PENDAHULUAN
1
tindakan pencegahan terjadinya komplikasi akut maupun komplikasi jangka
panjang pada penderita DM. Pada pencegahan sekunder, penyuluhan kepada
pasien dan keluarganya tentang perilaku sehat dan berbagai hal mengenai
penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi DM sangat diperlukan.2,3
2
kasus Diabetes Melitus, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter
Indonesia yang berlaku serta mengembangkan pengetahuan.
1.2.3. Komunikasi efektif (Kompetensi 3) : Mahasiswa mampu melakukan
komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga,
masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian Diabetes Melitus.
1.2.4. Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4) : Mahasiswa mampu
memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan
dalam praktik kedokteran.
1.2.5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5) : Mahasiswa mampu
menyelesaikan masalah pengendalian Diabetes Melitus secara holistik dan
komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas
berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil yang
optimum.
1.2.6. Keterampilan Klinis (Kompetensi 6) : Mahasiswa mampu melakukan
prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah Diabetes Melitus dengan
menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan
keselamatan orang lain.
1.2.7. Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7) : Mahasiswa mampu
mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat
secara komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif dan
berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer
3
Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah untuk dapat
menerapkan pelayanan dokter keluarga secara paripurna (komprehensif) dan
holistik, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), berbasis
evidence based medicine (EBM) pada pasien dengan mengidentifikasi faktor
risiko dan masalah klinis serta prinsip penatalaksanaan pasien Diabetes Mellitus
berdasarkan kerangka penyelesaian masalah pasien (problem oriented).
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan etika dalam
pengendalian Diabetes Mellitus secara individual, masyarakat maupun
pihak terkait.
b. Untuk melakukan pengendalian Diabetes Mellitus dan melakukan rujukan
bagi kasus Diabetes Mellitus, sesuai dengan standar kompetensi dokter
Indonesia yang berlaku.
c. Untuk melakukan komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada
level individu, keluarga, masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian
Diabetes Mellitus
d. Untuk memanfaatkan sumber informasi terkini dan melakukan kajian
ilmiah dari data di lapangan, untuk melakukan pengendalian Diabetes
Mellitus.
e. Untuk menggunakan landasan Ilmu Kedokteran Klinis dan Kesehatan
Masyarakat dalam melakukan upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif dalam pengendalian Diabetes Mellitus.
f. Untuk dapat menggunakan dan menjelaskan epidemiologi, transmisi dan
patogenesis Diabetes Mellitus.
g. Untuk melakukan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang, serta mengintepretasikan hasilnya dalam mendiagnosis
Diabetes Mellitus.
h. Untuk melakukan prosedur tatalaksana Diabetes Mellitus sesuai standar
kompetensi dokter Indonesia.
1.3.3. Manfaat Studi Kasus
1. Bagi Institusi pendidikan.
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus
sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.
4
2. Bagi Penderita (Pasien).
Menambah wawasan akan hipertensi yang meliputi proses penyakit dan
penanganan menyeluruh Diabetes Mellitus sehingga dapat memberikan
keyakinan untuk tetap berobat secara teratur.
3. Bagi tenaga kesehatan.
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah
daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di dalamnya
mengenai pendekatan diagnosis holistik penderita Diabetes Mellitus
4. Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)
Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka memperluas
wawasan dan pengetahuan mengenai evidenve based dan pendekatan
diagnosis holistik Diabetes Mellitus serta dalam hal penulisan studi kasus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
5
Diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit atau gangguan kesehatan
yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula dalam darah. Tingginya kadar
gula karena kurang maksimalnya pemanfaatan gula oleh tubuh sebagai sumber
energy karena kurangnya hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas atau
tidak berfungsinya hormon insulin dalam menyerap gula secara maksimal.4
2.2 KLASIFIKASI4
Klasifikasi Diabetes Melitus, yaitu:
1. Diabetes Melitus Tipe 1
DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat
kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering
kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar
penderita DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi
pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar
insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin
untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam
darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM
type II ini dengan obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM
setelah usia 30 tahun.
3. Diabetes Melitus Tipe lain
a. Defek genetik pada fungsi sel beta
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
6
e. Diinduksi obat atau zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
4. DM Gestasional
2.3. EPIDEMIOLOGI
A. Distribusi dan Frekuensi
1) Orang
a) Faktor Host
7
Pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 (DM tipe 2), etiologi pada
pasien dapat berupa kelainan familial yang diturunkan. Pasien dengan DM
memilki setidaknya 40% resiko terkena diabetes apabila memiliki saudara
kandung dengan diabetes, dan 33% untuk cucunya nanti.2
b) Faktor Agent
ataupun resistensi reseptor insuin yang ada pada sel. Namun sampai saat ini
etiologi dari penyakit Diabetes Melitus masih belum diketahui dengan jelas.3
c) Faktor Environment
8
2) Tersedianya banyak restoran makanan siap saji (Fast Food)
3) Teknologi canggih menimbulkan sedentary life, kurang gerakan badan
9
mekanisme fisiologis akan dehidrasi bekerja, menyebabkan rasa haus dan
polidipsia. Glikosuria menyebabkan sumber energi tubuh (glukosa) terbuang,
ditambah dengan ketidakmampuan relatif sel-sel tubuh mengonsumsi glukosa
karena resistensi insulin dan insufisiensi sekresi insulin, menyebabkan rasa lapar,
polifagia, mudah lelah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya pada pasien DM tipe 2. Oleh karena itu, poliuria, polidipsia, dan
polifagia adalah gejala klasik DM yang paling awal.
Ginjal tidak dapat menyekresikan glukosa hingga pada kadar yang normal,
sehingga walaupun sudah terjadi glikosuria dan poliuria, kadar glukosa darah
tetap tinggi. Kadar glukosa darah yang tinggi ini akan menyebabkan gangguan
metabolik dan penumpukan produk glukosa sistemik, yang terutama akan
menumpuk pada pembuluh darah dan neuron. Apabila keadaan hiperglikemia
tetap dibiarkan kronis, maka komplikasi metabolik akut, vaskular, dan neurologis
DM akan terjadi.
10
penyembuhan luka yang buruk,disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus
vulvae pada pasien wanita
2.6. DIAGNOSIS5
Diagnosis Diabetes Melitus (DM) ditegakkan atas dasar pemeriksaan
kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya
glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah
plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood) vena ataupun kapiler
tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik
yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.
Ada perbedaan antara uji diagnostik Diabetes Melitus (DM) dan
pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang
menunjukkan gejala atau tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring
bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang
mempunyai resiko DM. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian
pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan
diagnosis definitif.
Diagnosis klinis Diabetes Melitus (DM) umumnya akan dipikirkan bila
ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang
mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita.
Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal
satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak
ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa
darah abnormal. Diagnosis DM juga dapat ditegakkan melalui cara pada tabel
11
hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
2. Atau, gejala klasik DM + Glukosa plasma puasa 126 mg/dl (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang
setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
12
Pemeriksaan penyaringan8
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko
Diabetes Melitus (DM) namun tidak menunjukkan adanya gejala DM.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT (Toleransi
Glukosa Terganggu) maupun GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu), sehingga
dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga
disebut sebagai prediabetes, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua
keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit
kardiovaskular di kemudian hari.
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada semua individu dewasa dengan Indeks
Massa Tubuh (IMT) 25 Kg/m2 dengan faktor resiko lain sebagai berikut
13
1. Aktivitas fisik kurang
2. Riwayat keluarga mengidap DM pada turunan pertama (first degree relative)
3. Masuk kelompok etnik risiko tinggi (African American, Latino, Native
American, Asian American, Pasific Islander)
4. Wanita dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat > 4000 gram atau
riwayat DM gestasional (DMG)
5. Hipertensi (tekanan darah > 140/90 mmHg atau sedang dalam terapi obat anti
hipertensi).
6. Kolesterol HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL
7. Wanita dengan sindrim polikistik ovarium
8. Riwayat Toleransi glukosa terganggu (TGT) atau Glukosa darah puasa
terganggu (GDPT)
9. Keadaan lain yang berhubungan dengan resistensi insulin (obesitas, akantosis
nigrikans)
10. Riwayat penyakit kardiovaskular
Tabel 2.
Konsentrasi Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa
Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM (mg/dL)
Bukan Belum pasti DM
DM DM
Kadar glukosa darah Plasma < 110 110-199 > 200
sewaktu (mg/dl) vena
Darah < 90 90-199 > 200
kapiler
Kadar glukosa darah Plasma < 110 110-125 > 126
puasa (mg/dl) vena
Darah < 90 90-199 > 110
14
kapiler
Tabel 3.
Kriteria diagnostik diabetes melitus * dan gangguan toleransi glukosa
1. Konsentrasi glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200
mg/dl
2. Konsentrasi glukosa darah puasa > 126 mg/dL atau
3. Kadar glukosa plasma 200 mg/dl pada dua jam sesudah
beban glukosa 75 gram pada TTGO **
*
Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain,
kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik
berat, seperti ketoasidosis, gejala klasik : poliuri, polidipsi, polifagi dan berat
badan menurun cepat.
**
Cara Diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik, untuk
penelitian epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria
diagnostik kadar glukosa darah puasa dan dua jam pasca pembebanan. Untuk
DM gestasional juga dianjurkan kriteria diagnostik yang sama.
2.7. PENATALAKSANAAN
15
untuk memiliki perilaku sehat. Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung
usaha pasien penyandang diabetes untuk mengerti perjalanan alami penyakitnya
dan pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/ komplikasi yang mungkin
timbul secara dini/ saat masih reversible, ketaatan perilaku pemantauan dan
pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan perilaku/kebiasaan kesehatan
yang diperlukan. Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa
mandiri, perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti merokok,
meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak.
C. Latihan Jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama
kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobic seperti
berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang. Latihan jasmani selain untuk
menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan
sensitifitas insulin.
D. Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan
pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologis terdiri dari
obat oral dan bentuk suntikan. Obat yang saat ini ada antara lain10:
16
a. Sulfonilurea
Efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas
Pilihan utama untuk pasien berat badan normal atau kurang
Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkanpada orang tua, gangguan faal hati
dan ginjal serta malnutrisi
b. Glinid
Terdiri dari repaglinid dan nateglinid
Cara kerja sama dengan sulfonilurea, namun lebih ditekankan pada sekresi
insulin fase pertama.
Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemia postprandial
b. Tiazolidindionlerticle
Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa sehingga meningkatkan ambilan glukosa perifer.
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada gagal jantung karena meningkatkan
retensi cairan.
Penghambat glukoneogenesis:
Biguanid (Metformin).
Selain menurunkan resistensi insulin, Metformin juga mengurangi produksi
glukosa hati.
17
Metformin dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal dengan kreatinin
serum > 1,5 mg/dL, gangguan fungsi hati, serta pasien dengan kecenderungan
hipoksemia seperti pada sepsis
Metformin tidak mempunyai efek samping hipoglikemia seperti golongan
sulfonylurea.
Metformin mempunyai efek samping pada saluran cerna (mual) namun bisa
diatasi dengan pemberian sesudah makan.
2. Obat Suntikan
Insulin
a. Insulin kerja cepat
b. Insulin kerja pendek
c. Insulin kerja menengah
d. Insulin kerja panjang
e. Insulin campuran tetap
Agonis GLP-1/incretin mimetik
18
Bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin tanpa menimbulkan
hipoglikemia, dan menghambat penglepasan glukagon
Tidak meningkatkan berat badan seperti insulin dan sulfonilurea
Efek samping antara lain gangguan saluran cerna seperti mual muntah
19
bolus yang terdiri dari 1 x basal dan 3 x prandial.. Tes hemoglobin terglikosilasi
(disingkat A1c), merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan
terapi 8-12 minggu sebelumnya. Pemeriksaan ini dianjurkan setiap 3 bulan, atau
minimal 2 kali setahun.11
2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi pada diabetes mellitus terbagi menjadi dua, komplikasi metabolik
akut dan komplikasi jangka panjang.12,13,14
A. Komplikasi Metabolik Akut
1. Ketoasidosis Diabetik (KAD)
2. Hyperglicemic Hyperosmolar State (HHS)
3. Hipoglikemia
B. Komplikasi Jangka Panjang
1. Lesi Mikrovaskular
a. Retinopati Diabetik
b. Nefropati Diabetik
2. Lesi Makrovaskular
2.9 PENCEGAHAN15
Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang
memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi
untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Materi
20
penyuluhan meliputi program penurunan berat badan, diet sehat, latihan
jasmani dan menghentikan kebiasaan merokok. Perencanaan kebijakan
kesehatan ini tentunya diharapkan memahami dampak sosio-ekonomi
penyakit ini, pentingnya menyediakan fasilitas yang memadai dalam upaya
pencegahan primer6.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat
dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi
dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Penyulihan ditujukan
terutama bagi pasien baru, yang dilakukan sejak pertemuan pertama dan
selalu diulang pada setiap pertemuan berikutnya. Pemberian antiplatelet
dapat menurunkan resiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada
penyandang Diabetes.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang
telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan
lebih menlanjut. Pada pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan
kepada pasien dan juga kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang
dapat dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Upaya
rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan
menetap, misalnya pemberian aspirin dosis rendah 80-325 mg/hari untuk
mengurangi dampak mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar para ahli
di berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular,
radiologi, rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll sangat diperlukan untuk
menunjang keberhasilan pencegahan tersier.
21
`
BAB III
METODOLOGI STUDI KASUS
22
3.2 Lokasi dan Waktu Studi Kasus
23
3.3.3 Visi dan Misi Puskesmas Cendrawasih
1. Visi
2. Misi
24
3.3.4 10 Penyakit Utama Penyebab Kematian Terbanyak di Indonesia
Setiap tahunnya, jutaan manusia meninggal karena banyak hal. Salah satunya
adalah penyakit yang diderita. Berikut ini, Data Departemen Kesehatan RI
menunjukkan peningkatan jumlah penderita 10 penyakit utama yang
menyebabkan kematian terbanyak di Indonesia, yaitu :
1. Jantung Koroner
Jantung Koroner adalah satu dari 10 Penyakit Terbanyak di Indonesia
yang menyebabkan kematian. Penderita umumnya mengalami nyeri dada,
gagal jantung, hingga serangan jantung karena jantung gagal memompa
darah.
2. Tuberkolosis (TBC)
10 Penyakit Terbanyak di Indonesia yaitu TBC. Ya, Indonesia termasuk
peringkat ketiga terburuk di dunia untuk jumlah penderita TBC. Terapi
pengobatan TBC selama 6 bulan tanpa putus efektif menghindarkan
penderita dari kematian.
3. Diabetes Mellitus (Kencing Manis)
Penyakit gangguan metabolisme karena terganggunya produksi Insulin dan
tingginya kandungan gula darah. Diabetes dapat menyebabkan kematian
dengan berbagai komplikasi yang dibutuhkan.
4. Hipertensi/Tekanan Darah Tinggi
Penyakit ini disebabkan oleh konsumsi makanan berlemak/berkolesterol
tinggi berlebihan serta kurangnya aktivitas fisik/olahraga. Hipertensi
membahayakan karena menyebabkan stroke, gagal jantung, serangan
jantung.
5. Stroke
Di Indonesia diperkirakan ada 300.000 kasus Stroke setiap tahunnya.
Sayangnya, pasien sering datang ke rumah sakit sudah dengan tingkat
keparahan tinggi sehingga terlambat ditangani.
6. Kanker
Beberapa dekade yang lalu, jumlah penderita kanker tidaklah sebanyak
pada dekade ini. Penyakit ini semakin menggejala karena faktor
25
meningkatnya konsumsi makanan cepat saji, polusi udara, tingkat stres
tinggi.
7. Penyakit Paru Kronis
Tingginya angka penderita penyakit ini terjadi karena kondisi lingkungan
yang buruk terutama di kawasan industri/perkotaan padat penduduk serta
kebiasaan merokok masyarakat Indonesia.
8. Diare
Separuh penduduk Indonesia masih tinggal di kawasan kumuh dan tidak
memiliki sanitasi yang baik. Sayangnya, penanganan Diare sering tidak
serius sehingga banyak menyebabkan kematian pada anak dan balita.
9. Infeksi Saluran Pernafasan/Pneumonia
Iklim tropis dengan kelembaban tinggi diduga menjadi penyebab
banyaknya penyakit ini di Indonesia yang banyak menyerang anak dan balita
di daerah dataran tinggi/pegunungan.
10. HIV/AIDS
Penggunaan jarum suntik bersama-sama, transfusi darah, dan hubungan
seksual tanpa pengaman meningkatkan angka penderita penyakit ini setiap
tahun. Karena itu, Pendidikan Kesehatan Reproduksi/Penanggulangan
HIV/AIDS harus terus dilakukan.
26
Tabel 10 jenis penyakit utama penyebab kematian
1. Tenaga Kesehatan
27
e. Sanitarian : 2 orang
f. Nutrisionis : 2 orang
g. Pranata Laboratorium : 1 orang
h. Apoteker : - orang
i. Asisten Apoteker : 1 orang
j. Perawat Gigi : 1 orang
k. Rekam Medik : 3 orang
l. S-1 Kesehatan Masyarakat : - orang
Jumlah personil yang ada di Puskesmas Cendrawasih pada tahun 2015 sebanyak
36 orang yang terdiri dari 29 orang PNS dan 7 orang pegawai tidak tetap.
b. Struktur Organisasi
28
Berikut adalah alur pelayanan rawat jalan di Puskesmas Cendrawasih :
Pasien datang
Pengambilan Kartu
Pemeriksaan
Dengan tindakan
Penunjang Poliklinik Umum
Poliklinik Gigi
Laboratorium KIA/KB Kamar Tindakan
Apotek/Kamar Obat
Pasien pulang
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
29
g. Bangsa/suku : Makassar
h. Agama : Islam
i. Alamat : Kelurahan Baji Mapakasungu Lr.2
1. Keluhan Utama
30
pasien ada yang menderita kencing manis yaitu ibu pasien menderita
Diabetes Melitus.
C. PEMERIKSAAN FISIS
Berat Badan : 60 kg
1) Tanda Vital :
Nadi : 84 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5 oC
2) Pemeriksaan fisis
a. Kepala
31
Ekspresi : Biasa
b. Mata
Kornea : Jernih
c. Telinga
Tophi : (-)
d. Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
e. Mulut
32
Lidah : Kotor (-)
f. Leher
Tumor : (-)
g. Dada
Bentuk : Normochest
h. Thorax
33
i. Punggung
j. Cor
k. Abdomen
Lain-lain : (-)
Perkusi : Timpani
Edema : (-)
34
Kulit : Peteki (-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
ii. Home
Pasien tinggal di sebuah rumah permanen dengan jumlah
penghuni oleh 3 orang penghuni, yakni pasien, istri dan satu orang
anak. Dinding rumah terbuat dari tembok, lantai terbuat dari
keramik. Terdapat jendela namun jarang dibuka sehingga
pencahayaan di rumah kurang. Ventilasi udara >10 % luas lantai.
Dalam rumah terdapat 5 ruangan, yaitu 1 ruang tamu dan keluarga, 2
kamar tidur, 1 kamar mandi, 1 dapur dan ruang makan. Sumber air
35
bersih yang digunakan pasien untuk kebutuhan sehari-hari berasal
dari sumur yang sudah terhubung mesin pompa.
iv. Diet
Pasien makan tidak teratur, 2-3 kali dalam sehari. Pasien
makan di rumah dengan masakan di rumah atau membeli dengan
sayur-mayur, lauk-pauk berupa tahu, tempe, dan terkadang telur,
ikan, atau ayam. Pasien rutin mengkonsumsi air putih sebanyak 8-10
gelas per hari.
v. Drug
Pasien tidak memiliki alergi obat. Pasien. Pasien
mengkonsumsi obat penurun gula darah yang diberikan puskesmas
yang lalu.
2. Riwayat Psikologi
Pasien mendapat kasih sayang dan perhatian yang besar dari
keluarganya. Istri dan anak pasien selalu merawat dan menjaga pasien
ketika pasien sakit.
3. Riwayat Ekonomi
Pasien dirawat oleh keluarga dengan status ekonomi menengah ke
atas. Pasien merupakan pensiunan yang berpenghasilan.
4. Riwayat Demografi
Hubungan antara pasien dengan keluarganya harmonis. Hal tersebut
dapat dilihat dari keluarga pasien yang selalu menemani dan merawat
pasien saat datang berobat.
5. Riwayat Sosial
36
Penyakit yang diderita pasien mengganggu aktivitas pasien dan
keluarganya karena sakit pasien perlu istirahat.
6. Genogram
7.
Tn. KM Ny. S
Keterangan :
: Laki-laki : Meninggal
Perempuan : Pasien DM
F. DIAGNOSA HOLISTIK
1. Aspek personal
istri dan ketiga orang anaknya sehingga bentuk keluarga nuclear family.
37
c) Expectacy : pasien mempunyai harapan penyakitnya segera
2. Aspek klinis
Ibu kandung pasien. Pasien sering lupa untuk minum obat dan tidak teratur
untuk kontrol gula darahnya. Pasien juga masih sulit mengontrol dan
berolahraga kurang.
38
5. Aspek Skala Penilaian Fungsi Sosial
G. PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF
1. Personal care
a. Initial Plain
Usulan Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu, Gula Darah Puasa dan Gula
Darah 2 jam post prandial
Pemeriksaan HbA1C
b. Non Medikamentosa
Istirahat tirah baring dan mengatur tahapan mobilisasi
Pengaturan cara dan pola makan berupa makanan bergizi dan
seimbang.
Diet tinggi protein, rendah karbohidrat, rendah lemak dan
tinggi serat
c. Medikamentosa
Metformin 500 mg 3x1 sehari
Vit. B comp 2x1
d. KIE (Konseling, Informasi, dan Edukasi)
Edukasi untuk minum obat secara teratur
Penjelasan keluarga pasien tentang penyakit diabetes melitus
serta pencegahan komplikasi.
Mulai membiasakan diri tidak memakan makanan tinggi
karbohidrat dan tinggi lemak
Tanda-tanda kegawatan atau muncul komplikasi dari diabetes
mellitus segera bawa pasien ke rumah sakit
Olahraga teratur
39
Kontrol setiap bulan kepuskesmas untuk cek gula darah
e. Monitoring
Pasien secara rutin memeriksakan dirinya ke pelayanan
kesehatan 1 minggu setelah keluhannya berangsur pulih untuk
memantau gula darah dan keefektifan pengobatan.
2. Family Focus
a. Memberikan pengatahuan kepada keluarga pasien tentang
pencegahan terjadinya komplikasi Diabetes Melitus.
b. Meningkatkan imunitas pasien dengan makan makanan bergizi
dan seimbang.
c. Pasien mendapatkan dukungan psikologis dari keluarga
3. Community Focus
a. Pasien juga mendapatkan dukungan psikologis dari dokter dan
tenaga medis lainnya
b. Menjaga gaya hidup sehat di lingkungan tempat tinggal oleh
seluruh warga desa tempat pasien tinggal
H. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
40
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
41
5. Keluarga telah mengetahui pentingnya memiliki dana khusus untuk kesehatan
dan memiliki keinginan untuk dapat menyediakan alokasi dana khusus untuk
kesehatan.
B. SARAN
Untuk Pasien dan Keluarganya
Perlu meningkatkan pengetahuan/wawasan mengenai penyakit DM dan
komplikasinya sehingga dapat melakukan pengelolaan dengan baik
Perlu meningkatkan kesadaran dan tekad untuk melakukan pengelolaan
penyakit DM dengan sepenuhnya sehingga tujuan dari pengelolaan itu
sendiri dapat tercapai.
Tetap mempertahankan kebiasaan minum obat teratur setiap hari dan rutin
kontrol ke pelayanan kesehatan
Keluarga perlu mengoptimalkan kerjasama antar anggota keluarga untuk
meningkatkan kesehatan keluarga.
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Scobie I.N. Atlas of diabetes mellitus. 3rd. ed. Healthcare: Informa UK,
England. 2007
2. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe
2 di Indonesia. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
Jakarta. 2011/
3. Nainggolan, O. d.k.k. Determinan Diabetes Melitus. Jakarta : Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan. 2013
4. Sudoyo Aru.W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed IV, jl III. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2006
5. Foster DW. Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu
penyakit dalam. Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000;
6. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes
mellitus. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses Edisi 6. Jakarta;2014;
7. Ndraha, S. Diabetes Melitus Tipe II dan Tatalaksana Terkini. Jakarta :
Medicinus. 2014.
8. Arifin, A.L. Panduan Terapi Diabetes Melitus Tipe II terkini. Bandung :
Fakultas Kedokteran UNPAD. 2013
43
9. Haeria. Pelayanan Kefarmasian Dalam Penatalaksanaan Diabetes
Melitus. Makassar : Jurnal Kesehatan. 2009.
44
LAMPIRAN
45
Ruang tamu
46
Kamar tidur 1
Kamar tidur 2
47
Dapur
48
Ruang makan
49
Kamar mandi
Halaman samping
50
PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 2
51
52
53