Anda di halaman 1dari 47

TUGAS METODOLOGI PENELITIAN

HUBUNGAN PERAN PERAWAT SEBAGAI EDUKATOR DENGAN


PENATALAKSANAAN PASIEN PENDERITA DIABETES MELITUS

DOSEN PENGAJAR :

ANJA HESNIA KHOLIS, Ns., M.Kep., Sp.Kep.,MB

OLEH :

TUBAGUS RONGGO AJI

NIM : 200611011

ANJANG S1 KEPERAWATAN STIKES PEMKAB JOMBANG

2020/2021
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Batasan Masalah
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
1.4.2 Tujuan Khusus
1.5 Manfaat
1.5.1 Bagi Pelayanan
1.5.2 Bagi Pendidikan
1.5.3 Bagi Penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep teori variable A
2.2 Konsep teori variable B
2.3 Kerangka Konsep
2.4 Hipotesa
BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

3.2 Kerangka Kerja

3.3 Populasi, Sampel, Sampling

3.4 Kriteria Inklusi & eksklusi

3.5 Variable Penelitian

3.6 Definisi Operasional

3.7 Tempat & Waktu Penelitian

3.8 Teknik Pengumpulan Data


3.9 Instrumen Pengumpulan

3.10 Teknik Analisa Data

3.11 Etika Penelitian

3.12 Jadwal Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit yang terjadi karena pankreas tidak dapat
menghasilkan insulin atau penyakit kronis yang terjadi ketika tubuh tidak dapat secara
efektif menggunakan insulin yang dihasilkan. Hal tersebut bisa meningkatkan konsentrasi
glukosa dalam darah atau hiperglikemia (WHO 2013). Menurut American Diabetes
Association / ADA (2011) DM adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena adanya kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. DM telah menjadi penyakit umum yang bisa ditemukan
dimana-mana. Angka kejadian terus naik tajam bahkan cenderung mengkhawatirkan.
Diabetes melitus dapat menyebabkan komplikasi seperti mata, jantung, saraf, ginjal serta
bisa menyebabkan amputasi. Ini merupakan penyakit yang sangat serius sehingga banyak
pakar menyebutkan ini adalah penyakit the silent killer(Tandra, 2014).

Orang dewasa diperkirakan mengidap penyakit diabetes mellitus (DM) sebanyak 422
juta secara global pada tahun 2014. Pada orang dewasa, prevalensi global dari diabetes
telah hampir dua kali lipat mengalami kenaikan sejak tahun 1980 yaitu 4,7% menjadi
8,5%. Pada tahun 2012 terjadi 1,5 juta kematian yang disebabkan oleh diabetes. Glukosa
darah yang lebih tinggi dari normal menyebabkan tambahan 2,2 juta kematian. Empat
puluh tiga persen dari 3,7 juta kematian ini terjadi sebelum usia 70 tahun. Persentase
kematian yang disebabkan oleh glukosa darah tinggi atau diabetes yang terjadi di bawah
usia 70 tahun. Selama dekade terakhir, prevalensi diabetes telah meningkat lebih cepat di
negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah daripada di negara-negara
berpenghasilan tinggi (WHO Global Report, 2016).

Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menyebutkan bahwa


prevalensi penderita diabetes mellitus berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur
≥ 15 tahun di Indonesia sebesar 2,0% atau sekitar 5.300.306 orang yang mengalami DM
dari 265.015.300 penduduk di Indonesia . Prevalensi DM tertinggi di Indonesia terdapat
di Provinsi DKI Jakarta yaitu 3,4% atau sekitar 355.898 orang yang mengalami DM dari
10.467.600 penduduk di DKI Jakarta dan terendah di Provinsi Nusa Tenggara Timur
yaitu 0,9% atau sekitar 48.343 orang yang mengalami DM dari 5.371.500 penduduk di
Nusa Tenggara Timur. Di Provinsi Jawa Timur prevalensi penderita DM yaitu 8.0% atau
sekitar 3.253.616 orang yang mengalami DM dari 40.670.200 penduduk di Jawa Timur
(Riskesdas, 2018).

Penyakit diabetes mellitus tipe 2 terjadi karena tubuh tidak meproduksi hormon
insulin yang mencukupi atau karena insulin tidak dapat digunakan dengan baik (resistensi
insulin). Tipe penyakit diabetes tipe 2 ini merupakan yang terbanyak diderita saat ini
(90% lebih), sering terjadi pada mereka yang berusia lebih dari 40 tahun, gemuk dan
mempunyai riwayat penyakit diabetes dalam keluarga (Manurung, 2018).

Hasil survey yang dilakukan oleh The National Health Survey Of Amerika pada tahun
2003 tentang diabetes melaporkan bahwa 22% klien diabetes mellitus tidak pernah
mendapatkan pendidikan kesehatan mengenai program diet diabetes mellitus, 25% telah
mendapat pendidikan tetapi tidak mengikuti, dan 53% menyatakan mereka mengikuti diet
tersebut. Survey tersebut juga melaporkan bahwa klien diabetes melitus tidak mempunyai
pengetahuan yang adekuat tentang penyakitnya pada umunya dan rekomendasi diet pada
khususnya. Hasil penelitian Asep Ahmad Munawar pada tahun 2001 mengenai tingkat
pengetahuan terhadap pelaksanaan diet menunjukkan 55,6% dengan kategori cukup,
26,7% baik dan 17,8% kurang. Tingkat pengetahuan yang rendah akan dapat
mempengaruhi pola makan yang salah sehingga menyebabkan kegemukan, yang
akhirnya mengakibatkan kenaikan kadar glukosa darah (Juniarti et al, 2014).

Hasil penelitian (Phitri & Widiyaningsih, 2013) diketahui bahwa pengetahuan


responden tentang diet diabetes mellitus sebagian besar kurang baik sebanyak 24
responden (44,4%). Pengetahuan responden yang kurang mengerti terhadap gejala
diabetes mellitus ditunjukkan dengan tidak diketahuinya oleh responden tentang tanda-
tanda kadar gula darah di bawah normal yaitu: lemas, pucat, gemetar, merasa lapar,
jantung berdebar dan keringat berlebihan.

Menurut Notoadmodjo yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan
perilaku kesehatan seseorang adalah tingkat pengetahuan. Menurut Soewondo, dengan
meningkatnya pengetahuan pasien diabetes mellitus (DM) dapat melakukan
penatalaksanaan penyakitnya sehingga kondisi kesehatan pasien menjadi lebih baik.
Dimana monitor glukosa darah merupakan hal utama dalam pengelolaan penyakit DM.
Pemantauan kadar glukosa darah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
pengelolaan DM, karena dengan pengendalian kadar glukosa darah yang baik dapat
menurunkan risiko terjadinya komplikasi kronis diabetes (Perdana et al, 2013).

Data yang didapat dari RSUD Sayidiman kasus DM di Kabupaten Magetan sebesar –
dari – penduduk Kabupaten Magetan.

Berdasarkan permasalahan dari latar belakang di atas, peneliti tertarik melakukan


penelitian tentang hubungan peran perawat sebagai edukator dengan penatalaksanaan
pasien penderita diabetes melitus di poli penyakit dalam RSUD Sayidiman Magetan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah dalam kasus ini adalah, “Bagaimanakah
hubungan peran perawat sebagai edukator dengan penatalaksanaan pasien penderita
diabetes melitus di poli penyakit dalam RSUD Sayidiman Magetan?”
1.3 Batasan Masalah
Pembatasan masalah pada hubungan peran perawat hanya sebagai edukator dalam
penatalaksanaan penderita diabetes mellitus.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum


Mengetahui hubungan peran perawat sebagai edukator dengan penatalaksanaan pasien
penderita diabetes melitus di poli penyakit dalam RSUD Sayidiman Magetan.

1.4.2 Tujuan khusus


Secara khusus penelitian hubungan peran perawat sebagai edukator dengan
penatalaksanaan pasien penderita diabetes melitus di poli penyakit dalam RSUD
Sayidiman Magetan bertujuan untuk :
a. Identifikasi peran perawat sebagai edukator di poli penyakit dalam RSUD
Sayidiman Magetan.
b. Identifikasi penatalaksanaan pasien penderita diabetes mellitus di poli penyakit
dalam RSUD Sayidiman Magetan.
c. Analisis hubungan peran perawat sebagai edukator dengan penatalaksanaan pasien
penderita diabetus mellitus di poli penyakit dalam RSUD Sayidiman Magetan.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Bagi Pelayanan
Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dalam meningkatkan mutu pelayanan
peran perawat sebagai edukator dalam penatalaksanaan pasien diabetes melitus.
1.5.2 Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai suatu tambahan informasi tentang
hubungan peran perawat sebagai edukator dengan penatalaksanaan pasien penderita
diabetes mellitus.
1.5.3 Bagi Penelitian
Hasil penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman
dalam melakukan penatalaksanaan pasien penderita diabetes mellitus pada sistem
endokrin serta menerapkan ilmu dalam praktik di masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Peran Perawat


2.1.1 Pengertian Peran
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan dari masyarakat sesuai dengan
kedudukannya di masyarakat. Peran perawat adalah seperangkat tingkah laku yang
dilakukan oleh perawat sesuai dengan profesinya. Peran perawat dipengaruhi oleh keadan
sosial yang bersifat tetap (Kusnanto, 2004). Peran perawat adalah tingkah laku perawat
yang diharapkan oleh orang lain untuk berproses dalam sistem sebagai pemberi asuhan,
pembela pasien, pendidik, koordinator, konsultan, dan pembaharu (Ali, 2002).
2.1.2 Konsep peran Perawat sebagai Pendidik atau Edukator
Perawat sebagai pendidik berperan dalam mengajarkan ilmu kepada individu,
keluarga, masyarakat dan tenaga kesehatan (Sudarma, 2008). Perawat menjalankan
perannya sebagai pendidik dalam upaya untuk meningkatkan kesehatan melalui perilaku
yang menunjang untuk kesehatannya (Asmadi, 2008). Perawat sebagai pendidik harus
mempunyai kemampuan untuk mengkaji kekuatan dan akibat yang ditimbulkan dari
pemberian informasi dan perilaku yang diinginkan oleh individu (Nursalam, 2008).
1. Kemampuan yang harus dimiliki perawat sebagai edukator
Menurut Asmadi (2008), perawat sebagai pendidik harus memiliki kemampuan
sebagai syarat utama antara lain :
a. Ilmu pengetahuan yang luas
Pendidikan kesehatan merupakan upaya yang dilakukan oleh seorang pendidik secara
sadar untuk membujuk orang lain agar dapat berperilaku dan mempunyai pengetahuan
dan pemahaman yang sesuai. Ketika pendidik melaksanakan tugasnya, maka terjadi
transfer ilmu pengetahuan yang mendukung agar perannya sebagai edukator dapat
terlaksana dengan baik dan benar.
b. Komunikasi
Keberhasilan proses pendidikan pada pasien dan keluarga dipengaruhi oleh
kemampuan perawat dalam berkomunikasi. Kemampuan berkomunikasi ini merupakan
aspek yang penting dalam asuhan keperawatan. Perawat berinteraksi dengan pasien
selama 24 jam dan akan selalu berkomunikasi dengan pasien. Interaksi yang terjadi
antara perawat dengan pasien merupakan bagian dari komunikasi. Perawat dapat
memberikan penjelasan kepada pasien, memberi motivasi, menghibur pasien, dan
menjalankan tugas lainnya dengan komunikasi. Komunikasi yang baik secara verbal dan
non verbal akan meningkatkan pula citra profesionalisme yang baik pada perawat.
c. Pemahaman psikologis
Perawat harus mampu memahami psikologis seseorang agar dapat membujuk orang
lain untuk berperilaku sesuai yang diharapkan. Perawat harus meningkatkan
kepeduliannya dan kepekaan hatinya. Ketika perawat dapat memahami hati dan perasaan
pasien maka informasi yang diberikan oleh perawat akan dapat langsung diterima oleh
pasien sehingga tujuan pendidikan kesehatan dapat tercapai.
d. Menjadi model atau contoh
Upaya yang dapat dilakukan perawat untuk meningkatkan profesionalisme perawat
melalui pembuktian secara langsung yaitu perawat dapat memberikan contoh atau model
dalam pengajaran.
Menurut Join Comision International (JCI) tahun 2012, standar pendidikan kesehatan
kepada pasien dan keluarga meliputi :
a. Pendidikan pada pasien agar pasien dan keluarga ikut berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan.
b. Perawat bertugas melakukan asesmen dan pendokumentasian terhadap kebutuhan
pendidikan pasien.
c. Pemberi pemenuhan kebutuhan kesehatan berkelanjutan kepada pasien berupa
pendidikan dan pelatihan.
d. Pemberi pendidikan kepadaa pasien dan keluarga terkait dengan pelayanan pasien
seperti penggunaan obat yang aman, penggunakan peralatan medis yang aman,
potensi interaksi antara obat dengan makanan, pedoman nutrisi, manajemen nyeri
dan teknik-teknik rehabilitasi.
e. Metode pendidikan mempertimbangkan nilai-nilai dan pilihan pasien dan
keluarga, dan memperkenankan interaksi yang memadai antara pasien, keluarga
dan staf agar terjadi pembelajaran.
f. Tenaga kesehatan profesional yang memberi pelayanan pasien berkolaborasi
dalam memberikan pendidikan.
2.1.3 Tujuan pendidikan Kesehatan
Tujuan pendidikan atau pengajaran bagi pasien Potter & Perry (2005) yaitu:
a. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan sebagai upaya pencegah penyakit.
Upaya yang dilakukan perawat dalam mendidik atau mengajarkan pasien untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatannya dalam upaya pencegahan penyakit
diantaranya : tindakan pertama dalam menghadapi kecelakaan, pencegahan faktor
resiko, manajemen stress, pertumbuhan dan perkembangan, kebersihan,
imunisasi, perawatan prenatal dan proses kelahiran normal, nutrisi, latihan,
keamanan, pemeriksaan kesehatan.
b. Perbaikan kesehatan. Upaya yang dilakukan perawat dalam menddik atau
mengajarkan pasien untuk memperbaiki kesehatan diantaranya :
1) Penyakit atau kondisi pasien
Perawat harus mampu dalam mempelajari tentang anatomi fisiologi sistem tubuh
yang terganggu, penyebab penyakit, sumber gejala, dampak penyakit terhadap sistem
tubuh yang lain, prognosis dari penyakit, keterbatasan fungsi, rasionalisasi pengobatan,
medikasi, terapi, tindakan perawatan, intervensi pembedahan.
2) Harapan selama perawatan
3) Lingkungan rumah sakit
4) Staf rumah sakit
5) Perawatan jangka panjang
6) Metode yang melibatkan pasien dalam perawatan
7) Keterbatasan yang dihasilkan dari penyakit
8) Koping terhadap gangguan fungsi tubuh
Upaya yang dilakukan perawat dalam mendidik atau mengajarkan pasien untuk
meningkatkan koping terhadap gangguan fungsi tubuh diantaranya :
1) Perawatan rumah berupa memberikan pendidikan tentang diet yang baik, aktivitas
yang harus dijaga, dan alat bantu apa saja yang bisa digunakan untuk mencegah
timbulnya penyakit baru.
2) Rehabilitasi fungsi tubuh meliputi terapi fisik, terapi okupasi, alat bicara.
1) Pencegahan komplikasi
Cara pencegahan komplikasi yang akan terjadi perawat memberikan
pengetahuan kepada pasien tentang faktor resiko, ketidakpatuhan terapi
(minum obat), gangguan lingkungan.
2.1.4 Faktor yang menghambat peran perawat pendidik
Faktor yang menghambat kemampuan perawat dalam menjalankan perannya sebagai
pendidik atau edukator antara lain (Bastable, 2002) :
a. Kesiapan perawat dalam memberikan pengajaran
Banyak perawat dan tenaga kesehatan yang tidak siap untuk memberikan pengajaran
kepada pasien dan keluarganya. Adapun alasan perawat dan tenaga kesehatan yang lain
mangaku tidak siap dan tidak yakin dengan ketrampilan dan kemampuannya untuk
menagajar. Menurut hasil penelitian didapatkan hasil bahan aktivitas pendidikan dan
pengajaran yang dilakukan oleh perawat kepada pasien dan keluarga yang merupakan
tanggungjawab perawat secara keseluruhan hasilnya tidak memuaskan. Hasil penelitian
tersebut perlu memperkuat peran perawat sebagai pendidik.
b. Terjadi kesalahan fungsi akibat dari koordianasi dan delegasi yang tidak tepat.
Pemberi perawatan kesehatan biasanya memberu materi yang sama dalam setiap
pendidikan keseatan akan tetapi terkadang para pemberi perawatan tidak
konsisten dalam memberikan pendidikan atau pengajaran. Kesalah koordinasi
antar petugas kesehatan dan delegasi yang menyebabkan pendidikan kesehatan
tidak berjalan tepat waktu dan tidak dibahas secara mendalam.
c. Karakter pribadi perawat pendidik
Karakter pribadi para petugas kesehatan termasuk perawat mempunyai peran penting
dalam menentukan hasil dalam proses pendidikan kesehatan. Perawat yang mempunyai
kesadaran pengajaran yang rendah dan kurang keyakinan dalam pengajaran kepada
pasien akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan pasien dalam mengatasi
penyakitnya.
d. Pendidikan pasien masih menjadi prioritas rendah
Pengguanan dana yang sedikit untuk pendidikan pada psien akan dapat menghambat
pendidikan dan pengajaran pasien yang inovatif sehingga pendidikan pada pasien hanya
berjalan apa adanya.
e. Kurangnya waktu pengajaran
Kurangnya waktu tenaga kesehatan termasuk perawat untuk mengajar merupakan
halangan utama yang sering muncul. Pasien yang hanya drawat dalam waktu yang
singkat misalnya diruang gawat darurat, rawat jalan, atau rawat inap hanya beberapa hari,
maka perawat harus tahu cara menggunakan pendekatan yang singkat, efisien, dan tepat
guna memberikan pengajaran kepada pasien.
f. Jenis sistem dokumentasi yang diguanakan
Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada pasien harus memiliki dokumentasi yang
jelas. Hal ini dikarenakan jenis sistem dokumentasi yang digunakan oleh lembaga
perawatan kesehatan akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas pendidikan dan
pengajaran kesehatan pada pasien. Pengajaran yang dilakukan oleh tenaga kesehatan baik
formal maupun informal seringkali dilakukan tanpa dicatat atau didokumentasikan karena
tidak adanya format pencatatan dan kurangnya perhatian pada dokumentasi khusus untuk
pendidikan pada pasien. Pencatatan yang tidak dilakukan secara berkesinambungan akan
menghalangi komunikasi yang terjadi antara pemberi perawatan kesehatan mengenai apa
yang telah diajarkan.
2.1.5 Prinsip dalam pendidikan kesehatan
Menurut Potter&Perry (2005), hal-hal yang harus diperhatikan dalam pendidikan
kesehatan antara lain :
a. Menggunakan nada bicara yang lambat ketika memberikan pendidikan
kesehatan
b. Memberikan penjelasan yang mudah dipahami dan tidak berbelit-belit
c. Menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh pasien
d. Memberikan lingkungan pembelajaran yang aman dan nyaman
e. Menjelaskan tujuan yang spesifik dalam memberikan pendidikan kesehatan
f. Memberikan informasi dan pengetahuan baru yang berguna bagi pasien dan
keluarga

2.2 Konsep Diabetes Mellitus


2.2.1 Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,
disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan
pembuluh darah (ADA, 2014).
Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit Non Communicable Disease
(penyakit tidak menular) yang paling sering terjadi di dunia. DM merupakan penyakit
kronik yang terjadi akibat akibat pankreas tidak mampu menghasilkan insulin yang cukup
atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin tersebut. Hal ini akan
menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah atau hiperglikemia (WHO,
2011).
Diabetes melitus adalah penyakit komplikasi yang dapat mengganggu metabolisme
baik karbohidrat, lemak dan protein serta cairan dan keseimbangan asam-basa. Hal ini
juga dapat berakibat pada sistem peredaran darah, ginjal, sistem pernapasan dan sistem
saraf (Sherwood, 2010).
Diabetes melitus merupakan sekelompok gangguan metabolik dengan gejala umum
hiperglikemia. Terdapat beberapa tipe diabetes yang merupakan akibat dari interaksi
kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan (Fauci et all, 2008). Beberapa
proses patologis terlibat dalam terjadinya diabetes, mulai dari perusakan sel β pada
pankreas dengan konsekuensi defisiensi insulin, sampai abnormalitas yang berujung pada
resistensi insulin (American Diabetes Association, 2011).

2.2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus


Ada beberapa tipe diabetes melitus dengan karakteristik pada masing-masing tipe.
Berdasarkan definisi dan faktor dasar penyebab terjadinya lonjakan kadar gula dalam
darah, maka penyakit diabetes melitus dibagi dalam 3 tipe (Rahmatul & Siti, 2016).
Penggolongan penyakit Diabetes Melitus menjadi 3 tipe, yaitu :
a. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 merupakan diabetes melitus yang disebabkan oleh kurangnya
produksi hormon insulin oleh organ pankreas. Adapun penyebab dasar dari tipe diabetes
1 ini adalah karena adanya kerusakan atau kesalahan genetik pada sel pankreas penderita,
sehingga sistem imun terganggu dan tidak bisa menghasilkan hormon insulin. Akibatnya
kadar gula dalam darah meningkat.Pada penderita diabetes melitus tipe 1 ini sangat
bergantung dengan insulin dari luar. Untuk kelangsungan hidupnya, penderita harus
mendapatkan suntikan hormon insulin secara rutin dan terjadwal. Oleh karena itu, tipe 1
ini juga dinamakan dengan Insuline Dependent Diabetic Militus atau IDDM.
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes tipe ini merupakan diabetes melitus yang disebabkan oleh kurangnya respon
tubuh terhadap insulin, sehingga penggunaan hormon tersebut menjadi tidak efektif.
Kekurangmampuan tubuh dalam merespon hormon insulin mengakibatkan tubuh tidak
mampu memanfaatkan insulin yang dihasilkan oleh organ pankreas. Meskipun pankreas
telah memproduksi insulin secara normal, namun hormon yang dihasilkan tidak bisa
dimanfaatkan oleh tubuh secara efektif. Tubuh bersifat resisten (kebal) terhadap hormon
insulin. Ketidakmampuan tubuh dalam memanfaatkan hormon insulin umumnya
dikarenakan sel-sel tubuh bersaing berat dengan sel-sel lemak dalam tubuh. Hormon
insulin banyak dihisap oleh sel-sel lemak yang menumpuk dalam tubuh. Oleh karena itu,
tipe 2 ini lebih banyak menimpa pada orang-orang yang memiliki pola hidup dan pola
makan yang buruk, sehingga terjadi penimbunan lemak atau kegemukan.
c. Diabetes Melitus Tipe 3 ( Diabetes Gestasional )
Diabetes melitus tipe 3 merupakan penyakit diabetes yang disebabkan tubuh tidak bisa
merespon hormon insulin karena adanya hormon penghambat respon yang dihasilkan
oleh plasenta selama proses kehamilan.
2.2.3 Etiologi Diabetes Melitus
Penyebab diabetes melitus berdasarkan tipenya menurut Rahmatul & Siti (2016),
antara lain :
a. Penyebab diabetes melitus tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 terjadi karena ketidakmampuan organ pankreas dalam
memproduksi hormon insulin. Ketidakmampuan produksi insulin ini umumnya terjadi
karena adanya kerusakan pada organ tersebut. Ada beberapa penyebab kerusakan pada
organ pankreas yaitu sebagai berikut :
1) Faktor genetik
Organ pankreas dapat rusak karena faktor genetis, yaitu sistem imun tubuh menyerang
dan merusak sel-sel penghasil insulin pada pankreas, sehingga organ pankreas tidak dapat
menjalankan fungsinya dengan baik. Hal itu terjadi karena adanya kesalahan pesan dari
sistem imun yang terjadi secara genetik atau faktor keturunan. Sehingga jika seseorang
terkena penyakit DM karena faktor genetik, maka ada kemungkinan penyakitnya akan
menurun pada anaknya.
2) Infeksi terhadap virus tertentu
Adanya infeksi virus tertentu pada pankreas merupakan salah satu faktor yang sangat
berpotensi untuk menyebabkan kerusakan pada sel-sel pankreas. Akibatnya, produksi
insulin menjadi sangat terbatas atau bahkan tidak ada sama sekali.
b. Penyebab diabetes melitus tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena tubuh tidak memiliki kemampuan untuk
memanfaatkan hormon insulin. Hal ini terjadi akibat dari terjadinya resistensi tubuh
terhadap hormon tersebut. Organ pankreas pada penderita diabetes melitus tipe 2 masih
berfungsi normal dalam memproduksi hormon insulin. Akan tetapi, hormon yang
dihasilkan tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh, sehingga gula tidak bisa masuk ke dalam
sel sehingga menumpuk dalam darah.

c. Faktor genetik atau turunan


Banyak ditemukan kenyataan di lapangan, bahwa penderita diabetes tipe 2 memiliki
anggota keluarga yang juga mengidap penyakit diabetes tipe 2 atau masalah kesehatan
yang berhubungan dengan diabetes, misalnya kolesterol darah yang tinggi, hipertensi atau
obesitas.
d. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap potensi seseorang
untuk terserang penyakit diabetes. Salah satunya adalah pola makan dan pola hidup yang
tidak baik yaitu makan makanan yang banyak mengandung lemak dan kalori tinggi. Di
samping itu, aktivitas fisik yang rendah juga berpotensi untuk seseorang terjangkit
penyakit diabetes (Rahmatul & Siti, 2016).
Faktor risiko diabetes melitus tipe 2 dan pre-diabetes antara lain :
1) Obesitas
2) Riwayat keluarga
3) Etnisitas (kulit hitam, Hispanik, Kepulauan Pasifik, keturunan
Amerika-Asia, atau asli Amerika)
4) Riwayat diabetes gestasional
5) Riwayat melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4 kg (9 lbs)
6) Hipertensi
7) Kadar HDL (lipoprotein densitas tinggi) yang rendah ( <35mg/dL)
8) Peningkatan kadar trigliserid ( >250mg/dL)
9) Usia lebih dari 45 tahun (Williams & Wilkins, 2015).
e. Penyebab diabetes melitus tipe 3
Penyebab diabetes melitus tipe 3 atau diabetes gestasional adalah karena terjadinya
intoleransi glukosa, kemungkinan suatu kombinasi resistensi insulin dengan gangguan
sekresi insulin, yang terjadi selama kehamilan. Faktor risiko diabetes gestasional adalah
terjadinya kehamilan (Williams & Wilkins, 2015).
2.2.4 Patofisiologis Diabetes Melitus
Pengelolaan bahan makanan dimulai di mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya
ke usus. Di dalam saluran pencernaan itu makanan dipecah menjadi bahan dasar dari
makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak
menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus kemudian masuk ke
dalam pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-
organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya dapat berfungsi sebagai bahan bakar,
zat makanan itu harus masuk dulu ke dalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat
makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya
adalah timbulnya energi. Proses ini disebut dengan metabolisme. Dalam proses
metabolisme itu insulin memegang peran yang sangat penting yaitu bertugas
memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan
bakar. Insulin ini adalah hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di pankreas.
Dalam keadaan normal artinya kadar insulin cukup dan sensitif, insulin akan
ditangkap oleh reseptor insulin yang ada pada permukaan sel otot, kemudian membuka
pintu masuk sel sehingga glukosa dapat masuk sel untuk kemudian dibakar menjadi
energi / tenaga. Akibatnya kadar glukosa dalam darah normal.
Jumlah insulin yang kurang atau pada keadaan kualitas insulinnya tidak baik
(resistensi insulin), meskipun insulin ada dan reseptor juga ada, tapi karena ada kelainan
di dalam sel itu sendiri, pintu masuk sel tetap tidak dapat terbuka, tetap tertutup hingga
glukosa tidak dapat masuk sel untuk dibakar (dimetabolisme) mengakibatnya glukosa
tetap berada di luar sel, hingga kadar glukosa dalam darah meningkat dan menyebabkan
terjadinya diabetes melitus.
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat
membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel untuk kemudian di dalam sel glukosa itu
dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada (DM tipe 1) atau bila insulin itu
kerjanya tidak baik seperti dalam keadaan resistensi insulin (DM tipe 2) maka glukosa
tak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di dalam pembuluh darah
yang artinya kadarnya di dalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti ini badan akan
menjadi lemah karena tidak ada sumber energi di dalam sel (FKUI, 2009).Terjadinya
masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang menyebabkan
kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik sensorik maupun
motorik dan autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot,
yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki
dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus (Waspadji, 2009). Adanya
kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang
luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya
pengelolaan kaki diabetes (Waspadji, 2009).

Neuropati motorik menyebabkan atrofi otot, deformitas kaki, perubahan biomekanik


dan redistribusi tekanan pada kaki yang semuanya dapat mengarah pada ulkus. Neuropati
sensorik memengaruhi dan ketidak nyamanan, yang motorik sensorik otonom neuropati
penurunan sensasi nyeri pembentukan kalus peningkatan tekanan deformitas kelainan
fostur iskemia ulkus kaki infeksi mikrovaskular makrovaskular trauma menunjang kearah
trauma berulang pada kaki. Saraf otonom yang rusak menyebabkan penurunan
pengeluaran keringat sehingga kulit menjadi kering dan pecah-pecah disertai fisura yang
akibatnya dapat menjadi pintu masuk bakteri yang akhirnya menyebabkan infeksi yang
menyebar. Kerusakan persarafan simpatis pada kaki menimbulkan taut (shunting)
arteriovenosa dan distensi vena. Kondisi tersebut memintas bantalan kapiler pada area
yang terkena dan dapat menghambat suplai nutrisi serta oksigen. Penyakit mikrovaskular
dapat juga mengganggu suplai nutrisi oleh darah kejaringan kaki (Bilous dan Richard,
2014).
2.2.5 Tanda dan Gejala Diabetes Melitus
Beberapa hal yang terjadi pada diabetes melitus, antara lain sebagai
berikut :
Tabel 2.1 Perubahan, Tanda dan Gejala Diabetes Melitus
Perubahan Tanda dan Gejala
Osmolalitas serum tinggi Poliuria, polidipsia
disebabkan oleh kadar glukosa
serum yang tinggi
Simpanan karbohidrat, lemak, Polifagia (kadang-kadang pada
dan protein dalam sel berkurang diabetes tipe 1)
Pencegahan metabolisme normal Penurunan berat badan sampai 30%
karbohidrat, lemak dan protein mereka dengan diabetes melitus tipe
disebabkan oleh gangguan atau 1, secara khas pasien-pasien hampir
tidak adanya fungsi insulin tidak memiliki lemak tubuh saat
diagnosis.
Kadar glukosa intrasel rendah Nyeri kepala, lelah, letargi,
berkurangnya tingkat energi
Ketidakseimbangan elektrolit Kram otot, iritabilitas, labilitas
emosi
Pembengkakan karena glukosa Penglihatan kabur
Kerusakan jaringan saraf Mati rasa dan kesemutan
Dehidrasi, ketidakseimbangan Rasa tidak nyaman di abdomen dan
elektrolit atau neuropati otonom nyeri ; mual, diare, atau konstipasi
Hiperglikemia Infeksi atau luka kulit yang
penyembuhannya lambat ; kulit gatal
; pruritus vagina atau vulvovaginitis
Sumber : (Williams & Wilkins, 2015).
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang Diabetes Melitus
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien diabetes melitus
adalah pemeriksaan gula darah. Jenis pemeriksaan gula darah menurut Riyadi dan
Sukarmin (2008), antara lain :
a. Gula darah puasa (GDP) 70-110 mg/Dl. Kriteria diagnostik untuk DM > 140
mg/dL paling sedikit dalam dua kali pemeriksaan.
b. Gula darah 2 jam post prondial < 140 mg/dL. Digunakan untuk skrinning atau
evaluasi pengobatan bukan didiagnosis.
c. Gula darah sewaktu < 140 mg/dL. Digunakan untuk skrinning bukan
diagnostik.
d. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO). Gula darah <115 mg/dL ½ jam, 1 jam, 1
½ jam < 200 mg/dL, 2 jam < 140 mg/dL. TTGO dilakukan hanya pada pasien
yang telah bebas diet dan beraktivitas fisik 3 hari sebelum tes, tidak dianjurkan
pada hiperglikemia yang sedang puasa, orang yang mendapat thiazide, dilantin,
propanolol, lasik, tiroid, estrogen, pil KB, steroid dan pasien yang dirawat atau
sakit akut atau pasien inaktif.
e. Tes Toleransi Glukosa Intravena (TTGI). Dilakukan jika TTGO merupakan
kontra indikasi atau terdapat kelainan gastrointestinal yang mempengaruhi
absorbsi glukosa.
f. Tes Toleransi Kortison Glukosa (TTKG). Digunakan jika TTGO tidak
bermakna, kortison menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah abnormal
dan menurunkan penggunaan gula darah perifer pada orang yang berdisposisi
menjadi DM kadar glukosa darah 140 mg/dL pada akhir 2 jam dianggap
sebagai hal positif.
g. Glycosatet Hemoglobin. Berguna dalam memantau kadar glukosa darah rata-
rata lebih dari 3 bulan.
h. C-Pepticle 1-2 mg/dL (puasa) 5-6 kali meningkat setelah pemberian glukosa.
Untuk mengukur proinsulin (produksi samping yang tak aktif secara biologis)
dari pembentukan insulin dapat membantu mengetahui sekresi insulin.
i. Insulin serum puasa : 2-20 mu/ ml post glukosa sampai 120 mu/ml, tidak
digunakan secara luas dalam klinik, dapat digunakan dalam diagnosa banding
hipoglikemia atau dalam penelitian diabetes.
2.2.7 Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Menurut PERKENI (2011), terdapat 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu :

a. Edukasi
Diabetes melitus terutama tipe 2 umumnya terjadi karena pola hidup yang tidak baik.
Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan
masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat.
Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa
darah mandiri, tanda dan gejala hiperglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan
kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah
mendapat pelatihan khusus.
b. Terapi gizi medis
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari :
1) Karbohidrat
a) Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
b) Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
c) Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi
d)Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi
2) Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan
melebihi 30% total asupan energi.
 Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
 Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak
jenuh tunggal
 Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.
 Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak
mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging
berlemak dan susu penuh (whole milk).
3) Protein
a) Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.
b) Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi,dll), daging tanpa
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan
tempe.
c) Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8g/Kg BB
perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.
d) Vitamin
a) Vitamin terdiri dari sayuran dan buah-buahan, dibutuhkan sebesar 45-65%
total asupan energi.
b) Sayuran yang dianjurkan yaitu sayur tinggi serat seperti kangkung, daun
kacang, oyong, ketimun, tomat, labu air, kembang kol, lobak, sawi, selada,
seledri dan terong. Sayuran yang dibatasi yaitu bayam, buncis, daun melinjo,
labu siam, daun singkong, daun ketela, jagung muda, kapri, kacang panjang,
pare, wortel dan daun katuk.
c) Buah-buahan yang dianjurkan adalah jeruk, apel, papaya, jambu air, salak,
belimbing (sesuai kebutuhan) dan buah yang dibatasi yaitu nanas, anggur,
mangga, sirsak, pisang, alpukat, sawo, semangka, nangka masak. Sedangkan
buah-buahan yang dihindari adalah buah yang manis dan diawetkan seperti
durian, nangka, alpukat, kurma dan manisan buah.
d) Mineral
a) Minum air putih 1 liter / 25kg BB (minimal 2 liter / hari).
b) Minuman yang dihindari adalah minuman yang mengandung
alkohol, susu kental manis, soft drink, es krim, yoghurt dan susu.
e) Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu
selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM.
Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus
tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan
berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah.
Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti
jalan kaki, bersepeda santai, jogging dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat,
intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi
DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-
malasan.
2.3 Kerangka konsep penelitian

Predisposing factor : Enabling factor : Reinforcing factor :


1. Pengetahuan 1. Adanya sarana 1. Keluarga
2. Kepercayaan kesehatan 2. Teman sebaya
3. Nilai 2. Terjangkaunya 3. Guru
4. Sikap sarana kesehatan 4. Majikan / juragan
5. Keyakinan 3. Peraturan kesehatan 5. Petugas kesehatan
4. Ketrampilan terkait 5. petugas kesehatan :
peran perawat
kesehatan
6. Pemimpin komunitas
7. Sang pencipta

Penatalaksanaan Lingkungan : tempat


pasien penderita tinggal pasien
diabetes mellitus diabetes mellitus

Positif/negatif

Keterangan :
Dalam penjelasan kerangka konsep ini menjelaskan bahwa derajat kesehatan
dipengaruhi oleh faktor perilaku dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan meliputi
fisik dan biologis sedangkan faktor perilaku dipengaruhi oleh pengetahuan. Faktor
perilaku disini agar mendapatkan reaksi di pengaruhi oleh 3 faktor yaitu :
1. Faktor predisposing salah satunya pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki
perawat dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Perawat disini
sangat mempunyai peran penting dalam memberikan edukasi, sampai pasien
paham dan mampu melalukan kebiasaan yang sehat khususnya dalam
penatalaksanaan penderita diabetes mellitus.
2. Faktor pendukung salah satunya adanya sarana kesehatan. Tersedianya sarana
kesehatan dapat mempengaruhi tercapainya sumber daya kesehatan dan
informasi yang baik bagi masyarakat. Maka faktor pendukung disini sangat
berperan penting dalam penatalaksanaan pasien penderita diabetes mellitus.
3. Faktor pendorong salah satunya petugas kesehatan. Adanya petugas kesehatan
khususnya perawat yang mempunyai peran penting sebagai pemberi asuhan
keperawatan, advokator, edukator, koordinator, konsultan, maka dapat
membantu pasien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala
penyakit, bahkan tindakan yang diberikan oleh perawat.
Setelah mengenali bagian yang ada dalam dalam faktor pendorong petugas
kesehatan yaitu perawat sebagai edukator ini dilakukan dengan membantu pasien
dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit, bahkan
tindakan yang diberikan. Maka disinilah peran perawat dalam penatalaksanaan
sangat diperlukan untuk menentukan perawatan pasien penderita diabetes mellitus.

2.4 Hipotesis Penelitian


Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :
H1 : ada hubungan peran perawat sebagai edukator dengan penatalaksanaan
pasien penderita diabetes melitus di poliklinik penyakit dalam RSUD
Sayidiman Magetan.
H0 : tidak ada hubungan peran perawat sebagai edukator dengan
penatalaksanaan pasien penderita diabetes melitus di poliklinik penyakit
dalam RSUD Sayidiman Magetan.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah rancangan penelitian yang disusun sedemikian rupa

sehingga dapat menuntun peneliti untuk dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan

peneliti (Notoatmodjo, 2012). Desain penelitian mengacu pada jenis atau macam

penelitian yang dipilih untuk mencapai tujuan penelitian, serta berperan sebagai alat dan

pedoman untuk mencapai tujuan tersebut (Notoatmodjo, 2012).

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan

penelitian kuantitatif dengan dengan jenis analitik korelasi yaitu penelitian hubungan

antara dua variabel pada suatu situasi atau kelompok subjek. Pendekatan penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional yaitu pendekatan penelitian yang

menekankan waktu pengukuran/observasi data variabel independen dan dependen hanya

satu kali pada satu saat (Nursalam, 2015).

3.2 Kerangka Kerja

Kerangka kerja merupakan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam

penelitian yang berbentuk kerangka atau alur penelitian, mulai dari desain hingga analisis

datanya (Hidayat, 2014).


Desain penelitian
Analitik korelasional dengan pendekatan cross sectional

Populasi
Semua pasien diabetes mellitus di poli penyakit dalam RSUD Sayidiman Magetan
pada bulan Juli-Agustus 2021 sebanyak - orang.

Sampel
Sebagian pasien diabetes mellitus sebanyak - orang

Sampling
Purposive sampling

Pengumpulan Data
Kuesioner

Pengolahan Data

Editing, Coding, Scoring, Tabulating

Analisa Data

Chi-Square

Kesimpulan

Gambar 3.1 Kerangka operasional penelitian hubungan peran perawat sebagai


edukator dengan penatalaksanaan pasien penderita diabetes melitus di
RSUD Sayidiman Magetan.
3.3 Populasi, Sampel, dan Sampling
3.3.1 Populasi
Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik

tertentu yang akan diteliti. Bukan hanya objek atau subjekyang dipelajari saja

tetapi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki objek atau subjek tersebut

(Hidayat, 2010).
Populasi dalam penelitian adalah subjek yang memenuhi kriteria yang

telah ditetapkan (Nursalam, 2015). Populasi dalam penelitian ini adalah semua

pasien diabetes mellitus di poli penyakit dalam RSUD Sayidiman Magetan pada

bulan Juli-Agustus 2021 sebanyak - pasien.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel adalah elemen – elemen

populasi yang dipilih berdasarkan kemampuan mewakilinya (Setiadi,

2013).Sampel pada penelitian ini adalah sebagian pasien yang menderita penyakit

diabetes melitus rata-rata perbulan sebanyak - orang, dengan perhitungan jika

populasi < dari 1000. Sehingga dapat dihitung sesuai dengan rumus sebagai

berikut :

N
n=
1+N ( d )2

Keterangan :

n = Ukuran sampel

N = Ukuran populasi

d = Tingkat kepercayaan ketepatan yang diinginkan (0,05)

3.3.3 Sampling

Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi untuk menjadi

sampel dari populasi untuk dapat mewakili populasi (Setiadi, 2013). Pengambilan
sampling dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling

adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu

(Sugiyono, 2016).

3.4 Kriteria Inklusi & Eksklusi

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target

yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2011).

Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah :

1. Pasien diabetes mellitus yang kooperatif.

2. Usia > 45 tahun< 60 tahun

b. Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang memenuhi

kriteria inklusi (Nursalam, 2011).Kritera eksklusi dari penelitian ini adalah :

1. kesadaran apatis

3.5 Identifikasi Variabel

Beberapa variabel diidentifikasi tetapi tidak diukur dan yang lainnya diukur

dengan pengukuran sebagian. Macam-macam tipe variabel meliputi : dependen,

independen, moderator (intervening), perancu (confonding), kendali atau control dan

vareiabel random (Nursalam,2014).

Variabel penelitian adalah suatu variabel yang digunakan sebagai ciri atau ukuran

yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep pengertian

tertentu atau variabel penelitian (Notoatmojo, 2010).Dalam penelitian ini, peneliti


menggunakan dua variabel yaitu variabel independen (bebas) dan variabel dependen

(terikat).

3.4.1 Variabel Independen (bebas)

Variabel Independen adalah variabel yang mempengaruhi atau nilainya

menentukan variabel lain. Suatu kegiatan stimulus yang dimanipulasi oleh peneliti

menciptakan suatu dampak variabel dependen (Nursalam, 2014). Penelitian ini

yang menjadi variabel bebasnya adalah peran perawat.

3.4.2 Variabel Dependen (terikat)

Variabel Dependen adalah variabel yang dipengaruhi nilainya ditentukan

oleh vatriabel lain. variabel respon akan muncul sebagai akibat dari manipulasi

dari variabel-variabel lain. Dalam ilmu perilaku, variabel terikat adalah aspek

tingkah laku yang diamati oleh suatu organisme yang dikenai stimulus (Nursalam,

2014). Penelitian ini yang menjadi variabel terikatnya adalah penatalaksanaan

pasien diabetes melitus.

3.6 Definisi Operasional

Definisi operasaional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

dan berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinan peneliti untuk

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau

fenomena (Hidayat,2007).

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik (variabel)

yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam,2008). Definisi


operasional adalah penjelasan semua variabel dan istilah yang akan digunakan

dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah pembaca

dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2013).

Tabel 3.1 Definisi operasional hubungan peran perawat sebagai edukator dengan
penatalaksanaan pasien diabetes melitus

N Definisi
Variabel Indikator Alat Ukur Skala Score
O Operasional
1. Variabel Suatu c. Perawat Kuesioner Nominal Ya : 1
Independen tindakan yang memberikan Tidak : 0
t: peran dilakukan pengetahuan
perawat oleh perawat dan Cara
sebagai yang informasi penilaian:
edukator dirasakan pada pasien 1. Baik
oleh pasien DM tentang jikaya>50
dalam pengendalia
memberikan n glukosa 2. Kurang
pendidikan darah jikaya ≤ 50
kesehatan d. Perawat
pada pasien memberikan
DM dalam penjelasan
penatalaksa- tentang
naannya pencegahan
luka kaki
e. Perawat
memberikan
informasi
cara
merawat
kuku kaki
f. Perawat
memfasilitas
i pengajaran
dengan
mengadakan
pendidikan
kesehatan
tentang
mencegah
komplikasi
DM
g. Perawat
memberikan
contoh cara
melakukan
senam kaki
2. Variabel Suatu upaya a. Pengendalian Kuesioner Nominal Untuk
dependen : yang glukosa skala likert pernyataan
penatalaksa dilakukan darah positif
naan pasien oleh pasien b. Penggunaan SL = 4,
penderita DM dalam alas kaki SR = 3,
diabetes mengkuti c. Merawat JR = 2,
melitus proses kuku kaki TP= 1
perawatan d. Mendapatkan Untuk
pasien penyuluhan pernyataan
penderita e. Melakukan negatif
diabetes senam kaki SL = 1,
melitus SR = 2,
JR = 3,
TP =
4Dengankr
iteria:
1. Pencega
han
positif
jika T
mean >
50
2. Pencega
han
negatif
jika T
mean <
50

3.7 Tempat dan Waktu Penelitian

3.7.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di poli penyakit dalam RSUD Sayidiman Magetan

3.7.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli– Agustus jam 08.00-12.00 2021
3.8 Tehnik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses

pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam,

2015). Langkah-langkah dalam pengumpulan data bergantung pada rancangan penelitian

dan teknik instrumen yang di gunakan (Burns dan Grove, 1999).

3.8.1 Prosedur Penelitian

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian

(Nursalam, 2015). Adapun proses pengumpulan datanya dilakukan dengan cara

sebagai berikut :

a. Peneliti mengajukan surat rekomendasi penelitian kepada institusi pendidikan

STIKES PEMKAB JOMBANG

b. Mengurus perizinan dan persetujuan kepada kepala bakesbang Linmas Kota

Magetan

c. Menyerahkan surat rekomendasi penelitian kepada RSUD Sayidiman Kota

Magetan

d. Peneliti mengurus perijinan di RSUD Sayidiman Magetan

e. Menyerahkan surat rekomendasi kepada kepala ruang poliklinik penyakit

dalam RSUD Sayidiman Magetan

f. Peneliti bertemu responden setelah responden mendapat pelayanan di ruang

poliklinik penyakit dalam RSUD Sayidiman Magetan

g. Peneliti mencocokkan responden sesuai dengan kriteria inklusi


h. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian dengan memperhatikan

hak-hak responden untuk mendapatkan persetujuan menjadi responden

penelitian

i. Peneliti meminta responden untuk menandatangani lembar persetujuan

menjadi responden. Bila responden menolak, responden tidak wajib tanda

tangan

j. Peneliti menyampaikan lembar kuesioner tentang peran perawat dan

kuesioner tentang penatalaksanaan penderita diabetes melitus kepada

responden untuk diisi sesuai dengan petunjuk yang ada

k. Apabila ada gangguan penglihatan pada pasien, salah satu keluarga boleh

membantu membacakan isi kuesioner kepada responden

l. Peneliti meminta kembali kuesioner yang telah diisi oleh responden dan

memeriksa kembali kelengkapannya

m. Peneliti meminta responden untuk melengkapi kembali jika ternyata ada yang

belum lengkap

n. Peneliti memberikan cindera mata kepada responden sebagai tanda

terimakasih telah bersedia menjadi responden

o. Kemudian peneliti melakukan tabulasi di bab 4

3.9 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat pengumpul data yang disusun dengan hajat

untuk memperoleh data yang sesuai baik data kualitatif maupun data kuantitatif

(Nursalam, 2013). Untuk membuat data yang relevan dengan tujuan penelitian,
maka peneliti menggunakan instumen pengumpulan data dengan menggunakan

data penderita diabetes mellitus.

a. Instrumenperan perawat

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data yang dilakukan dalam

bentuk kuesioner yang dibuat sendiri yang mengacu pada teori dan konsep

dan disebarkan kepada responden. Instrumen yang digunakan untuk

mengetahui peran perawat adalah kuesioner dengan alternative jawaban : ya

: 1, tidak : 0.

b. Instrumen penatalaksanaan pasien diabetes melitus

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data yang dilakukan dalam

bentuk kuesioner yang dibuat sendiri yang mengacu pada teori dan konsep

dan disebarkan kepada responden. Instrumen yang digunakan untuk

mengetahui pencegahan luka adalah kuesioner dengan alternative jawaban:

SL : selalu, SR : sering, JR : jarang, TP : tidak pernah. Penilaian dilakukan

dengan skala likert dengan cara :

1) Pernyataan positif (favorable).

a) Skor 1: selalu

b) Skor 2: sering

c) Skor 3: jarang

d) Skor 4: tidak pernah

2) Pernyataan negatif (unfavorable).

a) Skor 1: selalu.

b) Skor 2: sering.
c) Skor 3: jarang.

d) Skor 4: tidak pernah.

3.9.3 Uji validitas dan Reabilitas

1) Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu

benar-benar mengukur apa yang diukur. Kuesioner ini divalidasi dengan

kuesioner isi yang merujuk kepada hubungan peran perawat sebagai

edukator dengan penatalaksanaan pasien penderita diabetes melitus di poli

penyakit dalam RSUD Sayidiman Magetan.

Untuk uji validitas peneliti menguji valid kuesioner sejumlah

sampel 10 menggunakan SPSS dikatakan valid jika diatas 0.63 dengan

hasil instrumen peran perawat sebagai edukator sebesar 0.74 dan

instrumen penatalaksanaan pasien diabetes melitus sebesar 0.94. sehingga

disimpulkan bahwa kedua variabel memiliki nilai yang valid.

2) Uji Reabilitas

Reabilitas merupakan indeks yang dipakai untuk menunjukkan

sejauh mana alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan. Hal ini berarti

menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisiten atau tetap

sama bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang

sama dengan menggunakan alat uji yang sama. Uji reabilitas pada

instrumen sejumlah sampel 10. Jika diperoleh nilai Cronbach’s Alpha

0.70 terhadap 10 klien maka instrumen ini dikatakan realibel

(Polit&Hungker, 2001). Hasil reabilitas yang diperoleh dari variabel peran


perawat sebagai edukator adalah 0.92 dan untuk variabel pencegahan luka

kaki diabetes adalah 0.96 sehingga kedua variabel ini dikatakan realibel.

3.10 Teknik Analisa Data

Setelah data dari petugas terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan data

dengan cara sebagai berikut :

3.10.1 Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan

data atau setelah data terkumpul (Hidayat, 2011).

3.10.2 Coding atau klasifikasi

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap

data yang terdiri atas beberapa katagori. Pemberian kode ini sangat penting bisa

pengolahan dari analisis data menggunakan komputer.Biasanya satu buku (code

book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu

variabel (Hidayat, 2011).

Data umum :

a. Jenis kelamin

Laki-laki = L1

Perempuan = L2

b. Usia

45-55 tahun = U2

56-65 tahun = U1

c. Pekerjaan
Petani = K1

Swasta = K2

PNS = K3

IRT = K4

d. Lama menderita diabetes mellitus

<5 tahun = P1

>5 tahun = P3

Data khusus :

a. Peran perawat

Baik : ya > 50 = O1

Kurang : ya < 50 = O2

b. Penatalaksanaan pasien diabetes melitus

Negatif : T < 50 = T1

Positif : T > 50 = T2

3.10.3 Scoring

Scoring adalah memberikan penilaian terhadap item-item yang perlu

diberikan penilaian atau skor (Saryono, 2010). Pada variabel independen peran

perawat skor didapatkan dari jika ya : 1, tidak : 0. Dan pada variabel

penatalaksanaan pasien diabetes melitus menggunakan skala likert yaitu :

1) Pernyataan positif (favorable).

a) Skor 1: tidak pernah.

b) Skor 2: jarang.

c) Skor 3: sering.
d) Skor 4: selalu.

2) Pernyataan negatif (unfavorable).

a) Skor 1: selalu.

b) Skor 2: sering.

c) Skor 3: jarang.

d) Skor 4: tidak pernah.

3.10.4 Tabulating

Tabulating adalah kegiatan menyusun dan meringkas data yang masuk

dalam bentuk table-tabel. Tabulasi adalah penyusunan data dalam bentuk tabel

tertentu menurut sifat-sifat yang dimiliki. Pada data ini dianggap bahwa data telah

diproses sehingga harus segera disusun pola format yang telah dirancang

(Nursalam, 2011).

Proses menafsirkan data yang di peroleh dan peneliti akan memasukkan

data kedalam satu tabel yang meliputi nomor responden, jenis kelamin, dan lain-

lain baik untuk variabel independen dan dependen dalam penelitian ini tabel

frekuensi menginformasikan hasil penelitian yang didapat sedangkan interpretasi

tabel, menurut Arikunto (2010) adalah sebagai berikut:

a. 0% : Tidakada

b. 1-25% : Sebagiankecil

c. 26-49% : Hampirsetengahnya

d. 50% : Setengahnya

e. 51-75% : Sebagianbesar

f. 76-99% : Hampirseluruhnya
g. 100% : Seluruhnya (Arikunto, 2006).

3.10.5 Analisa Data

Analisa data diartikan sebagai upaya data yang sudah tersedia kemudian

diolah dengan statistik dan dapat digunakan untuk menjawab rumusan masalah

dalam penelitian (Sujarweni, 2014).

Analisa data dalam penelitian ini adalah analisis bivariat yaitu analisa

yang dilakukan lebih dari dua variabel. Analisa bivariat berfungsi untuk

mengetahui hubungan antara variabel (Sujarweni, 2014). Dan juga untuk

mengetahui hubungan antara dua variabel apakah signifikan atau uji statistik

yang digunakan adalah Chi-Square, berguna untuk menguji hubungan atau

pengaruh dua variabel nominal dan mengukur kuatnya hubungan antara variabel

yang satu dengan variabel nominal lainnya. Kaida keputusan tentang hipotesa

yang diajukan diterima atau ditolak dengan membandingkan probabilitas ()

dengan taraf signifikan () dengan tingkat kesalahan 0,05. Ha diterima bila <

(0,05). Ha ditolak bila > (0,05) (Cornelius Thihendradi, 2004).

Jika dengan kemaknaan 0,05 dengan menggunakan uji chi-squaredengan

software SPSS, dimana  < 0,05 maka ada hubungan antara peran perawat

sebagai edukator dengan penatalaksanaan pasien penderita diabetes mellitus,

sedangkan  > 0,05 tidak ada hubungan antara peran perawat sebagai edukator

dengan penatalaksanaan pasien penderita diabetes mellitus.

Analisis data menggunakan korelasi (Chi-Square) satu sampel adalah

teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis bila dalam populasi
terdiri atas dua atau lebih kelas dimana data berbentuk nominal dan sampelnya

besar (Sugiyono, 2015).

Analisa data merupakan suatu proses atau analisa yang dilakukan secara

sistematik terhadap data yang telah dikumpulkan dengan tujuan supaya bisa

dideteksi (Nursalam, 2011). Uji Statistika untuk mengetahui hubungan antara

variabel independen dengan dependen, kemudian diuji dengan menggunakan uji

Koefisien Kontingensi. Contingency coefficient C (koefisien kontingensi)

digunakan apabila variabel yang dikorelasikan berbentuk kategori (gejala

ordinal). C (singkatan dari contingency) sangat erat hubungannya dengan Chi-

Kuadrat.Jika datanya telah dihitung dengan (Chi-square) maka C dapat dengan

mudah diketahui. C ditulis juga dengan KK, singkatan dari Koefisien

Kontingensi. Untuk menghitung koefisien kontingensi, terlebih dahulu dihitung

nilai Chi-kuadrat. Analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010), yaitu hubungan peran

perawat sebagai edukator dengan penatalaksanaan pasien penderita diabetes

melitus .

Rumus uji chi-square :

n f 0  f h 
k 2
x2
N  x2
 fn
C= dengan nilai x2 = i 1

Keterangan :

x2 : Chi kuadrat

f0 : Frekuensi yang diobservasi

fh : Frekuensi yang diharapkan


C : Koefisienkontingensi

N : Jumlahresponden

Untuk memberikan interpretasi terhadap kuat lemahnya hubungan antara

variabel yang dituju, digunakan pedoman menurut Sugiyono (2008) sebagai

berikut:

Tabel 3.2 Tabel Interpretasi Nilai x

Besarnya Nilai x Interpretasi


Antara 0,800 – 1,000 Sangat kuat
Antara 0,600 – 0,799 Kuat
Antara 0,400 – 0,599 Cukup
Antara 0,200 – 0,399 Rendah
Antara 0,000 – 0,199 Sangat rendah

3.11 EtikaPenelitian

Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting

dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan

manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan (Hidayat, 2008).

Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu mendapatkan rekomendasi dari institusi

dengan mengajukan permohonan izin kepada institusi dan tempat penelitian. Setelah

mendapat persetujuan barulah peneliti melakukan penelitian dengan menekankan

masalah etika yang meliputi :

3.11.1 Nonmaleficience

Peneliti berkewajiban untuk meyakinkan bahwa kegiatan penelitian yang

dilakukan tidak menimbulkan suatu resiko bahaya, baik bahaya secara fisik

maupun bahaya secara psikologis (Afiyanti & Rachmawati, 2014). Penelitian ini

diyakini tidak menimbulkan bahaya bagi responden karena penelitian ini hanya
mengharuskan responden untuk mengisi lembar kuesioner. Peneliti memberikan

informasi bahwa jila dalam kegiatan penelitian yang dilakukan menyebabkan

ketidaknyamanan partisipan, maka partisipan memiliki hak untuk tidak

melanjutkannya. Namun, jika hal tersebut ridak terjadi, maka pengisian lembar

kuesioner akan diteruskan.

3.11.2 Beneficience

Prinsip ini mengharuskan peneliti untuk meminimalkan resiko dan

memaksimalkan manfaat. Penelitian yang dilakukan kepada manusia, diharapkan

dapat memberikan manfaat untuk kepentingan manusia baik secara individu

maupun masyarakat secara keseluruhan (Saryono, 2011). Pada penelitian ini,

peneliti membantu memberikan informasi yang jelas penatalaksanaan pasien

penderita diabetes melitus yang mana hasilnya dapat memberikan informasi

kepada pasien dan keluarga sehingga dapat melakukan penatalaksanaan pasien

penderita diabetes mandiri di rumah.

3.11.3 Autonomy

Partisipan memiliki hak untuk menentukan keputusannya berpartisipasi

dalam kegiatan setelah diberikan penjelasan oleh peneliti dan memahami bentuk

partisipasinya dalam penelitian (Afiyanti & Rachmawati, 2014). Penelitian ini

dilakukan setelah mendapat persetujuan dari partisipan yang mana sebelum

dilakukan kegiatan mengisi kuesioner partisipan diberikan penjelasan tentang

tujuan, mafat dan proses penelitian yang akan dilakukan. Penelitian akan

dihentikan ketika partisipan memutuskan untuk tidak melanjutkan keikutsertaan

dalam penelitian.
3.11.4 Anonimity(tanpa nama)

Kerahasian partisipan dilakukan dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan

kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan

(Hidayat, 2014). Peneliti menjaga kerahasiaan responden pada lembar alat ukur

dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian

yang akan disajikan.

3.11.5 Justice

Prinsip ini dilakukan dengan menjunjung tinggi keadilan manusia dengan

hak menjaga privasi manusia dan memberikan perlakuan yang sama terhadap

manusia (Hidayat, 2014). Peneliti menghargai dan menghormati semua responden

tanpa membedakan latar belakang budaya maupun ekonomi responden.

3.11.6 Veracity

Kejujuran merupakan suatu dasar penelitian yang harus memiliki peneliti

untuk kemajuan ilmu pengetahuan, sehingga ilmu pengetahuan tersebut dapat

diterima dan tidak diragukan validitasnya (Sarosa, 2017). Pada penelitian ini,

peneliti melakukan penelitian dengan partisipan di Poliklinik Penyakit Dalam

RSUD Sayidiman Magetan dan menuliskan hasil penelitian berdasarkan temuan

yang ada dan disusun secara sistematis.

3.11.7 Confidentiality (kerahasiaan)

Prinsip memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi

maupun masalah-masalah (Hidayat, 2014). Peneliti menyimpan seluruh

dokumen hasil pengumpulan data berupa lembar persetujuan mengikuti


penelitian, biodata, hasil isi kuesioner dalam tempat khusus yang hanya bisa

diakses oleeh peneliti.

3.11.8 Informed Consent

Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

partisipan dengan memberikan lembar persetujuan yang diberikan sebelum

penelitian dilakukan dengan tujuan agar partisipan mengerti maksud dan tujuan

penelitian dan mengetahui dampaknya (Hidayat, 2014). Lembartersebut diberikan

sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk

menjadi responden. Tujuan Informed Consent adalah agar subjek mengerti

maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Setelah Informed Consent

ditandatangani peneliti memiliki tanggu jawab terhadap partisipan.

3.11.9 Inducement/bujukan

Bujukan merupakan penjelasan tentang intensif bagi subjek penelitian,

dapat berupa material seperti uang, hadiah, layanan gratis jika diperlukan, atau

lainnya berupa non material : uraian mengenai kompensasi atau penggantian yang

akan diberikan (dalam hal waktu, perjalanan, hari-hari yang hilang dari pekerjaan

dll). Insentif pada penelitian yang beresiko luka fisik, atau lebih berat, ternasuk

pemberian pengobatan bebas biaya termasuk asuransi, bahkan kompensasi jika

terjadi disabilitas bahkan kematian (KEPPKN, 2017). Pada penelitian ini, subjek

penelitian diberikan sebuah insentif berupa gelas kaca sebagai ucapan terima

kasih dan pengganti waktu yang diberikan kepada responden dan bisa bermanfaat

untuk partisipan.
3.12 Jadwal Penelitian

Belum Terjadwal
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA). (2011). Diagnosis and Classification of Diabetes


Mellitus. Diabetes Care.

Ali, Zaidin H. (2002). Dasar-Dasar Keperawatan Profesional. Jakarta: EGC.

Arikunto, S. (2010). Metode Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

________, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :


PT. Rineka Cipta.

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Bastable, Susan. (2002). Perawat Sebagai Pendidik: Prinsip-Prinsip Pengajaran


dan Pembelajaran. Jakarta : EGC.

Bilous & Richard Donelly. (2014). Buku Pegangan Diabetes Edisi ke 4. Jakarta: Bumi
Medika.

Bustan. (2015). Manajemen Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka


Cipta.

Edward, Z., Roza, R. L., Afriant, R. (2015). Faktor Risiko Terjadinya Ulkus Diabetikum
Pada Pasien Diabetes Mellitus Yang Dirawat Jalan dan Inap RSUP Dr. M.
Djamil Dan RSI Ibnu Sina Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, vol 4, No. 1.

Faradhita, Angun., Handayani, Dian., Kusumastuty, Inggita.(2014). Hubungan asupan


magnesium dan kadar glukosa darah puasa pasien rawat jalan diabetes mellitus
tipe 2. Indonesian Journal of Human Nutrition, vol. 1 No. 2: 71-88.

Hidayat, A. (2014). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta :
Salemba Medika.

___________. (2011). Metode penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.


Jakarta: Salemba Medika.

_______. (2007). Riset Keperawatan dan teknik penulisan ilmiah. Jakarta : Salemba
Medika.

Kusnanto. (2004). Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta:


EGC.
KEPPKN. (2017). Pedoman dan Standar Etik Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Nasional. Jakarta : Rineka Cipta.

Maryunani, Anik. (2013). Perawatan Luka (Modern Woundcare) . Jakarta: In Media

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

___________. (2010).Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nursalam. (2015). Manajemen Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

__________. (2008). Pendidikan Dalam Keperawatan. Jakarta: PT. Salemba Medika.

PERKENI. (2011). Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011.


Semarang: PB PERKENI.

_________. (2009).Pedoman penatalaksanaan kaki diabetik. Jakarta : PB PERKENI


divisi Metabolik endokrinologi departemen ilmu penyakit dalam FKUI.

Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan Jilid 1. Jakarta: EGC.

Riyadi S., dan Sukarmin. (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Eksokrin dan Endokrin pada Pankreas.Yogyakarta: Graha Ilmu.

Saad, A.,Z.,M., et.al. (2013). “Wound Bed Preparation for Chronic Diabetic Foot
Ulceers” : Departemen of Recontructive Sciences, Shcool of Medical Sciences,
University Sains Malaysia.

Sarosa, Samiaji. (2017). Penelitian kualitatif Dasar-Dasar. Jakarta : PT. Indeks.

Saryono. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan. Purwokerto : UPT.Percetakan da


Penerbitan UNSOED.

Setiadi. (2013). Konsep dan Praktek Penulisan Riset Keperawatan Ed 2. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Sherwood, L. (2012). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta : EGC.

Sudarma, M. (2008). Sosiologi Untuk Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika.

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kuatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Sujarweni, V. W. (2014). Metodologi penelitian keperawatan. Yogyakarta : Gava Media.

Susanto, Tantut. (2012). Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Jakarta: Trans Info.
Tarwoto, Dkk. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta:
Trans Info Medikal.

Waspadji S., (2009). Buku Ajar Penyakit Dalam: Komplikasi Kronik Diabestes,
Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan Strategi Pengelolaan, Jilid III, Edisi 4,
Jakarta: FK UI pp. 1923-24.

Anda mungkin juga menyukai