Anda di halaman 1dari 58

MAKALAH

“ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN DENGAN DIABETES


MELLITUS”

DISUSUN OLEH:

1. SUGIYONO

2. RUSTINI

3. SUWARDI

4. LAILY NURJANAH

5. SUWARNO

6. PUJI ASTUTI

7. MUKLISNO

8. PRAMUDYA

9. ANDI KURNIAWAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BHAKTI HUSADA BENGKULU

2020
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan tugas
pembuatan makalah yang berjudul “ Asuhan Keperawatan Paliatif Pada Pasien Dengan
Diabetes Mellitus” dengan lancar.  Dalam pembuatan makalah ini, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dosen, yang telah memberikan kesempatan dan
memberi fasilitas sehingga makalah ini dapat tersampaikan dengan lancar.

Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan
kearah kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.

Bengkulu, Oktober 2020

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menjadi tua adalah proses alamiah yang akan dihadapi oleh setiap mahluk hidup dan
meninggal dengan tenang adalah dambaan setiap insan. Namun sering kali harapan dan
dambaan tersebut tidak tercapai. Dalam masyarakat kita, umur harapan hidup semakin
bertambah dan kematian semakin banyak disebabkan oleh penyakit-penyakit kronis seperti
penyakit diabetes militus.
Pasien dengan penyakit kronis seperti penyakit diabetes militus akan melalui suatu
proses pengobatan dan perawatan yang panjang. Jika penyakitnya berlanjut maka suatu saat
akan dicapai stadium terminal yang ditandai dengan oleh kelemahan umum, penderitaan,
ketidak berdayaan, dan akhirnya kematian.
Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai
masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi
juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup
pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak
hanya pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap
kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin
yang dikenal sebagai perawatan paliatif atau palliative care.
Dalam perawatan paliatif maka peran perawat adalah memberikan Asuhan
Keperawatan pada Pasien kronis untuk membantu pasien menghadapi penyakitnya.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan paliatif pada klien dengan penyakit diabetes mellitus
C. Tujuan Penulisan
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah mahasiswa diharapkan mampu mengenal
dan mengetahui tentang asuhan keperawatan paliatif pada klien yang mengalami pennyakit
diabetes mellitus.

BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,

dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya

gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam

tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai

juga gangguan metabolism lemak dan protein ( Askandar, 2000 ).

Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan

absolut insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2001).

Diabetes Mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh

faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik

hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO)

Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang ditemukan di seluruh dunia

dengan prevalensi penduduk yang bervariasi dari 1 – 6 % (John MF Adam)

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


1.  Anatomi Pankreas  

Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm,

lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram.

Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.

Pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam

tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak
pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus  dari lambung. Bagian

badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpadengan

bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi

perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari

lapisan epitel yang membentuk usus (Tambayong, 2001).

Fungsi pankreas ada 2 yaitu :

a.      Fungsi eksorin  yaitu Membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan elektrolit

b.     Fungsi endokrin  yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang bersama-

sama membentuk organ endokrin  yang

mensekresikan insulin. Pulau langerhansmanusia mengandung tiga jenis sel

utama,yaitu :

1)    Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40 % ;

memproduksi glukagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon

yang mempunyai “ anti insulin like activity “.

2)    Sel-sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat insulin.

3)    Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin yang

menghambat pelepasan insulin dan glukagon . (Tambayong, 2001).


2. Fisiologi

Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas,

adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan diintestin

dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai

glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena porta lebih tinggi daripada vena hepatica,
setelah absorsi selesai gliogen hepar dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga kadar

glukosa di vena hepatica lebih tinggi dari vena porta. Jadi hepar berperan sebagai

glukostat. Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk mempertahankan kadar

glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan mudah terjadi

hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan glucagon sangat penting

pada metabolisme karbonhidrat. Glukagon menyebabkan glikogenolisis dengan

merangsang adenilsiklase, enzim yang dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase.

Enzim fosforilase penting untuk gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar menurun

maka glukoneogenesis akan lebih aktif. Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan

oleh hati dan yang dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan

fisiologis beberapa hormon antara lain :

a.    Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin

Kerja insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah dengan

cara membantu glukosa darah masuk kedalam sel.

1)     Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.

2)     Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin.

3)     Glukokortikoid  yang disekresikan oleh korteks adrenal.

4)  Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.

b.   Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growth hormone membentuk suatu

mekanisme counfer-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat

pengaruh insulin.
C.KLASIFIKASI TIPE DM

Klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetus Data Group: Classification and

Diagnosis of Diabetes Melitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:


1.      Klasifikasi Klinis

a.    Diabetes Melitus

1)    Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I

2)   Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak

mengalami obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)

b.    Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)

c.    Diabetes Kehamilan (GDM)


2.      Klasifikasi risiko statistik

a.    Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa

b.    Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa

D. ETIOLOGI

Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah:

1.    Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)

a.    Faktor genetic

            Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu

presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.

Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen

HLA(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang

bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.


b.    Faktor imunologi

      Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan

respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan

cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai

jaringan asing.

c.    Faktor lingkungan

            Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh

hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu

proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas.

2.    Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)

      Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic

diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes

Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang

kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja

insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja

insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel

tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa

menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam

pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya

jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi

penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport

glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama
dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar

tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes

Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI)

atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus(NIDDM) yang merupakan suatu

kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai

pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor

risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:

1)    Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)

2)    Obesitas

3)    Riwayat keluarga

4)    Kelompok etnik

E. PATOFISIOLOGI

Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari diabetes melitus adalah :

1.      Diabetes  tipe I

Pada Diabetes  tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin

karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia

puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu,

glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap

berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah

makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat

menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam

urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.

Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan

yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)

dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein

dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami

peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala

lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan

dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi

pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang

merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang

mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.

Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan

gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton

dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan

kematian.

2.    Diabetes tipe II

Pada Diabetes  tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin,

yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan

terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya

insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme

glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk

menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang

berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa

terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan

dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh,

infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).

Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada

pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan

kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular)

disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut

mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar

disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses

pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf

perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik

terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati

sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan

terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas

yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus.

Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi.

Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang

inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi


sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke

jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).

E. MANIFESTASI KLINIS

1.     Diabetes Tipe I

a. Hiperglikemia berpuasa

b. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia

c. Keletihan dan kelemahan

d. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau

buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)

2.     Diabetes Tipe II

a. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif

b. Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,

polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan

kabur

c.    Komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

3.     Ulkus Diabetikum

Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun

nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan

biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan

sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis

5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)

b.  Paleness (kepucatan)

c.  Paresthesia (kesemutan)

d.  Pulselessness  (denyut nadi hilang)

e.  Paralysis  (lumpuh).

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:

a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).

b.  Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten

c.  Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.

d.  Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)

F. KLASIFIKASI

Wagner (1983). membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu: Derajat

0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk

kaki seperti “ claw,callus “.

Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.

Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang

Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

Derajat IV : Gangren  jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.

Derajat V        : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

a. Diabetes Tipe 1, DM tipe 1 atau yang dulu dikenal dengan nama Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM), terjadi karena kerusakan sel b pankreas (reaksi autoimun).
Bila kerusakan sel beta telah mencapai 80--90% maka gejala DM mulai muncul.
Perusakan sel beta ini lebih cepat terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Sebagian besar
penderita DM tipe 1 mempunyai antibodi yang menunjukkan adanya proses autoimun,
dan sebagian kecil tidak terjadi proses autoimun. Kondisi ini digolongkan sebagai tipe 1
idiopatik. Sebagian besar (75%) kasus terjadi sebelum usia 30 tahun, tetapi usia tidak
termasuk kriteria untuk klasifikasi. 

b. Diabetes Tipe 2, DM tipe 2 merupakan 90% dari kasus DM yang dulu dikenal sebagai
non insulin dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Pada diabetes ini terjadi penurunan
kemampuan insulin bekerja di jaringan perifer (insulin resistance) dan disfungsi sel beta.
Akibatnya, pankreas tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk
mengkompensasi insulin resistan. Kedua hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi
insulin relatif. Gejala minimal dan kegemukan sering berhubungan dengan kondisi
ini,yang umumnya terjadi pada usia > 40 tahun. Kadar insulin bisa normal, rendah,
maupun tinggi, sehingga penderita tidak tergantung pada pemberian insulin.

c. DM Dalam Kehamilan, DM dan kehamilan (Gestational Diabetes Mellitus - GDM)


adalah kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistan (ibu hamil
gagal mempertahankan euglycemia). Faktor risiko GDM: riwayat keluarga DM,
kegemukan, dan glikosuria. GDM ini meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya
hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu
GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan
makrosomia. Frekuensi GDM kira-kira 3--5% dan para ibu tersebut meningkat risikonya
untuk menjadi DM di masa mendatang. 

d. Diabetes Tipe Lain, Subkelas DM di mana individu mengalami hiperglikemia akibat


kelainan spesifik (kelainan genetik fungsi sel beta), endokrinopati (penyakit
Cushing’s , akromegali), penggunaan obat yang mengganggu fungsi sel beta (dilantin),
penggunaan obat yang mengganggu kerja insulin (b-adrenergik), dan infeksi/sindroma
genetik
(Down’s, Klinefelter’s).

G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut dan kronik :
1.    Komplikasi akut

Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah.

a.     Hipoglikemia.
b.     Ketoasidosis diabetic (DKA)
c.     Sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).
2.    Komplikasi kronik

Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.

a.    Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,

vaskular perifer dan vaskular selebral.

b.   Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan

ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau

menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.

c.   Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta

menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.

d.   Ulkus/gangren

Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:

1)     Grade 0  : tidak ada luka

2)     Grade I  : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit

3)     Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang

4)     Grade III  : terjadi abses

5)     Grade IV   : Gangren pada kaki bagian distal

6)     Grade V  : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai

3.      Komplikasi jangka panjang dari diabetes

Organ/jaringan yg Yg terjadi Komplikasi


terkena

Pembuluh darah Plak aterosklerotik terbentuk & Sirkulasi yg jelek menyebabkan

menyumbat arteri berukuran besar penyembuhan luka yg jelek & bisa

atau sedang di jantung, otak, menyebabkan penyakit jantung,

tungkai & penis. stroke, gangren kaki & tangan,

Dinding pembuluh darah kecil impoten & infeksi

mengalami kerusakan sehingga

pembuluh tidak dapat mentransfer

oksigen secara normal &

mengalami kebocoran

Mata Terjadi kerusakan pada pembuluh Gangguan penglihatan & pada

darah kecil retina akhirnya bisa terjadi kebutaan

Ginjal  Penebalan pembuluh darah Fungsi ginjal yg buruk 

ginjal Gagal ginjal

 Protein bocor ke dalam air

kemih

 Darah tidak disaring secara

normal

Saraf Kerusakan saraf karena glukosa       Kelemahan tungkai yg

tidak dimetabolisir secara normal terjadi secara tiba-tiba atau

& karena aliran darah berkurang secara perlahan


      Berkurangnya rasa,

kesemutan & nyeri di tangan &

kaki

      Kerusakan saraf menahun

Sistem saraf otonom Kerusakan pada saraf yg      Tekanan darah yg naik-turun

mengendalikan tekanan darah &      Kesulitan menelan &

saluran pencernaan perubahan fungsi pencernaan

disertai serangan diare

Kulit Berkurangnya aliran darah ke kulit      Luka, infeksi dalam (ulkus

& hilangnya rasa yg menyebabkan diabetikum)

cedera berulang       Penyembuhan luka yg jelek

Darah Gangguan fungsi sel darah putih Mudah terkena infeksi, terutama

infeksi saluran kemih & kulit

4.    Diabetes dengan Ulkus

a.  Faktor endogen:

1)   Neuropati: Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan

penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan

otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah,

produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler

2)  Angiopati: Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko

lain.
3)   Iskemia: Arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah)

pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan

penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat

timbulnya gangrene yang luas.

Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:

 Adanya hormone aterogenik

 Merokok

 Hiperlipidemia

Manifestasi kaki diabetes iskemia:

 Kaki dingin

 Nyeri nocturnal

 Tidak terabanya denyut nadi

 Adanya pemucatan ekstrimitas inferior

 Kulit mengkilap

 Hilangnya rambut dari jari kaki

 Penebalan kuku

 Gangrene kecil atau luas.

b.  Faktor eksogen

1)    Trauma

2)    Infeksi
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.    Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,

serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih

tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi

2.   Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180%

maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin:  + nilai

ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang  populer: carik celup memakai

GOD.

3.    Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat

didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat

tidak terdeteksi

4.    Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL,

LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet cellantibody)

I. PENATALAKSANAAN

1.  Medis :

a.    Obat

1)  Tablet OAD (Oral Antidiabetes)

a)   Mekanisme kerja sulfanilurea

 Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas

 Kerja OAD tingkat reseptor

b)   Mekanisme kerja Biguanida

Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain

yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:


 Biguanida pada tingkat prereseptor 

 Ekstra pankreatik

(1)  Menghambat absorpsi karbohidrat

(2)  Menghambat glukoneogenesis di hati

(3)  Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin

(4)  Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor

insulin

(5)  Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek

intraseluler

b.    Insulin

1)    Indikasi penggunaan insulin

a)     DM tipe I

b)     DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD

c)     DM kehamilan

d)     DM dan gangguan faal hati yang berat

e)     DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)

f)      DM dan TBC paru akut

g)     DM dan koma lain pada DM

h)     DM operasi

2)      Insulin diperlukan pada keadaan :

a)    Penurunan berat badan yang cepat.

b)    Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.


c)    Ketoasidosis diabetik.

d)    Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

2.  Keperawatan

Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus  antara lain

dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus

dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan

kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat

ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang

luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM.Menurut Smeltzer dan Bare

(2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes Melitus adalah

menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka

panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi.

a.   Diet

Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua

unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa

darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak. Prinsip diet DM, adalah:

1)      Jumlah sesuai kebutuhan

2)      Jadwal diet ketat

3)      Jenis: boleh dimakan/tidak

Diet DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.

(1)  Diet DM I      :          1100 kalori


(2)  Diet DM II     :          1300 kalori

(3)  Diet DM III    :          1500 kalori

(4)  Diet DM IV   :          1700 kalori

(5)  Diet DM V    :          1900 kalori

(6)  Diet DM VI   :          2100 kalori

(7)  Diet DM VII  :          2300 kalori

(8)  Diet DM VIII :          2500 kalori

         Diet I s/d III         : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk

         Diet IV s/d V      : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal

         Diet VI s/d VIII   : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes

komplikasi.

Penentuan jumlah kalori Diet Diabetes Melitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita,

penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR=

berat badan normal) dengan rumus:

                BB (Kg)

BBR =    ------------------X 100 %

             TB (cm) – 100

1)        Kurus (underweight) :           BBR < 90 %

2)        Normal (ideal) :           BBR 90 – 110 %

3)        Gemuk (overweight) :           BBR > 110 %

4)        Obesitas, apabila :           BBR > 120 %

         - Obesitas ringan :           BBR 120 – 130 %


         - Obesitas sedang       :           BBR 130 – 140 %

         - Obesitas berat    :           BBR 140 – 200 %

         - Morbid           :     BBR > 200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja

biasa adalah:

1)        Kurus                     : BB X 40 – 60 kalori sehari

2)        Normal       : BB X 30 kalori sehari

3)       Gemuk       : BB X 20 kalori sehari

4)        Obesitas    : BB X 10-15 kalori sehari


b.    Latihan

Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan

kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan

memperbaiki pemakaian kadar insulin.

c.    Pemantauan

Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan

pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.

d.    Terapi (jika diperlukan)

Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan

kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.

e.     Pendidikan

Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan

dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu

menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.

J. PERAWATAN PALIATIF
Perawatan paliatif adalah perawatan yang bisa didapatkan para pasien yang menderita
penyakit kronis dengan stadium lanjut, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien. Peningkatan hidup dilakukan dengan cara pendekatan dari sisi psikologis,
psikososial, mental serta spiritual pasien, sehingga membuat pasien lebih tenang,
bahagia, serta nyaman ketika menjalani pengobatan

Lebih lanjut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan lagi bahwa pelayanan
paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini :
1. Meningkatkan kualitas hidup pasien Diabetes Melitus dan menganggap kematian
sebagai proses yang normal dalam artian penyakit DM ini bukan merupakan proses
kematian namun kematian merupakan hal yang normal bagi semua orang yang
memiliki penyakit Diabetes Melitus ataupun tidak.
2. Tidak mempercepat atau menunda kematian dalam artian penyakit Diabetes
Melitus ini tidak bisa dikaitkan dengn kematian.
3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu agar pasien dengan
Diabetes merasa tenang.
4. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritua lagar pasien Diabetes Melitus
merasa tenang dalam proses penyembuhan.
5. Berusaha agar penderita Diabetes Melitus tetap aktif sampai akhir hayatnya dengsn
cara memberi support dari keluarga dan perawat
6. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga pasien dengan
Diabetes Melitus agar keluarga selalu tenang dan tabah.
A. Contoh Perawatan Paliatif Yang Dapat di Terapkan Untuk Pasien DM :
1. Palliative home care
Pelayanan perawatan paliatif yang dilakukan di rumah pasien DM , oleh tenaga
paliatif dan atau keluarga atas bimbingan/ pengawasan tenaga paliatif
2. Hospis
Tempat dimana pasien dengan penyakit DM stadium tetrminal yang tidak dapat
dirawat di rumah namun tidak melakukan tindakan yang harus dilakukan di rumah
sakit. Pelayanan yang diberikan tidak seperti di rumah sakit, tetapi dapat
memberikan pelayanan untuk mengendalikan gejala-gejala yang ada, dengan
keadaan seperti di rumah pasien sendiri
3. Hospice care
Perawatan pasien DM dengan fase terminal (stadium akhir) dimana pengobatan
terhadap penyakitnya tidak diperlukan lagi. Perawatan ini bertujuan meringankan
penderitaan dan rasa tidak nyaman dari pasien, berlandaskan pada aspek bio-psiko-
sosial-spiritual. (Hospice Home Care, 2011)

Dampak Pada Aspek Biologis, Psikologis, Sosial dan Spiritual Setelah Melakukan
Perawatan Paliatif Terhadap Pasien DM :
1. Aspek Biologis
Dalam paradigma keperawatan sudah jelas bahwa profesi perawat memandang klien
sebagai makhluk bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual yang berespons secara
holistik dan unik terhadap perubahan kesehatan atau pada keadaan krisis dan asuhan
keperawatan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia secara holistik . Aspek
fisik atau biologis dimensi yang berkaitan dengan dunia di sekitar kita melalui lima
indera kita yang berpengaruh menyebabkan Diabetes Melitus. Menurut Center for
Diseas Control and Prevention (CDC), penyakit DM yang terjadi pada laki-laki pada
umumnya bisa dicegah dengan menghindarkan diri dari kebiasaan kebiasaan buruk
dalam keseharian. Perilaku tidak sehat tersebut antara lain kebiasaan merokok, tidur
larut malam, , mengkonsumsi minuman beralkohol dan lain-lain. Penyakit-penyakit
tersebut pada umumnya berasal dari akumulasi gaya hidup dan konsumsi makanan
tidak sehat yang secara terus menerus dilakukan sampai akhirnya tubuh tidak
mampu lagi mengatasi dan menyebabkan fungsi fisik tubuh terganggu
2. Aspek Psikologis
Adaptasi psikologis salah satunya bertujuan untuk memberikan rasa nyaman dan
aman. Masalah psikologi yang terbanyak terjadi pada manusia adalah rasa cemas
atau kecemasan. Pada saat seseorang mangalami stres ada yang menghadapinya
dengan berdiam diri, ada pula yang bersikap memberontak Menurut Tandra (2007),
ada tiga fase emosi yang umum dialami oleh mereka yang baru mendapat informasi
bahwa dirinya menderita DM (1) Reaksi penolakan; tidak bisa menerima kenyataan
bahwa dirinya mengidap DM atau menyalahkan hasil laboratorium, (2) Reaksi
marah; marah kepada orang di sekitarnya, kadang timbul rasa bersalah karena marah
kepada istri atau suami atau anak, dan semuanya ini tidak akan memberikan hasil
pengobatan DM yang baik, dan (3) Reaksi depresi.Jika individu mengalami suatu
penyakit diabetes melitus dapat timbul rasa cemas dan tidak berdaya akibat penyakit
tersebut sehingga memerlukan perawatan memerlukan perawatan secara
komprehensif baik fisik, psikologis dan sosial (Copel, 2007). Kecemasan pada
penderita diabetes melitus dikarenakan bahwa diabetes dianggap merupakan suatu
penyakit yang menakutkan, karena mempunyai dampak negatif yang kompleks
terhadap kelangsungan kecemasan individu. Kecemasan terjadi karena seseorang
merasa terancam baik secara fisik maupun psikologis (Issacs A, 2005) dikutip dari
[ CITATION Jau16 \l 1033 ].
3. Aspek Sosial
Aspek sosial pada penderita diabetes melitus tipe 2 sangat penting diperhatikan
karena pada kenyataannya diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang
mempunyai muatan psikologis, sosial dan perilaku yang besar. Salah satu aspek
sosial tersebut adalah dukungan sosial (Hasanat, 2010; Jauhari, 2014). Dukungan
sosial merupakan bentuk interaksi antar individu yang memberikan kenyamanan
fisik dan psikologis melalui terpenuhinya kebutuhan akan keamanan. Dukungan
sosial dapat berpengaruh terhadap kecemasan pada penderita diabetes melitus tipe 2
dengan meregulasi proses psikologis dan memfasilitasi perubahan biologi.
Kunjungan keluarga di rumah sakit (besuk) merupakan salah satu bentuk dukungan
sosial bagi pasien. Dukungan sosial memiliki peranan penting untuk mencegah dari
ancaman kesehatan mental. Dukungan sosial bagi penderita diabetes melitus
terutama yang menjalani perawatan dirumah sakit memiliki Peranan penting karena
banyaknya tindakan pengobatan yang dapat Menimbulkan stes terus menerus
sehingga dapat memperburuk kondisi Psikologis penderita selain adanya faktor
internal yang mempengaruhi. Bentuk dari dukungan sosial yang dibutuhkan oleh
penderita diabetes melitus dapat berupa dukungan informasi (berupa saran, nasehat,
pengarahan atau petunjuk); dukungan emosional (berupa afeksi, kepercayaan,
kehangatan, kepedulian dan empati); dukungan penilaian (berupa penghargaan
positif. [ CITATION Jau16 \l 1033 ]
4. Aspek Spiritual
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan
keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan
maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan
Tuhan (Yani, 2000). Menurut Dorsey (1996), do’a termasuk kepasrahan atau
penyerahan diri terhadap Tuhan, merupakan faktor yang penting dalam perjalanan
penyakit DM. aplikasi terapi religius lebih ditekankan pada aspek spiritual care,
dengan memberikan rambu-rambu bimbingan spiritual pada pasien DM pada fase
terminal untuk meningkatkan keyakinan tentang makna sakit yang sedang diderita
dan melakukan Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT). Spiritual
Emotional Freedom Technique (SEFT) merupakan salah satu varian dari satu
cabang ilmu baru yang dinamai energy psychology. SEFT adalah kombinasi
kekuatan antara spiritual power dengan energy psychology. Energy psychology
adalah seperangkat prinsip dan teknik memanfaatkan system energy tubuh untuk
memperbaiki kondisi pikiran emosi dan perilaku. SEFT bekerja dengan prinsip yang
kurang lebih sama dengan akupuntur dan akupresur, ketiganya berusaha merangsang
titik-titik kunci di sepanjang 12 jalur energy (energy meridian) tubuh yang sangat
berpengaruh pada kesehatan kita. Perbedaannya SEFT menggunakan cara yang
lebih aman, lebih mudah, lebih cepat dan lebih sederhana. Ada empat hal yang harus
diperhatikan agar SEFT yang dilakukan efektif, empat hal tersebut merupakan kunci
keberhasil SEFT, yaitu Khusyu’. Ikhlas, pasrah dan syukur. [ CITATION Kus13 \l 1033 ]
B. CARA MENINGKATKAN KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES
MELITUS
1. Makan sehat
Asupan makanan harus menjadi perhatian utama penderita diabetes. Sebab, makanan
dengan indeks glikemik tinggi, dapat meningkatkan gula darah.
Buah yang Aman Dikonsumsi Penderita Diabetes
2. Olahraga
Penderita diabetes disarankan aktif melakukan latihan fisik. Tidak harus pergi ke pusat
kebugaran, Anda bisa berjalan santai, bersepeda, atau bermain game ringan selama 30
menit.
3. Medical check up
Melakukan chek up kesehatan setidaknya dua kali dalam setahun perlu dilakukan oleh
penderita diabetes untuk mengontrol apakah gula darah stabil atau tidak, berpotensi
menyebabkan komplikasi atau tidak.
4. Mengelola stres
Mengelola stres perlu dilakukan karena gula darah sangat rentan mengalami kenaikan
saat banyak pikiran. Anda bisa mengurangi stres dengan latihan pernapasan, yoga, atau
hobi yang menenangkan.
5. Berhenti merokok
Perokok aktif harus menghentikan kebiasaan mengisap nikotin setelah divonis diabetes.
Ini penting untuk menghindari hadirnya komplikasi dan peningkatan diabetes ke level
tinggi.
6. Hindari alkohol 
Penderita diabetes akan lebih mudah mengontrol gula darah jika tidak terlalu banyak
minum minuman beralkohol. Sebab, alkohol bisa membuat gula darah Anda terlalu
tinggi atau terlalu rendah.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Contoh kasus
Tn. W, 31 tahun, duda, dengan keluhan kaki kesemutan dan mati rasa sejak 1 bulan
yang lalu disertai dengan badan terasa lemas. Kaki sering kesemutan terutama saat setelah
duduk bersila atau jongkok dalam waktu lama. Pasien juga mengaku terkadang tidak terasa
sakit jika kakinya tersandung benda. Pasien juga mengaku adanya keluhan sering haus, sering
terasa lapar dan sering BAK malam hari lebih dari 3 kali (tidak memperhatikan seberapa
banyak kencing yang keluar). Gangguan penglihatan mulai dirasakan pasien, pasien merasa
pandangan berputar dan merasa benda-benda sekitar bergoyang. Klien mengaku klien
awalnya tidak mengetahui penyakitnya dan kadar gula darahnya tinggi. Klien tetap
mengonsumsi makanan yang manis. Pasien rutin berobat ke dokter untuk meminum obat
diabetes. Namun dalam 1 bulan ini pasien mengaku berhenti minum obat tersebut. Pekerjaan
sehari-hari sebagai tukang parkir di pasar. Kebiasaan tidur larut, perilaku mengonsumsi kopi,
suka makan-makanan yang manis, makan-makanan ringan setiap malam, merokok 10 batang
per hari, serta tidak pernah berolahraga teratur tidak disangkal. Ibu kandung Tn. W memiliki
riwayat penyakit yang sama berupa diabetes, sedangkan riwayat darah tinggi pada orang tua
tidak ada. Untuk masalah kesehatan keluarga, keluarga jarang berobat ke dokter. Sejak 8
bulan yang lalu diketahui memiliki riwayat penyakit diabetes. Diketahui karena memiliki
riwayat sering buang air kecil, banyak minum dan banyak makan sedangkan berat badan
cenderung menurun serta dari pemeriksaan gula darah sewaktu saat itu mencapai 333 mg/dl.
Telah berobat ke KDK Kayu Putih dan diberikan obat diabetes yaitu metformin (3x1) dan
glibenklamid (1x1). Pasien mengatakan sebelum sakit pasien makan 3x sehari. Selama di
rumah sakit pasien hanya makan separuh porsi. Pasien merasa mual dan ingin muntah. Pasien
mengaku tidak rutin minum obat diabetes disertai memiliki pola makan dan pola hidup yang
kurang baik. Selain itu pasien mengaku baru menyelesaikan pengobatan TB parunya sejak 1,5
bulan yang lalu dan dinyatakan sembuh oleh dokter. Pemeriksaan fisik pasien pada tanggal 5
September 2013, kesadaran kompos mentis, berat badan 58 kg, tinggi badan 168 cm, kesan
gizi normal(BBI/Berat Badan Idaman), IMT (Indeks Massa Tubuh) normal (20,5),tekanan
darah120/80 mmHg,nadi100 x/menit,pernapasan20 x/menit, suhu 36,5 ºC. Status generalis
pasien didapatkan kepala, mata, hidung, mulut, leher, dada (jantung dan paru) pasien dalam
batas normal. Status neurologis menunjukkan hipestesia pada regio pedis dextra dan sinistra.
Gula darah puasa pasien 256 mg/dl. Diagnosis Kerja dari pasien ini adalah Diabetes Melitus
Tipe II dengan neuropati diabetikum (Wicaksono, 2013).

A. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. W
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 31 tahun
Alamat : Jl. Pondasi No.22, RT.2/RW.17, Kayu Putih.
Tanggal Masuk : 17 September 2017
Tanggal Pengkajian : 18 September 2018
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Tukang Parkir
No. RM : 78175
b. Anamesis
a) Keluhan Utama : kaki kesemutan dan mati rasa sejak 1 bulan yang lalu disertai dengan
badan terasa lemas.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Klien datang ke rumah sakit KDK kayu putih pada tanggal 11 September 2017 dengan
keluhan kaki kesemutan dan mati rasa sejak 1 bulan yang lalu disertai dengan badan
terasa lemas. Kaki sering kesemutan terutama saat setelah duduk bersila atau jongkok
dalam waktu lama. Pasien juga mengaku terkadang tidak terasa sakit jika kakinya
tersandung benda. Pasien juga mengaku adanya keluhan sering haus, sering terasa lapar
dan sering BAK malam hari lebih dari 3 kali (tidak memperhatikan seberapa banyak
kencing yang keluar).
c) Alergi (obat, makanan, plester, dll)
Pasien mengatakan bahwa pasien tidak mempunyai riwayat alergi obat, makanan, serta
plester.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku baru menyelesaikan pengobatan TB parunya sejak 1,5 bulan yang lalu
dan dinyatakan sembuh oleh dokter.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu kandung Tn. W memiliki riwayat penyakit yang sama berupa diabetes, sedangkan
riwayat darah tinggi pada orang tua tidak ada.
f) Kebiasaan/polahidup/life style
Keluarga mengatakan bahwa pasien mempunyai kebiasaan merokok, serta pasien
mempunyai kebiasaan minum kopi dengan banyak gula, pasien juga tidak menjaga pola /
menu makanan dan minuman yang di konsumsi, makanan camilan yang paling di gemari
pasien adalah camilan yang manis-manis.
g) Obat-obat yang digunakan
Keluarga mengatakan bahwa pasien pernah mengkonsumsi obat TB, dan sudah tidak
mengkonsumsi obat sejak 1.5 bulan lalu. Dan semenjak itu pasien tidak pernah
mengkonsumsi obat lain.

Genogram:
Keterangan :
: laki-laki
: perempuan
: tinggal satu rumah
: meninggal
: Pasien
c. Pengkajian Keperawatan
a. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Jika ada anggota keluarga yang sakit, jarang berobat ke dokter.
Interpretasi :
Keluarga mengatakan bahwa ke dokter itu hanya jika sakitnya sudah parah.
b. Pola nutrisi/ metabolik
a. Antropometeri
BB sebelum sakit = 62 kg
BB saat ini = 58 kg
TB: 168 cm
IMT= BB/(Tb(m)2) =58/2,82=20,5
Kategori IMT
Underweight < 18,5
Normal 18,5-24,9
Overweight >25
Interpretasi: berdasarkan rumus IMT, pasien termasuk kategori normal
b. Biomedical sign :
Albumin : 3,54 g/dl; 2,64 g/dl ; 2,27 g/dl
Globulin : 2,55 g/dl; 2,85 g/dl ; 3,46 g/dl
Hemoglobin : 13,6 gr%
Gula darah sewaktu : 333 mg/dl
Gula drah puasa : 256 mg/dl
Kategori Glukosa darah normal:
Gula darah puasa : 80-99 mg/dl
Gula darah sewaktu : 80-145 mg/dl
Interpretasi :
Pada hasil lab didapatkan nilai normal pada nilai Albumin, Globulin, dan
Hemoglobin tetapi gula darah sewaktu dan gula darah puasa tinggi dalam
batasan tidak normal.
d. Pola eliminasi:
1. BAK
1) Frekuensi : 1800cc/jam
2) Jumlah : >1200-1500 cc/jam
3) Warna : berwarna kuning jernih
4) Bau : berbau khas
5) Kemandirian : mandiri/dibantu

2. BAB
1) Frekuensi : 1x/hari
2) Jumlah : normal
3) Warna : kuning
4) Bau : bau khas
5) Karakter : berbentuk
6) Kemandirian : mandiri/dibantu
Interpretasi :
Pola eliminasi yang dialami oleh klien terganggu, karena feses dan urine yang
dikeluarkan tidak sesuai atau tidak normal.
e. Pola aktivitas dan latihan
Pasien dalam melakukan ADL perlu dibantu.
Aktivitas harian (Activity Daily Living)
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi / ROM √
Ket: 0: tergantung total, 1: dibantu petugas dan alat, 2: dibantu keluarga, 3: dibantu alat, 4:
mandiri
f. Pola tidur dan istirahat
Durasi : Klien mengatakan tidur pada pukul 23.30 WIB-04.00 WIB (4,5 jam) dan siang hari
tidur selama 1 jam.
Interpretasi : klien mengalami gangguan tidur karena cemas.
g. Pola kognitif dan perseptual
Fungsi Kognitif dan Memori :
Mampu berkomunikasi dan berorientasi dengan baik saat dilakukan pengkajian. Penglihatan
klien kurang berfungsi dengan baik karena mengalami gangguan. Gangguan penglihatan
yang dirasakan adalah pandangan berputar dan merasa benda-benda sekitar bergoyang.
Pendengaran , pengecapan dan penciuman, klien berfungsi dengan baik. Sensori, klien
masih mampu membedakan sensori tajam dan tumpul sekalipun harus dengan tekanan yang
kuat.
Interpretasi :
Pasien mengalami gangguan pada penglihatannya.
h. Pola persepsi diri
a. Gambaran diri : Klien mengatakan tidak bisa bekerja mencari uang.
b. Identitas diri : Pasien merupakan seorang suami dan ayah yang sudah memiliki
dua anak.
c. Harga diri : Pasien percaya dirinya dapat sembuh dan segera melakukan
aktivitas sehari hari yaitu menjalani hidup dengan keluarga kecilnya.
d. Ideal Diri : Pasien ingin segera sembuh dan ingin segera bekerja kembali
agar bisa menghidupi keluarganya.
e. Peran Diri : Pasien mengatakan dirinya tidak bisa melakukan kegiatan yang
terlalu berat
Interpretasi :
Pola persepsi diri pasien tidak mengalami gangguan, gambaran diri pasien tidak mengalami
gangguan
i. Pola seksualitas & reproduksi
Pasien mengatakan sudah mempunyai 2 anak. Klien mengatakan tidak pernah memiliki
riwayat gangguan reproduksi.
Interpretasi:
Tidak ada masalah
j. Pola peran dan hubungan
Klien mengatakan perannya klien ada seorang suami sekaligus kepala rumah tangga yang
harus mencari nafkah untuk keluarganya dengan bekerja sebagai tukang parkir di pasar.
Hubungan klien dengan orang terdekat tidak mengalami masalah. Setelah dirawat di rumah
sakit klien akan menjaga kondisinya saat ini dan akan selalu periksa ke dokter. Saat di
rumah sakit klien juga berinteraksi baik dengan keluarga pasien lain, perawat dan juga
tenaga medis lainnya.
Interpretasi :
Pasien mengalami gangguan peran saat sakit.
k. Sistem nilai dan keyakinan
Klien mengatakan klien beragama Islam dan selalu taat dalam menjalankan kewajiban
sholatnya walaupun di tempat tidur
l. Pola koping dan stres
Klien mengatakan apabila ada masalah pasti didiskusikan dengan keluarganya dan saudara
terdekatnya. Klien menyelesaikan masalahnya dengan musyawarah. Klien terlihat cemas
dan stres akan penyakitnya.

B. Pemeriksaan Fisik
A. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
N : 100x/menit,
RR : 20x/menit,
TD : 120/80 mmHg,
S : 36,5 C
B. Pemeriksaan Kepala
Bentuk Kepala: Mesochepal, tidak terdapat deformitas
Rambut : Dominan hitam dan tidak mudah rontok
C. Pemeriksaan Mata
Konjungtiva : Pada mata kanan dan kiri tidak terlihat anemis.
Sklera : Pada mata kanan dan kiri terlihat ikterik
Pupil : Isokor kanan-kiri, diameter 3 mm, reflek cahaya( + / + )
Palpebra : Tidak edema
Visus : Baik
D. Pemeriksaan Hidung
Bentuk : normal, tidak terdapat deformitas
Nafas cuping hidung : tidak ada
Sekret : tidak terdapat sekret hidung
E. Pemeriksaan Mulut
Bibir : Tidak sianosis, tidak kering
Lidah : Tidak kotor, tepi tidak hiperemi
Tonsil : Tidak membesar
Faring : Tidak hiperemis
Gigi : Lengkap
F. Pemeriksaan Telinga
Bentuk : normal, tidak terdapat deformitas
Sekret : tidak ada
Fungsional : pendengaran baik
G. Pemeriksaan Leher
JVP : tidak meningkat
Kelenjar tiroid : tidak membesar
Kelenjar limfonodi : tidak membesar
Trakhea : tidak terdapat deviasi trakhea
H. Pemeriksaan Thorak
1. Paru-paru
Inspeksi : simetris kanan kiri, tidak ada retraksi, tidak ada sikatrik.
Palpasi : vocal fremitus kanan sama kiri
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru, batas paru hepar pada SICV LMC dextra
Auskultasi : suara dasar vesikuler, tidak ada suara tambahan di semua lapang paru
2. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung
Kanan atas : SIC II LPS dextra
Kanan bawah : SIC IV LPS dextra
Kiri atas : SIC II LMC sinitra
Kiri bawah : SIC IV LMC sinistra
Auskultasi : S1- S2, reguler, tidak ada mur-mur, tidak ada gallop
I. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : tampak asites, sikatrik akibat bekas luka operasi apendiksitis,
Auskultasi : peristaltik normal
Perkusi : pekak pada region abdomen kanan atas sampai 3 jari dibawah arcus   costae dan
tympani di abdomen kanan bawahdan abdomen kiri
Palpasi :supel, terdapat nyeri tekan pada regio bagian atas, teraba adanya pembesaran
hepar dan lien tidak teraba. Tes undulasidan pekak beralih positif.
J. Pemeriksaan Ekstremitas
Superior : tidak ada deformitas, tidak ada edema, perfusi kapiler baik, tidak anemis,
akral hangat.
Inferior : tidak ada deformitas, tidak ada edema, CRT bagian ujung lebih dari 3
detik, perfusi kapiler buruk, tidak anemis, akral dingin.
C. Analisa data
Data Etiologi Masalah keperawatan
Ds : Pola hidup tidak sehat Risiko ketidakstabilan kadar
-Riwayat penyakit diabetes sejak 8 bulan lalu glukosa darah
-klien mengeluh kaki kesemutan dan badan Sel beta di pankreas terganggu
lemas
-sering BAK Defisiensi insulin
-klie suka mengonsumsi kopi, makan manis,
merokok 10 batang per hari
-pasien mengatakan tidak pernah berolahraga Retensi insulin
Do:
-pasien tampak lemas
-Gula darah sewaktu : 333 mg/dl Hiperglikemia
-gula darah puasa : 256 mg/dl
-urine output : >1500 cc/jam
Kadar glukosa darah tidak terkontrol

Ketidakstabilan kadar glukosa darah


Ds : Penurunan pemakaian glukosa oleh sel Gangguan pemenuhan nutrisi
-Klien mengatakan selama di rumah sakit klien kurang dari kebutuhan tubuh
makan 2x sehari dan hanya makan separuh
porsi kurang lebih sekitar 2 sendok makan. Proteolisis
-Pasien mengatakan merasa mual dan ingin
muntah
Asam amino meningkat
Do :
BB sebelum sakit : 62 kg
BB setelah sakit : 58 kg Glukoneugenesis
TB : 168
Indeks Masa Tubuh (IMT) : 20,5
Ketogenesis
Ketonemia

Penurunan BB
Ds : Defisiensi insulin absolute Risiko infeksi
-Pasien mengatakan kakinya kesemutan
terutama saat setelah duduk bersila atau
jongkok dalam waktu lama. Penurunan pemakaian glukosa oleh sel
-Pasien mengaku terkadang tidak terasa sakit
jika kakinya tersandung benda
Do : Hiperglikemia
-Gula darah sewaktu 333 mg/dl
-Gula darah puasa pasien 256 mg/dl.
Hiperosmolalitas
Ds : Defisiensi insulin absolute Ansietas
-klien mengatakan cemas tentang penyakit
yang di deritanya
-Klien mengaku sering BAK malam hari lebih Perubahan status kesehatan
dari 3x.
Do :
-Klien terlihat cemas dan gelisah Kurangnya pengetahuan ttg penyakit
-TD : 120/80
-RR : 20x/menit
- Suhu : 36,5 C

Ds : Defisiensi insulin absolute Kurangnya pengetahuan tentang


-Klien mengaku klien tidak mengetahui proses penyakit, diet, dan
penyakitnya pengobatan
-Klien mengatakan tidak mengetahui kadar Perubahan status kesehatan
gula darahnya tinggi
-Klien tetap mengonsumsi makanan yang
manis. Hospitalisasi
-Klien mengatakan sudah 1 bulan ini pasien
mengaku berhenti minum obat tersebut.
Do : Informasi in adekuat
Saat pasien ditanya tentang diabetes pasien
hanya tau diabees itu penyakit kencing manis
Ds : Defisiensi insulin absolute Keletihan
-Pasien mengatakan kaki kesemutan saat
setelah duduk dan jongkok
-Badan terasa letih dan lemas Lipolisis
Do :
-tampak berbaring di tempat tidur
-Albumin : 3,54 g/dl; 2,64 g/dl ; 2,27 g/dl Keletihan otot
-Globulin : 2,55 g/dl; 2,85 g/dl ; 3,46 g/dl
-Hemoglobin : 13,6 gr%
-Gula darah sewaktu : 333 mg/dl
-Gula drah puasa : 256 mg/dl

Ds : Kadar glukosa darah meningkat Ketidakefektifan Perfusi Jaringan


-Pasien mengatakan kaki terasa kesemutan dan Perifer
saat tersandung tidak merasa sakit
Do : Defisiensi insulin
- CRT bagian ujung lebih dari 3 detik, perfusi
kapiler buruk, akral dingin,
- TD : 120/80 Aliran darah ke perifer terganggu
- Nadi : 100x/menit
- RR : 20x/menit
- Suhu : 36,5 C Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer
Ds: Diabetes Mellitus Tipe II Risiko jatuh
-Pasien mengatakan badan lemas dan kaki
kesemutan
-Saat tersandung pasien tidak merasakan apa- Perubahan kadar gula darah
apa
-pasien mengatakan gangguan penglihatan
pasien terganggu Gangguan penglihatan
-bayangan kabur dan seperti berputar-putar
-klien sering ke kamar mandi BAK pada
malam hari Risiko jatuh
Do:
Pupil : Isokor kanan-kiri, diameter 3 mm,
reflek cahaya( + / + )
Ds: Diabetas Mellitus tipe II Gangguan pola tidur
-Klien merasa tidak bisa tidur karena
memikirkan penyakitnya
-klien sering bolak-balik ke kamar mandi Sering terjaga ketika malam
untuk BAK
Do:
-klien tidur pada pukul 23.30 WIB-04.00 WIB Pola tidur tidak menyehatkan
(4,5 jam) dan siang hari tidur selama 1 jam.
Gangguan pola tidur
D. Diagnosa keperawatan

1. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan kadar glukosa darah
tidak terkontrol.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan yang kurang.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
5. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
6. Keletihan berhubungan dengan keletihan otot.
7. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah ke
perifer, proses penyakit (DM).
E. Intervensi

NO DIAGNOSA NOC NIC

1 Domain 2. Nutrisi (00002) Resiko ketidakstabilan kadar Manajemen Hiperglikemi (2120)


glukosa darah
Kelas 4. Metabolisme 1. Monitor kadar gula daraah, sesuai
indikasi
Resiko ketidakstabilan kadar
2. Monitor tanda dan gejala hiperglikemi:
glukosa darah (00179) Setelah dilakukan asuhan keperawatan,
poliuria, polidipsi, polifagi, kelemahan,
diharapkan ketidakstabilan kadar glukosa
latergi, malaise, pandangan kabur atau
darah normal.
sakit kepala.
(2300) Kadar glukosa darah
3. Monitor ketourin, sesuai indikasi.
1. Glukosa darah dari skala 2 (deviasi yang 4. Brikan insulin sesuai resep
cukup besar dari kisaran normal) 5. Dorong asupan cairan oral
ditingkatkan menjadi skala 4 (deviasi 6. Batasi aktivitas ketika kadar glukosa
ringan sedang dari kisaran normal) darah lebih dari 250mg/dl, khusus jika
ketourin terjadi
(2111) Keparahan Hiperglikemia
7. Dorong pemantauan sendiri kadar
1. Peningkatan glukosa darah dari skala 2 glukosa darah
(berat) ditingkatkan menjadi skala 4 8. Intruksikan pada pasien dan keluarga
(ringan) mengenai manajemen diabetes
9. Fasilitasi kepatuhan terhadap diet dan
(1619) Manajemen diri : diabetes
regimen latihan
1. Memantau glukosa darah dari skala 2 Pengajaran: Peresepan Diet (5614)
(jarang menunjukkan) ditingkatkan
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien
menjadi skala 4 (sering menunjukkan)
mengenai diet yang disarankan
2. Kaji pola makan pasien saat ini dan
sebelumnya, termasuk makanan yang di
sukai
3. Ajarkan pasien membuat diary makanan
yang dikonsumsi
4. Sediakan contoh menu makanan yang
sesuai
5. Libatkan pasien dan keluarga

2 Domain 2. Nutrisi (00179) Ketidakseimbangan nutrisi, Manajemen Nutrisi (1100)


kurang dari kebutuhan tubuh
Kelas 1. Makan 1. Instruksikan kepada pasien mengenai
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, kebutuhan nutrisi
Ketidakseimbangan nutrisi,
diharapkan nutrisi pasien terpenuhi. 2. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
yang dibutuhkan oleh pasien untuk
(00002) (1004) Status Nutrisi
memenuhi kebutuhan gizi
1. Asupan makanan dan cairan dari skala 3. Ciptakan lingkungan yang optimal pada
2 (banyak menyimpang dari rentang saat mengkonsumsi makanan
normal) ditingkatkan menjadi skala 4 4. Monitor kalori dan asupan makanan
(sedikit menyimpang dari rentang pasien
normal) 5. Monitor kecenderungan terjadinya
kenaikan atau penurunan berat badan
(1622) Perilaku patuh : diet yang
pada pasien
disarankan

1. Memilih makanan yang sesuai dengan


diet yang ditentukan dari skala 2
(jarang menunjukkan) ditingkatkan
menjadi skala 4 (sering menunjukkan)
2. Memilih minuman yang sesuai dengan
diet yang ditentukan dari skala 2
(jarang menunjukkan) ditingkatka
menjadi skala 4 (sering menunjukkan)

(1854) Pengetahuan : diet yang sehat

1. Intake nutrisi yang sesuai dengan


kebutuhan individu dari skala 2
(pengetahuan terbatas) ditingkatkan
menjadi skala 4 (pengetahuan banyak)

3 Domain 11. Keamanan/ (00004) Resiko infeksi Kontrol Infeksi (6540)


Perlindungan Kelas 1. Infeksi
1. Ganti peralatan perawatan per pasien
Resiko infeksi (00004)
sesuai protokol institusi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan,
2. Anjurkan pasien mengenai teknik
diharapkan tidak terjadi infeksi pada mencuci tangan dengan tepat
pasien. 3. Pastikan penanganan aseptik dari semua
(1908) Deteksi risiko saluran IV

1. Mengenali tanda dan gejala yang Perlindungan Infeksi (6550)


mengindikasikan risiki dari skala 2 (jarang
1. Monitor kerentanan terhadap infeksi
mnunjukkan) ditingkatkan menjadi skala 4
2. Berikan perawatan klit yang tepat Periksa
(sering menunjukkan)
kulit dan selaput lendir untuk adanya
2. Memonitor perubahan status kesehatan kemerahan, kehangatan ektrim, atau
skala 2 (jarang mnunjukkan) ditingkatkan drainase
menjadi skala 4 (sering menunjukkan) 3. Ajarkan pasien dan keluarga bagaimana
cara menghindari infeksi
(1902) Kontrol risiko

1. Mengidentifikasi faktor risiko dari skala


2 (jarang mnunjukkan) ditingkatkan
menjadi skala 4 (sering menunjukkan)

1. Mengenali faktor risiki skala 2 (jarang


mnunjukkan) ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering menunjukkan)

4 Domain 9. Koping/ Toleransi (00146) Ansietas Pengurangan kecemasan (5820)


Stress
1. Gunakan pendekatan yang tenang dan
Kelas 2. Respon Koping Setelah dilakukan asuhan keperawatan, menyakinkan
diharapkan ansietas pasien berkurang. 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
Ansietas (00146)
(1211) Tingkat kecemasan perilaku klien
3. Pahami situasi krisis yang terjadi dari
1. Tidak dapat beristirahat dari skala 2
perspektif klien
(cukup berat) ditingkatkan menjadi skala 4
4. Berikan informasi faktual tekait
(ringan)
diagnosa, perawatan dan prognosis
2. Perasaan gelisah dari skala 2 (cukup 5. Berada disisi klien untuk meningkatkan
berat) ditingkatkan menjadi skala 4 rasa aman dan mengurangi ketakutan
(ringan) 6. Dorong keluarga untuk mendampingi
klien dengan cara yang tepat
3. Gangguan tidur dari skala 2 (cukup
7. Berikan objek yang menunjukkan
berat) ditingkatkan menjadi skala 4
perasaan aman
(ringan)
8. Puji/kuatkan perilaku yang baik secara
(0907) Memproses informasi tepat
9. Identifikasi saat terjadinya perubahan
1. Menunjukkan proses pikir yang
tingkat kecemasan
terorganisir dari skala 2 (banyak
10. Bantu klien mengidentifikasi situasi yang
terganggu) ditingkatkan menjadi skala 4
memicu kecemasan
(sedikit terganggu)
11. Dukung penggunaan mekanisme koping
(3009) Kepuasan klien : perawatan yang sesuai
psikologis 12. Pertimbangkan kemampuan klien dalam
1. Informasi di berikan tentang perjalanan
mengambil keputusan
penyakit dari skala 2 (agak puas)
13. Intruksikan klien untuk menggunakan
ditingkatkan menjadi skala 4 (sangat puas)
teknik relaksasi
2. Informasi di berikan mengenai respon 14. Kaji untuk tanda verbal dan non verbal
emosional yang biasa terhadap penyakit kecemasan
dari skala 2 (agak puas) ditingkatkan
Peningkatan koping (5230)
menjadi skala 4 (sangat puas)
1. Bantu pasien dalam memecah tujuan
kompleks menjadi lebih kecil, dan
langkah yang dapat dikelola
2. Dukung sikap pasien terkait dengan
harapan yang realistis sebagai upaya
untuk mengatasi perasaan
ketidakberdayaan
3. Cari jalan untuk memahami prespektif
pasien terhadap situasi
4. Kenali latar belakang budaya/spiritual
pasien
5. Dukung pasien untuk mengklarifikasi
kesalahpahaman

5 Domain 5. Persepsi/ Kognisi Setelah dilakukan asuhan keperawatan, Fasilitasi Pembelajaran (5520)
diharapkan pengetahuan pasien mengenai 1. Tekankan pentingnya mengikuti evaluasi
Kelas 4. diabetes mellitus tipe 2 bertambah. medik, dan kaji ulang gejala yang
memerlukan pelaporan segera ke dokter
Defisiensi pengetahuan 1. Pengetahuan: manajemen diabetes dari
2. Diskusikam tanda/gejala DM, contoh
(00124) skala 2 ditingkatkan menjadi skala 4
polidipsia, poliuria, kelemahan,
2. Perilaku patuh: diet yang sehat dari
penurunan berat badan
skala 2 ditingkatkan menjadi skala 4
3. Gunakan bahasa yang umum digunakan
3. Perilaku patuh: Aktivitas yang
4. Berikan informasi yang sesuai dengan
disarankan dari skala 2 ditingkatkan
lokus kontrol pasien
menjadi skala 4
5. Berikan informasi sesuai tingkat
4. Perilaku patuh: Diet yang disarankan
perkembangan pasien
dari skala 2 ditingkatkan menjadi skala
Modifikasi Perilaku (4360)
4
1. Tentukan motivasi pasien untuk
perubahan perilaku
2. Bantu pasien untuk mengidentifikasi
kekuatan
3. Dukung untuk mengganti kebiasaan
yang tidak diinginkan dengan kebiasaan
yang diinginkan
4. Tawarkan penguatan yang positif dalam
pembuatan keputusan mandiri pasien

6 Domain 4. Aktifitas/ Istirahat (00093) Keletihan Manajemen Energi (0180)


Kelas 3. Keseimbangan Energi. 1. Kaji status fisiologis pasien yang
Keletihan (00093) menyebabkan kelelahan
2. Anjurkan pasien mengungkapkan perasaan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan,
secaraverbal mengenai keterbatasan yang
diharapkan keletihan pada pasien dapat
dialami
dikurangi.
3. Tentukan persepsi pasien/orang terdekat
(0002) Konservasi energi
dengan pasien mengenai penyebab
1. Mempertahankan intake nutrisi yang kelelahan
cukup dari skala 2 (jarang menunjukkan) 4. Pilih intervensi untuk mengurangi
ditingkatkan menjadi skala 4 (sering kelelahan baik secara farmakologis
menunjukkan) maupun nonfarmakologis
Manajemen Nutrisi (1100)
(0005) Toleransi terhadap aktivitas
1. Tentukan status gizi pasien dan
1. Kekuatan tubuh bagian atas dari skala 2 kemampuan pasien untuk memenuhi
(banyak terganggu) ditingkatkan menjadi kebutuhan gizi
skala 4 (sedikit terganggu) 2. Intruksikan pasien mengenai kebutuhan
nutrisi
2. Kekuatan tubuh bagian bawah dari skala
3. Atur diet yang diperlukan
2 (banyak terganggu) ditingkatkan menjadi
4. Anjurkan pasien mengenai modifikasi
skala 4 (sedikit terganggu)
diet yang diperlukan
(0007) Tingkat kelelahan 5. Anjurkan pasien terkait dengan
kebutuhan diet untuk kondisi sakit.
1. Kelelahan dari skala 2 (cukup besar)
ditingkatkan menjadi skala 4 (ringan)

2. Kehilangan selera makan dari skala 2


(cukup besar) ditingkatkan menjadi skala 4
(ringan)

(0008) Keletihan : efek yang menganggu

1. Penurunan energi dari skala 2 (cukup


besar) ditingkatkan menjadi skala 4
(ringan)
2. Perubahan status nutrisi dari skala 2
(cukup besar) ditingkatkan menjadi
skala 4 (ringan)

7. Domain 4. Aktivitas dan (00204) Ketidakefektifan perfusi jaringan Pengecekan Kulit (3590)
istirahat. Kelas 4. Respon perifer
1. Gunakan alat pengkajian untuk
Kardiovaskuler/ pulmonal
mengidentifikasi pasien yang berisiko
Ketidakefektifan perfusi jaringan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, mengalami kerusakan kulit.
perifer (00204)
diharapkan ketidakefektifan perfusi jaringan
2. Monitor warna dan suhu kulit
perifer pasien dapat berkurang.
(0401) Status sirkulasi 3. Periksa pakaian yang terlalu ketat

1. Parestesia dari skala 2 (cukup berat) 4. Monitor kulit dan selaput lendir terhadap
ditingkatkan menjadi skala 4 (ringan) area perubahan warna, memar, dan
2. Asites dari skala 2 (cukup berat) pecah.
ditingkatkan menjadi skala 4 (ringan)
5. Ajarkan anggota kelurga/pemberi asuhan
(0407) Perfusi jaringan : perifer mengenai tanda-tanda kerusakan kulit,
dengan tepat.
1. Parestsia dari skala 2 (cukup berat)
ditingkatkan menjadi skala 4 (ringan) Manajemen Sensasi Perifer (2660)
1. Monitor sensasi tumpul atau tajam dan
(0409) Koagulasi darah
panas dan dingin (yang dirasakan pasien)
1. Pembentukan bekuan dari skala 2 2. Monitor adanya Parasthesia dengan
(deviasi cukup besar dari kisaran normal) tepat
ditingkatkan menjadi skala 4 (deviasi 3. Intruksikan pasien dan keluarga untuk
ringan dari kisaran normal) memeriksa kulit setiap harinya
4. Letakkan bantalan pada bagian tubuh
(0802) Tanda-tanda vital
yang terganggu untuk melindungi area
1. Suhu tubuh dari skala 2 (deviasi cukup tersebut
besar dari kisaran normal) ditingkatkan Perawatan Kaki (1660)
menjadi skala 4 (deviasi ringan dari 1. Diskusikan dengan pasien dan keluarga
kisaran normal) mengenai perawatan kaki rutin
1. Anjurkan pasien dan keluarga mengenai
pentingnya perawatan kaki
2. Periksa kulit untuk mengetahui adanya
iritasi, retak, lesi, dll
3. Keringkan pada sela-sela jari dengan
seksama
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan
Diabetes mellitus adalah penyakit yang disebabkan oleh penurunan kadar hormon
insulin yang diproduksi oleh kelenjar pankreas yang mengakibatkan meningkatnya kadar
glukosa dalam darah. Penurunan ini mengakibatkan glukosa yang dikonsumsi oleh tubuh
tidak dapat diproses secara sempurna sehingga konsentrasi glukosa dalam darah akan
meningkat. Diabetes Mellitus terbagi menjadi beberapa tipe, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2,
DM Sekunder dan DM gestasional. Diabetes melitus tipe 2 merupakan suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit
gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin.
Faktor resiko yang tidak dapat diubah untuk penderita DM tipe 2 diantaranya adalah
riwayat keluarga dengan DM, usia lebih dari 45 tahun, riwayat melahirkan bayi dengan
berat badan lahir bayi lebih dari 4000 gram, dan riwayat lahir dengan berat badan rendah.
Gejala dari DM 2 sendiri ada 2 yaitu gejala akut dan gejala kronik. Gejala akutnya
diantaranya poliphagia, polidipsia, poliuria, nafsu makan bertambah namun berat badan
turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), dan mudah lelah. Sedangkan
gejala kronik diabetes melitus yaitu kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk
tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai
kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas. Penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik
beratkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan
jasmani dan intervensi farmakologis.

B.Saran
a. Bagi penderita Diabetes Mellitus Tipe II
Bagi penderita Diabetes Mellitus Tipe II diharapkan lebih dapat memeperhatikan
kesehatannya, terutama untuk pola makan dan aktivitas yang dilakukan.

56
57

b. Bagi keluarga
Bagi keluarga diharapkan dapat mengawasi atau memperhatikan klien yang sedang
menderita penyakit Diabetes Mellitus Tipe II, karena dukungan dari keluarga adalah
yang paling penting bagi klien.
c. Bagi perawat atau tenaga kesehatan
Bagi perawat ataupun tenaga kesehatan lain diharapkan dapat memberikan pelayanan
kesehatan atau keperawatan yang baik terhadap klien dan bisa bertugas sesuai dengan
fungsinya masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit
RGC, Jakarta.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Teguh, Subianto. (2009). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus. [ serial Online] cited 12
Februari 2012], avaible from
URL: http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/asuhan-keperawatan-diabetes-
mellitus.htmlhttp://www.hyves.web.id/askep-diabetes-melitus/
Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga
http://www.nhpco.org/i4a/pages/Index.cfm?pageID=3254
http://www.hpna.org/DisplayPage.aspx?Title=Search
http://www.caringinfo.org/i4a/pages/index.cfm?pageid=3356
http://www.scribd.com/doc/47637339/ASUHAN-KEPERAWATAN-HOSPICE-CARE

Anda mungkin juga menyukai