Anda di halaman 1dari 16

Asuhan Keperawatan Gerontik (Diabetes militus)

Mata Kuliah :Kep.Gerontik

Dosen MK : Dr. Saidah Rauf, S.Kep., M.Sc

Disusun Oleh Kelompok

Asni Liza Gay

Nurhaji Keliwooy

Indra Kurnia Sari

Sonya Manuputty

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Politeknik Kemenkes Kesehatan Maluku

Program Studi Keperawatan Masohi

2019/2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, terima kasih kepada tuhan yang maha esa karena atas karunianya
kami kelompok dapat menyelesaikan tugas makalah kami yang berjudul “asuhan
keperawatan gerontik”, diharapkan semoga dengan adanya makalah ini dapat
membuat teman-teman semua memahami materi pada makalah ini.

Masohi, 10 Oktober 2019

Kelompok
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II : PEMBAHASAN
A. Konsep Medis Diabetes Militus
B. Konsep Asuhan Keperawatan Diabetes Militus
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses penuaan pasti terjadi baik perempuan maupun laki-laki, juga pada
semua makhluk hidup. hingga kini belum ditemukannya cara untuk mencegah
proses penuaan. Penyebab penuaan adalah mulai berkurangnya proses
pertumbuhan, pembelahan sel, dan berkurangnya proses metabolisme tubuh.
Akibatnya, terjadi gangguan terhadap kulit, selaput lendir, tulang, sistem
pembuluh darah, aliran darah, metabolisme vitamin, dan fungsi otak.
Masalah kesehatan yang berhubungan dengan gangguan sistem
endokrin terjadi sepanjang siklus kehidupan. Sistem endokrin penting untuk
mempertahankan dan mengatur fungsi vital tubuh, misalnya stress, tumbuh
kembang, homeostasis, reproduksi, dan metabolisme energi. Salah satu
penyakit yang terdapat pada sistem endokrin yaitu diabetes militus. Diabetes
melitus (DM) merupakan keadaan yang seringkali dikaitkan dengan
meningkatnya risiko kesakitan dan kematian. Lanjut usia (lansia) yang menderita
DM seringkali juga mengalami penyakit lainnya, ketidakmampuan fisik,
gangguan psikososial dan fungsi kognisi, serta meningkatnya pelayanan
kedokteran. Pada akhirnya, komplikasi yang terjadi akan mempengaruhi kualitas
hidup lansia.
Prevalensi DM sebesar 15,8% didapatkan pada kelompok usia 60-70
tahun dan lansia wanita memiliki prevalensi lebih tinggi dari lansia pria. Rata-rata
skor domain kondisi lingkungan lebih tinggi pada lansia yang tidak menderita DM
dan rata-rata skor kesehatan fisik lebih tinggi pada lansia yang menderita
obesitas. Semakin besar indeks massa tubuh maka skor domain kesehatan fisik
akan semakin meningkat secara drastis.
Ketertarikan kami mengangkat judul makalah ini khususnya pada
diabetes militus yaitu karena kebanyakan di rumah sakit ditemui orang yang
menderita DM adalah lansia dan kita sebagai perawat dapat melakukan tindakan
keperawatan dalam mengatasi penyakit DM pada lansia. Dan juga mengetahui
komplikasi DM pada lansia.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana mengatasi masalah lansia dengan diabetes militus
C. Tujuan
Mengetahui cara mengatasi masalah lansia dengan diabetes militus
BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep medis
1. pengertian
Menurut Stockslager (2007) diabetes militus pada lansia adalah suatu
penyakit kekurangan atau resistensi insulin yang kronis. Diabetes militus
ditandai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.
Peranan insulin di tubuh adalah untuk mengangkut glukosa ke dalam sel untuk
bahan bakar atau simpanan glikogen. Insulin juga merangsang sintesis protein
dan penyimpanan asam lemak bebas dalam jaringan adiposa. Kekurangan
insulin menghambat kemampuan tubuh untuk mengakses nutrisi yang penting
untuk bahan bakar dan simpanan.
Menurut Stanley (2005) diabetes militus pada lansia adalah intoleransi
glukosa dan resistensi insulin dengan gangguan fungsi sel beta (diabetes)
adalah usia terkait dan merupakan salah satu dari lima kondisi teratas kronis
yang mempengaruhi orang dewasa yang lebih tua. diabetes tidak bisa
disembuhkan, namun dapat dikontrol dan dikelola orang dewasa dengan
diabetes paling belajar untuk menguasai rejimen pemantauan dan pengobatan
yang melibatkan partisipasi klien. banyak berkaitan dengan usia perubahan
mungkin akan dificult untuk orang yang lebih tua untuk mematuhi rencana
perawatan. orang ini tidak mencerminkan bahwa perawatan harus didelegasikan
kepada orang lain; dalam manfaat, perawat harus bekerja dengan tekun wiht
klien untuk mengimbangi terkait usia dificits dan mempromosikan kemampuan
klien untuk melakukan sebanyak aktivitas perawatan diri mungkin.
Menurut Stockslager (2007) diabetes militus tipe 2 sering menyerang pada
lansia karena sel-sel tubuh menjadi lebih resisten terhadap insulin yang
mengurangi kemampuan lansia untuk memetabolisme glukosa. Selain itu,
pelepasan insulin dari sel beta pangkreas berkurang dan melambat. Hasil dari
kombinasi proses ini adalah hiper glikemia. Pada lansia, konsentrasi glukosa
yang mendadak dapat meningkatkan dan lebih memperpanjang hiperglikemia.
Diabetes militus tipe 2 pada lansia disebabkan oleh sekresi insulin yang
tidak normal, resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan target, dan
kegagalan glukoneogenesis hepatik. Penyebab utama hiperglikemia pada lansia
adalah peningkatan resistensi insulin pada jaringan perifer. Meskipun jumlah
reseptor insulin sebenarnya sedikit menurun seiring pertambahan usia,
resistensi dipercaya terjadi setelah insulin berkaitan dengan reseptor tersebut.
Selain itu, sel-sel beta pada pulau langerhands kurang sensitif tehadar kadar
glukosa yang tinggi, yang memperlambat produksi insulin. Beberapa lansia juga
tidak mampu untuk menghambat produksi glukosa dihati.

2. Etiologi
Menurut Wasilah Rochmah dalam Ilmu Penyakit Dalam (1997) penyebab
timbulnya diabetes militus pada lansia yaitu :
1. Fungsi saluran pangkreas dan seresi insulin yang kurang.
2. Perubahan-perubahan karena usila sendiri yang berkaitan dengan
resistensi, insulin, akibat kurangya massa otot dan perubahan vaskuler
3. Aktivitas fisis yang berkurang, banyak makan, badan kegemukan.
4. Keberadaan penyakit lain,sering menderita stress, operasi dan istirahat
lain.
5. Sering menggunakan bermacam-macam obat-obatan.
6. Adanya faktor keturunan

3. Tanda & Gejala


menurut Stockslager (2007) tanda dan gejala timbulnya diabetes pada lansia
yaitu :
1. Penurunan berat badan dan kelelahan (tanda dan gejala klasik pada
pasien lansia)
2. Kehilangan selera makan
3. Inkontinesia
4. Penurunan penglihatan
5. Konfusi atau derajat delirium
6. Konstipasi atau kembung pada abdomen (akibat hipotonusitas lambung)
7. Retinopati atau pembentukan katarak
8. Perubahan kulit, khususnya pada tungkai dan kaki, akibat kerusakan
sirkulasi perifer; kemungkinan kondisi kulit kronis, seperti selulitis atau
luka yang tidak kunjung sembuh; turgot kulit buruk dan membran mukosa
kering akibat dehidrasi
9. Penurunan nadi perifer, kulit dingin, penurunan reflek, dan kemungkinan
nyeri perifer atau kebas
10. Hipotensi ortostatik

4. Patofisiologi
Menurut Meinner (2005) yaitu keadaan hiperglikemia bahwa hasil dari
kerusakan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya merupakan kelompok
penyakit metabolik dikenal sebagai militus diabetes. diabetes adalah salah satu
kondisi Cronic paling umum yang mempengaruhi populasi orang dewasa yang
lebih tua, dan kejadian adalah usia diperkirakan akan meningkat. penyakit
ultimatly menghasilkan disfungsi dan kegagalan berbagai organ seperti ginjal
jantung, mata saraf dan pembuluh darah.
penyakit endokrin dapat bermanifestasi dalam bentuk resistensi hormon
bukan ketiadaan, suatu kondisi di mana jaringan merespon hormon tidak
memadai. penyebab diabetes melitus tipe 2 tidak diketahui, tetapi berteori
bahwa kedua genetika dan anvironment memainkan peran inportant. variabel
yang paling penting yang terkait dengan tipe 2 diabetes melitus adalah obesitas
dan resistensi insulin. resistensi insulin diduga terkait dengan setidaknya dua
faktor: hiperglikemia dan obesitas. klien obesitas dengan diabetes tipe 2 memiliki
tingkat insulin endogen (hiperinsulinemia), yang pada gilirannya menyebabkan
penurunan jumlah reseptor insulin pada jaringan target. itu seolah-olah tubuh
berusaha untuk mengimbangi glukosa tidak memasuki sel dengan meningkatkan
produksi insulin.

5. Komplikasi
Menurut Mansjoer (2000) dalam Kapita selekta kedokteran edisi 3 jilid I :
1. Akut
a. Koma hipoglikemia
b. Ketoasidosis
c. Koma hiperosmolar nonketotik
2. Kronik
a. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar pembuluh darah
jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
b. Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah kecil retmopati diabetik,
nefropati diabetik.
c. Neuropati diabetik.
d. Rentan infeksi, seperti : Tb. Paru, gingivitis dan isk.
e. Kaki diabetik.

6. Pemeriksaan diagnostik
Menurut Stockslager (2007) pemeriksaan diagnostik pada lansia adalah :
1. Kadar glukosa serum puasa dan pemeriksaan toleransi glukosa
memberikan diagnosis definitif diabetes. Akan tetapi, pada lansia
pemeriksaan glukosa serum postprandial 2 jam dan pemeriksaan toleransi
glukosa oral lebih membantu menegakkan diagnosis karena lansia
mungkin memiliki kadar glukosa puasa hampir normal tetapi mengalami
hiperglikemia berkepanjangan setelah makan. Diagnosis biasanya dibuat
setelah satu dari tiga kriteria berikut ini terpenuhi :
a. Konsentrasi glukosa plasma acak 200 mg/dl atau lebih tinggi
b. Konsentrasi glukosa darah puasa 126 mg/dl atau lebih tinggi
c. Kadar glukosa darah puasa setelah asupan glukosa per oral 200
mg/dl atau lebih
2. Pemeriksaan hemoglobin terglikosilasi (hemoglobin A atau HbA 1C ), yang
menggambarkan kadar rata-rata glukosa serum dalam 3 bulan
sebelumnya, biasanya dilakukan untuk memantau keefektifan terapi
antidiabetik. Pemeriksaan ini sangat berguna, tetapi peningkatan hasil telah
ditemukan pada lansia dengan toleransi glukosa normal.
3. Fruptosamina serum, yang menggambarkan kadar glukosa serum rata-rata
selama 2 sampai 3 minggu sebelumnya, merupakan indikator yang lebih
baik pada lansia kurang menimbulkan kesalahan.

7. Penatalaksanaan
Menurut Stockslager (2007) pasien yang menderita diabetes militus type 2
dapat memerlukan obat antidiabetik oral untuk merangsang produksi insulin
endogen, meningkatkan sensitifitas insulin ditingkat selular, menaikkan
glukoneogenis hepatik, dan memperlambat absorbsi karbohidrat di GI. Untuk
beberapa pasien, kadar glukosa darah dapat dikontrol dengan diet dan
perubahan gaya hidup saja.
Terdapat berbagai golongan obat untuk diabetes militus type 2 yang dapat
membantu. Obat-obatan ini mencakup generasi ke 2 sulfonilurea ( seperti
gliburida dan glivizida ), inhibitor alfa glikosida ( seperti karbosa dan maglitol ),
biguanida ( seperti metformin ), glitazon ( seperti rosiglitazon ) dan meglinitida (
repaglinida ).
Olahraga merupakan sarana yang penting dalam menangani diabetes type 2.
Aktivitas fisik meningkatkan sensitivitas insulin, memperbaiki toleransi glukosa
dan meningkatkan pengendalian gerak badan. Penelitian juga menunjukkan
bahwa olahraga sedang dapat memperlambat atau mencegah awitan diabetes
type 2 pada kelompok resiko tinggi.
BAB III :
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN

A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan menurut Rumaharbo, (1999). Pada lansia
penderita diabates melitus yang perlu dikaji ialah sebagai berikut :
1. Riwayat atau adanya faktor resiko, Riwayat keluarga tentang penyakit,
obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4
kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma,
infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid,
kontrasepsi oral).
2. Pengkajian nutrisi termasuk berat badan dan pola baru-baru ini menurun
atau naik, pola diet keseharian, perubahan dalam arti rasa atau bau, gigi,
dan kemampuan untuk membeli dan menyiapkan makanan. Karena
diabetes yang tidak dikontrol mengakibatkan keseimbangan cairan dan
makanan terganggu, penting untuk mengkaji klien dengan tanda-tanda dan
gejala mual, muntah, rasa lapar, dan haus, dan mengingatkan bahwa
hiperglikemia dapat menghasilkan gejala halus pada lansia.
3. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia, polifagia,
penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan
penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan
gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis.
4. Pengkajian kondisi saat ini sangat penting. Perawat harus menanyakan
apakah hidup sendiri sendiri atau dengan orang lain, jika dapat
menyiapkan makanan sendiri, dan jika ada sumber keuangan yang
memadai untuk makanan dan tempat tinggal. orang dewasa yang lebih tua
yang hidup sendiri mungkin makan sedikit dan kurang gizi karena isolasi
sosial atau gangguan fungsional.
5. Perawat harus menentukan apakah transportation untuk layanan
kesehatan tersedia untuk klien.Ini penting untuk menilai kemampuan klien
untuk mempelajari sebelum mengkaji pengetahuan tentang diabetes dan
manajemen. mempelajaridengan bervariasi, dan mengetahui persiapan
klien dan memfasilitasidengan pembelajaran diabetes. Beberapa orang
lebih suka belajar dengan metode visual, yang lain dengan mendengarkan,
dan dengan pendekatan kontak langsung.
6. Perawat harus mengkaji kondisi kulit klien, melihat turgor kulit dan
perhatian khususnya pada kaki, dan siku. karena daerah ini mempunyai
risiko lebih besar untuk kerusakan kulit karena tekanan. Perawat harus
mengkaji keutuhan kulit, warna, adanya pembengkakan, debit, bau, turgor,
kekeringan, mengelupas, dan luka. Kulit di daerah perianal dapat
memberikan informasi tentang status kulit saat ini dan praktik kebersihan
secara umum. Klien dengan hyperglycemia rentan terhadap infeksi ragi
dan jamur di daerah ini. kebersihan yang buruk bisa mempengaruh individu
untuk infeksi saluran kencing atau vagina.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).
Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar
glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
b. Gula darah puasa normal atau diatas normal.
c. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
d. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Menurut Meinner, (2005) yang Mengalami Diabetes
Melitus tipe 2 :
1) Ketidakseimbangan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kebiasaan makan berlebihan atau kurangnya pola olah-raga
teratur.
2) Kurang pengetahuan : perawatan diri dan kemampuan memanajemen
diabetes berhubungan dengan kurangnya terpapar informasi
C. Intervensi Keperawatan
No. Tujuan dan kriteria
Diagnosa keperawatan Intervensi
hasil
1. Ketidakseimbangan Noc : Nic : Manajemen Nutrisi
nutrisi : lebih dari manajemen diri 1. Tentukan status gizi pasien
kebutuhan tubuh Setelah dilakukan dan kemampuan untuk
berhubungan dengan tindakan selama memenuhi kebutuhan gizi
kebiasaan makan 1x24 jam 2. Tentukan yang menjadi
berlebihan atau diharapkan masalah prefelensi makanan bagi
kurangnya pola olah- dapat teratasi pasien
raga teratur. dengan kriteria hasil 3. Tentukan jumlah kalori dan
: jenis nutrisi yang

1. Secara konsisten dibutuhkan untuk

mencari informasi memenuhi persyaratan gizi

tentang metode
untuk pencegahan
komplikasi
2. Mengikuti diet
yang
direkomendasikan
3. Berpartisipasi
dalam olahraga
yang
direkomendasikan
2. Kurang pengetahuan : Noc : Pengetahuan Nic : pendidikan kesehatan
perawatan diri dan manajemen 1. Targetkan sasaran pada
kemampuan diabetes kelompok berisiko tinggi
memanajemen diabetes Setelah dilakukan dan rentang usia yang
berhubungan dengan tindakan selama akan mendapat manfaat
kurangnya terpapar 1x24 jam besar dari pendidikan
informasi diharapkan masalah kesehatan

dapat teratasi 2. Identifikasi faktor internal


atau eksternal yang dapat
dengan kriteria hasil meningkatkan atau
: mengurangi motivasi untuk
1. Pengetahuan berperilaku sehat
sangat banyak 3. Pertimbangkan riwayat
tentang faktor individu untuk konteks
penyebab dan personal dan riwayat sosial
fakto yang budaya individu keluarga

berkontribusi dan masyarakat

2. Pengetahuan
sangat banyak
tentang tanda
gejalan awal
penyakit
3. Pengetahuan
sangat banyak
tentang rencana
makan dan diet
yang dianjurkan

D. Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan atau implementasi keperawatan terhadap
pasien yang mengalami diabetes militus disesuaikan dengan intervensi yang telah
dirancang atau disusun sebelumnya.

E. Evaluasi Keperawatan
Hasil Asuhan Keperawatan pada klien yang menderita diabetes militus
adalah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan pada intervensi. Evaluasi ini
berdasarkan pada hasil yang di harapkan atau perubahan yang terjadi.
BAB IV : PENUTUP

A. Kesimpulan
Menua (menjadi tua = aging) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita. Dalam Maryam (2008),
perubahan fisik yang terjadi dalam proses penuaan antara lain: sel,
kardiovaskuler, respirasi, persarafan, musculoskeletal, gastrointestinal,
genitourinaria, vesika urinaria, vagina, pendengaran, pengelihatan, endokrin,
kulit, belajar dan memori, intelegensi, personality dan adjustment (pengaturan)
pencapaian (achievement).
Menurunnya produksi hormon ini antara lain terlihat pada wanita mendekati
usia 50 tahun, yang ditandai mulainya menstruasi yang tidak teratur sampai
berhenti sama sekali (menopouse), prosesnya merupakan proses ilmiah. Pada
pria proses tersebut biasanya terjadi secara lambat laun dan tidak disertai
gejala-gejala psikologis yang luar biasakecuali sedikit kemurungan dan rasa lesu
serta berkurangnya kemampuan seksualitasnya. Terdapat pula penurunan kadar
hormon testosteronnya. Ada beberapa gangguan penyakit endokrin dan
penyakit metabolik yang disebabkan oleh proses penuaan, yaitu: menopouse,
andropouse, dan diabetes melitus.
Pemberian asuhan keperawatan sistem endokrin pada lansia difokuskan
pada upaya pencegahan terhadap terjadinya komplikasi yang berlanjut selama
proses pemulihan fisik klien. Penentuan diagnosa harus akurat agar
pelaksanaan asuhan keperawatan dapat diberikan secara maksimal dan
mendapatkan hasil yang diharapkan. Pemberian asuhan keperawatan sistem
endokrin pada lansia secara umum bertujuan untuk memberi pengertian
mengenai penurunan fungsi tubuh dan perawatan penyakit pada sistem
endokrin lansia. Oleh karena itu, dibutuhkan kreativitas dan keahlian dalam
pemberian asuhan keperawatan dan kolaborasikan dengan tim medis lainnya
yang bersangkutan.
B. Saran
Adapun saran yang dapat kelompok berikan adalah :
1. Bagi perawat yang akan memberikan asuhan keperawatan sistem endokrin
pada lansia harus lebih memperhatikan dan tahu pada bagian-bagian
mana saja dari asuhan keperawatan pada lansia yang perlu ditekankan.
2. Perawat juga memberikan pendidikan kesehatan kepada penderita dan
keluarga tentang penyuluhan dan pencegahan komplikasi.
3. Untuk keluarga lansia semestinya harus lebih tanggap terhadap
pengkajian-pengkajian yang dilakukan perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan khususnya dalam asuhan keperawatan, karena peningkatan
penyembuhan lansia, melakukan prosedur diagnostik, pemeriksaan-
pemeriksaan dan melakukan perawatan tindak lanjut sangat penting bagi
lansia maupun perawat.
4. Hendaknya mahasiswa keperawatan dapat menerapkan dan
membandingkan ilmu yang telah didapat di kampus berupa teori dengan
kasus di ruangan, yang nantinya mahasiswa mampu mengaplikasikan
tindakan keperawatan dengan sebaik-baiknya agar menjadi perawat yang
profesional.
DAFTAR PUSTAKA

Baziad, Ali. 2003. Menopause dan Andropause Edisi 1. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka
Meinner, Sue E. 2006. Gerontologic nursing. USA : St Louis
Stanley, mickey. Kathryn A. Blair. Patricia gauntlett. 2005. Gerontological nursing.
USA : Davis company
Sudoyo, Aru W. 2007. Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta: Depertemen Penyakit
Dalam
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Fakultas UI

Anda mungkin juga menyukai