Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN STUDI KASUS ROTASI KLINIK

PENATALAKSANAAN KLINIK
PADA PASIEN NEFROPATI DIABETIK DAN HIPERTENSI
DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh :

ASTIN A.D ABIDI

PO 717131009004

Mahasiswa Jurusan Gizi

Politeknik Kesehatan Kemenkes Manado

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MANADO

JURUSAN GIZI

2012
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN STUDI KASUS ROTASI KLINIK


PENATALAKSANAAN KLINIK
PADA PASIEN NEFROPATI DIABETIK DAN HIPERTENSI

DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Telah di setujui pada tanggal

Clinical Instruktur clinical Supervisior

Edy Purwanto, AMG Sutomo Rum Teguh K..Kes


NIP. 1977060420007011013 NIP. 19651205 198903 2 002
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Studi Kasus Rotasi Klinik di bagian
IPD ini tepat pada waktunya.

Tidak lupa penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Direktur Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang.


2. Kepala Instalasi Gizi RSU Dr. Saiful Anwar Malang.
3. Instruktur Klinik, Edi Purwanto, AMG yang telah membimbing,mengarahkan dan
membantu hingga terselesaikan laporan ini.
4. Supervisior Klinik, Sutomo Rum Teguh K., SKM., M.Kes yang telah membantu,
memberi saran dan bimbingan.
5. Para Ahli Gizi di Instalasi Gizi RSU Dr. Saiful Anwar Malang yang mendukung dalam
pelaksanaan studi kasus.
6. Serta seluruh rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang terkait dan telah membantu
dalam penyusunan laporan ini hingga dapat berjalan lancar dan terselesaikan dengan
baik.

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa masih belum sempurnah dan terdapat


berbagai kekurangan serta kekeliruan. Karena itu penulis dengan senang hati mengharap
kritik dan saran demi kesempurnaan laporan ini.

Malang, Juni 2012

penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN ..................................................................................
KATA PENGANTAR ...........................................................................................
DAFTAR ISI ...........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


C. Gambaran Umum Penyakit
D. Penatalaksanaan Diet

BAB III PERENCANAAN ASUHAN GIZI

BAB IV HASIL MONITORING EVALUASI

BAB V PEMBAHASAN
A. Rencana terapi
B. Tingkat konsumsi dan Zat Gizi
C. Perkembangan Pengukuran Antropometri
D. Perkembangan pemeriksaan biokimia/laboratorium
E. Perkembangan pemeriksaan fisik/klinis
F. Perubahan pengetahuan, sikap/perilaku hasil terapi edukasi

BAB VI DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Masalah gizi klinis adalah masalah gizi yang ditinjau secara individual mengenai
apa yang terjadi dalam tubuh seseorang, yang seharusnya ditangulangi secara individu.
Demikian pula masalah gizi pada berbagai keadaan sakit yang secara langsung
mempengaruhi proses penyembuhan harus diperhatikan secara individual. Hal ini
memerlukan pelayanan gizi yang bermutu untuk mempertahankan status gizi dan untuk
mempercepat proses penyembuhan. Oleh karena itu, pelayanan gizi yang bermutu di Rumah
Sakit akan membantu mempercepat proses penyembuhan pasien (DepKes, 2005).
Pelayanan gizi Rumah Sakit (PGRS) adalah kegiatan pelayanan gizi di Rumah Sakit
untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat Rumah Sakit baik rawat inap maupun rawat
jalan, untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan maupun mengoreksi
kelainan metabolisme dalam upaya preventif, kuratif dan rehabilitative.sedangkan
pelayanan gizi individu adalah serangkaian pelayanan gizi pasien secara individual dengan
memperhatikan pola dan kebiasaan makan seseorang sesuai dengan kebutuhan energi dan
zat gizi pasien, serta kondisi fisik-klinis dan keadaan patofisiologis penyakitnya
(DepKes,2005)
Diabetes Mellitus saat ini menjadi penyakit yang mulai melanda penduduk di
negara-negara berkembang seperti Indonesia.  WHO memperkirakan pada 2030 nanti
sekitar 21,3 juta orang Indonesia terkena Diabetes Mellitus (Reta, 2008).
Prevalensi Diabetes Mellitus secara menyeluruh sekitar 6% dari populasi Diabetes
Mellitus, 90% di antaranya Diabetes Mellitus Tipe II. Jumlah penderita Diabetes Mellitus
secara global terus meningkat setiap tahunnya. Penderita Diabetes Mellitus di Indonesia
pada tahun 2000 mencapai 8,4 juta orang dan menduduki peringkat ke 4 setelah India, Cina,
dan Amerika Serikat. Jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat lebih dari dua kalinya
pada tahun 2030, yaitu menjadi 21,3 juta orang (Askandar, 2003).
Menurut Ketua Indonesian Diabetes Association (Persadia), Diabetes Mellitus Tipe
II merupakan yang terbanyak diderita, yaitu sekitar 95% dari keseluruhan kasus Diabetes
Mellitus. Faktor resiko terjadinya Diabetes Mellitus Tipe II antara lain adalah faktor
makanan yang dikonsumsi seperti sering mengkonsumsi minuman dengan pemanis gula
seperti soft drinks dan fruit drink (minuman buah dalam kemasan) serta kurang
mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan (Reta, 2008).
Diabetes Mellitus berkorelasi sangat erat dengan obesitas dan resiko kejadian PJK.
Risiko Diabetes Mellitus bertambah dengan cepat seiring dengan meningkatnya Indeks
Masa Tubuh (IMT) dan lemak badan (Misnadiarly, 2006). Berdasrkan latar belakang
tersebut, penulis melakukan asuhan gizi pada pasien NEFROPATIK DIABETIK DAN
HIPERTENSI.

B.TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu merencanakan dan melakukan manajemen asuhan gizi klinik pada
pasien nefropati diabetik dan hipertensi.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan manajemen asuhan gizi di rumah sakit yang meliputi :
mengkaji data dasar ( inventarisasi data subyektif dan obyektif pasien),
mengindentifikasi masalah gizi dan menganalisis tingkat resiko, diagnosa gizi
yang ditentukan oleh ahli gizi, melakukan intervensi gizi ( rencana dan
implementasi asuhan gizi pasien), melakukan monitoring dan evaluasi
pelayanan gizi pasien.
b. Mahasiswa mampu melakukan edukasi dietetic mandiri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus (DM) adalah ganguan kesehatan yang berupa kumpulan gejala

yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan ataupun

retensi insulin (Bustan, 2007). Insulin mempunyai peran utama dalam mengatur kadar

glukosa di dalam darah yaitu memasukkan glukosa kedalam sel. Diabetes Mellitus diartikan

sebagai penyakit metabolisme yang termasuk dalam kelompok gula darah yang melebihi

batas normal atau hiperglikemia (lebih dari 120 mg/dl atau 120 mg%). (misnadiarly, 2006)

2. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Menurut Bustan, 2007. Dikenal 2 jenis utama Diabetes Mellitus dan kedua jenis itu

dikenal dengan melihat etiologisnya, sebagai berikut :

a. Diabetes Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), disebabkan oleh gangguan

sel beta pankreas. Pada DM Tipe I terjadi dekstruksi sel beta, ditandai dengan defisiensi

insulin absolut.

b. Diabetes Tipe II: Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin atau Non Insulin Dependent

Diabetes Mellitus (NIDDM), terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin

(resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin. Sebagai gambaran

perbandingan Diabetes Mellitus Tipe I dan Diabetes Mellitus Tipe II dapat dilihat dalam

tabel 4 berikut ini :


Tabel 1. Perbandingan Keadaan Diabetes Mellitus Tipe I dan Diabetes Mellitus Tipe II

Diabetes Mellitus Tipe 1 Diabetes Mellitus Tipe 2

a. Sel pembuat insulin rusak a. Lebih sering dari tipe 1

b. Mendadak, berat dan fatal b. Faktor turunan positif

c. Umumnya usia muda c. Muncul saat dewasa

d. Insulin dibutuhkan seumur d. Biasa diawali (trigger) dengan

hidup kegemukan

e. Bukan turunan tetapi autoimun e. Komplikasi kalau tidak terkendali

c. Diabetes Mellitus tipe lain : bisa berupa efek genetik fungsi insulin, efek genetik kerja

insulin, infeksi, karena obat/kimiawi, sindro genetik yang terkait Diabetes Mellitus.

Diabetes Mellitus Tipe lain ini terjadi karena :

1. Kekurangan kalori dan protein dalam jangka panjang.

2. Berkaitan dengan penyakit sistemik lain.

3. Umumnya khusus insulin dibutuhkan absolut.

4. Karena obat/zat kimia lain, infeksi dan faktor keturunan.

d. Diabetes Mellitus Gestasional (GDM) : Diabetes Mellitus karena dampak kehamilan.

Diabetes Mellitus Gestasional terjadi dan berisiko pada ;

1. Muncul pada saat hamil muda, tetapi akan normal setelah persalinan.

2. Resiko pada ibu bisa fatal.

3. Resiko pada janin : cacat bawaan sampai mati.

4. Memerlukan insulin (sementara waktu).

5. Punya resiko Diabetes Mellitus di kemudian hari.


3. Gejala klinis

Gejala klasik Diabetes Mellitus adalah rasa haus yang berlebihan, sering kencing

terutama malam hari dan berat badan turun dengan cepat. Di samping itu kadang-kadang

ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal,

penglihatan kabur, gairah seks menurun, dan luka sukar sembuh. (FKUI, 2002)

Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita Diabetes Mellitus atau

kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana

peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 – 180 mg/dL dan air seni (urine)

penderita kencing manis yang mengandung gula (glukosa), sehingga urine sering dilebung

atau dikerubuti semut. (Gochiindonesia, 2009)

Menurut Harnawatiaj, 2008. Gejala yang lazim terjadi pada penderita Diabetes

Mellitus sebagai berikut :

Pada tahap awal sering ditemukan :

a. Poliuria (banyak kencing)

Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya

serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotik diuresis yang mana gula banyak

menarik cairan dan elektrolit sehingga penderita mengeluh banyak kencing.

b. Polidipsi (banyak minum)

Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena

poliuri, sehingga untuk mengimbangi penderita lebih banyak minum.

c. Polifagia (banyak makan)

Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).

Sehingga untuk memenuhinya penderita akan terus makan. Tetapi walaupun klien
banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh

darah.

d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang

Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh

bersama mendapat peleburan zat dari bagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein,

karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan

makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga

penderita dengan Diabetes Mellitus walaupun banyak makan akan tetap kurus.

e. Mata kabur

Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang

disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa,

sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

4. Etiologi

Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) atau Diabetes Melitus tergantung insulin

(DMTI) disebabkan oleh dekstruksi sel B pulau langerhans akibat proses autoimun.

Sedangkan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak

Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan kegagalan relatif sel B dan resistensi insulin.

Retensi insulin adalah turunya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa

oleh jaringan ferifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel B tidak mampu

mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin.

Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa,

maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain (Arif

Mansjoer,2001).
5. Patofisiologi

Pengolahan bahan makanan di mulai dari mulut kemudian ke lambung dan

selanjutnya dan sekitarnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan, makanan yang terdiri atas

karbohidrat di pecah menjadi glukosa, protein di pecah menjadi asam amino dan lemak

menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu diedarkan keseluruh tubuh untuk di

pergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya berfungsi

sebagai bahan bakar zat makanan itu harus di olah, di mana glukosa di bakar melalui proses

kimia yang menghasilkan energi yang di sebut metabolisme. Dalam proses metabolisme,

insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel yang di

gunakan sebagai bahan bakar, insulin adalah suatu zat atau hormon yang di hasilkan oleh sel

beta di pangkreas, bila insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk dengan akibat

glukosa tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa dalam di dalam darah

meningkat. (FKUI, 2002)

Sebagian besar patologi Diabetes Mellitus dapat dikaitkan dengan satu dari tiga efek

utama kekurangan insulin sebagai berikut :

1) Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat peningkatan

konsentrasi glukosa darah setinggi 300 sampai 1200 mg/hari/100 ml.

2) Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah-daerah penyimpanan lemak, menyebabkan

kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler yang

mengakibatkan aterosklerosis.

3) Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.

6. Komplikasi Diabetes Mellitus

Yang menakutkan dari penderita Diabetes Mellitus adalah munculnya komplikasi.

Komplikasi yang terjadi dapat ringan, sedang, maupun berat. Asal kadar gula darah dapat

terkontrol, maka terjadinya komplikasi dapat dicegah.


Pada penderita Diabetes Mellitus dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel

dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat

pembuluh darah kecil (mikrovaskular) berupa kelainan pada retina mata, glomerulus ginjal,

syaraf, dan pada otot jantung (kardiomiopati). Pada pembuluh darah besar, manifestasi

komplikasi kronik Diabetes Mellitus dapat terjadi pada pembuluh darah serebral, jantung

(penyakit jantung koroner), dan pembuluh darah perifer (tungkai bawah). Komplikasi lain

Diabetes Mellitus dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi saluran kemih,

tuberkolosis paru, dan infeksi kaki, yang kemudian dapat menjadi ulkus/gangrene diabetes

(Anonimous, 2009).

7. Diagnosa

menurut Sarmono (1996), jika keluhan dan gejala khas, ditemukanya pemeriksaan

glukosa darah sewaktu yang >200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.

Umumnya hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang baru satu kali saja abnormal

belum cukup kuat untuk diagnosis klinis DM. Kalau hasil pemeriksaan glukosa darah

meragukan, pemeriksaan TTGO diperlukan untuk konfirmasi diagnosisi DM. Untuk

diagnosisi DM dan gangguan toleransi glukosa lainya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah

beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa pernah 2 kali abnormal untuk

konfirmasi diagnosis DM, baik pada 2 pemeriksaan yang berbeda ataupun adanya 2 hasil

abnormal pada saat pemeriksaan yang sama.

8. Penatalaksanaan

Dalam jangka pendek penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan

keluhan/gejala DM. Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk mencegah

komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa, lipid
dan insulin. Kerangka utama penatalaksanaan DM yaitu perencanaan makan, latihan

jasmani, obat hipoglikemik, dan penyuluhan (Arif Mansjoer, 2001).

a. Perencanaan makan ( meal planning)

Standar yang diajukan adalah santapan dengan komposisi seimbang berupa

karbohidrat (60-70%), protein (10-15%), dan lemak (20-25%). Jumlah kalori disesuaikan

dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai

berat badan ideal. Jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hari. Jumlah kandungan serat +

25 g/hari, diutamakan jenis serat larut. Konsumsi garam dibatasi bila terjadi hipertensi.

Pemanis dapat digunakan secukupnya.

b. Latihan jasmani

Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama + ½ jam yang

sifatnya sesuai. Latihan dilakukan terus menerus tanpa berhenti, otot-otot berkontraksi dan

relaksasi secara teratur, selang-seling antara gerak cepat dan lambat, berangsur-angsur dari

sedikit kelatihan yang lebih berat secara bertahap dan bertahan dalam waktu tertentu.

Latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah jalann kaki, jogging, lari, renang, bersepeda,

dan mendayung.

c. Obat berkhasiat hipoglikemi

Jika pasien telah melakukan pengaturan makanan dan kegiatan jasmani yang teratur

tetapi kadar glukosa darahnya masih baik, dipertimbangkan ppemakaian obat berkhasiat

hipoglikemik (oral/suntikan).

9. Terapi nutrisi diabetes melitus dengan nefropati menurut Sunita Almatsier (2005)

Tujuan diet :

Tujuan diet penyakit diabete melitus dengan nefropatik adalah untuk mencapai dan

mempertahankan status gizi optimal serta menghambat laju kerusakan ginjal,dengan cara :
 Mengendalikan kadar glukosa darh dan tekanan darah.

 Mencegah menurunya pungsi ginjal.

 Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.

Prinsip diet :

 3 j (tepat jumlah, tepat jenis, dan tepat jadwal) dengan energi dan zat gizi cukup

sesuai kebutuhan.

 Rendah protein (bagi penderita DM dengan kerusakan pada ginjal/nefropati)

Syarat diet :

 Energi adekuat, yaitu 20-30 kkal/kg BB ideal.

 Protein rendah, yaitu 10% dari kebutuhan total atau 0.8 g/kg BB.rendahnya

kandungan protein diet sehari tergantung pada kondisi pasien.

 Karbohidrat sedang, yaitu 55-60% dari kebutuhan energi total. Kebutuhan karbohitrat

tergantung pada kadar glukosa dan lipida darah.

 Lemak normal, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total. Utamakan asam lemak tidak

jenuh ganda dan tunggal.

 Vitamin tinggi. Bila nafsu makan menurun diberikan suplemen vitamin B kompleks,

asam folat dan piridoksin, serta vitamin C.

B. Hipertensi

1. Pengertian

Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah keadaan yang ditandai dengan terjadinya

peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Hipertensi merupakan penyakit yang umunya

tidak menunjukkan gejala, atau bila ada, gejala yang tidak jelas sehingga tekanan yang

tinggi di dalam arteri sering tidak dirasakan oleh penderita (Iskandar , 2010).
2. Etiologi

Hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu:

1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak/belum diketahui

penyebabnya ( terdapat kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi). Hipertensi primer

kemungkinan memiliki banyak penyebab ; beberapa perubahan pada jantung dan

pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah.

2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/sebagai akibat dari adaanya

penyakit lain. Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Sekitar 5-10

% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Sekitar 1-2%, penyebabnya

adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu ( misalnya pil KB )

(Muhammadun, 2010).

3. Gambaran klinis

Pada umumnya hipertensi tidak menimbulkan gejala yang jelas dan sering tidak

disadari kehadirannya. Ada kalanya secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan

dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sebenarnya tidak selalu).

Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, wajah kemerahan,

kelelahan. Semua gejala tersebut bisa terjadi pada siapa saja, baik pada penderita hipertensi

maupun seseorang yang tekanan darahnya normal.

Pada hipertensi berat atau yag telah menahun, bisa timbul gejala-gejala yang

berasal dari kerusakan otak, mata, jantung, dan ginjal, seperti : sakit kepala, kelelahan, mual

dan muntah, sesak napas, gelisah, pandangan menjadi kabur. Pada hipertensi berat,

penurunan kesadaran sampai koma dapat terjadi, karena adanya pembengkakkan otak yang

disebut ensefalopati hipertensi (Iskandar , 2010).


4. Diagnosa

Anamesa :

a. Riwayat penyakit untuk membedakan hipertensi esensial dengan hipertensi sekunder.

b. Riwayat makan: pola makan meliputi asupan energi, makronutrien,asupan garam (NaCL),

kalium,magnesium dan alkohol (Sastroamidjojo S, 2000).

Kebiasaan makan yang makanan yang banyak mengandung garam perlu ditanyakan untuk

mendapat gambaran tentang jumlah asupan garam pada pasien, faktor alat, dan tempat

pengukuran. Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan pada pasien setelah istirahat

yang cukup yaitu sesudah berbaring paling sedikit 5 menit. Pengukuran dilakukan pada

posisi berbaring, duduk, dan berdiri, sebanyak 2 kali atau lebih, dengan interval 2 menit

(Tjokronegro A, 2001).

WHO ( World Health Organisation ) menetapkan bahwa tekanan darah normal

jika tekanan sistolik dibawah 140 mmHg (Bangun, 2005). Diagnosa hipertensi ditegakkan

bila dari pengukuran berulang-ulang tersebut diperoleh nilai rata-rata tekanan darah

diastolik > 90 mmHg dan atau tekanan darah sisitolik > 140 mmHg (Sulistia, dkk 1995).

5. Pemeriksaan menunjang

Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelulm memulai terapi bertujuan

menetukan adanya kerusakan organ dan faktor resiko lain atau mencari penyebab hipertensi.

Biasanya diperiksa urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin,

gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL, TSH dan ekokardiografi (Arif Mansjoer,

2001).

6. Penatalaksanaan

Menurut Arif mansjoer (2001), tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah

menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler dan mortalitas serta morbiditas yang


berkaitan. Tujuan terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik dibawah

140 mmHg dan tekanan diastolik dibawah 90 mmHg dan mengontrol faktor resiko. Hal

ini dapat dicapai melalui modifikasi gaya hidup saja atau dengan obat antihipertensi.

Modifikasi gaya hidup lebih efektif, dapat menurunkan risiko kardiovaskuler dengan

biaya sedikit dan resiko minimal. Tata laksana ini tetap dianjurkan meski harus disertai

obat antihipertensi karena dapat menurunkan jumlah dan dosis obat. Langkah-langkah

yang dianjurkan untuk :

 Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan (indeks massa tubuh > 27)

 Membatasi alkohol

 Meningkatkan aktifitas fisik aerobik (30-45 menit/hari)

 Mengurangi asupan natrium

 Mempertahankan asupan kalium yang adekuat (90 mmol/hari)

 Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat

 Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam

makanan.

7. Terapi edukasi

Tujuan Diet :

Membantu menghilangkan retensi garam atau air dalam jaringan tubuh dan menurunkan

tekanan darah pada pasien hipertensi.

Syarat Diet :

 Cukup energi, protein, mineral, dan vitamin

 Bentuk makanan sesuai dengan keadaan penyakit

 Jumlah natrium disesuikan dengan berat tidaknya retensi garam atau air.

Macam-macam dan Indikasi Pemberian

 Diet Garam Rendah I (200-400 mg Na)


Diet garam rendah I diberikan kepada pasien dengan edeama, acites dan hipertensi

berat.pada pengolahan makananya tidak ditambahkan garam dapur. Dihindari

bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya.

 Diet Garsm II (600-800 mg Na)

Diet rendah Garam II diberikan kepada pasien dengan edema, acites, dan hipertensi

tidak terlalu berat. Pemberian makanan sehari sama dengan diet rendah garma I. Pada

pengolahan makananya boleh menggunakan ½ sdt garam dapur (2 g). Dihindari bahan

makanan yang tinggi kadar natriumnya.

 Diet Garam III

Diet Garam Rendah III diberikan kepada pasien dengan edema dan hipertensi

ringan. Pemberian makananya boleh menggunakan 1 sdt (2 g) garam dapur.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Rencana terapi

Pada kasus ini direncanakan mendapat terapi Diet DM B 2 1700 Rendah Garam

dengan tingkat kebutuhan sebagai berikut :

Energi : 1984.5 kal


Protein : 45.3 gr
Lemak : 66 gr

Karbohidrat : 297.6 gr

Diet yang diberikan dengan tujuan yaitu sebagai berikut :

a. Meningkatkan status gizi mencapai batas normal


b. Membantu mengendalikan tekanan darah.
c. Mencegah menurunya pungsi ginjal.
d. Menurunkan kadar ureum hingga mencapai normal
e. Menurunkan kadar kreatinin hingga mencapai batas normal
f. Membantu menurunkan asupan kalium sehingga mencapai batas normal
g. Membantu meningkatkan kadar Hb mencapai batas normal.
h. Membantu meningkatkan kadar albumin mencapai batas normal.
i. Membantu mengendalikan kadar GDS mencapai batas normal.

Syarat Diet
a. Energi diberikan 35 dari BBI
b. protein diberikan 0.8 dari BBI
c. Lemak diberikan 30% dari total energi.
d. KH diberikan 65% dari total energi.
e. Vitamin dan mineral secukupnya sesuai dengan
kebutuhan
f. Bentuk makanan lunak
g. Cara pemberian oral
h. Frekuensi makan 3X makanan utama, 2X selingan.
B. Tingkat Konsumsi Energi dan Zat Gizi

1. Energi
Selama pengamatan studi kasus konsumsi energi dan zat gizi pasien meningkat dari
hari pertama sampai hari terakhir, walau kebutuhan pasien menurun jauh di bawah standar .
Terbukti dengan hasil monitoring intake energi pada hari pertama sebesar 36%, hari kedua
sebesar 36.7%, hari ketiga  sebesar 37.6%.

2. Protein

Tingkat konsumsi protein pasien meningkat dari hari sebelumnya, walau kebutuhan pasien
menurun jauh di bawah standar yaitu pada hari pertama sebesar 20%, hari kedua sebesar 22%, dan
hari ketiga sebesar 21%.

3. Lemak

Tingkat konsumsi lemak pasien pada hari pertama sebesar 24%, pada hari kedua sebesar 31%
dan pada hari ketiga menurun sebesar 25%, ini di sebabkan karena pasien hanya mengkonsumsi ½
dari makanan yang disajikan oleh rumah sakit.

4. Karbohidrat

Tingkat konsumsi karbohidrat pasien pada hari pertama mengalami peningkatan meskipun
masih tetap dibawah standar kebutuhan. Terbukti pada pengamatan hari pertama asupan karbohidrat
sebesar 56 %. Pada pengamatan hari kedua asupan karbohidrat mengalami penurunan sebesar 47 %,
ini di sebabkan karena pasien hanya ½ dari makanan yang disajikan di rumah sakit. dan pada hari
ketiga mengalami peningkatan sebesar 53%.

C. Perkembangan antropometri

Selama pengamatan hanya menggunakan pengukuran antropometri tinggi lutut dan


LILA karena pasien tidak bisa bangun dari tempat tidurnya sehingga tidak dapat dilakukan
pengukuran Berat Badan. Pengukuran panjang badan juga tidak dapat dilakukan dikarenakan
pasien tidak bisa tidur dengan lurus, saat pangamatan pasien pasien tidur dengan
mengunakan sandaran 2-3 bantal sehingga hanya dapat dilakukan pengukuran LILA dan
Tinggi Lutut pada awal dan akhir pengamatan, di mana hasilnya ada perubahan pada
pengukuran LILA-nya. Untuk tinggi badan pasien selama 3 hari tidak mengalami perubahan
(162 cm). Penilaian status gizi berdasarkan Lingkar Lengan Atas (LILA) menunjukan status
gizi yang dari hari pertamanya gizi buruk (66%) setelah dilakukan pengamatan hari terakhir
sudah masuk ke gizi baik(85%).

D. Perkembangan Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Dari hasil pengamatan didapatkan hasil bahwa nilai Gula Darah Sesaat pasien tinggi

yaitu sebesar 315 mg/dl. Hal ini disebabkan karena adanya gangguan metabolisme

karbohidrat karena adanya gangguan endokrin dari penyakit diabetes melitusnya. Kadar

kreatinin dan ureum juga tinggi hal ini disebabkan adanya gangguan fungsi ginjal dan

pasien didiagnosa Acute long udema, Hf st cfc III, Acites, Pleural effusion Af NVR. Selain

itu kalium yang tinggi di sebabkan karena tingginya cairan elektrolit yang juga dapat

menyebabkan gangguan pada fungsi ginjal.

E. Perkembangan Pemeriksaan Biokimia/Laboratorium

Selama 3 hari pengamatan, kondisi fisik dan klinis pasien mengalami perubahan.
keadaan umum pasien masih tetap yaitu pasien masih dalam kondisi lemah. Kesadaran
pasien tidak mengalami perubahan (compos mentis). Perubahan Tekanan Darah mulai
membaik, yang didukung dari terapi obat dan asupan makanan pasien yang sesuai diet.

F. pengetahuan, sikap/perilaku Hasil Terapi Edukasi


Sebelum pasien masuk rumah sakit, pasien sering mengkonsumsi sayur sawi dan
hampir setiap hari mengkonsumsi makanan yang digoreng seperti daging, tempe dan tahu
goreng. Selain itu pasien sebelum masuk rumah sakit pasien belum pernah mendapat
penyuluha tentang makanan yang bergizi. Akan tetapi setelah mendapat pengarahan dari ahli
gizi pasien menyadari bahwa makanan yang sering dikonsumsi berupa makanan yang selalu
digoreng tidak baik bagi kesehatan, sehingga menurut keterangan pasien akan berubah pola
makan yang salah karena sudah mengerti dan mengetahui dampak negative bagi kesehatan
pasien.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
 Berdasarkan data subyektif dan objektif yang telah dilakukan pasien didiagnosa
nefrotik diabetik dan hipertensi dengan status gizi buruk. Pasien diberikan diet diabetes
melitus B2 1700 kalori Rendah Garam ( DM B2 kal RG ).
 Hasil pengukuran LILA pasien pada awal pengamatan yaitu 20 cm dan yang terakhir
yaitu 26 cm. Dengan demikian status gizi dari pengamatan pertama yaitu pasien
dinyatakan status gizi buruk (66%)dan setelah hari terakhir status gizi pasien sudah
baik(85%).
 Terapi yang diberikan pada pasien selama dirawat dirumah sakit belum dapat
membantu kesembuhan pasien menjadi lebih baik, terbukti dengan masih kurangnya
asupan energi dan zat gizi pasien yang berada dibawah kebutuhan standar. Namun
keadaan fisik/klinis pasien sudah membaik dengan ditandai normalnya tensi pasien
pada pengamatan hari kedua dan ketiga.
 kebiasaan makan pasien sehingga meningkatkan intake makan pasien selama observasi,
walaupun peningkatan intake makan tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan yang
seharusnya.
 Penyuluhan dan konsultasi gizi dilakukan 3 hari pengamatan (29-31 mei 2012) dengan
memberikan materi sesuai diet yang diberikan dan dengan terus memberikan motivasi
pada keluarga untuk membantu peningkatan asupan makan pasien
 Distribusi makanan dari ruangan pada umumnya sudah memenuhi kebutuhan yang
ditetapkan antara lain : cara penyampaian, penampilan makanan, kelengkapan menu,
kelengkapan alat makan, ketepatan waktu, jadwal/waktu makan, dan pengembalian alat
makan serta tenaga distribusi.
B. Saran
Hendaknya untuk pasien terus berusaha meningkatkan asupan makan. Dan keluarga

pasien harus selalu memberikan dukungan dan motivasi untuk pasien.

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
(Misnadiarly. 2006. Diabetes mellitus. Jakarta : Pustaka populer

Anonimous, 2009. http://indoroyal.com/info-penyakit/mengenal-diabetes-melitus.html

Askandar Tjokroprawiro. 2003. Diabetes Millitus. Edisi III. Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama.

Bustan, 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. PT. Rineka Cipata.

Jakarta.

FKUI, 2002. Penetalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta

Gochiindonesia, 2009. http://wordpress.com/2009/05/14/penyakit-diabetes-mellitus/

Guniswarna G.Sulistia dkk, 1995. ”Farmakologi dan Terapi”. Bagian Farmakologi FKUI,
Jakarta
Harnawatiaj, 2008. http:// wordpress.com/2008/04/16/askep-diabetes-mellitus/

Junaidi Iskandar, 2010.”Hipertensi”.PT Bhuana Ilmu Populer. Jakarta

Mansjoer Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta

Muhammadun, 2010. ”Hidup Bersama Hipertensi”. PT In-Books. Jogjakarta.

Reta, 2008. Diet Untuk Menghindari Peningkatan Risiko Diabetes Tipe 2.

http://www.perawatonline.com/index.php?

option=com_content&view=article&catid=7:kep-komunitas&id=41:diet-untuk-

menghindari-peningkatan-risiko-diabetes-tipe-2&Itemid=6 [19 Agustus 2008]


Sarwono. 1996. Ilmu Penyakit dalam Jilid I. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

Sastroamidjojo Soemilah dkk,2000.” Pegangan Penatalaksanaan Nutrisi Pasien”. Jakarta.

Tjokronegro Arjatmo dkk,2001.”Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga”. FKUI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai