Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan


penanganan yang seksama. Jumlah penderita diabetes di Indonesia setiap tahun
meningkat. Menurut survei yang dilakukan WHO, Indonesia menempati urutan
ke-4 dengan jumlah penderita Diabetes Melitus (DM) terbesar di dunia setelah
India, Cina dan Amerika Serikat. Dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk,
diperkirakan pada tahun 2025 terdapat 12,4 juta pengidap diabetes. Sedangkan
dari data Departemen Kesehatan, jumlah pasien diabetes rawat inap maupun rawat
jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin.1

Perubahan pola makan menjurus ke sajian siap santap yang mengandung


lemak, protein, dan garam tinggi tapi rendah serat pangan (dietary fiber),
membawa konsekuensinya terhadap kesehatan adalah berkembangnya penyakit
degeneratif (jantung, diabetes melitus, aneka kanker, osteoporosis, dan
hipertensi).1

Prevalensi DM dari tahun ke tahun semakin meningkat terutama pada


kelompok yang berisiko tinggi untuk mengalami penyakit DM diantaranya yaitu
kelompok usia dewasa tua (>40 tahun), kegemukan, tekanan darah tinggi, riwayat
keluarga DM, dan dislipidemia. Pengobatan DM selain minum obat, juga harus
diet dan olahraga teratur. Jika masih dapat diatasi dengan diet rendah karbohidrat
dan olahraga, pasien sebisanya tidak memakai obat.2

Untuk mengurangi risiko kematian dan mengurangi biaya pengobatan


diabetes melitus, diperlukan tindakan pencegahan yang dapat dilakukan secara
primer maupun sekunder. Pencegahan primer merupakan semua aktivitas yang
ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang berisiko
untuk jadi diabetes atau pada populasi umum. Pencegahan sekunder merupakan

1
tindakan pencegahan terjadinya komplikasi akut maupun komplikasi jangka
panjang pada penderita DM. Pada pencegahan sekunder, penyuluhan kepada
pasien dan keluarganya tentang perilaku sehat dan berbagai hal mengenai
penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi DM sangat diperlukan.2,3

Diabetes melitus dan hipertensi adalah penyakit menahun yang cenderung


akan diderita seumur hidup, sehingga yang berperan dalam pengelolaannya tidak
hanya dokter, perawat dan ahli gizi, akan tetapi lebih penting lagi keikutsertaan
pasien sendiri dan keluarganya. Penyuluhan kepada pasien dan keluarganya akan
sangat membantu meningkatkan keikutsertaan mereka dalam usaha memperbaiki
hasil pengelolaan DM.3

1.2. Aspek Disiplin Ilmu Yang Terkait Dengan Pendekatan Diagnosis

Holistik pada Penderita Diabetes Melitus

Untuk pengendalian permasalahan Diebetes Melitus pada tingkat individu


dan masyarakat secara komprehentif dan holistik yang disesuaikan dengan
Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), maka mahasiswa program profesi
dokter Universitas Muslim Indonesia melakukan kegiatan kepanitraan klinik pada
bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas dilayanan primer
(Puskesmas) dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi yang dilandasi oleh
profesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan diri, serta
komunikasi efektif. Selain itu kompetensi mempunyai landasan berupa
pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan klinis,
dan pengelolaan masalah kesehatan.
Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.2.1. Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1) : untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian Diabetes Melitus secara
individual, masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai agama, etik
moral dan peraturan perundangan.
1.2.2. Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2) : Mahasiswa mampu
mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisis, psikis , sosial dan
budaya sendiri dalam penangan Diabetes Melitus, melakukan rujukan bagi

2
kasus Diabetes Melitus, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter
Indonesia yang berlaku serta mengembangkan pengetahuan.
1.2.3. Komunikasi efektif (Kompetensi 3) : Mahasiswa mampu melakukan
komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga,
masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian Diabetes Melitus.
1.2.4. Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4) : Mahasiswa mampu
memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan
dalam praktik kedokteran.
1.2.5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5) : Mahasiswa mampu
menyelesaikan masalah pengendalian Diabetes Melitus secara holistik dan
komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas
berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil yang
optimum.
1.2.6. Keterampilan Klinis (Kompetensi 6) : Mahasiswa mampu melakukan
prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah Diabetes Melitus dengan
menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan
keselamatan orang lain.
1.2.7. Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7) : Mahasiswa mampu
mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat
secara komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif dan
berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer

1.3. TUJUAN DAN MANFAAT STUDI KASUS


Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah menatalaksana
masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai individu yang utuh terdiri
dari unsur biopsikososial, serta penerapan prinsip pencegahan penyakit promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Proses pelayanan dokter keluarga dapat lebih
berkualitas bila didasarkan pada hasil penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence
based medicine).
1.3.1. Tujuan Umum:

3
Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah untuk dapat
menerapkan pelayanan dokter keluarga secara paripurna (komprehensif) dan
holistik, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), berbasis
evidence based medicine (EBM) pada pasien dengan mengidentifikasi faktor
risiko dan masalah klinis serta prinsip penatalaksanaan pasien Diabetes Mellitus
berdasarkan kerangka penyelesaian masalah pasien (problem oriented).
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan etika dalam
pengendalian Diabetes Mellitus secara individual, masyarakat maupun
pihak terkait.
b. Untuk melakukan pengendalian Diabetes Mellitus dan melakukan rujukan
bagi kasus Diabetes Mellitus, sesuai dengan standar kompetensi dokter
Indonesia yang berlaku.
c. Untuk melakukan komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada
level individu, keluarga, masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian
Diabetes Mellitus
d. Untuk memanfaatkan sumber informasi terkini dan melakukan kajian
ilmiah dari data di lapangan, untuk melakukan pengendalian Diabetes
Mellitus.
e. Untuk menggunakan landasan Ilmu Kedokteran Klinis dan Kesehatan
Masyarakat dalam melakukan upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif dalam pengendalian Diabetes Mellitus.
f. Untuk dapat menggunakan dan menjelaskan epidemiologi, transmisi dan
patogenesis Diabetes Mellitus.
g. Untuk melakukan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang, serta mengintepretasikan hasilnya dalam mendiagnosis
Diabetes Mellitus.
h. Untuk melakukan prosedur tatalaksana Diabetes Mellitus sesuai standar
kompetensi dokter Indonesia.
1.3.3. Manfaat Studi Kasus
1. Bagi Institusi pendidikan.
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus
sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.

4
2. Bagi Penderita (Pasien).
Menambah wawasan akan hipertensi yang meliputi proses penyakit dan
penanganan menyeluruh Diabetes Mellitus sehingga dapat memberikan
keyakinan untuk tetap berobat secara teratur.
3. Bagi tenaga kesehatan.
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah
daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di dalamnya
mengenai pendekatan diagnosis holistik penderita Diabetes Mellitus
4. Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)
Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka memperluas
wawasan dan pengetahuan mengenai evidenve based dan pendekatan
diagnosis holistik Diabetes Mellitus serta dalam hal penulisan studi kasus.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

5
Diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit atau gangguan kesehatan
yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula dalam darah. Tingginya kadar
gula karena kurang maksimalnya pemanfaatan gula oleh tubuh sebagai sumber
energy karena kurangnya hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas atau
tidak berfungsinya hormon insulin dalam menyerap gula secara maksimal.4

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, Diabetes Melitus


(DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya.5

2.2 KLASIFIKASI4
Klasifikasi Diabetes Melitus, yaitu:
1. Diabetes Melitus Tipe 1
DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat
kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering
kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar
penderita DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi
pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar
insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin
untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam
darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM
type II ini dengan obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM
setelah usia 30 tahun.
3. Diabetes Melitus Tipe lain
a. Defek genetik pada fungsi sel beta
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati

6
e. Diinduksi obat atau zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
4. DM Gestasional

2.3. EPIDEMIOLOGI
A. Distribusi dan Frekuensi

1) Orang

Berdasarkan kriteria American Diabetes Asociation tahun 2012 (ADA


2012), sekitar 10,2 juta orang di Amerika Serikat menderita DM. Sementara
itu, di Indonesia prevalensi DM sebesar 1,5-2,3% penduduk usia >15
tahun,bahkan di daerah Manado prevalensi DM sebesar 6,1%.3

2) Tempat dan Waktu

Prevalensi terjadinya DM di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6 %,


kecuali di dua tempat yaitu di Pekajangan, suatu desa dekat Semarang, 2,3
% dan di Manado 6%. Di Pekajangan prevalensinya sedikit tinggi,
dikarenakan di daerah tersebut banyak perkawinan antara kerabat.
Sedangkan di Manado, disimpulkan mungkin angka itu tinggi karena pada
studi itu populasinya terdiri dari dari orang-orang yang datang dengan
sukarela, jadi lebih selektif. Tetapi kalau dilihat dari segi geografi dan
budayanya yang dekat dengan Filipina, ada kemungkinan prevalensi di
Manado tinggi karena prevalensi di Filipina juga tinggi, yaitu sekitar 8,4%-
12% di daerah urban dan 3,85-9,7% di daerah rural. Penelitian terakhir
antara tahun 2006 dan 2011 di daerah Depok didapatkan prevalensi DM tipe
2 sebesar 14,7%, demikian juga di Makassar, prevalensi terakhir mencapai
12,5%.2

B. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi (Determinan)

a) Faktor Host

7
Pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 (DM tipe 2), etiologi pada
pasien dapat berupa kelainan familial yang diturunkan. Pasien dengan DM
memilki setidaknya 40% resiko terkena diabetes apabila memiliki saudara
kandung dengan diabetes, dan 33% untuk cucunya nanti.2

Beberapa gen telah diketahui berhubungan erat dengan kejadian DM tipe 2


dengan pola familial yang kuat. Kerusakan gen-gen tersebut menyebabkan
dua mekanisme utama dalam DM tipe 2, yaitu resistensi insulin dan sekresi
inadekuat insulin.4
Faktor resiko utama dalam perkembangan DM tipe 2 pada seseorang dapat:5
1. Umur lebih dari 45 tahun (walaupun sekarang sudah mulai mengalami
pergeseran, dimana usia lebih muda juga dapat mengalami DM tipe 2)
2. Berat badan lebih dari 120% berat badan ideal
3. Riwayat DM pada keluarga derajat pertama (orangtua atau saudara
kandung)
4. Riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT)
5. Hipertensi (>140/90 mmHg) atau dislipidemia (kolesterol HDL < 40
mg/dL atau kadar trigliserida > 150 mg/dL)
6. Riwayat diabetes gestasional atau melahirkan anak dengan berat badan
lahir lebih dari 4 kg
7. Sindrom kista ovarium.

b) Faktor Agent

Penyakit Diabetes Melitus diduga terjadi akibat penurunan produksi insulin

ataupun resistensi reseptor insuin yang ada pada sel. Namun sampai saat ini

etiologi dari penyakit Diabetes Melitus masih belum diketahui dengan jelas.3

c) Faktor Environment

Gaya hidup yang kebarat-baratan3:


1) Penghasilan per capita tinggi

8
2) Tersedianya banyak restoran makanan siap saji (Fast Food)
3) Teknologi canggih menimbulkan sedentary life, kurang gerakan badan

2.4 PATOGENESIS DIABETES MELITUS6

Mekanisme utama patofisiologi DM tipe 2 adalah terjadinya resistensi


insulin dan insufisiensi sekresi insulin. Resistensi insulin berhubungan erat
dengan kondisi obesitas, dimana obesitas akan menyebabkan peningkatan kadar
sitokin proinflamasi sistemik, menyebabkan sel-sel tidak peka terhadap insulin.
Mekanisme persisnya yang menyebabkan sitokin proinflamasi dapat
menyebabkan penurunan kepekaan sel terhadap insulin masih belum dapat
diketahui pasti).
Karena resistensi insulin, maka sel beta pankreas akan meningkatkan
produksi insulin untuk menyesuaikan keadaan glukosa darah dan kebutuhan
relatif sel akan insulin dimana kepekaannya telah berkurang. Oleh karena itu, pada
keadaan prediabetik, akan ditemukan keadaan hiperinsulinemia dengan kadar
glukosa darah yang masih normal. Namun kemampuan pankreas untuk
mempertahankan sekresi insulin yang tinggi tersebut terbatas, dan semakin lama
resistensi insulin yang semakin meningkat akan meningkatkan stres sel beta
pankreas memproduksi insulin, sehingga pelan-pelan sel-sel beta akan mengalami
kemunduran produksi insulin, dan terjadilah keadaan insufisiensi sekresi insulin.
Saat resistensi insulin dan insufisiensi sekresi insulin terjadi, maka
terjadilah keadaan diabetes. Gula darah akan meningkat, dan mekanisme lain
untuk mempertahankan kadar glukosa darah agar tetap dalam kadar normal
diambil alih oleh ginjal. Ginjal akan mengekskresikan glukosa, sehingga akan
timbul glikosuria. Kadar glukosa yang tinggi di urin inilah yang menjadi alasan
diabetes mellitus juga disebut penyakit kencing manis.
Glikosuria akan menyebabkan peningkatan tekanan osmotik urin. Hal ini
akan menyebabkan plasma darah yang melewati ginjal akan ditarik ke nefron
sehingga kadar air yang diekskresikan ginjal bertambah, menyebabkan poliuria.
Poliuria kemudian akan menyebabkan kadar cairan tubuh berkurang, sehingga

9
mekanisme fisiologis akan dehidrasi bekerja, menyebabkan rasa haus dan
polidipsia. Glikosuria menyebabkan sumber energi tubuh (glukosa) terbuang,
ditambah dengan ketidakmampuan relatif sel-sel tubuh mengonsumsi glukosa
karena resistensi insulin dan insufisiensi sekresi insulin, menyebabkan rasa lapar,
polifagia, mudah lelah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya pada pasien DM tipe 2. Oleh karena itu, poliuria, polidipsia, dan
polifagia adalah gejala klasik DM yang paling awal.
Ginjal tidak dapat menyekresikan glukosa hingga pada kadar yang normal,
sehingga walaupun sudah terjadi glikosuria dan poliuria, kadar glukosa darah
tetap tinggi. Kadar glukosa darah yang tinggi ini akan menyebabkan gangguan
metabolik dan penumpukan produk glukosa sistemik, yang terutama akan
menumpuk pada pembuluh darah dan neuron. Apabila keadaan hiperglikemia
tetap dibiarkan kronis, maka komplikasi metabolik akut, vaskular, dan neurologis
DM akan terjadi.

2.5. GEJALA KLINIS7


Penderita pada umumnya mengalami poliuria (banyak berkemih),
polidipsia (banyak minum), dan polifagia (banyak makan).
Penderita sering mengeluh lemah, kadang-kadang terasa kesemutan atau
rasa baal serta gatal yang kronis.
Penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan.
Selain itu penderita merasa sangat haus, kehilangan energy, rasa lemas dan
cepat lelah
Pada keadaan lanjut mungkin terjadi penurunan ketajaman penglihatan,

10
penyembuhan luka yang buruk,disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus
vulvae pada pasien wanita

2.6. DIAGNOSIS5
Diagnosis Diabetes Melitus (DM) ditegakkan atas dasar pemeriksaan
kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya
glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah
plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood) vena ataupun kapiler
tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik
yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.
Ada perbedaan antara uji diagnostik Diabetes Melitus (DM) dan
pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang
menunjukkan gejala atau tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring
bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang
mempunyai resiko DM. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian
pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan
diagnosis definitif.
Diagnosis klinis Diabetes Melitus (DM) umumnya akan dipikirkan bila
ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang
mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita.
Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal
satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak
ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa
darah abnormal. Diagnosis DM juga dapat ditegakkan melalui cara pada tabel

Tabel 1. Kriteria Diagnosis DM


1. Gejala klasik DM + Glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu

11
hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
2. Atau, gejala klasik DM + Glukosa plasma puasa 126 mg/dl (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang
setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

Cara Pelaksanaan TTGO (PERKENI) 2 :


3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat
cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti yang biasa
dilakukan
Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan,
minum air putih tanpa gula diperbolehkan
Diperiksa kadar glukosa darah puasa
Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB
(anak-anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 15
menit
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan
2 jam setelah minum larutan glukosa selesai
Diperiksa kadar glukosa darah dua jam sesudah beban glukosa
Selama proses pemeriksaan subyek yang dipeiksa tetap istirahat dan
tidak merokok

12
Pemeriksaan penyaringan8
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko
Diabetes Melitus (DM) namun tidak menunjukkan adanya gejala DM.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT (Toleransi
Glukosa Terganggu) maupun GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu), sehingga
dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga
disebut sebagai prediabetes, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua
keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit
kardiovaskular di kemudian hari.
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada semua individu dewasa dengan Indeks
Massa Tubuh (IMT) 25 Kg/m2 dengan faktor resiko lain sebagai berikut

13
1. Aktivitas fisik kurang
2. Riwayat keluarga mengidap DM pada turunan pertama (first degree relative)
3. Masuk kelompok etnik risiko tinggi (African American, Latino, Native
American, Asian American, Pasific Islander)
4. Wanita dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat > 4000 gram atau
riwayat DM gestasional (DMG)
5. Hipertensi (tekanan darah > 140/90 mmHg atau sedang dalam terapi obat anti
hipertensi).
6. Kolesterol HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL
7. Wanita dengan sindrim polikistik ovarium
8. Riwayat Toleransi glukosa terganggu (TGT) atau Glukosa darah puasa
terganggu (GDPT)
9. Keadaan lain yang berhubungan dengan resistensi insulin (obesitas, akantosis
nigrikans)
10. Riwayat penyakit kardiovaskular

Tabel 2.
Konsentrasi Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa
Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM (mg/dL)
Bukan Belum pasti DM
DM DM
Kadar glukosa darah Plasma < 110 110-199 > 200
sewaktu (mg/dl) vena
Darah < 90 90-199 > 200
kapiler
Kadar glukosa darah Plasma < 110 110-125 > 126
puasa (mg/dl) vena
Darah < 90 90-199 > 110

14
kapiler

Tabel 3.
Kriteria diagnostik diabetes melitus * dan gangguan toleransi glukosa
1. Konsentrasi glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200
mg/dl
2. Konsentrasi glukosa darah puasa > 126 mg/dL atau
3. Kadar glukosa plasma 200 mg/dl pada dua jam sesudah
beban glukosa 75 gram pada TTGO **
*
Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain,
kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik
berat, seperti ketoasidosis, gejala klasik : poliuri, polidipsi, polifagi dan berat
badan menurun cepat.
**
Cara Diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik, untuk
penelitian epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria
diagnostik kadar glukosa darah puasa dan dua jam pasca pembebanan. Untuk
DM gestasional juga dianjurkan kriteria diagnostik yang sama.

2.7. PENATALAKSANAAN

Karena banyaknya komplikasi kronik yang dapat terjadi pada DM tipe-2,


dan sebagian besar mengenai organ vital yang dapat fatal, maka tatalaksana DM
tipe-2 memerlukan terapi agresif untuk mencapai kendali glikemik dan kendali
factor risiko kardiovaskular. Dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM
tipe 2 di Indonesia 2011, penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik beratkan
pada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu: edukasi, terapi gizi medis, latihan
jasmani dan intervensi farmakologis. Berikut penatalaksanaan secara
nonfarmakologis:9
A. Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang
memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya edukasi
dilakukan secara komphrehensif dan berupaya meningkatkan motivasi pasien

15
untuk memiliki perilaku sehat. Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung
usaha pasien penyandang diabetes untuk mengerti perjalanan alami penyakitnya
dan pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/ komplikasi yang mungkin
timbul secara dini/ saat masih reversible, ketaatan perilaku pemantauan dan
pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan perilaku/kebiasaan kesehatan
yang diperlukan. Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa
mandiri, perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti merokok,
meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak.

B. Terapi Gizi Medis


Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang
seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu, dengan
memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan. Komposisi
makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%,
protein 10%-20%, Natrium kurang dari 3g, dan diet cukup serat sekitar 25g/hari.

C. Latihan Jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama
kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobic seperti
berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang. Latihan jasmani selain untuk
menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan
sensitifitas insulin.

D. Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan
pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologis terdiri dari
obat oral dan bentuk suntikan. Obat yang saat ini ada antara lain10:

1. Obat Hipoglikemik Oral (Oho)


Pemicu sekresi insulin:

16
a. Sulfonilurea
Efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas
Pilihan utama untuk pasien berat badan normal atau kurang
Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkanpada orang tua, gangguan faal hati
dan ginjal serta malnutrisi

b. Glinid
Terdiri dari repaglinid dan nateglinid
Cara kerja sama dengan sulfonilurea, namun lebih ditekankan pada sekresi
insulin fase pertama.
Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemia postprandial

Peningkat sensitivitas insulin:


a. Biguanid
Golongan biguanid yang paling banyak digunakan adalah Metformin.
Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja
insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin, dan menurunkan produksi
glukosa hati.
Metformin merupakan pilihan utama untuk penderita diabetes gemuk, disertai
dislipidemia, dan disertai resistensi insulin.

b. Tiazolidindionlerticle
Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa sehingga meningkatkan ambilan glukosa perifer.
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada gagal jantung karena meningkatkan
retensi cairan.

Penghambat glukoneogenesis:
Biguanid (Metformin).
Selain menurunkan resistensi insulin, Metformin juga mengurangi produksi
glukosa hati.

17
Metformin dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal dengan kreatinin
serum > 1,5 mg/dL, gangguan fungsi hati, serta pasien dengan kecenderungan
hipoksemia seperti pada sepsis
Metformin tidak mempunyai efek samping hipoglikemia seperti golongan
sulfonylurea.
Metformin mempunyai efek samping pada saluran cerna (mual) namun bisa
diatasi dengan pemberian sesudah makan.

Penghambat glukosidase alfa :


Acarbose
Bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus.
Acarbose juga tidak mempunyai efek samping hipoglikemia seperti golongan
sulfonilurea.
Acarbose mempunyai efek samping pada saluran cerna yaitu kembung dan
flatulens.
Penghambat dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) Glucagon-like peptide-1 (GLP-
1) merupakan suatu hormone peptide yang dihasilkan oleh sel L di mukosa
usus. Peptida ini disekresi bila ada makanan yang masuk. GLP-1 merupakan
perangsang kuat bagi insulin dan penghambat glukagon. Namun GLP-1
secara cepat diubah menjadi metabolit yang tidak aktif oleh enzim DPP-4.
Penghambat DPP-4 dapat meningkatkan penglepasan insulin dan
menghambat penglepasan glukagon.

2. Obat Suntikan
Insulin
a. Insulin kerja cepat
b. Insulin kerja pendek
c. Insulin kerja menengah
d. Insulin kerja panjang
e. Insulin campuran tetap
Agonis GLP-1/incretin mimetik

18
Bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin tanpa menimbulkan
hipoglikemia, dan menghambat penglepasan glukagon
Tidak meningkatkan berat badan seperti insulin dan sulfonilurea
Efek samping antara lain gangguan saluran cerna seperti mual muntah

Dengan memahami 4 pilar tata laksana DM tipe 2 ini, maka dapat


dipahami bahwa yang menjadi dasar utama adalah gaya hidup sehat (GHS).
Semua pengobatan DM tipe 2 diawali dengan GHS yang terdiri dari edukasi yang
terus menerus, mengikuti petunjuk pengaturan makan secara konsisten, dan
melakukan latihan jasmani secara teratur. Sebagian penderita DM tipe 2 dapat
terkendali kadar glukosa darahnya dengan menjalankan GHS ini. Bila dengan
GHS glukosa darah belum terkendali, maka diberikan monoterapi OHO.
Pemberian OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap
sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Pemberian OHO berbeda-beda
tergantung jenisnya. Sulfonilurea diberikan 15-30 menit sebelum makan. Glinid
diberikan sesaat sebelum makan. Metformin bias diberikan
sebelum/sesaat/sesudah makan. Acarbose diberikan bersama makan suapan
pertama. Tiazolidindion tidak bergantung pada jadwal makan, DPP-4 inhibitor
dapat diberikan saat makan atau sebelum makan.11
Bila dengan GHS dan monoterapi OHO glukosa darah belum terkendali
maka diberikan kombinasi 2 OHO. Untuk terapi kombinasi harus dipilih 2 OHO
yang cara kerja berbeda, misalnya golongan sulfonilurea dan metformin. Bila
dengan GHS dan kombinasi terapi 2 OHO glukosa darah belum terkendali maka
ada 2 pilihan yaitu yang pertama GHS dan kombinasi terapi 3 OHO atau GHS dan
kombinasi terapi 2 OHO bersama insulin basal. Yang dimaksud dengan insulin
basal adalah insulin kerja menengah atau kerja panjang, yang diberikan malam
hari menjelang tidur. Bila dengan cara diatas glukosa darah terap tidak terkendali
maka pemberian OHO dihentikan, dan terapi beralih kepada insulin intensif. Pada
terapi insulin ini diberikan kombinasi insulin basal untuk mengendalikan glukosa
darah puasa, dan insulin kerja cepat atau kerja pendek untuk mengendalikan
glukosa darah prandial. Kombinasi insulin basal dan prandial ini berbentuk basal

19
bolus yang terdiri dari 1 x basal dan 3 x prandial.. Tes hemoglobin terglikosilasi
(disingkat A1c), merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan
terapi 8-12 minggu sebelumnya. Pemeriksaan ini dianjurkan setiap 3 bulan, atau
minimal 2 kali setahun.11

2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi pada diabetes mellitus terbagi menjadi dua, komplikasi metabolik
akut dan komplikasi jangka panjang.12,13,14
A. Komplikasi Metabolik Akut
1. Ketoasidosis Diabetik (KAD)
2. Hyperglicemic Hyperosmolar State (HHS)
3. Hipoglikemia
B. Komplikasi Jangka Panjang
1. Lesi Mikrovaskular
a. Retinopati Diabetik
b. Nefropati Diabetik
2. Lesi Makrovaskular

Penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskular, ulkus diabetikum.


3. Neuropati diabetik
4. Katarak Diabetik
C. Kerentanan Infeksi

UPAYA PENCEGAHAN TERJADINYA KOMPLIKASI KRONIK DM10


Pengendalian kadar glukosa darah
Tekanan darah
Pengendalian lipid
Pola hidup sehat
Perencanaan makan.

2.9 PENCEGAHAN15
Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang
memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi
untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Materi

20
penyuluhan meliputi program penurunan berat badan, diet sehat, latihan
jasmani dan menghentikan kebiasaan merokok. Perencanaan kebijakan
kesehatan ini tentunya diharapkan memahami dampak sosio-ekonomi
penyakit ini, pentingnya menyediakan fasilitas yang memadai dalam upaya
pencegahan primer6.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat
dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi
dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Penyulihan ditujukan
terutama bagi pasien baru, yang dilakukan sejak pertemuan pertama dan
selalu diulang pada setiap pertemuan berikutnya. Pemberian antiplatelet
dapat menurunkan resiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada
penyandang Diabetes.

Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang
telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan
lebih menlanjut. Pada pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan
kepada pasien dan juga kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang
dapat dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Upaya
rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan
menetap, misalnya pemberian aspirin dosis rendah 80-325 mg/hari untuk
mengurangi dampak mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar para ahli
di berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular,
radiologi, rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll sangat diperlukan untuk
menunjang keberhasilan pencegahan tersier.

21
`

BAB III
METODOLOGI STUDI KASUS

3.1 Jenis Studi Kasus

Studi kasus ini menggunakan desain studi Kohort untuk mempelajari


hubungan antara faktor risiko dan efek (penyakit atau masalah kesehatan), dengan
memilih kelompok studi berdasarkan perbedaan faktor risiko. Kemudian
mengikuti sepanjang periode waktu tertentu untuk melihat berapa banyak subjek
dalam masing-masing kelompok yang mengalami efek penyakit atau masalah
kesehatan untuk melakukan penerapan pelayanan dokter layanan primer secara
paripurna dan holistik terutama tentang penatalaksanaan penderita Diabetes
Melitus dengan pendekatan kedokteran keluarga di Puskesmas Cendrawasih pada
tahun 2016.

22
3.2 Lokasi dan Waktu Studi Kasus

3.2.1 Waktu Studi Kasus


Studi kasus dilakukan pertama kali saat penderita datang berobat di
puskesmas Cendrawsih pada tanggal 30 Maret 2016. Selanjutnya dilakukan home
visit untuk mengetahui secara holistik keadaan dari penderita.

3.2.2 Lokasi Studi Kasus


Studi kasus bertempat di Puskesmas Cendrawasih Kota Makassar

3.3 Gambaran Umum Lokasi Studi Kasus

3.3.1 Keadaan Geografis


Puskesmas Cendrawasih merupakan satu dari 46 puskesmas di Kota
Makassar yang, terletak di Kecamatan Mamajang. Puskesmas Cendrawasih
awalnya adalah Puskesmas Pembantu dari Puskesmas Mamajang. Tapi sejak tahun
1984 telah berdiri sendiri sebagai Puskesmas Non Perawatan yang berlokasi di
Jalan Cendrawasih No.404 Kelurahan Sambung Jawa, Kecamatan Mamajang
Kota Makassar. Dengan Wilayah kerja Puskesmas Cendrawasih terdiri atas 7
(Tujuh) Kelurahan, 35 RW dan 182 RT dengan luas wilayah 1.020 Km2, dengan
batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Bontorannu
b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Maccini Sombala
c. Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Jongaya
d. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Maccini Sombala

3.3.2 Keadaan Demografis


Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Cendrawasih Tahun 2015
berdasarkan data Pemerintah Kecamatan Mamajang tercatat sejumlah 39.239
jiwa, terdiri dari 19.157 penduduk laki-laki dan 20.082 penduduk perempuan,
dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 7556 KK. Jadi, dalam setiap
keluarga rata-rata terdapat 3 - 4 jiwa.

23
3.3.3 Visi dan Misi Puskesmas Cendrawasih
1. Visi

Dalam menetapkan visinya Puskesmas Cendrawasih berpedoman dan


memperhatikan Visi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yaitu
Masyarakat Sehat, Mandiri, dan Berkeadilan serta Visi Dinas Kesehatan
Kota Makassar yaitu Makassar Sehat Menuju Kota Dunia. Bahwa sebagai
upaya penjabaran Visi Kementerian Kesehatan RI dan Visi Dinas Kesehatan
Kota Makassar, maka Visi Puskesmas Cendrawasih adalah: MENJADIKAN
MASYARAKAT WILAYAH KERJA PUSKESMAS CENDRAWASIH HIDUP
SEHAT

2. Misi

Demi terwujudnya masyarakat dalam wilayah Puskesmas Cendrawasih hidup


sehat yang merupakan bagian tercapainya Makassar Sehat Menuju Kota Dunia
harus ditunjang Misi Puskesmas yang dapat diukur serta tidak terpisahkan dari
Visi Puskesmas.

Berdasarkan hal tersebut Puskesmas Cendrawasih mempunyai Misi sebagai


berikut:

a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkualitas, merata dan


terjangkau.

b. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat


beserta lingkungannya.

c. Mendorong pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan paradigma sehat


serta terciptanya kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.

d. Peningkatan kerjasama Lintas Sektor dan Lintas Program.

e. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.

f. Mendorong kemandirian Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat


(UKBM).

24
3.3.4 10 Penyakit Utama Penyebab Kematian Terbanyak di Indonesia
Setiap tahunnya, jutaan manusia meninggal karena banyak hal. Salah satunya
adalah penyakit yang diderita. Berikut ini, Data Departemen Kesehatan RI
menunjukkan peningkatan jumlah penderita 10 penyakit utama yang
menyebabkan kematian terbanyak di Indonesia, yaitu :
1. Jantung Koroner
Jantung Koroner adalah satu dari 10 Penyakit Terbanyak di Indonesia
yang menyebabkan kematian. Penderita umumnya mengalami nyeri dada,
gagal jantung, hingga serangan jantung karena jantung gagal memompa
darah.
2. Tuberkolosis (TBC)
10 Penyakit Terbanyak di Indonesia yaitu TBC. Ya, Indonesia termasuk
peringkat ketiga terburuk di dunia untuk jumlah penderita TBC. Terapi
pengobatan TBC selama 6 bulan tanpa putus efektif menghindarkan
penderita dari kematian.
3. Diabetes Mellitus (Kencing Manis)
Penyakit gangguan metabolisme karena terganggunya produksi Insulin dan
tingginya kandungan gula darah. Diabetes dapat menyebabkan kematian
dengan berbagai komplikasi yang dibutuhkan.
4. Hipertensi/Tekanan Darah Tinggi
Penyakit ini disebabkan oleh konsumsi makanan berlemak/berkolesterol
tinggi berlebihan serta kurangnya aktivitas fisik/olahraga. Hipertensi
membahayakan karena menyebabkan stroke, gagal jantung, serangan
jantung.
5. Stroke
Di Indonesia diperkirakan ada 300.000 kasus Stroke setiap tahunnya.
Sayangnya, pasien sering datang ke rumah sakit sudah dengan tingkat
keparahan tinggi sehingga terlambat ditangani.
6. Kanker
Beberapa dekade yang lalu, jumlah penderita kanker tidaklah sebanyak
pada dekade ini. Penyakit ini semakin menggejala karena faktor

25
meningkatnya konsumsi makanan cepat saji, polusi udara, tingkat stres
tinggi.
7. Penyakit Paru Kronis
Tingginya angka penderita penyakit ini terjadi karena kondisi lingkungan
yang buruk terutama di kawasan industri/perkotaan padat penduduk serta
kebiasaan merokok masyarakat Indonesia.
8. Diare
Separuh penduduk Indonesia masih tinggal di kawasan kumuh dan tidak
memiliki sanitasi yang baik. Sayangnya, penanganan Diare sering tidak
serius sehingga banyak menyebabkan kematian pada anak dan balita.
9. Infeksi Saluran Pernafasan/Pneumonia
Iklim tropis dengan kelembaban tinggi diduga menjadi penyebab
banyaknya penyakit ini di Indonesia yang banyak menyerang anak dan balita
di daerah dataran tinggi/pegunungan.

10. HIV/AIDS
Penggunaan jarum suntik bersama-sama, transfusi darah, dan hubungan
seksual tanpa pengaman meningkatkan angka penderita penyakit ini setiap
tahun. Karena itu, Pendidikan Kesehatan Reproduksi/Penanggulangan
HIV/AIDS harus terus dilakukan.

10 Penyakit diatas umumnya disebabkan oleh kebiasaan gaya hidup yang


tidak sehat, dan kurangnya tindakan pencegahan penyakit secara dini yaitu check-
up kesehatan secara rutin. Apalagi 10 penyakit ini sebagian besar termasuk
golongan penyakit kronik
Adapun 10 (sepuluh) jenis penyakit penyebab utama kematian di Kota
Makassar tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut :

26
Tabel 10 jenis penyakit utama penyebab kematian

3.3.5 Organisasi Puskesmas Cendrawasih


a. Sarana Kesehatan

Sarana kesehatan milik Pemerintah, Swasta dan partisipasi masyarakat


yang terdapat dalam wilayah kerja Puskesmas Cendrawasih turut berperan dalam
peningkatan status derajat kesehatan masyarakat dalam wilayah kerja Puskesmas
Cendrawasih.
Jenis sarana kesehatan yang terdapat diwilayah kerja Puskesmas
Cendrawasih tahun 2015 terdiri dari :
a. Puskesmas : 1 buah
b. Puskesmas Pembantu : 1 buah
c. Pos Kesehatan Kelurahan : 2 buah
d. Dokter Praktek : 18 orang
e. Praktek pengobatan tradisional : 3 Orang
f. Bidan Praktek Swasta ( BPS ) : 5 orang
g. Apotik : 13 buah
h. Posyandu : 40 buah

1. Tenaga Kesehatan

Jumlah tenaga kesehatan yang terdapat di Puskesmas Cendrawasih tahun 2015


sebanyak 30 orang dengan berbagai spesifikasi, yang terdiri dari:
a. Dokter Umum : 3 orang
b. Dokter Gigi : 2 orang
c. Perawat : 9 orang
d. Bidan : 6 orang

27
e. Sanitarian : 2 orang
f. Nutrisionis : 2 orang
g. Pranata Laboratorium : 1 orang
h. Apoteker : - orang
i. Asisten Apoteker : 1 orang
j. Perawat Gigi : 1 orang
k. Rekam Medik : 3 orang
l. S-1 Kesehatan Masyarakat : - orang
Jumlah personil yang ada di Puskesmas Cendrawasih pada tahun 2015 sebanyak
36 orang yang terdiri dari 29 orang PNS dan 7 orang pegawai tidak tetap.

b. Struktur Organisasi

Struktur Organisasi Puskesmas Cendrawasih berdasarkan Surat Keputusan


Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar terdiri atas:
Kepala Puskesmas
Kepala Subag Tata Usaha
Unit Pelayanan Teknis Fungsional Puskesmas
- Unit Kesehatan Masyarakat
- Unit Kesehatan Perorangan
Unit Jaringan Pelayanan Puskesmas
- Unit Puskesmas Pembantu ( Pustu )
- Unit Puskesmas Keliling ( Puskel )
- Unit Bidan Komunitas

3.3.6 Alur Pelayanan Puskesmas Cendrawasih

28
Berikut adalah alur pelayanan rawat jalan di Puskesmas Cendrawasih :
Pasien datang

Pengambilan Kartu

Pemeriksaan
Dengan tindakan
Penunjang Poliklinik Umum
Poliklinik Gigi
Laboratorium KIA/KB Kamar Tindakan

Apotek/Kamar Obat

Pasien pulang

3.4 Pengumpulan data /informasi

Semua yang berkaitan dengan penyakit atau permasalahan kesehatan


penderita informasinya dikumpulkan dengan melakukan komunikasi personal
dengan pasien dan atau keluarganya dan analisis data.

3.5 Cara Pengumpulan data/informasi

Dilakukan dengan komunikasi personal dengan pasien/keluarganya secara


langsung dengan menggunakan pertanyaan what, why, who, where, when dan
how.
BAB IV

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

a. No. Register : UD 1479


b. Nama : Tn. KM
c. Umur : 78 tahun
d. Jenis kelamin : Laki-laki
e. Status Perrnikahan : Sudah menikah
f. Pekerjaan : Pensiunan

29
g. Bangsa/suku : Makassar
h. Agama : Islam
i. Alamat : Kelurahan Baji Mapakasungu Lr.2

j. Tanggal Pemeriksaan :30-03-2016 di ruang Poli Umum Puskesmas


Cendrawasih
B. ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)

1. Keluhan Utama

Lemas sejak 2 hari yang lalu

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Tn. KM Laki-laki 78 tahun, seorang kepala keluarga dengan tiga


orang anak, yang berdomisili di kelurahan Baji Mapakasungu datang ke
Puskesmas Cendrawasih pada tanggal 30 Maret 2016 dengan keluhan
badan terasa lemas dan kepala pening. Keluhan tersebut dirasakannya
sejak 2 hari yang lalu. Kunjungannya ke Puskesmas Cendrawasih kali ini
adalah kunjungan yang kesekian kalinya dalam hal pengobatan rutin
penyakit kencing manisnya (Diabetes Melitus).

Pertama kali diketahui bahwa pasien mengalami Diabetes Melitus


adalah 9 tahun yang lalu. Saat itu pasien mengaku badan terasa lemas
walaupun banyak makan, banyak minum, banyak kencing, dan berat
badannya dirasakan turun. Kemudian pasien datang ke Puskesmas untuk
memeriksakan diri dan oleh dokter yang memeriksa disarankan untuk
periksa kadar gula darahnya. Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan
kadar Glukosa Darah Sewaktunya adalah 275 mg/dl dan diberikan
pengobatan untuk menurunkan kadar gula darahnya. Lalu pasien
disarankan untuk mengubah pola makan dan gaya hidup serta selalu cek
gula darah dan kontrol berobat setiap bulannya. Tetapi pasien tidak
melakukannya, pasien mengatakan hanya berobat jika badannya mulai
terasa lemas dan mulai mengganggu aktivitas kerjanya. Terakhir kali
pasien kontrol penyakitnya sekitar tiga bulan yang lalu. Di keluarga

30
pasien ada yang menderita kencing manis yaitu ibu pasien menderita
Diabetes Melitus.

3. Riwayat Penyakit Sebelumnya

a. Riwayat sakit yang serupa : Dilami sejak 9 tahun yang lalu


b. Riwayat penyakit jantung : disangkal
c. Riwayat hipertensi : disangkal
d. Riwayat diabetes melitus : disangkal
e. Riwayat gastritis : Ada
f. Riwayat trauma : disangkal
g. Riwayat alergi : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


1. Riwayat hipertensi : disangkal
2. Riwayat diabetes : Ada pada ibu kandung Pasien
3. Riwayat alergi : disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIS

Tinggi Badan : 167 cm

Berat Badan : 60 kg

IMT = 21,5 ( Normoweihgt )

1) Tanda Vital :

Tekanan Darah : 130/70 mmHg

Nadi : 84 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 36,5 oC

2) Pemeriksaan fisis

a. Kepala

31
Ekspresi : Biasa

Simetris muka : Simetris ki=ka

Rambut : Hitam, sulit dicabut

b. Mata

Eksoptalmus atau enoptalmus : (-)

Tekanan bola mata : Tidak dilakukan pemeriksaan

Kelopak mata : Dalam batas normal

Konjungtiva : Anemi (-)

Kornea : Jernih

Sklera : Ikterus (-)

Pupil : Isokor 2,5 mm

c. Telinga

Tophi : (-)

Pendengaran : Dalam batas normal

Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)

d. Hidung

Perdarahan : (-)

Sekret : (-)

e. Mulut

Bibir : Kering (-)

Gigi geligi: Karies (-)

Gusi : Perdarahan (-)

Tonsil : Hiperemis (-)

32
Lidah : Kotor (-)

f. Leher

Kelenjar getah bening : MT (-), NT (-)

Kelenjar gondok : MT (-), NT (-)

DVS : R-2 cmH2O

Kaku kuduk : (-)

Tumor : (-)

g. Dada

Inspeksi : Simetris ki=ka

Bentuk : Normochest

Pembuluh darah : Bruit (-)

Buah dada : Tidak ada kelainan

Sela iga : Tidak ada pelebaran

h. Thorax

Palpasi : Fremitus Raba : Ki=Ka

Nyeri tekan: (-)

Perkusi: Paru kiri : Sonor

Paru kanan : Sonor

Batas paru hepar : ICS VI Dextra Anterior

Batas paru belakang kanan : V Th IX Dextra Posterior

Batas paru belakang kiri : V Th X Sinistra Posterior

Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikuler

Bunyi tambahan : Rh -/- Wh -/-

33
i. Punggung

Inpeksi : skoliosis (-), kifosis (-)

Palpasi : MT (-), NT (-)

Nyeri ketok : (-)

Auskultasi : Rh -/- Wh -/-

j. Cor

Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal

Auskultasi : BJ I/II murni regular

Bunyi tambahan : Bising (-)

k. Abdomen

Inspeksi : Datar, ikut gerak napas

Palpasi : MT (-), NT (-) daerah epigastrium

Hati : Tidak teraba

Limpa : Tidak teraba

Ginjal : Ballotement (-)

Lain-lain : (-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal

l. Alat Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan


m. Anus dan rectum : Tidak dilakukan pemeriksaan
n. Ekstremitas

Edema : (-)

34
Kulit : Peteki (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Gula Darah Awal:

Gula Darah Puasa ( Tanggal 30 Maret 2016 ) : 147 mg/dl

Pemeriksaan Follow Up Gula Darah setelah mendapatkan pengobatan :

Gula Darah Puasa ( Tanggal 6 April 2016 ) : 98 mg/dl

( Gejala klinis sudah menghilang )

E. LATAR BELAKANG SOSIAL EKONOMI DEMOGRAFI-


LINGKUNGAN KELUARGA
1. Riwayat Sosial dan Exposure
i. Community
Pasien dalam kesehariannya tinggal bersama istri dan satu orang
anak Rumah pasien berada di perkotaan dan merupakan lokasi yang
padat penduduk. Jarak antara rumah satu dengan yang lainnya
berdekatan tidak ada jarak. Bagian depan rumah pasien merupakan
jalan kecil yang dilalui oleh banyak kendaraan.

ii. Home
Pasien tinggal di sebuah rumah permanen dengan jumlah
penghuni oleh 3 orang penghuni, yakni pasien, istri dan satu orang
anak. Dinding rumah terbuat dari tembok, lantai terbuat dari
keramik. Terdapat jendela namun jarang dibuka sehingga
pencahayaan di rumah kurang. Ventilasi udara >10 % luas lantai.
Dalam rumah terdapat 5 ruangan, yaitu 1 ruang tamu dan keluarga, 2
kamar tidur, 1 kamar mandi, 1 dapur dan ruang makan. Sumber air

35
bersih yang digunakan pasien untuk kebutuhan sehari-hari berasal
dari sumur yang sudah terhubung mesin pompa.

iii. Personal habbit


Pasien memiliki kebiasaan makan. Pasien makan masakan
istrinya dan memiliki kebiasaan olahraga teratur berupa berjalan-
jalan di pagi hari setelah sholat subuh 3x seminggu.

iv. Diet
Pasien makan tidak teratur, 2-3 kali dalam sehari. Pasien
makan di rumah dengan masakan di rumah atau membeli dengan
sayur-mayur, lauk-pauk berupa tahu, tempe, dan terkadang telur,
ikan, atau ayam. Pasien rutin mengkonsumsi air putih sebanyak 8-10
gelas per hari.

v. Drug
Pasien tidak memiliki alergi obat. Pasien. Pasien
mengkonsumsi obat penurun gula darah yang diberikan puskesmas
yang lalu.
2. Riwayat Psikologi
Pasien mendapat kasih sayang dan perhatian yang besar dari
keluarganya. Istri dan anak pasien selalu merawat dan menjaga pasien
ketika pasien sakit.
3. Riwayat Ekonomi
Pasien dirawat oleh keluarga dengan status ekonomi menengah ke
atas. Pasien merupakan pensiunan yang berpenghasilan.
4. Riwayat Demografi
Hubungan antara pasien dengan keluarganya harmonis. Hal tersebut
dapat dilihat dari keluarga pasien yang selalu menemani dan merawat
pasien saat datang berobat.
5. Riwayat Sosial

36
Penyakit yang diderita pasien mengganggu aktivitas pasien dan
keluarganya karena sakit pasien perlu istirahat.
6. Genogram
7.

Tn. KM Ny. S

Keterangan :

: Laki-laki : Meninggal

Perempuan : Pasien DM

F. DIAGNOSA HOLISTIK

1. Aspek personal

Tn KM 78 tahun hidup dalam satu keluarga yang terdiri dari pasien,

istri dan ketiga orang anaknya sehingga bentuk keluarga nuclear family.

Tn. KM menderita Diabetes Melitus.

a) Idea : pasien berpikir bahwa dengan berobat penyakitnya

yang diderita pasien bisa sembuh.

b) Concern : pasien merasa karena penyakit tersebut, pasien menjadi

tidak bisa beraktivitas seperti biasa.

37
c) Expectacy : pasien mempunyai harapan penyakitnya segera

sembuh agar dapat kembali dalam keadaan seperti biasa.

d) Anxiety : pasien khawatir jika penyakitnya menjadi lebih parah

2. Aspek klinis

Diagnosis kerja : Diabetes Melitus Tipe 2

Diagnosis diferensial : Myalgia, Tension type Headache

3. Aspek faktor intrinsik

Keluarga pasien ada yang memiliki riwayat diabetes mellitus, yaitu

Ibu kandung pasien. Pasien sering lupa untuk minum obat dan tidak teratur

untuk kontrol gula darahnya. Pasien juga masih sulit mengontrol dan

membantasi mengkonsumsi makan-makanan dengan kadar gula tinggi

(tidak menjaga pola makan sesuai diet penderita diabetes mellitus).

4. Aspek faktor ekstrinsik

Aspek faktor risiko eksternal individu meliputi :

a. Lingkungan sekitar rumah pasien dengan kepadatan penduduk yang

cukup padat sehingga pergerakan menjadi sempit dan lahan untuk

berolahraga kurang.

b. Ventilasi dan jendela rumah yang masih kurang sehingga

pencahayaan dan pertukaran udara menjadi kurang

c. Perilaku keluarga dalam menyediakan makanan yang tidak sesuai

dengan diet penderita diabetes mellitus

38
5. Aspek Skala Penilaian Fungsi Sosial

Pasien mempunyai aspek skala penilaian 3, pasien dapat merawat

diri dan melakukan pekerjaan ringan.

G. PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF

1. Personal care
a. Initial Plain
Usulan Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu, Gula Darah Puasa dan Gula
Darah 2 jam post prandial
Pemeriksaan HbA1C
b. Non Medikamentosa
Istirahat tirah baring dan mengatur tahapan mobilisasi
Pengaturan cara dan pola makan berupa makanan bergizi dan
seimbang.
Diet tinggi protein, rendah karbohidrat, rendah lemak dan
tinggi serat
c. Medikamentosa
Metformin 500 mg 3x1 sehari
Vit. B comp 2x1
d. KIE (Konseling, Informasi, dan Edukasi)
Edukasi untuk minum obat secara teratur
Penjelasan keluarga pasien tentang penyakit diabetes melitus
serta pencegahan komplikasi.
Mulai membiasakan diri tidak memakan makanan tinggi
karbohidrat dan tinggi lemak
Tanda-tanda kegawatan atau muncul komplikasi dari diabetes
mellitus segera bawa pasien ke rumah sakit
Olahraga teratur

39
Kontrol setiap bulan kepuskesmas untuk cek gula darah
e. Monitoring
Pasien secara rutin memeriksakan dirinya ke pelayanan
kesehatan 1 minggu setelah keluhannya berangsur pulih untuk
memantau gula darah dan keefektifan pengobatan.
2. Family Focus
a. Memberikan pengatahuan kepada keluarga pasien tentang
pencegahan terjadinya komplikasi Diabetes Melitus.
b. Meningkatkan imunitas pasien dengan makan makanan bergizi
dan seimbang.
c. Pasien mendapatkan dukungan psikologis dari keluarga

3. Community Focus
a. Pasien juga mendapatkan dukungan psikologis dari dokter dan
tenaga medis lainnya
b. Menjaga gaya hidup sehat di lingkungan tempat tinggal oleh
seluruh warga desa tempat pasien tinggal

H. PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam

Ad fungsionam : ad bonam

Ad sanationam : ad bonam

40
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari kegiatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa


1. Telah ditegakkan diagnosis DM tipe II pada Tn. KM 28 tahun atas dasar
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang serta telah
ditatalaksana dengan pemberian terapi medikamentosa, edukasi, dan motivasi
untuk melakukan terapi nonfarmakologis.
2. Pasien dan keluarganya telah mengetahui bahwa resiko komplikasi dan
kematian akibat DM dapat diturunkan dengan melakukan pengelolaan yang
baik terhadap penyakit DM itu sendiri.
3. Pasien sudah mencoba menerapkan pola makan sesuai dengan terapi gizi
medis pasien DM namun belum sepenuhnya dan pasien juga telah melakukan
latihan jasmani berupa jalan biasa pada pagi hati selama 30 menit minimal
3x seminggu.
4. Keluarga telah ikut berperan serta dalam upaya pengelolaan penyakit DM.

41
5. Keluarga telah mengetahui pentingnya memiliki dana khusus untuk kesehatan
dan memiliki keinginan untuk dapat menyediakan alokasi dana khusus untuk
kesehatan.

B. SARAN
Untuk Pasien dan Keluarganya
Perlu meningkatkan pengetahuan/wawasan mengenai penyakit DM dan
komplikasinya sehingga dapat melakukan pengelolaan dengan baik
Perlu meningkatkan kesadaran dan tekad untuk melakukan pengelolaan
penyakit DM dengan sepenuhnya sehingga tujuan dari pengelolaan itu
sendiri dapat tercapai.
Tetap mempertahankan kebiasaan minum obat teratur setiap hari dan rutin
kontrol ke pelayanan kesehatan
Keluarga perlu mengoptimalkan kerjasama antar anggota keluarga untuk
meningkatkan kesehatan keluarga.

Untuk Pembina Selanjutnya


Pemantauan dan re-evaluasi pola hidup pasien
Anamnesis keluhan, pemeriksaan tekanan darah dan glukosa darah pasien
Perlu pembinaan lebih lanjut pada pasien dan keluarga mengenai perilaku
sehat berhubungan dengan pengelolaan penyakit DM

Untuk Pelaksana Pelayanan Kesehatan


Perlunya pelayanan kesehatan yang lebih menyeluruh, komprehensif,
terpadu dan berkesinambungan
Adanya sistem pemantauan dan pembahasan di fasilitas kesehatan secara
periodik mengenai kasus yang dibina, bagi kesinambungan pelayanan dan
pemantauan.
Perlu ditingkatkan usaha promosi kesehatan kepada masyarakat.baik
mengenai pencegahan primer maupun sekunder terhadap penyakit DM

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Scobie I.N. Atlas of diabetes mellitus. 3rd. ed. Healthcare: Informa UK,
England. 2007
2. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe
2 di Indonesia. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
Jakarta. 2011/
3. Nainggolan, O. d.k.k. Determinan Diabetes Melitus. Jakarta : Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan. 2013
4. Sudoyo Aru.W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed IV, jl III. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2006
5. Foster DW. Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu
penyakit dalam. Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000;
6. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes
mellitus. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses Edisi 6. Jakarta;2014;
7. Ndraha, S. Diabetes Melitus Tipe II dan Tatalaksana Terkini. Jakarta :
Medicinus. 2014.
8. Arifin, A.L. Panduan Terapi Diabetes Melitus Tipe II terkini. Bandung :
Fakultas Kedokteran UNPAD. 2013

43
9. Haeria. Pelayanan Kefarmasian Dalam Penatalaksanaan Diabetes
Melitus. Makassar : Jurnal Kesehatan. 2009.

10. Suyono S. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Penerbit Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2007;
11. Pedoman Pengobatan Dasar Puskesmas. Diabetes Melitus. Jakarta;
Departemen kesehatan R.I. 2007.
12. Casqueiro J, Casqueiro J, Alves C. Infection in patients with diabetes
mellitus: a review of pathogenesis. Indian J Endocr Metab 2012;
13. Quan, Diana. 2014. Diabetic Neuropathy. Diunduh di
www.emedicine.medscape.com
14. Bhavsar, Abdhish R. 2014. Diabetic Retinopathy. Diunduh di
www.emedicine.medscape.com
15. Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes : mekanisme terjadinya, diagnosis
dan strategi pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta :
balai penerbit FKUI, 2006;

44
LAMPIRAN

Deman rumah kediaman Tn. KM

45
Ruang tamu

46
Kamar tidur 1

Kamar tidur 2

47
Dapur

48
Ruang makan

49
Kamar mandi

Halaman samping

50
PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 2

51
52
53

Anda mungkin juga menyukai