tersebut, komponen pengelolaan


DM tipe 1 meliputi pemberian insulin, pengaturan makan, olahraga, dan
edukasi, yang didukung oleh pemantauan mandiri (home monitoring).

 Pemberian Insulin
Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga
harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan

13
melalui suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat
diberikan per-oral (ditelan).

Diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak dapat


memproduksi hormon insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus
mendapatkan terapi insulin untuk mengatasi glukosa darah yang tinggi.
Penghentian suntikan akan menimbulkan komplikasi akut dan bisa fatal
akibatnya.

Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi insulin. Tujuan


terapi ini terutama untuk :

1. Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati


normal.

2. Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.

Jenis insulin Awitan Puncak kerja Lama kerja


(jam) (jam) (jam)
0,15-1,35 1-3 3-5
Kerja cepat (rapid
acting)
(aspart, gluisine dan
lispro)
Kerja pendek 0,5-1 2-4 5-8
(regular/soluble)
Kerja menengah
Semilente 1-2 4-10 8-16
NPH 2-4 4-12 12-24
IZS lente type 3-4 6-15 18-24
Insulin basal
Glargine 2-4 Tidak ada 24*
Detemir 1-2 6-12 20-24
Kerja panjang
Ultralente type 4-8 12-24 20-30

14
Insulin campuran
Cepat-menengah 0,5 1-12 16-24
Pendek-menengah 0,5 1-12 16-24

Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan


sehingga insulin tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan
pemberian insulin adalah melalui suntikan, bisa suntikan di bawah kulit
(subcutan/sc), suntikan ke dalam otot (intramuscular/im), atau suntukan ke
dalam pembuluh vena (intravena/iv). Ada pula yang dipakai secara terus
menerus dengan pompa (insulin pump/CSII) atau sistem tembak (tekan
semprot) ke dalam kulit (insulin medijector).

Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan berbagai jenis sediaan yang dapat
dipakai sekaligus profil kerjanya.

Seperti telah diketahui, untuk memenuhi kebutuhan insulin basal dapat


digunakan insulin kerja menengah (intermediate-acting insulin) atau kerja
panjang (long-acting insulin); sementara untuk memenuhi kebutuhan insulin
prandial (setelah makan) digunakan insulin kerja cepat (sering disebut insulin
regular/ short-acting insulin) atau insulin kerja sangat cepat (rapid- atau ultra-

15
rapid acting insulin). Di pasaran, selain tersedia insulin dengan komposisi
tersendiri, juga ada sediaan yang sudah dalam bentuk campuran antara insulin
kerja cepat atau sangat cepat dengan insulin kerja menengah (disebut juga
premixed insulin).

Tidak ada pedoman baku untuk menentukan jenis insulin apa yang
terbaik bagi seorang penderita DM tipe 1 anak. Walaupun demikian sebagian
besar ahli sepakat bahwa jenis kerja panjang kurang sesuai untuk digunakan
pada anak. Apapun jenis insulin yang akan digunakan harus disesuaikan
dengan usia anak (proses tumbuh kembang anak), aspek sosio ekonomi
(pendidikan dan kemampuan financial), sosio cultural (sikap orang Muslim
terhadap insulin babi), dan faktor distribusi obat.
Ada dua hal yang penting dikenali pada pemberian insulin yaitu efek
Somogyi dan efek subuh (Dawn Effect). Kedua fenomena ini mengakibatkan
hiperglikemia pada pagi hari. Pada efek Somogyi terjadi hiperglikemia pada
pagi hari setelah hipoglikemia (rebound effect). Akibat pemberian insulin yang
berlebihan, maka terjadi hipoglikemia pada malam hari (jam 02.00-03.00)
sehingga upaya tubuh untuk mengatasi hipoglikemia mengakibatkan
hiperglikemia. Sedangkan pada efek subuh, hiperglikemia pada pagi hari
terjadi akibat kerja hormon-hormon antiinsulin (hormon-hormon glikogenik).
Kerja hormon anti-insulin tersebut merupakan proses fisiologis. Kedua
peristiwa tersebut memerlukan penanganan yang berbeda. Efek Somogyi
diatasi dengan mengurangi dosis insulin malam hari atau menambahkan
makanan kecil sebelum tidur. Sebaliknya pada efek subuh, dosis insulin
ditambah untuk menghindari hiperglikemia pada pagi hari tersebut.

Penyesuaian dosis insulin

Penyesuaian dosis insulin bertujuan untuk mencapai kontrol metabolik


yang optimal, tanpa mengabaikan kualitas hidup penderita baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Keseimbangan antara kontrol metabolik dan kualitas
hdup sangat sulit dicapai tetapi harus selalu diusahakan. Pengaturan dosis
insulin yang kaku atau terlalu fleksibel bukan merupakan jawaban untuk
mencapai kontrol metabolik yang baik.

16
Penyesuaian dosis biasanya dibutuhkan pada honeymoon period, masa
remaja, masa sakit, dan sedang menjalankan pembedahan. Pada dasarnya
kebutuhan insulin adalah sesuai dengan kebutuhan metabolisme tubuh, namun
masalahnya penyesuaian dosis tidak dapat dilakukan secara sembarang karena
dapat menectuskan kedaruratan medic.

Pada fase honeymoon period, dosis insulin yang dibutuhkan sangat


rendah, bahkan pada beberapa kasus kontrol metabolik dapat dicapai tanpa
pemberian insulin sama sekali. Dosis insulin pada fase ini perlu disesuaikan
untuk menghindari serangan hipoglikemia.
Pada masa remaja, kebutuhan insulin meningkat karena bekerjanya
hormon-hormon seks steroid, meningkatnya amplitudo dan frekuensi sekresi
growth hormone, yang kesemuanya merupakan hormon-hormon anti insulin.

Pada saat sakit, dosis insulin perlu disesuaikan dengan asupan


makanan tetapi jangan menghentikan insulin sama sekali. Penghentian insulin
akan meningkatkan lipolisis dan glikogenolisis sehingga kadar glukosa darah
meningkat dan penderita rentan untuk menderita ketoasidosis.

 Pengaturan makan
Pada anak dengan DM tipe 1, kalori tetap diperlukan untuk pertumbuhan.
Pengaturan makanan pada penderita DM tipe 1 bertujuan untuk mencapai
kontrol metabolik yang baik tanpa mengabaikan kalori yang dibutuhkan untuk
metabolisme basal, pertumbuhan, pubertas maupun aktivitas sehari-hari.
Dengan pengaturan makan ini diharapkan pasien tidak obes dan dapat dicegah
timbulnya hipoglikemia.

Jumlah kalori per hari yang dibutuhkan dihitung berdasarkan berat badan
ideal. Penghitungan kalori ini memerlukan data umur, jenis kelamin, tinggi
badan dan berat badan saat penghitungan serta kecukupan kalori yang
dianjurkan.

Komposisi kalori yang dianjurkan adalah 50-60% dari karbohidrat, 10-15%


berasal dari protein dan 30% dari lemak. Karbohidraf sangat berpengaruh
terhadap kadar glukosa darah, dalam 1-2 jam setelah makan 90% karbohidrat

17
akan menjadi glukosa. Jenis karbohidrat yang dianjurkan ialah yang berserat
tinggi dan memiliki indeks glikemik dan glycemic load yang rendah seperti
buah-buahan, sayuran dan sereal yang akan membantu mencegah lonjakan
kadar glukosa darah.

Pola 3J, yakni jumlah kalori, jadwal makan, dan jenis makanan. Bagih
penderita yang tidak mempunyai masalah dengan berat badan tentu lebih
mudah untuk menghitung jumlah kalori sehari-hari. Caranya, berat badan
dikalikan 30. Misalnya, orang dengan berat badan 50 kg, maka kebutuhan
kalori dalam sehari adalah 1.500 (50 x 30). Kalau yang bersangkutan
menjalankan olahraga, kebutuhan kalorinya pada hari berolahraga ditambah
sekitar 300-an kalori.

Jadwal makan pengidap diabetes dianjurkan lebih sering dengan porsi sedang.
Maksudnya agar jumlah kalori merata sepanjang hari. Tujuan akhirnya agar
beban kerja tubuh tidak terlampau berat dan produksi kelenjar ludah perut
tidak terlalu mendadak. Di samping jadwal makan utama pagi, siang, dan
malam, dianjurkan juga porsi makanan ringan di sela-sela waktu
tersebut(selang waktu sekitar tiga jam).

Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 2 kali
makanan kecil sebagai berikut :

 25% berupa makan pagi.


 10% berupa makanan kecil.
 25% berupa makan siang.
 10% berupa makanan kecil.
 30% berupa makan malam.

Yang perlu dibatasi adalah makanan berkalori tinggi seperti nasi, daging
berlemak, jeroan, kuning telur. Juga makanan berlemak tinggi seperti es krim,
ham, sosis, cake, coklat, dendeng, makanan gorengan. Sayuran berwarna hijau
gelap dan jingga seperti wortel, buncis, bayam, caisim bisa dikonsumsi dalam
jumlah lebih banyak, begitu pula dengan buah-buahan segar. Namun, perlu
diperhatikan bila penderita menderita gangguan ginjal, konsumsi sayur-
18
sayuran hijau dan makanan berprotein tinggi harus dibatasi agar tidak terlalu
membebani kerja ginjal.

 Olahraga
Selain memperhatikan pola makan sehari-hari, penderita harus melakukan
latihan fisik. Pada prinsipnya olahraga bagi penderita diabetes tidak berbeda
dengan yang untuk orang sehat. Juga antara penderita baru atau pun lama.
Olahraga itu terutama untuk membakar kalori tubuh, sehingga glukosa darah
bisa terpakai untuk energi. Dengan demikian kadar gulanya bisa turun.

Penderita diabetes yang telah lama dikhawatirkan bisa mengalami


arterosklerosis (penyempitan pembuluh darah). Namun, dengan berolahraga
timbunan kolesterol di pembuluh darah akan berkurang, sehingga risiko
terkena penyakit jantung juga menurun.

Menurut dokter olahraga di Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat (BKOM)


DKI Jaya ini, sebaiknya jenis olahraga bagi penderita diabetes dipilih yang
memiliki nilai aerobik tinggi, macam jalan cepat, lari (joging), senam aerobik,
renang, dan bersepeda. Jenis olahraga lainnya, tenis, tenis meja, bahkan
sepakbola, pun boleh dilakukan asal dengan perhatian ekstra.

FID (frekuensi, intensitas, dan durasi) olahraga bagi penderita diabetes pada
prinsipnya tidak berbeda dengan yang diterapkan untuk orang sehat. Frekuensi
berolah raga adalah 3 – 5 kali seminggu.Namun, penderita yang menggunakan
suntikan insulin harus hati-hati. Harus diperhatikan waktu puncak kerja insulin
yang disuntikkan.

Dalam melakukan olahraga, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Kadar
gula darah penderita saat melakukan olahraga harus berada pada kisaran 100 –
300 mg/dl. “Lebih dari 300 mg/dl dikhawatirkan terjadi ketosis (kelebihan
keton dalam jaringan), misalnya. Penderita dengan kadar gula yang terlalu
rendah juga dilarang melakukan latihan. Sementara jika kadar gulanya sudah
normal lalu melakukan olahraga, ditakutkan malah terjadi hipoglikemia.

Mereka yang memilih jenis olahraga yang memerlukan waktu lama, macam
tenis lapangan atau sepakbola, sebaiknya setiap 30 menit mengkonsumsi
19
glukosa (makanan atau minuman manis). Dengan cara itu kadar gula darahnya
bisa dijaga agar tidak terlalu turun. Yang perlu diperhatikan pula saat
berolahraga adalah cuaca. Pada cuaca sangat panas, penyerapan insulin
banyak sekali. Berarti gula darah lebih terserap lagi.

Menjaga kebersihan dan kesehatan kaki juga penting dalam berolahraga.


Ketika sedang joging atau jalan, kaki akan bergesekan dengan sepatu. Karena
itu, kaus kaki yang dikenakan harus bersih. Sepatu pun harus yang lunak
bagian dalamnya untuk menghindari lecet. Pakailah sepatu sesuai
penggunaannya.

 Pemantauan
Pemantauan ditujukan untuk mengurangi morbiditas akibat komplikasi akut
maupun kronis, baik selama perawatan di rumah sakit maupun secara mandiri
di rumah, yang meliputi :
 Keadaan umum, tanda vital
 Kemungkinan infeksi
 Kadar gula darah (juga dapat dilakukan di rumah dengan
menggunakan glukometer) setiap sebelum makan dan menjelang
tidur malam hari
 Kadar HbA1C (setiap 3 bulan)
 Pemeriksaan keton urine (terutama bila kadar gula > 250 mg/dl)
 Mikroalbuminuria (setiap 1 tahun)
 Fungsi ginjal
 Funduskopi untuk memantau terjadinya retinopati (biasanya terjadi
setelah 3-5 tahun menderita DM tipe-1, atau setelah pubertas)
 Tumbuh kembang.

Tujuan utama dalam pengelolaan pasien DM adalah kemampuan mengelola


penyakitnya secara mandiri, penderita diabetes dan keluarganya mampu
mengukur kadar glukosa darahnya secara cepat dan tepat karena pemberian
insulin tergantung kepada kadar glukosa darah. Dari beberapa penelitian telah
dibuktikan adanya hubungan bermakna antara pemantauan mandiri dan

20
kontrol glikemik. Pengukuran kadar glukosa darah beberapa kali per hari
harus dilakukan untuk menghindari terjadinya hipoglikemia dan
hiperglikemia, serta untuk penyesuaian dosis insulin. Kadar glukosa darah
preprandial, post prandial dan tengah malam sangat diperlukan untuk
penyesuaian dosis insulin.

 Kontrol metabolik
The Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) menyatakan bahwa
kadar glukosa darah yang mendekati normoglikemia akan mengurangi
kejadian dan progresifitas komplikasi mikrovaskular pada pasien diabetes
anak maupun dewasa. Berikut ini adalah kriteria untuk menyatakan kontrol
yang baik yaitu:

Kriteria untuk menyatakan kontrol yang baik :

1. Tidak terdapat glukosuria atau hanya minimal


2. Tidak terdapat ketonuria
3. Tidak ada ketoasidosis
4. Jarang terjadi hipoglikemia
5. Glukosa PP normal
6. HbA1c normal
7. Sosialisasi baik
8. Pertumbuhan dan perkembangan normal
9. Tidak terdapat komplikasi

Kontrol Metabolik Yang Diharapkan

HbA1C GD PrePrandial GD
PostPrandial

Bayi <7,5-8,5 100-180 <200

Usia sekolah <8 70/80-150 <200

Remaja <7,5 70-140/150 <180

21
2.6 Komplikasi

Diabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi


(menyebabkan terjadinya penyakit lain) yang paling banyak. Hal ini berkaitan
dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus, sehingga berakibat
rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya.
Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah
menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat
penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju ke
kulit dan saraf.
Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan
kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya
aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah).
Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes.
Sirkulasi darah yang buruk ini melalui pembuluh darah besar (makro)
bisa melukai otak, jantung, dan pembuluh darah kaki (makroangiopati),
sedangkan pembuluh darah kecil (mikro) bisa melukai mata, ginjal, saraf dan
kulit serta memperlambat penyembuhan luka.
Penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang jika
diabetesnya tidak dikelola dengan baik. Komplikasi yang lebih sering terjadi
dan mematikan adalah serangan jantung dan stroke.
Kerusakan pada pembuluh darah mata bisa menyebabkan gangguan
penglihatan akibat kerusakan pada retina mata (retinopati diabetikum).
Kelainan fungsi ginjal bisa menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita
harus menjalani cuci darah (dialisa).
Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk. Jika
satu saraf mengalami kelainan fungsi (mononeuropati), maka sebuah lengan
atau tungkai biasa secara tiba-tiba menjadi lemah.
Jika saraf yang menuju ke tangan, tungkai dan kaki mengalami
kerusakan (polineuropati diabetikum), maka pada lengan dan tungkai bisa
dirasakan kesemutan atau nyeri seperti terbakar dan kelemahan.

22
Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih sering mengalami
cedera karena penderita tidak dapat merasakan perubahan tekanan maupun
suhu. Berkurangnya aliran darah ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus
(borok) dan semua penyembuhan luka berjalan lambat. Ulkus di kaki bisa
sangat dalam dan mengalami infeksi serta masa penyembuhannya lama
sehingga sebagian tungkai harus diamputasi.

Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko


ganda), kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina
yang dapat menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf yang dapat
menyebabkan impotensi dan gangren dengan risiko amputasi. Komplikasi
yang lebih serius lebih umum bila kontrol kadar gula darah buruk.
Komplikasi jangka pendek (akut) yang sering terjadi : hipoglikemia
dan ketoasidosis. Komplikasi jangka panjang biasanya terjadi setelah tahun
ke-5, berupa : nefropati, neuropati, dan retinopati. Nefropati diabetik dijumpai
pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1.
Diagnosis dini dan pengobatan dini penting sekali untuk :
1. mengurangi terjadinya gagal ginjal berat, yang memerlukan
dialisis.
2. menunda ”end stage renal disease” dan dengan ini
memperpanjang umur penderita.
Adanya ’mikroalbuminuria’ merupakan parameter yang paling sensitif
untuk identifikasi penderita resiko tinggi untuk nefropati diabetik.
Mikroalbuminuria mendahului makroalbuminuria. Pada anak dengan DM tipe-
1 selama > 5 tahun, dianjurkan skrining mikroalbuminuria 1x/tahun. Bila tes
positif, maka dianjurkan lebih sering dilakukan pemeriksaan. Bila didapatkan
hipertensi pada penderita DM tipe-1, biasanya disertai terjadinya nefropati
diabetik.

Komplikasi pengobatan insulin ialah hipoglikemik dan terjadinya


Samogji effect, yaitu anak jatuh dalam keadaan hipoglikemik, kemudian
hiperglikemia ; kadar glukosa darah sulit dicapai normal.

2.7 Prognosis

23
Sebelum insulin ditemukan anak dengan DM tipe-1 meninggal sesudah
2 tahun. Tetapi dengan pengobatan insulin, kehidupan diperpanjang, walaupun
komplikasi akan timbul sesudah 10-20 tahun. Komplikasi jangka panjang DM
tipe-1 meliputi retinopathy, nephropathy, neuropathy, dan penyakit
macrovascular. Bukti adanya kerusakan yang disebabkan oleh hiperglikemik
jarang pada pasien yang memiliki penyakit <5-10 tahun. Beberapa derajat
retinopati diabetic akhirnya terjadi hampir pada semua pasien DM tipe-1 dan
menyebabkan kebutaan sekitar 5000 kasus baru di USA. Neuropathy terjadi
pada 30%- 40% pasien paskapubertas dengan DM tipe-1 dan menyebabkan
deficit sensorik, motorik, dan anatomi.

24
BAB III

REKAM MEDIS KASUS

1. IDENTITAS PASIEN :

Nama lengkap : An. ARS

Tempat/Tanggal lahir : Tayu, 01 Mei 2006

Alamat : Sukoharjo 2/1, Pati, Jawa tengah

Suku Bangsa : Jawa

Umur : 12 tahun 9 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan : SMP

Agama : Islam

2. ANAMNESIS

Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu pasien di poli


anak tanggal 2 Maret 2018 pukul 10.00 WIB dan berdasarkan rekam medis
No. 000492

Keluhan Utama :

Lemas

Riwayat Penyakit Sekarang :

25
Pasien datang dibawa oleh orang tuanya ke poli anak RSUD RAA Soewondo
Pati untuk kontrol setiap bulan. Pasien didiagnosis menderita penyakit
diabetes mellitus tipe 1 sejak 3 tahun yang lalu. Saat itu pasien datang dengan
keluhan lemas seluruh tubuh. Disertai panas dan nyeri kepala. Tidak ada
kejang, tidak ada mual muntah. Ada keluhan nyeri menelan.
Selama empat bulan terakhir nafsu makan mengalami peningkatan. Dalam
sehari bisa sampai 4-5 kali makan. Namun berat badan tidak mengalami
peningkatan. Tetapi mengalami penurunan berat badan sekitar 4 kg. Keluhan
ini juga disertai dengan perasaan haus yang berlebihan dan sering kencing
dengan frekuensi BAK pada malam hari lebih dari 5x. BAB dalam batas
normal. Selama sakit penderita sering merasa cepat lelah. Pada bulan Maret
2015 pasien di diagnosis diabetes dan mendapat terapi insulin. Riwayat nenek
dan kakek dari keluarga ibu pasien mengidap diabetes mellitus. Saat ini pasien
mengeluh batuk dan pilek sejak 3 hari yang lalu. Demam (-), mual (-), muntah
(-), BAB dan BAK dalam batas normal.

Riwayat penyakit sebelumnya


- Tidak pernah mengalami sakit berat sebelumnya
- Riwayat alergi obat dan makanan disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat penyakit dalam keluarga


- Nenek dan kakek dari keluarga ibu pasien mengidap diabetes
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat alergi obat dan makanan disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat Perinatal :

Pasien merupakan anak ke-3 dari 3 bersaudara (anak ke-1 usia 21 tahun, ke-2
usia 17 tahun) dilahirkan oleh ibu berusia 40 tahun dan ayah usia 45 tahun.
Pasien lahir secara normal dan cukup bulan di puskesmas ditolong bidan.
Lahir langsung menangis, BBL 2100 gram. Masalah selama kehamilan (mual,
26
muntah, KPD, perdarahan) disangkal. Riwayat minum jamu, trauma, pijat
perut, disangkal. Saat hamil Ibu mengaku rutin memeriksakan kandungannya
setiap bulan dan melakukan USG sebanyak 2x. Ibu minum obat dari bidan
secara teratur dan melakukan vaksin TT. Selama hamil Ibu mengalami
kenaikan BB sebanyak ± 10 kg.

Riwayat Imunisasi :

- Hep B : 0 bulan
- BCG & Polio : 1 bulan
- Polio dan Pentavalen (DPT, Hib, Hep B) : bulan 2, 3, 4
- Campak dan MR : -
- Kesan : Imunisasi dasar belum lengkap

Riwayat Pertumbuhan :

BB = 34 kg

TB = 150 cm

IMT = 15,1 kg/m2

Kurva CDC :

- BB/U : 75 %
- TB/U : 96 %
- BB/TB : 82,9 %

Kesan : Status gizi kurang, perawakan normal

Riwayat Perkembangan :

Motorik kasar : renang, bersepeda

Motorik halus : dapat menulis dan menggambar

Bahasa : dapat berbicara dengan lancar dan tidak ada masalah dengan bahasa

Personal sosial : dapat mengikuti pelajaran dengan baik dan jelas, punya
banyak teman
27
Riwayat Asupan Nutrisi :

- Saat ini pasien makan 3x/hari porsi makan sedang, dengan menu: nasi
dengan lauk beragam dari sayuran, ikan laut, ikan asin,, tempe dll.
Pasien jarang makan buah-buahan.
o Kesan : Kualitas dan kuantitas asupan nutrisi terpenuhi

3. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan di poli anak RSUD RAA Soewondo Pati.

Tanggal : 02 Maret 2018 Jam : 10.00 WIB

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Tampak lemas

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital :

Tekanan darah : 100/70 mmHg

Frekuensi nadi : 88 x/menit

Frekuensi napas : 20 x/menit

Suhu tubuh : 36,8°C

Data Antropometri : BB = 34 kg TB = 150 cm IMT = 15,1 kg/m2

Pemeriksaan Sistem

Kepala : mesosefal, wajah simetris, rambut hitam dengan distribusi


merata, tidak mudah lepas. Tidak terdapat bekas luka dikepala.

Mata : bentuk normal, refleks cahaya langsung dan tidak langsung


+/+, pupil bulat isokor, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-.
28
Telinga : bentuk & ukuran normal, sekret (-), nyeri tekan & nyeri
tarik (-), gangguan pendengaran (-)

Mulut : mukosa merah muda, faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, bibir
kering dan bengkak, stomatitis (-)

Leher : letak trakea di tengah, pembesaran KGB (-)

Pulmo :

Inspeksi : dada simetris, pergerakan dada kanan & kiri simetris retraksi
(-)

Palpasi : stem fremitus kanan & kiri sama kuat, nyeri tekan (-).

Perkusi : sonor di seluruh lapang paru.

Auskultasi: suara nafas dasar vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-.

Jantung :

Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak .

Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba di MCL sinistra ICS V.

Perkusi : redup, batas jantung normal.

Auskultasi: bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-).

Abdomen :

Inspeksi : tampak datar

Auskultasi : bising usus (+) normal, 12 x/menit.

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), benjolan (-)

Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen

Ekstremitas : akral hangat (+), edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik,

Kulit : turgor kulit baik, kulit kering (+), sianosis (-) ikterik (-)

29
KGB : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

Anus dan genitalia : tidak di lakukan

Pemeriksaan Neurologis

RANGSANG MENINGEAL

 Kaku kuduk (-)


 Brudzinsky I-IV (-)
 Laseque (-)
 Ker nig (-)

REFLEK FISIOLOGIS

 Reflek biseps (+)


 Refleks triceps (+)
 Refleks patella (+)
 Refleks achilles (+)

REFLEK PATOLOGIS

 Reflek babinski (-)


 Reflek scheefer (-)
 Reflek gordon (-)
 Reflek chaddock (-)
 Reflek openheim (-)
 Reflek klonus paha (-)
 Reflek klonus kaki (-)

MOTORIK

Normotonus, eutrofi pada 4 ekstremitas

30
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium

HEMATOLOGI Nilai Rujukan (30-03-2015)


ANALYSER
Leukosit 3,8 – 10,6 9,8
Eritrosit 4,7 – 6,1 4,55
Hemoglobin 11 – 15 14,6
Hematokrit 40 – 52 41,5
MCV 82 – 92 86,6
MCH 27 – 31 30,5
MCHC 32 – 36 35,2
Trombosit 150 – 400 270
RDW-CV 11,5 – 14,5 14,1
RDW-SD 35 – 47 43,5
PDW 9.0 – 13.0 11,4
MPV 6.8 – 10.0 10,1
P-LCR 25,5
Netrofil 50.0 – 70.0 62,1
Limfosit 25.0 – 40.0 16,8 L
Monosit 2.0 – 8.0 3,5
Eosinophil 2–4 0,2 L
Basophil 0–1 0,5
Glukosa ACC 70-160 213 H

Pemeriksaan laboratorium tanggal 11 Juni 2015

HbA1C 10,3 % H (normal 4-6 %)

31
Pemeriksaan glukosa darah setiap bulan

14- 06- 18- 17- 15- 08- 09- 18- 13- 15-12-2015
04- 05- 06- 07- 08- 09- 09- 10- 11-
2015 2015 2015 2015 2015 2015 2015 2015 2015
GDP 109 86 117 100 109 110 98 100 97 102
(mg/dl)

15- 13- 18- 09- 08- 15- 11- 17- 18- 13- 15-
03- 04- 05- 06- 07- 08- 09- 09- 10- 11- 12-
2016 201 2016 2016 2016 2016 2016 2016 2016 2016 2016
6
GDP 102 109 86 117 100 109 110 98 100 97 102
(mg/dl)

30- 15- 06- 18- 05- 06- 02- 07- 18- 29- 15-
01- 03- 04- 05- 06- 07- 08- 09- 10- 11- 12-
2017 2017 2017 2017 2017 2017 2017 2017 2017 2017 2017
GDP 213 110 110 95 98 110 100 341 192 190 102
(mg/dl)

14-01-2018 01-02-2018 02-03-2018


GDP (mg/dl) 110 95 110

5. RESUME

Telah diperiksa pasien anak laki-laki 12 tahun 9 bulan yang datang ke


poli anak dengan diagnosis diabetes melitus tipe 1 sejak 3 tahun yang lalu.
Saat itu pasien datang dengan keluhan lemas seluruh tubuh. Disertai panas dan
nyeri kepala. Tidak ada kejang, tidak ada mual muntah. Ada keluhan nyeri
menelan. Selama empat bulan terakhir nafsu makan mengalami peningkatan.
Dalam sehari bisa sampai 4-5 kali makan. Namun berat badan tidak
mengalami peningkatan. Tetapi mengalami penurunan berat badan sekitar 4
kg. Keluhan ini juga disertai dengan perasaan haus yang berlebihan dan sering
kencing dengan frekuensi BAK pada malam hari lebih dari 5x. BAB dalam
32
batas normal. Selama sakit penderita sering merasa cepat lelah. Riwayat nenek
dan kakek dari keluarga ibu pasien mengidap diabetes mellitus. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan Umum : tampak lemas, Kesadaran:
Compos Mentis. Tanda Vital : TD : 100/70 mmHg, Frekuensi nadi : 88
x/menit, reguler, isi cukup, Napas: 20 x/menit, regular, Suhu tubuh: 36,8°C,
Data Antropometri: BB = 34 kg, TB = 150 cm; IMT = 15,1 kg/m2. Riwayat
pertumbuhan : status gizi kurang perawakan normal. Pemeriksaan penunjang
30/03/2015: Glukosa ACC (213 gr/dl), Hb (14,6 g/dL) Ht (41,5%) Trombosit
(270 ml darah), Eritrosit (4,55 juta sel/ul darah). Pemeriksaan 15 juni 2015:
HbA1c (10,3%)

6. DAFTAR MASALAH / DIAGNOSA

Diagnosa Kerja :

- Diabetes melitus tipe 1


- Status gizi kurang, perawakan normal

7. PENGKAJIAN

Clinical Reasoning :

- Anamnesis : sebelumnya pasien memiliki riwayat nafsu makan mengalami


peningkatan dalam sehari bisa sampai 4-5 kali makan namun berat badan tidak
mengalami peningkatan dan mengalami penurunan berat badan sekitar 4 kg
dalam beberapa bulan terakhir. Keluhan ini juga disertai dengan perasaan haus
yang berlebihan dan sering kencing dengan frekuensi BAK pada malam hari
lebih dari 5x. Riwayat nenek dan kakek pasien mengidap diabetes melitus.

- Pemeriksaan fisik : Keadaan umum pasien tampak lemas, TD : 100/70


mmHg, Frekuensi nadi : 88 x/menit, reguler, isi cukup, Napas: 20 x/menit,
regular, Suhu tubuh: 36,8°C. Riwayat pertumbuhan status gizi kurang
perawakan normal.

33
- Pemeriksaan penunjang 30/03/2015: Glukosa ACC (213 gr/dl), Hb (14,6
g/dL) Ht (41,5%) Trombosit (270 ml darah), Eritrosit (4,55 juta sel/ul darah).
Pemeriksaan 15 juni 2015: HbA1c (10,3%)

Diagnosa Banding : Enuresis nokturnal

Rencana Diagnostik : glukosa darah sewaktu, glukosa darah puasa

Rencana Terapi Farmakologis :

- Lantus 1 x 8 unit

- Actrapid 1 x 9 unit

- Ambroxol 3 x 1/2 tab

Rencana Terapi Non-farmakologis :

- Disiplin dengan jadwal, jenis, dan jumlah makanan yang sesuai dengan
pasien diabetes melitus

- Olah raga 15-30 menit 3 kali dalam seminggu

Rencana Evaluasi :

- Pemantauan glukosa darah pasien

Edukasi :

- Edukasi tentang penyakit diabetes melitus tipe 1, faktor penyebab dan


komplikasi yang dapat terjadi bila tidak ditangani dengan tepat.
- Motivasi pasien untuk rutin menggunakan obat
- Motivasi keluarga untuk kontrol penyakit

8. PROGNOSIS

- Ad vitam : dubia ad malam


- Ad sanationam : dubia ad malam
- Ad functionam : dubia ad malam

34
BAB IV
ANALISIS KASUS

TEORI KASUS
DEFINISI
Diabetes mellitus tipe 1 adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan
hiperglikemia kronik akibat kerusakan sel β pancreas sehingga terjadi defisiensi
insulin secara absolute.
EPIDEMIOLOGI
 Hal ini sesuai
Diabetes mellitus tipe 1 terjadi pada anak usia
dengan usia pasien
dibawah dari 15 tahun dengan puncak insiden pada
ketika terdiagnosis
anak usia 5-6 tahun dan 11 tahun.
yaitu usia 8 tahun.
FAKTOR RESIKO
Faktor genetik dan lingkungan sangat berperan
dalam terjadinya DM tipe 1. Factor genetik
dikaitkan dengan pola HLA tertentu yaitu MHC  Pada kasus ini
HLA kelas II pada kromosom 6p21 misalnya HLA- nenek dan kakek
DR3 dan HLA-DR4. Sistem HLA berperan sebagai pasien menderita
suatu faktor kerentanan. Diperlukan suatu factor penyakit diabetes
pemicu yang berasal dari lingkungan (infeksi virus, mellitus.
toksin dll) untuk menimbulkan gejala klinis DM tipe
1
DIAGNOSIS (ANAMNESIS)
 Pasien dalam
Manifestasi klinik dari diabete mellitus tipe 1 kasus ini masuk
yaitu 3P (polydipsia, polyuria, polyphagia) dan disertai dengan keluhan
gejala lain berupa nocturia, fatigue, letargi, penurunan lemas disertai
berat badan dan penglihatan kabur. batuk dan pilek
 Selama empat
35
bulan terakhir
nafsu makan
mengalami
peningkatan dan
mengalami
penurunan berat
badan sekitar 4 kg
selama empat bulan
terakhir.
 Pasien selalu
merasa sering haus
dalam empat bulan
terakhir, sehingga
pasien banyak
minum.
 Selama sakit
penderita sering
merasa cepat lelah.
Sering buang air
kecil terutama pada
malam hari.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnostik diabetes mellitus berdasarkan
konsensus nasional pengelolaan diabetes mellitus tipe
1 dapat ditegakkan apabila memenuhi salah satu kriteria  Berdasarkan
sebagai berikut:3 kriteria tersebut,
1. Ditemukannya gejala klinis poliuria, pasien ini
polidipsi, polifagia, berat badan yang didiagnosis pasti
menurun, dan kadar glukosa darah diabetes mellitus
sewaktu >200 mg/dL. tipe 1 karena
2. Pada penderita yang asimptomatis memenuhi kriteria1
ditemukan kadar glukosa darah

36
sewaktu>200 mg/dL atau kadar glukosa
darah puasa lebih tinggi dari normal (126
mg/dL) dengan hasil tes toleransi
glukosa terganggu pada lebih dari satu
kali pemeriksaan.

TATALAKSANA
 Adapun penatalaksanaan dari diabetes mellitus
terdiri dari pemberian insulin, pengaturan makan
(diet), dan olahraga  Lantus 1 x 8 unit
 Hitung insulin harian total = 0,5 unit x berat  Actrapid 1 x 9 unit
badan (kg) --> dibagi 60% untuk fase prandial
dan 40% untuk fase basal

37
BAB V
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Diabetes mellitus tipe 1 adalah penyakit metabolik yang ditandai
dengan hiperglikemia kronik akibat kerusakan sel β pancreas sehingga terjadi
defisiensi insulin secara absolute. Secara epidemiologi, diabetes mellitus tipe 1
terjadi pada anak usia dibawah dari 15 tahun dengan puncak insiden pada
anak usia 5-6 tahun dan 11 tahun. Pada diabetes mellitus tipe 1 terjadi
defisiensi insulin absolute yang disertai dengan respon dari sel alfa pancreas
berupa peningkatan hormone glucagon. Hal ini mengakibatkan penurunan
uptake glukosa di otot sehingga pasien akan selalu merasa lemas walaupun
makan banyak. Tubuh memerlukan glukosa untuk dijadikan sumber energi.
Pada keadaan ini akan terjadi pemecahan protein dan lipid dalam tubuh
(Lipolysis) sehingga terjadi penurunan berat badan, rasa lapar berlebihan dan
polyphagia. Diabetes mellitus tipe 1 memerlukan pengobatan seumur hidup.
Kepatuhan dan keteraturan pengobatan merupakan kunci keberhasilan
pengobatannya. Adapun penatalaksanaan dari diabetes mellitus terdiri dari
pemberian insulin, pengaturan makan (diet), dan olahraga. Tujun dari
pengobatan adalah menstabilkan kadar glukosa darah dalam kisaran yang
diharapkan (70-120 mg/dL). Oleh karena itu, asupan makanan harus seimbang
dengan insulin yang tersedia dan kebutuhan metabolism tubuh. Komplikasi
DM tipe 1 terdiri dari komplikasi akut dan komplikasi kronik komplikasi akut
bersifat reversible contohnya hipoglikemia dan ketoasidosis diabetikum.
Mekanisme terjadinya hipoglikemia berhubungan dengan honeymoon periode
dan penyesuaian dosis insulin. Perjalanan diabetes mellitus sehingga
terjadinya ketoasidosis adalah karena proses lipolysis yang berlebihan dan
38
menghasilkan asam lemak yang akan menjadi keton menyebabkan terjadinya
hiperketonemia yang pada keadaan selanjutnya akan menyebabkan terjadinya
asidosis metabolic dan depresi CNS sehingga terjadi coma. Komplikasi kronik
disebabkan kelainan mikrovascular (retinopati, neuropati dan nefropati) dan
makrovascular.

3.2 Saran
Saran yang diberikan dalam makalah ini terkait dengan kasus adalah:
 Pemberian pengobatan dapat diberikan secara teratur dan tanpa
terputus untuk mengendalikan glukosa darah
 Selalu memperhatikan adanya efek samping obat yang diberikan, dan
meminimalisir keadaan yang dapat memperparah kondisi efek samping
obat tersebut

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman R, Kliegman R, Jenson H. Nelson Textbook of Pediatric. 17th


edition. 2003. P: 2005.

2. APEG. Clinical Practice Guidelines : Type-1 Diabetes in Children and


Adolescents. 2005.
3. International Society for Pediatric and Adolescent Diabetes. Consensus
Guidelines 2000-ISPAD Consensus Guidelines for Management of
Type 1 Diabetes Mellitus in Children and Adolescents. Zeist,
Netherlands : ISPAD, 2000.
4. UKK Endokrinologi. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes
Mellitus Tipe-1 Di Indonesia. Jakarta : PP IDAI, 2009.
5. Rudolph AM, Hostetter MK. Rudolph’s pediatrics, ed 24. Mc-graw
hill. New york.2003

6. German MS, Masharani U. Pancreatic hormones and diabetes mellitus.


Greenspan’s basic and clinical endocrinology. Edisi ke-8. USA: The
McGraw-Hill Companies, Inc.; 2007.
7. Karam, John H, Hormon Hormon Pankreas dan Diabetes Melitus.
Dalam: Endokrinologi Dasar dan Klinik, edisi 4, penerbit buku
kedokternan EGC.Jakarta 2000 742-826

40
8. Dabelea D, Bell RA, D'Agostino RB Jr, Imperatore G, Johansen
JM. Incidence of diabetes in youth in the United States. JAMA. Jun
27 2007;297(24):2716-24.

9. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM.


Diabetes Mellitus. Jakarta. Agustus 2007. hal 55-8.

10. http://www.emedicine.comendocrinology/diabetes, Diabetes melititus


Type 1, updated, 7 Agustus 2012.

41

Anda mungkin juga menyukai