Anda di halaman 1dari 9

“KONSEP, PRINSIP BENCANA DAN KEJADIAN LUAR BIASA”

Mata Kuliah : keperawatan gadar & manajemen bencana

Dosen MK : Ns, Usman B. Ohorella, M.Kep.,Sp.Kep, MB

Disusun Oleh :

Nama : Asni Liza Gay

Nim : P07120317004

Tingkat : III A / 3A

Semester : V / 5

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU

PRODI KEPERAWATAN MASHI

T.A 2019 / 2020


KONSEP, PRINSIP BENCANA DAN KEJADIAN LUAR BIASA

A. Manajemen Bencana
1. Defenisi Bencana
UU no.24 Tahun 2007 mengidentifikasikan “peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda dan dampak psikologis
Bencana dapat terjadi karena dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau gangguan yang
mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability) masyarakat. Bila
terjadi hazard, tetapi masyarakat tidak rentan, maka berarti masyarakat dapat
mengatasi sendiri peistiwa yang mengganggu, sementara bila kondisi masyarakat
rentan, tetapi tidak terjadi peristiwa yang mengancam maka tidak akan terjadi
bencana
a. Model Manajemen
1) Disaster manajement continum model. Model ini mungkin merupakan
model yang paling populer karena terdiri dari tahap-tahap yang jelas
sehingga lebih mudah diimplementasikan. Tahap-tahap manajemen
bencana didalam model ini meliputi emergency, relief, rehabilitation,
reconstruction, mitigation, preparednes dan early warning
2) Pre-during-post disaster model. Model manajemen bencana ini membagi
tahap kegiatan disekitar bencana. Terdapat kegiatan-kegiatan yang perlu
dilakukan sebelum bencana, selama bencana terjad, dan setelah bencana.
Model ini seringkali digabungkan dengan disaster management continum
model.
3) The crunch and release model. Manajemen bencana ini menekankan
upaya mengurangi kerentanan untuk mengatasi bencana. Bila masyarakat
tidak rentan maka bencana akan juga kecil kemungkinannya terjadi meski
hazard tetap terjadi.
4) Disaster risk reduction framework. Model ini menekankan upaya
manajemen bencana pada identifikasi resiko bencana baik dalam bentuk
kerentanan maupun hazard dan mengembangkan kapasitas untuk
mengurangi resiko tersebut.
b. Kebijakan Manajemen Bencana
Dalam beberapa tahun terakhir, kebijakan manajemen bencana mengalami
beberapa perubahan kecenderungan yang perlu diperhatikan :
1) Konteks politik yang semakin mendorong kebijakan manajemen bencana
menjadi tanggung jawab legal
2) Penekanan yang semakin besar pada pada peningkatan ketahanan
masyarakatatau pengurangan kerentanan
3) Solusi manajemen bencana ditekankan pada pengorganisasian
masyarakat dan proses pembangunan
Kebijakan manajemen bencana yang ideal selainharus dikembangkan melalui
proses yang benar, juga perlu secara jelas menetapkan hal-hal sebagai berikut:
1) Pembagian tanggung jawab antara pemerintah pusat dan daerah
2) Alokasi sumber daya yang tepat antara pemerintah pusat dan daerah, serta
antara berbagai fungsi yang terkait.
3) Perubahan peraturan dan kelembagaan yang jelas dan tegas
4) Mekanisme kerja dan pengaturan antara berbagai portofolio lembaga yang
terkait dengan bencana
c. Pembagian tanggung jawab manajemen bencana
UU No.24 tahun 2004 telah menetapkan bahwa pemerintah (pusat) memiliki
tanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, tanggung
jawab tersebut mencakup :
1) Pengurangan risiko bencana (PRB)dan pemaduan pengurangan risiko
bencana dengan program pembangunan
2) Perlindungan masyarakat dari dampak bencana
3) Penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena
bencana secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum
4) Pemulihan kondisi dari dampak bencana
5) Pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam anggaran
pendapatan dan belanja negara yang memadai
6) Pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana
siap pakai
7) Pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan
dampak bencana
2. Kejadian luar biasa
a. Pengertian
Kejadian luar biasa (KLB) atau sering disebut juga wabah. Kedua kata tersebut
mempunyai pengertian yang hampir sama yaitu:
Menurut UU No.4 tahun 1984 tentang wabah penaykit menular, wabah penyakit
menular yang selanjutnya disebut wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu
penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara
nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu
serta dapat menimbulkan malapetaka
b. Ruang lingkup
Ruang lingkup KLB tidak hanya sebatas pada penyakit infeksi menular saja, ada
3 kategori penyakit yang masuk dalam KLB, yaitu :
1) Penyakit menular : misalnya Flu burung (Avian Influenza)
2) Penyakit tidak menular : misalnya gizi buruk, keracunan makanan,
keracunan pestisida
3) Bencana alam disertai dengan wabah penyakit : misalnya bencana alam
banjir yang menimbulkan penyakit leptospirosis (penyakit kencing tikus)
c. Kriteria kejadian luar biasa
Kriteria tentang KLB ini mengacu pada keputusan Dirjen No.451/91, tentang
pedoman penyelidikan dan penanggulangan kejadian luar biasa. Berdasarkan
kriteria tersebut suatu kejadian dapat dinyatakan luar biasa apabila :
1) Muncul suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenal
2) Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun
waktu berturut turut
3) Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan
dengan periode sebelumnya
4) Jumlah penderita baru dalam 1 bulan menunjukan kenaikan atau 2 kali lipat
lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun
sebelumnya
d. Herd Immunity
Herd Immunity atau kekebalan kelompok adalah tingkat kekebalan atau daya
tahan suatu kelompok penduduk tertentu terhadap serangan atau penyebaran
unsur penyebab penyakit menular tertentu berdasarkan tingkat kekebalan
sejumlah tertentu anggota kelompok tersebut. Herd Immunity merupakan proses
utama dalam proses kejadian wabah di masyarakat serta kelangsungan penyakit
pada suatu kelompok penduduk tertentu
e. Pencegahan
Pencegahan suatu KLB atau wabah dapat di lakukan dengan cara sebagai
berikut :
1) Menetapkan terjangkitnya keadaan wabah
 Pengumpulan data
 Analisa data
 Penarikan kesimpulan
2) Melakukan penyelidikan wabah
 Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan wabah
 Mengetahui sumber penular
 Mengetahui etiologi
 Mengetahui sifat penular
3) Melaksanakan penanganan keadaan wabah
 Ditujukan kepada penderita
 Ditujukan kepada masyarakat
 Ditujukan kepada lingkungan
 Etiologi / agent
4) Penanggulangan sumber patogen
 Singkirkan sumber kontaminasi
 Hindarkan orang dari paparan
 Inactivasi / neutralisasi patogen
 Isolasi dan obati orang yang terinfeksi
5) Memutuskan rantai penularan
 Memutuskan sumber lingkungan
 Penanggulangan transmisi vektor
 Tingkatkan sanitasi perorangan
6) Modifikasi respons penjamu
 Immunisasi keluarga rentan
 Pemakaian chemotherapy
 Pencegahan
B. Pemeriksaan Fisik Pada Kondisi Kegawatdaruratan
1. Prioritas utama atau prioritas tertinggi (warna merah).
Ada gangguang A-B-C, contoh : penderita sesak nafas (gangguan Airway), cervikal-
spine-injury, pneumothorax, perdarahan hebat, shock, hipotermi
Tindakan gawat darurat :
a. Airway : periksa apakah masih bernafas dengan membuka jalan nafas ( head
tilt, chin lift, dan jaw trust)
b. Breathing : periksa frekuensi pernafasan, bila lebih dari 30 kali permenit =
merah
c. Circulation : periksa dengan cepat adanya pengisian kembali kapiler (capilary
refill) bila lebih dari 2 detik = merah
2. Prioritas tidak gawat, darurat warna kuning
Contoh : cedera abdomen tanpa shock, cedera dada tanpa gangguan respirasi,
fraktur mayor tanpa shock serta luka bakar ringan. Tindakan kegawatdaruratan pada
klien ini dengan menilai kesadaran klien (GCS) jika klien dapat mengikuti perintah
maka termasuk tidak gawat tapi darurat
3. Prioritas rendah (warna hijau)

Contoh : pata tulang paha, luka bakar tanpa gangguan airway. Klien ini ditempatkan
pada tempat yang aman dan menangani cedera klien.

4. Bukan prioritas (warna hitam)


Contoh : sudah meninggal. Klien meninggal atau cedera fatal yang jelas dan tidak
mungkin diresusitasi
C. Procedural TRIAGE
Dua macam kategori triage lapangan
Klasifikasi Triage Nato Konvensional Klasifikasi Triage Dengan Kode Warna
1. T1. Pembedahan segera : untuk 1. Merah / Darurat : proiritas 1: pasien kritis
menyelamatkan jiwa atau anggota yang dapat hidup dengan intervensi, tidak
tubuh. Waktu operasi minimal, kualitas memerlukan personil dan sumber daya
keberhasilan hidup diharapkan baik dalam jumlah berarti.
2. T2. Ditunda : pembedahan memakan 2. Kuning / urgen : prioritas 2: korban
banyak waktu. Jiwa korban tidak mempunyai kemungkinan tetap hidp dan
terancam oleh penundaan operasi kondisinya tetap stabil selama beberapa
stablisasi keadaan korban, jam dengan dilakukannya tindakan
meminimalkan efek penundaan stabilisasi
3. T3. Minimal : cidera ringan ditangani 3. Hijau / non urgensi : prioritas 3: cedera
oleh staf dengan pelatihan minimal ringan yang dapat diatasi oleh petugas
4. T4. Ekspektan : cedera serius dan dengan pelatihan minimal dan dapat
multiple, penanganan kompleks dan menunggu sampai korban cedera lainnya
memakan waktu. Pananganan selesai ditangani
memerlukan banyak personil dan 4. Biru / urgensi yang bervariasi : prioritas 2/3:
sumber daya korban dengan cedera berat diperkirakan
tidak akan bertahan hidup kecuali bila di
lakukan tindakan dengan segera

Cara melakukan triage :


Pelaksanaan triage dengan cara menurut START (Simple Triage And Rapid Treatment).
Cara ini memilih penderita tetap menurut prinsip A-B-C. Pada tahap ini jangan melakukan
terapi hanya memberikan tanda prioritas.
1. Awal
a. Panggil semua penderita yang dapat berjalan, dan perintahkan untuk pergi ke
daerah tertentu atau daerah yang aman
b. Semua penderita ditempat ini mendapatkan kartu hijau
2. Airway
a. Pergi ke penderita yang dekat, dan periksalah apakah masih bernafas
b. Bila sudah tidak bernafas buka airway, dan lihatlah apakah tetap tidak bernafas
1) Bila tetap tidak bernafas = hitam
2) Bila bernafas kembali = merah
c. Bila bernafas spontan lanjut ke tahap breathing
3. Breathing
a. Bila penderita dapat bernafas spontan, hitung kecepatan pernafasan
b. Bila lebih dari 30 kali permenit = merah
c. Bila kurang dari 30 kali permenit = lanjut tahap berikutnya
4. Circulation
a. Periksa dengan cepat adanya pengisian kembali kapiler
b. Bila lebih dari 2 detik = merah
c. Bila kurang dari 2 detik maka lanjut tahap selanjutnya
5. Kesadaran penderita harus mengikuti perintah kita (angkat tangannya)
a. Tidak dapat mengikuti perintah = merah
b. Dapat mengikuti perintah = kuning
DAFTAR PUSTAKA

Kissanti,A.(2012). Panduan Lengkap Pertolongan Pertama Pada Darurat Klinis. Yogyakarta:


Araska

Morton, P.G. (2011). Keperawatan Krisis. Jakarta: ESG

Pusponegoro, A.D. (1999). Penanggulangan Penderita Gawat Darurat: Indonesia Critical Care
Medicine

Thygerson, A. (2009). Pertolongan Pertama. Jakarta : Erlangga

Anda mungkin juga menyukai