Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PATOFISIOLOGI DAN ASKEP


ANAK DENGAN GANGGUAN
JUVENILE DIABETES
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK X
KELAS 2B. DIV KEPERAWATAN
- DWI RABIATUL ADWIYAH ALI
- I WAYAN SUARDIYANA
- MOH. RIZKY THALIB

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES


GORONTALO
T.A 2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “Patofisiologi dan askep anak dengan gangguan juvenile
diabetes.”

Kami sangat berharap, semoga makalah ini dapat berguna dalam


menambah wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.

Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah ini. mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita.

Gorontalo, November 2016

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR. ...........................................................................................i


DAFTAR ISI. .........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan ...............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Diabetes Melitus .............................................................................3
2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus …...............……………....……………………..3
2.3 Etiologi Diabetes Melitus..................................................................................5
2.4 Patofisiologi Diabetes Melitus...........................................................................6
2.5 Manifestasi Klinis..............................................................................................8
2.6 Komplikasi.........................................................................................................9
2.7 Pemeriksaan penunjang....................................................................................11
2.8 Penatalaksanaan...............................................................................................12
2.9 Asuhan Keperawatan pada anak dengan juvanile diabetes..............................20

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan......................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................29
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat ganguan hormonal yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada
membran basalis pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
Laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF)
menyebutkan bahwa sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita diabetes.
Angka ini terus bertambah hingga 3 persen atau sekitar 7 juta orang setiap
tahunnya. Diabetes telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia.
Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang disebabkan oleh diabetes. Hampir 80
persen kematian pasien diabetes terjadi di negara berpenghasilan rendah-
menengah.
Di tengah kondisi itu, perhatian banyak pihak umumnya masih terfokus
pada penderita diabetes dewasa. Padahal, anak dengan diabetes tak kalah
memerlukan perhatian dan bantuan.
Diabetes pada anak umumnya disebut tipe 1, yaitu pankreas rusak dan tak
lagi mampu memproduksi insulin dalam jumlah memadai sehingga terjadi defisit
absolut insulin. Sebaliknya, diabetes pada orang dewasa umumnya disebut tipe 2,
yaitu terjadi kerusakan sel tubuh meskipun insulin sebenarnya tersedia memadai
sehingga terjadi defisit relatif insulin.
Insiden diabetes melitus tipe 1 sangat bervariasi di tiap negara. Dari data-
data epidemiologik memperlihatkan bahwa puncak usia terjadinya DM pada anak
adalah pada usia 5-7 tahun dan pada saat menjelang remaja. Dari semua penderita
diabetes, 5-10 persennya adalah penderita diabetes tipe 1. Di Indonesia, statistik
mengenai diabetes tipe 1 belum ada, diperkirakan hanya sekitar 2-3 persen dari
total keseluruhan. Mungkin ini disebabkan karena sebagian tidak terdiagnosis atau
tidak diketahui sampai si pasien sudah mengalami komplikasi dan meninggal.
Biasanya gejalanya timbul secara mendadak dan bisa berat sampai mengakibatkan
koma apabila tidak segera ditolong dengan suntikan insulin.
World Diabetes Foundation menyarankan untuk mencurigai diabetes jika
ada anak dengan gejala klinis khas, yaitu 3P ( pilifagi, polidipsi dan poliuri ) dan
kadar gula darah (GD) tinggi, di atas 200 mg/dl.
GD yang tinggi menyebabkan molekul gula terdapat di dalam air kencing,
yang normalnya tak mengandung gula, sehingga sejak dulu disebut penyakit
kencing manis. Keadaan ideal yang ingin dicapai penderita DM tipe 1 ialah dalam
keadaan asimtomatik, aktif, sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam
semua kegiatan sosial yang diinginkannya serta mampu menghilangkan rasa takut
terhadap terjadinya komplikasi.

Sasaran-sasaran ini dapat dicapai oleh penyandang DM maupun


keluarganya jika mereka memahami penyakitnya dan prinsip-prinsip
penatalaksanaan diabetes. Berhubungan dengan hal tersebut diatas kami tertarik
untuk membuat asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan sistem
endokrin : Diabetes Melitus dengan metode masalah yang sistematis melalui
proses keperawatan.

B. RUMUSAN MASALAH
1.      Apa definisi diabetes mellitus.
2.      Bagaimana klasifikasi diabetes mellitus.
3.      Bagaimana etiologi diabetes mellitus.
4.      Bagaimana patofisiologi diabetes mellitus.
5.      Bagaimana pathway/pathoflow diabetes mellitus.
6.      Bagaimana manifestasi klinis pada anak dengan diabetes mellitus.
7.      Bagaimana akibat / komplikasi diabetes mellitus.
8.      Bagaimana pemeriksaan penunjang diabetes mellitus.
9.      Bagaimana penetalaksanaan medis pada klien dengan diabetes mellitus.
10.  Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes mellitus.

C. TUJUAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain adalah untuk memberikan
pengetahuan, dapat memberikan informasi dan pemahaman mengenai asuhan
keperawatan pada anak dengan diabetes mellitus.

 
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN Diabetes Melitus (DM)

 Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes melitus merupakan


suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal,
syaraf, jantung dan pembuluh darah.
 Penyakit diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang berlangsung kronik
progresif, dengan gejala hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi
insulin, gangguan kerja insulin, atau keduanya (Darmono)
 Diabetes Melitus Juvenilis adalah diabetes melitus yang bermanifestasi
sebelum umur 15 tahun. (FKUI)

B. KLASIFIKASI DIABETES MELITUS
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
 Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
 Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
 Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya

 Diabetes mellitus gestasional (GDM)


Menurut ADA (American Diabetes Association), diabetes melitus dibagi
menjadi  :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, baik
melalui proses imunologik atau idiopatik.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin.
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
a.       Defek genetik fungsi sel beta
kromosom 12, kromosom 7, kromosom 20, deoxyribonucleid acid(DNA)
Mitokondria.
b.      Defek genetik kerja insulin
Resistance insulin type A, leprechaunism, sindrom Rabson-Mendenhall, diabetes
lipoatrofik, lainnya.
c.       Penyakit Eksokrin Pankreas
Pankreatitis, trauma/pankreatektomi, Neoplasma, Cystic fibrosis,
hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus.
d.      Endokrinopati
Akromegali, sindroma cushing, feokromositoma, hipertiroidisme,
somatostatinoma, aldosteronoma.
e.       Karena Obat/Zat kimia
Vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, tiazid, dilantin,
interferon alfa, diazoxide, agonis β-adrenergic.
f.       Infeksi
Rubella kongenital dan cytomegalovirus (CMV).
g.      Imunologi (jarang)
antibodi anti reseptor insulin, sindrom ”Stiff-man”.
h.      Sindroma genetik lain
Sindrom Down, Klinefelter, Turner, Huntington, Chorea, Sindrom Prader Willi,
ataksia friedreich’s, sindrom laurence-Moon-Biedl.

4.      Diabetes Melitus Gestasional (Kehamilan).


Diabetes Melitus Gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan.
Jenis ini sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin kurang baik bila
tidak ditangani dengan benar.

C. ETIOLOGI
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Sering terjadi pada usia
sebelum15 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes ( DM Tipe I ),
gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar glukosa
darah plasma >200mg/dl).
Etiologi DM tipe I adalah sebagai berikut :
1.      Faktor genetic
Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini
(Brunner & Suddart, 2002). Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu
yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan
proses imun lainnya. Resiko terjadinya diabetes tipe 1 meningkat 3 hingga 5 kali
lipat pada individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA (DR3 atau
DR4).
Diabetes melitus juvenilis merupakan suatu penyakit keturunan yang
diturunkan secara resesif, dengan kekerapan gen kira-kira 0,30 dan penetrasi umur
kira-kira 70% untuk laki-laki dan 90% untuk wanita.

2.      Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden
lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan). Virus penyebab DM
adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi
sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa
juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan
hilangnya otoimun dalam sel beta. Virus atau mikroorganisme akan menyerang
pulau – pulau langerhans pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin.

3.      Faktor imunologi
Respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas.

D. PATOFISIOLOGI
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster
didalam ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa
diarah kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan
corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya
biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior berada dileher
pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus unsinatis
pankreas. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1)        Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2)        Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya
namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah.
Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau
langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah
kapiler.
Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan
delta. Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama
ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan
bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies
satu dengan yang lain. Dalam sel B , molekul insulin membentuk polimer yang
juga kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin
karena perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin
disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian diangkut ke aparatus
golgi, tempat ia dibungkus didalam granula yang diikat membran. Granula ini
bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang
mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan eksositosis. Kemudian insulin
melintasi membran basalis sel B serta kapiler  berdekatan dan endotel fenestrata
kapiler untuk mencapai aliran darah. Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 % dari
seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan 10 % dari seluruh
sel mensekresikan somatostatin.
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh
berupa hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau langerhans. 
Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan
kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan glukosa
darah yaitu glukagon.
Fisiologi Insulin :
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans
menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis
hormone lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin
menghambat sekresi glukagon dan insulin.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau
langerhans. Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah
peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan
normal adalah 80-90 mg/dl.
Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah
berikatan, insulin bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan
peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera digunakan untuk
menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam hati (Guyton & Hall)
Insulin dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang dibutuhkan untuk
pemanfaatan glukosa sebagai bahan energi seluler dan diperlukan untuk
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak
mampuan pankreas menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau
langerhans. Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia
post prandial.
Apabila insulin tidak dihasilkan maka akan mengalami gangguan
metabolisme, karbohidrat, protein dan lemak yang mana bila tanpa insulin
Glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan tetap dalam kompartemen vaskular
yang kemudian terjadilah hiperglikemi dengan demikian akan meningkatkan
konsentrasi dalam darah. Terjadinya hiperglikemi akan menyebabkan osmotik
diuresis yang kemudian menimbulkan perpindahan cairan tubuh dari rongga
intraseluler ke dalam rongga interstisial kemudian ke ekstrasel. Terjadinya
osmotik diuretik menyebabkan banyaknya cairan yang hilang melalui
urine(polyuria) sehingga sel akan kekurangan cairan dan muncul
gejala Polydipsia(kehausan).
 Terjadinya polyuria mengakibatkan hilangnya secara berlebihan potasium
dan sodium dan terjadi ganggunag elektrolit. Dengan tidak adanya glukosa yang
mencapai sel, maka sel akan mengalami “starvation” (kekurangan makanan atau
kelaparan) sehingga menimbulkan gejala polyphagia, fatigue dan berat badan
menurun.
Dengan adanya peningkatan glukosa dalam darah, glukosa tidak dapat difiltrasi
oleh glomerulus karena melebihi ambang renal sehingga menyebabkan lolos
dalam urine yang disebut glikosuria.
Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya
berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu
keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis.
Pada DM tipe I terjadi suatu gangguan katabolisme yang disebabkan
karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat
dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik.
Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki
katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan
peningkatan kadar glukosa darah.
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan
yang menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan
predisposisi untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang
antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel B
meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok
(mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh
sitotoksin perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi.
Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan dengan 
replikasi atau fungsi sel B pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya
kegagalan sel B setelah infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga
meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan
dengan gen-gen yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan
terjadinya predisposisi pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-
sel pulaunya (islets of Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah
autoregresi.

E. MANIFESTASI KLINIS
Pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh anak-anak
( diabetes melitus juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat,
tergantung insulin dengan kadar glukosa darah yang labil. Penderita biasanya
datang dengan ketoasidosis karena keterlambatan diagnosis. Mayoritas
penyandang DM tipe 1 menunjukan gambaran klinik yang klasik seperti:
a.       Hiperglikemia ( Kadar glukosa darah plasma >200mg/dl ).
b.      Poliuria
Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya DM tipe 1 pada
anak.
c.       Polidipsia
d.      Poliphagia
e.       Penurunan berat badan , Malaise atau kelemahan
f.       Glikosuria (kehilangan glukosa dalam urine)
g.      Ketonemia dan ketonuria
Penumpukan asam lemak keton dalam darah dan urine terjadi akibat
katabolisme abnormal lemak sebagai sumber energy. Ini dapat mengakibatkan
asidosis dan koma.
h.      Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
i.        Gejala-gejala lainnya dapat berupa muntah-muntah, nafas berbau aseton, nyeri
atau kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran ( koma )

Perjalanan klinis DM tipe 1 terbagi atas:


1.         Fase Inisial
Dimulai saat timbulnya gejala sampai dengan ditegakkan diagnosis. Fase ini
sering didahului oleh infeksi, goncangan emosi maupun trauma fisik.
2.         Fase Penyembuhan
Fase setelah beberapa hari diberikan pengobatan. Keadaan akut penyakit ini telah
teratasi dan sudah terdapat sensitivitas jaringan terhadap insulin.
3.         Fase Remisi (Honeymoon period)
Fase ini khas pada penyandang DM tipe 1. Pada saat ini, kebutuhan insulin
menurun sehingga dapat terjadi hipoglikemia bila insulin tidak disesuaikan. Bila
dengan dosis insulin 0.1 IU/kg BB masih menyebabkan hipoglikemia maka
pemberian insulin harus dihentikan. Pada fase ini perlu observasi dan pemeriksaan
urin reduksi secara teratur untuk memantau keadaan penyakitnya. Fase ini
berlangsung selama beberapa minggu sampai beberapa bulan. Diperlukan
penyuluhan pada penyandang DM atau orangtua bahwa fase ini bukan berarti
penyembuhan penyakitnya.
4.         Fase Intensifikasi
Fase ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan. Pada fase ini terjadi
kekurangan insulin endogen.

F. KOMPLIKASI
Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang
menyerang beberapa organ dan yang lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak
menyerang satu alat saja, tetapi berbagai organ secara bersamaan. Komplikasi ini
dibagi menjadi dua kategori (Schteingart).
A.    Komplikasi metabolik akut yang sering terjadi :
1.      Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan
glukosa, dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan
sebagainya. Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah kurang dari  80
mg/dl. Hipoglikemi sering membuat anak emosional, mudah marah, lelah,
keringat dingin, pingsan, dan kerusakan sel permanen sehingga mengganggu
fungsi organ dan proses tumbuh kembang anak. Hipoglikemik disebabkan oleh
obat anti-diabetes yang diminum dengan dosis terlalu tinggi, atau penderita
terlambat makan, atau bisa juga karena latihan fisik yang berlebihan.
2.      Koma Diabetik
Koma diabetik ini timbul karena kadar darah dalam tubuh terlalu tinggi, dan
biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik yang sering timbul adalah:
         Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan yang besar)
         Minum banyak, kencing banyak
         Kemudian disusul rasa mual, muntah, napas penderita menjadi cepat dan dalam,
serta berbau aseton
         Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita koma
diabetik harus segara dibawa ke rumah sakit

B.     Komplikasi- komplikasi vaskular jangka panjang (biasanya terjadi setelah tahun


ke-5) berupa :
1.      Mikroangiopati : retinopati, nefropati, neuropati. Nefropati diabetik dijumpai
pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1.
2.      Makroangiopati : gangren, infark miokardium, dan angina.
Komplikasi lainnya (FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. 1988 ) :
         Gangguan pertumbuhan dan pubertas
         Katarak
         Arteriosklerosis (sesudah 10-15 tahun)
         Hepatomegali
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa


1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3.Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai
patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)4

Bukan DM Belum pasti DM


DM
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma vena <110 110-199 >200
Darah Kapiler <90 90-199 >200
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena <110 110-125 >126
Darah Kapiler <90 90-109 >110

b. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok


c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e. Elektrolit :
 Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
 Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun.
 Fosfor : lebih sering menurun
f. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
g. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
h. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/
penurunan fungsi ginjal)
i. Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada
tipe 1) atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan
insufisiensi insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen).
Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan
antibody . ( autoantibody)
j. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
k. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Dalam jangka pendek, penatalaksanaan DM bertujuan untuk
menghilangkan/mengurangi keluhan/gejala DM. Sedangkan untuk tujuan  jangka
panjangnya adalah mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan
cara menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin. Untuk mempermudah
tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan
pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri.
Tabel Kriteria pengendalian DM.
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah plasma vena
(mg/dl) 80-109 110-139 >140
- puasa 110-159 160-199 >200
-2 jam
HbA1c (%) 4-6 6-8 >8
Kolesterol total (mg/dl) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL
- tanpa PJK <130 130-159 >159
- dengan PJK <100 11-129 >129
Kolesterol HDL (mg/dl) >45 35-45 <35
Trigliserida (mg/dl)
- tanpa PJK <200 <200-249 >250
- dengan PJK <150 <150-199 >200
BMI/IMT
- perempuan 18,9-23,9 23-25 >25 atau
- laki-laki 20 -24,9 25-27 <18,5
>27 atau <20
Tekanan darah (mmHg) <140/90 140-160/90- >160/95
95
Akan tetapi, perbedaan utama antara penatalaksanaan DM tipe 1 yang
mayoritas diderita anak dibanding DM tipe 2 adalah kebutuhan mutlak insulin.
Terapi DM tipe 1 lebih tertuju pada pemberian injeksi insulin.
Penatalaksanaan DM tipe 1 menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :
1. Fase akut/ketoasidosis
          koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan
asam basa,        elektrolit dan pemakaian insulin.
2. Fase subakut/ transisi
          Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, dll,
stabilisasi penyakit        dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan
kepada penyandang DM/keluarga mengenai pentignya pemantauan penyakitnya
secara teratur dengan       pemantauan glukosa darah, urin, pemakaian insulin dan
komplikasinya serta perencanaan diet dan latihan jasmani.
3. Fase pemeliharaan
          Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status
metabolik dalam batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi

Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai


dalam penatalaksanaan penyandang DM tipe 1, diantaranya :
1.      Bebas dari gejala penyakit
2.      Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhmya
3.      Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya

Pada anak, ada beberapa tujuan khusus dalam penatalaksanaannya, yaitu


diusahakan supaya anak-anak :
1.      Dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
2.      Mengalami perkembangan emosional yang normal
3.      Mampu mempertahankan kadar glukosuria atau kadar glukosa darah serendah
mungkin tanpa menimbulkan gejala hipoglikemia
4.      Tidak absen dari sekolah akibat penyakit dan mampu berpartisipasi dalam
kegiatan fisik maupun sosial yang ada
5.      Penyakitnya tidak dimanipulasi oleh penyandang DM, keluarga, maupun oleh
lingkungan
6.      Mampu memberikan tanggung jawab kepada penyandang DM untuk mengurus
dirinya sendiri sesuai dengan taraf usia dan intelegensinya

     Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai
penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan.
Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan
sebagai berikut:
a.      Pemberian insulin
Diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak dapat
memproduksi hormon insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus mendapatkan
terapi insulin untuk mengatasi glukosa darah yang tinggi. Tujuan terapi insulin ini
terutama untuk :
1.      Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.
2.      Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a)      Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam
keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis.
b)      DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet
(perencanaan makanan).
c)      DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif maksimal.

Makanan terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak. Glukosa terutama


bersumber dari karbohidrat walaupun protein dan lemak juga bisa menaikan
glukosa. Secara terus menerus pankreas melepaskan insulin pada saat makan atau
tidak. Setelah makan, kadar insulin meningkat dan membantu penimbunan
glukosa di hati. Pada saat tidak makan, insulin turun. Maka hati akan memecah
glikogen menjadi glukosa dan masuk ke darah sehingga glukosa darah
dipertahankan tetap dalam kadar yang normal.
Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan sehingga
insulin tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan pemberian
insulin adalah melalui suntikan, bisa suntikan di bawah kulit (subcutan/sc),
suntikan ke dalam otot (intramuscular/im), atau suntukan ke dalam pembuluh
vena (intravena/iv). Ada pula yang dipakai secara terus menerus dengan pompa
(insulin pump/CSII) atau sistem tembak (tekan semprot) ke dalam kulit (insulin
medijector).
Enam tipe insulin berdasarkan mulain kerja, puncak, dan lama kerja insulin
tersebut, yakni :
1.      Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
2.      Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
3.      Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
4.      Mixed Insulin
5.      Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
6.      Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)

Insulin yang Tersedia di Indonesia


Tipe Insulin Mulai Puncak Lama
Kerja Kerja
Ultra Short Acting (Quick-Acting, 15-30 min 60-90 min 3-5 hr
Rapid Acting)Insulin Analogues
Insulin Aspart (NovoRapid, Novolog)
Insulin Lispro (Humalog)
Short-Acting (Soluble, Neutral) 30-60 min 2-4 hr 6-8 hr
Insulin Reguler, Actrapid, Humulin R
Intermediate-Acting (Isophane) 1-2 hr 4-8 hr 16-24 hr
Insulatard, Humulin N, NPH
Long-Acting Insulin (Zinc-based) 1-3 hr 4-12 hr 16-24 hr
Monotard, Humulin Lente, Humulin Zn
Very Long Acting Insulin 2-4 hr 4-24hr 24-36 hr
Insulin Glargine (Lantus) (nopeak)
Insulin Detemir (Levemir)
Mixed Insulin (Short + Intermedidiate- 30 min 2-8 hr 24 hr
Acting Insulin)
Mixtard 30/70, NovoMix, Humulin 30/70

Terapi Pompa Insulin pada pasien Diabetes Melitus Tipe 1


Pompa insulin merupakan suatu alat yang tampak seperti pager yang
digunakan untuk mengelola masuknya insulin ke dalam tubuh pasien diabetes.
Sebuah pompa insulin terdiri dari sebuah tabung kecil (Syringe) yang berisikan
insulin dan microcomputer yang membantu pasien untuk menentukan berapa
banyak insulin yang diperlukan.
Insulin dipompakan melalui selang infus yang terpasang dengan sebuah
tube plastic ramping yang disebut cannula, yang dipasang pada kulit subkutan
perut pasien. Selang infus harus diganti secara teratur setiap minggunya. Di
Indonesia, alat ini masih jarang digunakan walaupun sudah ada distributornya.
Akan tetapi di negara lain seperti Amerika, penggunaan alat ini kini menjadi
favorit pasien diabetes karena keefektifan penggunaanya.
Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah ini :
-          Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari
-          Kadar glukosa darah sering tidak teratur
-          Lelah menggunakan terapi injeksi insulin
-          Ingin mengurangi resiko hipoglikemi
-          Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan
-          Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel

Ketika seseorang memutuskan untuk menggunakan terapi pompa insulin,


ada beberapa hal yang harus diperhatikan yakni :
1.      Mengecek kadar glukosa darah ( setidaknya 4 hari sekali, sebelum makan) untuk
mengetahui berapa dosis insulin yang diperlukan untuk mengontrol kadar glukosa
darah tubuh
2.      Mulai memahami makanan yang anda makan. Apakah makanan tersebut
membuat kadar glukosa darah tinggi atau tidak.
3.      Perhatikan secara teratur ( setiap setelah makan) pompa insulin untuk
meminimalisir kerusakan.

Menurut studi yang dilakukan National Institute of Health selama 10 tahun


terhadap 1000 penderita diabetes melitus tipe 1, didapatkan bahwa penggunaan
terapi insulin yang intensif, seperti contohnya menggunakan pompa insulin, dapat
mengurangi komplikasi diabetes secara efektif.  Studi ini menunjukan bahwa
terapi insulin intensif :
-          Mengurangi komplikasi kebutaan 76 %
-          Mengurangi komplikasi amputasi 60 %
-          Mengurangi resiko terkena penyakit ginjal 54 %
Terapi pompa insulin atau yang dikenal dengan sebutan Continuous
Subcutaneous Insulin Infusion (CSII) merupakan terapi yang paling menyerupai
metode fisiologi tranfer insulin ke dalam tubuh.
Insulin yang dipergunakan dalam pompa insulin adalah insulin “prandial”
(short atau rapid acting insulin), sehingga dosis basal akan tertutupi oleh dosis
prandial “bolus” yang diberikan secara intensif selama 24 jam.
Keuntungan penggunaan pompa insulin yakni :
1.      Terbebas dari penggunan multiple daily injection insulin
2.      Penurunan kadar HbA1C yang terkontrol
3.      Mengurangi frekuensi terkena hipoglikemia
4.      Mengurangi variasi kadar glukosa darah
5.      Meningkatkan fleksibilitas dan manajemen diabetes

Kekurangan Penggunaan pompa insulin yakni :


1.      Ada resiko infeksi jika tidak mengganti insertion site pada cannula secara eratur
2.      Pemeriksaan gula darah yang lebih sering
3.      Memiliki resiko terkena hiperglikemi yang dapat mengakibatkan diabetic
ketoacidosis yang lebih besar jika tidak mempergunakan pompa dalam jangka
waktu yang lama.
Di Indonesia sendiri, insiden diabetes melitus tipe 1 sangat jarang. Walaupun
alatnya sudah ada di Indonesia, akan tetapi harganya relatif mahal.

b.      Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam
hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak                  60 – 70 %
2) Protein sebanyak                          10 – 15 %
3) Lemak sebanyak                           20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori
dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga
didapatkan =
1)      Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
2)      Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3)      Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
4)      Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal
yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian
ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi
status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress
akut sesuai dengan kebutuhan.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam
beberapa porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak   20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak    25%
4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.

c.       Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih
30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit,
olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.

d.      Edukasi
              Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu
pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan
menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan
penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal.
Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik.Edukasi
merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes (Bare & Suzanne)
Pathway

infeksi virus

perubahan sel diri

respon imun auto

kerusakan sel beta

kekurangan insulin

tipe 1 DM

  ASUHAN KEPERAWATAN

TINJAUAN KASUS

1. PENGKAJIAN
a. Identitas Klien

Nama                                :     An. A.P

Jenis Kelamin                   :     Perempuan

Umur / Tanggal lahir        :     11 tahun / 15 agustus 2005

b. Identitas penanggung jawab


Nama : Ny. A.M
Jenis Kelamin : Perempuan
Hubungan dengan Klien : Ibu klien

2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Alasan masuk Rumah Sakit
Klien masuk Rumah Sakit pada hari sabtu, tanggal 14 oktober
2014, pukul 16:05 dengan keluhan sering kesemutan, buang air kecil saat
malam hari, sering merasa haus, mengalami rasa lapar yang berlebihan dan
merasa lemah.

b. Keluhan utama
Klien sering buang air kecil saat malam hari, sering merasa haus,
mengalami rasa lapar yang berlebihan dan merasa lemas dan lemah.

c. Riwayat penyakit dahulu.


Klien baru pertama kali mengalami penyakit yang seperti ini.

d.Keluhan lain yang menyertai


Selain sering buang air kecil (BAK) klien juga sering merasakan lemas,
lemah, pusing dan juga mual dan muntah.

3. PEMERIKSAAN FISIK
KU : Lemah
Kesadaran : Compos Mentis (CM)

Tanda-Tanda Vital :
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
SB : 36OC
N : 80 x/m
R : 23 x/m

- Aktivitas/ Istirahat
Aktifitas klien saat sakit lemah, Letih, dan lesuh
- Eliminasi
Saat sakit terjadi Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia,
anuria ), dan diare
- Cairan
Saat sakit terjadi Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet,
haus dan penurunan berat badan.
- Neurosensori
Pusing, sakit kepala, dan kesemutan

4. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.       Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dl atau lebih.
b.      Aseton plasma : positif secara menyolok.
c.       Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d.      Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 m osm/l.

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.        Defisit volume cairan berhubungan dengan diare, muntah, dan poliuria.
2.        Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi
insulin/penurunan intake oral : anoreksia, mual, dan muntah
3.        Defisit perawatan diri  berhubungan dengan kelemahan.
4.        Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kesalahan interprestasi.

C.     PERENCANAAN

1)      Defisit volume cairan berhubungan dengan diare, muntah, dan poliuria.


Tujuan           : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi
perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat
secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
         Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD
         Pantau masukan dan pengeluaran
         Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas
yang dapat ditoleransi jantung
         Catathal-hal  seperti mual dan muntah
         Observasi adanya kelelahan yang meningkat, peningkatan BB, nadi tidak teratur
         Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau
pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)

2)      Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi


insulin/penurunan intake oral : anoreksia, mual, dan muntah
Tujuan           : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
         Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
         Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
         Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
         Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan
yang dapat dihabiskan pasien.
         Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual,
muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa
sesuai dengan indikasi.
         Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
         Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit
lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
         Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
         Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
         Kolaborasi dengan ahli diet.

3) Defisit perawatan diri  berhubungan dengan kelemahan.


Tujuan           : Klien akan mendemonstrasikan penurunan rawat diri
 Criteria hasil  :
a.    Kuku pendek dan bersih
b.    Kebutuhan dapat dioenuhi secara bertahap
c.    Mandi sendiri tanpa bantuan
Intervensi :
      Kaji kemampuan klien dalam pemenuhan rawat diri
      Berikan aktivitas secara bertahap
      Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
      Bantu klien (memotong kuku)

4.        Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan kebutuhan


pengobatan berhubungan dengan kesalahan interprestasi.
Tujuan : Klien akan melaporkan pemahaman tentang penyakitnya dengan
kriteria : Mengungkapkan pemahaman tentang penyakitnya
Intervensi :
           Pilih berbagai strategi belajar
           Diskusikan tentang rencana diet
           Diskusikan tentang faktor-faktor yang memegang peranan dalam kontrol DM

D.    IMPLEMENTASI

Merupakan tahap dimana rencana keperawatan dilaksanakan sesuai

dengan intervensi. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam

mencapai peningkatan kesehatan baik yang dilakukan secara mandiri maupun

kolaborasi dan rujukan.

D. EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan

dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi

tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan.

Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah :


1.             Kondisi tubuh stabil, dan tanda-tanda vital normal
2.             Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada
tanda-tanda malnutrisi.
3.             Rasa lemah dan lelah berkurang/Penurunan rasa lemah dan lelah
4.             Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses
pengobatan.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Diabetes Mellitus merupakan penyakit terkait dengan sistem
endokrinologi dan pankreas sebagai penghasil insulin yang menjadi pusat kajian
serta studi penyakit ini. Insulin memegang peranan pokok dalam metabolisme
glukosa serta alur energi tubuh manusia. Diabetes Mellitus adalah penyakit
dengan banyak gejala yang menyertai dan memiliki faktor dalam dan faktor luar
sebagai pencetusnya. Ada 2etiologi utama dari diabetes mellitus yang menjadi
dasar klasifikasi penyakitnya.Diabetes mellitus tipe 1 yang dicetuskan oleh tidak
cukupnya jumlah insulin sampai tidak terbentuknya insulin oleh pankreas ( Sel
Beta Pulau Langerhans ) disebabkan oleh proses autoimunitas yang
menghancurkan sel beta pulau langerhans pankreas.

Diabetes tipe 1 menyerang anak dengan umur< 18 tahun dengan rataan


umur penderita 4 - 10 tahun. T1DM menyebabkan ketergantungan abosolutinsulin
eksogenik untuk mengatur kadar gula darah, dan menjaga status diabetes tidak
berkembangmenjadi penyakit dengan banyak komplikasi. Penatalaksanaan dengan
insulin bertujuan untuk menghentikan proses pembentukan gula hati dan
menghentikan ketogenesis.

DAFTAR PUSTAKA

 Bare & Suzanne, 2012, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,  Volume


2, (Edisi 8), EGC, Jakarta

 Carpenito, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2),


EGC, Jakarta

 Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse, 2010, Rencana Asuhan


Keperawatan, (Edisi III), EGC, Jakarta.
 Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. 2011. Penatalaksanaan Diabetes
Melitus Terpadu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai