Anda di halaman 1dari 85

ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN DENGUE HEAMORAGIC FEVER

Disusun Oleh :
Kelompok 6

Pramudya Nelsa
Ersa
Cindy Sriwundari
Sinta Bella triyani
Fitriani
Cici Maria
Oktasari
Sugiyanto

DOSEN PEMBIMBING : Ns. Yeni Eliyanti.S.Kep,M.Kep

MATA KULIAH : KEPERAWATAN ANAK

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BHAKTI HUSADA BENGKULU
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR
Bimillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Asuhan Keperawatan dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar DHF ”.

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan
tugas dalam perkulihan. Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan, hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang
dimiliki oleh penulis. Namun berkat bantuan dan bimbingan serta arahan dari
berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan dengan tangan terbuka
kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan pada masa yang akan datang,
semoga maklah ini dapat bermanfaat pada umummnya bagi pembaca dan
khususnya bagi tenaga kesehatan.

Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Lubuklinggau, Nov,2020

Penulis
DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR................................................................................ iii
DAFTAR ISI.............................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN.................................................................... 1
A. Latar Belakang.................................................................. 1
B. Tujuan Penulisan............................................................... 3
1. Tujuan Umum............................................................. 3
2. Tujuan Khusus............................................................ 3
C. Ruang Lingkup.................................................................. 4
D. Metode Penulisan.............................................................. 4
E. Sistematika Penulisan ………………………………….. 5
BAB II TINJAUAN TEORITIS........................................................... 7
A. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia................................... 7
B. Konsep Dasar Heamoragic Fever..................................... 9
1. Pengertian.................................................................... 9
2. Etiologi........................................................................ 9
3. Patofisiologi................................................................ 10
4. Klasifikasi............................................................... 12
5. Manifeatasi Klinis....................................................... 12
6. Komplikasi............................................................. 16
7. Penatalaksanaan.......................................................... 20
8. Pemeriksaan Penunjang.............................................. 22
C. Konsep Tumbuh kembang Anak....................................... 25
D. Konsep Dampak Hospitalisasi.......................................... 29
E. Konsep Asuhan Keperawatan........................................... 32
1. Pengkajian Keperawatan............................................. 32
2. Diagnosa Keperawatan............................................... 35
3. Intervensi Keperawatan.......................................... 35
4. Implementasi Keperawatan.................................... 37
5. Evaluasi Keperawatan................................................. 38
BAB III TINJAUAN KASUS................................................................ 39
A. Pengkajian Keperawatan................................................... 39
B. Diagnosa Keperawatan..................................................... 44
C. Intervensi Keperawatan................................................ 44
D. Penatalaksanaan Keperawatan.......................................... 48
E. Evaluasi Keperawatan....................................................... 76
BAB V PENUTUP................................................................................ 93
A. Kesimpulan.......................................................................
B. Saran..................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue, sejenis virus
yang tergolong arbovirus dan masuk ke tubuh penderita melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegypti betina. Penyakit ini lebih dikenal dengan sebutan
Demam Berdarah Dengue (DBD), (Aziz Alimul, 2006).

Manifestasi klinik pada infeksi virus dengue sama seperti pada infeksi
virus yang lain, infeksi virus dengue juga merupakan suatu self limiting
infectious disease yang akan berakhir sekitar 2-7 hari. Infeksi virus dengue
pada manusia mengakibatkan suatu spektrum manifestasi klinik yang
bervariasi antara penyakit yang paling ringan (mild underferentiated
febrile illness), dengue fever, Dengue heamoragic fever (DHF/DBD) dan
Dengue syok syndrome (DSS/SSD) (Rampengan, 2007).

Demam berdarah dengue (DBD) dan Sindrom syok dengue (SSD)


merupakan penyakit infeksi yang masih menimbulkan masalah kesehatan
di negara sedang berkembang, khususnya Indonesia. Hal ini disebabkan
oleh masih tingginya angka mordibitas dan mortalitas (Rampengan, 2007).

Komplikasi DHF, gejala klinis yang semakin berat pada penderita DHF
dan DSS dapat berkembang menjadi gangguan pembuluh darah dan
gangguan hati. Hal ini tentu dapat mengancam jiwa. DHF disertai
kegagalan sirkulasi dengan manifestasi: Nadi yang cepat dan lemah,
tekanan darah turun (≤ 120 mmHg), hipotensi (dibandingkan standar
sesuai umur), kulit dingin, lembab dan gelisah. DSS, menurut sumber lain
pada penderita DHF yang disertai syok, setelah demam berlangsung
selama beberapa hari, keadaan umum penderita tiba-tiba memburuk.

1
Menurut WHO, Dengue adalah penyakit virus yang paling umum
ditularkan oleh nyamuk ke manusia, yang beberapa tahun terakhir telah
menjadi masalah kesehatan utama masyarakat internasional. Secara global
2,5 miliar orang tinggal di daerah di mana virus dengue dapat
ditransmisikan. Penyebaran geografis antara vektor nyamuk dan virus
telah menyebabkan epidemi demam berdarah secara global dan
kedaruratan demam berdarah dengue dalam 25 tahun terakhir dengan
perkembangan hiperendemisitas di pusat-pusat perkotaan daerah tropis.

Sekitar 2,5 miliyar (2/5 penduduk dunia) mempunyai resiko untuk terkena
infeksi virus dengue. Lebih dari 100 negara tropis dan subtropis pernah
mengalami letusan demam berdarah. Kurang dari 500.000 kasus setiap
tahun di rawat di RS dan ribuan orang meninggal (Mekadiana, 2007).

Pada bulan Januari hingga Februari 2016 di Indonesia tecatat 8.487 orang
penderita DHF dengan jumlah kematian mencapai 108 orang. Kelompok
usia terbanyak yang mengalami DHF di Indonesia yaitu usia 5-14 tahun
mencapai 43,44% dan usia 15-44 tahun mencapai 33,25% (Kemenkes RI,
2016).

Dalam kurun waktu satu bulan (per 12 Februari 2016), jumlah warga
Jakarta yang terkena penyakit DHF mencapai 1.337 kasus. Di DKI Jakarta
kasus paling banyak terjadi di Jakarta Selatan yakni mencapi 389 kasus,
disusul Jakarta Timur dengan 382 kasus, Jakarta Barat sebanyak 245
kasus, Jakarta Utara sebanyak 213 kasus dan Jakarta Pusat sebanyak 108
kasus (Dinas Kesehatan).

Berdasarkan data yang di peroleh dari data medical record Rumah Sakit
Islam Cempaka Putih Jakarta didapatkan data yang menderita DHF
khususnya di Paviliun Badar Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih
dari 2 bulan terakhir yaitu bulan Maret-April 2017 didaptakan kasus DHF
sebanyak 33 anak meliputi, usia infant: 5 anak, usia toddler: 9 anak, usia
prasekolah: 10 anak dan usia sekolah: 9 anak.

Pada umumnya anak dengan DHF mengalami gangguan dalam pemenuhan


kebutuhan dasar diantaranya adalah, kekurangan volume cairan, resiko
terjadinya perdarahan, resiko tinggi terjadinya syok hipovolemik,
gangguan perubahan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
hingga dapat terjadi komplikasi seperti: perdarahan luas, syok, ensefalopati
dengue, kelainan ginjal, odema paru, penurunan kesadaraan hingga
kematian.

Berdasarkan hal tersebut peran perawat sangat penting dalam memberikan


asuhan keperawatan secara komperhensif. Salah satunya adalah upaya
promotif dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan kesehatan atau
penjelasan tentang penyakit, penyebab, gejala, perawatan, pencegahan dan
pengobatan pada DHF. Sedangkan untuk upaya preventif pada kasus DHF
dapat dilakukan dengan cara 3M (menguras, menutup, mengubur),
memelihara ikan pemakan jenik-jentik nyamuk, tidak membiasakan
menggantung pakaian di dalam kamar untuk mencegah terjadinya penyakit
tersebut. Sedangkan dalam upaya kuratif adalah tindakan pengobatan, hal
ini dapat dilakukan dengan cara memberikan perawatan secara maksimal
kepada anak, menganjurkan kepada klien atau keluarga untuk tetap
menjaga kebersihan. Aspek rehabilitatif merupakan tindakan yang
dilakukan untuk mempercepat proses penyembuhan dengan meneruskan
program pengobatan di rumah, melakukan kontrol sesuai dengan jadwal
yang ditetapkan dan mengkonsumsi makanan yang bergizi untuk
meningktakan daya tahan tubuh dan mempercepat prosses penyembuhan.

Saat ini angka kejadian DHF di RS semakin meningkat terutama pada


kasus anak. Oleh karena itu diharapkan perawat memiliki keterampilan
dan pengetahuan yang cukup dalam memberikan asuhan keperawatan pada
anak dengan DHF. Keterampilan yang sangat dibutuhkan adalah
kemampuan untuk mengidentifikasi tanda-tanda syok dan kecepatan
dalam menangani anak yang mengalami DSS. Maka penulis termotivasi
untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar Pada An. F dengan DHF”.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah melakukan asuhan keperawatan selama tiga hari diharapkan
penulis dapat memberikan pemenuhan kebutuhan dasar pada anak
dengan DHF melalui pendekatan proses keperawatan tanpa
mengabaikan aspek tumbuh kembang anak.
2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan pemenuhan kebutuhan dasar diharapkan penulis:
a. Mampu melakukan pengkajian kebutuhan dasar pada anak dengan:
DHF.
b. Mampu merumuskan masalah keperawatan pada anak dengan:
DHF.
c. Mampu merumuskan rencanakan tindakan keperawatan pada anak
dengan DHF.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada anak dengan
DHF.
e. Mampu melakukan evaluasi pada anak dengan DHF.
f. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori
dan kasus dalam praktik keperawatan.
g. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat
serta dapat mencari solusi.
h. Mampu mendokumentasikan semua kegiatan asuhan keperawatan
pada anak dengan: DHF.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia


Manusia mempunyai kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi secara
memuaskan melalui proses homeostatis, baik fisiologis maupun
psikologis. Adapun kebutuhan merupakan suatu hal yang sangat penting,
bermanfaat, atau di perlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu
sendiri. Sekitar tahum 1950, Abraham Maslow seorang psikolog dari
Amerika mengembangkan teori tentang kebutuhan dasar manusia yang
lebih di kenal dengan isitilah Hierarki Kebutuhan Dasar Manusia Maslow
(Wolf, Lu Verne, dkk,1984). Hierarki tersebut meliputi lima kategori
kebutuhan dasar, yakni:
1. Kebutuhan Fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam hierarki
Maslow, yaitu: kebutuhan oksigenasi, kebutuhan cairan, kebutuhan
nutrisi, kentuhan eliminasi urine dan alvi, kebutuhan istirahat tidur,
kebutuhan aktivitas, kebutuhan kesehatan temperatur tubuh serta
kebutuhan seksual. Kebutuham seksual tidak diperlukan untuk
menjaga kelangsungan hidup seseorang, tetapi penting untuk
mempertahankan kelangsungan umat manusia.
2. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan dibagi menjadi perlindungan
fisik dan perlindungan psikologis.
a. Perlindungan fisik meliputi perlindungan atas ancaman terhadap
tubuh atau hidup. Ancaman tersebut dapat berupa penyakit,
kecelakaan, bahaya dari lingkungan, dan sebagainya.
b. Perlidungan psikolgis, yaitu perlindungan atas ancaman dari
pengalaman yang baru dan asing. Misalnya, kekhawatiran yang
dialami seseorang ketika masuk sekolah pertama kali karena
merasa terancam oleh keharusan untuk berinteraksi dengan orang
lain, dan sebagainya.
3. Kebutuhan rasa cinta serta rasa memiliki dan dimiliki, antara lain
memberi dan menerima kasih sayang, mendapatkan kehangatan
keluarga, memiliki sahabat, diterima oleh kelompok sosial, dan
sebagainya.
4. Kebutuhan harga diri ataupun perasaan dihargai oleh orang lain.
Kebutuhan terkait dengan keinginan untuk mendapatkan kekuatan,
meraih prestasi, rasa percaya diri, dan kemerdekaan diri. Selain itu,
orang juga memerlukan pengakuan dari orang lain.
5. Kebutuhan aktualisasi diri, merupakan kebutuhan tertinggi dalam
hierarki Maslow, berupa kebutuhan tertinggi dalam hierarki Maslow,
berupa kebutuhan untuk berkontibusi pada orang lain atau lingkungan
serta mencapai potensi diri sepenuhnya.

Kebutuhan aktualisasi diri


Harga diri

Rasa cinta memiliki dan dimiliki

Rasa aman dan perlindung

Kebutuhan Fisiologis

Gambar Kebutuhan Dasar Manusia menurut Maslow

Adapun gangguan kebutuhan dasar pada anak dengan DHF meliputi:


a. Kebutuhan fisiologis
Pada anak dengan DHF biasanya akan mengalami gangguan
pemenuhan kebutuhan cairan, karena anak dengan DHF akan
mengalami peningkatan dinding permeabilitas yang dapat
menyebabkan cairan intravaskuler keluar ke ekstravaskuler, dapat juga
dikarenakan peningkatan suhu tubuh. Anak dengan DHF akan
mengalami kebutuhan nutrisi, karena biasanya anak dengan DHF akan
mengalami mual dan muntah yang menyebabkan menurunnya nafsu
makan.
b. Kebutuhan rasa aman nyaman
anak dengan DHF akan mengalami resiko perdarahan yang disebabkan
trombositopenia, karena trombosit berfungsi untuk pembekuan darah,
maka ketika trombosit menurun sangat mudah terjadinya perdarahan.

B. Konsep Dasar
1. Pengertian
DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, sejenis virus
yang tergolong arbovirus dan masuk ke tubuh penderita melalui
gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina. Penyakit ini lebih dikenal
dengan sebutan Demam Berdarah Dengue (DBD) (Aziz Alimul, 2006).

Dengue Hemoragic Fever (DHF) atau demam berdarah dengue adalah


penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Penyakit ini dapat menyerang
semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak,
serta sering menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah (Rekawati,
2013).

DHF adalah suatu infeksi arbovirus akut yang masuk ke dalam tubuh
melalui gigitan nyamuk spesies aides. Penyakit ini sering menyerang
anak, remaja, da dewasa yang ditandai dengan demam, nyeri otot dan
sendi. Demam berdarah dengue sering di sebut pula Dengue
Heamoragic Fever (DHF) (Desmawati, 2013).

2. Etiologi
Penyebab penyakit DHF adalah virus dengue dan ditularkan oleh
nyamuk Aedes. Di Indonesia hingga sekarang telah dapat diisolasi 4
serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 merupakan serotipe
yang paling banyak sebagai penyebab. Di Indonesia dikenal dua jenis
nyamuk Aedes, yaitu:
a. Aedes Agypti
1) Paling sering ditemukan.
2) Nyamuk yang hidup di daerah tropis, terutama hidup dan
berkembang biak di dalam rumah, yaitu di tempat
penampungan air jernih atau tempat penampungan air di sekitar
rumah.
3) Nyamuk ini sepintas tampak berlurik, berbintik-bintik putih.
4) Biasanya menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan
sore hari.
5) Jarak terbang 100 meter.
b. Aedes Albopictus
1) Tempat habitatnya di air jernih. Biasanya di sekitar rumah atau
pohon-pohon, tempat yang menampung air hujan yang
bersih,seperti pohon pisang, pandan, kaleng bekas.
2) Menggigit pada waktu siang hari.
3) Jarak terbang 50 meter.
(Rampengan, 2007)

3. Patofisiologi
Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk
aedes aegypti dan kemudian akan bereaksi dengan antibodi dan
erbentuklah kompleks virus antibodi, dalam sirkulasi akan
mengaktivasi sistem komplement. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan di
lepas C3a dan C5a, dua peptida yang berada untuk melepaskan
histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma
melalui endotel dinding itu.

Terjadinya trombositpenia, menrunnya fungsi trombosit dan


menurunnya faktor koagulasi (protrombin, faktor V, VII, IX. X dan
fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat,
terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah, menurnnya volume plasma,
terjadinya hipotensi, trombositpenia dan diatesis hemoragik. Renjatan
terjadi secara akut.

Nilai hematokrit meningkat bersaman dengan hilangnya plasma


melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya
plasma kllien mengalami hypovelemik. Apabila tidak diatasi bisa
terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian (Desmawati,
2013).

Patofisiologi DHF pada anak

Virus dengue

Viremia
Hyperthermia Depresi sumsum tulang

Hepatomegali Permeabilitas kapiler meningkat

-Anoreksia Manifestasi perdarahan


-muntah
Resiko perdarahanEfusi pleura acites hemokonsentra

Kehilangan

Perubahan
nutrisi kurang
Hipovolemia
dari kebutuhan
Perdarahan perfusi jaringan perifer

Resiko syok hipovelemia

Resiko kekurangan
volume cairan

Syok

Kematian
Menurut Desmawati (2013) perubahan patofisiologi pada DHF
antara lain yaitu:
a. Meningkatnya permeabilitas kapiler yangmenyebabkan
bocornya plasma kedalam rongga pleura dan rongga peritoneal.
b. Hemostatis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati,
trombositopenia, koagulopati.
c. Renjatan.
d. Menurunnya fungsi agregasi trombosit karena fungsi
imunoligis yang dibuktikan dengan terdapatnya kompleks imun
dalam peredaraan darah.
e. Kelainan sistem koagulasi karena hati yang terganggu karena
aktivitas sistem koagulasi.

4. Klasifikasi
Menurut Suriadi (2010) klasifikasi DHF dibagi menjadi 4, yiatu:
a. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji
tourniquet positif, trombositopeneia dam hemokonsentrasi.
b. Derajat II
Derajat I disertai pendarahan spontan di kulit dan atau perdarahan
yang lain.
c. Derajat III
Kegagalan sirkulasi: nadi cepat dan lemah. Hipotensi, kulit dingin
lembab, gelisah.
d. Derajat IV
Renjatan berat, denyut nadi dan tekanan darah tidak dapat diukur.

5. Manifestasi Klinis
Menurut Desmawati (2013), penyakit ini ditunjukkan melalui
munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala berat, akit
pada sendi dan otot (myalgia dan arthralgia) dan ruam-ruam demam
berdarah yang mempunyai ciri-ciri merah terang, petekia, ia menyebar
hampir meliputi seluruh tubuh. Selain itu radang peut juga muncul
dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare,
pilek ringan disertai batuk-batuk. Kondisi waspada ini perlu disikapi
dengan pengetahuan yang luas oleh penderita maupun keluarga yang
harus segera berobat apabila pasien/penderita mengalami demam
tinggi 3 hari berturut-turut. Banyak penderita atau keluarga penderita
mengalami kondisi fatal karena menganggap ringan gejala-gejala
tersebut.

Demam berdarah umumnya lamanya sekitar enam atau tujuh hari


dengan puncak demam yang lebih kecil terjadi pada akhir masa
demam. Secara klinis, jumlah platelet akan jatuh hingga passien
dianggap afebril.
Sesudah masa tunas/inkubasi selama 3-15 hari orang yang tertular
dapat mengalami /menderita penyakit ini dalam salah satu dai 4 bentuk
berikut ini:
a. Bentuk abortif, penderita tidak merasakan suatu gejala apapun.
b. Dengue klasik, penderita mengalami demam tinggi salam 4-7 hari,
nyeri-nyeri pada tulang diikuti dengan munculnya bintik-bintik
atau bercak-bercak perdarahan di bawah kulit.
c. DHF gejalanya sama dengan dengue klasik ditambah dengan
perdarahan dari hidung (epitaksis/mimisan), mulut, dubur dan
sebagainya.
d. Dengue Syok Sindrom, gejalanya sama dengan DHF ditambah
dengan syok persyok. Bentuk ini sering berujung pada kematian.
Karena seringnya terjadi perdarahan dan syok maka pada penyakit ini
angka kematiannya cukup tinggi, oleh karena itu setiap penderita yang
diduga menderita penyakit demam berdarah dalam tingkat yang
manapun harus ssegera dibawa ke Rumah Sakit, mengingat sewaktu-
waktu dapat mengalami syok/kematian.
Penyebab demam berdarah menunjukan demam yang tinggi,
pendarahan, trombositopenia dan hemokonsentrasi. Sejumlah kasus
kecil bisa menyebabkan sindrom shock dengue yang mempunyai
tingkat kematian tinggi.

a. Gejala utama demam berdarah menurut Desmawati (2013) yaitu:


1) Demam
Penyakit didahului oleh demam tinggi yang mendadak terus
menerus, berlangsung 2-7 hari, naik turun tidak mempan
dengan obat antiseptic
a) Kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 40oC dan dapat
terjadi kejang demam.
b) Saat fase demam mulai cenderung dan klien tampak seakan
sembuh, tetapi juga sebagai awal kejadian syok, biasanya
pada hari ketiga dari demam.
c) Hari ke 3, 4 dan 5 adalah fase krisis yang harus di ceermati
pada hari ke 6 dapat terjadi syok, kemungkinan terjadi
perdarahan dan kadar trombosit sangat rendah.
2) Tanda-tanda perdarahan
Penyebab perdarahan pada DHF adalah: trombositopenia dan
gangguan fungsi trombosit serta koagulasi intravascular yang
menyeluruh. Jenis perdarahan terbanyak adalah perdarahan
kulit seperti uji tourniuquet positif, petechia, purpura ekimasis,
dan perdarahan kunjungtiva. Petechia merupakan tanda khas
perdarahan yang sering ditemukkan. Tanda ini dapat ditemukan
pada epitaksis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis dan
dapat perdarahan subkonjungtiva atau hematuria.
3) Hepatomegali
Ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi dan hanya
sekedar dapat diraba sampai 2 cm di bawah lengkungan iga
kanan. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya
penyakit, namun nyeri tekan pada daerah tepi hati,
berhubungan dengan adanya perdarahan, pada sebagian kecil
kasus dapat dijumpai ikterus.
4) Syok
Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis
menghilang setelah demam turun. Demam turun di sertai
dengan keringat, perubahan denyut nadi dan tekanan darah,
ujung ektermitas teraba dingin, disertai kongesti kulit.
Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi
sebagai akibat dari perembesan plasma beberapa saat setelah
suhu turun antara lain hari ke 3-7 erdapat tanda kegaga;an
sirkulasi.
a) Kulit teraba kasar dan lembab terutama di ujung jari dan
kaki.
b) Sianosis di sekitar mulut.
c) Klien menjadi gelisah.
d) Nadi cepat, lemah kecil sampai tak teraba.
e) Pada saat akan syok beberapa klien tampak sangat lemah,
gelisah dan sakit perut.
Syok dapat terjadi dalam waktu yang sangat singkat, klien
dapat meninggal dalam waktu 12-24 jam atau cepat sembuh
setelah penggantian cairan. Apabila syok tidak dapat diatasi
akan terjadi kompilkasi asidosis metabolik.
a) Perdarahan saluran cerna hebat.
b) Kejang dan koma (pada klien dengan perdarahan
intraserebral).

b. Gejala tambahan pada DHF, menurut Desmawati (2013) yaitu:


1) Perdaarahan.
2) Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.
3) Peningkatan suhu secara tiba-tiba.
4) Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada supra orbital
dan tetra orbital.
5) Nyeri hebat pada otot dan tulang bila tendon dan otot perut
ditekan.
6) Mual dan muntah.
7) Batuk ringan.
8) Pada masa ditemukan pembengkakan, infeksi konjungtiva
lakrimasi dan fotofobia dan otot-otot sekitar mata terasa pegal.
9) Eksontem muncul pada awal demam, terlihat pada muka dan
dada yang berlangsung pada beberapa jam emudian muncul
kembali pada hari ke 3-6.
10) Bercak di tangan dan kaki lalu seluruh tubuh.
11) Pada hari ke 4 dan ke 5, nadi cepat kemudian normal/lebih
lambat.
12) Brakardi menetap pada masa penyembuhan.
13) Lidah kotor dan konstipasi.
14) Hari ke 3 dan ke 5 muncul petheki, purpura, ecomosis,
hematemesis, melena, dan eptaksis.
15) Hati membesar dan nyeri tekan (+)
16) Gejala syok.
17) Sianosis perifer terutama pada ujung hidung, jari-jari tangan
dan kaki.

6. Komplikasi
a. Perdarahan luas
Infeksi virus dengue menyebaabkan terbentuknya antigen dan
antibodi yang dapat mengaktivasi sistem kompelem. Juga
menyebabkan agregasi, trombosit dan mengaktivasi sistem
koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua
faktor tersebut menyebabkan perdarahan pada DHF. Agregasi
trombosit terjadi sebagai akibat dari porlekatan kompleks antigen-
antibodi pada membrane trombosit mengeluarkan ADT. Hal ini
menyebabkan trombosit akan dihancurkan oleh RES, sehingga
terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan
pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan koagulopati
konsumtif, ditandai dengan peningkatan FDT, sehingga terjadi
penurunan faktor pembekuan. Agregasi trombosit ini juga
mengakibatkan ganggguan fungsi trombosit sehingga walaupun
jumlah trombossit cukup banyak, namun tidak berfungsi dengan
baik. Aktivitas koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor
Hageman sehingga terjadi aktivasi faktor Hageman maka sistem
kinin teraktivasi yang memicu peningkatan permeabilitas kapiler
yang mempercepat terjadinya syok.

Jadi perdarahan massif pada DHF diakibatkan oleh


trombositopenia, penurunan faktor pembekuan, kelainan fungsi
trombosit dan kerusakan dinding endotel kapiler. Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC) merupakan suatu perdarahan yang
terjadi pada klien DHF terjadi karene trombositopenia,
menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi
(protombin, faktor V, VII, IX, X dan fibrinogen). Perdarahan hebat
dapat terjadi terutama pembekuan intravaskular yang megaktifkan
mekanisme fibrinolitik, akibatnya enzim proteolitik yaitu plasmin
aktif. Sebagai subtrat untuk plasmin, fibrin dipecah menjadi
beberapa polipetida fibrin split product (FDP). Pada keadaan
fibrinolisis patologis terjadi pemecahan fibrinogen dan faktor beku
lain, terutama faktor V, VII dan fibrin. FDP merupakan
antikoagulasi yang menghambat reaksi trombin fibrinogen.
Gangguan pembekuan dapat terjadi karena antikoagulasi yang
beredar di daerah yang menyebabkan DIC.
b. Syok
Infeksi sekunder oleh virus dengue akan menyebabkan respon
antibodi amnestic yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tertinggi antibodi IgG anti dengue. Di samping
itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang
bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah
banyak. Kemudian terbentuklah sistem komplemen, pelepasan
C3aC5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma
dari ruang intravaskuler ke ruang extravaskuler. Pada klien dengan
syok berat volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30%
dan berlangsung selama 2-28 jam. Perembesan plasma ini terbukti
dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar
natrium dan terdapatnya cairan di dalam rongga srose (efusi pleura,
ascites). Syok yang iidak ditanggulangi menyebabkan asidosis dan
anoksia yang dapat berakhir fatal yaitu kematian.

Sindrom Syok Dengue (SSD) Seluruh kriteria DHF disertai


kegagalan sirkulasi dengan manifestasi:
1) Nadi yang cepat dan lemah.
2) Tekanan darah turun (≤ 20mmHg)
3) Hipotensi (dibandingkan standar sesuai umur).
4) Kulit dingin dan lembab.
5) Gelisah.
c. Ensefalopati dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada
DHF yang tidak disertai syok. Gangguan metabolic seperti
hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi
penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DHF
bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh
tromboisis pembuluh darah-otak, sementara sebagai akibat dari
koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus
dengue dapat menembus sawar darah-otak. Dikatakan pula bahwa
keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut.
Kerusakan hati/pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan
pada permulaan penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat
diraba (just palpable) sampai 2-4 cm dibawah lengkung iga kanan,
derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit,
untuk menemukan pembesaran hati, harus dilakukan perabaan
setiap hari. Nyeri tekan di daerah hati sering kali ditemukan dan
pada sebagian kecil kasus dapat disertai ikterus. Nyeri tekan di
daerah hati tampak jelas pada anak besar dan ini berhubungan
dengan adanya perdarahan.
Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak dan alkalosis, maka
bila syok telah teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak
mengandung HCO3- dan jumlah cairan harus segera dikurangi.
d. Kelainan Ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal,
sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat
dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang, untuk
mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan
menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan apakah
benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis merupakan
parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui
apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan >1ml/kg berat
badan/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik,
sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok
berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai acute
tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan
kadar ureum dan kreatinin.
e. Oedema Paru
Oedema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai
akibat pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada
hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan yang diberikan,
biasanya tidak akan menyebabkan udem paru oleh karena
perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi
reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan
diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan
hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), klien
akan mengalami distress pernapasan, disertai sembab pada kelopak
mata dan ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto rontgen
dada.

Komplikasi demam berdarah biasanya berasosiasi dengan semakin


beratnya bentuk demam berdarah yang dialami, perdarahan dan
shock syndrome. Komplikasi paling serius walaupun jarang terjadi
adalah sebagai berikut:
1) Dehidrasi
2) Perdarahan
3) Jumlah platlet yang rendah
4) Bradikardi
Efusi Pleura disebabkan oleh infeksi virus dengue yang bias
memecahkan membrane kapiler dan memungkinkan pengaliran
protein plasma dan cairan yang kemudian masuk ke dalam rongga
pleura secara cepat dan akumulasi cairan ini disebut efusi pleura.
f. Penurunan Kesadaran
Saat terjadi infeksi virus dengue kemudian mengalami replikasi
maka terbentuk kompleks virus antibody yang menyebabkan efek
salah satunya permeabilitas kapiler yang mengikat sehingga terjadi
penurunan transportasi O2 ke otak, sehingga terjadi penurunan
kesadaran.

7. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


a. Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue:
1) Panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena panas, muntah,
masukan kurang) atau kejang-kejang
2) Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati, uji
tourniquet positif/negtif, kesan sakit keras (tidak mau bermain),
Hb dan PCV meningkat .
3) Panas disertai perdarahan
4) Panas disertai renjatan
b. Penatalaksanaa sebelum atau tanpa renjatan:
1) Grade I dan II
a) Infus cairan Ringer Laktat dengan dosis 75ml/KgBB/hari
untuk anak dengan BB < 10 kg atau 50 ml/KgBB/hari,
untuk anak dengan BB < 10 kg bersama-sama diberikan
minuman oralit, air buah atau susu secukupnya, untuk kasus
yang menujukan gejala dehidrasi disarankan minum
sebanyak-banyaknya dan sesering mungkin.
Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya
jumlah cairan infus yang harus diberikan sesui dengan
kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang
diestimasikan sebagai berikut:
(1) 100 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25kg
(2) 75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg
(3) 60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg
(4) 50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41- 50 kg
(5) Obat-obatan lain: antibiotik apabila ada infeksi lain,
antipiretik untuk anti panas, darah 15cc/kgBB/hari
perdarahan hebat.
2) Grade III
a) Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam
Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80
mmHg dan nadi teraba dengan frekuensi kurang dari
120/menit dan akral hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat
10 mL/KgBB/1 jam. Jika nadi dan tensi stabil dilanjutkan
infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan
kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam dikurangi cairan
yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu (24 jam
dikurangi waktu yang dipkai untuk mengatasi renjatan).
Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jam diperhitungkan
sebagai berikut:
(1) 100 mL/KgBB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 kg
(2) 75 mL/KgBB/24 jam untuk anak dengan BB 26-30 kg
(3) 60 mL/KgBB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 kg
(4) 50 mL/KgBB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 kg
b) Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL
20mL/KgBB/1 jam keadaan tensi masih terukur kurang dari
80 mmHg dan nadi cepat, akral dingin maka penderita
tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran
L atau yang lainnya) sebanyak 10mL/KgBB/1 jam dan dapat
diulang maksimalkan 30mL/kgBB/dalam kurun waktu 24
jam. Jika keadaan umum membaik dilanjutkan cairan RL
sebanyak kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan
yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi
renjatan.
c) Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat
10mL/KgBB/1 jam keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih
terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin
maka penderita tersebut harus memperoleh plasma atau
plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10
mL/KgBB/1 jam dan dapat di ulang maksimal 30 mL/KgBB
dalam kurun waktu 24 jam.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Darah:
a) Kadar trombosit darah menurun (trombositopenia)
100.00mm atau kurang.
b) Hematokrit meningkat lebih dari 20%, merupakan indikator
akan timbulnya rejatan.
c) Hemoglobin meningkat lebih dari 20%.
d) Lekosit menurun (lekopenia) pada hari kedua atau ketiga.
e) Masa perdarahan memanjang.
f) Protein rendah (hipoproteinemia).
g) Natrium rendah (hiponatremia).
h) SGOT/SGPT bisa meningkat.
2) Pemeriksaan Dengue Blood (metode Rapid)
Fungsi pemeriksaan dengue blood untuk melihat anti body Ig G
dan Ig M. Pemeriksaan Ig G itu untuk melihat infeksi pertama
kalinya pasien terkena DHF. Pemeriksaan IgM itu untuk
melihat infeksi kedua kalinya pasien terkena DHF. Nilai
normal: (-) negatif.
3) Hasil pemeriksaan kimia darah:
a) Hipoproteinemia
b) Hiponatremia
c) Hipoktoremia pada hari kedua dan ketiga terjadi
leukopenia, nekropenia, aneosinofilia,
d) Peningkatan limfosit, monosit dan basofil.
4) Pada pemeriksaan analisa gas darah arteri menunjukkan
asidosis metabolik:
a) PCO2 < 35-40 mmHg.
b) HCO3 rendah Base excess (-).
5) Urine: Kadar albumin urine positif (albuminuria).
b. Pemeriksaan NS 1
Fungsi pemeriksaan NS 1 untuk melihat antigen. Nilai normal: (-)
negatif
c. Tes Inhibisi Hemaglutinasi (HI)
Tes Inhibisi Hemaglutinasi adalah pemeriksaan yang sederhana,
sensatif dan dapat ulang serta mempunyai keuntungan karena dapat
menggunakan reagen yang disiapkan secara local. Kerugiannya
adalah bahwa sampel sera harus melalui pra-penanganan dahulu
dengan aseton atau kolin, untuk menghilangkan inhibitor non
spesifik hemaglutinasi dan kemudian diserap dengan sel-sel gender
atau sel-sel darah meerah manusia O, untuk menghilangkan
agglutinin non-spesifik. Lebih jauh lagi penggunan optimal tes HI
memerlukan sera berpasangan. Sera berpasangan paling mudah
didaptakan saat penerimaan di rumah sakit (akut) dan saat
pemulangan (konvalen): bila interval antara serum pertama dan
kedua kurang dari 7 hari, tes HI mungkin tidak membantu dalam
diagnosis infeksi primer. Tes ini juga biasanya gagal untuk
membedakan antara infeksi dengan flavivirus yang sangat
berkaitan, misalnya antara virus dengue dan ensefalitis jepang, atau
virus dengue dan west nile.
Virus dengue mengaglunitasi eritrosit gander dan eritrosit dari
spesies tertentu lainnya juga sel-sel darah manusia golongan O
yang diberikan tripsin. Tes HI didasarkan pada kemampuan
antibody virus dengue untuk menghambat aglutinasi ini. Tes ini
menggambarkan pada kebanyakan virology manual. Respon
terhadap infeksi primer ditandai oleh evolasi lambat antibodi
hemaglutinasi-inhibisi. Karena esei HI, tidak dibedakan diantara
isotope imunoglobilin, identifikasi respons antibodi primer harus
disimpulkan dari antibody dengan kadar rendah dengan atau tidak
terdeteksi pada serum fase akut yang diambil sebelum hari kelima,
juga dari kadar titer antibody yang timbul. Respons sekuder
antibody terhadap dengue ditandai oleh evolusi cepat antibody
hemaglutinasi-inhibisi. Semua antibody adalah reaktif-flavirus luas
sehingga diagnosis spesifik tidak memungkinankan hanya
berdasarkan pada tes ini saja. Pada tes positif terhadap peningkatan
titer 4 kali lipat atau lebih antara sera akut dan konvalen, dengan
titer puncak selalu melebihi 1: 1280 pada respons sekunder dan
secara umum turun dibawah rasio ini pada respons primer.
d. Tes Netralisasi
Meskipun beberapa tes netralisasi telah diuraikan untuk virus
dengue, metode yang paling sensitive dan spesifik adalah
pemelarutan serum, virus konstan, tes reduksi-plaque. Setelah
infeksi dengue primer, antibody penetralisasi yang secara relative
spesifik terdeteksi pada konvalen awal. Setelah infeksi sekunder,
antibody penetralisasi titer tinggi diproduksi terhadap sedikitnya
dua dan biasanya keempat serotype virus dengue, serta terhadap
flavirus lainnya. Pada banyak kombinasi infeksi sekuensial bila
specimen dengan tepat waktu diuji, titer antibody penetralisasi
yang paling tinggi pada serum konvalesen diarahkan terhadap virus
pada pasien yang sebelumnya terinfeksi (biakan paling baru).
e. Imunoesei dot-blot
Teknologi imonoesei dot blot adalah teknik yang relative baru dan
reagen serta procedur tes terus berkembang. Sedikitnya satu
immunoesei dot-blot untuk antibody dengue tersedia secara
komersial, immonoesei dot-blot lainnya kemungkinan mamasuki
pasaran.
f. Tes Fiksasi Komplomen
Dapat juga digunakan pada diagnosis serologis, meskipun tes ini
adalah esei serologis paling kurang sensitive dan esei lain secara
umum telah menggantikan metode ini. Antibody pemiksasi
komplomen secara khas timbul belakangan dibanding antibody
IgM atau HI dan biasanya lebih spesifik, karenanya tes ini dapat
bermanfaat dalam memastikan infeksi dengue pada pasien dengan
sample serum berpasangan yang diambil pada akhir infeksi.
Peningkatan empat kali lipat antibody pemfiksasi-komplomen,
dimana interval antara serum akut dan konvalsen kurang dari 2
minggu, memperkuat pola serorespons sekunder.
g. Pemeriksaan Rumple Leed Tes (tourniquet test)
Rumple leed test adalah salah satu cara yang paling mudah dan
cepat untuk menentukan apakah terkena demam berdarah atau
tidak. Rumple leed adalah pemeriksaan bidang hematologi dengan
melakukan pembendungan pada bagian lengan atas selama 10
menit untuk uji diagnostik kerapuhan vaskuler dan fungsi
trambosit.
h. Rontgen Toraks
Fungsi rontgen torak untuk melihat efusi pleura.

C. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan DHF


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Tujuan
pengkjian adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data
dasar klien. Data yang diperoleh sangat berhuna untuk tahap
selanjutnya dalam proses keperawatan.
a. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama oang tua,
pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menojol pada klien DHF untuk datang
ke rumah sakit adalah panas tinggi anak lemah.
c. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak disertai menggigil,
saat demam kesadaran komposmentis. Panas menurun terjadi
antara hari ke-3 dan ke-7, sementara anak semakin lemah. Kadang-
kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah
anoreksia, doare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian,
nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya
manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau
hematemesis.
d. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada Dengue Haemoragic
Fever, anak bisa mengalami serangan ulangan Dengue haemoragic
Fever dengan tipe virus yang lain.
e. Riwayat imunisasi
Bila anak mempunyai kekebalan yang baik, kemungkinan timbul
kompilkasi dapat di hindarkan.
f. Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak
dengan stauts gizi baik, maupun buruk dapat beresiko apabila
terdapat faktor predisposisinya. Pada anak yang menderita DHF
sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan
menurun. Apabila konndisi ini berlanjut, dan tidak disertai dengan
pemenuhan nutrisi yang adekuat anak dapat mengalami penurunan
berat badan, sehingga status gizinya menjadi kurang.
g. Kondisi lingkungan
Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya, lingkungan
yang kurang kebersihannya (air yang menggenang), dan gantungan
baju dikamar.
h. Pola kebiasaan.
d. Nutrisi dan metabolisme, yaitu frekuensi,jeni, pantangan, nafsu
makan berkurang/menurun.
e. Eliminasi alvi (buang air besar) kadang-kadang anak mengalami
diare/konstipasi. DHF pada grade III-IV bisa terjadi melena.
f. Eliminasi urin (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering kencing,
sedikit/banyak, sakt/tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi
hematuria.
g. Tidur dan istirahat. Anak sering mengalami kurang tidur karena
sakit/nyeri otot dan persendian, sehingga kuantitas dan kualitas
tidur, serta istirahat kurang.
h. Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama tempat sarangnya nyamuk
aedes aegypti.
i. Tanggapan bila ada keluarga yang sakit dan upaya untuk menjaga
kesehatan.
i. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan
perkusi dari ujung rambur sampai ujung kaki. Berdasarkan
tingkatan (grade) DHF, keadaan fisik anak sebagai berikut.
j. Grade I: kesadaran composmentis; keadaan umum lemah; tanda-
tanda vital; nadi lemah.
k. Grade II: keasadaran composmentis; keadaan umum lemah; adanya
perdarahan spontan petekia; perdarahan gusi dan telinga; nadi
lemah, kecil, tidak teratur,
l. Grade III: kesadaran apatis; somnolen; keadaan umum lemah, nadi
lemah, kecil, tidak teratur; tensi menurun.
m. Grade IV: kesadaran koma; nadi tidak teraba; tensi tidak teratur;
pernapasan tidak teratur; ektermitas dingin; berkeringat; dan kulit
nampak biru.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Desmawati (2013), Suriadi (2010), Nanda (2009),
menyatakan diagnosa keperawatan DHF yaitu:
a. Hipertermi berhubungan denan proses infeksi virus dengue.
b. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilias
kapiler.
c. Resiko perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
3. Intervensi
a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
Tujuan: suhu tubuh normal
Kriteria hasil: suhu tubuh antara 36-37oC
Intervensi: ( SIKI ) : Manajemen
Hipertermi
1) Identifikasi penyebab hipertermi.
2) Monitor suhu tubuh
3) Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4) Berikan cairan oral
5) Kolaborasikan pemberian cairan dan elektrolit intravena
b. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler.
Tujuan: Tidak terjadi hipovolemia.
Kriteria hasil: Input dan output balance, akral hangat, capilarry
refil kurang dari 2 detik.
Intervensi:SIKI : Manajemen hipovolemia
1) Periksa tanda dan gejala hipovolemia.
2) Monitor intake dan output cairan
3) Berikan asupan cairan oral
4) Kolaborasi pemberian cairan intravena.
c. Resiko perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
Tujuan: Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut.
Kriteria hasil: Pulsasi kuat, tidak ada tanda perdarahan lebih lanjut,
tombosit meningkat.
Intervensi: SIKI : Pencegahan perdarahan
1) Monitor tanda dan gejala perdarahan.
2) Monitor nilai hemoglobin.
3) Jelaskan tanda dan gejala perdarahan .
4) Batasi tindakan invasif.

4. Implementasi keperawatan
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana
asuhan keperawatan keluarga ke dalam bentuk intervensi keperawatan
guna membantu klien mencapai tujuan yang telah di tetapkan.
Berdasarkan rencana keperawatan yang dibuat, maka pelaksanaan dari
diagnosa masing-masing sebagai berikut:
a. Mempertahankan suhu tubuh normal.
b. Mencegah terjadinya kekurangan volume cairan.
c. Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.
d. Memberikan kebutuhan nutrisi yang adekuat.
e. Memberikan rasa nyaman pada orang tua klien.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang
teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang di buat pada tahap
perencanaan.
Adapun evaluasi yang terdapat pada anak dengan DHF adalah:
a. Suhu tubuh normal.
b. Kebutuhan cairan terpenuhi.
c. Tidak terjadi perdarahan.
d. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
e. Rasa cemas pada orang tua berkurang.
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian Keperawatan

1. Data Fokus
1) Data Subyektif
Orang tua mengatakan:
An. F masih demam, hari ini belum BAB, BAK sudah 1 kali, ada
bintik-bintik merah di tangan, An. F makan 3 sendok, hanya minum 2
gelas lebih, suhu tubuh mencapai 41oC, muntah 4 kali sekitar setengah
gelas, belum BAB. BB anak sebelum sakit adalah 21 kg, orang tua
mengatkan cemas dengan kondisi anak saat ini. Anak mengatakan
nyeri pada daerah perut terutama ulu hati dengan skala nyeri 5,
frekuensi: sering, seperti ditekan-tekan, durasi: ±5menit, masih mual
dan takut dengan jarum suntik.
2) Data Obyektif
Keadaan umum lemah, kesadaran composmentis, nadi 72 x/menit, TD
110/70 mmHg, suhu 38,7°C, pernapasan 25 x/menit, TB: 110 cm, BB:
19 kg (mengalami penurunan 2 kg), penurunan BB: 20-19/20 = 1/20=
5%, LILA: 14 cm, konjungtiva ananemis, akral teraba hangat, adanya
ptekie pada ekstermitas atas, kapilary refill ˂ 2 detik, nyeri tekan pada
daerah abdomen, bising usus: 10 x/menit. Anak tampak menahan sakit
dan meringis kesakitan, anak tampak manja dan menjadi sangat
tergantung pada orang tuanya terutama saat diperiksa oleh tenaga
kesehatan, ibu An. F sering menanyakan kondisi dan perkembangan
anaknya, ibu tampak cemas, anak F tampak mual dan meringis
kesakitan, An. F selalu bertanya jika akan dilakukan tindakan.

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 11 Mei 2016 pukul 18.00


WIB
Hemoglobin : 15,00 g/dL (11,8-15,0 g/dL)
Leukosit : 6,69 103/µL (5,00-14,50 103/µL)
Hematokrit : 41% (40-52%)
Trombosit : L 53 103/µL (181-521 103/µL)

Penatalaksanaan:
a. Therapy Oral: Sanmol syr 3x1,5 sdo di berikan pada pukul 06, 12,
18 WIB.
b. Therapy Injeksi: Ranitidine 2x20 mg, diberikan melalui IV pada
pukul 10 dan 22 WIB.
c. Therapy Cairan : infus assering 16 tpm (habis dalam 10 jam).

Intake: minum 2x250 : 500 cc


cairan metabolisme 8,5x19 kg : 161,5 cc
Infus 16 x 3 x 24: 1.152 cc +
Jumlah : 1.813,5 cc
Output: BAK 4x200 : 800 cc
BAB :-
Muntah 4x100 : 400 cc
IWL (30-6) x 19 : 456 cc
Peningkatan suhu tubuh
(38,70-370) x12% x 1.450 : 295,8 cc +
1.951.8 cc
Balance cairan : intake – output : 1.813,5 cc – 1.951,8 = -138,3 cc
Status dehidrasi : 21-19/21 x 100% = 9,5% (dehidrasi sedang)

2. Analisa Data
Data Masalah Etiologi
DS: Defisit volume cairan Peningkatan permeabilitas
Orang tua mengatakan An. F saat ini masih dinding kapiler
demam, hanya minum setengah botol,
BAK 1x
DO:
Keadaan umum lemah, nadi 72 x/menit,
TD 110/80 mmHg, suhu 38,7°c,
pernapasan 20x/menit, mukosa bibir dan
mulut tampak kering, akral teraba hangat.
Balance cairan: -138,3 cc/hari, status
dehidrasi: dehidrasi sedang. Data
penunjang: hasil laboratorium pada tanggal
19 Mei 2016, pukul 18.00 WIB
Hemoglobin: 15,00 g/dL (10,8-15,6),
Hematokrit: 41% (33-45).
DS: Resiko perdarahan Trombositopenia
Orang tua mengatakan adanya bintik- massif
bintik merah di tangan.
DO:
Keadaan umum tampak lemah, adanya
ptekie di kulit klien pada ekstremitas atas.
Hasil pemeriksaan laboratorium pada
pukul 18.00 WIB, hasil trombosit: 53
103/µL (181-521).
DS: Resiko perubahan Intake yang tidak adekuat
Klien mengatakan mual, orang tua nutrisi kurang dari
mengatakan anak hanya makan sedikit (3 kebutuhan tubuh
sendok).
DO:
anak tampak mual
A: TB: 110 cm, BB: 19 kg, LILA: 14 cm,
penurunan BB 1 kg (BBI: 20-
19/20=1/20=5%)
B: Hb 15,00 g/dL

C:konjungtiva ananemis, tidak terdapat


tanda-tanda kekurangan nutrisi`
D: biasanya anak makan dirumah 3x / hari,
mau makan apa saja, suka dengan semua
makanan, namun saat ini anak hanya
makan sedikit (3 sendok), makanan klien
tampak masih utuh 1 porsi.

.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding
kapiler.
2. Resiko perdarahan massif berhubungan dengan trombositopenia.
3. Resiko defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat.

C. Intervensi Keperawatan
1. Hipovolemia berhubungan dengan permeabilitas dinding kapiler
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada An. F selama 1x24
jam diharapkan defisit volume cairan teratasi
Kriteria hasil:
Membran mukosa bibir dan mulut lembab, intake dan output seim bang/
balance, tanda-tanda vital dalam batas normal (suhu:36,5°C, N: 75-100
x/menit RR: 20-30 x/menit TD:120/90 mmHg) tidak ada tanda presyok
(akral tidak dingin), akral hangat, capiarry refill < 2 detik, hemoglobin
(11,8-15,0 g/dL) dan hematokrit (33-45%)
Intervensi: SIKI : Manajemen hipovolemia
1) Periksa tanda dan gejala hipovolemia.
2) Monitor intake dan output cairan
3) Berikan asupan cairan oral
4) Kolaborasi pemberian cairan intravena.
2. Resiko perdarahan massif berhubungan dengan trombositopenia
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada An. F selama proses
keperawatan diharapkan tidak terjadi perdarahan lebih lanjut
Kriteria hasil:
Tanda-tanda vital dalam batas normal (S:36,5°C, N: 75-100x/m, RR: 20-
30x/m, TD: 120/90 mmHg), anak tampak tenang, tidak terjadi perdarahan
(tidak adanya ptekie, melena, epitaksis, hematemisis), jumlah trombosit
dalam batas normal (156.000-408.000/µL)
Intervensi:
1) Monitor tanda dan gejala perdarahan.
2) Monitor nilai hemoglobin.
3) Jelaskan tanda dan gejala perdarahan .
4) Batasi tindakan invasif.
3. Resiko defisit nurisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada An. F selama proses
keperawatan diharapkan resiko perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh tidak terjadi.
Kriteria hasil:
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi (kurus, pipi tirus), BB dalam batas normal
(20 kg), nafsu makan meningkat dan tidak mengeluh mual dan muntah
Intervensi: SIKI : Manajemen nutrisi
a. Identifikasi status nutisi
b. Monitor asupan makanan
c. Monitor berat badan
d. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
e. Berikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
f. Anjurkan posisi duduk
g. Kolaborasikan dengan ahli giziuntuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan.
No Diagnosa Keperawatan Implemetasi Evaluasi

1 Hipovolemia berhubungan
dengan permeabilitas S:
dinding kapiler
Orang tua mengatakan saat ini masih demam,
hanya minum setengah botol, BAK 1x
O:
Keadaan umum lemah, nadi 72 x/menit, TD
110/80 mmHg, suhu 38,7°c, pernapasan
20x/menit, mukosa bibir dan mulut tampak
kering, akral teraba hangat. Balance cairan:
-138,3 cc/hari, status dehidrasi: dehidrasi
sedang.

A: Masalah Belum Teratasi

P: Intervensi Dilanjutkan
No Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi

2
Resiko terjadinya S:
perdarahan massif Orang tua mengatakan adanya bintik-
berhubungan dengan bintik merah di tangan.
trombositopenia O:
Keadaan umum tampak lemah, adanya
ptekie di kulit klien pada ekstremitas
atas.

A: Masalah Belum Teratasi

P: Intervensi Dilanjutkan
No Diagnosa Keperawatan Implemetasi Evaluasi

Resiko deficit nurisi a.


3 S:
kurang dari kebutuhan
Klien mengatakan mual, orang tua mengatakan anak
tubuh berhubungan
hanya makan sedikit (3 sendok)
dengan intake yang tidak
adekuat
O:
anak tampak mual

A: Masalah Belum Teratasi

P: Intervensi Dilanjutkan
BAB V
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, sejenis virus yang
tergolong arbovirus yang ditularkan oleh gigitan nyamuk aedes aeggypti yang
ditandai dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi dan biasanya
memburuk pada dua hari pertama.

DHF yang diderita An. F pada derajat II dengan manifestasi An. F sudah
mengalami perdarahan yaitu adanya ptekie terpasang infus cairan Assering
yang menandakan anak dehidrasi sedang dengan trombosit L 97 10 3/µL,
hemoglobin 14,7 g/dL dan hematokrit 41%.

Diagnosa keperawatan yang dimunculkan oleh penulis mengacu pada tinjauan


teoritis dan disesuaikan dengan keadaan pasien saat ini. Dalam teori terdapat
5 diagnosa keperawatan yang muncul dalam kasus ada 6 diagnosa. Dari 6
diagnosa yang ditegakkan, masalah yang teratasi yaitu: gangguan rasa
nyaman: nyeri pada epigastrium, cemas pada orang tua, masalah yang teratasi
sebagian yaitu: defisit volume cairan, resiko perubahan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh dan takut pada anak, dan masalah yang tidak terjadi yaitu:
resiko terjadinya perdarahan. Pada masalah yang belum dapat terselesaikan
penulis bekerja sama dengan tim perawat yang ada di ruangan.

Pelaksanaan asuhan keperawatan pada dasarnya sudah dilakukan dengan teliti dan
seksama dengan memperhatikan kondisi dan masalah yang ada pada klien.
Evaluasi dibagi menjadi dua yaitu evaluasi proses dan evaluasi akhir. Evaluasi
dinilai berdasarkan perkembangan yang terjadi pada An. F, setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 4 hari dan evaluasi akhir dilakukan
pada tanggal 14 Mei 2017.

B. SARAN
Dari kesimpulan yang telah didapat, penulis dapat menganggap perlunya
peningkatan pelayanan asuhan keperawatan yang diharapkan dapat membantu
anak untuk meningkatkan dan mempertahankan derajat kesehatan secara
optimal, dan penulis mempunyai beberapa saran yang diharapkan dapat
membantu dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak, khususnya
pada anak dengan DHF.
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC.

Biro komunikasi dan Masyarakat Kementrian Kesehatan RI. (2016). Data DHF
Diunduh. http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=16030700001. pada
Minggu, 21 Mei 2017, 15:05:00 WIB.

Cahyaningsih. (2011). Pertumbuhan Perkembangan Anak dan Remaja. Edisi 1.


Jakarta : Trans Info Media.

Desmawati. (2013). Sistem Hematologi & Imunologi. Jakarta : In Media.

Hidayat Aziz Alimul, A, Musrifatul Uliyah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia.


Buku 1. Jakarta : Salemba Medika.

Kemenkes RI. (2016). Riset Kesehatan Dasar.


http://depkes.go.id/resources/download/general/hasil%20Riskesdas%202
013.pdf. Di unduh pada 21 Mei 2017 pukul 15:25:00 WIB.

Kyle. T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Pediatri. Edisi 2.

Nurarif.A.H, K. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan


NANDA NIC-NOC. Jilid 1. Jogjakarta : Mediaction.

Rampengan. (2007). Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Edisi 2. EGC : Jakarta.

Suriadi dan Yuliani, Rita. (2010). Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 2.
Jakarta : CV Sagung Seto.

Susilaningrum R, Nursalam dan Utami, Sri. (2013). Asuhan Keperawatan Bayi


dan Anak. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.
97
A. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit tentang Dengue Heamoragic
fever (DHF) pada orang tua, diharapkan keluarga dapat mengetahui dan
memahami tentang penyakit DHF serta mengetahui hal yang harus dilakukan
jika terkena DHF serta cara mengatasi masalah tersebut.

B. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit diharapkan keluarga dapat :
1. Menyebutkan kembali pengertian DHF
2. Menyebutkan kembali penyebab DHF
3. Menyebutkan tanda dan gejala DHF
4. Menyebutkan kembali cara pencegahan DHF
5. Menyebutkan cara perawatan dan pengobatan DHF

C. Materi penyuluhan
Materi penyuluhan yang akan disampaikan meliputi :
1. Pengertian DHF
2. Penyebab DHF

99
107

Anda mungkin juga menyukai