Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Menjelang Ajal dan Palliatif
Program S1 Keperawatan
DI SUSUN OLEH :
DAVID SAPUTRA (NIM : 030320829)
FARIDA NUR HAYATI (NIM : 030320817)
RISHA NERIS (NIM : 030320839)
SITI ROHMATIN ILMIAH A.P (NIM : 030320838)
YUNI ISNIAR (NIM : 030320833)
SITI KARISYNA SENGI HABS (NIM : 030320824)
RYAN ABI DARMAWAN (NIM : 030320822)
YOGA ADITYA (NIM : 030320826)
A. DEFINISI
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien (dewasa
dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, dengan cara
meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan
penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual. (World
Health Organization, 2016).
Perawatan paliatif merupakan perawatan yang berfokus pada pasien dan keluarga dalam
mengoptimalkan kualitas hidup dengan mengantisipasi, mencegah, dan menghilangkan
penderitaan.Perawatan paliatif mencangkup seluruh rangkaian penyakit termasuk fisik,
intelektual, emosional, sosial, dan kebutuhan spiritual serta untuk memfasilitasi otonomi pasien,
mengakses informasi, dan pilihan [ CITATION Nat13 \l 1033 ].
Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan
oleh ketidakmampuan dari organ pankreas untuk memproduksi insulin atau kekurangannya
sensitivitas insulin pada sel target tersebut. Abnormalitas pada metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein yang ditemukan pada penderita penyakit diabetes mellitus terjadi dikarenakan
kurangnya aktivitas insulin pada sel target. (Kerner & Brückel, 2014).
Diabetes merupakan salah satu penyakit progresif yang memerlukan penanganan lama dan biaya
yang besar. Pasien dengan penyakit progresif tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik
seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas, tetapi juga mengalami
gangguan psikososial dan spiritual yang memengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya.
Kebutuhan pasien yang memiliki penyakit pada stadium lanjut tidak hanya pada pemenuhan atau
pengobatan gejala fisik, tetapi juga membutuhkan dukungan terhadap kebutuhan psikologis,
sosial, dan spiritual yang dikenal sebagai perawatan paliatif. Diabetes penyakit progresif yang
tidak hanya membutuhkan perawatan kuratif dan rehabilitatif tetapi juga perawatan paliatif. Salah
satu indikator penting tercapainya perawatan paliatif yang efektif adalah kepuasaan pasien.
(Doyle & McDonald, 2010).
Berdasarkan PERKENI tahun 2011 Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolisme yang bersifat
kronis dengan karakteristik hiperglikemia. Seseorang dapat didiagnosa diabetes melitus apabila
mempunyai gejala klasik diabetes melitus seperti poliuria, polidipsi dan polifagi diserta dengan
gula darah sewaktu ≥200 mg/dL dan gula darah puasa ≥126mg/dL (PERKENI, 2011)
Diabetes Mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan
dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat
disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO).
Kerja insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah dengan cara
membantu glukosa darah masuk kedalam sel.
C. KLASIFIKASI TIPE DM
Klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetus Data Group: Classification and Diagnosis of
Diabetes Melitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:
1. Klasifikasi Klinis
a. Diabetes Melitus
1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami
obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)
D. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah:
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon
abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autuimun
yang dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas.
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari diabetes melitus adalah :
1. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat
produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam
darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih
dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa
haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau
aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan
kematian.
2. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa
yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina
atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah
di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu
gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada
pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari
kavitas sentral biasanya lebih besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan
tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek
terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik
terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris
perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan
jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya
ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka
abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi
didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai
konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke
jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Diabetes Tipe I
a. Hiperglikemia berpuasa
b. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. Keletihan dan kelemahan
d. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada
perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia,
luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
c. Komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
3. Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah
akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri
dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan
secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)
C. KLASIFIKASI
Wagner (1983). membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu: Derajat 0 : Tidak
ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti
“ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
D. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut dan kronik :
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa
darah.
a. Hipoglikemia.
b. Ketoasidosis diabetic (DKA)
c. Sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).
2. Komplikasi kronik
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena, serum/plasma 10-
15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode
tanpa deproteinisasi
2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180% maka sekresi
dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai ambang ini akan naik pada
orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai GOD.
3. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat didekrboksilasi
menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat tidak terdeteksi
4. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL, LDL,
Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet cellantibody).
F. PENATALAKSANAAN
1. Medis :
a. Obat
1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a) Mekanisme kerja sulfanilurea
Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
Kerja OAD tingkat reseptor
b) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang
dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
Biguanida pada tingkat prereseptor
Ekstra pankreatik
(1) Menghambat absorpsi karbohidrat
(2) Menghambat glukoneogenesis di hati
(3) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(4) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
(5) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler.
b. Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
2) Insulin diperlukan pada keadaan :
a) Penurunan berat badan yang cepat.
b) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
c) Ketoasidosis diabetik.
d) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
2. Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan
antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkusdengan larutan
klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 :
500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secaramekanik yang
dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk
kasus DM.Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi
pada Diabetes Melitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah,
sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi.
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur
makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang
tinggi dan menurunkan kadar lemak. Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
(1) Diit DM I : 1100 kalori
(2) Diit DM II : 1300 kalori
(3) Diit DM III : 1500 kalori
(4) Diit DM IV : 1700 kalori
(5) Diit DM V : 1900 kalori
(6) Diit DM VI : 2100 kalori
(7) Diit DM VII : 2300 kalori
(8) Diit DM VIII : 2500 kalori
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes
komplikasi.
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus disesuaikan oleh status gizi
b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar
glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian kadar insulin.
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada
penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
d. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan
kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
e. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan dalam
melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari komplikasi
dari diabetes itu sendiri.
G. PERAWATAN PALLIATIF
Perawatan paliatif adalah perawatan yang bisa didapatkan para pasien yang menderita penyakit
kronis dengan stadium lanjut, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Peningkatan hidup dilakukan dengan cara pendekatan dari sisi psikologis, psikososial, mental
serta spiritual pasien, sehingga membuat pasien lebih tenang, bahagia, serta nyaman ketika
menjalani pengobatan
Lebih lanjut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan lagi bahwa pelayanan paliatif
berpijak pada pola dasar berikut ini :
1. Meningkatkan kualitas hidup pasien Diabetes Melitus dan menganggap kematian sebagai
proses yang normal dalam artian penyakit dm ini bukan merupakan proses kematian namun
kematian merupakan hal yang normal bagi semua orang yang memiliki penyakit Diabetes
Melitus ataupun tidak.
2. Tidak mempercepat atau menunda kematian dalam artian penyakit Diabetes Melitus ini tidak
bisa dikaitkan dengn kematian.
3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu agar pasien dengan Diabetes merasa
tenang.
4. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritua lagar pasien Diabetes Melitus merasa tenang
dalam proses penyembuhan.
5. Berusaha agar penderita Diabetes Melitus tetap aktif sampai akhir hayatnya dengsn cara
memberi support dari keluarga dan perawat
6. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga pasien dengan Diabetes
Melitus agar keluarga selalu tenang dan tabah.
Dampak Pada Aspek Biologis, Psikologis, Sosial dan Spiritual Setelah Melakukan Perawatan
Paliatif Terhadap Pasien DM :
1. Aspek Biologis
Dalam paradigma keperawatan sudah jelas bahwa profesi perawat memandang klien
sebagai makhluk bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual yang berespons secara holistik dan
unik terhadap perubahan kesehatan atau pada keadaan krisis dan asuhan keperawatan
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia secara holistik . Aspek fisik atau biologis
dimensi yang berkaitan dengan dunia di sekitar kita melalui lima indera kita yang
berpengaruh menyebabkan Diabetes Melitus. Menurut Center for Diseas Control and
Prevention (CDC), penyakit DM yang terjadi pada laki-laki pada umumnya bisa dicegah
dengan menghindarkan diri dari kebiasaan kebiasaan buruk dalam keseharian. Perilaku
tidak sehat tersebut antara lain kebiasaan merokok, tidur larut malam, , mengkonsumsi
minuman beralkohol dan lain-lain. Penyakit-penyakit tersebut pada umumnya berasal dari
akumulasi gaya hidup dan konsumsi makanan tidak sehat yang secara terus menerus
dilakukan sampai akhirnya tubuh tidak mampu lagi mengatasi dan menyebabkan fungsi
fisik tubuh terganggu
2. Aspek Psikologis
Adaptasi psikologis salah satunya bertujuan untuk memberikan rasa nyaman dan aman.
Masalah psikologi yang terbanyak terjadi pada manusia adalah rasa cemas atau
kecemasan. Pada saat seseorang mangalami stres ada yang menghadapinya dengan
berdiam diri, ada pula yang bersikap memberontak Menurut Tandra (2007), ada tiga fase
emosi yang umum dialami oleh mereka yang baru mendapat informasi bahwa dirinya
menderita DM (1) Reaksi penolakan; tidak bisa menerima kenyataan bahwa dirinya
mengidap DM atau menyalahkan hasil laboratorium, (2) Reaksi marah; marah kepada
orang di sekitarnya, kadang timbul rasa bersalah karena marah kepada istri atau suami
atau anak, dan semuanya ini tidak akan memberikan hasil pengobatan DM yang baik, dan
(3) Reaksi depresi.Jika individu mengalami suatu penyakit diabetes melitus dapat timbul
rasa cemas dan tidak berdaya akibat penyakit tersebut sehingga memerlukan perawatan
memerlukan perawatan secara komprehensif baik fisik, psikologis dan sosial (Copel,
2007). Kecemasan pada penderita diabetes melitus dikarenakan bahwa diabetes dianggap
merupakan suatu penyakit yang menakutkan, karena mempunyai dampak negatif yang
kompleks terhadap kelangsungan kecemasan individu. Kecemasan terjadi karena
seseorang merasa terancam baik secara fisik maupun psikologis (Issacs A, 2005) dikutip
dari (Jauhari, 2016).
3. Aspek Sosial
Aspek sosial pada penderita diabetes melitus tipe 2 sangat penting diperhatikan karena
pada kenyataannya diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang mempunyai
muatan psikologis, sosial dan perilaku yang besar. Salah satu aspek sosial tersebut adalah
dukungan sosial (Hasanat, 2010; Jauhari, 2014). Dukungan sosial merupakan bentuk
interaksi antar individu yang memberikan kenyamanan fisik dan psikologis melalui
terpenuhinya kebutuhan akan keamanan. Dukungan sosial dapat berpengaruh terhadap
kecemasan pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan meregulasi proses psikologis
dan memfasilitasi perubahan biologi. Kunjungan keluarga di rumah sakit (besuk)
merupakan salah satu bentuk dukungan sosial bagi pasien. Dukungan sosial memiliki
peranan penting untuk mencegah dari ancaman kesehatan mental. Dukungan sosial bagi
penderita diabetes melitus terutama yang menjalani perawatan dirumah sakit memiliki
Peranan penting karena banyaknya tindakan pengobatan yang dapat Menimbulkan stes
terus menerus sehingga dapat memperburuk kondisi Psikologis penderita selain adanya
faktor internal yang mempengaruhi. Bentuk dari dukungan sosial yang dibutuhkan oleh
penderita diabetes melitus dapat berupa dukungan informasi (berupa saran, nasehat,
pengarahan atau petunjuk); dukungan emosional (berupa afeksi, kepercayaan,
kehangatan, kepedulian dan empati); dukungan penilaian (berupa penghargaan positif.
(Jauhari, 2016).
4. Aspek Spiritual
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan
keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf
atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan
(Yani, 2000). Menurut Dorsey (1996), do’a termasuk kepasrahan atau penyerahan diri
terhadap Tuhan, merupakan faktor yang penting dalam perjalanan penyakit DM. aplikasi
terapi religius lebih ditekankan pada aspek spiritual care, dengan memberikan rambu-
rambu bimbingan spiritual pada pasien DM pada fase terminal untuk meningkatkan
keyakinan tentang makna sakit yang sedang diderita dan melakukan Spiritual Emotional
Freedom Technique (SEFT). Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) merupakan
salah satu varian dari satu cabang ilmu baru yang dinamai energy psychology. SEFT
adalah kombinasi kekuatan antara spiritual power dengan energy psychology. Energy
psychology adalah seperangkat prinsip dan teknik memanfaatkan system energy tubuh
untuk memperbaiki kondisi pikiran emosi dan perilaku. SEFT bekerja dengan prinsip
yang kurang lebih sama dengan akupuntur dan akupresur, ketiganya berusaha
merangsang titik-titik kunci di sepanjang 12 jalur energy (energy meridian) tubuh yang
sangat berpengaruh pada kesehatan kita. Perbedaannya SEFT menggunakan cara yang
lebih aman, lebih mudah, lebih cepat dan lebih sederhana. Ada empat hal yang harus
diperhatikan agar SEFT yang dilakukan efektif, empat hal tersebut merupakan kunci
keberhasil SEFT, yaitu Khusyu. Ikhlas, pasrah dan syukur. (Kusnanto, 2013)