Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

TANAMAN HERBAL UNTUK OSTEOARTHRITIS

Disusun oleh:
Restu Tri Gustiasih
1713020045

Pembimbing:
dr. Danang Ardiyanto

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENGOBATAN HERBAL


BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
TANAMAN OBAT DAN OBAT TRADISIONAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus yang berjudul:


“Tanaman Herbal Untuk Osteoarthritis”

Yang disusun oleh:


Restu Tri Gustiasih
1713020045

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing:


dr. Danang Ardiyanto

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan


Kepaniteraan Ilmu Pengobatan Herbal

Periode 25 Maret – 20 April 2019

Tawangmangu, April 2019


Pembimbing

dr. Danang Ardiyanto

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya yang begitu besar
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus yang berjudul
“Tanaman Herbal Untuk Osteoarthritis” pada Kepaniteraan Ilmu Herbal di Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional
Tawangmangu.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian laporan kasus ini,
terutama kepada dr. Danang Ardiyanto selaku pembimbing yang telah memberikan
waktu dan bimbingannya sehingga laporan kasus ini dapat terselesaikan.

Penulis berharap referat ini dapat menambah pengetahuan dan memahami lebih
lanjut mengenai “Tanaman Herbal Untuk Osteoarthritis” serta salah satunya untuk
memenuhi tugas yang diberikan pada Kepaniteraan Ilmu Herbal di Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional Tawangmangu.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan referat ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu, segala kritik dan saran dari semua pihak yang
membangun guna menyempurnakan referat ini sangat penulis harapkan. Demikian
yang penulis dapat sampaikan, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi berbagai
pihak.

Tawangmangu, April 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iv

BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................................1


A. Latar Belakang ..............................................................................................1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................2


A. Osteoarthritis .................................................................................................2
1. Definisi ...................................................................................................2
2. Etiologi ...................................................................................................2
3. Epidemiologi ..........................................................................................2
4. Klasifikasi...............................................................................................3
5. Patogenesis .............................................................................................4
6. Faktor Risiko ..........................................................................................5
7. Gejala Klinis ...........................................................................................7
8. Diagnosis ................................................................................................8
B. Pengobatan Herbal Untuk Osteoarthritis .....................................................11
1. Cabe (Capsicum annuum Vahl ..............................................................11
2. Jahe (Zingiber officinale Rosc) .............................................................13
3. Kayu Putih (Melaleuca leucadendra L.) ...............................................17
4. Sereh (Cymbopogon nardus (L) Rendle) ...............................................19

BAB III. PENUTUP ...............................................................................................22


A. Kesimpulan ..................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................23

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Osteoartritis (OA) merupakan bentuk dari arthritis yang berhubungan
dengan degenerasi tulang dan kartilago yang paling sering terjadi pada usia
lanjut.1 Penyakit ini menjadi penyebab utama gangguan muskuloskeletal di
seluruh dunia dan menyebabkan ketidakmampuan fisik terbesar kedua setelah
penyakit jantung iskemik untukusia di atas 50 tahun. Badan Kesehatan Dunia
(WHO) memperkirakan 400 dari 1.000 populasi dunia yang berusia di atas 70
tahun menderita OA dan 800 dari seribu pasien OA mempunyai keterbatasan
gerak derajat ringan sampai dengan berat yang mengurangi kualitas hidup
mereka.2
OA dapat terjadi pada orang dari segala jenis etnis, lebih sering mengenai
wanita dan berhubungan dengan usia menopause. Faktor resiko lain Penyakit ini
memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang tua. Selain itu,
osteoarthritis ini juga merupakan penyebab kecacatan paling banyak pada orang
tua. Faktor resiko utama penyakit ini adalah obesitas. Oleh sebab itu, semakin
tinggi prevalensi obesitas pada suatu populasi akan meningkatkan angka
kejadian penyakit osteoarthritis.3
Penatalaksanaan OA dapat berupa terapi non-farmakologi, terapi
farmakologi dan terapi fitofarmaka serta terapi pembedahan. Penanganan terapi
farmakologi dan fitofarmaka melingkupi penurunan rasa nyeri yang timbul,
mengkoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasi klinis dari
ketidakstabilan sendi sedangkan terapi pembedahan diberikan apabila terapi
farmakologis dan fitofarmaka tidak berhasil untuk mengurangi rasa sakit dan
juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang mengganggu
aktivitas sehari – hari.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Osteoarthritis
1. Definisi
Osteoarthritis merupakan gangguan pada sendi yang ditandai
dengan perubahan patologis pada struktur sendi tersebut yaitu berupa
degenerasi tulang rawan/kartilago hialin. Hal tersebut disertai dengan
peningkatan ketebalan dan sklerosis dari subchondral yang bisa
disebabkan oleh pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, peregangan
kapsul artikular, synovitis ringan pada persendian, dan lemahnya otot-otot
yang menghubungkan persendian.4
2. Etiologi
Etiologi osteoartritis belum diketahui secara pasti, namun faktor
biomekanik dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam
proses terjadinya osteoartritis. Faktor biomekanik yaitu kegagalan
mekanisme protektif, antara lain kapsul sendi, ligamen, otot-otot persendian,
serabut aferen, dan tulang-tulang. Kerusakan sendi terjadi multifaktoral, yaitu
akibat terganggunya faktor-faktor protektif tersebut. Osteoartritis juga bisa
terjadi akibat komplikasi dari penyakit lain seperti gout, rheumatoid arthritis,
dan sebagainya.5
3. Epidemiologi
Insidensi dan prevalensi osteoarthritis bervariasi pada masing-masing
negara, tetapi data pada berbagai negara menunjukkan, bahwa
arthritis jenis ini adalah yang paling banyak ditemui, terutama pada
kelompok usia dewasa dan lanjut usia. Prevalensinya meningkat sesuai
pertambahan usia. Prevalensi meningkat dengan meningkatnya usia dan pada
data radiografi menunjukkan bahwa osteoarthritis terjadi pada sebagian besar
usia lebih dari 65 tahun, dan pada hampir setiap orang pada usia 75

2
tahun. Osteoarthritis ditandai dengan terjadinya nyeri pada sendi,
terutamanya pada saat bergerak.1
4. Kalsifikasi
Osteoarthritis dapat dibagi atas dua jenis, yaitu:4
a. Osteoarthritis primer
Osteoarthritis primer tidak diketahui dengan jelas penyebabnya, dapat
mengenai satu atau beberapa sendi. Osteoarthritis primer ini
melibatkan faktor mekanis, seluler dan biokimia. Ketiga hal ini
menyebabkan perubahan komposisi pada jaringan kartilago. Kartilago
terdiri dari air, kolagen, proteoglikan. Seiring dengan pertambahan
umur, air dalam kartilago menurun akibat penurunan proteoglikan
sehingga kartilago menjadi kurang elastis. Tanpa sifat proteksi dari
proteoglikan, serat kolagen dari kartilago dapat mengalami degradasi.
Reaksi inflamasi di sekitar kapsul sendi dapat terjadi namun bersifat
ringan. Inflamasi terjadi karena kerusakan produk kartilago yang lepas
ke ruang sinovial dan sel yang berada di sana berusaha
menghilangkannya. Pembentukan tulang baru, dinamakan dengan
“spurs” atau osteofit dapat terbentuk di pinggir sendi, meningkatkan
kesesuaian dengan permukaan sendi kartilago. Perubahan tulang ini
bersamaan dengan inflamasi menimbulkan nyeri dan kelumpuhan.
b. Osteoarthritis sekunder
Tipe OA ini disebabkan oleh faktor lain tetapi menghasilkan penyakit
yang sama dengan osteoarthritis primer seperti:
- Gangguan perkembangan sendi atau kongenital seperti penyakit
Legg Calve Perthes
- Mekanis: ketidaksesuaian panjang kaki, sindrom Marfan.
- Inflamasi: penyakit reumatik seperti rheumatoid arthritis (RA),
SLE.
- Trauma: cedera pada sendi atau ligamen, pasca bedah.

3
- Infeksi: Arthritis septik.
- Metabolik: hemokromatosis, gout, deposisi kristal kalsium.
- Endokrin: Diabetes, obesitas
- Osteonekrosis akibat penyakit Caisson.
5. Patogenesis
Sebuah sendi disusun atas kartilago artikular (tersusun atas
kondrosit) yang dikelilingi matriks ekstraseluler yang mengandung dua
makromolekul utama yaitu kolagen tipe 2 dan aggrecan. Kolagen tipe 2
merupakan molekul yang menentukan kekakuan kartilago, sedangkan
aggrecan merupakan proteoglikan yang berikatan dengan asam hyaluronat
yang terdiri dari glikosaminoglikan bermuatan negatif.4
Pada kartilago yang normal, kolagen tipe 2 berikatan erat membuat
molekul-molekul aggrecan berada dalam jarak yang dekat satu sama lain.
Molekul aggrecan ini melalui tolakan elektrostatis dari muatan negatifnya
memberikan kekakuan pada kartilago. Kondrosit mensintesis elemenelemen
pada matriks, enzim yang menghancurkan matriks, sitokin dan
growth factor. Sitokin dan growth factor inilah yang mengatur
keseimbangan yang mengatur sintesis dan katabolisme matriks-matriks
kartilago. Stres mekanik dan osmotik pada kondrosit menginduksi sel-sel
untuk mengubah ekspresi gen dan meningkatkan produksi sitokin
inflamasi dan enzim penghancur matriks.6
Pada orang normal, metabolisme dari kartilago berjalan lambat,
sintesis dan katabolisme kartilago seimbang. Pada osteoarthritis,
metabolisme kartilago berjalan sangat aktif. Kondrosit mensintesis enzim
penghancur matriks. Enzim ini menyebabkan degradasi dari molekul
kolagen tipe 2 dan aggrecan, dimana perubahan ini akan menyebabkan
ketidakseimbangan antara pembentukan dan penghancuran matriksmatriks
kartilago, menyebabkan hilangnya kekakuan dari tulang rawan
sehingga lebih mudah rusak dan terkena osteoarthritis.4

4
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit kompleks yang
melibatkan faktor biomekanik dan metabolisme yang mengubah
homeostasis jaringan tulang rawan artikular dan tulang subchondral
sehingga proses destruktif lebih mendominasi daripada proses produktif.
Kunci utama dalam patofisiologi kartilago artikular adalah interaksi
ekstraseluler matriks (ECM) yang dimediasi oleh integrin permukaan sel.
Dalam pengaturan fisiologis, integrin memodulasi ECM untuk mengatur
dalam pertumbuhan, diferensiasi dan mempertahankan homeostasis tulang
rawan. Pada OA, ekspresi integrin abnormal mengubah ECM dan
memodifikasi sintesis kondrosit, menyebabkan ketidakseimbangan sitokin
melebihi faktor regulasi. IL-1, TNF-alpha dan sitokin pro-katabolik
mengaktifkan degradasi enzimatik dari matriks tulang rawan dan tidak
diimbangi dengan sintesis inhibitor yang memadai. Enzim utama yang
terlibat dalam gangguan ECM adalah metalloproteinase (MMP). Aktivitas
MMP sebagian dihambat oleh inhibitor jaringan MMP (TIMP). Pada
tulang rawan dengan osteoarthritis, TIMP ini sintesisnya lebih rendah
dibandingkan dengan produksi MMP.6
6. Faktor Risiko
a. Usia
Dari semua faktor risiko, faktor usia adalah yang terkuat.
Prevalensi dan beratnya osteoarthritis (OA) semakin meningkat dengan
bertambahnya usia. OA tidak pernah terjadi pada anak-anak, jarang pada
umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun. Hal ini
disebabkan karena adanya hubungan antara usia dengan penurunan
kekuatan kolagen dan proteoglikan pada kartilago sendi.7
b. Jenis Kelamin
Wanita lebih sering terkena osteoarthritis (OA) lutut dan OA banyak
sendi. Pria lebih sering terkena OA paha, pergelangan tangan dan
leher. Secara keseluruhan, dibawah 45 tahun frekuensi OA kurang lebih

5
sama antara pria dan wanita, tetapi diatas 50 tahun (setelah menopause)
frekuensi OA lebih banyak pada wanita. Hal ini menunjukkan adanya
peran hormonal pada patogenesis OA. 4
c. Suku Bangsa
Osteoarthritis primer dapat menyerang semua ras meskipun
terdapat perbedaan prevalensi pada pola sendi yang mengalami
osteoarthirits. Hal ini berkaitan dengan perbedaan gaya hidup maupun
perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.3
d. Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoarthritis (OA).
Adanya mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk
unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen dan proteoglikan berperan
dalam timbulnya kecenderungan terjadinya OA. 7
e. Kegemukan dan Penyakit Metabolik
Berat badan yang berlebih berkaitan dengan meningkatnya risiko
timbulnya osteoarthritis (OA) baik pada perempuan maupun laki-laki.
Berat badan yang berlebih dapat meningkatkan tekanan mekanik pada
sendi penahan beban tubuh dan lebih sering menyebabkan OA lutut.
Kegemukan tak hanya berkaitan dengan OA yang menanggung beban,
tapi juga dengan OA sendi lain. Pasien-pasien OA mempunyai risiko
penyakit jantung koroner, hipertensi dan diabetes melitus yang lebih
tinggi daripada orang-orang tanpa OA. 4
f. Cedera Sendi (Trauma), Pekerjaan dan Olahraga
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terusmenerus
berkaitan dengan peningkatan risiko osteoarthritis (OA) tertentu.
Demikian juga cedera sendi dan olahraga yang sering menimbulkan
cedera sendi berkaitan dengan risiko OA yang lebih tinggi. Peningkatan
risiko OA lutut dapat dijumpai pada atlet sepak bola, pelari jarak jauh dan
pemain tenis. 3

6
g. Faktor-faktor Lain
Tingginya kepadatan tulang dapat meningkatkan risiko timbulnya
osteoarthritis (OA). Tulang yang lebih padat tak membantu mengurangi
benturan beban yang yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya
tulang rawan sendi menjadi lebih mudah robek. Faktor ini diduga
berperan pada lebih tingginya OA pada orang gemuk dan pelari (yang
umumnya mempunyai tulang yang lebih padat) dan kaitan negatif antara
osteoporosis dan OA. 3
7. Gejala Klinis
Gejala klinis yang dapat timbul pada penderita osteoarthritis antara lain:8
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya
bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat.
Beberapa gerakan tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang
melebihi gerakan lain. Umumnya bertambah berat dengan semakin
beratnya penyakit sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan menjadi
kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah gerakan)
maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja).
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago
pada sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat
diasumsikan bahwa nyeri yang timbul pada OA berasal dari luar
kartilago.
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika
osteofit tumbuh, inervasi neurovaskular menembus bagian dasar tulang
hingga ke kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang. Hal
ini menimbulkan nyeri.
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan
dengan pertambahan rasa nyeri.

7
c. Kaku sendi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul saat setelah pasien berdiam diri
atau tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil
dalam waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.
d. Krepitasi
Krepitasi timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini umum dijumpai
pada pasien osteoarthritis (OA) lutut. Pada awalnya hanya berupa
perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau
dokter yang memeriksa.
e. Pembesaran sendi (deformitas)
Pasien menunjukkan bahwa salah satu sendinya (terbanyak di lutut
atau tangan) secara perlahan membesar.
f. Tanda – tanda peradangan
Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan
gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan) dapat dijumpai
pada osteoarthritis (OA) karena adanya synovitis. Biasanya tanda–tanda
ini tidak menonjol dan timbul pada perkembangan penyakit yang lebih
jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut.
g. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyulitkan pasien dan merupakan
gangguan untuk kemandirian pasien osteoarthritis (OA), terlebih pada
pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena
menjadi tumpuan berat badan terutama pada OA lutut.
8. Diagnosis
Diagnosis osteoarthritis dapat dilakukan mendasari pada gambaran
klinis dan temuan pada hasil radiografis. Antara diagnosis yang sering
dilakukan adalah seperti:

8
a. Gejala/keluhan utama
Nyeri pada sendi, lokalisasi tidak jelas, nyeri bertambah ketika
terjadi pergerakan dan berkurang ketika beristirahat, nyeri dan kaku
pada sendi pada pagi hari, kaku setelah tidak beraktivitas, umumnya
akan timbul secara perlahan-lahan. 8
b. Pemeriksaan fisik
Peradangan pada sendi dapat dilihat karena adanya hipertrofi tulang,
dimana kulit di bagian atasnya berwarna merah, terasa nyeri, dan
juga terdapat Nodus Bouchard pada proksimal interphalangeal yang
dapat terjadi deformitas (kelainan bentuk). 8
c. Pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan darah dan cairan sendi biasanya tidak
menunjukkan kelainan, tetapi laju endap darah (LED) meninggi. 8
d. Gambaran radiologi
Terdapat beberapa metode yang dapat digunnakan untuk
mendapatkan gambaran radiologi, yaitu seperti berikut:
1) Plain radiography
Diagnosis dapat dilakukan menggunakan metode plain
radiography ini karena metode ini merupakan metode yang
cost–effective dan hasilnya dapat diperoleh dalam waktu yang
singkat. Metode radiografi ini dapat menggambarkan terjadinya
hilangnya sendi, atau terdapatnya ruang, serta tulang
subchondral sclerosis dan formasi kista. 9
2) Computed tomography (CT) scanning
Metode ini jarang digunakan dalam diagnosis osteoarthritis
primer (idiopatik). Namun dapat digunakan dalam mendiagnosis
malaligment dari sendi patellofemoral atau sendi pada kaki dan
pada pergelangan kaki. 9

9
3) Magnetic resonance imaging (MRI)
Metode ini tidak perlu dilakukan pada kebanyakan pasien
dengan osteoarthritis, kecuali pada kondisi tertentu yang
mengharuskan menggunakan metode ini. MRI dapat langsung
memvisualisasikan tulang rawan artikular dan jaringan sendi
lainnya (misalnya meniskus, tendon, otot, atau efusi). 9
4) Ultrasonography
Metode ini tidak ada peran dalam penilaian klinis rutin bagi
pasien dengan osteoarthritis. Namun, metode ini sedang
diselidiki sebagai alat untuk pemantauan degenerasi tulang
rawan, dan dapat digunakan untuk suntikan pada sendi yang
sukar untuk dilihat tanpa di scan. 9
5) Bone Scanning
Metode ini mungkin membantu dalam diagnosis awal
osteoarthritis tangan. Selain itu, metode ini juga dapat
membantu membedakan osteoarthritis dari osteomyelitis dan
metastase tulang. 9
6) Arthrocentesis
Kehadiran cairan sendi peradangan membantu membedakan
osteoarthritis dari penyebab lain dari nyeri sendi. Selain temuan
cairan sinovial yang membantu dalam diferensiasi osteoarthritis
dari kondisi lain adalah adanya gram negatif serta tidak adanya
kristal ketika dilihat dibawah mikroskop.9
Sasaran diagnosis osteoarthritis adalah membedakan antara
arthritis primer dan sekunder, serta menegaskan lokasi sendi yang
terkena, keparahan dan respon terhadap terapi sebelumnya, menjadi
dasar pengobatan selanjutnya.

10
B. Tanamna Herbal Untuk Osteoarthritis
Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan OA hingga
tuntas. Pengobatan yang diberikan dokter dalam penatalaksanaan OA umumnya
ditujukan pada dua hal, yaitu mengatasi gejala dan memperbaiki aktivitas sehari-
hari (symptom modifying effect) serta pencegahan dan perbaikan kerusakan
struktur rawan sendi (structure modifying effect).2
Rekomendasi yang diberikan para ahli dalam penanganan OA meliputi terapi
farmakologis dan terapi nonfarmakologis (seperti penurunan berat badan,
olahraga, dan edukasi). Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) merupakan salah
satu terapi farmakologis yang paling sering digunakan untuk mengatasi nyeri dan
peradangan yang terjadi pada pasien OA. Akan tetapi, penggunaan obat-obatan
tersebut sering memberikan efek samping yang cukup serius, seperti pendarahan
saluran cerna, erosi lambung, hingga kerusakan hati dan ginjal. Beratnya efek
samping yang ditimbulkan karena penggunaan jangka panjang OAINS ini
membuat para ahli terus mencari alternatif terapi OA yang efektif dan aman.2
Penggunaan obat bahan alam untuk mengobati penyakit sudah ribuan tahun
diterapkan oleh masyarakat luas, baik di Indonesia maupun di negara lain.
Tanaman alami yang dapat digunakan untuk penderita OA antara lain cabe,
rimpang jahe, kayu putih dan serah.
1. Cabe (Capsicum annuum Vahl)10
a. Klasifikasi
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : P. retrofractum

11
Gambar 2.1 Cabe
b. Deskripsi Tanaman/Simplisia
Buah mengangguk atau menggantung, panjang dan sempit, meruncing
pada bagian ujungnya, permukaan licin. Buah muda hijau dan bila tua
menjadi merah, berbentuk bulat telur sampai bulat, panjang 10-15 cm,
lebar 1-2 cm.
c. Kandungan
Capsaicinoid (amida vanillil amine dengan asam lemak pada C8-C13):
komponen utama capsaicin (32-38%), dihidrocapsaicin (18-52%).
Karoten (0,3-0,8%): sebagian dalam bentuk kapsanthin, kapsarubin,
zeasantin, kriptosantin. Lutein.
d. Uji Praklinik
Zat aktif yang paling penting adalah capsaicin, yang menghasilkan
efek hyperemic cutaneus nociceptor atau saraf sensorik perifer cabang
saraf sensorik primer yang diaktivasi oleh stimulus noxious. Saraf
perifer menghasilkan respon lokal seperti edema, kemerahan, dan
vasodilatasi, sementara serabut aferen menyampaikan informasi
noxiceptive ke SSP dan menghasilkan sensasi nyeri dan terbakar.
Desensitasi jangka panjang terjadi setelah penggunaan capsaicin
berulang dan menghasilkan hilangnya sensasi nyeri. Capsaicin terikat

12
pada reseptor vanilloid tipe-C (VR1) dan membuka saluran kation
sehingga terjadi influks kalsium berlebih yang kemudian terjadi
pelepasan neuropeptida (substansi P) yang bertanggung jawab terhadap
nyeri kemogenik, regulasi suhu dan neurogenik. Penghambatan saluran
kalsium akan mengakibatkan penurunan substansi P dalam saraf
sensoris dan hilangnya rasa nyeri.
e. Indikasi
Membantu menghilangkan ketegangan otot, rematik.
f. Efek samping
Uji topikal dengan campuran mengandung 1-5% ekstrak buah
Capsicum selama 48 jam, menginduksi eritema samar pada 1 dari 10
sukarelawan. Uji topikal berulang dengan ekstrak buah Capsicum
0,025% pada 103 subjek tidak menimbulkan iritasi atau dermatitis
kontak alergik. US FDA menyatakan bahwa capsaisin aman dan efektif
sebagai analgesik eksternal. Aplikasi topikal krim capsaicin dapat
menimbulkan rasa terbakar pada kebanyakan orang beberapa hari
pertama, yang akan menghilang pada aplikasi berulang. Eritema sering
menyertai rasa terbakar. Kontaminasi tidak sengaja, terutama pada
mata,mulut atau regio perineal regions, dapat terjadi karena tidak
mencuci tangan setelah menggunakan krim, yang dapat dihilangkan
dengan mencuci dengan air bersih atau minyak dingin. Capsaicin dan
capsaicinoid adalah iritan kuat untuk selaput mukosa dan dapat
menimbulkan dermatitis.
2. Jahe (Zingiber officinale Rosc)10
a. Klasifikasi
(Tidak termasuk) : Angiosperma
(Tidak termasuk) : Monokotil
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae

13
Genus : Zingiber
Spesies : Z. officinale

Gambar 2.2 Jahe


b. Deskripsi Tanaman/Simplisia
Batang tegak. Daun kerap kali jelas 2 baris dengan pelepah yang
memeluk batang dan lidah diantara batas pelepah dan helaian daun.
Bunga zygomorph berkelamin 2. Kelopak berbentuk tabung, dengan
ujung bertaju, kerap kali terbelah serupa pelepah. Rimpang agak pipih,
bagian ujung bercabang, cabang pendek pipih, bentuk bulat telur
terbalik, pada setiap ujung cabang terdapat parut melekuk ke dalam.
Potongan bagian luar berwarna coklat kekuningan, beralur memanjang,
kadang ada serat bebas.
c. Kandungan
Minyak astiri (bisabolene, cineol, phellandrene, citral, borneol,
citronellol, geranial, linalool, limonene, zingiberol, zingiberene,
camphene), oleoresin (gingerol, shogaol), fenol (gingerol, zingeron),
enzim proteolitik (zingibain), vit B6, vit C, Kalsium, magnesium, fosfor,
kalium, asam linoleat, gingerol (gol alkohol pada oleoresin),
mengandung minyak astiri 1-3% diantaranya bisabolen, zingiberen dan
zingiberol.

14
d. Uji Klinik
Sebuah studi pada 113 pasien nyeri rheumatik dan nyeri punggung
bawah, diinjeksi dengan 5-10% ekstrak jahe pada titik nyeri,
menghilangkan nyeri baik seluruhnya atau parsial, mengurangi
pembengkakan sendi dan perbaikan fungsi sendi. Pemberian serbuk jahe
per oral pada pasien rheumatism dan gangguan muskuloskeletal
dilaporkan dapat mengurangi maupun menghilangkan berbagai tingkat
rasa nyeri dan pembengkakan. Mekanisme kerja: menghambat
biosintesis prostaglandin melalui inhibisi COX-1 dan COX-2. In vitro
juga menghambat proliferasi sel T, produksi IL-1α, aktivitas dan sintesis
makrofag.
Lima puluh enam (56) pasien (28 rematoid artritis, 18 osteoartritis
dan 10 gangguan muskular) diberi serbuk jahe. Pada pasien artritis >
3/4, berkurang nyeri dan pembengkakannya. Semua pasien gangguan
muskular berkurang nyerinya. Tidak ada efek samping pada penggunaan
3 bulan- 2,5 tahun. Diperkirakan mekanismenya berhubungan dengan
penghambatan biosintesis prostaglandin dan leukotriene, yaitu dual
inhibitor biosintesis eicosanoid.
RCT multisenter terhadap efikasi dan keamanan ekstrak terstandar
2 species jahe, Zingiber officinale dan Alpinia galanga (EV.EXT 77),
dilakukan pada 261 pasien osteoarthritis (OA) genu dengan nyeri
moderate-berat. Setelah washout, pasien menerima ekstrak jahe atau
plasebo 2 x/hari dengan acetaminophen sebagai rescue. Responder
adalah yang pengurangan nyeri pada VAS > 15 mm. Hasil dari 247
pasien yang dievaluasi, responder pada kelompok ekstrak jahe yang
mengalami pengurangan nyeri genu pada saat berdiri, superior
dibanding kontrol (63% vs 50%; P = 0.048). Nilai rerata pengurangan
nyeri genu saat berdiri (24.5 mm vs 16.4 mm; P = 0.005), pengurangan
nyeri genu saat berjalan 50 feet (15.1 mm vs 8.7 mm; P = 0.016),

15
pengurangan indeks komposit osteoartritis (Western Ontario dan
McMaster Universities) 12.9 mm vs 9.0 mm; P = 0.087. Perubahan
status global dan pengurangan intake obat rescue > pada ekstrak jahe.
Perubahan kualitas hidup sama pada ke-2 kelompok. Pasien yang
mendapat ekstrak mengalami efek samping gastrointestinal (GI) ringan
> plasebo (59 vs 21 pasien). Disimpulkan bahwa ekstrak jahe terstandar
mengurangi gejala OA genu secara moderat dan bermakna.
RCT pada 43 OA (menurut kriteria Altman 1991 dan tingkat 1, 2,
dan 3 menurut kriteria Kellgren-Lawrence), diberi ekstrak jahe atau
acetaminophen 3 X/hari. Setelah terapi 7 hari, parameter nyeri dan
inflamasi tidak berbeda bermakna, kecuali perbaikan nyeri saat naik dan
turun tangga, acetaminophen superior (P 0,003). Setelah terapi 14 hari
kelompok ekstrak jahe superior dalam memperbaiki parameter
inflamasi, kaku sendi (11-3,018), range of motion (ROM) (P 0,002),
diameter lutut (P 0,002) dan Lequesne index (160,006). Hanya 1 pasien
pada kelompok jahe yang merasa nausea. Tidak ada perbedaan hasil
laboratorium antar ke-2 kelompok. Disimpulkan bahwa ekstrak jahe
superior untuk memperbaiki inflamasi setelah terapi 14 hari. Tidak ada
perbedaan bermakna dalam mengurangi nyeri sendi antar ekstrak jahe
dan kelompok acetaminophen. Pada kelompok jahe ditemukan
gangguan gastrointestinal ringan.
e. Indikasi
Osteoarthritis, rematoid artritis
f. Kontra indikasi
Meskipun pada penelitian klinik tidak ditemukan efek teratogenik
pada bayi yang dilahirkan, namun sebaiknya tidak digunakan pada
kehamilan, laktasi dan anak < 6 tahun. Batu empedu dan pasien berisiko
perdarahan (karena dapat menghambat aktivitas tromboksan).

16
g. Efek samping
Sedikit nyeri abdomen. Rasa tidak enak di ulu hati atau heart burn dapat
terjadi. Dermatitis kontak.
3. Kayu Putih (Melaleuca leucadendra L.) 10
a. Klasifikasi
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Melaleuca
Spesies : M. leucadendra

Gambar 2.3 Kayu Putih


b. Deskripsi Tanaman/Simplisia
Pohon tinggi 10-25 m. batang berkayu, kulit batang mudah
mengelupas, batang bercabang banyak, penampang bulat, warna batang
putih abu-abu. Daun tunggal, berbentuk jorong atau lanset,, ujung
runcing dan pangkal runcing atau bulat, tepi rata, pertulangan menyirip,
panjang 10-22 cm, lebar 3-9 cm, panjang tangkai 3-4 cm, warna hijau

17
keputihputihan. Daun dan kulit bila memar berbau kayu putih. Bunga
majemuk, berbentuk mayang berambut atau tidak berambut, tumbuh di
ketiak daun atau di ujung. Buah bentuk lonceng, 2,5-7 mm, lebar 3-4
mm. Biji kecil-kecil bulat berwarna coklat.
c. Kandungan
Minyak atsiri, sineol 50%-65%, α-pinen, limonen dan dipenten.
1,8-sineol (54-95%), α-pinen (2,6%), p-simen (2,7%), aromadendren,
kulminaldehid, globulol dan pinokarveol..
d. Uji Klinik
Uji klinik RCT disain bersilang dengan kontrol plasebo pada 32
pasien untuk melihat efektivitas kombinasi minyak eucaliptus dan
Aetheroleum Menthae Piperitae (minyak pepermint) untuk nyeri kepala.
Lima formulasi berbeda (semua dlm etanol 90%) digunakan yaitu 10 g
minyak pepermint & 5 g minyak eucaliptus; 10 g minyak pepermint &
sangat sedikit minyak eucaliptus; sangat sedikit minyak pepermint & 5 g
minyak eucaliptus; sangat sedikit minyak pepermint & sangat sedikit
minyak eucaliptus; atau plasebo. Semua diberikan topikal pada pelipis
dan dahi, dan parameter neurofisiologi, psikologi, dan algesimetrik
eksperimental diukur. Semua formulasi memperbaiki kognitif, dan
menimbulkan relaksasi otot dan mental dibanding plasebo tetapi tidak
terhadap nyeri kepala. Mekanisme kerja: komponen utama sineol
diamati menghambat produksi sitokin dan metabolisme asam arakidonat
e. Indikasi
Analgesia, antiinflamasi topikal (Grade C untuk sakit kepala)
f. Kontraindikasi
Tidak boleh diberikan per oral pada anak, inflamasi saluran cerna,
gangguan kandung empedu, gangguan hati, kehamilan, dan menyusui
(dengan supervisi medik).

18
g. Efek samping
Umumnya pemberian topikal tidak merangsang, tidak
menimbulkan alergi, dan tidak fototoksik. Antara 1981-1992 efek
keracunan diobservasi pada 59% dari 109 anak setelah tidak sengaja
terminum minyak esensial 2-10 mL. Gejalanya adalah depresi tapi sadar
(28%), mengantuk (25%), tidak sadar (3%) dan gejala ini tergantung
dosis. Gejala lain rasa terbakar di epigastrium, nausea, vomitus, pusing,
kelemahan otot, miosis, merasa sulit bernafas, sianosis, delirium, dan
konvulsi. Alergi pernah dilaporkan pada penggunaan lozenges
mengandung minyak esensial. Antara 1889-1992, dilaporkan 17
kematian karena keracunan karena meminum minyak esensial. Dosis 3,5
mL fatal, namun data ini sudah tua dan kemurnian minyak juga tidak
diketahui.
4. Sereh (Cymbopogon nardus (L) Rendle) 10
a. Klasifikasi
(Tidak termasuk) : Angiosperma
(Tidak termasuk) : Monokotil
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Cymbopogon
Spesies : C. nardus

Gambar 2.4 Sereh

19
b. Deskripsi Tanaman/Simplisia
Merupakan keluarga rumput yang rimbun dan berumpun besar,
aroma kuat dan wangi, juga merupakan tanaman tahunan yang hidup
liar. Tinggi sampai 1,2 m. Akar merupakan akar serabut yang berimpang
pendek. Batang tanaman tumbuh tegak lurus, bergerombol, berumbi
berwarna putih kekuningan atau putih keunguan dan kemerahan, lunak,
bersifat kaku dan mudah patah serta berongga. Isi batang berupa pelepah
umbi untuk pucuk. Daun berwarna hijau, tepi tajam dan kasar, panjang
50-100 cm, lebar 2 cm, daging daun tipis, serta pada permukaan dan
dalamnya berbulu halus, tidak bertangkai, kesat, panjang, runcing,
hamper menyerupai daun lalang, bentuk seperti pita yang makin
keujung makin runcing dan berbau citrus ketika diremas, tulang daun
tersusun sejajar, letaknya pada batang tersebar. Jarang sekali memiliki
bunga bila ada tidak memiliki mahkota dan mengandung bulir.
c. Kandungan
Mengandung 1% minyak atsiri dengan komponen sitronelal (32-
45%), geraniol (12-25%), geranil asetat (3-8%), sitronelil asetat (1-4%).
Komponen lain adalah mirsen (12- 25%, diterpen, metilheptanon,
sitronelol, linalool, farnesol, alkohol, aldehid, terpineol dan lebih 12
komponen lain.
d. Uji Praklinik
Pengujian ekstrak air panas dosis 15 mL/kg BB pada 20 tikus
yang diinduksi edema oleh karagenan menunjukkan inhibisi edema
sebesar 18,6%. Pada pemberian dekokta 20% menggunakan
pembanding indometasin menunjukkan efek inhibisi 58,6%. Efek
analgesik perifer dari myrcene diuji terhadap hiperalgesia yang
diinduksi oleh prostaglandin pada kaki tikus dan terhadap kejatan yang
diinduksi oleh injeksi iloprost intraperitoneal pada mencit. Berbeda
dengan efek morfin sebagai analgesik sentral, myrcene tidak

20
menimbulkan toleransi pada pemberian berulang.Minyak atsiri berefek
analgesik terhadap nyeri kepala, kejang otot, spasme, reumatik, myalgia
dan neuralgia.
e. Indikasi
Analgetik-antiinflamasi
f. Kontra indikasi
Alergi dan kehamilan.

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Osteoarthritis merupakan gangguan pada sendi yang ditandai
dengan perubahan patologis pada struktur sendi tersebut yaitu berupa
degenerasi tulang rawan/kartilago hialin. OA dapat terjadi pada orang dari segala
jenis etnis, lebih sering mengenai wanita dan berhubungan dengan usia
menopause, selain itu juga bisa terjadi pada kondisi seseorang dengan obesitas.
Faktor resiko lain Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama
pada orang tua. Selain itu, osteoarthritis ini juga merupakan penyebab kecacatan
paling banyak pada orang tua.
Pengobatan herbal merupakan salah satu pilihan bagi masyarakat untuk
mengatasi permasalahan kesehatan, pada referat ini tentunya yang berhubungan
dengan osteoarthritis. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk meneliti efek
dari beberapa tanaman herbal untuk berbagai masalah kesehatan yang berkaitan
dengan rdang sendi atau osteoarthritis. Tanaman-tanaman herbal tersebut antara
lain cabe yang dapat menghilangkan ketegangan otot dan remati, jahe yang dapat
digunakan sebagai anti radang sendi, kayu putih dan sereh yang dapat digunakan
sebagai analgetik dan anti inflamasi.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Tjahjono, et al, 2011. Patologi Anatomi. Semarang : Badan Penerbit


Universitas Diponegoro Semarang
2. Danang, A., Sunu, P. 2013.” Studi Klinis Formula Jamu Untuk Osteoartritis
Sendi Lutut”. Jurnal Widyariset: Vol. 16 (2)
3. Bashori, A., Totok Budi Santoso. 2010. “Perbedaan Penambahan
Diclofenactopikal Intervensi IRR dan Aktif Exercise Terhadap Pengurangan
Nyeri OA Lutut”. Jurnal Fisioterapi. Vol. 9 (1).
4. Fauci, Anthony S., et al. 2012. Osteoarthritis. Dalam : Harrison’s Principles
Of Internal Medicine Eighteenth Edition. New York, United States of
America : The McGraw-Hill Companies.
5. Arya RK, Jain V. 2013. Osteoarthritis of the knee joint : An Overview.
Journal Indian Academy of Clinical Medicine. Vol.14 (2) : 154-62
6. Iannone F, Lapadula G. 2013. The pathophysiology of osteoarthritis.
Aging Clin Exp Res. 15(5):364–372.
7. Rasjad C. 2010. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: IKAPI
8. Joern, M., Klaus, S.B., dan Peer,E, 2010. “The Epidemiology, Etiology,
Diagnosis, and Treatment of Osteoarthritis of the Knee”. Dtsch Arztebl
International. Volume 107(9): 152–62.
9. Soni, Anushka. 2014. “Osteoarthritis – aetiology, assessment and
management of a heterogeneous condition”. Hamdan Medical Journal. Vol,
7. No, 2.
10. Permenkes, no.6 tahun 2016. Formularium Obat Herbal Asli Indonesia.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia: Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia

23

Anda mungkin juga menyukai