PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada kehidupan jaman sekarang berbagai penyakit dapat timbul mulai dari anak
hingga dewasa baik penyakit infeksi maupun non infeksi. Dengan perubahan pola
kebiasaan hidup seperti aktivitas, makan dan istirahat akan berpengaruh pada
sistem organ tubuh manusia. Semakin buruk pola hidup seseorang, maka berbagai
gangguan sistem organ akan dirasakan baik langsung maupun tidak langsung,
bahkan dapat menyebabkan komplikasi lebih lanjut bila tidak segera ditangani.
Penyakit yang timbul akibat pola hidup yang buruk salah satunya yaitu diabetes
melitus.
Data yang didapatkan penulis pada praktik keperawatan medikal bedah di RSAL
Dr. Mintohardjo, tercatat 5.583 orang dirawat diruang rawat inap selama periode
Januari hingga Desember 2016. Pada periode Januari hingga Maret 2017,
sebanyak 377 orang di ruang rawat inap P. Tarempa, dengan 44 orang
diantaranya menderita penyakit diabetes melitus atau sebesar 17,5%. Penyakit
diabetes melitus menempati urutan pertama dengan jumlah klien terbanyak
selama periode Januari hingga Maret 2017 disusul penyakit dispepsia sebesar
11,67% diurutan kedua dan penyakit GEA sebesar 9,81%.
Melihat tingginya angka kejadian diabetes melitus apabila tidak ditangani secara
baik akan menimbulkan komplikasi yaitu dengan komplikasi yang ditimbulkan
seperti hipergikemia, hipoglikemia, luka gangren, sampai dengan kematian, untuk
itu dibutuhkan peran perawat untuk membantu dalam mengatasi masalah diabetes
melitus dengan upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Secara
promotif, perawat dapat memberikan penjelasan melalui pendidikan kesehatan
mengenai penyakit diabetes melitus mulai dari definisi hingga komplikasi yang
ditimbulkan. Secara preventif perawat menjelaskan mengenai langkah pencegahan
agar terhindar dari diabetes melitus. Secara kuratif, perawat berkolaborasi dengan
petugas kesehatan lain seperti dokter maupun farmakologis untuk pemberian
terapi obat sesuai indikasi. Asuhan keperawatan rehabilitatif meliputi peran
perawat dalam memperkenalkan pada anggota keluarga cara merawat klien
dengan diabetes melitus, serta memberikan penjelasan melalui pendidikan
kesehatan agar terhindar dari diabetes melitus.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dapat memahami dan memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
diabetes melitus tipe II
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan diabetes melitus
tipe II
b. Menentukan masalah keperawatan pada klien dengan diabetes melitus tipe
II
c. Merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes melitus
tipe II
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan diabetes melitus
tipe II
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan diabetes melitus tipe
II
f. Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat pada teori dengan kasus pada
klien dengan diabetes melitus tipe II
g. Mengidentifikasi faktor – faktor pendukung, penghambat serta dapat
mencari solusi/alternatif pada pada klien dengan diabetes melitus tipe II
h. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes
melitus tipe II
C. Ruang Lingkup
Makalah ini membahas mengenai teori dari diabetes melitus, asuhan keperawatan
pada klien kelolaan dengan diabetes melitus di ruang perawatan P. Tarempa,
RSAL Dr. Mintohardjo tanggal 3 s.d. 8 April 2017 dan kesenjangan antara teori
dengan kasus dilahan praktik.
D. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini menggunakan metode studi pustaka yaitu sumber
referensi teori diambil dari buku, jurnal artikel yang didapat secara langsung
maupun melalui internet yang dapat dipertanggungjawabkan serta melakukan
perlakuan dan pendekatan pada klien kasus kelolaan.
4
E. Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini disusun dalam lima bab, yaitu Bab I Pendahuluan yang
terdiri dari latar belakang, tujuan, ruang lingkup, metode penulisan, dan
sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Teori yaitu teori umum diabetes melitus.
Bab III Tinjauan Kasus membahas mengenai uraian dari hasil asuhan keperawatan
pada klien diabetes melitus. Bab IV Pembahasan yaitu membahas mengenai
kesenjangan antara teori dengan kasus dilahan praktik. Bab V Penutup yang
terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis defisiensi atau resistensi insulin absolut
atau relatif, ditandai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan
lemak. (Bilotta, 2012)
Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada sesorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula glukosa darah akibat
penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin.
(Soegondo, 2013)
B. Klasifikasi
Menurut Padila, (2012). Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
C. Etiologi
Menurut Padila, (2012) penyebab diabetes mellitus terbagi menjadi 2 tipe, yaitu
1. Diabetes tipe I :
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabete tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya diabetes
5
6
c. Faktor lingkungan yaitu virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
memegang peran dalam proses terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor
resiko seperti usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas
65 tahun), obesitas, riwayat keluarga.
Pada diabetes tipe II, yang dianggap sebagai pencetus utama adalah faktor
obesitas (gemuk berlebihan). Penyebabnya bukan makanan yang manis-
manis, tetapi lebih disebabkan jumlah konsumsi yang terlalu banyak,
sehingga cadangan gula darah di dalam tubuh sangat berlebihan. Sekitar 80%
penderita diabetes tipe II adalah mereka yang tergolong gemuk.
Faktor penyebab lain adalah pola makan yang salah, proses penuaan, dan
stress yang mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Juga mungkin terjadi
karena salah gizi (malnutrisi) selama kehamilan, selama masa anak – anak,
dan pada usia dewasa. Malnutrisi pada janin dapat terjadi tidak hanya karena
faktor salah gizi belaka, tetapi juga karena ibunya merokok atau
mengkonsumsi alkohol. Berkemungkinan pula penyebabnya adalah faktor
turunan keluarga pengidap diabetes. (Sustrani, 2010)
7
D. Patofisiologi
Patofisiologi diabetes melitus tipe II menurut Corwin (2009) yaitu :
Terdapat dua masalah utama pada diabetes melitus tipe II yaitu resistensi insulin
dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor
kurang dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak
dapat masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa. Mekanisme
inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi resistensi
insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah yang berlebihan maka
harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Namun demikian
jika sel-sel beta tidak mampu mengimbanginya maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadilah diabetes melitus tipe II.
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala diabetes melitus tipe II muncul secara perlahan-lahan sampai
menjadi gangguan yang jelas, dan pada tahap permulaannya seperti gejala
diabetes tipe I, yaitu cepat lelah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit, sering
buang air kecil, terus – menerus lapar dan haus, kelelahan yang berkepanjangan
dan tidak ada penyebabnya, mudah sakit yang berkepanjangan, dan biasanya
terjadi pada mereka yang berusia diatas 40 tahun, tetapi prevalensinya kini
semakin tinggi pada golongan anak – anak dan remaja.
F. Komplikasi
Menurut Smeltzer (2015) komplikasi yang berkaitan dengan diabetes
diklasifikasikan sebagai komplikasi akut dan kronik. Komplikasi akut terjadi
akibat intoleransi glukosa yang berlangsung dalam jangka waktu pendek dan
mencakup hipoglikemia, DKA, HHNS. Sedangkan komplikasi kronik biasanya
terjadinya 10 – 15 tahun setelah awitan diabetes mellitus. Komplikasinya
8
gusi berupa radang (gingivitis) dan kelainan jaringan ikat penyangga gigi
berupa radang (periodentitis). Bagian jantung berupa gangguan saraf
autonom jantung (autonomic neuropati diabetic). Bagian urogenital berupa
impotensi pada pria, tidak berfungsinya saraf kandung kemih (diabetic
neurogenenic vertical disfunction), dan penyakit ginjal (nefropati
diabetik). Bagian saraf beupa gangguan saraf perifer, autonom dan sentral.
Bagian kulit berupa radang kulit (dermatitis), gangguan saraf kulit, dan
gangren.
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Padila (2012) pemeriksaan penunjang pada diabetes melitus meliputi
glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, dan tes toleransi glukosa.
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM
(mg/dl) yaitu >200 pada kadar gula darah sewaktu di plasma vena dan darah
kapiler, serta > 126 kadar glukosa darah puasa di plasma vena dan >110 kadar
glukosa darah di kapiler.
H. Penatalaksanaan
Menurut Padila, (2012) tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba
menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk
mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan teraupetik pada setiap
tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal. Ada 5 komponen
dalam penatalaksanaa diabetes yaitu diet, latihan, pemantauan, terapi (jika
diperlukan), dan pendidikan kesehatan.
Menurut Bilotta (2012) terapi umum untuk penderita diabetes melitus yaitu
lantihan dan kontrol diet, kontrol glikemik ketat untuk mencegah komplikasi,
restriksi kalori sedang untuk menurunkan berat badan dan terapi rumatan,
12
mencapai kadar gula, lipid, dan tekanan darah normal, serta latihan aerobik yang
teratur. Untuk terapi pengobatan yang dilakukan yaitu dengan insulin eksogen
(tipe I atau mungkin tipe II) dan antidiabetik oral (tipe II), seperti arkabose,
eksenatid, glimeperid, glipizid, gliburid, metformin, pioglitazon, dan sitagliptin.
Sedangkan untuk pembedahan dilakukan transplantasi pankreas sesuai indikasi
atau jika diperlukan. Pada penatalaksanaan keperawatan perlu dilakukan
pemantauan tanda – tanda vitan dan asupan serta haluaran.
I. Asuhan Keperawatan
Menurut Padila (2012) asuhan keperawatan pada diabetes melitus meliputi :
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dan dasar utama didalam
memberikan asuhan keperawatan. Perawat harus mengumpulkan data tentang
status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan
berkesinambungan. Kebenaran data sangat enting dalam merumuskan
diagnosa keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta melakukan
tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah – masalah klien.
Pengumpulan data ini juga harus dapat menggambarkan status kesehatan
klien dan kekuatan masalah – masalah yang dialami oleh klien. Ada dua tipe
data dalam tahap pengkajian keperawatan yaitu data subyektif dan data
obyektif. Teknik pemeriksaan fisik pada tahap pengkajian keperawatan
meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pendekatan pengkajian
fisik dapat dilakukan secara head to toe dan review of system. (Hutahaean,
2010)
Berikut ini beberapa hal yang perlu dikaji pada penderita diabetes melitus :
a. Riwayat kesehatan keluarga, adakah keluarga yang menderita penyakit
seperti klien?
b. Riwayat kesehatan klien dan pengobatan sebelumnya, berapa lama klien
menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis
apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja
yang dilakukan klien untuk mananggulangi penyakitnya.
c. Aktivitas/istirahat, seperti letih, lemah, sulit bergerak/berjalan, kram otot,
tonus otot menurun.
13
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan sejalan dengan diagnosis medis sebab dalam
mengumpulkan data-data saat melakukan pengkajian keperawatan yang
dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa keperawatan ditinjau dari keadaan
penyakt dalam diagnosa medis. Tujuan diagnosa keperawatan yaitu
mengidentifikasi masalah yang dialami klien, mengidentifikasi faktor – faktor
yang menunjang atau menyebabkan suatu masalah, dan mengidentifikasi
keadaan klien termasuk kemampuan klien untuk mencegah atau
menyelesaikan masalah yang dialaminya. Dalam merumuskan diagnosa
keperawatan , diperlukan komponen – komponen diagnosa keperawatan yang
terdiri dari Problem (P) yaitu menjelaskan masalah dan status kesehatan klien
secara jelas dan sesingkat mungkin, Etiologi (E) yaitu faktor klinik dan
personal yang dapat mengubah status kesehatan atau mempengaruhi
perkembangan masalah, dan Symptom (S) yaitu data – data klien yang
terdapat dalam pengkajian. Rumusan diagnosa keperawatan dapat dibedakan
menjadi 5 kategori yaitu aktual, resiko atau resiko tinggi, potensial, sejahtera,
dan sindrom. (Hutahaean, 2010)
3. Intervensi Keperawatan
berkurang sampai hilang, gula darah dalam batas normal dan terkontrol,
TTV dalam keadaan normal, dan ansietas menurun.
Intervensi :
1) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi,
Rasional : melihat perkembangan dari status nutrisi
2) Tentukan program diet dan pola makan klien dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan klien,
Rasional : mengkaji kebutuhan nutrisi klien sesuai dengan indikasi
3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung,
mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna,
Rasional : mencegah adanya komplikasi pada sistem pencernaan
4) Pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi,
Rasional : mengatur kadar gula darah dalam tubuh
5) Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan
elektrolit dengan segera jika klien sudah dapat mentoleransinya
melalui oral,
Rasional : agar tidak terjadi refluks saat menelan makanan
6) Libatkan keluarga klien pada perencanaan makan ini sesuai dengan
indikasi,
Rasional : untuk memotivasi klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi
7) Observasi tanda-tanda hipoglikemi seperti perubahan tingkat
kesadaran, kulit lembab / dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka
rangsang, cemas, sakit kepala,
Rasional : mengatasi segera bila ada tanda-tanda hipoglikemia
8) Motivasi klien untuk oral hygine sebelum dan setelah makan,
Rasional : agar kebersihan mulut terjaga sehingga dapat meningkatkan
kepercayaaan diri klien
9) Anjurkan klien untuk minum air hangat kuku,
Rasional : air hangat dapat meningkatkan kenyamanan dalam menelan
dan mencerna makanan
10) Anjurkan klien segera makan saat hidangan makanan masih hangat
dan tentunya makan sesuai dengan porsi yang telah ditetapkan oleh
ahli gizi,
16
4. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi atau tindakan keperawatan merupakan langkah keempat dari
proses keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan
dalam rangka membantu klien untuk mencegah, mengurangi, dan
menghilangkan dampak atau respon yang ditimbulkan oleh masalah
keperawatan dan kesehatan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dan merupakan tindakan
intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa
jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaanya sudah
berhasil dicapai. Evaluasi dilakukan dengan melihat respon klien terhadap
asuhan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil
keputusan selanjutnya.
Melalui tahap evaluasi ini, perubahan respon klien akan dapat dideteksi.
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik yang relevan dengan
20
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Klien berinisial Ny. E berjenis kelamin perempuan, berusia 58 tahun dan
sudah menikah. Beragama islam, suku bangsa Betawi. Pendidikan terakhir
SMA atau sederajat, bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia. Klien
tidak bekerja, hanya sebagai Ibu Rumah Tangga. Alamat tempat tinggal saat
ini Jalan Kebon Pala III. Sumber biaya kesehatan selama menjalani perawatan
di rumah sakit adalah BPJS, sumber informasi didapatkan dari klien secara
langsung melalui wawancara dan observasi.
2. Resume
Klien datang ke UGD RSAL Dr. Mintohardjo diantar oleh keluarga pada
Jum’at, 31 Maret 2017 pukul 10.45 WIB dengan keluhan nyeri pada kedua
kaki, terdapat luka pada telapak kaki kiri, menimbulkan perdarahan dan luka
pada ibu jari kaki kanan. Luka sudah ada sejak ± 1 Minggu yang lalu. Di
UGD dilakukan tindakan pemeriksaan TTV dengan hasil tekanan darah
150/80 mmHg, nadi 76 x/menit, pernapasan 24 x/menit, dan suhu 38oC.
Dilakukan perawatan luka ada kedua kaki, mendapatkan terapi RL 40
tetes/menit, inj. Ceftriaxone 2 x 1 gram, inj. Metronidazole 3 x 500 mg, inj.
Ranitidine 2 x 50 mg, inj. Novorapid 3 x 20 u. Kemudian klien dipindahkan
ke ruang rawat inap P. Tarempa pukul 13.00 WIB. Diruang P. Tarempa
dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pengkajian keperawatan secara
umum. Rencana tindakan/advice dokter yaitu cek gula darah sewaktu (GDS)
2x/hari dan lanjutkan terapi farmakologi. Dari data tersebut didapatkan
masalah keperawatan gangguan rasa aman nyaman : nyeri, kerusakan
intergritas kulit, dan hambatan mobilitas fisik.
21
22
3. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengatakan keluhan utama yang dirasakan yaitu nyeri pada luka di
kedua kakinya. Faktor pencetus timbulnya perdarahan saat berjalan yang
mengakibatkan luka terbuka diiringi rasa nyeri. Timbulnya nyeri
mendadak setelah klien mengetahui adanya darah yang keluar dari
lukanya. Nyeri dirasakan selama 5 s.d. 10 menit. Agar tidak menimbulkan
rasa nyeri klien segera pergi ke klinik untuk mendapatkan penanganan
segera.
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi terhadap obat,
makanan, binatang, maupun lingkungan. Klien pernah menjalani operasi
pengangkatan mata ikan pada ibu jari kaki kanan dan operasi
pengangkatan ibu jari kaki kiri. Klien pernah dirawat di rumah sakit
Tarakan sekitar 10 tahun yang lalu dengan diagnosa medis DHF dan
dirawat di RSAL Dr. Mintohardjo untuk menjalani operasi pengangkatan
ibu jari kaki kiri.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan anggota keluarga dirumah tidak ada yang menderita
diabetes melitus. Klien juga mengatakan ia orang pertama dalam
keluarganya yang menderita diabetes melitus. Sebelumnya, baik orang tua
klien, maupun saudara kandungnya tidak ada yang menderita diabetes
melitus. Berikut genogram dari Ny. E :
Keterangan :
23
terakhir paling telat pukul 19.00 WIB. Nafsu makan ketika dirumah baik,
porsi yang dihabiskan sekitar 6-7 sendok makan. Klien mengatakan suka
dengan ikan asin. Tidak ada makanan yang membuat klien alergi.
Makanan pantang yaitu mengurangi makanan yang mengandung gula atau
manis.
Klien mengatakan ketika di rumah sakit makan 2 kali sehari yaitu
menyesuaikan jadwal makan dari rumah sakit. Pagi hari minum susu yang
telah disediakan rumah sakit. Makan terakhir pukul 18.00 WIB. Nafsu
makan selama dirawat baik, porsi yang dihabiskan yaitu 1 porsi. Klien
mengatakan tidak ada makanan yang disukai selama di rumah sakit, tetapi
klien selalu menghabiskan makanan karena makanan tersebut juga bukan
yang tidak disukai klien. Semenjak dirawat, setelah makan ia harus
disuntikkan insulin.
h. Pola eliminasi
Klien mengatakan pola eliminasi baik ketika dirumah, tidak mengalami
gangguan, frekuensi BAK 6 – 7 kali/hari, dan frekuensi BAB 1 kali/hari
yaitu pada pagi hari.
Klien mengatakan pola eliminasi saat dirawat baik, tidak mengalami
gangguan, frekuensi BAK 5 – 6 kali/hari, dan frekuensi BAB 1 kali/hari
yaitu pada pagi hari.
i. Pola Personal Hygiene
Klien mengatakan ketika dirumah ia mandi 2 x/hari, sikat gigi 3 x/hari, dan
cuci rambut 2-3 x/minggu.
Klien mengatakan semenjak dirawat, hanya diseka pada pagi hari, tidak
melakukan sikat gigi, hanya berkumur-kumur, dan tidak melakukan cuci
rambut. Hal tersebut disebabkan karena keterbatasan mobilitas.
j. Pola Istirahat dan Tidur
Klien mengatakan ketika dirumah ia sering tidur siang selama 2 – 4 jam,
dan tidur malam 7 – 8 jam.
Klien mengatakan semenjak dirawat lama tidur menjadi lebih panjang
yaitu lama tidur siang 2 – 5 jam dan lama tidur malam 7 – 9 jam. Klien
mengatakan selama dirawat tidurnya kurang nyenyak karena merasa tidak
nyaman.
25
4. Pengkajian Fisik
a. Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 3 April 2017 dengan hasil tekanan
darah 120/70 mmHg, nadi 98 x/menit, pernapasan 19 x/menit, dan suhu
38,7oC. klien mengatakan berat badan terakhir 63 kg dan tinggi badan 155
cm. Berat Badan Ideal (BBI) klien adalah 49,5 kg dan Indeks Massa
Tubuh (IMT) klien adalah 26,22. Keadaan umum klien saat dikaji sedang.
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
b. Sistem Penglihatan
Posisi mata simetris, kelopak mata normal, pergerakan bola mata normal,
konjungtiva warna merah muda, kornea tidak ada kelainan, sklera
anikterik, respon pupil terhadap cahaya postif, tidak ada kelainan pada
otot-otot mata. Fungsi penglihatan baik, klien dapat melihat pada jarak ±
5-8 meter dengan penerangan yang cukup. Klien tidak menggunakan
kacamata baik untuk melihat maupun membaca dan tidak memakai lensa
kontak.
c. Sistem Pendengaran
Daun telinga normal, telinga tampak bersih, kondisi telinga tengah
normal, tidak ada cairan yang keluar dari dalam telinga, tidak ada
perasaan penuh pada telinga, tidak terjadi tinnitus, fungsi pendengaran
baik. Klien mengalami gangguan keseimbangan dilihat dari
26
ketidakmampuan klien dalam berdiri dan adanya luka pada kaki. Klien
tidak menggunakan alat bantu pendengaran
d. Sistem Wicara
Tidak ada gangguan wicara, klien dapat berbicara dengan baik.
e. Sistem Pernapasan
Jalan napas bersih, klien tidak sesak napas, tidak menggunakan otot bantu
pernapasan, tidak ada cuping hidung, irama pernapasan spontan, tidak
batuk, tidak ada sputum, tidak ada benjolan pada dada, suara napas
vesikuler, tidak nyeri saat bernapas, tidak menggunakan alat bantu
pernapasan
f. Sistem Kardiovaskuler
Tidak terjadi distensi vena jugularis, pengisian kapiler 3 detik, tidak ada
edema, kecepatan denyut apical 100 x/menit, irama jantung teratur, tidak
ada kelainan bunyi jantung, tidak ada sakit dada, tidak ada nyeri yang
dirasakan diarea dada yang menjalar sampai ke lengan kanan/kiri.
g. Sistem Hematoogi
Klien tidak pucat, tidak ada perdarahan aktif
h. Sistem Saraf Pusat
Tidak ada keluhan sakit kepala,, tingkat kesadaran compos mentis, nilai
GCS 15 ( E = 4 ; M = 6 ; V = 5), tidak ada tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial, tidak ada gangguan sistem persarafan, refleks
fisiologi normal dan refleks patologis tidak ada.
i. Sistem Pencernaan
Gigi tampak baik, tidak menggunakan gigi palsu, gigi sudah tidak
lengkap, tidak ada stomatitis, lidah tampak kotor, saliva normal, tidak ada
pembesaran tonsil, tidak sakit saat menelan, tidak ada muntah, tidak ada
nyeri di perut, bising usus 29 x/menit, tidak diare, warna feses cokelat,
konsistensi setengah padat, tidak mengalami konstipasi, hepar tidak
teraba, abdomen teraba lembek.
j. Sistem Endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, nafas tidak berbau keton, ada luka
gangren pada telapak kaki kiri dan ibu jari kaki kanan dengan kondisi
luka dibalut perban kassa, kassa tampak basah, dan mengeluarkan aroma
tidak sedap.
27
k. Sistem Urogenital
Klien mengatakan pada malam hari BAB sebanyak 2 kali, warna urine
kuning pekat, tidak terjadi distensi kandung kemih, tidak ada edema di
daerah genitalia, tidak ada keluhan nyeri saat BAK, pada pinggang dan
perut bagian vesika urinaria.
l. Sistem Integumen
Turgor kulit elastis, kulit teraba hangat, warna kulit tampak kemerahan,
kulit tampak bersih, keadaan kulit secara umum baik, namun terdapat luka
gangren pada telapak kaki kiri dan ibu jari kaki kanan dengan kondisi
mulai menghitam. Tidak ada kelainan kulit, tidak terjadi phlebitis pada
area pemasangan infus, keadaan rambut baik, tidak lengket.
m. Sistem Muskuloskeletal
Klien mengalami kesulitan dalam pergerakan karena adanya luka pada
kaki. Tidak ada fraktur, tidak ada kelainan bentuk tulang sendi, tidak ada
kelainan struktur tulang belakang, keadaan tonus otot hipotoni dengan
Kekuatan otot sebagai berikut :
5 5 5 5 5 5 5 5
4 4 5 5 5 3 0 0
5. Data Tambahan
Klien mengatakan tahu menderita penyakit diabetes melitus sejak tahun 2010,
pernah menjalani pengangkatan jaringan nekrotik pada ibu jari kaki kiri.
Sejak saat itu klien mengontrol pola makannya. Namun jika tidak ada keluhan
yang dirasa, ia sering makan dengan tidak teratur.
28
6. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium (31 Maret 2017) yaitu leukosit *28.000/μL, eritrosit 4,12
juta/μL, hemoglobin 10,5 g/dL, hematokrit 32 %, dan trombosit 533.000/μL.
Hasil Laboratorium (3 April 2017) yaitu glukosa test *216 mg/dL, total
protein 6,4 g/dL, albumin 2,5 g/dL, globulin 3,9 g/dL.
7. Penatalaksanaan
Klien mendapatkan terapi Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gram, Inj. Metronidazole 3 x
500 mg, Inj. Ranitidine 2 x 50 mg, Inj novorapid 3 x 20 u, Infus RL 20
tetes/menit, cek gula darah pagi dan sore, dan dilakukan perawatan luka.
8. Data Fokus
a. Data Subjektif
Klien mengatakan nyeri pada kedua kakinya, nyeri disebabkan adanya
luka dan perdarahan, nyeri seperti rasa perih, skala nyeri 6, nyeri timbul
ketika telapak kaki kiri ditekan, tidak dapat berjalan karena adanya luka
pada kaki, kebutuhan selama di rumah sakit harus dibantu orang lain,
terdapat luka di kaki sejak tahun 2010, luka mengalami perdarahan sudah
± 1 minggu dan timbulnya perdarahan karena sering berjalan.
b. Data Objektif
Klien tampak melindungi bagian kakinya, tampak meringis kesakitan saat
kaki ditekan, skala nyeri sedang, terdapat luka gangren pada telapak kaki
kiri dan ibu jari kaki kanan, luka tampak menghitam, luka mengalami
edema, luka dibalut perban kassa, kondisi perban tampak basah, luka
menimbulkan aroma tidak sedap, klien hanya dapat duduk dan berbaring,
seluruh kebutuhannya harus dibantu keluarga / perawat, klien tampak
berusah menggerakkan kakinya secara perlahan. Hasil pemeriksaan TTV
yaitu tekanan darah 120/70 mmHg, nadi, 98 x/menit, pernapasan 19
x/menit, suhu 38,7oC. Glukosa test tanggal 3 April 2017 sebesar 216
mg/dL. Hasil laboratorium dan terapi farmakologi terlampir.
29
c. Analisa Data
Skala nyeri 6,
Nyeri timbul ketika telapak kaki
kiri ditekan,
Luka mengalami perdarahan sudah
± 1 minggu dan timbulnya
perdarahan karena sering berjalan.
Data Objektif :
5. Data Subjektif :
Klien mengatakan terdapat luka di Kerusakan Gangguan
kaki sejak tahun 2010 integritas kulit status
Luka mengalami perdarahan sudah metabolik
± 1 minggu
Luka mengalami perdarahan
disebabkan karena sering berjalan
Data Objektif :
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan aliran pembuluh
darah ke jaringan perifer
2. Resiko penyebarluasan infeksi berhubungan dengan penyakit kronis
3. Gangguan rasa aman nyaman : nyeri berhubungan dengan kerusakan
integritas jaringan
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman, nyeri
5. Kerusakan intergitas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolik
C. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan aliran pembuluh
darah ke jaringan perifer
Data Subjektif : Klien mengatakan nyeri pada kedua kakinya
Data Objektif : Kaki kiri klien tampak menghitam, terdapat luka gangren
pada kedua kaki klien, luka mengalami edema, hasil
pemeriksaan TTV yaitu tekanan darah 120/70 mmHg,
nadi, 98 x/menit, pernapasan 19 x/menit, suhu 38,7oC,
glukosa test 216 mg/dL
32
Pelaksanaan :
Tanggal 3 April 2017
Pukul 12.30 Memantau tingkat nyeri, nyeri masih dirasakan klien pada kedua
Evaluasi :
Tanggal 5 April 2017 pukul 07.00 WIB
Subjektif : Klien mengatakan nyeri masih dirasakan, skala nyeri 3,
terkadang kaki terasa kesemutan
Objektif : Skala nyeri sedang
Analisa : tujuan tercapai sebagian, masalah belum teratasi
Perencanaan : Lanjutkan intervensi
Pelaksanaan :
Pelaksanaan :
Tanggal 3 April 2017
Pukul 06.00 memberikan inj. Metronidazole, obat masuk sebanyak 500 mg ;
Pukul 06.00 memberikan inj. Ceftriaxone, obat masuk sebanyak 1 gram ;;
Pukul 12.00 mengobservasi tanda-tanda infeksi, perban kassa tampak bersih,
tidak terjadi edema ; Pukul 12.00 memberikan inj. Metronidazole, obat masuk
sebanyak 500 mg ; Pukul 15.00 mengobservasi kondisi luka, luka dibalut
kassa dengan kondisi kassa basah dan menimbulkan aroma tidak sedap ;
18.00 memberikan inj. Ceftriaxone, obat masuk 1 gram IV ; pukul 18.30
memberikan inj. Metronidazole, obat masuk sebanyak 500 mg IV ; pukul
19.00 mengobservasi kondisi luka, luka dibalut perban kassa, kassa tampak
kotor, luka menimbulkan bau.
Tanggal 4 April 2017
Pukul 05.30 memberikan inj. Metronidazole, obat masuk sebanyak 500 mg ;
Pukul 05.30 memberikan inj. Ceftriaxone, obat masuk sebanyak 1 gram ;
pukul 09.00 mengobservasi tanda – tanda infeksi, terdapat luka pada pus, luka
menimbulkan aroma tidak sedap ; Pukul 12.00 memberikan inj.
Metronidazole, obat masuk sebanyak 500 mg ; pukul 18.00 memberikan inj.
Ceftriaxone, obat masuk sebanyak 1 gram ; pukul 18.30 memberikan inj.
Metronidazole, obat masuk sebanyak 500 mg ; Pukul 19.00 mengobservasi
kondisi luka, perban tampak sedikit kotor, luka tidak menimbulkan bau.
Evaluasi :
Tanggal 5 April 2017 pukul 07.00 WIB
Subjektif : Klien mengatakan besok akan dilakukan operasi
pembersihan luka pada kakinya, nyeri masih dirasakan ketika
luka disentuh, terkadang merasakan gatal pada area luka.
Objektif : Luka tampak tertutup kassa, kassa tampak kotor, luka
menimbulkan bau, ada darah pada luka dan kassa, terdapat
jaringan baru, klien akan menjalani operasi debridement.
Analisa : Tujuan tercapai sebagian, masalah belum teratasi
Perencanaan : Lanjutkan intervensi
Pelaksanaan :
Tanggal 3 April 2017
Pukul 12.30 mengobservasi TTV, TD = 130/90 mmHg, N = 88 x/menit, RR =
21 x/menit, S = 36,5oC TTV, Pukul 14.00 mengobservasi skala nyeri, nyeri
masih dirasakan klien pada kedua kakinya, skala nyeri 6 ; pukul 14.30
mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, klien memperagakan yang telah
dicontohkan ; pukul 18.00 mengobservasi TTV, TD = 120/80 mmHg, N = 88
x/menit, RR = 20 x/menit, S = 37,2oC ; pukul 19.00 mengobservasi skala
nyeri, skala nyeri 5 ; memberikan lingkungan yang aman bagi klien,
pegangan tempat tidur terpasang, posisi tidur semifowler
Evaluasi :
Tanggal 5 April 2017 pukul 07.00 WIB
Subjektif : Klien mengatakan nyeri sudah berkurang, skala nyeri 3,
nyeri masih dirasakan ketika dilakukan perawatan luka, klien
mengatakan paham mengenai cara melakukan teknik
relaksasi napas dalam
Objektif : Skala nyeri sedang, klien tampak melakukan teknik
relaksasi beberapa kali saat nyeri timbul.
Analisa : tujuan tercapai, masalah teratasi
Perencanaan : Lanjutkan intervensi
Rencana tindakan :
a. Latih klien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan,
b. Dampingi dan bantu klien saat beraktivitas,
c. Berikan alat bantu jika klien memerlukan,
d. Anjurkan klien merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan,
e. Cegah timbulnya cedera
Pelaksanaan :
Tanggal 3 April 2017
Pukul 07.00 membantu klien menyeka tubuh klien, klien tampak lebih baik,
bersih, dan wangi ; Pukul 12.00 membantu klien meyiapkan makan, klien
makan di tempat tidur secara mandiri ; Pukul 15.30 membantu klien
berpindah posisi duduk, posisi duduk fowler ; pukul 16.00 menganjurkan
keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhan klien, keluarga tampak
membantu mengambilkan minum ; pukul 19.00 menganjrkan klien untuk
tidur pada posisi sim, klien menolak.
Evaluasi :
Tanggal 5 April 2017 pukul 07.00 WIB
Subjektif : Klien mengatakan kebutuhannya selama di rumah sakit
masih harus dibantu, klien mengatakan belum mampu dan
tidak boleh turun dari tempat tidur.
Objektif : Keluarga tampak aktif membantu seluruh kebutuhan klien,
klien mampu mengubah posisi tidur, klien tampak duduk
secara mandiri, mengambil makanan dimeja dan makan
secara mandiri.
Analisa : Tujuan tercapai sebagian, masalah belum teratasi
Perencanaan : Lanjutkan intervensi
Pelaksanaan :
Tanggal 3 April 2017
Pukul 06.00 memberikan inj. Metronidazole, obat masuk sebanyak 500 mg ;
Pukul 06.00 memberikan inj. Ceftriaxone, obat masuk sebanyak 1 gram ;
Pukul 10.00 melakukan perawatan luka, luka tampak kemerahan, terdapat
pus, menimbulkan aroma tidak sedap ; Pukul 12.00 mengobservasi tanda-
tanda infeksi, perban kassa tampak bersih, tidak terjadi edema ; Pukul 12.00
memberikan inj. Metronidazole, obat masuk sebanyak 500 mg ; Pukul 15.00
mengobservasi kondisi luka, luka dibalut kassa dengan kondisi kassa basah
41
Evaluasi :
Tanggal 5 April 2017 pukul 07.00 WIB
42
Pada bab ini akan dibahas mengenai perbandingan antara teori dengan praktik,
analisa faktor-faktor pendukung dan penghambat serta alternatif pemecahan masalah
dalam memberikan asuhan keperawatan ditiap tahap.
A. Pengkajian
Ditemukan kesenjangan antara teori dengan kasus yang ditemukan, yaitu pada
manifestasi klinis, dalam teori dijelaskan bahwa pada penderita diabetes melitus
akan terjadi gangguan penglihatan. Namun yang ditemukan pada klien yaitu
kondisi penglihatan klien yang masih baik..
43
44
Faktor pendukung dalam proses pengkajian yaitu klien yang kooperatif dan
menifestasi yang jelas terlihat pada klien sehingga memudahkan penulis dalam
mengkaji klien.
B. Diagnosa Keperawatan
Pada perumusan diagnosa keperawatan penulis menemukan kesenjangan, yaitu
pada teori terdapat 4 masalah keperawatan yang muncul yaitu gangguan nutrisi :
kurang dari kebutuhan, kekurangan volume cairan, gangguan integritas kulit, dan
resiko terjadi injury. Namun penulis menemukan 3 diagnosa keperawatan dan
diagnosa lain pada klien yaitu gangguan rasa aman nyaman : nyeri dan hambatan
mobilitas fisik. Sedangkan masalah keperawatan gangguan nutrisi : kurang dari
kebutuhan dan kekurangan volume cairan tidak muncul.
C. Intervensi Keperawatan
Pada intervensi keperawatan ditemukan kesenjangan yaitu tidak sesuainya
diagnosa keperawatan pada kasus dan teori sehingga menyebabkan intervensi
yang dilakukan juga berbeda. Hanya pada masalah keperawatan gangguan
integritas kulit intervensi yang dibuat dalam teori sama dengan yang terdapat pada
kasus seperti lakukan observasi kondisi luka, lakukan perawatan luka, serta
menjaga agar luka tetap dalam keadaan bersih/steril.
45
Faktor pendukung pada proses intervensi yaitu adanya teori yang jelas mengenai
apa yang harus dilakukan pada diagnosa yang ditegakkan. Sedangkan faktor
penghambatnya yaitu penulis harus mencari intervensi lain yang sesuai dengan
diagnosa keperawatan yang ditegakkan.
D. Implementasi Keperawatan
Penulis tidak menemukan kesenjangan pada proses implementasi keperawatan
antara teori dengan kasus. Namun, kesenjangan terlihat pada aktivitas yang
dilakukan pada kasus berbeda dengan teori karena perbedaan diagnosa
keperawatan dan intervensi keperawatan. Hanya pada masalah kerusakan intgritas
kulit, proses implementasi berjalan sesuai rencana yang telah dibuat. Seperti
implementasi pada masalah keperawatan gangguan integritas kulit seperti
melakukan observasi terhadap luka hingga perawatan luka. Kemudian untuk
implementasi pada diagnosa dan intervensi keperawatan yang lain dilakukan
sesuai rencana yang telah dibuat.
E. Evaluasi Keperawatan
Pada evaluasi keperawatan penulis menemukan kesenjangan yaitu dari 4 diagnosa
keperawatan pada teori hanya 1 yang penulis ambil untuk ditegakkan pada kasus.
Penulis menegakkan 5 diagnosa keperawatan pada kasus. Dari 5 diagnosa
keperawatan yang ditegakkan, 4 diantaranya ditegakkan berdasarkan keluhan dan
hasil observasi pada saat pengkajian. Dari 5 diagnosa keperawatan yang penulis
tegakkan hanya satu yang masalah yang teratasi. Hal ini disebabkan kurangnya
waktu dan variasi intervensi dalam melakukan implementasi. Namun demikian,
hasil evaluasi sudah cukup memuaskan dilihat dari kondisi dan kemampuan klien
pada kasus kali ini.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Ny. E dengan diabetes
melitus, penulis menarik kesimpulan bahwa perlunya pengkajian secara
menyeluruh dan mendetail pada klien dengan diabetes melitus agar data-data yang
terkumpul dapat menunjang diagnosa keperawatan yang akan ditegakkan. Serta
perlunya materi yang lengkap dan menyeluruh pada teori diabetes melitus seperti
pada etiologi dan komplikasi yang penulis gunakan, agar meminimalkan
terjadinya kesenjangan.
Penulis mengangkat tiga diagnosa keperawatan yaitu gangguan rasa aman nyaman
: nyeri berhubungan dengan perdarahan pada luka di telapak kaki kiri, hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal, nyeri dan
kerusakan intergitas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolik.
Diagnosa keperawatan yang ditegakkan berbeda dengan teori yang penulis ambil.
Intervensi keperawatan yang dilakukan pada Ny. E mengarah pada tujuan dan
kriteria hasil yang dibuat. Pada intervensi keperawatan terdapat kesenjangan yaitu
tidak sesuainya diagnosa keperawatan pada kasus dan teori sehingga
menyebabkan intervensi yang dilakukan juga berbeda. Hal tersebut menjadi faktor
penghambat dalam proses intervensi keperawatan. Sedangkan faktor pendukung
pada proses intervensi yaitu adanya teori yang jelas mengenai apa yang harus
dilakukan pada diagnosa yang ditegakkan.
46
47
Dalam tahap evaluasi penulis melakukan evaluasi yang terdiri dari dua tahap yaitu
evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Dari tiga diagnosa keperawatan yang
ditegakkan, hanya satu diagnosa keperawatan yang teratasi, yaitu diagnosa
keperawatan ganguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan perdarahan pada
luka di telapak kaki kiri.
B. Saran
1. Untuk Mahasiswa/i
Agar lebih mendalami materi mengenai kasus yang didapat dengan mencari
sumber pustaka yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga akan
menghasilkan asuhan keperawatan yang berkualitas.
2. Untuk Perawat
Bagi perawat ruang rawat inap agar lebih meningkatkan perawatan pada klien
dan lebih care terhadap klien khususnya pada klien diabetes melitus dengan
luka gangren yang memerlukan bantuan dalam hal kebutuhan yang lebih
membutuhkan pengawasan serta monitoring agar terhindar dari komplikasi
yang merugikan klien.
3. Untuk Institusi
Menjadikan kasus diabetes melitus dalam proses pembelajaran dikelas karena
banyaknya klien yang ditemukan dilapangan serta prevalensi yang masih
cenderung meningkat. Selain itu, dengan memperlajari materi diabetes
melitus diharapkan dapat mengurangi angaka kejadian diabetes melitus di
masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika