DISUSUN OLEH:
1. SUGIYONO
2. RUSTINI
3. SUWARDI
4. LAILY NURJANAH
5. SUWARNO
6. PUJI ASTUTI
7. MUKLISNO
8. PRAMUDYA
9. ANDI KURNIAWAN
2020
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan tugas
pembuatan makalah yang berjudul “ Asuhan Keperawatan Paliatif Pada Pasien Dengan
Diabetes Mellitus” dengan lancar. Dalam pembuatan makalah ini, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dosen, yang telah memberikan kesempatan dan
memberi fasilitas sehingga makalah ini dapat tersampaikan dengan lancar.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan
kearah kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menjadi tua adalah proses alamiah yang akan dihadapi oleh setiap mahluk hidup dan
meninggal dengan tenang adalah dambaan setiap insan. Namun sering kali harapan dan
dambaan tersebut tidak tercapai. Dalam masyarakat kita, umur harapan hidup semakin
bertambah dan kematian semakin banyak disebabkan oleh penyakit-penyakit kronis seperti
penyakit diabetes militus.
Pasien dengan penyakit kronis seperti penyakit diabetes militus akan melalui suatu
proses pengobatan dan perawatan yang panjang. Jika penyakitnya berlanjut maka suatu saat
akan dicapai stadium terminal yang ditandai dengan oleh kelemahan umum, penderitaan,
ketidak berdayaan, dan akhirnya kematian.
Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai
masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi
juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup
pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak
hanya pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap
kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin
yang dikenal sebagai perawatan paliatif atau palliative care.
Dalam perawatan paliatif maka peran perawat adalah memberikan Asuhan
Keperawatan pada Pasien kronis untuk membantu pasien menghadapi penyakitnya.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan paliatif pada klien dengan penyakit diabetes mellitus
C. Tujuan Penulisan
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah mahasiswa diharapkan mampu mengenal
dan mengetahui tentang asuhan keperawatan paliatif pada klien yang mengalami pennyakit
diabetes mellitus.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya
gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam
tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai
Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang ditemukan di seluruh dunia
tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak
pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian
badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpadengan
a. Fungsi eksorin yaitu Membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan elektrolit
utama,yaitu :
adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan diintestin
dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai
glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena porta lebih tinggi daripada vena hepatica,
setelah absorsi selesai gliogen hepar dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga kadar
glukosa di vena hepatica lebih tinggi dari vena porta. Jadi hepar berperan sebagai
glukostat. Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk mempertahankan kadar
glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan mudah terjadi
hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan glucagon sangat penting
Enzim fosforilase penting untuk gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar menurun
oleh hati dan yang dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan
pengaruh insulin.
C.KLASIFIKASI TIPE DM
Klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetus Data Group: Classification and
a. Diabetes Melitus
2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak
D. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah:
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan
jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang
kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya
jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama
dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar
Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI)
pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor
risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
E. PATOFISIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari diabetes melitus adalah :
1. Diabetes tipe I
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia
puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu,
glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap
makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam
urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein
dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan
dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi
merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton
dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan
kematian.
2. Diabetes tipe II
yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan
dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).
pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan
kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular)
disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses
perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik
terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati
yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus.
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Diabetes Tipe I
a. Hiperglikemia berpuasa
2. Diabetes Tipe II
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan
kabur
nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan
sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis
5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
F. KLASIFIKASI
Wagner (1983). membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu: Derajat
0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk
a. Diabetes Tipe 1, DM tipe 1 atau yang dulu dikenal dengan nama Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM), terjadi karena kerusakan sel b pankreas (reaksi autoimun).
Bila kerusakan sel beta telah mencapai 80--90% maka gejala DM mulai muncul.
Perusakan sel beta ini lebih cepat terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Sebagian besar
penderita DM tipe 1 mempunyai antibodi yang menunjukkan adanya proses autoimun,
dan sebagian kecil tidak terjadi proses autoimun. Kondisi ini digolongkan sebagai tipe 1
idiopatik. Sebagian besar (75%) kasus terjadi sebelum usia 30 tahun, tetapi usia tidak
termasuk kriteria untuk klasifikasi.
b. Diabetes Tipe 2, DM tipe 2 merupakan 90% dari kasus DM yang dulu dikenal sebagai
non insulin dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Pada diabetes ini terjadi penurunan
kemampuan insulin bekerja di jaringan perifer (insulin resistance) dan disfungsi sel beta.
Akibatnya, pankreas tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk
mengkompensasi insulin resistan. Kedua hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi
insulin relatif. Gejala minimal dan kegemukan sering berhubungan dengan kondisi
ini,yang umumnya terjadi pada usia > 40 tahun. Kadar insulin bisa normal, rendah,
maupun tinggi, sehingga penderita tidak tergantung pada pemberian insulin.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut dan kronik :
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah.
a. Hipoglikemia.
b. Ketoasidosis diabetic (DKA)
c. Sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).
2. Komplikasi kronik
d. Ulkus/gangren
mengalami kebocoran
kemih
normal
kaki
Darah Gangguan fungsi sel darah putih Mudah terkena infeksi, terutama
a. Faktor endogen:
penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan
2) Angiopati: Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko
lain.
3) Iskemia: Arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah)
Merokok
Hiperlipidemia
Kaki dingin
Nyeri nocturnal
Kulit mengkilap
Penebalan kuku
b. Faktor eksogen
1) Trauma
2) Infeksi
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180%
maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai
ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai
GOD.
3. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
tidak terdeteksi
4. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL,
LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet cellantibody)
I. PENATALAKSANAAN
1. Medis :
a. Obat
Ekstra pankreatik
insulin
intraseluler
b. Insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
h) DM operasi
2. Keperawatan
dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan
ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang
menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua
darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak. Prinsip diet DM, adalah:
Diet DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
Diet I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diet IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diet VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes
komplikasi.
Penentuan jumlah kalori Diet Diabetes Melitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita,
penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR=
BB (Kg)
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja
biasa adalah:
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan
kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
c. Pemantauan
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan
kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
e. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan
J. PERAWATAN PALIATIF
Perawatan paliatif adalah perawatan yang bisa didapatkan para pasien yang menderita
penyakit kronis dengan stadium lanjut, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien. Peningkatan hidup dilakukan dengan cara pendekatan dari sisi psikologis,
psikososial, mental serta spiritual pasien, sehingga membuat pasien lebih tenang,
bahagia, serta nyaman ketika menjalani pengobatan
Lebih lanjut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan lagi bahwa pelayanan
paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini :
1. Meningkatkan kualitas hidup pasien Diabetes Melitus dan menganggap kematian
sebagai proses yang normal dalam artian penyakit DM ini bukan merupakan proses
kematian namun kematian merupakan hal yang normal bagi semua orang yang
memiliki penyakit Diabetes Melitus ataupun tidak.
2. Tidak mempercepat atau menunda kematian dalam artian penyakit Diabetes
Melitus ini tidak bisa dikaitkan dengn kematian.
3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu agar pasien dengan
Diabetes merasa tenang.
4. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritua lagar pasien Diabetes Melitus
merasa tenang dalam proses penyembuhan.
5. Berusaha agar penderita Diabetes Melitus tetap aktif sampai akhir hayatnya dengsn
cara memberi support dari keluarga dan perawat
6. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga pasien dengan
Diabetes Melitus agar keluarga selalu tenang dan tabah.
A. Contoh Perawatan Paliatif Yang Dapat di Terapkan Untuk Pasien DM :
1. Palliative home care
Pelayanan perawatan paliatif yang dilakukan di rumah pasien DM , oleh tenaga
paliatif dan atau keluarga atas bimbingan/ pengawasan tenaga paliatif
2. Hospis
Tempat dimana pasien dengan penyakit DM stadium tetrminal yang tidak dapat
dirawat di rumah namun tidak melakukan tindakan yang harus dilakukan di rumah
sakit. Pelayanan yang diberikan tidak seperti di rumah sakit, tetapi dapat
memberikan pelayanan untuk mengendalikan gejala-gejala yang ada, dengan
keadaan seperti di rumah pasien sendiri
3. Hospice care
Perawatan pasien DM dengan fase terminal (stadium akhir) dimana pengobatan
terhadap penyakitnya tidak diperlukan lagi. Perawatan ini bertujuan meringankan
penderitaan dan rasa tidak nyaman dari pasien, berlandaskan pada aspek bio-psiko-
sosial-spiritual. (Hospice Home Care, 2011)
Dampak Pada Aspek Biologis, Psikologis, Sosial dan Spiritual Setelah Melakukan
Perawatan Paliatif Terhadap Pasien DM :
1. Aspek Biologis
Dalam paradigma keperawatan sudah jelas bahwa profesi perawat memandang klien
sebagai makhluk bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual yang berespons secara
holistik dan unik terhadap perubahan kesehatan atau pada keadaan krisis dan asuhan
keperawatan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia secara holistik . Aspek
fisik atau biologis dimensi yang berkaitan dengan dunia di sekitar kita melalui lima
indera kita yang berpengaruh menyebabkan Diabetes Melitus. Menurut Center for
Diseas Control and Prevention (CDC), penyakit DM yang terjadi pada laki-laki pada
umumnya bisa dicegah dengan menghindarkan diri dari kebiasaan kebiasaan buruk
dalam keseharian. Perilaku tidak sehat tersebut antara lain kebiasaan merokok, tidur
larut malam, , mengkonsumsi minuman beralkohol dan lain-lain. Penyakit-penyakit
tersebut pada umumnya berasal dari akumulasi gaya hidup dan konsumsi makanan
tidak sehat yang secara terus menerus dilakukan sampai akhirnya tubuh tidak
mampu lagi mengatasi dan menyebabkan fungsi fisik tubuh terganggu
2. Aspek Psikologis
Adaptasi psikologis salah satunya bertujuan untuk memberikan rasa nyaman dan
aman. Masalah psikologi yang terbanyak terjadi pada manusia adalah rasa cemas
atau kecemasan. Pada saat seseorang mangalami stres ada yang menghadapinya
dengan berdiam diri, ada pula yang bersikap memberontak Menurut Tandra (2007),
ada tiga fase emosi yang umum dialami oleh mereka yang baru mendapat informasi
bahwa dirinya menderita DM (1) Reaksi penolakan; tidak bisa menerima kenyataan
bahwa dirinya mengidap DM atau menyalahkan hasil laboratorium, (2) Reaksi
marah; marah kepada orang di sekitarnya, kadang timbul rasa bersalah karena marah
kepada istri atau suami atau anak, dan semuanya ini tidak akan memberikan hasil
pengobatan DM yang baik, dan (3) Reaksi depresi.Jika individu mengalami suatu
penyakit diabetes melitus dapat timbul rasa cemas dan tidak berdaya akibat penyakit
tersebut sehingga memerlukan perawatan memerlukan perawatan secara
komprehensif baik fisik, psikologis dan sosial (Copel, 2007). Kecemasan pada
penderita diabetes melitus dikarenakan bahwa diabetes dianggap merupakan suatu
penyakit yang menakutkan, karena mempunyai dampak negatif yang kompleks
terhadap kelangsungan kecemasan individu. Kecemasan terjadi karena seseorang
merasa terancam baik secara fisik maupun psikologis (Issacs A, 2005) dikutip dari
[ CITATION Jau16 \l 1033 ].
3. Aspek Sosial
Aspek sosial pada penderita diabetes melitus tipe 2 sangat penting diperhatikan
karena pada kenyataannya diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang
mempunyai muatan psikologis, sosial dan perilaku yang besar. Salah satu aspek
sosial tersebut adalah dukungan sosial (Hasanat, 2010; Jauhari, 2014). Dukungan
sosial merupakan bentuk interaksi antar individu yang memberikan kenyamanan
fisik dan psikologis melalui terpenuhinya kebutuhan akan keamanan. Dukungan
sosial dapat berpengaruh terhadap kecemasan pada penderita diabetes melitus tipe 2
dengan meregulasi proses psikologis dan memfasilitasi perubahan biologi.
Kunjungan keluarga di rumah sakit (besuk) merupakan salah satu bentuk dukungan
sosial bagi pasien. Dukungan sosial memiliki peranan penting untuk mencegah dari
ancaman kesehatan mental. Dukungan sosial bagi penderita diabetes melitus
terutama yang menjalani perawatan dirumah sakit memiliki Peranan penting karena
banyaknya tindakan pengobatan yang dapat Menimbulkan stes terus menerus
sehingga dapat memperburuk kondisi Psikologis penderita selain adanya faktor
internal yang mempengaruhi. Bentuk dari dukungan sosial yang dibutuhkan oleh
penderita diabetes melitus dapat berupa dukungan informasi (berupa saran, nasehat,
pengarahan atau petunjuk); dukungan emosional (berupa afeksi, kepercayaan,
kehangatan, kepedulian dan empati); dukungan penilaian (berupa penghargaan
positif. [ CITATION Jau16 \l 1033 ]
4. Aspek Spiritual
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan
keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan
maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan
Tuhan (Yani, 2000). Menurut Dorsey (1996), do’a termasuk kepasrahan atau
penyerahan diri terhadap Tuhan, merupakan faktor yang penting dalam perjalanan
penyakit DM. aplikasi terapi religius lebih ditekankan pada aspek spiritual care,
dengan memberikan rambu-rambu bimbingan spiritual pada pasien DM pada fase
terminal untuk meningkatkan keyakinan tentang makna sakit yang sedang diderita
dan melakukan Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT). Spiritual
Emotional Freedom Technique (SEFT) merupakan salah satu varian dari satu
cabang ilmu baru yang dinamai energy psychology. SEFT adalah kombinasi
kekuatan antara spiritual power dengan energy psychology. Energy psychology
adalah seperangkat prinsip dan teknik memanfaatkan system energy tubuh untuk
memperbaiki kondisi pikiran emosi dan perilaku. SEFT bekerja dengan prinsip yang
kurang lebih sama dengan akupuntur dan akupresur, ketiganya berusaha merangsang
titik-titik kunci di sepanjang 12 jalur energy (energy meridian) tubuh yang sangat
berpengaruh pada kesehatan kita. Perbedaannya SEFT menggunakan cara yang
lebih aman, lebih mudah, lebih cepat dan lebih sederhana. Ada empat hal yang harus
diperhatikan agar SEFT yang dilakukan efektif, empat hal tersebut merupakan kunci
keberhasil SEFT, yaitu Khusyu’. Ikhlas, pasrah dan syukur. [ CITATION Kus13 \l 1033 ]
B. CARA MENINGKATKAN KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES
MELITUS
1. Makan sehat
Asupan makanan harus menjadi perhatian utama penderita diabetes. Sebab, makanan
dengan indeks glikemik tinggi, dapat meningkatkan gula darah.
Buah yang Aman Dikonsumsi Penderita Diabetes
2. Olahraga
Penderita diabetes disarankan aktif melakukan latihan fisik. Tidak harus pergi ke pusat
kebugaran, Anda bisa berjalan santai, bersepeda, atau bermain game ringan selama 30
menit.
3. Medical check up
Melakukan chek up kesehatan setidaknya dua kali dalam setahun perlu dilakukan oleh
penderita diabetes untuk mengontrol apakah gula darah stabil atau tidak, berpotensi
menyebabkan komplikasi atau tidak.
4. Mengelola stres
Mengelola stres perlu dilakukan karena gula darah sangat rentan mengalami kenaikan
saat banyak pikiran. Anda bisa mengurangi stres dengan latihan pernapasan, yoga, atau
hobi yang menenangkan.
5. Berhenti merokok
Perokok aktif harus menghentikan kebiasaan mengisap nikotin setelah divonis diabetes.
Ini penting untuk menghindari hadirnya komplikasi dan peningkatan diabetes ke level
tinggi.
6. Hindari alkohol
Penderita diabetes akan lebih mudah mengontrol gula darah jika tidak terlalu banyak
minum minuman beralkohol. Sebab, alkohol bisa membuat gula darah Anda terlalu
tinggi atau terlalu rendah.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Contoh kasus
Tn. W, 31 tahun, duda, dengan keluhan kaki kesemutan dan mati rasa sejak 1 bulan
yang lalu disertai dengan badan terasa lemas. Kaki sering kesemutan terutama saat setelah
duduk bersila atau jongkok dalam waktu lama. Pasien juga mengaku terkadang tidak terasa
sakit jika kakinya tersandung benda. Pasien juga mengaku adanya keluhan sering haus, sering
terasa lapar dan sering BAK malam hari lebih dari 3 kali (tidak memperhatikan seberapa
banyak kencing yang keluar). Gangguan penglihatan mulai dirasakan pasien, pasien merasa
pandangan berputar dan merasa benda-benda sekitar bergoyang. Klien mengaku klien
awalnya tidak mengetahui penyakitnya dan kadar gula darahnya tinggi. Klien tetap
mengonsumsi makanan yang manis. Pasien rutin berobat ke dokter untuk meminum obat
diabetes. Namun dalam 1 bulan ini pasien mengaku berhenti minum obat tersebut. Pekerjaan
sehari-hari sebagai tukang parkir di pasar. Kebiasaan tidur larut, perilaku mengonsumsi kopi,
suka makan-makanan yang manis, makan-makanan ringan setiap malam, merokok 10 batang
per hari, serta tidak pernah berolahraga teratur tidak disangkal. Ibu kandung Tn. W memiliki
riwayat penyakit yang sama berupa diabetes, sedangkan riwayat darah tinggi pada orang tua
tidak ada. Untuk masalah kesehatan keluarga, keluarga jarang berobat ke dokter. Sejak 8
bulan yang lalu diketahui memiliki riwayat penyakit diabetes. Diketahui karena memiliki
riwayat sering buang air kecil, banyak minum dan banyak makan sedangkan berat badan
cenderung menurun serta dari pemeriksaan gula darah sewaktu saat itu mencapai 333 mg/dl.
Telah berobat ke KDK Kayu Putih dan diberikan obat diabetes yaitu metformin (3x1) dan
glibenklamid (1x1). Pasien mengatakan sebelum sakit pasien makan 3x sehari. Selama di
rumah sakit pasien hanya makan separuh porsi. Pasien merasa mual dan ingin muntah. Pasien
mengaku tidak rutin minum obat diabetes disertai memiliki pola makan dan pola hidup yang
kurang baik. Selain itu pasien mengaku baru menyelesaikan pengobatan TB parunya sejak 1,5
bulan yang lalu dan dinyatakan sembuh oleh dokter. Pemeriksaan fisik pasien pada tanggal 5
September 2013, kesadaran kompos mentis, berat badan 58 kg, tinggi badan 168 cm, kesan
gizi normal(BBI/Berat Badan Idaman), IMT (Indeks Massa Tubuh) normal (20,5),tekanan
darah120/80 mmHg,nadi100 x/menit,pernapasan20 x/menit, suhu 36,5 ºC. Status generalis
pasien didapatkan kepala, mata, hidung, mulut, leher, dada (jantung dan paru) pasien dalam
batas normal. Status neurologis menunjukkan hipestesia pada regio pedis dextra dan sinistra.
Gula darah puasa pasien 256 mg/dl. Diagnosis Kerja dari pasien ini adalah Diabetes Melitus
Tipe II dengan neuropati diabetikum (Wicaksono, 2013).
A. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. W
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 31 tahun
Alamat : Jl. Pondasi No.22, RT.2/RW.17, Kayu Putih.
Tanggal Masuk : 17 September 2017
Tanggal Pengkajian : 18 September 2018
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Tukang Parkir
No. RM : 78175
b. Anamesis
a) Keluhan Utama : kaki kesemutan dan mati rasa sejak 1 bulan yang lalu disertai dengan
badan terasa lemas.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Klien datang ke rumah sakit KDK kayu putih pada tanggal 11 September 2017 dengan
keluhan kaki kesemutan dan mati rasa sejak 1 bulan yang lalu disertai dengan badan
terasa lemas. Kaki sering kesemutan terutama saat setelah duduk bersila atau jongkok
dalam waktu lama. Pasien juga mengaku terkadang tidak terasa sakit jika kakinya
tersandung benda. Pasien juga mengaku adanya keluhan sering haus, sering terasa lapar
dan sering BAK malam hari lebih dari 3 kali (tidak memperhatikan seberapa banyak
kencing yang keluar).
c) Alergi (obat, makanan, plester, dll)
Pasien mengatakan bahwa pasien tidak mempunyai riwayat alergi obat, makanan, serta
plester.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku baru menyelesaikan pengobatan TB parunya sejak 1,5 bulan yang lalu
dan dinyatakan sembuh oleh dokter.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu kandung Tn. W memiliki riwayat penyakit yang sama berupa diabetes, sedangkan
riwayat darah tinggi pada orang tua tidak ada.
f) Kebiasaan/polahidup/life style
Keluarga mengatakan bahwa pasien mempunyai kebiasaan merokok, serta pasien
mempunyai kebiasaan minum kopi dengan banyak gula, pasien juga tidak menjaga pola /
menu makanan dan minuman yang di konsumsi, makanan camilan yang paling di gemari
pasien adalah camilan yang manis-manis.
g) Obat-obat yang digunakan
Keluarga mengatakan bahwa pasien pernah mengkonsumsi obat TB, dan sudah tidak
mengkonsumsi obat sejak 1.5 bulan lalu. Dan semenjak itu pasien tidak pernah
mengkonsumsi obat lain.
Genogram:
Keterangan :
: laki-laki
: perempuan
: tinggal satu rumah
: meninggal
: Pasien
c. Pengkajian Keperawatan
a. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Jika ada anggota keluarga yang sakit, jarang berobat ke dokter.
Interpretasi :
Keluarga mengatakan bahwa ke dokter itu hanya jika sakitnya sudah parah.
b. Pola nutrisi/ metabolik
a. Antropometeri
BB sebelum sakit = 62 kg
BB saat ini = 58 kg
TB: 168 cm
IMT= BB/(Tb(m)2) =58/2,82=20,5
Kategori IMT
Underweight < 18,5
Normal 18,5-24,9
Overweight >25
Interpretasi: berdasarkan rumus IMT, pasien termasuk kategori normal
b. Biomedical sign :
Albumin : 3,54 g/dl; 2,64 g/dl ; 2,27 g/dl
Globulin : 2,55 g/dl; 2,85 g/dl ; 3,46 g/dl
Hemoglobin : 13,6 gr%
Gula darah sewaktu : 333 mg/dl
Gula drah puasa : 256 mg/dl
Kategori Glukosa darah normal:
Gula darah puasa : 80-99 mg/dl
Gula darah sewaktu : 80-145 mg/dl
Interpretasi :
Pada hasil lab didapatkan nilai normal pada nilai Albumin, Globulin, dan
Hemoglobin tetapi gula darah sewaktu dan gula darah puasa tinggi dalam
batasan tidak normal.
d. Pola eliminasi:
1. BAK
1) Frekuensi : 1800cc/jam
2) Jumlah : >1200-1500 cc/jam
3) Warna : berwarna kuning jernih
4) Bau : berbau khas
5) Kemandirian : mandiri/dibantu
2. BAB
1) Frekuensi : 1x/hari
2) Jumlah : normal
3) Warna : kuning
4) Bau : bau khas
5) Karakter : berbentuk
6) Kemandirian : mandiri/dibantu
Interpretasi :
Pola eliminasi yang dialami oleh klien terganggu, karena feses dan urine yang
dikeluarkan tidak sesuai atau tidak normal.
e. Pola aktivitas dan latihan
Pasien dalam melakukan ADL perlu dibantu.
Aktivitas harian (Activity Daily Living)
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi / ROM √
Ket: 0: tergantung total, 1: dibantu petugas dan alat, 2: dibantu keluarga, 3: dibantu alat, 4:
mandiri
f. Pola tidur dan istirahat
Durasi : Klien mengatakan tidur pada pukul 23.30 WIB-04.00 WIB (4,5 jam) dan siang hari
tidur selama 1 jam.
Interpretasi : klien mengalami gangguan tidur karena cemas.
g. Pola kognitif dan perseptual
Fungsi Kognitif dan Memori :
Mampu berkomunikasi dan berorientasi dengan baik saat dilakukan pengkajian. Penglihatan
klien kurang berfungsi dengan baik karena mengalami gangguan. Gangguan penglihatan
yang dirasakan adalah pandangan berputar dan merasa benda-benda sekitar bergoyang.
Pendengaran , pengecapan dan penciuman, klien berfungsi dengan baik. Sensori, klien
masih mampu membedakan sensori tajam dan tumpul sekalipun harus dengan tekanan yang
kuat.
Interpretasi :
Pasien mengalami gangguan pada penglihatannya.
h. Pola persepsi diri
a. Gambaran diri : Klien mengatakan tidak bisa bekerja mencari uang.
b. Identitas diri : Pasien merupakan seorang suami dan ayah yang sudah memiliki
dua anak.
c. Harga diri : Pasien percaya dirinya dapat sembuh dan segera melakukan
aktivitas sehari hari yaitu menjalani hidup dengan keluarga kecilnya.
d. Ideal Diri : Pasien ingin segera sembuh dan ingin segera bekerja kembali
agar bisa menghidupi keluarganya.
e. Peran Diri : Pasien mengatakan dirinya tidak bisa melakukan kegiatan yang
terlalu berat
Interpretasi :
Pola persepsi diri pasien tidak mengalami gangguan, gambaran diri pasien tidak mengalami
gangguan
i. Pola seksualitas & reproduksi
Pasien mengatakan sudah mempunyai 2 anak. Klien mengatakan tidak pernah memiliki
riwayat gangguan reproduksi.
Interpretasi:
Tidak ada masalah
j. Pola peran dan hubungan
Klien mengatakan perannya klien ada seorang suami sekaligus kepala rumah tangga yang
harus mencari nafkah untuk keluarganya dengan bekerja sebagai tukang parkir di pasar.
Hubungan klien dengan orang terdekat tidak mengalami masalah. Setelah dirawat di rumah
sakit klien akan menjaga kondisinya saat ini dan akan selalu periksa ke dokter. Saat di
rumah sakit klien juga berinteraksi baik dengan keluarga pasien lain, perawat dan juga
tenaga medis lainnya.
Interpretasi :
Pasien mengalami gangguan peran saat sakit.
k. Sistem nilai dan keyakinan
Klien mengatakan klien beragama Islam dan selalu taat dalam menjalankan kewajiban
sholatnya walaupun di tempat tidur
l. Pola koping dan stres
Klien mengatakan apabila ada masalah pasti didiskusikan dengan keluarganya dan saudara
terdekatnya. Klien menyelesaikan masalahnya dengan musyawarah. Klien terlihat cemas
dan stres akan penyakitnya.
B. Pemeriksaan Fisik
A. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
N : 100x/menit,
RR : 20x/menit,
TD : 120/80 mmHg,
S : 36,5 C
B. Pemeriksaan Kepala
Bentuk Kepala: Mesochepal, tidak terdapat deformitas
Rambut : Dominan hitam dan tidak mudah rontok
C. Pemeriksaan Mata
Konjungtiva : Pada mata kanan dan kiri tidak terlihat anemis.
Sklera : Pada mata kanan dan kiri terlihat ikterik
Pupil : Isokor kanan-kiri, diameter 3 mm, reflek cahaya( + / + )
Palpebra : Tidak edema
Visus : Baik
D. Pemeriksaan Hidung
Bentuk : normal, tidak terdapat deformitas
Nafas cuping hidung : tidak ada
Sekret : tidak terdapat sekret hidung
E. Pemeriksaan Mulut
Bibir : Tidak sianosis, tidak kering
Lidah : Tidak kotor, tepi tidak hiperemi
Tonsil : Tidak membesar
Faring : Tidak hiperemis
Gigi : Lengkap
F. Pemeriksaan Telinga
Bentuk : normal, tidak terdapat deformitas
Sekret : tidak ada
Fungsional : pendengaran baik
G. Pemeriksaan Leher
JVP : tidak meningkat
Kelenjar tiroid : tidak membesar
Kelenjar limfonodi : tidak membesar
Trakhea : tidak terdapat deviasi trakhea
H. Pemeriksaan Thorak
1. Paru-paru
Inspeksi : simetris kanan kiri, tidak ada retraksi, tidak ada sikatrik.
Palpasi : vocal fremitus kanan sama kiri
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru, batas paru hepar pada SICV LMC dextra
Auskultasi : suara dasar vesikuler, tidak ada suara tambahan di semua lapang paru
2. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung
Kanan atas : SIC II LPS dextra
Kanan bawah : SIC IV LPS dextra
Kiri atas : SIC II LMC sinitra
Kiri bawah : SIC IV LMC sinistra
Auskultasi : S1- S2, reguler, tidak ada mur-mur, tidak ada gallop
I. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : tampak asites, sikatrik akibat bekas luka operasi apendiksitis,
Auskultasi : peristaltik normal
Perkusi : pekak pada region abdomen kanan atas sampai 3 jari dibawah arcus costae dan
tympani di abdomen kanan bawahdan abdomen kiri
Palpasi :supel, terdapat nyeri tekan pada regio bagian atas, teraba adanya pembesaran
hepar dan lien tidak teraba. Tes undulasidan pekak beralih positif.
J. Pemeriksaan Ekstremitas
Superior : tidak ada deformitas, tidak ada edema, perfusi kapiler baik, tidak anemis,
akral hangat.
Inferior : tidak ada deformitas, tidak ada edema, CRT bagian ujung lebih dari 3
detik, perfusi kapiler buruk, tidak anemis, akral dingin.
C. Analisa data
Data Etiologi Masalah keperawatan
Ds : Pola hidup tidak sehat Risiko ketidakstabilan kadar
-Riwayat penyakit diabetes sejak 8 bulan lalu glukosa darah
-klien mengeluh kaki kesemutan dan badan Sel beta di pankreas terganggu
lemas
-sering BAK Defisiensi insulin
-klie suka mengonsumsi kopi, makan manis,
merokok 10 batang per hari
-pasien mengatakan tidak pernah berolahraga Retensi insulin
Do:
-pasien tampak lemas
-Gula darah sewaktu : 333 mg/dl Hiperglikemia
-gula darah puasa : 256 mg/dl
-urine output : >1500 cc/jam
Kadar glukosa darah tidak terkontrol
Penurunan BB
Ds : Defisiensi insulin absolute Risiko infeksi
-Pasien mengatakan kakinya kesemutan
terutama saat setelah duduk bersila atau
jongkok dalam waktu lama. Penurunan pemakaian glukosa oleh sel
-Pasien mengaku terkadang tidak terasa sakit
jika kakinya tersandung benda
Do : Hiperglikemia
-Gula darah sewaktu 333 mg/dl
-Gula darah puasa pasien 256 mg/dl.
Hiperosmolalitas
Ds : Defisiensi insulin absolute Ansietas
-klien mengatakan cemas tentang penyakit
yang di deritanya
-Klien mengaku sering BAK malam hari lebih Perubahan status kesehatan
dari 3x.
Do :
-Klien terlihat cemas dan gelisah Kurangnya pengetahuan ttg penyakit
-TD : 120/80
-RR : 20x/menit
- Suhu : 36,5 C
1. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan kadar glukosa darah
tidak terkontrol.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan yang kurang.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
5. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
6. Keletihan berhubungan dengan keletihan otot.
7. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah ke
perifer, proses penyakit (DM).
E. Intervensi
5 Domain 5. Persepsi/ Kognisi Setelah dilakukan asuhan keperawatan, Fasilitasi Pembelajaran (5520)
diharapkan pengetahuan pasien mengenai 1. Tekankan pentingnya mengikuti evaluasi
Kelas 4. diabetes mellitus tipe 2 bertambah. medik, dan kaji ulang gejala yang
memerlukan pelaporan segera ke dokter
Defisiensi pengetahuan 1. Pengetahuan: manajemen diabetes dari
2. Diskusikam tanda/gejala DM, contoh
(00124) skala 2 ditingkatkan menjadi skala 4
polidipsia, poliuria, kelemahan,
2. Perilaku patuh: diet yang sehat dari
penurunan berat badan
skala 2 ditingkatkan menjadi skala 4
3. Gunakan bahasa yang umum digunakan
3. Perilaku patuh: Aktivitas yang
4. Berikan informasi yang sesuai dengan
disarankan dari skala 2 ditingkatkan
lokus kontrol pasien
menjadi skala 4
5. Berikan informasi sesuai tingkat
4. Perilaku patuh: Diet yang disarankan
perkembangan pasien
dari skala 2 ditingkatkan menjadi skala
Modifikasi Perilaku (4360)
4
1. Tentukan motivasi pasien untuk
perubahan perilaku
2. Bantu pasien untuk mengidentifikasi
kekuatan
3. Dukung untuk mengganti kebiasaan
yang tidak diinginkan dengan kebiasaan
yang diinginkan
4. Tawarkan penguatan yang positif dalam
pembuatan keputusan mandiri pasien
7. Domain 4. Aktivitas dan (00204) Ketidakefektifan perfusi jaringan Pengecekan Kulit (3590)
istirahat. Kelas 4. Respon perifer
1. Gunakan alat pengkajian untuk
Kardiovaskuler/ pulmonal
mengidentifikasi pasien yang berisiko
Ketidakefektifan perfusi jaringan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, mengalami kerusakan kulit.
perifer (00204)
diharapkan ketidakefektifan perfusi jaringan
2. Monitor warna dan suhu kulit
perifer pasien dapat berkurang.
(0401) Status sirkulasi 3. Periksa pakaian yang terlalu ketat
1. Parestesia dari skala 2 (cukup berat) 4. Monitor kulit dan selaput lendir terhadap
ditingkatkan menjadi skala 4 (ringan) area perubahan warna, memar, dan
2. Asites dari skala 2 (cukup berat) pecah.
ditingkatkan menjadi skala 4 (ringan)
5. Ajarkan anggota kelurga/pemberi asuhan
(0407) Perfusi jaringan : perifer mengenai tanda-tanda kerusakan kulit,
dengan tepat.
1. Parestsia dari skala 2 (cukup berat)
ditingkatkan menjadi skala 4 (ringan) Manajemen Sensasi Perifer (2660)
1. Monitor sensasi tumpul atau tajam dan
(0409) Koagulasi darah
panas dan dingin (yang dirasakan pasien)
1. Pembentukan bekuan dari skala 2 2. Monitor adanya Parasthesia dengan
(deviasi cukup besar dari kisaran normal) tepat
ditingkatkan menjadi skala 4 (deviasi 3. Intruksikan pasien dan keluarga untuk
ringan dari kisaran normal) memeriksa kulit setiap harinya
4. Letakkan bantalan pada bagian tubuh
(0802) Tanda-tanda vital
yang terganggu untuk melindungi area
1. Suhu tubuh dari skala 2 (deviasi cukup tersebut
besar dari kisaran normal) ditingkatkan Perawatan Kaki (1660)
menjadi skala 4 (deviasi ringan dari 1. Diskusikan dengan pasien dan keluarga
kisaran normal) mengenai perawatan kaki rutin
1. Anjurkan pasien dan keluarga mengenai
pentingnya perawatan kaki
2. Periksa kulit untuk mengetahui adanya
iritasi, retak, lesi, dll
3. Keringkan pada sela-sela jari dengan
seksama
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Diabetes mellitus adalah penyakit yang disebabkan oleh penurunan kadar hormon
insulin yang diproduksi oleh kelenjar pankreas yang mengakibatkan meningkatnya kadar
glukosa dalam darah. Penurunan ini mengakibatkan glukosa yang dikonsumsi oleh tubuh
tidak dapat diproses secara sempurna sehingga konsentrasi glukosa dalam darah akan
meningkat. Diabetes Mellitus terbagi menjadi beberapa tipe, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2,
DM Sekunder dan DM gestasional. Diabetes melitus tipe 2 merupakan suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit
gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin.
Faktor resiko yang tidak dapat diubah untuk penderita DM tipe 2 diantaranya adalah
riwayat keluarga dengan DM, usia lebih dari 45 tahun, riwayat melahirkan bayi dengan
berat badan lahir bayi lebih dari 4000 gram, dan riwayat lahir dengan berat badan rendah.
Gejala dari DM 2 sendiri ada 2 yaitu gejala akut dan gejala kronik. Gejala akutnya
diantaranya poliphagia, polidipsia, poliuria, nafsu makan bertambah namun berat badan
turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), dan mudah lelah. Sedangkan
gejala kronik diabetes melitus yaitu kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk
tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai
kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas. Penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik
beratkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan
jasmani dan intervensi farmakologis.
B.Saran
a. Bagi penderita Diabetes Mellitus Tipe II
Bagi penderita Diabetes Mellitus Tipe II diharapkan lebih dapat memeperhatikan
kesehatannya, terutama untuk pola makan dan aktivitas yang dilakukan.
56
57
b. Bagi keluarga
Bagi keluarga diharapkan dapat mengawasi atau memperhatikan klien yang sedang
menderita penyakit Diabetes Mellitus Tipe II, karena dukungan dari keluarga adalah
yang paling penting bagi klien.
c. Bagi perawat atau tenaga kesehatan
Bagi perawat ataupun tenaga kesehatan lain diharapkan dapat memberikan pelayanan
kesehatan atau keperawatan yang baik terhadap klien dan bisa bertugas sesuai dengan
fungsinya masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit
RGC, Jakarta.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Teguh, Subianto. (2009). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus. [ serial Online] cited 12
Februari 2012], avaible from
URL: http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/asuhan-keperawatan-diabetes-
mellitus.htmlhttp://www.hyves.web.id/askep-diabetes-melitus/
Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga
http://www.nhpco.org/i4a/pages/Index.cfm?pageID=3254
http://www.hpna.org/DisplayPage.aspx?Title=Search
http://www.caringinfo.org/i4a/pages/index.cfm?pageid=3356
http://www.scribd.com/doc/47637339/ASUHAN-KEPERAWATAN-HOSPICE-CARE