Anda di halaman 1dari 85

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan keadaan sempurna baik fisik, mental
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial ekonomi dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat.
Kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam hidup yang tercermin
pada pemenuhan kebutuhan dasar pada manusia. Seiring dengan kemajuan
kesehatan di masyarakat yaitu akan pentingnya kesehatan sehingga masih
banyak sekali masalah kesehatan yang harus dihadapi terutama pada usia
produktif atau usia remaja sampai pra lansia (Notoadmodjo, 2012)
Saat ini penyakit noninfeksius seperti halnya Penyakit Tidak
Menular (PTM). Penyakit tidak menular yang sering dijumpai di kalangan
masyarakat salah satunya adalah penyakit diabetes melitus. Diabetes
melitus merupakan salah satu penyebab utama yang menyebabkan
kebutaan, serangan jantung, stroke, lakukan upaya pencegahan sekarang,
diabetes mellitus dapat dicegah atau kejadiannya dapat ditunda (WHO,
2016).
Angka kejadian Diabetes Mellitus di Dunia memperkirakan
sedikitnya terdapat 436 juta jiwa pada usia 20-70 tahun di dunia yang
menderita Diabetes Mellitus atau setara dengan angka prevelensi 9,3%
dari total penduduk pada usia yang sama. Prevelensi diabetes di Indonesia
berdasarkan diagnosis dokter pada umur 15 tahun sebesar 2%. Angka ini
menunjukan peningkatan dibandingkan prevelensi diabetes mellitus pada
penduduk 15 tahun pada tahun 2013. Namun prevelensi diabetes mellitus
pada tahun 2013 sebanyak 6,9% dan pada 2018 yaitu 8,5%. Angka ini
menunjukan bahwa baru sekitar 25 % penderita diabetes baru mengetahui
bahwa dirinya menderita diabetes mellitus (Riskesdas, 2018).
2

Prevelensi diabetes melitus tergantung insulin di provinsi Jawa


Tengah sebesar 0,06% pada tahun 2012 lebih rendah dibandingkan tahun
2011 (0,09). Prevelensi tertinggi adalah Kabupaten Semarang sebesar
0,66%, prevelensi diabetes melitus pada tahun 2019 Provinsi Jawa Tengah
sebesar 152.075 kasus penderita Diabetes Melitus, prevelensi penderita
Diabetes Melitus di Kabupaten Cilacap 12.284 kasus penderita Diabetes
Melitus (Kemenkes, 2019). Data yang didapat dari rekam medis RSI
Fatimah Cilacap pada tahun 2021 terdapat 1.124 kasus penderita Diabetes
Melitus, pada akhir buan maret 2022 didapatkan data 258 kasus yang
menderita Diabetes Melitus (Rekam Medik RSI Fatimah Cilacap, 2021)
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis progresif yang
ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein, mengarah ke hiperglikemia (kadar gula
darah tinggi). Umumnya penyakit ini akan menyebabkan terjadinya
peningkatan kadar gula darah. Peningkatan kadar gula darah akan
mempengaruhi produksi keton dan akan memicu terjadi kondisi
ketoasidosis atau suatu kondisi dari komplikasi diabetes melitus
mematikan pada penderita diabetes melitus. Sehingga harus diatasi dengan
pengobatan secara farmakologis ataupun pengobatan secara
nonfarmakologi, pengobatan nonfarmakologi salah satunya yaitu terapi
akupesur (Maria, 2021).
Terapi akupresure merupakan cara yang efektif dan nyaman untuk
mengobati pasien diabetes melitus. Akupresure merangsang pelepasan
neurotransmitter yang membawa sinyal sepanjang saraf atau melalui
kelenjar yang kemudian mengaktifkan hipotalamus. Akupresure nyaman
dilakukan pada penderita diabetes melitus karena akupresure tidak
menggunakan jarum jadi pasien tidak ada ketakutan terhadap jarum.
Menurut hasil penelitian Maryam (2019) menyatakan bahwa adanya
perubahan yang signifikan setelah dilakukan pemberian terapi akupresur.
Hasil analisis menunjukan bahwa terdapat perubahan rata-rata kadar gula
darah sewaktu sesudah dilakukan akupresur pada kelompok kontrol dan
3

kelompok intervensi. Terapi akupresur dianggap sebagai terapi alternative


yang paling efektif untuk mengontrol diabetes melitus dibandingkan
dengan terapi lainnya yakni 67,8% (Maryam, 2019).
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk menerapan
terapi akupresur pada asuhan keperawatan pada pasien Tn. I dengan
gangguan sitem endokrin : Diabetes Melitus di ruang Arafah 2 di Rumah
Sakit Islam Fatimah Cilacap untuk merunkan kadar gula darah.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah penerapan terapi akupresur pada Asuhan
Keperawatan pada Tn. I dengan gangguan sistem endokrin: Diabetes
Mellitus ?
C. Tujuan Studi Kasus
1. Tujuan umum
Mampu mengaplikasikan konsep dasar asuhan keperawatan pada
pasien Tn.I dengan gangguan sistem endokrin: Diabetes Melitus di
ruang Arafah 2 di Rumah Sakit Islam Fatimah Cilacap dengan
penerapan terapi akupresur.
2. Tujuan khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien Diabetes
Melitus.
b. Penulis mampu merumuskan diagnose keperawatan pada pasien
Diabetes Melitus.
c. Penulis mampu merencanakan tindakan keperawatan pada pasien
Diabetes Melitus
d. Penulis mampu mengimplementasikan tindakan keperawatan
sesuai dengan perencanaan asuhan keperawatan pada pasien
Diabetes Melitus.
e. Penulis mampu melakukan penerapan terapi akupresur pada pasien
Diabetes Melitus.
f. Penulis mampu mengevaluasi dan mendokumentasikan tindakan
keperawatan terapi akupresur pada pasien Diabetes Melitus.
4

D. Manfaat Studi kasus


1. Bagi Rumah Sakit
Karya Tulis Ilmiah ilmiah ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai bahan masukan dan evauasi yang diperlukan dalam asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan system endokrin: Diabetes
melitus dengan penerapan terapi akupresure
2. Bagi institusi
Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat dijadikan masukan
dalam kegiatan proses belajar mengajar tentang asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan system endokrin: Diabestes melitus
dengan penerapan terapi akupresure.
3. Bagi Mahasiswa
Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan wawasan khususnya tentang asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan system endokrin: Diabetes Melitus
dengan penerapan terapi akupresure.

E. Sitematika
Sistematika penulisan Karya Tulis Ilmiah dengan judul asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan system endokrin: Diabetes
Mellitus. Adapun sistematika penulisannya:
1. Bab I Pendahuluan.
Bab ini berisi tentang latar beakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penulisan, manfaat penulisan karya tulis ilmiah, sistematika
penulisan Karya Tulis Ilmiah.
2. Bab II Tinjauan Pustaka.
Bab ini berisi tentang definisi, etiologi, klasifikasi, manifestasi
klinis, patofisiologi, pathway, pemeriksaan penunjang, komplikasi,
penatalaksanaan medis, penatalaksanaan keperawatan yang meliputi:
pengkajian, diagnose keperawatan yang muncul, dan intervensi
keperawatan.
5

3. Bab III Metodologi Penulisan.


Bab ini terdiri dari 2 sub bab yaitu pertama pelaksanaan studi kasus
meliputi desain karya tuis ilmiah, metode pengambilan data, tempat
dan waktu, kriteria pasien, dan etika pengelolaan kasus. Kedua
ringkasan asuhan keperawatan meliputi pengkajian, analisa data dan
perumusan diagnosa keperawatan, intervensi, impementasi dan
evaluasi.
4. Bab IV Hasil dan pembahasan
Bab ini terdiri dari 2 sub bab yaitu pertama hasil studi kasus
(Resum Asuhan keperawatan) yang berisi tentang pengkajian,
diagnosa keperawatan, diagnosa prioritas harian, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.
Sub bab yang kedua yaitu pembahasan yang berisi perbandingan
antara pengkajian secara teori dan hasil pengkajian di kasus, diagnosa
keperawatan yang muncul dikasus dan terdapat dalam teori, diagnosa
keperawatan yang muncul dikasus tetapi tidak ada dalam teori dan
diagnose keperawatan yang ada di teori tetapi tidak muncul dikasus,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evalusi
keperawatan.
5. Bab V Penutup
Bab terdiri dari kesimpulan dan saran. Kesimpulan berisi tentang
simpulan dari aporan studi kasus yang telah dsusun disesuaikan
dengan tujuan studi kasus. Saran yang berisi tentang sifat spesifik,
aplikatif, dan operasional yang ditunjukan pada pihak-pihak terkait.
6. Daftar Pustaka.
7. Lampiran.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Gangguan Sistem Endokrin : Diabetes Melitus


1. Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan penyakit penyakit kronis progresif
yang ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, mengarah ke hiperglikemia
(kadar gula darah tinggi). Umumnya penyakit ini terjadi pada usia
produktif yang membutuhkan supervise media berkelanjutan dan edukasi
perawatan mandiri pada pasien. Namun bergantung pada tipe DM dan
usia pasien, kebutuhan dan asuhan keperawatan pasien sangatlah berbeda
(Maria, 2021).
Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik yang yang di
tandai dengan adanya hiperglikemia. Keadaan tersebut disebabkan oleh
karena adanya kelainan sekresi insulin, penurunan kerja insulin, atau
karena keduanya. diabetes mellitus ini biasanya ditandai dengan kadar
glukosa darah melebihi normal serta gangguan metabolisme karbohidrat,
lemak, protein yang di sebabkan oleh kekurangan hormone insulin secara
relative. Pada umumnya ada 2 tipe diabetes mellitus, tetapi ada juga
diabetes dalam dalam kehamilan yang biasa di sebut diabetes
gastroinstestinal (Suryati, 2021).
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang ditandai oleh
hiperglikemia yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein,
lemak. Yang terjadi akibat sekresi insulin atau kerja insulin. Gejala yang
timbul pada penderita diabetes mellitus ini disebabkan oleh
meningkatnya kadar gula darah akibat dari kekurangan pemasokan
insulin atau resisten insulin dan gangguan metabolic (Wiliam, 2012).
7

2. Etiologi Diabetes Melitus


Etiologi diabetes melitus menurut Maria (2021) yaitu :
a. Kelebihan berat badan
Penderita penyakit diabetes melitus diketahui lebih dari
85% memiliki kelebihan berat badan. Kelebihan berat badan atau
obesitas sering dikaitkan dengan resiko terkena penyakit diabetes
melitus. Olahraga secara rutin sangat dianjurkan untuk menurunkan
berat badan dan menurunkan retensi insulin.
b. Sering stres
Jika seseorang mengalami stres, tubuh orang tersebut akan
meningkatkan produksi hormone epinephrine dan kortisol agar gula
darah naik dan tersedia cadangan energy untuk beraktivitas.
c. Riwayat hidup keluarga
Faktor keturunan juga berperan seseorang terkena penyakit
diabetes melitus. Apabila orang tua anda didiagnosis penyakit
diabetes maka anda juga berisiko terkena penyakit diabetes melitus.
d. Kondisi tertentu pada wanita
Pada wanita yang memiliki sindrom ovarium polikistik
lebih berisiko untuk menderita diabetes melitus. Wanita yang pernah
melahirkan bayi dengan kategori gemuk (4 kilogram atau lebih)
diketahui berisiko terkena diabetes. Adapun wanita hamil yang
menderita diabetes gestasional (diabestes terjadi selama masa
kehamilan), diketahui 7 kali berisiko terkena diabetes melitus tipe 2
pada masa yang akan datang.
e. Makanan tinggi gula dan lemak
Sering mengkonsumsi makanan tinggi gula dan lemak
merupakan salah satu hal penyebab diabetes melitus. Mengkonsumsi
makanan seperti ini bisa berisiko dapat meningkatkan kadar gula
darah dan kadar kolesterol yang tinggi.
8

3. Patofisiologi Diabetes Melitus


Diabetes melitus tipe 1 disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain faktor genetic, infeksi virus, aktivitas yang kurang atau dapat
debabkan oleh usia. Faktor-faktor tersebut menyebabkan kerusakan pada
pankreas sehingga pankreas tidak dapat memproduksi insulin secara
maksimal dan terjadi penurunan produksi insulin. Saat tubuh mengalami
kekurangan insulin kadar gula dalam darah tidak dapat diolah menjadi
energy hingga terjadi penumpukan kadar gula darah (hiperglikemia)
sehingga terjadi diabetes melitus tipe 1, sedangkan faktor yang
mempengaruhi risiko diabetes melitus tipe 2 adalah obesitas. Penderita
obesitas biasanya mengalami penurunan aktivitas pada jaringan lemak
dan otot, hal ini menyebabkan tubuh mengalami resistensi terhadap
insulin walaupun pankreas tetap memproduksi insulin secara normal.
Akibat dari resistensi insuin ini, sel-sel tubuh tidak dapat
menyerap glukosa sebagaimana mestinya. Kondisi ini menyebabkan
penumpukan glukosa di dalam darah, sehingga kadar glukosa tubuh
melebihi batas normal dan terjadilah diabetes melitus tipe 2, sedangkan
diabetes gestasional sering terjadi pada wanita hamil dengan produksi
insulin dengan produksi insuin yang tidak mencukupi untuk mengontrol
kadar gula darah. Faktor resiko yang mempengaruhinya hamper sama
dengan diabetes melitus tipe 1 dan diabetes tipe 2. Wanita yang
mengalami diabetes melitus gestasional berisiko mengalami diabetes
melitus tipe 2 di kemudian hari. Pada proses terapi pengobatan ini
menderita diabetes melitus sering mengaami masalah ketidakpatuhan
yang terjadi karena beberapa faktor dan salah satunya adalah
kompleksitas atau waktu yang dibutuhkan untuk pengobatan lama.
Akibat dari ketidakpatuhan ini menyebabkan risiko kadar gula darah
tidak mengalami penurunan (hiperglikemia) sehingga timbul risiko
ketidakstabilan kadar gula darah.
9

Ketika tubuh mengalami kenaikan kadar gula darah maka tubuh akan
mengeluarkan glucose yang tidak dibutuhkan oleh tubuh melalui air seni
dan kondisi ini akan menyebabkan diuresis osmotic meningkat. Pada
kondisi seperti ini tubuh akan merespon dengan mengeluarkan air seni
dengan frekuensi lebih dari 8 kali dalam sehari dan akan menyebabkan
tubuh kehilangan cairan berlebih yang menyebabkan dehidrasi sehingga
timbul masalah resiko syok dan kekurangan vokume cairan
(hipovolemia).
Penderita diabetes melitus biasanya memiliki kadar lemak
tinggi disitu lah insulin tidak dapat bekerja secara maksimal dan akan
terjadi resistensi insulin. Ketika terjadi resistensi insulin tubuh akan
mengalami kekurangan glukosa dan akan terjadi peningkatan
penggunaan protein dan glukosa oleh jaringan, tubuh akan merespon
perubahan tersebut dan terjadi penurunan berat badan. Berat badan akan
semakin turun tubuh makin kurus dan tubuh akan merasa mudah lelah
dan letih sehingga timbul masalah defisit nutrisi dan intoleransi aktifitas
(Price dan Wilson, 2013).
10

4. Pathway diabetes melitus


Obesitas, diet tinggi lemak dan rendah
karbohidrat, kurang gerak badan

Glukotoksitosis, lipotoksitosis,
penumpukan amyloid, efek inrektin, umur
Kadar lemak tinggi
>40 th dan genetic

Insulin tidak dapat bekerja maksimal


Penurunan fungsi sel ß pankreas

Kerusakan pankreas menghasilkan banyak insulin


Produksi insulin turun

MD: Diabetes melitus Resistensi insulin

Reseptor insulin tidak Sel tubuh kekurangan glukosa


berikatan dengan insulin

Glukosa tidak dapat Peningkatan penggunaan Tubuh produksi


masuk sel sortisol
protei dan glukosa oleh
jaringan
Kadar gula darah naik
Sortisol tidak
Air seni Penurunan BB diserap tubuh
Hiperglikemia mengandung gula
Berat badan turun,
MK: Defisit nutrisi
MK: Resiko tubuh makin kurus,
ketidakstabilan Diuresis osmotic mudah lelah dan
kadar gula darah meningkat letih

Poliuri MK: Intoleransi aktivitas

Dehidrasi Kehilangan cairan


berlebih

MK: Resiko syok


MK: Hipovolemia

Bunner & suddart, 2015


11

5. Tanda dan Gejala Diabetes Melitus


Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit Diabetes
Melitus menurut Maria (2021).
a. Poliuri (peningkatan produksi urine)
Poliuri yaitu apabila kadar gula dalam darah melebihi nilai ambang
ginjal lebih dari 180 mg/dL maka gula akan keluar bersama dengan
urine. Jika kadarnya lebih tinggi lagi maka ginjal akan membuang air
tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang.
Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan
sehingga penderita sering BAK dalam jumlah yang banyak.
b. Polidipsi (sering kali merasa haus dan ingin minum sebanyak-
banyaknya).
Polidipsi disebabkan karena banyaknya urine yang keluar, tubuh
akan mersa kurang cairan dalam tubuh. Untuk mengatasi hal tersebut
maka tubuh akan mersakan haus, sehingga penderita selalu ingin
minum yang banyak, minuman dingin, manis, dan seger.
c. Polifagia (peningkatan nafsu makan dan kurang tenaga).
Polifagia yaitu dikarenakan sejumlah kalori hilang kedalam
air kemih, sehingga penderita mangalami penurunan berat badan,
maka dari itu penderita sering kali mersakan lapar yang luar biasa
sehingga banyak makan.
d. Penurunan berat badan
Penderita DM biasanya akan mengalami penurunan berat
badan. Kehilangan awal terhadap penipisan penyimpanan air, glukosa
dan trigliserid. Kehilangan kronis sekunder terhadap penurunan masa
otot karena asam amino akan dialihkan untuk membentuk glukosa
dan keton.
e. Pruritus, infeksi kulit
Pruritus biasanya akan terjadi pada penderita DM, infeksi
jamur dan bakteri padakulit ini terlihat lebih umum.
12

f. Ketonuria
Ketika glukosa tidak dapat digunakan untuk energi oleh sel
tergantung insulin, asam lemak dipecah menjadi keton dalam darah
dan diekskresikan oleh ginjal. Pada penderita DM tipe 2 insulin
cukup untuk menekan berlebihan penggunaan asam lemak tapi tidak
cukup untuk penggunaan glukosa.
g. Lemah dan letih
Penderita akan mengeluh badannya terasa lemas dan letih
karena penurunan isi pasma kepada postural hpertensi, kehilangan
kalium dan katabolisme protein berkontribusi terhadap kelemahan.
h. Sering asimtomatik
Tubuh penderita akan beradaptasi secara perlahan terhadap
peningkatan kadar glukosa darah yang mengalami peningkatan secara
pelan-pelan sampai tingkat lebih besar dibanding peningkatan secara
cepat.
6. Pemeriksaan Penunjang Diabetes Melitus
Beberapa pemeriksaan penujang menurut (Azwar, 2021)
a. Kadar glukosa darah
b. Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien Diabetes Melitus dapat berupa tes
saring, tes diagnostik, tes pemantauan terapi dan tes untuk
mendeteksi komplikasi.
c. Tes monitoring terapi
1) GDP : plasma vena, darah kapiler.
2) GD2PP : plasma vena
3) HbA1c : darah vena, darah kapiler
d. Tes mendeteksi komplikasi
1) Mikroalbuminuria : urine
2) Ureum, kreatinin, asam urat.
3) Kolesterol total : plasma vena (puasa)
4) Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)
13

7. Komplikasi Diabetes mellitus


Komplikasi yang terjadi pada penderita diabetes mellitus menurut
Maria (2021).
a. Hiperglikemia Dan Ketoasidosis Diabetik
Hiperglikemia akibat saat glukosa tidak dapat diangkut ke
dalam sel karena kekurangan insulin. hati mengubah simpanan
glikogennya kembali ke glukosa (glikogenolisis) dan meningkatkan
biosintesis glukosa (glukoneogenesis). Namun respons ini
memperberat situasi dengan meningkatnya kadar glukosa darah
bahkan lebih tinggi.
b. Sindrom Hiperglikemia Hiperosmolar Nonketosis (HHNS)
Hyperglycemic Hiperosmolar Nonketotic Syndrome
(HHNS) adalah varian ketoasidosis diabetik yang ditandai dengan
hiperlikemia ekstrem (600-2.000 mg/dl), dehidrasi nyata, ketonuria
ringan atau tidak terdeteksi, dan tidak ada asidosis. Hyperglycemic
Hiperosmolar Nonketotic Syndrome (HHNS) umumnya banyak
terjadi pada klien lansia dengan DM tipe 2.
c. Hipoglikemia
Hipoglikemia (juga dikenal sebagai reaksi insulin atau
reaksi hipoglikemia) adalah ciri umum dari DM tipe 1 dan juga
dijumpai di dalam klien dengan DM tipe 2 yang diobati dengan
insulin atau obat oral. Kadar glukosa darah yang tepat pada klien
mempunyai gejala hipoglikemia bervariasi, tapi gejala itu tidak
terjadi sampai kadar glukosa darah < 50-60 mg/dl.
14

8. Penatalaksanaan Medis Diabetes Melitus


Penatalaksanaan medis bagi pasien dengan Diabetes Melitus
menurut Maria (2021).
a. Obat-obat Antidiabetes.
Kelas utama obat antidiabetes oral termasuk sulfoniurea,
biguanid, meglitinid, tiazolidinedion, inhibitor alfa-glukosidase,
inkretia mimetik, dan amylonomimetik. Banyak pengobatan oral
bertujuan pada satu aspek patogenesis yang mendasari DM tipe 2.
Jadi pengobatan ganda sering diperlukan untuk mencapai
pengendalian glikemik optimal. DM tipe 2 adalah sebuah penyakit
progresif yang dipersulit oleh efek samping terkait dengan berbagai
intervensi farmakologi (misal hipoglikemia dan penambahan BB),
pengobatan yang lebih baru, seperti incretin, mimetik dan
amylonomimetik, sudah dikembangkan dengan target aspek ganda
dari patogenesis yang mendasari pada DM tipe 2.
b. Terapi Insulin.
Klien dengan DM tipe 1 tidak menghasilkan cukup insulin
untuk menopang kehidupan. Klien bergantung pada pemberian
insulin eksogen harian. Sebaliknya. klien dengan DM tipe 2 tidak
bergantung pada insulin eksogen untuk bertahan hidup. Namun klien
dengan DM tipe 2 mungkin butuh untuk memakai insulin guna
mengendalikan glukosa adekuat, khususnya pada saat stres atau sakit.
15

B. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Endokrin: Diabetes Melitus


Konsep asuhan keperawatan menurut Maria (2021) sebagai berikut:
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan fokus yang dapat dilaksanakan pada Pasien
dengan Diabetes mellitus adalah:
a. Identitas (nama, jenis kelamin, umur, alamat, suku, pendidikan,
agama, pekerjaan, status perkawinan)
b. Keluhan Utama: Adanya rasa kesemutan pada kaki atau tungkai
bawah, rasa lelah, rasa haus yang terus-menerus, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh-sembuh dan berbau,
adanya nyeri pada luka.
c. Alasan Masuk Rumah Sakit: Penderita dengan diabetes mellitus
mengalami kehausan yang sangat berlebihan, badan lemas dan
penurunan berat badan sekitar 10% sampai 20%.
d. Riwayat Penyakit Sekarang: Berisi tentang kapan terjadinya
penyakit, penyebab terjadinya penyakit serta upaya apa yang
dilakukan penderita untuk mengatasi penyakitnya.
e. Riwayat Kesehatan terdahulu: Adanya riwayat penyakit Diabetes
Melitus atau penyakit-penyakit lain yang ada kaitannya dengan
defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat
penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis
yang pernah didapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh
penderita.
f. Riwayat Penyakit Keluarga: Dari keluarga biasanya terdapat salah
satu anggota keluarga yang juga menderita Diabetes Melitus atau
penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi
insulin misalkan hipertensi, jantung.
16

g. Riwayat Pengobatan: Pengobatan pasien dengan diabetes mellitus tipe


satu menggunakan terapi injeksi insulin eksogen harian untuk kontrol
kadar gula darah. Sedangkan pasien dengan diabetes mellitus biasanya
menggunakan OAD (Obat Anti Diabetes) oral seperti sulfonilurea,
biguanid, meglitinid, inkretin, amylonomimetik.
h. Pemeriksaan Pola Gordon
1) Pola Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pandangan klien terhadap dengan kesehatan, bagaimana
cara mengatasi apabila sakit dan bagaimana cara mempertahankan
kesehatan, kontrol dan obat-obatan yang dimun secara rutin
apabila sudah lama menderita penyaki Diabetes Melitus.
2) Pola nutrisi dan metabolic
Menggambarkan masukan asupan nutrisi, balance cairan
dan eektrolit, nafsu makan, mual/muntah, diet, fluktasi BB dalam
6 bulan terakhir, kesulitan menelan, kebutuhan jumlah zat gizi,
masalah/penyembuhan kulit, makanan kesukaan.
3) Pola eliminasi
Menjelaskan pola eliminasi, kandung kemih dan sulik
kebiasaan defekasi, masalah miksi (oliguria, disuri, dan lain-lain),
penggunaan kateter, frekuensi defekasi, dan miksi, karakteristik
urine, dan feses, pola input cairan, infeksi saluran kemih.
4) Pola aktivitas dan latihan
Menggambarkan pola perawatan diri mandi, berpakaian,
toileting, mobilisasi, makan/mium, ambulansi/ROM dalam
keadaan sehat dan sakit seperti apa dilakukan secara mandiri, di
bantu orang lain, di bantu orang lain dan alat atau tergantung total
oleh alat.
17

5) Pola tidur dan istirahat


Ada tidaknya gangguan tidur, berapa lama tidurnya, sering
terbangun atau tidak pasa saat sehat dan saat sakit.
6) Pola kognitif dan perseptual
Fungsi indra pengelihatan, pendengaran, dan penciumannya
masih berfungsi denga baik atau tidak sebelum sakit dan saat
sakit.
7) Pola persepsis diri
Penggambaran diri, identitas diri klien, harga diri, ideal diri
dan peran diri sebelum sakit dan saat sakit.
8) Pola seksualitas dan reproduksi
Ada gangguan seksualitas atau tidak, fungsi reproduksi
(menstruasi dan kontasepsi), impoten pada laki-laki.
9) Pola peran dan hubungan
Hubungan dan komunikasi dengan suami, anak, orang tua,
tetangga dan masyarakat sebelum sakit dan saat sakit.
10) Pola kopping stress
Perubahan terbesar setelah sakit, bagaimana cara
menyelesaikan masalah pada saat mengalami sakit bercerita
dengan suami, orang tua, anak atau dipendam sendiri.
11) System nilai dan keyakinan
Pandangan pasien tentang agama, kewajiban beribadah
pasien , pelaksanaan ibadah pasien.
i. Pemeriksaan head to toe
1) Keadaan Umum: Kesadaran: Pasien dengan Diabetes melitus
biasanya datang ke RS dalam keadaan komposmentis dan
mengalami hipoglikemi atau hiperglikemia akibat reaksi
penggunaan insulin yang kurang tepat.
2) Tanda-tanda vital: Pemeriksaan tanda vital yang terkait dengan
tekanan darah, nadi, suhu, turgor kulit, dan frekuensi pernafasan
18

3) Pemeriksaan kepala: bentuk kepala, adanya luka, pendarahan,


benjolan, nyeri tekan
4) Pemeriksaan mata: anemis atau ananemis, sklera, Retinopati
diabetes merupakan penyebab utama kebutaan pada pasien
diabetes mellitus.
5) Pemeriksaan telinga: pemeriksaan kesimetrisan telinga, benjolan,
kebersihan telinga, serumen.
6) Pemeriksaan mulut: adanya stomatitis atau tidak, kebersihan
mulut, gigi,
7) Pemeriksaan leher: periksa adanya jejas atau tidak, pembesaran
kelenjar tyroid atu tidak.
8) Pemeriksaan thorak
a) Pemeriksaan jantung: inspeksi, palpasi, perkusi, auskulitasi
b) Pemeriksaan paru-paru: inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.
c) Pemeriksaan payudara pada pasien perempuan meliputi
inspeksi dat palpasi.
9) Pemeriksaan abdomen: inspeksi, auskulitasi, palpasi perkusi
10) Sitem Perkemihan : Poliuri, retensi urin, inkontinensia urine, rasa
panas atau sakit saat proses miksi.
11) Sistem integument: Inspeksi: Melihat warna kulit, kuku, cacat
warna, bentuk, memperhatikan jumlah rambut.
12) Sistem genetalia: Anginopati dapat terjadi pada sistem pembuluh
darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan
potensi seks, gangguan kualitas, maupun ereksi, serta memberi
dampak pada proses ejakulasi.
13) Pemeriksaan ekstermitas atas dan bawah : periksa adanya luka
atau tidak, adanya jejas atau benjolan, kondisi kulit, warna kulit,
edema, kekuatan otot, CRT, akral teraba hangat atau dingin.
19

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita
Diabetes Melitus menurut Burner dan Suddart (2015).
a. Resiko ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan
resistensi insulin.
b. Deficit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis
c. Resiko syok berhubungan dengan kekurangan volume cairan
d. Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan volume cairan
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. Intervensi Keperawatan
a. Resiko ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan
resistensi insulin.
1) Tujuan/ SLKI
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama___x 24
jam maka diharapkan klien menunjukan perubahan masalah
dengan kriteria hasil :
Tabel 2.1 Ketidakstabilan kadar gula darah (L.03022)
No indicator A T
1. Lelah
2. Pusing
3. Gemeter
4. Berkeringat
5. Lelah/lesu
6. Mengantuk
7. Rasa haus
8. Mulut kering

Keterangan :
1 : Meningkat
2: Cukup meningkat
3: Sedang
4: Cukup meningkat
5 : Meningkat
20

No indicator A T
1. Kadar gula dalam darah
2. Kadar glukosa dalam urine
3. Palpitasi
4. Jumlah urine
Keterangan:
1: Memburuk
2: Cukup memburuk
3: Sedang
4: Cukup membaik
5: Membaik

2) Intervensi/ SIKI
Manajemen Hiperglikemia
Observasi
a) Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia.
b) Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin
meningkat (mis: penyakit kambuhan).
c) Monitor kadar gula darah, jika perlu
d) Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (misalnya poliuri,
polidisia, polifagia, kelemahan, sakit kepala).
e) Monitor intake output cairan.
f) Monitor
Terapeutik
a) Berikan asupan cairan oral.
b) Fasilitasi ambulansi jika ada hipotensi.
c) Konsultasi dengan medis jika tanda gejala hiperglikemia
tetap ada atau memburuk.
21

Edukasi
a) Anjurkan untuk monitor kadar gula darah.
b) Anjukan untuk menghindari olahraga saat kadar gula darah
lebih dari 250 Mg/dl.
c) Ajarkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
d) Ajarkan pengelolaan diabetes melitus (mis: penggunaan
insulin, obat oral, monitor asupan cairan dan bantuan
professional kesehatan).
e) Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujiann keton urine, jika
perlu.
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
b) Kolaborasi cairan IV, jika perlu.
c) Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu.
d) Pemberian terapi akupresur.

b. Deficit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis


1) Tujuan/ SLKI
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama___x 24
jam maka diharapkan klien menunjukan perubahan dengan
kriteria hasil :
Tabel 2.2 Status nutrisi (L. 03030)
No indicator A T
1. Porsi makan yg dihabiskan
2. Berat badan
3. Nafsu makan
4. Bising usus
5. Nyeri abdomen
6. Sariawan
7. Membran mukosa
8. Indeks masa tubuh
9. Frekuensi makan
22

Keterangan :
1: Memburuk
2: Cukup memburuk
3: Sedang
4: Cukup membaik
5: Membaik
No indicator A T
1. Porsi makanan yang dihabiskan
2. Kekuatan otot mengunyah
3. Kekuatan otot menelan
4. Serum albumin
5. Pengetahuan tentang makanan yang sehat
6. Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi

Keterangan :
1: Menurun
2: Cukup menurun
3: Sedang
4: Cukup menurun
5: Meningkat
2) Intervensi/ SIKI
Manajemen Nutrisi.
Observasi
a) Identifikasi status nutrisi.
b) Identifikasi makanan yang disukai.
c) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
d) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient.
e) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric.
f) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient.
g) Monitor asupan makan.
h) Monitor berat badan.
i) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium.
23

Terapeutik
a) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu.
b) Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis: piramida
makanan).
c) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai.
d) Berikan makanan yang tinggi serat untuk mencegah
konstipasi.
e) Berikan makana yang tinggi kalori dan tinggi protein.
f) Berikan suplemen makanan.
g) Hentikan pemberian makanan melalui nasogastric.
Edukasi
a) Anjurkan untuk makan sedikit tapi sering.
b) Ajarkan diet yang diprogramkan.
c) Anjurkan posisi duduk saat makan, jika mampu.
Kolabolasi
a) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang dubutuhkan jika perlu.
b) Kolabvorasi pemberian medikasi sebelum makan (mis:
pereda nyeri, antiemetic), jika perlu.

c. Resiko syok berhubungan dengan kekurangan volume cairan


1) Tujuan/ SLKI
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama___x 24
jam maka diharapkan klien menunjukan perubahan masalah
dengan kriteria hasil :
Tabel 2.3 Tingkat syok (L.03032)
No indicator A T
1. Output urine
2. Saturas oksigen
3. Kekuatan nadi
24

Keterangan :
1 : Menurun
2: Cukup menurun
3: Sedang
4: Cukup meningkat
5 : Meningkat

No indicator A T
1. Akral dingin
2. Pucat
3. Rasa haus
4. Konfusi
5. Letargi
6. Asidosis metabolik

Keterangan:
1: Meningkat
2: Cukup membaik
3: Sedang
4: Cukup menurun
5: Menurun

2) Intervensi/ SIKI
Pencegahan syok
Observasi
a) Monitor status oksigen (oximetri, nadi, AGD)
b) Monitor status cairan (masukan dan luaran, turgor kulit, CRT)
c) Monitor tanda dan gejala syok
d) Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi,
frekuensi napas, TD, MAP)
e) Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
25

f) Periksa riwayat alergi

Terapeutik
a) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
b) Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis
c) Pasang jalur iv, jika perlu
d) Pasang kateter urine untuk menilai produksi urin, jika perlu
e) Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi
Edukasi
a) Jelaskan penyebab faktor risiko syok
b) Jelaskan tanda dan gejala awal syok
c) Anjurkan melapor jika menemukan/ merasakan tanda dan geja
awal syok
d) Anjurkan memperbanyak asupan cairan
e) Anjurkan untuk menghindari allergen.
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian IV
b) Kolaborasi pemberian transfuse darah jika perlu
c) Kolaborasi pemberian antiinflamasi jika perlu.

d. Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan volume cairan


1) Tujuan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ____x 24 jam
maka diharapkan klien dapat menunjukan perubahan masalah
dengan kriteria hasil :
Tabel 2.4 Status cairan (L.03028)
No indicator awal tujuan
1. Nadi
2. Tekanan darah
3. Turgor kulit
4. Input cairan
26

5. Output cairan

Keterangan :
1 : Memburuk
2: Cukup memburuk
3: Sedang
4: Cukup membaik
5 : Membaik

No indicator A T
1. Ortopnea
2. Dyspnea
3. Edema perifer
4. Kongesti paru
5. Rasa haus
6. Perasaan lemah
7. Kongesti urine

Keterangan :
1 : Meningkat
2: Cukup meningkat
3: Sedang
4: Cukup menurun
5 : Menurun
2) Intervensi
Manajemen Hipovolemia
Observasi
a) Pemeriksaan tanda dan gejala hipovolemia (mis: frekuensi
nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun)
b) Monitor intake dan output
Terapeutik
a) Hitung kebutuhan cairan
27

b) Berikan cairan yang adekuat


c) Berikan posisi modifiet trendelenburg

Edukasi
a) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
b) Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis: NaCl, RL)
b) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis: glukosa
2,5%, NaCl 0,4%).
c) Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis:alnumin,
plasmanate).
d) Kolaborasi pemberian produk darah.

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan


1)Tujuan
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama ___x 24
jam maka diharapkan jklien menunjukan perubahan masalah
dengan kriteria hasil
Tabel 2.5 Toleransi aktivitas (L.05047)
No indicator A T
1. Keluhan lelah
2. Perasaan lemah
3. Sesak saat aktivitas
4. Sesak setelah aktivitas

Keterangan :
1 : Meningkat
2: Cukup meningkat
3: Sedang
4: Cukup menurun
5 : Menurun
28

No indicator A T
1. Frekuensi nadi
2. Warna kulit
3. Tekanan darah
4. Saturasi oksigen
5. Frekuensi napas

Keterangan :
1 : Memburuk
2: Cukup memburuk
3: Sedang
4: Cukup membaik
5 : Membaik

2) Intervensi
Manajemen energy
Observasi
a) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
b) Monitor kelelahan fisik
c) Monitor pola dan jam tidur
d) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
Terapeutik
a) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
b) Lakukan latihan rentang gerak
c) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
d) Fasiitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan.
29

Edukasi
a) Ajarkan untuk melakukan ROM aktif secara mandiri.
b) Anjurkan tirah baring
c) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelemahan menurun
d) Anjurkan strategi kopping untuk mengurangi kelelahan.
e) Anjurkan untuk melakukan aktivitas secara bertahap.
f) Anjurkan untuk melakukan ambulansi secara mandiri.
Kolaborasi
a) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan.
b) Kolaborasi dengan ahli terapis, jika perlu

C. Konsep Penerapan terapi Akupresure


1. Definisi
Akupresur adalah cara yang efektif dan nyaman untuk mengobati
pasien diabetes melitus. Akupresure merangsang pelepasan
neurotransmitter yang membawa sinyal sepanjang saraf atau melalui
kelenjar yang kemudian mengaktifkan hipotalamus. Penatalaksanaan
secara non farmakologi sangat dianjurkan digunakan karena tidak
menimbulkan efek bagi organ tubuh serta dapat dilakukan secara mandiri
dirumah. Tindakan Akupresur juga memberikan dampak positif terhadap
tubuh salah satunya dapat membuat tubuh menjadi lebih nyaman dan
rileks.
2. Tujuan
30

Tujuan dari Akupresur adalah untuk mengetahui perbedaan kadar


gula darah sebelum dan setelah dilakukan intervensi Akupresur pada
klien diabetes mellitus.

3. Manfaat
Manfaat dari intervensi akupresur ini yaitu untuk menurunkan
kadar gula darah yang dialami penderita diabetes mellitus.
4. Standar Operasional Prosedur (SOP)
a. Fase orientasi
1) Memberi salam
2) Memperkenalkan diri
3) Kontrak waktu
4) Menyampaikan tujuan tindakan
5) Menyampaikan prosedur tindakan
6) Menanyakan kesiapan pasien
b. Fase kerja
1) Jaga privasi klien
2) Atur posisi klien senyaman mungkin
3) Cuci tangan
4) Lakukan pengecekan kadar gula darah terlebih dahulu
5) Penentuan titik utama sesuai dengan kondisi klien
6) Oleskan minyak zaitun pada titik accupoint
7) Lakukan penekanan dengan lembut pada titik accupoint dengan
menggunakan ibu jar, tekan secara bertahap dengan kekuatan
penekanan ditambah sampai terasa sensasinya yang ringan tetapi
tidak sakit. lakukan penekanan di setiap titik dengan waktu
kurang lebih 2 menit.
8) Titik penekanan
a) Titik yang terletak padaa puncak kepala
b) Titik yang terletak di bagian dalam alis mata titik yang
terletak di sudut mata bagian luar
31

c) Titik yang terletak dibagian dahi


d) Titik yang terletak dibagian belakang kepala
e) Titik yang terletak di atas umbilicus
f) Titik terletak di bawah umbilicus
g) Titik yang terletak di bagian tulang belakang
h) Titik yang terletak di lengan bagian luar
i) Titik yang terletak dibelakang pergelangan kaki bagian
dalam.
j) Titik yang terletak 4 jari di bawah tempurung lutut
k) Titik yang terletak di tengah telapak kaki
l) Titik terletak di bagian punggung kaki.
c. Fase terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan
2. Bereskan alat
3. Kontrak pertemuan selanjutnya
4. Beri salam

5. Penelitian-penelitian yang berhubungan dengan penerapan terapi


akupresur.
Hasil penelitian Maryam menunjukan bahwa terlihat adanya
perubahan yang signifikan setelah dilakukan pemberian terapi akupresur.
Hasil analisis menunjukan bahwa terdapat perubahan rata-rata kadar gula
darah sewaktu sesudah dilakukan akupresur pada kelompok control dan
kelompok intervensi. Tarapi akupresur dianggap sebagai terapi
alternative yang paling efektif untuk mengontrol diabetes melitus
dibandingkan dengan terapi lainnya yakni 67,8% (Maryam, 2019).
Hasil penelitian Jumari menunjukan bahwa ada perubahan setelah
dilakukannya terapi akupresur. Terapi akupresur ini terbukti mampu
menurunkan kadar gula darah dan sangat membantu untuk mengurangi
kompilkasi akibat diabetes. Hasil penelitian yang diperoleh dengan niali
p=0,001(Jumari, 2019).
32

BAB III
METODOLOGI PENULISAN KTI

A. Rancangan KTI
Penulisan karya tulis ini, penulis menggunakan pendekatan studi
kasus. karya tulis ilmiah didunia perguruan tinggi dipahami sebagai
dokumen formal karya tulis ilmiah yang disusun secara sistematis dan
metodologi (Syaefullah, 2015). Karya Tulis Ilmiah menggunakan studi
kasus dengan menjelaskan serangkaian pendekatan seperti mengusai hal
seperti teori tentang diabetes mellitus, meliputi berbagai hal maasalah,
pengkajian, diagnose keperawatan, merencanakan intervensi keperawatan,
melakukan impementasi, mengevaluasi tindakan keperawatan dan
didokumentasikan sebagai karya tulis ilmiah.
B. Subjek Studi Kasus
Subjek studi kasus ini adalah Tn. I dengan gangguan system
endokrin : Diabetes Melitus di ruang Arafah 2 di Rumah Sakit Islam
Fatimah Cilacap dalam keterbatasan penelitian dan pendekatan yang
digunakan, maka harus memenuhi beberapa ciri-ciri dan karakteristik
tertentu. Karakteristik pasien dalam pengambilan kasus sesuai dengan
Karya Tulis Ilmiah yang digunakan oleh penulis adalah :
1. Pasien berjenis kelamin laki-laki
2. Pasien yang menderita Diabetes Melitus
3. Pasien dan keluarga pasien bersedia untuk menjadi kelolaan penulis
dalam menyusun laporan kasus.
33

4. Pasien penderita diabetes melitus dengan nilai kadar gula darah 320
Mg/dl
5. Pasien diabetes melitus yang tidak luka ataupun fraktur

C. Metode Pengumpulan Data


Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu sebagai berikut :
1. Wawancara
Wawancara merupakan alat rechecking atau pembuktian
terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya.
Beberapa tips dalam melakukan wawancara adalah mylai dengan
pertanyaan yang nudah, mulai dengan informasi fakta, hindari
pertanyaan multiple, jangan menanyakan pertanyaan pribadi sebelum
building raport, ulang kembali jawaban untuk klarifikasi, berikan
kesan positif, dan control emosi negatif.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik merupakan pemeriksaan yang terdiri dari
4 prosedur, prosedur yang digunakan adalah inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskutasi. Pemeriksaan fisik melibatkan penggunaan teknik head
to toe, melakukan pemeriksaan lengkap dengan pengukuran tanda-
tanda vital, berat badan, tinggi badan, dan keadaan umum pasien.
Pemeriksaan fisik merupakan salah satu bagian dari proses
keperawatan. Seorang perawat wajib untuk melakukan prosedur
pemeriksan fisik, perawat harus memahami dasar anatomis organ
dalam manusia.
3. Observasi
Observasi merupakan metode pengumpulan data dimana
data dikumpulkan melalui observasi visual. Observasi ini berlangsung
selama perawat melakukan wawancara terhadap pasien, observasi
terhadap perilaku pasien untuk memastikan apakan data yang
diberikan sesuai dengan yang pasien katakana.
34

4. Pemeriksaan diagnostik
Hasil pemeriksaan diagnostik dan laboratorium dapat
membantu indentifikasi dan memperjelas kelainan atau penemuan
yang didapat pada riwayat keperawatan dan pemeriksaan fisik, perawat
bisa meminta hasil pemeriksaan rutin yang mereka lakukan.
D. Instrumen studi Kasus
1. Format pengkajian keperawatan
Format pengkajian keperawatan digunakan untuk
melakukan pengkajian pada pasien agar mengetahui suatu gangguan
pasien tersebut. Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara secara
langsung dengan pasien dan keluarga pasien. Setelah dilakukan
wawancara secara detail maka setelah itu dilakukan pemeriksaan fisik
head to toe untuk mendiagnosa apakah ada kelainan pada pasien
tersebut.
2. Pengkajian fungsional Gordon
Pengkajian pola fungsional Gordon meliputi pola persepsi
dan pola pemeliharaan kesehatan, pola nutrisi, pola metabolisme, pola
eliminasi, pola aktivitas, pola istirahat dan tidur, pola kognitif dan
persepsi, pola konsep diri, pola peran dan hubungan, pola seksualitas
dan reproduksi, pola kopping dan pola keyakinan.
3. Pedoman observasi
Pedoman observasi yang digunakan oleh peneliti untuk
menilai secara langsung perilaku yang ditunjukan oleh responden yang
digunakan oleh penulis, instrument ini sangat tepat digunakan untuk
mengukur indicator variabel berupa ketrampilan atau perilaku penulis.
4. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara berisikan daftar pertanyaan yang dibuat
secara terstruktur berdasarkan tujuan penulis atau variabel yang ingin
diketahui, wawancara yang akan digunakan oleh penulis adalah
wawancara terstruktur yang sudah dipersiapkan, pedoman wawancara
yang digunakan oleh penulis adalah wawancara riwayat kesehatan,
35

riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayar penyakit


keluarga, selain itu juga menggunakan format pengkajian pasien
diabetes mellitus untuk menyusun asuhan keperawatan.

5. Alat-alat kesehatan
a. Glucometer
Glukometer adalah perangkat digital yang berfungsu
menghitung kadar glukosa dalam darah, bentuknya yang kecil dan
mudah dibawa kemana saja memungkinkan penggunanya
membawa alat ini kemanapun sehingga pemantauan kadar gula
darah dapat tetap bisa terus dilakukan. Kisaran kadar gula darah
normal ada 3 yaitu kadar gula darah sebelum makan 70-100
Mg/dL, kadar gula darah sebelum tiduratau 2 jam sesudah makan
kurang dari 140 Mg/dL, kadar gula darah sewaktu kurang dari 200
Mg/dL.
E. Proses Studi
1. Identifikasi kasus
Identifikasi kasus merupakan langkah awal untuk
menentukan subjek pada studi kasus, penulis sebelumnya mendatangi
partisipan untuk meminta persetujuan, penulis mengurus perjanjian
sebagi berikut: penulis akan meminta persetujuan dari diklat
keperawatan, setelah mendapat persetujuan dari diklat kemudian
penulis mendatangi ruangan yang akan digunakan untuk mengambil
kasus penelitian dan meminta persetujuan, setelah itu penulis meminta
persetujuan pasien atau wali pasien setelah mendapatkan persetujuan
pasien atau wali pasien maka penulis baru melakukan penelitian dan
penulis akan mengambil kasus dengan judul Asuhan Keperawatan
Medical Bedah dengan gangguan sistem Endokrin: Diabetes Mellitus
di ruang Arafah 2 di Rumah Sakit Islam Fatimah Cilacap.
2. Pemilihan kasus
36

Proses pemilihan kasus pada studi karya tulis ilmiah ini


penulis melakukan koordinasi kepaa ruang, kemudian penulis
melakukan proses pemilihan kasus yang sesuai dengan subjek
penelitian dan sesuai kriteria yang telah dicantumkan. Pada
kesempatan ini penulis memilih kasus dengan judul Asuhan
Keperawatan Medical Bedah Dengan Gangguan System Endokrin:
Diabetes Mellitus di ruang Arafah 2 di Rumah Sakit Islam Fatimah
Cilacap.
3. Kerja lapangan
Rencana kerja atau pengelolaan pasien asuhan keperawatan
medical bedah dengan gangguan Sistem Endokrin : Diabetes Mellitus
dengan dikelola selama 3 x 24 jam secara intensif oleh penulis. Hari 1
penulis penulis akan mengumpulkan data dengan pengkajian serta
pemeriksaan fisik merumuskan diagnosa dengan data yang didapat
kemudian merancang intervensi keperawatan, melakukan implemtasi
dan mengevaluasi rencana tindakan yang dilakukan, pada hari ke 2
penulis melakukan implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi
yang telah yang dirancang dan melakukan evaluasi keperawatan, pada
hari ke 3 penulis melakukan implementasi keperawatan sesuai dengan
intervensi yang telah yang dirancang dan melakukan evaluasi terhadap
intervensi yang dilakukan.
4. Pengelolaan data
Pengelolaan data adalah upaya mengubah data yang telah
dikumpulkan menjadi informasi yang dibutuhkan untuk melakukan
asuhan keperawatan (Supardi Dan Rustika,2013)
5. Interprestasi data
Interprestasi data yaitu upaya penulis untuk menemukan
makna dari data yang dikumpulkan untuk mengklarifikasi apa yang
dirumuskan di studi kasus tersebut, apakah ada kesenjangan dalam
suatu teori dan praktik nyata dalam pengelolaan studi kasus.
F. Tempat dan Waktu Studi Kasus
37

1. Tempat
Tempat studi kasus yang akan dilakukan oleh penulis yaitu bertempat
di ruang Arafah 2 di Rumah Sakit Islam Fatimah Cilacap.
2. Waktu
Penulis akan mengambil kasus kelolaan selama 3 hari.
G. Etika Studi Kasus
1. Beneficence
Keharusan untuk mengusahakan manfaat sebesar-besarnya
dan memperkecil kerugian atau resiko bagi subjek serta memperkecil
kesalahan studi kasus dengan cara penulis melakukan tindakan sesuai
dengan SOP. Penulis bertanggung jawab apabila terjadi kesalahan dan
kerugian.
2. Inform consent
Inform consent merupakan suatu bentuk persetujuan antara
penulis dan responden atau pasien dengan memberikan lembar
persetujuan yang diberikan sebelum pengelolaan kasus dimulai,
sebelum penulis mengambil kasus, penulis memperkenalkan diri ke
pasien dan keluarga untuk memberi penjelasan tentang judul studi
kasus. Deskripsi tentang tujuan pencatatan, menjelaskan hak dan
kewajiban pasien. Setelah diberikan penjelasan dan pasien bersedia
menjadi pasien kelolaan, penulis melakukan persetujuan sesuai dengan
yang sudah ditulis oleh penulis jelaskan ke pasien dan keluarga pasien.
3. Self determination
Penulis menjelaskan tujuan studi kasus, manfaat studi kasus
dan resiko yang mungkin muncul saat pemberihan asuhan
keperawatan, setelah diberikan penjelasan tersebut penulis meminta
persetujuan dengan memberikan lembar persetujuan. Penulis tidak
memaksakan pasien untuk menjadi pasien kelolaan untuk studi kasus
selama 3 hari perawatan tetapi pasien bersedia menjadi pasien
perawatan dengan suka rela.
38

4. Privacy dan diginity


Penulis menjamin kerahasiaan informasi yang diberikan
oleh pasien dan hanya menggunakan data atau informasi tersebut
untuk kepentingan studi kasus, penulis menjaga privasi pasien yaitu
menjaga privasi pasien dengan menggunakan bedscreen, menjamin
kerahasiaan tentang penyakit pasien, menutup bagian tubuh pasien
dengan selimut saat melakukan asuhan keperawatan pada pasien.
5. Anonymity dan confidentiality
Selama studi kasus, pasien kelolaan diberikan informasi
bahwa dalam mendokumentasikan pada lembar asuhan keperawatan
penulis hanya menuliskan nama pasien dengan inisial dan menuliskan
alamat tidak lengkap dan akan menjaga kerahasiaan dokumen yang
berisi tentang data-data pasien.
6. Justice atau keadilan
Keadilan berarti tidak membeda-bedakan antara pangkat,
agama, suku dan golongan, ras dan jenis kelamin yang artinya semua
pasien sama tidak ada yang berbeda. Penulis tidak melakukan
deskriminasi atau membedakan saat memilih pasien kelolaan untuk
laporan studi kasus dan saat melakukan asuhan keperawatan.
39

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Studi Kasus (Resum Asuhan Keperawatan)


1. Pengakajian
Pengkajian dilakukan pada hari kamis, 24 maret 2022 pukul 07.50
WIB, dengan menggunakan metode wawancara langsung dengan pasien
dan keluarga pasien. Dari wawancara tersebut didapatkan identitas pasien
seorang laki-laki bernama Tn. I berusia 53 tahun alamat di adipala, sudah
menikah, beragama islam, pendidikan terakhir SD, pekerjaan swasta,
bersuku jawa, dengan nomor rekam medic 335xxx. Masuk IGD RSI
Fatimah Cilacap pada tanggal 23 maret 2022 dan dipindah ke ruang
Arafah 2 dengan diagnose Diabetes Melitus, dan dodapatkan data
penanggung jawab pasien seorang perempuan bernama Ny.S berumur 50
tahun, pendidikan terakhir SD, alamat adipala, hubungan dengan pasien
yaitu istri pasien.
Keluhan utama saat pengkajian didapatkan data pasien mengatakan
lemas dan nyeri di bagian dada. P: nyeri saat bergerak, Q: seperti tertimpa
benda , R: dada sebelah kiri, S: skala 6, T: hilang timbul. Keluhan
tambahan yaitu pasien mengatakan nafsu makan berkurang, kaki terasa
tebal atau kesemuatan, sering merasa haus dan mengeluh susah tidur.
Riwayat penyakit sekarang yang diderita oleh pasien adalah pasien
mengatakan awalnya mengeluh pusing, sangat lemas dan berkeringat GDS
nya 420 Mg/dL pada saat di cek di rumah setelah itu klien langsung di
bawa oleh keluarganya ke IGD RSI Fatimah cilacap, di IGD klien
40

mengeluh pusing, sedikit sesak, lemas dan nyeri dada sebelah kiri, di IGD
pasien dipasang infus dan diberikan obat ranitidine, ketorolac, dan
mendapatkan terapi oksigen nasal kanul 3 liter/menit. Setelah keadaan
pasien membaik pasien langsung dipindah ke ruang rawat inap Arafah 2
pada tanggal 23 maret 2022.
Pengkajian selanjutnya adalah riwayat kesehatan Tn.I dimasa lalu.
Riwayat penyakit dahulu pasien mengatakan sudah 1 tahun menderita
penyakit diabetes melitus dan pasien pernah dirawat di rumah sakit
sebelumnya karena penyakit diabetes yang dideritanya. Riwayat penyakit
keluarga ditemukan data pasien mengatakan dikeluarga ada yang
mempunyai penyakit diabetes melitus dan hipertensi di keluarganya.
Dari hasil pengkajian pada tanggal 24 maret 2022 di ruang arafah 2
RSI Fatimah cilacap, di peroleh data dari Tn.I dengan diagnose medis
Diabetes Melitus, diperoleh data pola persepsi diri dan pemeliharaan
kesehatan pasien mengatakan kesehatan itu sangat penting dan mahal oleh
karena itu apabila dikeluarga ada yang sakit maka langsung diobati dengan
membeli obat di apotik ataupun langsung di bawa ke klinik terdekat atau
puskesmas, pasien juga berobat secara rutin selama 6 bulan belakangan ini
tetapi terkadang lupa untuk meminum obat yang diresepkan oleh dokter.
Pola nutrisi dan metabolic didapatkan data pasien sebelum sakit
mengatakan pasien makan 3 kali dalam sehari dengan menu nasi, sayur,
lauk dan terkadang buah, diit makan manis, berat badan sebelum sakit 56
kg dan minum pasien mengatakan hanya minum 8 gelas belimbing air
putih dan 1 gelas kopi + gula di pagi hari. Saat sakit pasien mengatakan
nafsu makan berkurang, makan hanya habis ¼ porsi saja, makan buah 1
potong dan minum pasien mengatakan minum hanya habis 7 gelas
belimbing air putih dan 1 ½ gelas teh tanpa gula.
Pola eliminasi didapatkan data pasien mengatakan sebelum sakit
BAB nya lancer sehari 2 kali denganm konsistensi padat, warnanya kuning
kecoklatan, tidak ada darah, tidak nyeri dan BAK pasien mengatakan BAK
sehari sampai 7 kali dengan urine yang berwarna kuning jernih, bau khas
41

urine, tidak nyeri, tidak ada darah dan saat sakit pasien mengatakan saat
dikaji pasien belum BAB dan BAK pasien mengatakan sudah 2 kali BAK
pada pagi hari ini, biasanya dalam sehari pasien bisa BAK sekitar 6-8 kali,
tidak ada darah, tidak merasa nyeri saat BAK, urine berwarna kuning
jernih.
Pola aktivitas dan latihan didapatkan data pasien mengatakan
sebelum sakit semua kegiatan dan aktivitas klien di lakukan secara mandiri
dan saat sakit pasien mengatakan makan, minum, ambulansi ditempat tidur
dilakukan secara mandiri san aktivitas yang dibantu oleh orang lain yaitu
mandi, toileting, berpakaian.
Pola perseptual didapatkan data pasien mengatakan sebelum sakit
semua panca indra pasien normal tidak ada gangguan, lidah berfungsi
dengan baik, hidung dapat mencium aroma dengan baik, mata bisa untuk
melihat dengan normal, telinga bisa untuk mendengarkan dengan normal.
Saat sakit pasien mengatakan panca indra pasien tidak ada gangguan
kecuali panca indra perasa.
Pola istirahat tidur didapatkan data pasien mengatakan sebelum
sakit pasien tidurnya cukup yaitu sekitar 8 jam dalam sehari dan tidur
siang selama kurang lebih 1 jam. Saat sakit pasien mengatakan tidurnya
agak terganggu yaitu sekitar 5-6 jam dalam sehari dan sering terbangun
karena nyeri dadanya yang datang tiba-tiba dan karena adanya faktor
lingkungan dan pencahayaan.
Pola persepsi diri didapatkan data pasien mengatakan sebelum
sakit tidak merasa cemas dengan keadaannya. Saat sakit pasien
mengatakan merasa cemas dengan kondisinya yang sekarang takut
memburuk dan pasien mengatakan ingin cepat sembuh.
Pola peran dan hubungan didapatkan data pasien mengatakan
perannya sebagai suami dan kepala keluarga dirumah baik/ tidak ada
masalah, hubungan dengan tetangga dan keluarga tidak ada masalah. Saat
sakit pasien mengatakan peran sebagai suami dan kepala keluarga
terganggu karena kondisinya yang sekarang, jarang komunikasi dengan
42

tetangga dan keluarga karena kondisi nya yang sekarang yang tidak
memungkinkan di rumah sakit.

Pola kopping stress didapatkan data pasien mengatakan apabila ada


masalah di pendam sendiri tidak mau cerita dengan istrinya karena takut
menjadi beban pikiran istrinya. Saat sakit pasien mengatakan apabila
pasien ada masalah atau merasa ada yang mengganjal pasien langsung
bercerita ke istrinya.
Pola reproduksi dan seksualitas didapatkan data pasien mengatakan
sebelum sakit tidak ada masalah dengan reproduksi dan seksualitasnya
normal saja. Saat sakit pasien mengatakan tidak melakukan hubungan
suami istri dan organ reproduksinya tidak ada masalah.
Pola nilai dan keyakinan didapatkan data pasien mengatakan
agamanya islam dan pasien melakukan sholat 5 waktu. Saat sakit pasien
mengatakan agamanya islam dan pasien masih menjalankan ibadah sholat
5 waktu walaupun dengan kondisinya yang sekarang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tn.I yaitu keadaan umum baik,
kesadaran pasien composmentis GCS 15 (E4M6V5). Pada data tanda-
tanda vital didapatkan data TD: 150/94 MmHg, N: 105 x/menit, S: 36 C,
RR: 21 x/menit, saturasi oksigen: 97%,, TB: 170 cm, BB: 52 kg. Pada
pemeriksaan kepala didapatkan data bentuk kepala mesochepal, tidak ada
luka maupun jejas, warna rambut hitam, pendek dan bersih. Pada mata
didapatkan data konjungtiva anemis, tidak menggunakan alat bantu
pengelihatan, pupil isokor, reflek pupil ada. Pada hidung didapatkan data
bentuk hidung simetris, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada
secret, tidak ada polip hidung, tidak ada nyeri tekan, tidak terpasang NGT.
Pada mulut mukosa bibir kering, lidah tampak kotor, tidak terdapat tanda-
tanda sianosis, tidak ada sariawan, gigi tampak tidak lengkap di bagian
gigi geraham, bibir pasien tampak pucat. Pada telinga bentuk telinga
simetris antara telinga kanan dan telinga kiri, tidak ada benjolan ataupun
43

luka, tidak menggunakan alat bantu dengar, serumen dalam batas normal.
Pada leher tidak ada benjolan, tidak ada luka maupun jejas, tidak ada
pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada peningkatan JVP. Pemeriksaan
thorax yang pertama pada pemeriksaan paru-paru didapatkan data
inspeksi: bentuk dada normal, tidak ada luka maupun jejas, tidak ada
benjolan, pengembangan dinding dada simetris, palpasi: vocal premitus
normal, terdapat nyeri dada sebelah kiri dengan skala 6, perkusi: sonor,
auskultasi: inspirasi dan ekspirasi normal, tidak ada bunyi napas
tambahan. Pada pemeriksaan jantung inspeksi: ictus cordir tidak terlihat,
tidak ada benjolan, ada jejas akibat benturan benda, tidak ada luka,
palpasi: terdapat nyeri dada skala 6 dibagian dada sebelah kiri, ictus cordis
teraba di intercostal 5, perkusi: didapatkan data pekak jantung, auskultasi:
S1/S2 normal tidak ada bunyi jantung tambahan. Pada abdomen inspeksi:
tidak ada luka maupun jejas, tidak ada edema, bentuk simetris, auskultasi:
bising usus 32 x/menit, palpasi: tidak ada nyeri tekan abdomen, tidak ada
pembesaran uluh hati, perkusi: tidak ada cairan, udara maupun massa.
Pada genetalia pasien berjenis kelamin laki-laki tidak dilakukan
pemeriksaan genetalia dan tidak terpasang kateter urine. Pada pemeriksaan
ekstermitas di dapatkan data pada ekstermitas atas terpasang infus
dibagian tangan kiri 20 tpm, tidak ada edema, luka ataupun jejas, akral
teraba hangat, CRT> 2 detik, kekutan otot 3/3, pada ekstermitas bawah
didapatkan hasil tidak ada luka ataupun jejas, tidak ada edema di
ekstermitas bawah, CRT>2 detik, akral teraba hangat, kekuatan otot 3/3.
Pengkajian ABCD nutrisi didapatkan hasil Antropometri selama
sakit adalah berat badan 52 kg, tinggi badan 170 cm, indeks masa tubuh
(IMT) 17,3 (kurus). Biochemical adalah, hemoglobin: 14.3 g/dL nilai
normal 13-18 g/dL, hematocrit 42 % nilai normal 40-48%. Clinical sign
yaitu klien tampak lemah, rambut hitam, bibir pucat, pasien tampak
bedrest. Dietary histori selama sakit adalah makan dalam satu hari hanya
¼ porsi makan, buah 1 potong dan minum 7 gelas air putih dan 1 ½ gelas
44

teh. Diet dari rumah sakit tinggi serat dan karbohidrat kompleks,
membatasi makanan manis.
Pemeriksaan penunjang terdiri dari beberapa pemeriksaan
diantaranya pemeriksaan laboratorium darah pada tanggal 24 maret 2022
didapatkan hasil gula darah sewaktu (GDS): 320 Mg/dL (nilai normal 80-
200 Mg/dl), S.G.O.T: 18U/L (nilai normal 05-40 U/L), S.G.P.T: 28U/L
(nilai normal 05-35 U/L), ureum: 13 Mg/dL (nilai normal 15-45 Mg/dl),
creatinin: 0.73 Mg/dl (nilai normal 0.70-12.0 Mg/dl), hemoglobin: 14.3
g/dL (nilai normal 13-18 g/dl), leukosit 5.510 10˄3/UL (nilai normal
4.000-10.000 10˄3/UL), hematocrit 42 % (nilai normal 40-48%),
trombosit 294.000 10˄3/UL (nilai normal 150.000-400.000 10˄3/UL),
eritrosit 4.8 10˄6/UL (nilai normal 4.5-5.5 10˄6/UL), HJL eosinophil 3%
(nilai normal 1-3%), HJL basophil 0% (nilai normal 0-1%), HJL netrofil
batang 2% (nilai normal 2-5%), HJL netrofil segmen 52% (nilai normal
50-70%), HJL limposit 37% (nilai normal 22-40%), HJL monosit 6%
(nilai normal 4-8%), HbA1c 1.0% (nilai normal <5.7 %).
Hasil pemeriksaan radiologi pada tanggal 24 maret 2022
ditemukan hasil rongten thorax Cor: bentuk, posisi, ukuran normal, Pulmo:
tidak tampak infiltrate pada kedua paru dekstra/ sinistra, corakan
bronkovaskular normal, hilus dekstra/sinistra normal, tidak tampak
klasifikasi/massa, Trachea: normal, sinus costa: tajam, skeleton,: normal,
soft tissue: tidak tampak klasifikasi/ massa, kesan: tidak ada tampak
pneumonia. Hasil pemeriksaan EKG pada tanggal 24 maret 2022
didapatkan hasil interprestasi sinus ritem.
Program terapi obat yang diberikan pada tanggal 24 maret 2022
sampai 26 maret 2022 adalah injeksi novorapid 6 ui x 1, ceftriaxone 1000
mg 2 x 1, amlodipine 10 mg 1x 1, metformin 500 mg 3 x 1, ranitidine 150
mg 2x1, sucalfat 500 mg 3 x 1, spironolaction 25 mg 1 x 1.
45

2. Analisa Data
Analisa data pada Tn.I dengan gangguan system Endokrin: Diabetes
Melitus pada tanggal 24 maret 2022.
Tabel 4.1
Tanggal/ Data focus Etiologi Problem
jam
24/03/ 2022 DS: pasien mengatakan badannya Resistensi Ketidakstabil
07.55 terasa lemas dan lesu, Pasien insulin an kadar gula
mengatakan sering merasa haus, darah
pasien mengatakan sudah menderita
penyakit diabetes melitus selama 1
tahun melakukan kontrol rutin
selama 6 bulan terakhir di
puskesmas tetapi terkadang lupa
untuk meminum obat yang
diberikan dokter.
DO: mukosa bibir kering, sering
merasa haus, GDS: 320 Mg/dL,
pasien tampak lesu, dan lemas,
pasien tampak bedrest di tempat
tidur
24/03/ 2022 DS: pasien mengatakan nyeri dada Agen Nyeri akut
07.55 dibagian kiri, P: saat bergerak, Q: pencedera
seperti tertimpa benda, R: bertitik, fisiologis
S: skala 6, T: hilang timbul.
DO: skala nyeri 6, pasien tampak
meringis kesakitan,pasien tampak
gelisah, pasien tampak memegangi
dada sebelah kiri, pasien tampak
gelisah, pasien tampak focus pada
dirinya sendiri, saturasi 97%,
respirasi: 21 x/ menit, TD: 150/94
MmHg, nadi 105 x/menit.

24/03/ 2022 DS: pasien mengatakan nafsu Faktor Defisit


07.55 makannya berkurang, pasien psikologis nutrisi
mengatakan hanya habis ¼ porsi (keengganan
makan yang diberikan dari rumah untuk
sakit dan 1 potong buah, minum makan)
hanya 7 gelas belimbing air putih
46

dan 1 ½ gelas teh, BB sebelum


sakit 56 kg BB saat sakit 52 kg.
DO: bising usus 32 x/ menit, TD:
150/94 MmHg, A: berat badan 52
kg, tinggi badan 170 cm, IMT:
17,3 (kurus). B: hemoglobin: 14.3
g/dL nilai normal 13-18 g/dL,
hematocrit 42 % nilai normal 40-
48%. C: yaitu pasien tampak lemah,
rambut hitam, bibir pucat. D:
selama sakit makan dalam satu hari
hanya ¼ porsi makan, buah 1
potong dan minum 7 gelas air putih
dan 1 ½ gelas teh. Diet dari rumah
sakit tinggi serat dan karbohidrat
kompleks dan membatasi makanan
manis.
23/03/ 2022 DS: pasien mengatakan susah tidur, Hambatan Gangguan
07.55 pasien mengatakan tidurnya sering lingkungan pola tidur
terjaga, pasien mengatakan pola
tidurnya berubah sehari tidur
selama 5-6 jam.
DO: pasien tampak lesu, pasien
tampak mengantuk, pasien tampak
lemas, mata pasien tampak sayu.

3. Diagnose Keperawatan Sesuai Dengan Prioritas


a. Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan resistensi insulin
di tandai dengan mukosa bibir kering, sering merasa haus, GDS: 320
Mg/dl, pasien tampak lesu, dan lemas, pasien tampak bedrest di tempat
tidur.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai
dengan skala nyeri 6, pasien tampak meringis kesakitan,pasien tampak
gelisah, pasien tampak memegangi dada sebelah kiri, pasien tampak
gelisah, pasien tampak focus pada dirinya sendiri, saturasi 97%,
respirasi: 21 x/ menit, TD: 150/94 MmHg, nadi 105 x/menit.
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan untuk
makan) ditandai dengan bising usus 32 x/ menit, TD: 150/94 MmHg, A:
berat badan 50 kg, tinggi badan 170 cm, IMT: 17,3 (kurus). B:
hemoglobin: 14.3 g/dL nilai normal 13-18 g/dL, hematocrit 42 % nilai
normal 40-48%. C: yaitu klien tampak lemah, rambut hitam, bibir
47

pucat. D: selama sakit makan dalam satu hari hanya ¼ porsi makan,
buah 1 potong dan minum 4 gelas air putih dan 1 ½ gelas teh. Diet
dari rumah sakit tinggi serat dan karbohidrat kompleks dan membatasi
makanan manis.
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
ditandai dengan pasien tampak lesu, pasien tampak mengantuk, pasien
tampak lemas, mata pasien tampak sayu.
Diagnosa prioritas Rabu, 24 maret 2022
a. Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan resistensi insulin
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan untuk
makan).
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan.
Diagnosa prioritas Jumat, 25 maret 2022
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
b. Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan resistensi insulin
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologi (keengganan untuk
makan)
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
Diagnosa prioritas Sabtu, 26 maret 2022
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
b. Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan resistensi insulin
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan untuk
makan)
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan.
48

4. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi.


a. Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan retensi insulin.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam maka
pasien diharapkan dapat menunjukan kestabilan kadar glukosa darah
meningkat dengan kriteria hasil:

Indicator A T A
Lelah 2 4
Berkeringat 2 4
Mulut kering 2 4
Rasa haus 2 4
Keterangan :
1: Meningkat
2: Cukup meningkat
3: Sedang
4: Cukup menurun
5: Menurun

Indicator A T A
Kadar gula darah 2 4
Jumlah urine 3 4
Keterangan:
1: Memburuk
2: Cukup memburuk
3: Sedang
4: Cukup membaik
5: Membaik
Intervensi
Manajemen hiperglikemia
1) Monitor tanda gejala hiperglikemia (mis. Poliuri, polidipsi,
polifagia, dll)
49

2) Monitor kadar gula darah


3) Anjurkan kepatuhan terhadap diet yang diberikan.
4) Kolaborasi pemberian insulin
5) Penerapan terapi akupresur.

Implementasi
Pada hari Kamis, 24 Maret 2022 implementasi yang
dilakukan oleh penulis antara lain mengidentifikasi penyebab
hiperglikemia, mengecek kadar gula darah, melakukan koraborasi
pemberian injeksi insulin, melakukan inform consert untuk
melakukan penerapan terapi akupresure.
Pada hari Jumat, 25 Maret 2022 implementasi yang
dilakukan penulis antara lain: melakukan pemantauan tanda gejala
hiperglikemia, menganjurkan pasien untuk patuh terhadap diet
yang diberikan oleh rumah sakit, melakukan terapi akupresure.
Pada hari Sabtu, 26 Maret 2022 implementasi yang
dilakukan penulis antara lain: melakukan pemantauan tanda gejala
hiperglikemia, melakukan penerapan terapi akupresure,
melakukan pengecekan GDS.

Evaluasi
Evaluasi yang penulis lakukan pada hari Sabtu, 26 Maret
2022 pukul 16.20 didapatkan data sebagai berikut :
S: pasien mengatakan badannya sudah terasa bugar, tidak merasa
lemas dan lesu lagi
O: pasien tampak lagi duduk, pasien tampak fresh, tidak lesu,
mukosa bibir lembab, GDS:206 Mg/dL.
A: Masalah ketidakstabilan kadar gula darah teratasi

Indicator A T A
Lelah 2 4 4
Berkeringat 2 4 4
Mulut kering 2 4 4
50

Rasa haus 2 4 4
Keterangan : 1: Meningkat, 2: Cukup meningkat, 3: Sedang
4: Cukup menurun, 5: Menurun

Indicator A T A
Kadar gula darah 2 4 4
Jumlah urine 3 4 4
Keterangan: 1: Memburuk, 2: Cukup memburuk, 3: Sedang
4: Cukup membaik, 5: Membaik

P: hentikan intervensi

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam maka
pasien diharapkan dapat menunjukan tingkat nyeri menurun dengan
kriteria hasil:

Indicator A T A
Keluhan nyeri 2 4
Meringis 2 4
Gelisah 2 4
Focus pada diri sendiri 2 4
Keterangan:
1: Meningkat
2: Cukup meningkat
3: Sedang
4: Cukup menurun
5: Menurun

Indicator A T A
Frekuensi nadi 2 4
Pola napas 3 4
Tekanan darah 2 4
Keterangan:
1: Memburuk
2: Cukup memburuk
51

3: Sedang
4: Cukup membaik
5: Membaik

Intervensi
Manajemen nyeri
1) Identifikasi lokasi, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
2) Identifikasi skala nyeri
3) Berikan teknik norfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri.
4) Berikan kompres air hangat untuk mengurangi nyeri.
5) Fasilitasi istirahat tidur
6) Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri.
7) Kolaborasi pemberian analgesic

Implementasi
Pada hari Kamis, 24 marret 2022 implementasi yang
dilakukan oleh penulis antara lain: mengidentifikasi lokasi, durasi,
frekuensi kulitas dan intensitas nyeri, mengidentifikasi skala nyeri,
mengajarkan untuk terapi relaksasi napas dalam, melakukan kolaborasi
injeksi ketorolac.
Pada hari Jumat, 25 Maret 2022 implementasi yang
dilakukan penulis antara lain: memonitor skala nyeri, menganjurkan
pasien untuk teknik relaksasi napas dalam saat merasa nyeri,
Menganjurkan pasien untuk memonitor nyeri secara mandiri,
melakukan kolaborasi pemberian injeksi ketorolac.
Pada hari Sabtu, 26 maret 2022 implementasi yang
dilakukan oleh penulis antara lain: memonitor skala nyeri,
menganjurkan pasien untuk mengompres dengan air hangat diarea
nyerinya, melakukan kolaborasi injeksi ketorolac.
52

Evaluasi
Evaluasi yang penulis lakukan pada hari Sabtu, 26 Maret
2022 pukul 16.20 didapatkan data sebagai berikut:
S: pasien mengatakan sudah tidak merasa nyeri dada lagi
O: pasien tampak rileks, pasien tampak tidak gelisah dan tidak
mengeluh nyeri lagi, nyeri skala 2, Nadi : 97 x/menit, TD: 128/78
MmHg, RR: 20 x/menit.
TD: 128/78MmHg, RR: 20 x/menit
A: masalah nyeri akut teratasi

Indicator A T A
Keluhan nyeri 2 4 4
Meringis 2 4 4
Gelisah 2 4 4
Focus pada diri sendiri 2 4 4
Keterangan: 1: Meningkat , 2: Cukup meningkat, 3: Sedang
4: Cukup menurun , 5: Menurun

Indicator A T A
Frekuensi nadi 2 4 4
Pola napas 3 4 4
Tekanan darah 2 4 4
Keterangan: 1: Memburuk, 2: Cukup memburuk, 3: Sedang
4: Cukup membaik, 5: Membaik

P: Hentikan intervensi
53

c. Defisit nutrisi berhubungan dengan gangguan psikologis


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam maka
pasien diharapkan dapat menunjukan status nutrisi membaik dengan
kriteria hasil:

Indicator A T A
Nafsu makan 4 2
Bising usus 2 4
Keterangan:
1: Meningkat
2: Cukup meningkat
3: Sedang
4: Cukup menurun
5: Menurun

Intervensi
Manajemen nutrisi
1) Identifikasi status nutrisi
2) Monitor asupan makanan
3) Lakukan oral hiegyn
4) Anjurkan posisi duduk saat makan
5) Anjurkan makan sedikit tapi sering
6) Kolaborasi dengan ahli gizi

Implementasi
54

Pada hari Kamis, 24 Maret 2022 implementasi yang


dilakukan oleh penulis antara lain: mengidentifikasi status nutrisi,
melakukan pengkajian ABCD tentang nutrisi, memonitor asupan
makan pasien, melakukan kolaborasi dengan meberikan injeksi
ranitidine, melakukan kolaborasi dengan ahli gizi dengan memberi
makan sesuai dengan diit.

Pada hari Jumat, 25 Maret 2022 implementasi yang


dilakukan oleh penulis antara lain: memonitor asupan makan,
menganjurkan pasien untuk melakukan oral hiegyn terlebih dahulu
sebelum makan, menganjurkan pasien untuk makan sedikit tapi
sering, melakukan kolaborasi pemberian injeksi ranitidine, Melakukan
kolaborasi dengan ahlo gizi dengan memberikan makanan sesuai diit.
Pada hari sabtu, 26 Maret 222 implementasi yang dilakukan
penulis antara lain: memonitor asupan makanan pasien, memonitor
asupan makan, menganjurkan pasien untuk makan dengan posisi
duduk dan melakukan oral hiegyn terlebih dahulu, melakukan
kolaborasi pemberian injeksi ranitidine, melakukan kolaborasi dengan
ahli gizi

Evaluasi
Evaluasi yang penulis lakukan pada hari Sabtu, 26 Maret
2022 pukul 16.20 didapatkan data sebagai berikut:
S: pasien mengatakn sudah nafsu makan habis 1 porsi yang diberikan
oleh rumah sakit
O: bising usus 15 x/menit, mukosa bibir lembab, TD: 128/78 MmHg,
berat badan 53 kg, tinggi badan 170 cm.
A: masalah defisit nutrisi teratasi

Indicator A T A
Nafsu makan 4 2 2
Bising usus 2 4 4
Keterangan: 1: Meningkat , 2: Cukup meningkat, 3: Sedang
55

4: Cukup menurun , 5: Menurun

P: Hentikan intervensi

d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan.


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam maka
pasien diharapkan dapat menunjukan pola tidur membaik dengan
kriteria hasil:

Indicator A T A
Keluhan sulit tidur 2 4
Keluhan sering terjaga 2 4
Keluhan pola tidur berubah 2 4

Keterangan:
1: Meningkat
2: Cukup meningkat
3: Sedang
4: Cukup menurun
5: Menurun

Intervensi
Dukungan tidur
1) Identifikasi pola aktivitas dan tidur
2) Identifikasi faktor pengganggu tidur
3) Modifikasi lingkungan
4) Tetapkan jadwal tidur rutin
5) Jelaskan pentingnya tidur yang cukup
6) Anjurkan menepati kebiasaan tidur
56

Implementasi
Pada hari Kamis 24 Maret 2022 implementasi yang
dilakukan penulis antara lain: mengidentifikasi aktivitas dan tidur,
Menjelaskan kepada pasien tentang pentingnya tidur yang cukup,
membuatkan jdwal tidur, memfasilitasi istirahat tidur.

Pada hari Jumat, 25 maret 2022 implementasi


yangdilakukan penulis antara lain: mengidentifikasi pola tidur,
Mengevaluasi jadwal tidur yang telah ditetapkan, menjelaskan
pentingnya tidur yang cukup bagi kesehatan tubuh, memodifikasi
lingkungan yang nyaman untuk tidur.
Pada hari Sabtu, 26 maret 2022 implementasi yang
dilakukan penulis antara lain: Memodifikasi lingkungan yang nyaman
untuk tidur, Melakukan evaluasi jadwal tidur yang di tetapkan,
menganjurkan untuk menepati kebiasaan tidur.

Evaluasi
Hari Sabtu, 26 Maret 2022.
S: pasien mengatakan sudah bisa tidur dengan nyaman, sekarang pola
tidurnya sudah teratur, pasien mengatakan sudah tidak terjaga lagi
dimalam hari.
O: pasien tampak fresh, pasien tampak aktif, mata pasien tampak tidak
sayu lagi.
57

A: masalah gangguan pola tidur teratasi

Indicator A T A
Keluhan sulit tidur 2 4 4
Keluhan sering terjaga 2 4 4
Keluhan pola tidur berubah 2 4 4
Keterangan: 1: Meningkat, 2: Cukup meningkat, 3: Sedang
4: Cukup menurun , 5: Menurun
P: hentikan intervensi

B. Pembahasan
Penulis akan membahas asuhan keperawatan pada Tn. I mulai dari
pengkajian sampai evaluasi, dalam pembahasan penulis mencoba mengaitkan
antara sumber-sumber tentang pasien dengan gangguan system endokrin:
diabetes melitus di ruang arafah 2 RSI Fatimah Cilacap yang sudah dikelola
selama 3 hari perawatan dari tanggal 24 maret-26 maret 2022 penulis
menemukan beberapa kesamaan dan perbedaan dari kenyataan dari teori yang
ada. Hal ini terjadi karena setiap manusia memiliki ketahanan dan memiliki
kebutuhan tubuh yang berbeda-beda, maka dari itu penulis akan mencoba
membahas hal tersebut dari mulai dengan menggunakan proses keperawatan
yaitu pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi.
1. Analisa studi kasus
a. Pengkajian
Pengkajian adalah suatu pengumpulan data klien yang
dilakukan secara sistematis untuk menentukan atau mendiagnosa
masalah yang mungkin muncul, serta kebutuhan keperawatan klien,
metode yang di gunakan penuis dalam pengumpulan data yaitu dengan
cara wawancara terhadap klien atau keluarga, pemeriksaan fisik dan
studi dokumentasi atau catatan medis (Doenges, 2015)
Pengkajian dilakukan pada tanggal 24 maret 2022 jam
07.40 WIB diruang Arafah 2. Pada saat pengkajian atau wawancara
58

penulis tidak menemukan kesulitan karena pasien kooperatif, pasien


bernama Tn. I dengan jenis kelamin laki-laki dan berumur 53 tahun.
Menurut penelitian Peningkatan usia dapat menyebabkan resiko
terkena diabetes melitus karena terjadi peningkatan intoleransi glukosa,
seiring dengan adanya proses penuaan (aging proses) yang
mempengaruhi kemampuan sel pankreas dalam memproduksi insulin,
selain itu pada individu yang yang lebih tua akan terjadi penurunan
aktivitas mitokondria yang akan menyebabkan peningkatan kadar
lemak yang akan memicu terjadinya resistensi insulin (Sujaya, 2009).
Hasil pengkajian didapatkan data subjektif pasien mengatakan lemas,
nafsu makan berkurang, sering BAK dan nyeri dada bagian kiri.
Berdasarkan teori tentang diabetes melitus menurut Maria (2021)
bahwa tanda dan gejala diabetes melitus antara lain poliuri, polidipsi,
polifagia, merasa lemah dan letih. Dari data yang penulis peroleh data
pasien sesuai dengan teori, tetapi ada satu keluhan klien yaitu nyeri
dada yang tidak sesuai dengan teori karena hal ini berbeda menurut
Petter (2015) nyeri dada adalah salah satu indikasi yang paling umum
untuk perawatan dirumah sakit secara darurat keluhan ini biasanya
menunjukan adanya gangguan atau penyakit cardiomegaly, tetapi
dalam kasus pasien tidak mempunyai riwayat penyakit jantung, pada
pemeriksaan EKG pada tanggal 23 maret 2022 didapatkan hasil sinus
takikardi dan pemeriksaan EKG tidak dapat menguatkan diagnose dan
penyakit yang menyertainya dan pada saat pengkajian pasien masih
merasa lemas dan letih. pada data objektif didapatkan data pasien
tampak bedrest, GDS 320 Mg/dL, mukosa bibir kering, pasien tampak
haus.
Data diatas sesuai dengan yang dijelaskan oleh Maria
(2021). Dalam teori dijelaskan hal-hal yang perlu dikaji pada pasien
diabetes melitus yaitu keluhan utama seperti adanya rasa kesemutan,
merasa lelah/ lemas, rasa raba yang menurun, luka yang tak kunjung
sembuh, nyeri di bagian luka. Riwayat kesehatan sekarang yaitu kaji
59

lamanya terkena penyakit diabetes melitus, mengecek GDS, observasi


luka jika ada luka, kapan terjadinya luka. Riwayat kesehatan dahulu
kaji adanya riwayat penyakit DM, atau penyakit-penyakit lainnya yang
ada kaitannya dengan defisiensi insulin, adanya riwayat jantung,
obesitas maupun tindakan medis yang sudah pernah dilakukan.
Riwayat penyakit keluarga kaji dari keluarga biasanya salah satu
anggota keluarganya juga menderita penyakit diabetes melitus atau
penyakit menurun lainnya.
Pada pengkajian pola fungsional Gordon ditemukan pada
masalah Pola nutrisi dan metabolic didapatkan data pasien sebelum
sakit mengatakan pasien makan 3 kali dalam sehari dengan menu nasi,
sayur, lauk dan terkadang buah, diit makan manis, berat badan sebelum
sakit 55 kg dan minum pasien mengatakan hanya minum 8 gelas
belimbing air putih dan 1 gelas kopi di pagi hari. Saat sakit pasien
mengatakan nafsu makan berkurang, makan hanya habis ¼ porsi saja,
makan buah 1 potong dan minum pasien mengatakan minum hanya
habis 4 gelas belimbing air putih dan 1 ½ gelas teh tanpa gula Menurut
Alvin (2018) nafsu makan menurun pada penderita diabetes melitus
umumnya terjadi akibat gangguan lambung, kondisi ini disebut medis
gastropati diabetic yaitu merupakan kondisi ketika lambung bergerak
menjadi lebih lambat.
Pola istirahat tidur didapatkan data pasien mengatakan
sebelum sakit pasien tidurnya cukup yaitu sekitar 8 jam dalam sehari
dan tidak tidur siang. Saat sakit pasien mengatakan tidurnya agak
terganggu, dalam sehari pasien tidur hanya 5-6 jam saja dan sering
terbangun karena nyeri dadanya yang datang tiba-tiba dan karena
adanya faktor lingkungan dan pencahayaan. Perawat dalam mengatasi
hal ini menganjurkan pasien untuk melakukan kebiasaan untuk
menepati kebiasaan tidurnya seperti tidur pada waktu yang sudah
dijadwalkan dan perawat, selalu untuk berfikir posistif, menghindari
60

stress berlebihan dan perawat menciptakan suasana tidur yang nyaman


(Wijaya & Putri, 2013).
Pola aktivitas dan latihan didapatkan data pasien
mengatakan sebelum sakit semua kegiatan dan aktivitas klien di
lakukan secara mandiri dan saat sakit pasien mengatakan makan dan
minum dilakukan secara mandiri san aktivitas yang dibantu oleh orang
lain yaitu mandi, toileting, berpakaian, ambulansi ROM. Tetapi penulis
tidak menjadikan masalah pada pola aktivitas dan istirahat karna
penulis kurang teliti.
Pola fungsional Gordon yang lain seperti pola persepsi
kesehatan, pola eliminasi, pola persepsi sensori dan kognitif, pola
konsep diri dan persepsi diri, pola reproduksi dan seksualitas, pola
peran dan hubungan, pola nilai dan keyakinan, pola kopping stress dari
data yang didapatkan tidak mengalami gangguan.
Pada pemeriksaan fisik Tn.I didapatkan data yaitu keadaan
umum baik, kesadaran pasien composmentis GCS 15 (E4M6V5). Pada
data tanda-tanda vital didapatkan data TD: 150/94 MmHg, N: 105
x/menit, S: 36 C, RR: 21 x/menit, saturasi oksigen: 97%, TB: 170 cm,
BB: 50 kg. Pada abdomen inspeksi: tidak ada luka maupun jejas, tidak
ada edema, bentuk simetris, auskultasi: bising usus 32 x/menit, palpasi:
tidak ada nyeri tekan abdomen, tidak ada pembesaran uluh hati,
perkusi: tidak ada cairan, udara maupun massa. Pengkajian ABCD
nutrisi didapatkan hasil Antropometri selama sakit adalah berat badan
50 kg, tinggi badan 170 cm, indeks masa tubuh 17,3 (kurus).
Biochemical adalah, hemoglobin: 14.3 g/dL nilai normal 13-18 g/dL,
hematocrit 42 % nilai normal 40-48%. Clinical sign yaitu klien tampak
lemah, rambut hitam, bibir pucat. Dietary histori selama sakit adalah
makan dalam satu hari hanya ¼ porsi makan, buah 1 potong dan
minum 4 gelas air putih dan 1 ½ gelas teh. Diet dari rumah sakit tinggi
serat dan karbohidrat kompleks.
61

Terapi yang diberikan pada tanggal 24 maret 2022 sampai


26 maret 2022 adalah novorapid 6 ui x 1, ceftriaxone 1000 mg 2 x 1,
amlodipine 10 mg 1x 1, metformin 500 mg 3 x 1, ranitidine 150 mg
2x1, sucalfat 500 mg 3 x 1, spironolaction 25 mg 1 x 1.
Obat novorapid sediaan yang mengandung insulin aspart
yang termasuk dalam golongan insulin analog kerja cepat (Rapid-
acting). Insulin ini digunakan untuk pengobatan pada diabetes melitus.
Novorapid akan memulai menurunkan kadar gula darah dalam waktu
10-20 menit setelah obat tersebut disuntikan ke dalam tubuh.
Sedangkan obat metformin merupakan obat yang sama yaitu
digunakan untuk menurun kankadar gula darah pada penderita diabetes
melitus dan cara kerja obat ini yaitu menghambat produksi glukosa
dihati. Obat amlodipine merupakan obat untuk menurunkan tekanan
darah tinggi, membantu mencegah serangan janttung dan masalah
ginjal. (Hoan, 2017).
Didapatkan dari data diatas pasien mengalam lemas dan
rasa haus meningkat dan GDS: 320 Mg/dL, menurut Tandra (2017)
nilai normal dula darah sewaktu yaitu tidal lebih dari 200 Mg/dl tanpa
berpuasa, jika melebihi nilai normal kadar gula darah sewatu tersebut
maka seseorang akan mengalami kelelahan, mudah haus, sering buang
air kencing, kulit kering, mudah gelisah dan bisa menjadikan tanda
gejala tersebut mengarah seseorang menderita diabetes melitus.

b. Diagnosa Keperawatan
Standar Diagnose Keperawatan Indonesia (SDKI)
menyatakan bahwa diagnosis keperawatan adalah keputusan klinik
mengenai respons individu (klien dan masyarakat) tentang masalah
keadaan actual atau potensial sebagai dasar seleksi intervensi
keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai
wewenang perawat. Penegakan diagnose keperawatan harus melalui
62

klasifikasi dan analisis interprestasi data dan validasi data (Nursalam


2013).
1) Diagnosa keperawatan yang di temukan pada kasus yang sesuai
dengan teori sebagai berikut :
a) Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan
resistensi insulin. Ketidakstabilan kadar gula darah adalah
variasi dimana kadar glukosa darah mengalami kenaikan atau
penurunan dari rentang normal yaitu mengalami hiperglikemia
atau hipoglikemia (Tim Pokja, 2018).

Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan


dengan retensi insulin diprioritaskan sebagai diagnosa pertama
berdasarkan Hirarki Maslow. Pada Hirarki Maslow kebutuhan
manusia terdapat 5 kebutuhan dasar diantaranya yaitu
kebutuhan fisiologis, rasa aman dan nyama, dimiliki dan cinta,
harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri (Murhibbin &
Marfuatun, 2020) dan pada kasus ketidakstabilan kadar gula
darah termasuk pada gangguan endokrin yang termasuk
kedalam faktor fisiologis yang masuk pada Hirarki Maslow.
Pada Hirarki Maslow masalah ketidakstabilan kadar
gula darah dalam tubuh, Hirarki Maslow kebutuhan dasar
manusia yang pertama harus terpenuhi yaitu kebutuhan akan
keseimbangan kadar gula dalam darah karena pada masalah ini
jika tidak segera diatasi pada ketidakstabilan kadar gula darah
akan menyebabkan beban sirkulasi berlebihan, hipertensi, dan
gagal jantung kongestif (Agustine, 2021). Sesuai dengan
prioritas Hirarki Maslow, maka ketidakstabilan kadar gula
darah diprioritaskan sebagai diagnosa prioritas pertama hal ini
sesuai dengan Hirarki kebutuhan fisiologis menurut Maslow.
Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan
dengan resistensi insulin dikarenakan kondisi ketika sel-sel
63

tubuh tidak dapat menggunakan gula darah dengan baik akibat


adanya gangguan dalam merespon insulin, karena kondisi ini
jarang menunjukan gejala yang khas seseorang dapat
mengalami resistensi insulin selama bertahun tahun tanpa
pernah menyadarinya (Maria, 2021).
Dari data pasien didapatkan tanda dan gejala dari
Tn.I yaitu mukosa bibir kering, sering merasa haus, GDP: 320
Mg/dl, pasien tampak lesu, dan lemas, pasien tampak bedrest di
tempat tidur. Berdasarkan Tim Pokja (2018) terdapat tanda dan
gejala mayor jika di temukan 80-100% untuk validasi diagnosis
dan terdapat tanda minor yang jika tidak harus ditemukan,
namun jika ditemukan harus mendukung penegakan diagnosis.
Adapun tanda dan gejala mayor subjektif hiperglikemia lelah
dan lesu. tanda gejala mayor objektif: kadar glukosa darah
tinggi. Sedangkan tanda gejala minor subjektif hiperglikemia:
mulut kering, haus meningkat. Adapun tanda gejala minor
objektif: jumlah urine meningkat.
Menurut analisa data pasien dengan data mayor dan
minor yaitu mukosa bibir kering, sering merasa haus, GDP: 320
Mg/dl, pasien tampak lesu, dan lemas, pasien tampak bedrest di
tempat tidur dan penulis menegakan diagnose keperawatan
menurut Tim Pokja (2018) dengan tanda dan gejala mendukung
untuk penegakan diagnose keperawatan ketidakstabilan kadar
gula darah.
b) Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis
(keengganan untuk makan). Deficit nutrisi adalah asupan
nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
manusia untuk kebutuhan sehari-hari (Tim Pokja, 2018).
Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologi
(keengganan untuk makan) diprioritaskan sebagai diagnosa
ketiga. Pada Hirarki Maslow kebutuhan manusia terdapat 5
64

kebutuhan dasar diantaranya yaitu kebutuhan fisiologis, rasa


aman dan nyama, dimiliki dan cinta, harga diri, dan kebutuhan
aktualisasi diri (Murhibbin & Marfuatun, 2020) dan pada kasus
Defisit nutrisi termasuk pada gangguan makan yang termasuk
kedalam faktor fisiologis yang masuk pada Hirarki Maslow.
Pada Hirarki Maslow masalah defisit nutrisi, Hirarki
Maslow kebutuhan dasar manusia yang pertama harus
terpenuhi yaitu kebutuhan akan makan pada masalah ini jika
tidak segera diatasi pada defisit nutrisi akan menyebabkan
penurunan berat badan, mudah lelah, mulut dan gusi yang
sering mengalami luka, pipi dan mata terlihat cekung serta
mudah meras kedinginan (Dani, 2020). Sesuai dengan prioritas
Hirarki Maslow, maka defisit nutrisi diprioritaskan sebagai
diagnosa prioritas ketiga dikarenakan kondisi pasien dan
terdapat kebutuhan fisiologi yang paling utama dan harus
diprioritaskan pada kebutuhan dasar manusia.
Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor
psikologis (keengganan untuk makan) dikarenakan terdapat
gangguan mental yang ditandai dengan perilaku makan yang
tidak normal, keengganan untuk makan. Penderita gangguan
makan bisa mengkonsumsi terlalu sedkit atau terlalu banyak
makanan (Azwar, 2021).
Dari data pasien didapatkan tanda dan gejala dari
Tn.I yaitu bising usus 32 x/ menit, TD: 150/94 MmHg, A:
berat badan 50 kg, tinggi badan 170 cm, IMT: 17,3 (kurus). B:
hemoglobin: 14.3 g/dL nilai normal 13-18 g/dL, hematocrit 42
% nilai normal 40-48%. C: yaitu klien tampak lemah, rambut
hitam, bibir pucat. D: selama sakit makan dalam satu hari
hanya ¼ porsi makan, buah 1 potong dan minum 4 gelas air
putih dan 1 ½ gelas teh. Diet dari rumah sakit tinggi serat dan
karbohidrat kompleks dan membatasi makanan manis.
65

Berdasarkan Tim Pokja (2018) terdapat tanda dan gejala


mayor jika di temukan 80-100% untuk validasi diagnosis dan
terdapat tanda minor yang jika tidak harus ditemukan, namun
jika ditemukan harus mendukung penegakan diagnosis. Adapun
tanda dan gejala dan tanda mayor subjektif (tidak tersedia) dan
data objektif: berat badan menurun 10%. Sedangkan gejala dan
tanda minor subjektif: cepat kenyang setelah makan, kram/
nyeri abdomen, nafsu makan menurun dan data objektif: bising
usus hiperaktif, otot mengunyah lemah, otot menelan lemah,
membrane mukosa pucat, sariawan, diare.
Menurut analisa data pasien dengan data mayor dan
minor data dari kasus yang sesuai dengan teori yaitu penurunan
BB 10%, Mukosa bibir kering, bissing usus 32 x/menit dan
penulis menegakan diagnose keperawatan menurut Tim Pokja
(2018) dengan tanda dan gejala mendukung untuk penegakan
diagnose keperawatan defisit nutrisi.
2) Diagnosa keperawatan yang di temukan pada kasus yang tidak
sesuai dengan teori (diagnose temuan) sebagai berikut :
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.
Nyeri akut adalah suatu keadaan dimana perasan tidak
nyaman, pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkanyang timbul akibat kerusakan jaringan actual
yang di gambarkan sebagai kerusakan secara tiba-tiba atau
lambat dari ringan menjadi berat (Dewi, 2019).
Pada Hirarki Maslow kebutuhan manusia terdapat 5
kebutuhan dasar diantaranya yaitu kebutuhan fisiologis, rasa
aman dan nyaman, dimiliki dan cinta, harga diri, dan
kebutuhan aktualisasi diri, dan pada kasus nyeri akut termasuk
pada gangguan kecemasan yang masuk dalam kebutuhan rasa
aman dan nyaman pada Hirarki Maslow (Murhibbin &
Marfuatun, 2020).
66

Diagnosa nyeri akut ditegakkan sebagai diagnosa


kedua berdasarkan hirarki maslow dikarenakan ansietas
merupakan kebutuhan rasa aman. Sesuai dengan prioritas
hirarki maslow, maka nyeri akut diprioritaskan sebagai
diagnosa prioritas kedua karena terdapat kebutuhan fisiologi
yang paling utama dan harus diprioritaskan pada kebutuhan
dasar manusia.

Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera


fisiologis yaitu dikarenakan terdapat suatu penyebab yang
dapat menyebabkan nyeri karena pada saat fungsi sensorik
mendapat sensor yang tidak nyaman seperti luka operasi, luka
benturan, luka gesekan dan luka yang disebabkan olen
penyebab diatas maka bisa menyebabkan terjadinya nyeri akut
(Dewi, 2019).
Dari data pasien didapatkan tanda dan gejala dari
Tn. I yaitu skala nyeri 6, pasien tampak meringis
kesakitan,pasien tampak gelisah, pasien tampak memegangi
dada sebelah kiri, pasien tampak gelisah, pasien tampak focus
pada dirinya sendiri, saturasi 97%, respirasi: 20 x/ menit, TD:
150/94 MmHg, nadi 105 x/menit. Berdasarkan Tim Pokja
(2016) terdapat tanda dan gejala mayor jika di temukan 80-
100% untuk validasi diagnosis dan terdapat tanda minor yang
jika tidak harus ditemukan, namun jika ditemukan harus
mendukung penegakan diagnosis. Adapun tanda dan gejala
mayor subjektif klien mengatakan mengeluh nyeri, data
objektif: tampak meringis, gelisah, sulit tidur, frekuensi nadi
meningkat. Sedangkan tanda dan gejala minor subjektif (tidak
tersedia), objektif: tekanan darah meningkat, pola napas
67

berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu,


menarik diri dan berfokus pada dirinya sendiri.
Menurut analisa data pasien dengan data mayor dan
minor data dari kasus yang sesuai dengan teori yaitu pasien
mengalami frekuensi nadi meningkat, pasien tampak meringis
kesakitan, pasien tampak gelisah, pasien berfokus pada dirinya
sendiri dan penulis menegakan diagnose keperawatan menurut
Tim Pokja (2016) dengan tanda dan gejala mendukung untuk
penegakan diagnose keperawatan nyeri akut.

b) Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan


lingkungan. Gangguan pola tidur adalah gangguan kulaitas dan
kuantitas waktu tidur yang disebabkan oleh faktor internal
maupun faktor eksternal (Wijayaningsih, 2018).
Pada Hirarki Maslow kebutuhan manusia terdapat 5
kebutuhan dasar diantaranya yaitu kebutuhan fisiologis, rasa
aman dan nyaman, dimiliki dan cinta, harga diri, dan
kebutuhan aktualisasi diri, dan pada kasus gangguan pola tidur
termasuk pada gangguan kecemasan yang masuk dalam
kebutuhan rasa aman dan nyaman pada Hirarki Maslow
(Murhibbin & Marfuatun, 2020).
Diagnosa gangguan pola tidur ditegakkan sebagai
diagnosa keempat berdasarkan hirarki maslow dikarenakan
gangguan pola tidur merupakan kebutuhan rasa aman dan
nyaman. Sesuai dengan prioritas hirarki maslow, maka
gangguan poa tidur diprioritaskan sebagai diagnosa prioritas
keempat karena terdapat kebutuhan fisiologi yang paling
utama dan harus diprioritaskan pada kebutuhan dasar manusia.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan
lingkungan dikarenakan biasanya pada penderita diabetes
melitus akan sering kencing pada malam hari dan dalam
68

masalah ini pasien mengaami gangguan pola tidur dikarenakan


oleh hambatan lingkungan yang tidak memadai untuk
memfasilitasi istirahat tidur pasien yang nyaman dan apabila
seseorang tidak nyaman dengan lingkungan sekitar maka
pasien akan mengalami beberapa masalah diantaranya
gangguan pola tidur dan gangguan rasa nyaman (Widi, 2019).
Dari data pasien didapatkan tanda dan gejala Tn. I
yaitu. pasien tampak lesu, pasien tampak mengantuk, pasien
tampak lemas, mata pasien tampak sayu. Berdasarkan Tim
Pokja (2018) terdapat tanda dan gejala mayor jika di temukan
80-100% untuk validasi diagnosis dan terdapat tanda minor
yang jika tidak harus ditemukan, namun jika ditemukan harus
mendukung penegakan diagnosis. Adapun tanda dan gejala
mayor subjektif: mengeluh sulit tidur, mengeluh sering terjaga,
mengeluh tidak puas tidur, mengeluh pola tidur berubah,
mengeluh istirahat tidak cukup sedangkan tanda gejala minor
subjektif mengeluh kemampuan beraktifitas menurun.
Menurut analisa data pasien dengan data mayor dan
minor data dari kasus yang sesuai dengan teori yaitu pasien
mengalami mengeluh susah tidur, mengeluh tidurnya tidak
puas, mengeluh pola tidur berubah dan penulis menegakan
diagnose keperawatan menurut Tim Pokja (2016) dengan
tanda dan gejala mendukung untuk penegakan diagnose
keperawatan gangguan pola tidur.

3) Diagnosa keperawatan yang ada di teori tetapi tidak muncul di


kasus yaitu sebagai berikut:
a) Resiko syok berhubungan dengan kekurangan volume cairan.
Resiko syok adalah suatu keadaan yang terjadi bila perfusi
oksigen ke jaringan terjadi tidak adekuat, kehilangan sel darah
69

pada pasien mengakibatkan berkurangnya transport oksigen ke


jaringan tubuh (Tim Pokja, 2018).
Kekurangan volume cairan bisa terjadi karena suatu
kondisi tubuh, keadaan ini mengacu pada dehidrasi yaitu
kehilangan cairan saja tanpa perubahan natrium atau juga bisa
diartikan penurunan volume cairan intravaskuler, interstitial,
atau intraseluler dalam tubuh (Lestari, 2018).

Didapatkan dari data yang diatas yang sudah


ditemukan oleh penulis tidak ada data yang mencangkup 80-
100% yang menguatkan penulis untuk menegakan diagnose
keperawatan resiko syok maka dari itu penulis tidak menegakan
diagnose hipovolemia pada pasien.

b) Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan.


Hipovolemia adalah suata keadaan dimana tubuh kekurangan
cairan atau juga bisa diartikan penurunan volume cairan
intravaskuler, interstitial, atau intraseluler dalam tubuh
(Nurarif, 2015).
Kekurangan intake cairan biasanya terjadi setelah
virus masuk kedalam pembuluh darah dan bereaksi dengan
pusat di hipotalamus, viremia juga akan menyebabkan
pelebaran pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan
perpindahan cairan dan plasma dari intravascular keintersisiel
yang menyebabkan hipovolemia (Muwarni, 2018).
Berdasarkan Tim Pokja (2018) terdapat tanda dan
gejala mayor jika di temukan 80-100% untuk validasi diagnosis
dan terdapat tanda minor yang jika tidak harus ditemukan,
namun jika ditemukan harus mendukung penegakan diagnosis.
70

Adapun tanda dan gejala mayor objektif: frekuensi nadi


meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan
nadi menyempit, turgor kulit menurun, membrane mukosa
kering, volume urine menurun dan hematocrit meningkat.
Sedangkan tanda dan gejala minor objektif: pengisian vena
menurun, status mental menurun, suhu tubuh meningkat,
konsentrasi urine meningkat, berat badan turun tiba-tiba.

Didapatkan dari data yang diatas yang sudah


ditemukan oleh penulis tidak ada data yang mencangkup 80-
100% tanda gejala mayor dan minor dari diagnose hipovolemia
maka dari itu penulis tidak menegakan diagnose hipovolemia
pada pasien.

c) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.


Intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energy untuk
melakukan sebuah aktivitas atau kegiatan yang di lakukan
dalam sehari-hari oleh orang pada umumnya (Tim Pokja,
2018).
Kelemahan fisik adalah suatu kondisi dimana tubuh
mengalami kelemahn yang disebabkan oleh suatu hal yang
biasanya disebabkan oleh penyakit tertentu yang sedang
diderita oleh penderita (Isnaeni, 2019).
Berdasarkan Tim Pokja (2018) terdapat gejala dan
tanda mayor jika ditemukan 80-100% untuk validasi diagnosis
dan terdapat tanda minor yang jika tidak harus ditemukan,
namun jika ditemukan dapat mendukung penegakan diagnosis.
Adapun gejala dan tanda mayor subjektif: mengeluh lelah dan
data objektif: frekuensi jantung meningkat. Sedangkan gejala
dan tanda minor subjektif: dyspnea saat aktivitas, merasa tidak
71

nyaman setelah aktivitas, merasa lemah dan data objektif:


tekanan darah meningkat, gambaran EKG menunjukan aritmia
saat atau setelah aktifitas, sianosis.
Didapatkan dari data yang diatas yang sudah
ditemukan oleh penulis tidak ada data yang mencangkup 80-
100% tanda gejala mayor dan minor dari diagnose hipovolemia
maka dari itu penulis tidak menegakan diagnose hipovolemia
pada pasien.

c. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan.


Intervensi keperawatan adalah segala treatmen yang
dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian klinis untuk mencapai luaran yang diharapan (Tim
Pokja,2018). Intervensi keperawatan yang sudah dilakukan pada pasien
sudah menggunakan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SLKI)
dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) (Tim Pokja,
2018).
Implementasi keperawatan menurut Ernawati (2019) adalah
implementasi yang bisa dilakukan oleh perawat yang terdiri dari
melakukan intervensi yang sudah direncanakan. Implementasi
pelaksanaan kegiatan dibagi dalam beberapa kriteria yaitu dependent
intervention dilaksanakan dengan mengikuti order dari pemberi
keperawatan kesehatan lainnya, intervensi dilaksanakan dengan
professional kesehatan yang lain. Independent intervensi yang
dilakukan dengan melakukan nursing order. Delegate pelaksanaan
order bisa didelegasikan hanya saja ada beberapa tanggung jawab yang
perlu dicermati oleh pemberi delegasi.
Evaluasi keperawatan dapat diartikan secara umum yaitu
kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan,
untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan pasien secara optimal dan
mengukur hasil dari proses keperawatan. Penilaian keberhasilan adalah
72

tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai atau tidak (Ernawati,


2019).
Sebagai upaya untuk mengatasi masing-masing diagnose
keperawatan penulis menyusun tujuan, kriteria hasil, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan
sebagai berikut:

1) Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan resistensi insulin.


Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis yaitu setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam maka klien
diharapkan dapat menunjukan ketidakstabilan kadar gula darah
membaik dengan kriteria hasil: rasa haus yang menurun,
berkeringat yang menurun, rasa lelah yang menurun, mulut kering
yang menurun.
Penulis melakukan beberapa intervensi untuk mencapai
tujuan di atas penulis menyusun rencana tindakan (intervensi),
intervensi keperawatan yang penulis susun untuk mengatasi
masalah keperawatan ini diantaranya penulis menggunakan
intervensi manajemen hiperglikemia, namun penulis hanya
menerapkan 7 intervensi dari 17 intervensi yang ada di teori.
Intervensi yang ada di teori, namun tidak dimunculkan pada kasus
yaitu identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin
meningkat, monitor intake dan out put, berikan asupan cairan oral,
fasilitasi ambulansi jika hipotensi, konsultasikan dengan medis
jika tanda gejala hiperglikemia tetap ada atau memburuk,
menganjurkan untukmenghindari olahraga saat kadar gula darah
lebih dari 250 Mg/dl, ajarkan pengolahan diabetes melitus,
kolaborasi pemberian kalium.
73

Implementasi yang sudah disusun untuk mengatasi


diagnose tersebut antara lain: membatas makanan manis
berdasarkan penelitian Fitria (2020) membatasi makanan manis
pada penderita diabetes melitus dapat mengontrol gula dalam
darah karena gula sendiri merupakan jenis karbohidrat sederhana
yang paling cepat dicerna oleh tubuh menjadi glukosa artinya
konsumsi makanan manis bisa cepat membuat gula darah pasien
diabetes melitus melonjak naik. Sedangkan menurut Maryam
(2019) pemberian terap akupresur efektif untu menurunkan
menurunkan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus dan
terapi akupresur ini juga direkomendasikan sebagai terapi
komplementer mandiri dalam pelayanan asuhan keperawatan pada
pasien diabetes melitus.
Penulis dapat mengimplementasikan semua rencana
keperawatan tersebut tanpa hambatan karena pasien kooperatif
diantaranya: memonitor tanda gejala hiperglikemia, memonitor
kadar gula darah, menganjurkan kepatuhan terhadap diet yang
dianjurkan, melakukan kolaborasi pemberian insulin, melakukan
penerapan terapi akupresure.
Evaluasi pada hari tarakhir kelolaan yaitu pada tanggal 26
maret 2022 didapatkan data pasien sekarang sudah tidak merasa
lemas lagi, pasien mengatakan badannya sudah terasa bugar, tidak
merasa lemas dan lesu lagi, pasien tampak lagi duduk, pasien
tampak fresh, tidak lesu, mukosa bibir lembab, GDS:206 Mg/dL,
dengan tujuan ketidakstabilan kadar gula darah tercapai dengan
indicator rasa lelah menurun, rasa haus menurun, berkeringat
menurun dan rasa haus menurun. Maka penulis menyimpulkan
masalah keperawatan ketidakstabilan kadar gula darah teratasi.
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera bioogis.
Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis yaitu setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam maka klien
74

diharapkan dapat menunjukan tingkat nyeri menurun dengan


kriteria hasil: keluhan nyeri menurun, meringis menurun, gelisah
menurun, focus pada diri sendiri menurun, tekanan darah
membaik, pola napas membaik, frekuensi nadi membaik.
Penulis merencanakan tindakan keperawatan untuk
mencapai tujuan di atas penulis menyusun rencana tindakan
(intervensi), intervensi keperawatan yang penulis susun untuk
mengatasi masalah nyeri akut yang merupakan diagnosa temuan
sehingga tidak terdapat pada konsep teori. Intervensi yang ada di
kasus penulis menerapkan enam intervensi dari lima belas
intervensi yang ada di teori.
Implementasi yang sudah disusun untuk mengatasi
diagnose tersebut antara lain: Memberikan kompres hangat yang
bertujuan untuk meredakan nyeri yang diderita oleh pasien,
memfasilitasi lingkungan yang nyaman yang bertujuan untuk
memeberikan kenyamanan lingkungan ke pasien untuk
mengurangi rasa nyeri dan tindakan ini efektif untuk mengurangi
rasa nyeri yang dirasakan (Nancy, 2019), mengajarkan teknik
relaksasi napas dalam untuk mengurangi rasa nyeri dan metode ini
merupakan metode non farmakologi yang paling efektif untuk
mengurangi nyeri, ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam
melakukan teknik relaksasi napas dalam yaitu posisi yang tepat,
pikiran beristirahat, serta lingkungan yang nyaman (Lia, 2019),
memberikan terapi obat ketorolac yang bertujuan untuk
mengurangi rasa nyeri, tindakan kolaborasi ketorolac ini juga
paling efektif untuk menurunkan rasa nyeri karena ketorolac
merupakan obat golongan anti inflamasi dan ketorolac ini dapat
menghambat produksi senyawa kimia yang bisa menyebabkan
peradangan dan rasa nyeri (Lia, 2019).
Penulis dapat mengimplementasikan semua rencana
keperawatan tersebut tanpa hambatan karena pasien kooperatif
75

diantaranya: mengidentifikasi lokasi, durasi, frekuensi,


karakteristik, dan intensitas nyeri, memonitor skala nyeri,
memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri,
menganjurkan untuk melakukan kompres hangat untuk
mengurangi nyeri, mengajarkan teknik relaksasi napas dalam
untuk mengurangi rasa nyeri, memfasilitasi istirahat tidur dan
melakukan kolaborasi pemberian analgesic untuk menurunkan
nyeri.
Evaluasi pada hari tarakhir kelolaan yaitu pada tanggal 26
maret 2022 didapatkan data pasien pasien mengatakan sudah tidak
merasa nyeri dada lagi, nyeri skala 2, pasien tampak rileks, pasien
tampak tidak gelisah dan tidak mengeluh nyeri lagi, Nadi : 96
x/menit, TD: 128/78MmHg, RR: 20 x/menit, dengan tujuan
tingkat nyeri menurun dengan indicator keluhan nyeri menurun,
meringis menurun, gelisah menurun, focus diri sendiri menurun,
tekanan darah menurun, pola napas menurun dan frekuensi nadi
menurun. Maka dari itu penulis menyimpulkan bahwa diagnose
keperawatan nyeri akut teratasi.
3) Defisit nutrisi berhubungan dengan gangguan psikologis
(keengganan untuk makan).
Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis yaitu setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam maka pasien
diharapkan dapat menunjukan status nutrisi meningkat dengan
indicator nafsu makan meningkat dan bising usus menurun.
Intervensi yang sudah direncanakan untuk mencapai tujuan
di atas penulis menyusun rencana tindakan (intervensi), intervensi
keperawatan yang penulis susun untuk mengatasi masalah
keperawatan yang ini diantaranya penulis menggunakan intervensi
perawatan manajemen nutrisi, namun penulis hanya menerapkan 6
intervensi dari 18 intervensi yang ada di teori. intervensi yang ada
di teori, namun tidak dimunculkan pada kasus yaitu identifikasi
76

makanan yang disukai, identifikasi aergi dan intoleransi makanan,


identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient, identifikasi
perlunya penggunaan selang nasogastric, monitor berat badan,
monitor hasil pemeriksaan laboratorium, fasilitasi melakukan
pedoman diet, sajikan makanan secara menarik, berikan makanan
yang tinggi kalori, berikan suplemen makanan, hentikan
pemberian makanan melalui nasogastric, kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan.
Implementasi yang sudah dilakukan untuk mengatasi
diagnosa tersebut antara lain: menganjurkan pasien untuk makan
sedikit tapi sering yang dijelaskan oleh Hidayatun (2020)
mengatakan bahwa makan sedikit tapi sering dapat mengurangi
rasa mual, lambung sebaliknya tidak bekerja terlalu berat, makan
dalam porsi sedikit merupakan salah satu cara membantu dan
meringankan kerja lambung, berdasarkan penelitian Masruroh
(2017) bahwa makan sedikit tapi sering dapat membantu
menangani masalah defisit nutrisi.
Identifikasi status nutrisi, monitor asupan makan yang
masuk kedalah tubuh pasien, lakukan oral hiegyn sebelum makan,
anjurkan makan dalam posisi duduk, anjurkan untuk makan sedikit
tapi sering dan kolaborasi dengan ahli gizi.
Penulis dapat mengimplementasikan semua rencana
keperawatan tersebut tanpa hambatan karena pasien kooperatif
diantaranya: mengidentifikasi status nutrisi, memonitor berat
badan pasien, memonitor asupan yang masuk kedalam tubuh
pasien, melakukan pengkajian ABCD nutrisi, melakukan tindakan
oral hiegyn sebelum makan, menganjurkan pasien makan dalam
posisi duduk, menganjurkan untuk makan sedikit tapi sering,
melakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk mengetahui
kebutuhan nutrisi pasien.
77

Evaluasi pada hari tarakhir kelolaan yaitu pada tanggal 26


maret 2022 didapatkan data pasien mengatakan sekarang sudah
nafsu makan, makan habis 1 porsi yang diberikan dari rumah sakit,
bising usus 15 x/menit, mukosa bibir lembab, TD: 128/78 MmHg,
berat badan 53 kg, tinggi badan 170 cm, masalah defisit nutrisi
teratasi dengan indicator nafsu makan yang membaik dan bising
usus yang menurun. Maka penulis menyimpulkan masalah
keperawatan defisit nutrisi teratasi.

4) Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan.


Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis yaitu setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam maka pasien
diharapkan dapat menunjukan pola tidur membaik dengan
indicator keluhan pola tidur berantakan menurun, keluhan sering
terbangun menurun, keluhan sulit tidur menurun.
Intervensi keperawatan yang direncanakan untuk mencapai
tujuan di atas penulis menyusun rencana tindakan (intervensi),
intervensi keperawatan yang penulis susun untuk mengatasi
masalah gangguan pola tidur yang merupakan diagnosa temuan
sehingga tidak terdapat pada konsep teori. intervensi yang ada di
kasus penulis menerapkan enam intervensi dari lima belas
intervensi yang ada di teori.
Implementasi yang sudah dilakukan untuk mengatasi
diagnosa tersebut antara lain: membuatkan jadwal tidur menurut
Savira (2019) tindakan menetapkan jadwal tidur sangatlah penting,
tindakan ini dinilai efektif dalam mengubah pola tidur klien yang
berantakan menjadi pola tidur yang terjadwal, sedangkan
berdasarkan penelitian Edlin (2015) tindakan memfasilitasi tidur
pasien dengan cara memberikan kenyamanan kepada pasien
seperti pencahayaan, suhu ruangan dan kebisingan dapat
78

meningkatkan kualitas tidur pasien pada saat dirawat di rumah


sakit.
Identifikasi pola aktivitas dan istirahat tidur pasien,
identifikasi faktor pengganggu tidur pasien, modifikasi lingkungan
pasien yang aman dan nyaman, tetapkan jadwal tidur, jelaskan
pentingnya tidur yang cukup, anjurkan menepati kebiasaan tidur.
Penulis dapat mengimplementasikan semua rencana
keperawatan tersebut tanpa hambatan karena pasien kooperatif
diantaranya: mengidentifikasi faktor pengganggu tidur pasien,
memoodifikasi lingkungan pasien yang aman dan nyaman,
menetapkan jadwal tidur, menjelaskan pentingnya tidur yang
cukup, menganjurkan menepati kebiasaan tidur.
Evaluasi pada hari tarakhir kelolaan yaitu pada tanggal 26
maret 2022 didapatkan data pasien mengatakan sudah bisa tidur,
pasien mengatakan tidurnya sudah tidak terganggu, pasien
mengatakan pola tidurnya membaik, pasien tampak tidak lesu,
pasien tampak fresh, masalah gangguan pola tidur teratasi yaitu
dengan indikator keluhan sulit tidur membaik, pola tidur membaik
dan sudah tidak sering terjaga lagi. Maka dari itu penulis
menyimpulkan masalah keperawatan gangguan pola tidur teratasi.

2. Analisa Fokus Intervensi Penerapan Pemberian terapi akupresure


Hasil pengkajian keperawatan yang dilakukan pada Tn.I dengan
diagnosa medis Diabetes Melitus didapatkan data pasien mengalami penyakit
Diabetes Melitus sejak 1 tahun yang lalu. Pasien mengatakan dulu sering
mengkonsumsi makanan manis dan minuman manis. Pasien terlihat lemas
kadar gulanya yang tinggi, lesu dan tampak bedrest. Cara untuk mengatasi
masalah kadar gula yang tinggi pada pasien tersebut penulis melakukan
intervensi pemberian terapi akupresure yang bertujuan untuk menurunkan
kadar gula darah pada pasien.
79

Akupresur adalah cara yang efektif dan nyaman untuk mengobati


pasien diabetes melitus. Akupresure merangsang pelepasan neurotransmitter
yang membawa sinyal sepanjang saraf atau melalui kelenjar yang kemudian
mengaktifkan hipotalamus. Penatalaksanaan secara non farmakologi sangat
dianjurkan digunakan karena tidak menimbulkan efek bagi organ tubuh serta
dapat dilakukan secara mandiri dirumah (Maryam, 2019).
Tujuan pemberian terapi akupresure yaitu meringankan rasa sakit
atau nyeri, merelaksasikan otot-otot yang tegang, merilekskan pikiran,
melancarkan sirkulasi darah dan menurunkan kadar gula darah. Indikasi
pemberian terapi akupresure yaitu pasien dalam keadaan nyeri, nyeri kepala,
nyeri sendi, beberapa kelainan saraf, berbagai keadaan lain seperti untuk
menurunkan kadar gula darah, efek analgesic dan meningkatkan stamina.
Kontraindikasi pemberian akupresure yaitu terapi ini tidak boleh dilakukan
pada bagian tubuh yang luka, bengkak, tulang retak, patah tulang dan kulit
yang terbakar. Alat yang digunakan dalam terapi ini yaitu ada minyak zaitun
dan tissue. Prosedure pelaksaan yaitu menjaga privasi pasien, mengatur posisi
pasien senyaman mungkin, mengecek kadar gula darah pasien, menentukan
titik utama sesuai dengan kondisi pasien, oleskan minyak zaitun pada titik
accupoint, lakukan penekanan pada titik yang sudak ditentukan yaitu ada 6
titik, lakukan penekanan pada titik tersebut dengan menggunakan ibu jari
tekan secara bertahap dengan kekuatan penekanan ditambah sampai
sensasinya semakin lama semakin ringan tetapi tidak sakit, lakukan penekanan
selama kurang lebih 2 menit setiap titiknya.
Akupresure dapat menurunkan kadar gula darah karena akupresure
merangsang pelepasan neurotransmitter yang membawa sinyal sepanjang
saraf atau melalui kelenjar yang kemudian mengaktifkan hipotalamus.
pituitary sumbu adrenal untuk mengatur fungsi kelenjar endokrin,
perangsangan akupresure pada titik zusanli meningkatkan fungsi sekresi
insulin pada penderita non insulin dependen diabetes melitus dan secara
bermakna dapat menurunkan kadar gula darah, terapi akupresure bisa
mengaktifkan glucose 6 phosphate (salah satu enzim yang terpenting dalam
80

metabolisme karbohidrat) dan berefek pada hipotalamus, sehingga bisa


merangsang kerja pankreas untuk meningkatkan sintesis insulin,
meningkatkan jumlah resptor pada sel target dan mempercepat pemanfaatan
glukosa, sehingga menurunkan kadar gula darah (Ingle, 2015).
Selain itu terapi akupresure juga dapat memperbaiki kualitas tidur,
susah tidur dapat membuat tubuh tidak berenergi, sulit berkonsentrasi dan
mengantuk saat beraktivitas, terapi akupresure dipercaya dapat mengatasi
susah tidur , hal ini di duga terkait efek endorphin yang dilepaskan tubuh
ketika menjalani terapi akupresure, selain itu terapi akupreure juga dapat
membantu mengurangi nyeri sendi dan otot (Sieny, 2013 dalam Wulandari,
2015).
Penulis menerapkan intervensi terapi akupresure untuk mengatasi
kenaikan gula darah dan intervensi ini dilakukan selama tiga hari dan
dievaluasi menggunakan alat glukometer. Penulis melakukan intervensi
keperawatan terapi akupresure sesuai dengan SOP yaitu penulis melakukan
pengkajian terkait kadar gula darah pada pasien dengan menggunakan alat
glukometer, kemudian setelah mendapatkan data penulis melakukan intervensi
terapi akupresure pada pasien Diabetes Melitus.
Pemberian terapi akupresure ini dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu
waktu setelah makan pagi dan setelah makan siang, pada hari pertama
pemberian terapi akupresure penulis memberikan pada jam 15.05 WIB setelah
pasien makan siang. Pemberian terapi akupresure dilakukan dengan mengatur
posisi pasien senyaman mungkin, mengecek gula darah sebelum melakukan
tindakan, Penentuan titik utama sesuai dengan kondisi pasien, oleskan minyak
zaitun pada titik accupoint, lakukan penekanan dengan lembut pada titik
accupoint (12 titik) dengan menggunakan ibu jari, tekan secara bertahap
dengan kekuatan penekanan ditambah sampai terasa sensasinya yang ringan
tetapi tidak sakit, lakukan penekanan di setiap titik dengan waktu kurang lebih
2 menit. Penulis kemudian melakukan melakukan observasi langsung kepada
pasien setelah pemberian terapi akupresure yang dilakukan dengan
mengidentifikasi tanda dan gejala hiperglikemia yang muncul pada pasien.
81

Respon pasien setelah dilakukan tindakan pemberian terapi


akupresur pasien mengatakan merasa otot-ototnya menjadi rileks, pikirannya
rileks dan rasa lelahnya berkurang. Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama tiga hari dengan observasi kadar gula darah menggunakan alat
glikometer didapatkan hasil evaluasi pada hari ketiga, pasien mengalami
penurunan kadar gula darah.

No Hari Kadar dula darah sebelum Kadar gula darah


dilakukan terapi setelah dilakukan terapi
akupresure akupresure
1 Hari ke-1 320 Mg/dl -
2 Hari ke-3 - 206 Mg/dl
Nilai normal gula darah sewaktu 80-200 Mg/dl.

Dari tabel diatas didapatkan hasil terdapat penurunan kadar gula


darah sebesar 114 Mg/dl setelah dilakukan tindakana terapi akupresure pada
pasien diabetes melitus. Hal ini terjadi karena akupresure merangsang
pelepasan neurotransmitter yang membawa sinyal sepanjang saraf atau
melalui kelenjar yang kemudian mengaktifkan hipotalamus. Pituitary sumbu
adrenal untuk mengatur fungsi kelenjar endokrin, perangsangan akupresure
pada titik zusanli meningkatkan fungsi sekresi insulin pada penderita non
insulin dependen diabetes melitus dan secara bermakna dapat menurunkan
kadar gula darah, terapi akupresure bisa mengaktifkan glucose 6 phosphate
salah satu enzim yang terpenting dalam metabolisme karbohidrat) dan berefek
pada hipotalamus, sehingga bisa merangsang kerja pankreas untuk
meningkatkan sintesis insulin, meningkatkan jumlah resptor pada sel target,
membuat otot menjadi rileks sehingga terdapat kenyamana untuk melakukan
82

peningkatan pola tidur yang terjadwal dan rasa kepuasan setelah bangun tidur
dan mempercepat pemanfaatan glukosa, sehingga menurunkan kadar gula
darah (Maryam, 2019).
Hasil penerapan intervensi ini sejalan dengan penelitian Maryam
(2019) menunjukan bahwa terlihat adanya perubahan yang signifikan setelah
dilakukan pemberian terapi akupresur. Hasil analisis menunjukan bahwa
terdapat perubahan rata-rata kadar gula darah sewaktu sesudah dilakukan
akupresur pada kelompok control dan kelompok intervensi. Tarapi akupresur
dianggap sebagai terapi alternative yang paling efektif untuk mengontrol
diabetes melitus dibandingkan dengan terapi lainnya yakni 67,8%. Penelitian
lain yang mendukung penerapan intervensi pemberian terapi akupresure
dilakukan oleh Jumari (2019) hasil penelitian Jumari menunjukan bahwa ada
perubahan setelah dilakukannya terapi akupresur. Terapi akupresur ini
terbukti mampu menurunkan kadar gula darah dan sangat membantu untuk
mengurangi komplikasi akibat diabetes. Hasil penelitian yang diperoleh
dengan nilai p=0,001. Hal ini menunjukan adanya penurunana kadar gula
darah dari sebelum dilakukan tindakan terapi dan sesudah dilakukan terapi.
Hal ini juga bermakna bahwa terapi akupresure efektif untuk menurunkan
kadar gula darah pada pasien Diabetes Melitus.
Berdasarkan hasil tindakan intervensi yang penulis lakukan diatas
dan hasil dari beberapa penelitian serta literature review, penulis
menyimpulkan bahwa penerapan terapi akupresure dapat menurunkan kadar
gula darah pada pasien Diabetes Melitus. Penulis dalam melakukan penerapan
intervensi terapi akupresure menemukan beberapa kendala salah satunya
terkait dengan kondisi pasien yang lebih banyak tertidur pada siang hari. Akan
tetapi kendala tersebut tidak berpengaruh terhadap hasil penerapan intervensi.
Pada penerapan terapi akupresur data sebelum dilakukan pemberian
akupresure nilai kadar gula darah 320 Mg.dl dan setelah dilakukan terapi
akupresure nilai kadar gula darah turun menjadi 206 Mg/ dl. Dari hasil
penelitian yang dilakukan penulis dapat disimpulkan bahwa penerapan
intervensi terapi akupresure terbukti efektif dapat menurunkan kadar gula
83

darah pada pasien Diabetes melitus. Penulis menyarankan kepada pasien


untuk melakukan terapi akupresure di rumah untuk membantu mengatasi
terjadinya kenaikan kadar gula darah pada pasien.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan pengkajian pada hari kamis 24 maret
2022 penulis memperoleh gambaran dan pengalaman nyata dalam melakukan
asuhan keperawatn pada pasien dengan gangguan system endokrin: Diabetes
Melitus selama 3 hari di ruang Arafah 2 RSI Fatimah Cilacap.
Penulis dapat menarik kesimpulan dari asuhan keperawatan yang
dilakukan pada pasien bahwa pasien mengeluh lemas, nyeri dada bagian kiri,
nafsu makan menurun, rasa haus dan gangguan pola tidur, tekanan darah
150/94 MmHg, Nadi 105 x/menit, saturasi oksigen 97%, respirasi 20 x/menit,
pemeriksaan hemoglobin 14.3 g/dL.
Penulis dapat menegakan diagnose keperawatan dan
merumuskannya, diagnose keperawatan yang penulis tegakan yaitu:
ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan retensi insulin, nyeri
akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis, defisit nutrisi
berhubungan dengan faktor psikologis, gangguan pola tidur berhubungan
dengan hambatan lingkungan. penrencanaan yang penulis telah susun untuk
84

mengatasi masalah pada pasien, penulis standarkan dengan standar intervensi


keperawatan Indonesia (SIKI).
Dalam proses keperawatan yang dilakukan selama 3 hari pada
tahap pelaksanaan penulis melakukan rencana tindakan keperawatan diatas
dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan pasien. Implementasi keperawatan
yang dilakukan di hari pertama sampai hari ke tiga mendapatkan respon
positif dari pasien dan keluarga. Pasien dan keluarga sangat kooperatif
sehingga dapat membantu penulis untuk menyelesaikan proses keperawatan
yang sudah direncanakan oleh penulis.

Dari hasil tindakan keperawatan selama 3 hari penulis mampu


melakukan evaluasi keperawatan pada pasien. Evaluasi yang penulis lakukan
berdasarkan ketentuan dalam standar luaran keperawatan Indonesia (SLKI)
evaluasi yang teratasi yaitu ketidakstabilan kadar gula darah, nyeri akut,
defisit nutrisi dan gangguan pola tidur.
B. Saran
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system
endokrin: Diabetes Melitus sehingga dapat membantu meningkatkan
pelayanan asuhan keperawatan bagi rumah sakit. Penulis akan
mengungkapkan beberapa masukan yang diharapkan dapat membantu
meningkatkan mutu pelayanan masyarakat.
1. Bagi Rumah Sakit
Penerapan intervensi akupresure diharapkan dapat dijadikan
standar standar operasional procedure (SOP) pada pasien dengan masalah
kadar gula darah yang tinggi pada pasien Diabetes Melitus yang bertujuan
untuk menurunkan kadar gula darah serta mempercepat proses
penyembuhan pasien dan mempersingkat waktu rawat inap dirumah sakit.
2. Bagi institusi
Penerapan intervensi akupresure diharapkan dapat dijadikan bahan
bacaan atau literature untuk pengembangan penerapan intervensi
85

keperawatan selanjutnya. Institusi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan


serulingmas Cilacap diharapkan memperbaharui dan melengkapi Asuhan
Keperawatan Diabetes Melitus untuk referensi terbaru terkait dengan
dengakit Diabetes Melitus.
3. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa keperawatan diharapkan mampu melakukan asuhan
keperawatan pada pasien diabetes melitus dengan tekun, telit dan terampil
serta terus meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dibidang
keperawatan dengan mengembangkan standar asuhan keperawatan
berdasarkan evidence bace practice penelitian dan jurnal terbaru.

Anda mungkin juga menyukai