Disusun Oleh :
Nim : P07120317004
Tingkat : III A / 3A
Semester : V / 5
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
A. Manajemen Bencana
1. Defenisi Bencana
UU no.24 Tahun 2007 mengidentifikasikan “peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda dan dampak psikologis
Bencana dapat terjadi karena dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau gangguan yang
mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability) masyarakat. Bila
terjadi hazard, tetapi masyarakat tidak rentan, maka berarti masyarakat dapat
mengatasi sendiri peistiwa yang mengganggu, sementara bila kondisi masyarakat
rentan, tetapi tidak terjadi peristiwa yang mengancam maka tidak akan terjadi
bencana
a. Model Manajemen
1) Disaster manajement continum model. Model ini mungkin merupakan
model yang paling populer karena terdiri dari tahap-tahap yang jelas
sehingga lebih mudah diimplementasikan. Tahap-tahap manajemen
bencana didalam model ini meliputi emergency, relief, rehabilitation,
reconstruction, mitigation, preparednes dan early warning
2) Pre-during-post disaster model. Model manajemen bencana ini membagi
tahap kegiatan disekitar bencana. Terdapat kegiatan-kegiatan yang perlu
dilakukan sebelum bencana, selama bencana terjad, dan setelah bencana.
Model ini seringkali digabungkan dengan disaster management continum
model.
3) The crunch and release model. Manajemen bencana ini menekankan
upaya mengurangi kerentanan untuk mengatasi bencana. Bila masyarakat
tidak rentan maka bencana akan juga kecil kemungkinannya terjadi meski
hazard tetap terjadi.
4) Disaster risk reduction framework. Model ini menekankan upaya
manajemen bencana pada identifikasi resiko bencana baik dalam bentuk
kerentanan maupun hazard dan mengembangkan kapasitas untuk
mengurangi resiko tersebut.
b. Kebijakan Manajemen Bencana
Dalam beberapa tahun terakhir, kebijakan manajemen bencana mengalami
beberapa perubahan kecenderungan yang perlu diperhatikan :
1) Konteks politik yang semakin mendorong kebijakan manajemen bencana
menjadi tanggung jawab legal
2) Penekanan yang semakin besar pada pada peningkatan ketahanan
masyarakatatau pengurangan kerentanan
3) Solusi manajemen bencana ditekankan pada pengorganisasian
masyarakat dan proses pembangunan
Kebijakan manajemen bencana yang ideal selainharus dikembangkan melalui
proses yang benar, juga perlu secara jelas menetapkan hal-hal sebagai berikut:
1) Pembagian tanggung jawab antara pemerintah pusat dan daerah
2) Alokasi sumber daya yang tepat antara pemerintah pusat dan daerah, serta
antara berbagai fungsi yang terkait.
3) Perubahan peraturan dan kelembagaan yang jelas dan tegas
4) Mekanisme kerja dan pengaturan antara berbagai portofolio lembaga yang
terkait dengan bencana
c. Pembagian tanggung jawab manajemen bencana
UU No.24 tahun 2004 telah menetapkan bahwa pemerintah (pusat) memiliki
tanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, tanggung
jawab tersebut mencakup :
1) Pengurangan risiko bencana (PRB)dan pemaduan pengurangan risiko
bencana dengan program pembangunan
2) Perlindungan masyarakat dari dampak bencana
3) Penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena
bencana secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum
4) Pemulihan kondisi dari dampak bencana
5) Pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam anggaran
pendapatan dan belanja negara yang memadai
6) Pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana
siap pakai
7) Pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan
dampak bencana
2. Kejadian luar biasa
a. Pengertian
Kejadian luar biasa (KLB) atau sering disebut juga wabah. Kedua kata tersebut
mempunyai pengertian yang hampir sama yaitu:
Menurut UU No.4 tahun 1984 tentang wabah penaykit menular, wabah penyakit
menular yang selanjutnya disebut wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu
penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara
nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu
serta dapat menimbulkan malapetaka
b. Ruang lingkup
Ruang lingkup KLB tidak hanya sebatas pada penyakit infeksi menular saja, ada
3 kategori penyakit yang masuk dalam KLB, yaitu :
1) Penyakit menular : misalnya Flu burung (Avian Influenza)
2) Penyakit tidak menular : misalnya gizi buruk, keracunan makanan,
keracunan pestisida
3) Bencana alam disertai dengan wabah penyakit : misalnya bencana alam
banjir yang menimbulkan penyakit leptospirosis (penyakit kencing tikus)
c. Kriteria kejadian luar biasa
Kriteria tentang KLB ini mengacu pada keputusan Dirjen No.451/91, tentang
pedoman penyelidikan dan penanggulangan kejadian luar biasa. Berdasarkan
kriteria tersebut suatu kejadian dapat dinyatakan luar biasa apabila :
1) Muncul suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenal
2) Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun
waktu berturut turut
3) Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan
dengan periode sebelumnya
4) Jumlah penderita baru dalam 1 bulan menunjukan kenaikan atau 2 kali lipat
lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun
sebelumnya
d. Herd Immunity
Herd Immunity atau kekebalan kelompok adalah tingkat kekebalan atau daya
tahan suatu kelompok penduduk tertentu terhadap serangan atau penyebaran
unsur penyebab penyakit menular tertentu berdasarkan tingkat kekebalan
sejumlah tertentu anggota kelompok tersebut. Herd Immunity merupakan proses
utama dalam proses kejadian wabah di masyarakat serta kelangsungan penyakit
pada suatu kelompok penduduk tertentu
e. Pencegahan
Pencegahan suatu KLB atau wabah dapat di lakukan dengan cara sebagai
berikut :
1) Menetapkan terjangkitnya keadaan wabah
Pengumpulan data
Analisa data
Penarikan kesimpulan
2) Melakukan penyelidikan wabah
Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan wabah
Mengetahui sumber penular
Mengetahui etiologi
Mengetahui sifat penular
3) Melaksanakan penanganan keadaan wabah
Ditujukan kepada penderita
Ditujukan kepada masyarakat
Ditujukan kepada lingkungan
Etiologi / agent
4) Penanggulangan sumber patogen
Singkirkan sumber kontaminasi
Hindarkan orang dari paparan
Inactivasi / neutralisasi patogen
Isolasi dan obati orang yang terinfeksi
5) Memutuskan rantai penularan
Memutuskan sumber lingkungan
Penanggulangan transmisi vektor
Tingkatkan sanitasi perorangan
6) Modifikasi respons penjamu
Immunisasi keluarga rentan
Pemakaian chemotherapy
Pencegahan
B. Pemeriksaan Fisik Pada Kondisi Kegawatdaruratan
1. Prioritas utama atau prioritas tertinggi (warna merah).
Ada gangguang A-B-C, contoh : penderita sesak nafas (gangguan Airway), cervikal-
spine-injury, pneumothorax, perdarahan hebat, shock, hipotermi
Tindakan gawat darurat :
a. Airway : periksa apakah masih bernafas dengan membuka jalan nafas ( head
tilt, chin lift, dan jaw trust)
b. Breathing : periksa frekuensi pernafasan, bila lebih dari 30 kali permenit =
merah
c. Circulation : periksa dengan cepat adanya pengisian kembali kapiler (capilary
refill) bila lebih dari 2 detik = merah
2. Prioritas tidak gawat, darurat warna kuning
Contoh : cedera abdomen tanpa shock, cedera dada tanpa gangguan respirasi,
fraktur mayor tanpa shock serta luka bakar ringan. Tindakan kegawatdaruratan pada
klien ini dengan menilai kesadaran klien (GCS) jika klien dapat mengikuti perintah
maka termasuk tidak gawat tapi darurat
3. Prioritas rendah (warna hijau)
Contoh : pata tulang paha, luka bakar tanpa gangguan airway. Klien ini ditempatkan
pada tempat yang aman dan menangani cedera klien.
Pusponegoro, A.D. (1999). Penanggulangan Penderita Gawat Darurat: Indonesia Critical Care
Medicine