Anda di halaman 1dari 4

Imobilisasi Pada Lansia dan Berbagai Komplikasinya

Latar Belakang Masalah


Imobilisasi didefinisikan sebagai keadaan tidak bergerak atau tirah baring selama lebih dari
3 hari, dengan gerak anatomik tubuh menghilang akibat perubahan fisiologik. Imobilisasi
merupakan salah satu masalah yang cukup besar di bidang geriatri yang timbul sebagai
akibat penyakit atau masalah psikososial yang diderita. Di ruang rawat inap geriatri RSUPN
Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta tahun 2000 didapatkan prevalensi imobilisasi sebesar
33,6% dan pada tahun 2001 sebesar 31,5% (Setiati dan Roosheroe, 2007).
Imobilisasi dapat menimbulkan komplikasi yang akan memperberat kondisi pasien,
memperlambat proses penyembuhan, serta dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu,
penting bagi para mahasiswa kedokteran untuk memahami berbagai hal mengenai
imobilisasi dan komplikasi yang ditimbulkannya. Penulisan laporan ini diharapkan dapat
membantu penulis dan mahasiswa kedokteran pada umumnya untuk memahami berbagai
aspek yang menjadi tujuan pembelajaran dalam blok geriatri dalam skenario sebagai trigger.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, didapatkan rumusan masalah :
Perubahan-perubahan apa saja yang terjadi pada usia lanjut?
Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut?
Apa saja komplikasi yang timbul pada pasien imobilisasi?
Bagaimana mekanisme timbulnya dekubitus pada usia lanjut?
Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya dekubitus pada usia lanjut?
Bagaimana patofisiologi timbulnya gejala dan tanda yang terjadi pada pasien?
Bagaimanan interpretasi hasil pemeriksaan fisik, laboratorium, dan rontgen pasien?
Apa indikasi diberikannya terapi oksigenasi, antibiotik dan terapi cairan pada pasien?
Bagaimana upaya penatalaksanaan dan pencegahan penyakit pasien?
Rehabilitasi medik apa yang diberikan pada pasien?

Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan ini antara lain:
Memperoleh informasi yang akuran tentang status kesehatan geriatri
Melakukan pemeriksaan klinis pada geriatri
Menyusun data dari gejala, pemeriksaan fisik prosedur klinis dan pemeriksaan laboratorium
Melakukan penatalaksanaan kasus penyakit geriatri
Merancang manajemen penyakit geriatri
Merancang tindakan pencegahan penyakit geriatri dengan mempertimbangkan faktor
pencetusnya

Skenario
Seorang wanita geriatri usia 80 tahun dibawa anaknya ke IGD RS Moewardi karena hanya
tidur-tiduran saja selama 2 minggu ini. Sejak 5 hari yang lalu, penderita sulit buang air besar
(BAB) dan makan hanya sedikit. Pasien kemudian dirawat di rumah anaknya, pasien
semakin tampak lemas dan tidak mau makan sama sekali. Pasien batuk 3 minggu yang lalu.
Batuk berdahak, tidak berdarah, tidak demam, dan tidak didapatkan nyeri dada. Kemudian
sejak satu hari yang lalu, pasien gelisah dan tampak bingung.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan GCS 7, E3M2V2, tekanan darah 120/70 mmHg, RR 30
x/menit, T 36,50C, HR 108 x/menit. Pada pemeriksaan paru sebelah kanan didapatkan ronkhi
basah kasar, suara dasar bronkial, dan fremitus raba meningkat. Tampak luka pada punggung
bawah berukuran 4x5 cm dengan dasar luka kemerahan. Skor Norton 9. Hasil pemeriksaan
laboratorium : Leukosit 7.500. Foto thoraks menunjukkan kesuraman homogen pada paru
sebelah kanan.
Di IGD diberikan oksigenasi, antibiotik, dan terapi cairan. Kemudian dirawat di ruang
perawatan geriatri dengan medikasi dan kasur dekubitus. Direncanakan konsul ke
rehabilitasi medik.

Hipotesis
Pasien dalam skenario mengalami imobilisasi dengan komplikasi berupa dekubitus dan
pneumonia.

Perubahan-perubahan pada usia lanjut


Dengan makin bertambahnya usia seseorang, maka kemungkinan terjadi penurunan
anatomik dan fungsional atas organ-organ tubuhnya makin besar. Peneliti Andres dan Tobin,
mengintroduksi hukum 1% yang menyatakan bahwa fungsi organ akan menurun sebanyak
1% setiap tahunnya setelah usia 30 tahun. Walaupun penelitian Svanborg et al. Menyatakan
bahwa penurunan fungsional yang nyata setelah usia 70 tahun. penurunan anatomik dan
fungsional dari organ-organ pada lansia akan mempermudah timbulnya penyakit pada organ
tersebut (Martono, 2009).
Berbagai perubahan tersebut antara lain (Martono, 2009) :
Sistem Panca Indra
Terdapat perubahan morfologik pada panca indra. Perubahan fungsional yang bersifa
degeneratif ini, memberi manifestasi pada morfologi berbagai organ panca indra tersebut
baik pada fungsi melihat, mendengar, keseimbangan ataupun perasa dan perabaan. Pada
keadaan yang ekstrim dapat bersifat patologik, misalnya terjadi ekstropion/entropion,
ulkus kornea, glaukoma, dan katarak pada mata, sampai keadaan konfusio akibat
penglihatan yang terganggu. Pada telinga, dapat terjadi tuli konduksi dan sindrom
Meniere (keseimbangan).
Sistem Gastrointestinal
Mulai dari gigi sampai anus terjadi perubahan morfologik degeneratif, antara lain
perubahan atrofik pada rahang, sehingga gigi lebih mudah tanggal. Perubahan atrofik
juga terjadi pada mukosa, kelenjar, dan otot-otot pencernaan. Berbagai perubahan
morfologik akan menyebabkan perubahan fungsional samapai perubahan patologik yang
melipui gangguan mengunyah dan menelan, penurunan nafsu makan, konstipasi, serta
berbagai penyakit seperti disfagia, hiatus hernia, ulkus peptikum, divertikulosis,
pankreatitis, sindrom malabsorbsi, karsinoma kolon dan rektum, kolitis iskemik dan
kolitis ulserativa.
Sistem Kardiovaskular
Meskipun tanpa disertai adanya penyaki, pada usia lanjut jantung sudah menunjukkan
penurunan kekuatan kontraksi, kecepatan kontraksi dan isi sekuncup. Terjadi pula
penurunan yang signifikandari cadangan jantung dan kemampuan untuk meningkatkan
kekuatan curah jantung, misalnya pada keadaan latihan/exercise. Golongan lansia sering
kali kurang merasakan nyeri dibandingkan usia muda dan gejala awal infark miokard
akut seringkali adalah gagal jantung, embolus, hipotensi atau konfusio.
Pada usia lanjut juga terjadi perubahan pada pembuluh darah. Terjadi penebalan inima
(akibat proses aterosklerosis) atau tunika media (akibat proses menua) yang pada
akhirnya menyebabkan kelenturan pembuluh darah tepi meningkat. Hal ini akan
menyebabkan peningkatan tekanan darah terutama tekanan darah sisolik, walaupun
tekanan darah diastolik juga sering meningkat sebagai akibat banyak faktor lain
termasuk genetik.
Sistem Respirasi
Sistem respirasi sudah mencapai kematangan pertumbuhan pada usia 20-25 tahun,
setelah itu mulai menurun fungsinya. Elastisitas paru menurun, kekakuan dinding dada
meningkat, kekuatan otot dada menurun. Semua ini mengakibatkan turunnya rasio
ventilasi-perfusi di bagian paru yang tak bebas dan pelebaran gradien alveolar areri
untuk oksigen. Disamping itu, pada sistem respirasi juga terjadi penurunan gerak silia di
dinding sistem respirasi, penurunan refleks batuk dan refleks fisiologik lain, yang
menyebabkan peningkatan kemungkinan terjadinya infeksi akut pada saluran nafas
bawah. Berbagai penurunan morfologik dan fungsional tersebut, akan mempermudah
terjadinya berbagai keadaan patologik diantaranya PPOK (penyakit paru obstruksif
kronis), penyakit infeksi paru akut/kronis, dan keganasan pada paru-bronkus.
Sistem endokrinologik
Pada sekitar 50% lansia menunjukkan intoleransi glukosa, dengan kadar glukosa puasa
normal. Pada lansia juga terjadi penurunan tingkat produksi hormon tiroid dan tingkat
bersihan metabolik tiroid. Pada lansia pria terjadi penurunan respon RSH terhadap TRH.
Pada wanita, terjadi penurunan hormon estrogen pasca menopause sehingga bisa
menimbulkan osteoporosis. Pada usia lebih tua, kejadian osteoporosis pada pria juga
meningkat karena faktor-faktor inakivitas, asupan kalsium kurang, pembuatan vitamin D
melalui kulit menurun, dan juga faktor hormonal.
Sistem hematologik
Pola pertumbuhan sel darah merah (SDM) dan sel darah putih (SDP) secara kualitatif
tidak berubah pada penuaan, akan tetapi sumsum tulang secara nyata mengandung lebih
sediki sel hemopoitik dengan respon terdahap stimuli buatan agak menurun. Respon
regeneratif terhadap hilang darah atau terapi anemia pernisiosa agak kurang dibanding
waktu muda. Rentang hidup SDM tidak berubah akibat proses menua, juga morfologi
tidak menunjukkan perubahan penting. Berbagai jenis anemia yang seringi didapatkan
pada usia lanjut antara lain anemia defisiensi besi, anemia megaloblastik, dan anemia
akibat penyakit kronis.
Sistem persendian
Pada sinovial sendi terjadi perubahan berupa tidak ratanya permukaan sendi, fibrasi, dan
pembentukan celah dan lekukan di permukaan tulang rawan. Erosi tulang rawan hialin
menyebabkan eburnasi tulang dan pembentukan kista di rongga sukondra dan sumsum
tulang. Semua perubahan ini serupa dengan yang terdapat pada osteoartrosis. Keadaan
tersebut baru bisa dikatakan patologik bila terdapat stres tambahan misalnya bila terjadi
trauma atau pada sendi penanggung beban. Diantara penyakit sendi yang sering terdapat
pada usia lanjut adalah osteoartritis, rematoid artritis, gout, dan pseudogout, arthritis
monoartikuler senilis dan rematika polimialgia.
Sistem urogenital
Pada usia lanjut ginjal mengalami perubahan, antara lain penebalan kapsula bowman dan
gangguan permeabilitas terhadap solut yang akan difiltrasi, nefron mengalami penurunan
jumlah dan mulai terlihat atrofi. Akan tetapi, fungsi ginjal secara keseluruhan dalam
keadaan istirahat tidak terlihat menurun. Bila terjadi stres fisik (latihan berat, infeksi,
gagal jantung, dan lain-lain) ginjal tidak dapat mengatasi peningkatan kebutuhan
tersebut dan mudah terjadi gagal ginjal. Pada usia lanjut, kreatinin juga tidak
menggambarkan keadaan fungsi ginjal karena jumlah protein tubuh dalam massa otot
(yang merupakan kontributor kadar kreatinin darah) sudah menurun.
Infeksi dan imunologi
Pada usia lanjut timus mengalami resorbsi. Jumlah sel T dan sel B tidak berubah,
walaupun secara kuantitatif terjadi perubahan berupa tanggapan terhadap stimuli
artifisial. Pada usia lanjut pembenukan autoantibodi pun meningkat sehingga insidensi
penyakit autoimun meningkat. Pengenalan dan penyerangan terhadap sel-sel tumor juga
menurun, menyebabkan insidensi penyakit neoplasma meningkat. Tanggapan makrofag
dan imunitas bawaan yang lain, misalnya sel mukosa, sel kulit, silia di sistem respirasi,
serta pembentukan protein fase akut menurun sehingga meningkatkan faktor predisposisi
terhadap terjadinya penyakit infeksi.
Peningkatan predisposisi pada infeksi tersebut penting pada lansia, karena pada usia
lanjut infeksi cenderung menjadi berat, bahkan menyebabkan kematian. Infeksi saluran
nafas bawah (pneumonia dan bronkopneumonia) serta infeksi saluran kemih merupakan
infeksi penting pada usia lanjut, yang bisa berlanjut lebih berat. Faktor-faktor yang
memperberat infeksi tersebut diantaranya adalah imobilisasi, instrumental, serta
iatrogenik.

Anda mungkin juga menyukai