Anda di halaman 1dari 22

PATOFISIOLOGI DIABETES MELLITUS (DM)

Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Menjelang Ajal dan Palliatif
Program S1 Keperawatan
DI SUSUN OLEH :
DAVID SAPUTRA (NIM : 030320829)
FARIDA NUR HAYATI (NIM : 030320817)
RISHA NERIS (NIM : 030320839)
SITI ROHMATIN ILMIAH A.P (NIM : 030320838)
YUNI ISNIAR (NIM : 030320833)
SITI KARISYNA SENGI HABS (NIM : 030320824)
RYAN ABI DARMAWAN (NIM : 030320822)
YOGA ADITYA (NIM : 030320826)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN S1 KEPERAWATAN


INSTITUTE MEDIKA DRG. SUHERMAN
TAHUN AJARAN 2021/2021
BAB I
DIABETES MELITUS (DM)

A. DEFINISI
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien (dewasa
dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, dengan cara
meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan
penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual. (World
Health Organization, 2016).
Perawatan paliatif merupakan perawatan yang berfokus pada pasien dan keluarga dalam
mengoptimalkan kualitas hidup dengan mengantisipasi, mencegah, dan menghilangkan
penderitaan.Perawatan paliatif mencangkup seluruh rangkaian penyakit termasuk fisik,
intelektual, emosional, sosial, dan kebutuhan spiritual serta untuk memfasilitasi otonomi pasien,
mengakses informasi, dan pilihan [ CITATION Nat13 \l 1033 ].
Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan
oleh ketidakmampuan dari organ pankreas untuk memproduksi insulin atau kekurangannya
sensitivitas insulin pada sel target tersebut. Abnormalitas pada metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein yang ditemukan pada penderita penyakit diabetes mellitus terjadi dikarenakan
kurangnya aktivitas insulin pada sel target. (Kerner & Brückel, 2014).
Diabetes merupakan salah satu penyakit progresif yang memerlukan penanganan lama dan biaya
yang besar. Pasien dengan penyakit progresif tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik
seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas, tetapi juga mengalami
gangguan psikososial dan spiritual yang memengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya.
Kebutuhan pasien yang memiliki penyakit pada stadium lanjut tidak hanya pada pemenuhan atau
pengobatan gejala fisik, tetapi juga membutuhkan dukungan terhadap kebutuhan psikologis,
sosial, dan spiritual yang dikenal sebagai perawatan paliatif. Diabetes penyakit progresif yang
tidak hanya membutuhkan perawatan kuratif dan rehabilitatif tetapi juga perawatan paliatif. Salah
satu indikator penting tercapainya perawatan paliatif yang efektif adalah kepuasaan pasien.
(Doyle & McDonald, 2010).
Berdasarkan PERKENI tahun 2011 Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolisme yang bersifat
kronis dengan karakteristik hiperglikemia. Seseorang dapat didiagnosa diabetes melitus apabila
mempunyai gejala klasik diabetes melitus seperti poliuria, polidipsi dan polifagi diserta dengan
gula darah sewaktu ≥200 mg/dL dan gula darah puasa ≥126mg/dL (PERKENI, 2011)
Diabetes Mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan
dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat
disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO).

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


1. Anatomi Pankreas
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm,
mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram. Terbentang pada
vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan
maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang
dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan
bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpadengan bagian ekornya menyentuh atau
terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari
epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus (Tambayong, 2001).
Fungsi pankreas ada 2 yaitu :
a. Fungsi eksorin yaitu Membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan elektrolit
b. Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang bersama-sama
membentuk organ endokrin yang mensekresikan insulin. Pulau Langerhans manusia
mengandung tiga jenis sel utama,yaitu :
1) Sel-sel A (alpha), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi glukagon yang manjadi
faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
2) Sel-sel B (betha), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat insulin.
3) Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin yang menghambat
pelepasan insulin dan glukagon . (Tambayong, 2001).
B. Fisiologi
Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas, adenohipofisis dan
adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan diintestin dialirkan ke hepar melalui
vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di
vena porta lebih tinggi daripada vena hepatica, setelah absorsi selesai gliogen hepar dipecah
lagi menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di vena hepatica lebih tinggi dari vena porta.
Jadi hepar berperan sebagai glukostat. Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk
mempertahankan kadar glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan
mudah terjadi hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan glucagon sangat
penting pada metabolisme karbonhidrat. Glukagon menyebabkan glikogenolisis dengan
merangsang adenilsiklase, enzim yang dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim
fosforilase penting untuk gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar menurun maka
glukoneogenesis akan lebih aktif. Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan
yang dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis beberapa
hormon antara lain :

a. Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin

Kerja insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah dengan cara
membantu glukosa darah masuk kedalam sel.

1) Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.

2) Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin.

3) Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.

4) Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.

b. Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growth hormone membentuk suatu mekanisme


counfer-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat pengaruh insulin.

C. KLASIFIKASI TIPE DM

Klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetus Data Group: Classification and Diagnosis of
Diabetes Melitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:

1. Klasifikasi Klinis

a. Diabetes Melitus
1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I

2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami
obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)

b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)

c. Diabetes Kehamilan (GDM)

2. Klasifikasi risiko statistik

a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa

b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa.

D. ETIOLOGI

Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah:

1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)

a. Faktor genetic

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.

b. Faktor imunologi

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon
abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.

c. Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autuimun
yang dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas.

2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)


Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Melitus tak
tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI
ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya
tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula
mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi
intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien
dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat
disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran
sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system
transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama
dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi
memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Melitus tipe II disebut
juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus(NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk
Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat
timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya
DM tipe II, diantaranya adalah:

1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)

2) Obesitas

3) Riwayat keluarga

4) Kelompok etnik

E. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY

Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari diabetes melitus adalah :

1. Diabetes tipe I

Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat
produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam
darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih
dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa
haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau
aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan
kematian.

2. Diabetes tipe II

Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa
yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina
atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).

Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah
di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu
gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada
pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari
kavitas sentral biasanya lebih besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan
tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek
terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik
terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris
perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan
jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya
ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka
abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi
didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai
konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke
jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).

Pathway Diabetes Mellitus (DM)


F. MANIFESTASI KLINIS
1.   Diabetes Tipe I
a. Hiperglikemia berpuasa
b. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. Keletihan dan kelemahan
d. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada
perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2.   Diabetes Tipe II
a. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia,
luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
c.   Komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
3.   Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah
akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri
dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan
secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
b.  Paleness (kepucatan)
c.  Paresthesia (kesemutan)
d.  Pulselessness (denyut nadi hilang)
e.  Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b.   Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c.   Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d.  Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)

C. KLASIFIKASI
Wagner (1983). membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu: Derajat 0 : Tidak
ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti
“ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V  : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

a. Diabetes Melitus Tipe 1


DM Tipe 1 atau yang dikenal dengan nama Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM),
terjadi karena kerusakan sel beta pancreas (reaksi autoimun). Bila kerusakan sel beta telah
mencapai 80-90% maka gejala DM mulai muncul. Perusakan sel beta ini lebih cepat terjadi
pada anak-anak daripada dewasa. Sebagian besar penderita DM tipe 1 mempunyai antibody
yang menunjukkan adanya proses autoimun, dan sebagian kecil tidak terjadi proses autoimun.
Kondisi ini digolongkan sebagai tipe 1idiopatik. Sebagian besar (75%) kasus terjadi sebelum
usia 30 tahun, tetapi usia tidak termasuk kriteria untuk klasifikasi.
b. Diabetes Melitus Tipe 2
DM tipe 2 merupakan 90% dari kasus DM yang dulu dikenal sebagai non insulin dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM). Pada diabetes ini terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja
di jaringan perifer (insulin resistance) dan disfungsi sel beta. Akibatnya, pankreas tidak
mampu memproduksi insulin yang cukup untuk mengkompensasi insulin resistan. Kedua hal
ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin relatif. Gejala minimal dan kegemukan sering
berhubungan dengan kondisi ini,yang umumnya terjadi pada usia > 40 tahun. Kadar insulin
bisa normal, rendah, maupun tinggi, sehingga penderita tidak tergantung pada pemberian
insulin.
c. Diabetes Melitus Karena Kehamilan
DM dan kehamilan (Gestational Diabetes Mellitus - GDM) adalah kehamilan normal yang
disertai dengan peningkatan insulin resistan (ibu hamil gagal mempertahankan euglycemia).
Faktor risiko GDM: riwayat keluarga DM, kegemukan, dan glikosuria. GDM ini
meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan
makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar
sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia. Frekuensi GDM kira-kira 3--5%
dan para ibu tersebut meningkat risikonya untuk menjadi DM di masa mendatang.
d. Diabetes Melitus Tipe lain
Subkelas DM di mana individu mengalami hiperglikemia akibat kelainan spesifik (kelainan
genetik fungsi sel beta), endokrinopati (penyakit Cushing’s , akromegali), penggunaan obat
yang mengganggu fungsi sel beta (dilantin), penggunaan obat yang mengganggu kerja insulin
(b-adrenergik), dan infeksi/sindroma genetik (Down’s, Klinefelter’s).

D. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut dan kronik :
1.   Komplikasi akut

Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa
darah.

a.   Hipoglikemia.
b.   Ketoasidosis diabetic (DKA)
c.   Sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).
2.   Komplikasi kronik

Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.

a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner, vaskular


perifer dan vaskular selebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan ginjal
(nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda awitan baik
komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang
masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d. Ulkus/gangren
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
1) Grade 0: tidak ada luka
2) Grade I  : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4) Grade III  : terjadi abses
5) Grade IV   : Gangren pada kaki bagian distal
6) Grade V  : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai

3.   Komplikasi jangka panjang dari diabetes

Organ/jaringan yg terkena Yg terjadi Komplikasi

Plak aterosklerotik terbentuk & Sirkulasi yg jelek menyebabkan


Pembuluh darah menyumbat arteri berukuran besar penyembuhan luka yg jelek & bisa
atau sedang di jantung, otak, tungkai menyebabkan penyakit jantung,
& penis. Dinding pembuluh darah stroke, gangren kaki & tangan,
kecil mengalami kerusakan sehingga impoten & infeksi
pembuluh tidak dapat mentransfer
oksigen secara normal & mengalami
kebocoran
Terjadi kerusakan pada pembuluh Gangguan penglihatan & pada
Mata darah kecil retina akhirnya bisa terjadi kebutaan

 Penebalan pembuluh darah Fungsi ginjal yg buruk 


Ginjal ginjal Gagal ginjal
 Protein bocor ke dalam air
kemih
 Darah tidak disaring secara
normal
Kerusakan saraf karena glukosa Kelemahan tungkai yg terjadi
Saraf tidak dimetabolisir secara normal & secara tiba-tiba atau secara
karena aliran darah berkurang perlahan
Berkurangnya rasa, kesemutan &
nyeri di tangan & kaki
Kerusakan saraf menahun
Sistem saraf otonom Kerusakan pada saraf yg
  Tekanan darah yg naik-turun
mengendalikan tekanan darah &  Kesulitan menelan & perubahan
saluran pencernaan fungsi pencernaan disertai serangan
diare
Kulit Berkurangnya aliran darah ke kulit
 Luka, infeksi dalam (ulkus
& hilangnya rasa yg menyebabkan diabetikum)
cedera berulang  Penyembuhan luka yg jelek
Gangguan fungsi sel darah putih Mudah terkena infeksi, terutama
Darah infeksi saluran kemih & kulit
4. Diabetes dengan Ulkus
a.   Faktor endogen:
1) Neuropati: Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan
sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan otonom/simpatis
yang dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada
dan hilangnya tonus vaskuler
2) Angiopati: Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
3) Iskemia: Arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada
pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran
darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya gangrene yang
luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
 Adanya hormone aterogenik
 Merokok
 Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
 Kaki dingin
 Nyeri nocturnal
 Tidak terabanya denyut nadi
 Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
 Kulit mengkilap
 Hilangnya rambut dari jari kaki
 Penebalan kuku
 Gangrene kecil atau luas.
b.   Faktor eksogen
1)    Trauma
2)    Infeksi

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena, serum/plasma 10-
15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode
tanpa deproteinisasi
2.   Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180% maka sekresi
dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin:  + nilai ambang ini akan naik pada
orang tua. Metode yang  populer: carik celup memakai GOD.
3. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat didekrboksilasi
menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat tidak terdeteksi
4.  Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL, LDL,
Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet cellantibody).

F. PENATALAKSANAAN
1.   Medis :
a.   Obat
1)  Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a)  Mekanisme kerja sulfanilurea
 Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
 Kerja OAD tingkat reseptor
b)   Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang
dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
 Biguanida pada tingkat prereseptor 
 Ekstra pankreatik
(1)  Menghambat absorpsi karbohidrat
(2)  Menghambat glukoneogenesis di hati
(3)  Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(4)  Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
(5)  Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler.

b.   Insulin
1)   Indikasi penggunaan insulin
a)     DM tipe I
b)     DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c)     DM kehamilan
d)     DM dan gangguan faal hati yang berat
e)     DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f)      DM dan TBC paru akut
g)     DM dan koma lain pada DM
h)     DM operasi
2)   Insulin diperlukan pada keadaan :
a)    Penurunan berat badan yang cepat.
b)    Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
c)    Ketoasidosis diabetik.
d)    Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
2.   Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan
antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkusdengan larutan
klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 :
500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secaramekanik yang
dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk
kasus DM.Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi
pada Diabetes Melitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah,
sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi.
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur
makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang
tinggi dan menurunkan kadar lemak. Prinsip diet DM, adalah:
1)    Jumlah sesuai kebutuhan
2)    Jadwal diet ketat
3)    Jenis: boleh dimakan/tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
(1)  Diit DM I      :          1100 kalori
(2)  Diit DM II     :          1300 kalori
(3)  Diit DM III    :          1500 kalori
(4)  Diit DM IV   :          1700 kalori
(5)  Diit DM V    :          1900 kalori
(6)  Diit DM VI   :          2100 kalori
(7)  Diit DM VII  :          2300 kalori
(8)  Diit DM VIII :          2500 kalori

 Diit I s/d III        : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk

 Diit IV s/d V      : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal

 Diit VI s/d VIII   : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes

komplikasi.
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus disesuaikan oleh status gizi

penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body

weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:


                BB (Kg)
BBR =    ------------------X 100 %
             TB (cm) – 100
1)        Kurus (underweight) : BBR < 90 %
2)        Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %
3)        Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
4)        Obesitas, apabila : BBR > 120 %
     - Obesitas ringan :           BBR 120 – 130 %
     - Obesitas sedang    :           BBR 130 – 140 %
     - Obesitas berat    :           BBR 140 – 200 %
     - Morbid           :     BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang
bekerja biasa adalah:
1)    Kurus               : BB X 40 – 60 kalori sehari
2)    Normal       : BB X 30 kalori sehari
3)    Gemuk       : BB X 20 kalori sehari
4)    Obesitas    : BB X 10-15 kalori sehari

b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar
glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian kadar insulin.
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada
penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
d. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan
kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
e. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan dalam
melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari komplikasi
dari diabetes itu sendiri.
G. PERAWATAN PALLIATIF
Perawatan paliatif adalah perawatan yang bisa didapatkan para pasien yang menderita penyakit
kronis dengan stadium lanjut, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Peningkatan hidup dilakukan dengan cara pendekatan dari sisi psikologis, psikososial, mental
serta spiritual pasien, sehingga membuat pasien lebih tenang, bahagia, serta nyaman ketika
menjalani pengobatan

Lebih lanjut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan lagi bahwa pelayanan paliatif
berpijak pada pola dasar berikut ini :

1. Meningkatkan kualitas hidup pasien Diabetes Melitus dan menganggap kematian sebagai
proses yang normal dalam artian penyakit dm ini bukan merupakan proses kematian namun
kematian merupakan hal yang normal bagi semua orang yang memiliki penyakit Diabetes
Melitus ataupun tidak.
2. Tidak mempercepat atau menunda kematian dalam artian penyakit Diabetes Melitus ini tidak
bisa dikaitkan dengn kematian.
3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu agar pasien dengan Diabetes merasa
tenang.
4. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritua lagar pasien Diabetes Melitus merasa tenang
dalam proses penyembuhan.
5. Berusaha agar penderita Diabetes Melitus tetap aktif sampai akhir hayatnya dengsn cara
memberi support dari keluarga dan perawat
6. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga pasien dengan Diabetes
Melitus agar keluarga selalu tenang dan tabah.

a) Contoh Perawatan Paliatif Yang Dapat di Terapkan Untuk Pasien DM :


1. Palliative home care
Pelayanan perawatan paliatif yang dilakukan di rumah pasien DM , oleh tenaga paliatif
dan atau keluarga atas bimbingan/ pengawasan tenaga paliatif
2. Hospis
Tempat dimana pasien dengan penyakit DM stadium tetrminal yang tidak dapat dirawat
di rumah namun tidak melakukan tindakan yang harus dilakukan di rumah sakit.
Pelayanan yang diberikan tidak seperti di rumah sakit, tetapi dapat memberikan
pelayanan untuk mengendalikan gejala-gejala yang ada, dengan keadaan seperti di rumah
pasien sendiri.
3. Hospice Care
Perawatan pasien DM dengan fase terminal (stadium akhir) dimana pengobatan terhadap
penyakitnya tidak diperlukan lagi. Perawatan ini bertujuan meringankan penderitaan dan
rasa tidak nyaman dari pasien, berlandaskan pada aspek bio-psiko-sosial-spiritual.
(Hospice Home Care, 2011).

Dampak Pada Aspek Biologis, Psikologis, Sosial dan Spiritual Setelah Melakukan Perawatan
Paliatif Terhadap Pasien DM :

1. Aspek Biologis
Dalam paradigma keperawatan sudah jelas bahwa profesi perawat memandang klien
sebagai makhluk bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual yang berespons secara holistik dan
unik terhadap perubahan kesehatan atau pada keadaan krisis dan asuhan keperawatan
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia secara holistik . Aspek fisik atau biologis
dimensi yang berkaitan dengan dunia di sekitar kita melalui lima indera kita yang
berpengaruh menyebabkan Diabetes Melitus. Menurut Center for Diseas Control and
Prevention (CDC), penyakit DM yang terjadi pada laki-laki pada umumnya bisa dicegah
dengan menghindarkan diri dari kebiasaan kebiasaan buruk dalam keseharian. Perilaku
tidak sehat tersebut antara lain kebiasaan merokok, tidur larut malam, , mengkonsumsi
minuman beralkohol dan lain-lain. Penyakit-penyakit tersebut pada umumnya berasal dari
akumulasi gaya hidup dan konsumsi makanan tidak sehat yang secara terus menerus
dilakukan sampai akhirnya tubuh tidak mampu lagi mengatasi dan menyebabkan fungsi
fisik tubuh terganggu
2. Aspek Psikologis
Adaptasi psikologis salah satunya bertujuan untuk memberikan rasa nyaman dan aman.
Masalah psikologi yang terbanyak terjadi pada manusia adalah rasa cemas atau
kecemasan. Pada saat seseorang mangalami stres ada yang menghadapinya dengan
berdiam diri, ada pula yang bersikap memberontak Menurut Tandra (2007), ada tiga fase
emosi yang umum dialami oleh mereka yang baru mendapat informasi bahwa dirinya
menderita DM (1) Reaksi penolakan; tidak bisa menerima kenyataan bahwa dirinya
mengidap DM atau menyalahkan hasil laboratorium, (2) Reaksi marah; marah kepada
orang di sekitarnya, kadang timbul rasa bersalah karena marah kepada istri atau suami
atau anak, dan semuanya ini tidak akan memberikan hasil pengobatan DM yang baik, dan
(3) Reaksi depresi.Jika individu mengalami suatu penyakit diabetes melitus dapat timbul
rasa cemas dan tidak berdaya akibat penyakit tersebut sehingga memerlukan perawatan
memerlukan perawatan secara komprehensif baik fisik, psikologis dan sosial (Copel,
2007). Kecemasan pada penderita diabetes melitus dikarenakan bahwa diabetes dianggap
merupakan suatu penyakit yang menakutkan, karena mempunyai dampak negatif yang
kompleks terhadap kelangsungan kecemasan individu. Kecemasan terjadi karena
seseorang merasa terancam baik secara fisik maupun psikologis (Issacs A, 2005) dikutip
dari (Jauhari, 2016).
3. Aspek Sosial
Aspek sosial pada penderita diabetes melitus tipe 2 sangat penting diperhatikan karena
pada kenyataannya diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang mempunyai
muatan psikologis, sosial dan perilaku yang besar. Salah satu aspek sosial tersebut adalah
dukungan sosial (Hasanat, 2010; Jauhari, 2014). Dukungan sosial merupakan bentuk
interaksi antar individu yang memberikan kenyamanan fisik dan psikologis melalui
terpenuhinya kebutuhan akan keamanan. Dukungan sosial dapat berpengaruh terhadap
kecemasan pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan meregulasi proses psikologis
dan memfasilitasi perubahan biologi. Kunjungan keluarga di rumah sakit (besuk)
merupakan salah satu bentuk dukungan sosial bagi pasien. Dukungan sosial memiliki
peranan penting untuk mencegah dari ancaman kesehatan mental. Dukungan sosial bagi
penderita diabetes melitus terutama yang menjalani perawatan dirumah sakit memiliki
Peranan penting karena banyaknya tindakan pengobatan yang dapat Menimbulkan stes
terus menerus sehingga dapat memperburuk kondisi Psikologis penderita selain adanya
faktor internal yang mempengaruhi. Bentuk dari dukungan sosial yang dibutuhkan oleh
penderita diabetes melitus dapat berupa dukungan informasi (berupa saran, nasehat,
pengarahan atau petunjuk); dukungan emosional (berupa afeksi, kepercayaan,
kehangatan, kepedulian dan empati); dukungan penilaian (berupa penghargaan positif.
(Jauhari, 2016).

4. Aspek Spiritual
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan
keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf
atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan
(Yani, 2000). Menurut Dorsey (1996), do’a termasuk kepasrahan atau penyerahan diri
terhadap Tuhan, merupakan faktor yang penting dalam perjalanan penyakit DM. aplikasi
terapi religius lebih ditekankan pada aspek spiritual care, dengan memberikan rambu-
rambu bimbingan spiritual pada pasien DM pada fase terminal untuk meningkatkan
keyakinan tentang makna sakit yang sedang diderita dan melakukan Spiritual Emotional
Freedom Technique (SEFT). Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) merupakan
salah satu varian dari satu cabang ilmu baru yang dinamai energy psychology. SEFT
adalah kombinasi kekuatan antara spiritual power dengan energy psychology. Energy
psychology adalah seperangkat prinsip dan teknik memanfaatkan system energy tubuh
untuk memperbaiki kondisi pikiran emosi dan perilaku. SEFT bekerja dengan prinsip
yang kurang lebih sama dengan akupuntur dan akupresur, ketiganya berusaha
merangsang titik-titik kunci di sepanjang 12 jalur energy (energy meridian) tubuh yang
sangat berpengaruh pada kesehatan kita. Perbedaannya SEFT menggunakan cara yang
lebih aman, lebih mudah, lebih cepat dan lebih sederhana. Ada empat hal yang harus
diperhatikan agar SEFT yang dilakukan efektif, empat hal tersebut merupakan kunci
keberhasil SEFT, yaitu Khusyu. Ikhlas, pasrah dan syukur. (Kusnanto, 2013)

b) Cara Meningkatkan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus


1. Makan sehat
Asupan makanan harus menjadi perhatian utama penderita diabetes. Sebab, makanan
dengan indeks glikemik tinggi, dapat meningkatkan gula darah. Buah yang Aman
Dikonsumsi Penderita Diabetes.
2. Olah raga
Penderita diabetes disarankan aktif melakukan latihan fisik. Tidak harus pergi ke pusat
kebugaran, Anda bisa berjalan santai, bersepeda, atau bermain game ringan selama 30
menit.
3. Medical Check Up
Melakukan chek up kesehatan setidaknya dua kali dalam setahun perlu dilakukan oleh
penderita diabetes untuk mengontrol apakah gula darah stabil atau tidak, berpotensi
menyebabkan komplikasi atau tidak.
4. Mengelola Stress
Mengelola stres perlu dilakukan karena gula darah sangat rentan mengalami kenaikan
saat banyak pikiran. Anda bisa mengurangi stres dengan latihan pernapasan, yoga, atau
hobi yang menenangkan.
5. Berhenti Merokok
Perokok aktif harus menghentikan kebiasaan mengisap nikotin setelah divonis diabetes.
Ini penting untuk menghindari hadirnya komplikasi dan peningkatan diabetes ke level
tinggi.
6. Hindari Alkohol
Penderita diabetes akan lebih mudah mengontrol gula darah jika tidak terlalu banyak
minim minuman beralkohol. Sebab, alkohol bisa membuat gula darah terlalu tinggi atau
terlalu rendah.

Anda mungkin juga menyukai