Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada kehidupan jaman sekarang berbagai penyakit dapat timbul mulai dari anak
hingga dewasa baik penyakit infeksi maupun non infeksi. Dengan perubahan pola
kebiasaan hidup seperti aktivitas, makan dan istirahat akan berpengaruh pada
sistem organ tubuh manusia. Semakin buruk pola hidup seseorang, maka berbagai
gangguan sistem organ akan dirasakan baik langsung maupun tidak langsung,
bahkan dapat menyebabkan komplikasi lebih lanjut bila tidak segera ditangani.
Penyakit yang timbul akibat pola hidup yang buruk salah satunya yaitu diabetes
melitus.

Diabetes melitus merupakan penyakit non infeksi akibat gangguan metabolisme


insulin yang tanda dan gejalanya bertahap hingga menimbulkan komplikasi.
Diabetes melitus dapat terjadi akibat pola makan yang buruk atau didapatkan
secara turun-menurun. Komplikasi yang sering mengganggu klien dengan
diabetes melitus adalah adanya luka gangren pada bagian tubuh.

Menurut International of Diabetic Federation (IDF) tahun 2015, memperkirakan


tingkat prevalensi global penderita diabetes melitus pada tahun 2014 sebesar 8,3%
dari keseluruhan penduduk di dunia dan mengalami peningkatan menjadi 387 juta
kasus. Indonesia merupakan negara yang menempati urutan ke 7 dengan penderita
diabetes melitus sejumlah 8,5 juta penderita setelah China, India, Amerika
Serikat, Brazil, Rusia, dan Mexico.

Di Indonesia, data Riskesdas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi


diabetes melitus dari 5,7% tahun 2007 menjadi 6,9% atau sekitar 9,1 juta pada
tahun 2013. Data International of Diabetic Federation (IDF) tahun 2015
menyatakan jumlah estimasi penyandang diabetes di Indonesia diperkirakan
sebesar 10 juta. Seperti kondisi di dunia, diabtes kini menjadi salah satu penyebab
kematian terbesar di Indonesia. Data Sample Registration Survey tahun 2014
1
2

menunjukkan bahwa diabetes merupakan penyebab kematian terbesar nomor 3 di


Indonesia dengan persentase sebesar 6,7% setelah stroke (21,1%), dan penyakit
jantung koroner (12,9%). Bila tidak segera ditangani , kondisi ini dapat
menyebabkan penurunan produktivitas disabilitas dan kematian dini. (Depkes RI,
2016)

Data yang didapatkan penulis pada praktik keperawatan medikal bedah di RSAL
Dr. Mintohardjo, tercatat 5.583 orang dirawat diruang rawat inap selama periode
Januari hingga Desember 2016. Pada periode Januari hingga Maret 2017,
sebanyak 377 orang di ruang rawat inap P. Tarempa, dengan 44 orang
diantaranya menderita penyakit diabetes melitus atau sebesar 17,5%. Penyakit
diabetes melitus menempati urutan pertama dengan jumlah klien terbanyak
selama periode Januari hingga Maret 2017 disusul penyakit dispepsia sebesar
11,67% diurutan kedua dan penyakit GEA sebesar 9,81%.

Melihat tingginya angka kejadian diabetes melitus apabila tidak ditangani secara
baik akan menimbulkan komplikasi yaitu dengan komplikasi yang ditimbulkan
seperti hipergikemia, hipoglikemia, luka gangren, sampai dengan kematian, untuk
itu dibutuhkan peran perawat untuk membantu dalam mengatasi masalah diabetes
melitus dengan upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Secara
promotif, perawat dapat memberikan penjelasan melalui pendidikan kesehatan
mengenai penyakit diabetes melitus mulai dari definisi hingga komplikasi yang
ditimbulkan. Secara preventif perawat menjelaskan mengenai langkah pencegahan
agar terhindar dari diabetes melitus. Secara kuratif, perawat berkolaborasi dengan
petugas kesehatan lain seperti dokter maupun farmakologis untuk pemberian
terapi obat sesuai indikasi. Asuhan keperawatan rehabilitatif meliputi peran
perawat dalam memperkenalkan pada anggota keluarga cara merawat klien
dengan diabetes melitus, serta memberikan penjelasan melalui pendidikan
kesehatan agar terhindar dari diabetes melitus.

Dengan banyaknya penderita diabetes melitus di Indonesia, khususnya di ruang


rawat inap P. Tarempa RSAL Dr. Mintohardjo membuat penulis tertarik untuk
membahas lebih lanjut mengenai diabetes melitus dan melakukan asuhan
keperawatan pada klien dengan diabetes melitus.
3

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dapat memahami dan memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
diabetes melitus tipe II
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan diabetes melitus
tipe II
b. Menentukan masalah keperawatan pada klien dengan diabetes melitus tipe
II
c. Merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes melitus
tipe II
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan diabetes melitus
tipe II
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan diabetes melitus tipe
II
f. Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat pada teori dengan kasus pada
klien dengan diabetes melitus tipe II
g. Mengidentifikasi faktor – faktor pendukung, penghambat serta dapat
mencari solusi/alternatif pada pada klien dengan diabetes melitus tipe II
h. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes
melitus tipe II

C. Ruang Lingkup
Makalah ini membahas mengenai teori dari diabetes melitus, asuhan keperawatan
pada klien kelolaan dengan diabetes melitus di ruang perawatan P. Tarempa,
RSAL Dr. Mintohardjo tanggal 3 s.d. 8 April 2017 dan kesenjangan antara teori
dengan kasus dilahan praktik.

D. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini menggunakan metode studi pustaka yaitu sumber
referensi teori diambil dari buku, jurnal artikel yang didapat secara langsung
maupun melalui internet yang dapat dipertanggungjawabkan serta melakukan
perlakuan dan pendekatan pada klien kasus kelolaan.
4

E. Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini disusun dalam lima bab, yaitu Bab I Pendahuluan yang
terdiri dari latar belakang, tujuan, ruang lingkup, metode penulisan, dan
sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Teori yaitu teori umum diabetes melitus.
Bab III Tinjauan Kasus membahas mengenai uraian dari hasil asuhan keperawatan
pada klien diabetes melitus. Bab IV Pembahasan yaitu membahas mengenai
kesenjangan antara teori dengan kasus dilahan praktik. Bab V Penutup yang
terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis defisiensi atau resistensi insulin absolut
atau relatif, ditandai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan
lemak. (Bilotta, 2012)

Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada sesorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula glukosa darah akibat
penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin.
(Soegondo, 2013)

Diabetes merupakan gangguan metabolisme (metabolic syndrome) dari distribusi


gula oleh tubuh. Penderita diabetes tidak bisa memproduksi insulin dalam
jumlah yang cukup, atau tubuh tak mampu menggunakan insulin secara efektif,
sehingga terjadilah kelebihan gula di dalam darah. (Sustrani, dkk, 2010)

B. Klasifikasi
Menurut Padila, (2012). Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

C. Etiologi
Menurut Padila, (2012) penyebab diabetes mellitus terbagi menjadi 2 tipe, yaitu
1. Diabetes tipe I :
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabete tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya diabetes

5
6

melitus tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang


memeiliki tipe antigen HLA.

b. Faktor-faktor imunologi yaitu adanya respon autoimun yang merupakan


respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-
olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen.

c. Faktor lingkungan yaitu virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.

2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
memegang peran dalam proses terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor
resiko seperti usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas
65 tahun), obesitas, riwayat keluarga.

Pada diabetes tipe II, yang dianggap sebagai pencetus utama adalah faktor
obesitas (gemuk berlebihan). Penyebabnya bukan makanan yang manis-
manis, tetapi lebih disebabkan jumlah konsumsi yang terlalu banyak,
sehingga cadangan gula darah di dalam tubuh sangat berlebihan. Sekitar 80%
penderita diabetes tipe II adalah mereka yang tergolong gemuk.

Faktor penyebab lain adalah pola makan yang salah, proses penuaan, dan
stress yang mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Juga mungkin terjadi
karena salah gizi (malnutrisi) selama kehamilan, selama masa anak – anak,
dan pada usia dewasa. Malnutrisi pada janin dapat terjadi tidak hanya karena
faktor salah gizi belaka, tetapi juga karena ibunya merokok atau
mengkonsumsi alkohol. Berkemungkinan pula penyebabnya adalah faktor
turunan keluarga pengidap diabetes. (Sustrani, 2010)
7

D. Patofisiologi
Patofisiologi diabetes melitus tipe II menurut Corwin (2009) yaitu :
Terdapat dua masalah utama pada diabetes melitus tipe II yaitu resistensi insulin
dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor
kurang dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak
dapat masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa. Mekanisme
inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi resistensi
insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah yang berlebihan maka
harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Namun demikian
jika sel-sel beta tidak mampu mengimbanginya maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadilah diabetes melitus tipe II.

E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala diabetes melitus tipe II muncul secara perlahan-lahan sampai
menjadi gangguan yang jelas, dan pada tahap permulaannya seperti gejala
diabetes tipe I, yaitu cepat lelah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit, sering
buang air kecil, terus – menerus lapar dan haus, kelelahan yang berkepanjangan
dan tidak ada penyebabnya, mudah sakit yang berkepanjangan, dan biasanya
terjadi pada mereka yang berusia diatas 40 tahun, tetapi prevalensinya kini
semakin tinggi pada golongan anak – anak dan remaja.

Gejala – gejala tersebut sering terabaikan karena dianggap sebagai keletihan


akibat kerja. Jika glukosa darah sudah tumpah ke saluran urine, sehingga bila
urine tersebut tidak disiram akan dierubungi oleh semut adalah tanda adanya
gula. Gejala lain yang biasanya muncul adalah penglihatan kabur, luka yang
lama sembuh, kaki terasa kebas, geli, atau merasa terbakar, infeksi jamur pada
saluran reproduksi wanita, dan impotensi pada pria. (Sustrani, dkk, 2010)

F. Komplikasi
Menurut Smeltzer (2015) komplikasi yang berkaitan dengan diabetes
diklasifikasikan sebagai komplikasi akut dan kronik. Komplikasi akut terjadi
akibat intoleransi glukosa yang berlangsung dalam jangka waktu pendek dan
mencakup hipoglikemia, DKA, HHNS. Sedangkan komplikasi kronik biasanya
terjadinya 10 – 15 tahun setelah awitan diabetes mellitus. Komplikasinya
8

mencakup penyakit makrovaskular (pembuluh darah besar), penyakit


mikrovaskular (pembuluh darah kecil), dan penyakit neuropatik.

Menurut Novitasari (2012) komplikasi akibat diabetes melitus dapat bersifat


akut atau kronis. Komplikasi akut terjadi jika kadar glukosa darah seseorang
meningkat atau menurun tajam dalam waktu relative singkat. Kadar glukosa
darah bisa menurun drastis jika penderita menjalani diet yang terlalu ketat.
Perubahan yang besar dan mendadak dapat merugikan, komplikasi kronis berupa
kelainan pembuluh darah yang akhirnya bisa menyebabkan serangan jantung,
ginjal, saraf, dan penyakit berat lain.
1. Komplikasi akut diabetes melitus
a. Hipoglikemi
Hipogliemi adalah suatu keadaan seseorang dengan kadar glukosa darah
dibawah nilai normal. Gejala – gejala hipoglikemi bisa ditandai oleh dua
penyebab utama. Keterlibatan sistem saraf otonomi (bagian dari sistem
saraf yang tidak terkendali dibawah sadar) dan pelepasan hormone dari
kelenjar – kelenjar adrenalin, yang menimbulkan gejala – gejala rasa takut,
terbang, dan bertarung. Pada dasarnya ini mencakup kegelisahan,
gemetaran, mengeluarkan keringat, menggigil, muka pucat, jantung
berdebar – debar, dan detak jantung yang sangat cepat, serta rasa pening.
Ini disebut juga sebagai gejala – gejala adrenergik. Otot cpat sekali
terpengaruh dengan suplai energi yang tidak memadai, karena kadar gula
darah menurun selama hipoglikemia sehingga menimbulkan kategori
gejala – gejala neuroglikopenik berikutnya. Meliputi ketidakmampuan
untuk berkonsentrasi, kebingungan, irasional, agresif atau perilaku aneh,
gangguan bicara, menolak untuk bekerjasama, mudah mengantuk dan
akhirnya kehilangan kesadaran atau pingsan. Jika tidak diberi pengobatan,
bisa menimbulkan resiko kejang dan akhirnya terjadi kerusakan otak
permanen atau dalam kondisi yan parah, bisa menimbulkan kematian.
Kelompok ketiga dari gejala –gejala tersebut, yang tidak langsung
berhubungan dengan kategori tersebut namun umumnya dialami,
mencakup rasa lapar, gangguan penglihatan, sakit kepala temporer, dan
perasaan lemah
9

b. Ketoasidosis Diabetik – Koma Diabetik


Komplikasi ini dapat diartikan sebagi suatu keadaan tubuh yang sangat
kekurangan insulin dan sifatnya mendadak. Glukosa darah yang tinggi
tidak dapat memenuhi kebutuhan energi tubuh. Akibatnya, metabolisme
tubuh pun berubah. Kebutuhan energi tubuh terpenuhi setelah sel lemak
pecah dan membentuk senyawa keton. Keton akan terbawa dalam urin dan
dapat dicium baunya saat bernapas. Akibat akhir adalah darah menjadi
asam, jaringan tubuh rusak, tidak sadarkan diri, dan mengalami koma.

Penyebab komplikasi ini umumnya adalah infeksi. Walaupun demikian,


komplikasi ini bisa juga disebabkan lupa suntik insulin, pola makan yang
terlalu bebas, atau stress. Semua itu menyebabkan terjadinya defisiensi
atau kekurangan insulin akut pada metabolisme lemak, karbohidrat
maupun protein. Gejala yang sering muncul adalah poliuria, polidipsia,
dan nafsu makan menurun akibat rasa mual selain itu, terjadi hipotensi
(tekanan darah rendah) sampai shock, kadar glukosa tinggi, dan kadar
bikarbonat rendah.

c. Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK)


Gejala dan KHNK adalah adanya dehidrasi yang berat, hipotensi, dan
menimbulkan shock. Komplikasi ini diartikan sebagai keadaan tubuh tanpa
penimbunan lemak sehingga penderita tidak menunjukkan pernapasan
yang cepat dan dalam (kussmaul). Pemeriksaan di laboratorium
menunjukkan bahwa kadar glukosa penderita sangat tinggi, pH darah
normal, kadar natrium (Na) tinggi, dan tidak ada ketonemia.

d. Koma Lakto Asidosis


Komplikasi ini diartikan sebagi suatu keadaan tubuh dengan asam laktat
tidak dapat diubah menjadi bikarbonat. Akibatnya, kadar asam laktat
didalam darah meningkat (hiperlaktatemia) dan akhirnya menimbulkan
koma. Keadaan ini dapat terjadi karena infeksi, gangguan faal hepar,
ginjal, diabetes melitus yang mendapat pengobatan dengan phenformin.
Gejala yang muncul biasanya berupa stupor hingga koma. Emeriksan gula
10

darah biasanya hanya menunjukkan hiperglikemia ringan (glukosa darah


dapat normal atau sedikit turun).

2. Komplikasi kronis diabetes melitus


Komplikasi kronis diabetes melitus dapat dikelompokkan menjadi dua bagian
sebagi berikut :
a. Komplikasi Spesifik
Komplikasi spesifik adalah komplikasi akibat kelainan pembuluh darah
kecil atau mikroangiopati diabetika (Mi.DM) dan kelainan metabolisme
dalam jaringan. Jenis – jenis komplikasi spesifik meliputi retinopati
diabetika (RD) yaitu gejalanya penglihatan mendadak buram seperti
berkabut. Akibatnya harus sering mengganti kacamata. Nefropati diabetika
(ND) yaitu gejalanya ada protein dalam air kencing, terjadi
pembengkakan, hipertensi, dan kegagalan fungsi ginjal yang menahun.
Neuropati diabetika (Neu.D), yaitu gejalanya perasaan terhadap getaran
berkurang, rasa panas seperti terbakar dibagian ujung tubuh, rasa nyeri,
rasa kesemutan, serta rasa terhadap dingin dan panas berkurang. Selain itu,
otot lengan atas menjadi lemah, penglihatan kembar, impotensi sementara,
mengeluarkan banyak keringat, dan rasa berdebar waktu beristirahat.
Diabetik foot (DF) dan kelainan kulit, seperti tidak berfungsinya kulit
(dermatopati diabetik), adanya gelembung berisi cairan dibagian kulit
(bullae diabetik), dan kulit mudah terinfeksi.

b. Komplikasi non spesifik


Kelainan ini sama dengan non-diabetes melitus, tetapi terjadinya lebih
awal atau lebih mudah. Penyakit yang termasuk komplikasi tak spesifik
dalam diabetes melitus meliputi kelainan pembuluh darah besar atau
makroangiopati diabetika (Ma.DM), kelainan ini berupa timbunan zat
lemak didalam dan dibawah pembuluh darah (aterosklerosis). Kekeruhan
pada lensa mata (katarakta lentis), adanya infeksi seperti infeksi saluran
kencing dan tuberkulosis (TBC) paru. Selain itu, komplikasi kronis juga
dapat dikelompokkan berdasarkan bagian tubuh yang mengalami kelainan
yaitu bagian mata, kelainan lensa mata (katarakta lentis), kelainan retina
(retinopati), dan gangguan saraf mata (neuropati). Bagian mulut, kelainan
11

gusi berupa radang (gingivitis) dan kelainan jaringan ikat penyangga gigi
berupa radang (periodentitis). Bagian jantung berupa gangguan saraf
autonom jantung (autonomic neuropati diabetic). Bagian urogenital berupa
impotensi pada pria, tidak berfungsinya saraf kandung kemih (diabetic
neurogenenic vertical disfunction), dan penyakit ginjal (nefropati
diabetik). Bagian saraf beupa gangguan saraf perifer, autonom dan sentral.
Bagian kulit berupa radang kulit (dermatitis), gangguan saraf kulit, dan
gangren.

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Padila (2012) pemeriksaan penunjang pada diabetes melitus meliputi
glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, dan tes toleransi glukosa.
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM
(mg/dl) yaitu >200 pada kadar gula darah sewaktu di plasma vena dan darah
kapiler, serta > 126 kadar glukosa darah puasa di plasma vena dan >110 kadar
glukosa darah di kapiler.

Kriteria diagnostik WHO (World Health Organization) untuk diabetes melitus


sedikitnya 2 kali pemeriksaan yaitu glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1
mmol/L), glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L), dan glukosa plasma
dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr
karbohidrat (2 jam post prandial >200 mg/dl).

H. Penatalaksanaan
Menurut Padila, (2012) tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba
menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk
mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan teraupetik pada setiap
tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal. Ada 5 komponen
dalam penatalaksanaa diabetes yaitu diet, latihan, pemantauan, terapi (jika
diperlukan), dan pendidikan kesehatan.

Menurut Bilotta (2012) terapi umum untuk penderita diabetes melitus yaitu
lantihan dan kontrol diet, kontrol glikemik ketat untuk mencegah komplikasi,
restriksi kalori sedang untuk menurunkan berat badan dan terapi rumatan,
12

mencapai kadar gula, lipid, dan tekanan darah normal, serta latihan aerobik yang
teratur. Untuk terapi pengobatan yang dilakukan yaitu dengan insulin eksogen
(tipe I atau mungkin tipe II) dan antidiabetik oral (tipe II), seperti arkabose,
eksenatid, glimeperid, glipizid, gliburid, metformin, pioglitazon, dan sitagliptin.
Sedangkan untuk pembedahan dilakukan transplantasi pankreas sesuai indikasi
atau jika diperlukan. Pada penatalaksanaan keperawatan perlu dilakukan
pemantauan tanda – tanda vitan dan asupan serta haluaran.

I. Asuhan Keperawatan
Menurut Padila (2012) asuhan keperawatan pada diabetes melitus meliputi :
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dan dasar utama didalam
memberikan asuhan keperawatan. Perawat harus mengumpulkan data tentang
status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan
berkesinambungan. Kebenaran data sangat enting dalam merumuskan
diagnosa keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta melakukan
tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah – masalah klien.
Pengumpulan data ini juga harus dapat menggambarkan status kesehatan
klien dan kekuatan masalah – masalah yang dialami oleh klien. Ada dua tipe
data dalam tahap pengkajian keperawatan yaitu data subyektif dan data
obyektif. Teknik pemeriksaan fisik pada tahap pengkajian keperawatan
meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pendekatan pengkajian
fisik dapat dilakukan secara head to toe dan review of system. (Hutahaean,
2010)

Berikut ini beberapa hal yang perlu dikaji pada penderita diabetes melitus :
a. Riwayat kesehatan keluarga, adakah keluarga yang menderita penyakit
seperti klien?
b. Riwayat kesehatan klien dan pengobatan sebelumnya, berapa lama klien
menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis
apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja
yang dilakukan klien untuk mananggulangi penyakitnya.
c. Aktivitas/istirahat, seperti letih, lemah, sulit bergerak/berjalan, kram otot,
tonus otot menurun.
13

d. Sirkulasi, adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan


pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah.
e. Intergritas ego, stress dan ansietas
f. Eliminasi, perubahan pola berkemih (poliuria, nokturia, anuria), diare
g. Makanan/cairan, anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan
berat badan, haus, penggunaan diuretik.
h. Neurosensori, pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia, gangguan penglihatan
i. Nyeri/kenyamanan, abdomen tegang, nyeri (sedang/berat)
j. Pernapasan, batuk dengan/tanpa sputum purulen (terganggu adanya
infeksi/tidak
k. Keamanan, kulit kering, gatal, ulkus kulit.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan sejalan dengan diagnosis medis sebab dalam
mengumpulkan data-data saat melakukan pengkajian keperawatan yang
dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa keperawatan ditinjau dari keadaan
penyakt dalam diagnosa medis. Tujuan diagnosa keperawatan yaitu
mengidentifikasi masalah yang dialami klien, mengidentifikasi faktor – faktor
yang menunjang atau menyebabkan suatu masalah, dan mengidentifikasi
keadaan klien termasuk kemampuan klien untuk mencegah atau
menyelesaikan masalah yang dialaminya. Dalam merumuskan diagnosa
keperawatan , diperlukan komponen – komponen diagnosa keperawatan yang
terdiri dari Problem (P) yaitu menjelaskan masalah dan status kesehatan klien
secara jelas dan sesingkat mungkin, Etiologi (E) yaitu faktor klinik dan
personal yang dapat mengubah status kesehatan atau mempengaruhi
perkembangan masalah, dan Symptom (S) yaitu data – data klien yang
terdapat dalam pengkajian. Rumusan diagnosa keperawatan dapat dibedakan
menjadi 5 kategori yaitu aktual, resiko atau resiko tinggi, potensial, sejahtera,
dan sindrom. (Hutahaean, 2010)

Menurut Padila (2012) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada


penderita diabetes melitus yaitu :
14

a. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan
metabolisme protein, lemak.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik
(neuropati perifer).
d. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan.

3. Intervensi Keperawatan

Perencanaan adalah bagian dari tahap proses keperawatan yang meliputi


tujuan perawatan, penetapan kriteria hasil, penetapan rencana tindakan yang
akan diberikan kepada klien untuk memecahkan masalah yang dialami klien
serta rasional dari masing-masing rencana tindakan yang akan diberikan.
Tujuan rencana keperawatan adalah konsolidasi dan organisasi terhadap
informasi yang didapat dari klien untuk menyelesaikan masalah yang
ditemukan, sebagai alat komunikasi antara perawat dan klien untuk
menyelesaikan masalah yang ditemukan, sebagai alat komunikasi antara
anggota tim kesehatan terhadap penyelesaian masalah yang ditemukan.
Rencana keperawatan terdiri dari 2 jenis yaitu mandiri dan kolaboratif.
Pedoman dalam penulisan tujuan perawatan adalah berdasarkan SMART
yaitu Spesifik (tidak menimbulkan arti ganda), Measurable (dapat diukur,
dilihat, didengar, diraba, dirasakan ataupun dibau), Achievable (dapat
dicapai), Reasonable (dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah), dan Time
(punya batasan waktu yang jelas). (Hutahaean, 2010)
Berikut ini intervensi berdasarkan diagnosa keperawatan menurut Padila
(2012) :
a. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan
metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
Klien dapat mencerna jumlah kalori tau nutrien yang tepat, berat badan
stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya, mual dan muntah klien
15

berkurang sampai hilang, gula darah dalam batas normal dan terkontrol,
TTV dalam keadaan normal, dan ansietas menurun.
Intervensi :
1) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi,
Rasional : melihat perkembangan dari status nutrisi
2) Tentukan program diet dan pola makan klien dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan klien,
Rasional : mengkaji kebutuhan nutrisi klien sesuai dengan indikasi
3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung,
mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna,
Rasional : mencegah adanya komplikasi pada sistem pencernaan
4) Pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi,
Rasional : mengatur kadar gula darah dalam tubuh
5) Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan
elektrolit dengan segera jika klien sudah dapat mentoleransinya
melalui oral,
Rasional : agar tidak terjadi refluks saat menelan makanan
6) Libatkan keluarga klien pada perencanaan makan ini sesuai dengan
indikasi,
Rasional : untuk memotivasi klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi
7) Observasi tanda-tanda hipoglikemi seperti perubahan tingkat
kesadaran, kulit lembab / dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka
rangsang, cemas, sakit kepala,
Rasional : mengatasi segera bila ada tanda-tanda hipoglikemia
8) Motivasi klien untuk oral hygine sebelum dan setelah makan,
Rasional : agar kebersihan mulut terjaga sehingga dapat meningkatkan
kepercayaaan diri klien
9) Anjurkan klien untuk minum air hangat kuku,
Rasional : air hangat dapat meningkatkan kenyamanan dalam menelan
dan mencerna makanan
10) Anjurkan klien segera makan saat hidangan makanan masih hangat
dan tentunya makan sesuai dengan porsi yang telah ditetapkan oleh
ahli gizi,
16

Rasional : Makan makanan selagi hangat memudahkan mulut dalam


mengunyah makanan dan rasa makanan yang masih dipertahankan
11) Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah,
Rasional : mengobservasi perubahan gula darah
12) Kolaborasi pemberian pengobatan insulin,
Rasional : agar tidak terjadi hiperglikemia yang dapat mengakibatkan
komplikasi lebih lanjut
13) Kolaborasi dengan ahli diet.
Rasional : untuk pemenuhan kebutuhan nutrisi klien
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi klien terpenuhi.
Kriteria hasil : klien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh
tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian
kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam
batas normal.
Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital, nadi tidak teratur, dan catat adanya
perubahan tekanan darah ortostatik,
Rasional : memantau keadaan umum klien serta mencatat seluruh
perkembangan klien selama masa perawatan
2) Pantau pola napas seperti adanya pernapasan kusmaul, kaji frekuensi
dan kualitas pernapasan, penggunaan otot bantu napas,
Rasional : untuk mengetahui adanya gangguan pada sistem
pernapasan klien
3) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa,
Rasional : melihat adanya indikasi kekurangan cairan
4) Pantau input dan output, pertahankan untuk memberikan cairan
paling sedikit 2500ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung,
Rasinal : mempertahankan status cairan dan elektrolit
5) Catat hal-hal seperti mual, muntah, dan distensi lambung,
Rasional : mencegah terjadinya gangguan pada sistem pencernaan
6) Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB,
Rasional : mencatat adanya kelebihan cairan dalam tubuh
17

7) Kolaborasi pemberian terapi cairan normal salin dengan atau tanpa


dextrose,
Rasional : untuk mempertahankan status cairan dan elektrolit
8) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K).
Rasional : mengetahui adanya gangguan cairan dan elektrolit dalam
tubuh
c. Gangguan intergritas kulit berhubungan dengan perubahan status
metabolik (neuropati perifer).
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan
penyembuhan.
Kriteria hasil : kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan
tidak terinfeksi.
Intervensi :
1) Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, adanya push, edema,
dan discharge,
Rasional : mengetahui kondisi luka saat ini serta mencatat
perkembangan luka
2) Kaji frekuensi ganti balut,
Rasional : mempertahankan kondisi luka yang bersih dan steril
3) Kaji tanda vital,
Rasional : mengetahui keadaan umum klien
4) Kaji adanya nyeri dan infeksi,
Rasional : mengindikasikan luka mengalami penurunan
5) Lakukan perawatan luka dengan teknik steril,
Rasional : dapat mempercepat proses penyembuhan luka
6) Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi,
Rasional : mengurangi kepekatan darah sehingga diharapkan oksigen
dan nutrisi dapat tersalurkan ke daerah luka
7) Kolaborasi pemberian anitibiotik sesuai indikasi.
Rasional : mencegah terjadinya perluasan infeksi

d. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan.


Tujuan : klien tidak mengalami injury.
18

Kriteria hasil : klien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami


injury.
Intervensi :
1) Hindarkan lantai yang licin,
Rasional : lantai yang licin membuat klien sangat beresiko jatuh
2) Gunakan bed yang rendah,
Rasional : mempermudah klien dalam mobilisasi dari atau ke bed
3) Orientasikan klien dengan waktu, tempat dan ruangan,
Rasional : mengobservasi tingkat kesadaran klien
4) Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari,
Rasional : mencegah klien mobilisasi dari tempat tidur agar tidak
terjadi cedera
5) Bantu klien dalam ambulasi atau pemberian posisi,
Rasional : mencegah terjadinya dekubitus pada punggung
6) Motivasi klien untuk menggunakan alat bantu atau penyanggah tubuh
ketika berjalan.
Rasional : agar dapat menyeimbangkan tubuh saat berjalan

4. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi atau tindakan keperawatan merupakan langkah keempat dari
proses keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan
dalam rangka membantu klien untuk mencegah, mengurangi, dan
menghilangkan dampak atau respon yang ditimbulkan oleh masalah
keperawatan dan kesehatan.

Implementasi/ tindakan keperawatan mencatat proses intervensi keperawatan


yang meliputi tindakan apa, siapa yang melakukan, mengapa dilakukan,
dimana dilakukan, bilamana/ kapan/ waktu tindakan, dan bagaimana tindakan
tersebut dilakukan. Implementasi atau tindakan keperawatan bertujuan
sebagai sarana komunikasi/ informasi tindakan keperawatan klien menjadi
dasar pertimbangan tindakan penilaian keperawatan, menjadi referensi dalam
pendidikan, pemeliharaan, dan pengembangan keperawatan.
19

Dokumentasi keperawatan sangat bermanfaat bagi perawat sebagai suatau


pertanggung jawaban dan aspek legal dalam sistem pelayanan keperawatan,
bagi rumah sakit memperkuat sistem pelayanan keperawatan dengan
dokumentasi ini akan terhindar atau dapat dicegah dari tindakan malpraktik
yang dapat merugikan citra rumah sakit yang bersangkutan, dan bagi pasien
itu sendiri sebagai bentuk pertanggung jawaban mutu sarana komunikasi
perawat dengan pasien/ keluarga.

Dalam membantu klien mencapai tujuannya, perawat dapat menggunakan


beberapa strategi yaitu, strategi kompensasi memberi bantuan kepada klien
sebagian atau sepenuhnya, strategi monitoring perawat melakukan
pengamatan secara terus menerus dan periodik untuk mendapatkan data-data
yang dibutuhkan guna menilai respon klien terhadap intervensi yang
digunakan untuk pengambilan keputusan (apakah intervensi dihentikan,
dilanjutkan, atau dimodifikasi), strategi pendidikan kesehatan
mengidentifikasi kebutuhan belajar klien berdasarkan masalah yang
dihadapinya guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan, perubahan sikap
dan perilaku klien kearah perbaikan status kesehatannya, strategi perubahan
perawat memberi dukungan agar klien dapat mengadaptasi perubahan-
perubahan yang terjadi sebagai dampak dari masalah keperawatan dan
kesehatannya dan strategi motivasi meningkatkan motivasi klien untuk
meningkatkan intervensi keperawatan guna mencapai tujuan yang telah
dirumuskan. (Zaidin Ali. 2010)

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dan merupakan tindakan
intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa
jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaanya sudah
berhasil dicapai. Evaluasi dilakukan dengan melihat respon klien terhadap
asuhan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil
keputusan selanjutnya.

Melalui tahap evaluasi ini, perubahan respon klien akan dapat dideteksi.
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik yang relevan dengan
20

cara membandingkannya dengan kriteria hasilyang diperoleh. Kemampuan


dasar melakukan evluasi harus dimiliki perawat dalam pendokumentasian.

Dokumentasi evaluasi keperawatan merupakan catatan tentang indikasi


kemajuan pasien terhadap tujuan yang akan dicapai. Evaluasi keperawatan
menilai keefektifan perawatan dan mengomunikasikan status kesehatan klien
setelah diberikan tindakan keperawatan serta memberikan informasi yang
memugkinkan adanya revisi perawatan sesuai keadaan pasien setelah di
evaluasi. Kualitas asuhan keperawatan dapat dievaluasi pada saat proses
(formatif) evaluasi terhadap respon yang segera timbul setelah intervensi
dilakukan dan proses (sumatif) evaluasi respon (jangka panjang) terhadap
tujuan atau hasil akhir yang diharapkan setelah dilakukan asuhan
keperawatan. (Zaidin Ali. 2010)
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Klien berinisial Ny. E berjenis kelamin perempuan, berusia 58 tahun dan
sudah menikah. Beragama islam, suku bangsa Betawi. Pendidikan terakhir
SMA atau sederajat, bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia. Klien
tidak bekerja, hanya sebagai Ibu Rumah Tangga. Alamat tempat tinggal saat
ini Jalan Kebon Pala III. Sumber biaya kesehatan selama menjalani perawatan
di rumah sakit adalah BPJS, sumber informasi didapatkan dari klien secara
langsung melalui wawancara dan observasi.

2. Resume
Klien datang ke UGD RSAL Dr. Mintohardjo diantar oleh keluarga pada
Jum’at, 31 Maret 2017 pukul 10.45 WIB dengan keluhan nyeri pada kedua
kaki, terdapat luka pada telapak kaki kiri, menimbulkan perdarahan dan luka
pada ibu jari kaki kanan. Luka sudah ada sejak ± 1 Minggu yang lalu. Di
UGD dilakukan tindakan pemeriksaan TTV dengan hasil tekanan darah
150/80 mmHg, nadi 76 x/menit, pernapasan 24 x/menit, dan suhu 38oC.
Dilakukan perawatan luka ada kedua kaki, mendapatkan terapi RL 40
tetes/menit, inj. Ceftriaxone 2 x 1 gram, inj. Metronidazole 3 x 500 mg, inj.
Ranitidine 2 x 50 mg, inj. Novorapid 3 x 20 u. Kemudian klien dipindahkan
ke ruang rawat inap P. Tarempa pukul 13.00 WIB. Diruang P. Tarempa
dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pengkajian keperawatan secara
umum. Rencana tindakan/advice dokter yaitu cek gula darah sewaktu (GDS)
2x/hari dan lanjutkan terapi farmakologi. Dari data tersebut didapatkan
masalah keperawatan gangguan rasa aman nyaman : nyeri, kerusakan
intergritas kulit, dan hambatan mobilitas fisik.

21
22

3. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengatakan keluhan utama yang dirasakan yaitu nyeri pada luka di
kedua kakinya. Faktor pencetus timbulnya perdarahan saat berjalan yang
mengakibatkan luka terbuka diiringi rasa nyeri. Timbulnya nyeri
mendadak setelah klien mengetahui adanya darah yang keluar dari
lukanya. Nyeri dirasakan selama 5 s.d. 10 menit. Agar tidak menimbulkan
rasa nyeri klien segera pergi ke klinik untuk mendapatkan penanganan
segera.
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi terhadap obat,
makanan, binatang, maupun lingkungan. Klien pernah menjalani operasi
pengangkatan mata ikan pada ibu jari kaki kanan dan operasi
pengangkatan ibu jari kaki kiri. Klien pernah dirawat di rumah sakit
Tarakan sekitar 10 tahun yang lalu dengan diagnosa medis DHF dan
dirawat di RSAL Dr. Mintohardjo untuk menjalani operasi pengangkatan
ibu jari kaki kiri.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan anggota keluarga dirumah tidak ada yang menderita
diabetes melitus. Klien juga mengatakan ia orang pertama dalam
keluarganya yang menderita diabetes melitus. Sebelumnya, baik orang tua
klien, maupun saudara kandungnya tidak ada yang menderita diabetes
melitus. Berikut genogram dari Ny. E :

Keterangan :
23

: Laki – laki : Tinggal dalam satu rumah


: Perempuan
: Klien / Ny. E :
: Meninggal Anak dari pasangan yang sudah
menikah
: Menikah

d. Penyakit yang pernah diderita anggota keluarga yang menjadi faktor


resiko.
Klien mengatakan bahwa orang tuanya dulu mempunyai riwayat
hipertensi. Namun tidak ada satu pun keluarganya yang menderita
penyakit diabetes melitus termasuk anak-anaknya. Tetapi pernyataan klien
belum terbukti benar karena keluarga dan anak-anaknya belum pernah
melakukan tes gula darah baik sewaktu maupun gula darah puasa.
e. Riwayat Psikososial dan Spiritual
Orang terdekat yang saat ini yang tinggal dalam satu rumah yaitu suami
dan anak-anaknya. Pola kominikasi keluarga berjalan dengan baik, bila
ada permasalahan dibicarakan dan pengambil keputusan biasanya suami
klien. Ny. E sering mengikuti pengajian yang ada di RT tempat tinggalnya,
rutin setiap minggu. Dampak penyakit klien terhadap keluarga yaitu anak-
anaknya harus sering ke rumah sakit secara bergantian mengurus segala
keperluan dan kebutuhan Ny. E selama menjalani perawatan di rumah
sakit.
f. Kondisi Lingkungan Rumah
Klien tinggal di pusat kota Jakarta dimana disekitar tempat tinggal banyak
terdapat pertokoan, tempat makan, pusat perbelanjaan, dan stasiun. Tempat
tinggal berada tidak jauh dari jalan raya besar, klien mengatakan
dirumahnya terdapat ventilasi/lubang angin. Hanya terdapat satu pintu
masuk yaitu didepan rumah, jika siang hari cahaya matahari dapat masuk
tetapi hanya bagian depan saja. Pembungan limbah air langsung ke
selokan yang alirannya ke arah depan rumah.
g. Pola Nutrisi
Klien mengatakan sebelum dirawat frekuensi makan 2 kali sehari yaitu
pada siang dan sore hari. Jika pagi sering meminum susu bubuk. Makan
24

terakhir paling telat pukul 19.00 WIB. Nafsu makan ketika dirumah baik,
porsi yang dihabiskan sekitar 6-7 sendok makan. Klien mengatakan suka
dengan ikan asin. Tidak ada makanan yang membuat klien alergi.
Makanan pantang yaitu mengurangi makanan yang mengandung gula atau
manis.
Klien mengatakan ketika di rumah sakit makan 2 kali sehari yaitu
menyesuaikan jadwal makan dari rumah sakit. Pagi hari minum susu yang
telah disediakan rumah sakit. Makan terakhir pukul 18.00 WIB. Nafsu
makan selama dirawat baik, porsi yang dihabiskan yaitu 1 porsi. Klien
mengatakan tidak ada makanan yang disukai selama di rumah sakit, tetapi
klien selalu menghabiskan makanan karena makanan tersebut juga bukan
yang tidak disukai klien. Semenjak dirawat, setelah makan ia harus
disuntikkan insulin.
h. Pola eliminasi
Klien mengatakan pola eliminasi baik ketika dirumah, tidak mengalami
gangguan, frekuensi BAK 6 – 7 kali/hari, dan frekuensi BAB 1 kali/hari
yaitu pada pagi hari.
Klien mengatakan pola eliminasi saat dirawat baik, tidak mengalami
gangguan, frekuensi BAK 5 – 6 kali/hari, dan frekuensi BAB 1 kali/hari
yaitu pada pagi hari.
i. Pola Personal Hygiene
Klien mengatakan ketika dirumah ia mandi 2 x/hari, sikat gigi 3 x/hari, dan
cuci rambut 2-3 x/minggu.
Klien mengatakan semenjak dirawat, hanya diseka pada pagi hari, tidak
melakukan sikat gigi, hanya berkumur-kumur, dan tidak melakukan cuci
rambut. Hal tersebut disebabkan karena keterbatasan mobilitas.
j. Pola Istirahat dan Tidur
Klien mengatakan ketika dirumah ia sering tidur siang selama 2 – 4 jam,
dan tidur malam 7 – 8 jam.
Klien mengatakan semenjak dirawat lama tidur menjadi lebih panjang
yaitu lama tidur siang 2 – 5 jam dan lama tidur malam 7 – 9 jam. Klien
mengatakan selama dirawat tidurnya kurang nyenyak karena merasa tidak
nyaman.
25

k. Pola Aktivitas dan Latihan


Klien tidak bekerja dan tidak melakukan olahraga ketika di rumah, tidak
ada keluhan apapun saat menjalani aktivitas dirumah.
Klien mengatakan tidak bekerja dan tidak melakukan olahraga ketika di
rumah sakit, di rumah sakit klien mengalami hanbatan dalam mobilitas
karena khawatir lukanya akan bertambah parah.
l. Kebiasaan yang mempengaruhi Kesehatan
Klien mengatakan tidak mempunyai kebiasaan merokok dan tidak pernah
meminum-minuman beralkohol, juga tidak pernah mengkonsumsi
narkoba.
Klien mengatakan selama dirawat ia mengikuti semua prosedur dan
terapi secara rutin.

4. Pengkajian Fisik
a. Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 3 April 2017 dengan hasil tekanan
darah 120/70 mmHg, nadi 98 x/menit, pernapasan 19 x/menit, dan suhu
38,7oC. klien mengatakan berat badan terakhir 63 kg dan tinggi badan 155
cm. Berat Badan Ideal (BBI) klien adalah 49,5 kg dan Indeks Massa
Tubuh (IMT) klien adalah 26,22. Keadaan umum klien saat dikaji sedang.
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
b. Sistem Penglihatan
Posisi mata simetris, kelopak mata normal, pergerakan bola mata normal,
konjungtiva warna merah muda, kornea tidak ada kelainan, sklera
anikterik, respon pupil terhadap cahaya postif, tidak ada kelainan pada
otot-otot mata. Fungsi penglihatan baik, klien dapat melihat pada jarak ±
5-8 meter dengan penerangan yang cukup. Klien tidak menggunakan
kacamata baik untuk melihat maupun membaca dan tidak memakai lensa
kontak.
c. Sistem Pendengaran
Daun telinga normal, telinga tampak bersih, kondisi telinga tengah
normal, tidak ada cairan yang keluar dari dalam telinga, tidak ada
perasaan penuh pada telinga, tidak terjadi tinnitus, fungsi pendengaran
baik. Klien mengalami gangguan keseimbangan dilihat dari
26

ketidakmampuan klien dalam berdiri dan adanya luka pada kaki. Klien
tidak menggunakan alat bantu pendengaran
d. Sistem Wicara
Tidak ada gangguan wicara, klien dapat berbicara dengan baik.
e. Sistem Pernapasan
Jalan napas bersih, klien tidak sesak napas, tidak menggunakan otot bantu
pernapasan, tidak ada cuping hidung, irama pernapasan spontan, tidak
batuk, tidak ada sputum, tidak ada benjolan pada dada, suara napas
vesikuler, tidak nyeri saat bernapas, tidak menggunakan alat bantu
pernapasan
f. Sistem Kardiovaskuler
Tidak terjadi distensi vena jugularis, pengisian kapiler 3 detik, tidak ada
edema, kecepatan denyut apical 100 x/menit, irama jantung teratur, tidak
ada kelainan bunyi jantung, tidak ada sakit dada, tidak ada nyeri yang
dirasakan diarea dada yang menjalar sampai ke lengan kanan/kiri.
g. Sistem Hematoogi
Klien tidak pucat, tidak ada perdarahan aktif
h. Sistem Saraf Pusat
Tidak ada keluhan sakit kepala,, tingkat kesadaran compos mentis, nilai
GCS 15 ( E = 4 ; M = 6 ; V = 5), tidak ada tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial, tidak ada gangguan sistem persarafan, refleks
fisiologi normal dan refleks patologis tidak ada.
i. Sistem Pencernaan
Gigi tampak baik, tidak menggunakan gigi palsu, gigi sudah tidak
lengkap, tidak ada stomatitis, lidah tampak kotor, saliva normal, tidak ada
pembesaran tonsil, tidak sakit saat menelan, tidak ada muntah, tidak ada
nyeri di perut, bising usus 29 x/menit, tidak diare, warna feses cokelat,
konsistensi setengah padat, tidak mengalami konstipasi, hepar tidak
teraba, abdomen teraba lembek.
j. Sistem Endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, nafas tidak berbau keton, ada luka
gangren pada telapak kaki kiri dan ibu jari kaki kanan dengan kondisi
luka dibalut perban kassa, kassa tampak basah, dan mengeluarkan aroma
tidak sedap.
27

k. Sistem Urogenital
Klien mengatakan pada malam hari BAB sebanyak 2 kali, warna urine
kuning pekat, tidak terjadi distensi kandung kemih, tidak ada edema di
daerah genitalia, tidak ada keluhan nyeri saat BAK, pada pinggang dan
perut bagian vesika urinaria.
l. Sistem Integumen
Turgor kulit elastis, kulit teraba hangat, warna kulit tampak kemerahan,
kulit tampak bersih, keadaan kulit secara umum baik, namun terdapat luka
gangren pada telapak kaki kiri dan ibu jari kaki kanan dengan kondisi
mulai menghitam. Tidak ada kelainan kulit, tidak terjadi phlebitis pada
area pemasangan infus, keadaan rambut baik, tidak lengket.
m. Sistem Muskuloskeletal
Klien mengalami kesulitan dalam pergerakan karena adanya luka pada
kaki. Tidak ada fraktur, tidak ada kelainan bentuk tulang sendi, tidak ada
kelainan struktur tulang belakang, keadaan tonus otot hipotoni dengan
Kekuatan otot sebagai berikut :

5 5 5 5 5 5 5 5

4 4 5 5 5 3 0 0

Keterangan : Terjadi kelemahan pada bagian ektremitas bawah. Klien tidak


dapat menggerakkan kaki sebelah kiri yang mengalami luka gangren.
Sedangkan kaki sebelah kanan dapat digerakkan namun tidak maksimal dan
tidak dapat digerakkan sama sekali bagian pergelangan kaki hingga jari-jari
kaki.

5. Data Tambahan
Klien mengatakan tahu menderita penyakit diabetes melitus sejak tahun 2010,
pernah menjalani pengangkatan jaringan nekrotik pada ibu jari kaki kiri.
Sejak saat itu klien mengontrol pola makannya. Namun jika tidak ada keluhan
yang dirasa, ia sering makan dengan tidak teratur.
28

6. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium (31 Maret 2017) yaitu leukosit *28.000/μL, eritrosit 4,12
juta/μL, hemoglobin 10,5 g/dL, hematokrit 32 %, dan trombosit 533.000/μL.

Hasil Laboratorium (3 April 2017) yaitu glukosa test *216 mg/dL, total
protein 6,4 g/dL, albumin 2,5 g/dL, globulin 3,9 g/dL.

7. Penatalaksanaan
Klien mendapatkan terapi Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gram, Inj. Metronidazole 3 x
500 mg, Inj. Ranitidine 2 x 50 mg, Inj novorapid 3 x 20 u, Infus RL 20
tetes/menit, cek gula darah pagi dan sore, dan dilakukan perawatan luka.

8. Data Fokus
a. Data Subjektif
Klien mengatakan nyeri pada kedua kakinya, nyeri disebabkan adanya
luka dan perdarahan, nyeri seperti rasa perih, skala nyeri 6, nyeri timbul
ketika telapak kaki kiri ditekan, tidak dapat berjalan karena adanya luka
pada kaki, kebutuhan selama di rumah sakit harus dibantu orang lain,
terdapat luka di kaki sejak tahun 2010, luka mengalami perdarahan sudah
± 1 minggu dan timbulnya perdarahan karena sering berjalan.

b. Data Objektif
Klien tampak melindungi bagian kakinya, tampak meringis kesakitan saat
kaki ditekan, skala nyeri sedang, terdapat luka gangren pada telapak kaki
kiri dan ibu jari kaki kanan, luka tampak menghitam, luka mengalami
edema, luka dibalut perban kassa, kondisi perban tampak basah, luka
menimbulkan aroma tidak sedap, klien hanya dapat duduk dan berbaring,
seluruh kebutuhannya harus dibantu keluarga / perawat, klien tampak
berusah menggerakkan kakinya secara perlahan. Hasil pemeriksaan TTV
yaitu tekanan darah 120/70 mmHg, nadi, 98 x/menit, pernapasan 19
x/menit, suhu 38,7oC. Glukosa test tanggal 3 April 2017 sebesar 216
mg/dL. Hasil laboratorium dan terapi farmakologi terlampir.
29

c. Analisa Data

No Data Masalah Etiologi


.
1. Data Subjektif :
 Klien mengatakan nyeri pada Gangguan Gangguan
kedua kakinya perfusi aliran
Data Objektif : jaringan pembuluh
 Kaki kiri klien tampak menghitam darah arteri
 Terdapat luka gangren pada kedua ke jaringan
kaki klien perifer
 Luka mengalami edema
 Hasil pemeriksaan TTV yaitu
tekanan darah 120/70 mmHg, nadi,
98 x/menit, pernapasan 19 x/menit,
suhu 38,7oC
 Glukosa test 216 mg/dL

No Data Masalah Etiologi


.
2. Data Subjektif :
 Klien mengatakan luka mengalami Resiko Penyakit
perdarahan ± 1 minggu penyebar- kronis
 Luka mengalami perdarahan luasan infeksi
disebabkan karena sering berjalan
Data Objektif :
 Terdapat luka gangren pada telapak
kaki kiri dan ibu jari kaki kanan
 Luka tampak menghitam
 Luka mengakami edema
 Luka dibalut perban kassa,
 Kondisi perban tampak basah,
 Luka menimbulkan bau tidak sedap
 Leukosit 28.000 /μL
 Suhu 38,7oC

No Data Masalah Etiologi


.
3. Data Subjektif :
 Klien mengatakan nyeri pada Gangguan rasa Kerusakan
kedua kakinya, aman nyaman : integritas
 Nyeri disebabkan adanya luka dan nyeri jaringan
perdarahan,
 Nyeri seperti rasa perih,
30

 Skala nyeri 6,
 Nyeri timbul ketika telapak kaki
kiri ditekan,
 Luka mengalami perdarahan sudah
± 1 minggu dan timbulnya
perdarahan karena sering berjalan.
Data Objektif :

 Klien tampak melindungi bagian


kakinya
 Klien tampak meringis kesakitan
saat kaki kiri ditekan
 Skala nyeri sedang
 Terdapat luka gangren di telapak
kaki kiri dan ibu jari kaki kanan
 Klien tampak berusaha
menggerakkan kakinya secara
perlahan
 Hasil pemeriksaan TTV yaitu
tekanan darah 120/70 mmHg, nadi,
98 x/menit, pernapasan 19 x/menit,
suhu 38,7oC

No Data Masalah Etiologi


4. Data Subjektif :
 Klien mengatakan tidak dapat Hambatan Tidak
berjalan karena kakinya sakit mobilitas fisik nyaman,
 Segala kebutuhan harus dibantu nyeri
orang lain
 Klien mengatakan nyeri pada
kedua kakinya bila ditekan
Data Objektif :

 Klien hanya dapat duduk dan


berbaring
 Seluruh kebutuhan klien harus
dibantu keluarga / perawat
 Klien tampak berusaha
menggerakkan kakinya secara
perlahan

No Data Masalah Etiologi


31

5. Data Subjektif :
 Klien mengatakan terdapat luka di Kerusakan Gangguan
kaki sejak tahun 2010 integritas kulit status
 Luka mengalami perdarahan sudah metabolik
± 1 minggu
 Luka mengalami perdarahan
disebabkan karena sering berjalan
Data Objektif :

 Terdapat luka gangren pada telapak


kaki kiri dan ibu jari kaki kanan
 Luka dibalut perban kassa,
 Kondisi perban tampak basah,
 Luka menimbulkan bau tidak sedap
 Glukosa test 216 mg/dL

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan aliran pembuluh
darah ke jaringan perifer
2. Resiko penyebarluasan infeksi berhubungan dengan penyakit kronis
3. Gangguan rasa aman nyaman : nyeri berhubungan dengan kerusakan
integritas jaringan
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman, nyeri
5. Kerusakan intergitas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolik

C. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan aliran pembuluh
darah ke jaringan perifer
Data Subjektif : Klien mengatakan nyeri pada kedua kakinya
Data Objektif : Kaki kiri klien tampak menghitam, terdapat luka gangren
pada kedua kaki klien, luka mengalami edema, hasil
pemeriksaan TTV yaitu tekanan darah 120/70 mmHg,
nadi, 98 x/menit, pernapasan 19 x/menit, suhu 38,7oC,
glukosa test 216 mg/dL
32

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24


jam diharapkan masalah gangguan perfusi jaringan
teratasi.
Kriteria Hasil : tidak ada obstruksi pada alirah darah, fungsi sensori
stimulasi kulit dirasakan baik oleh klien, menunjukkan
keadekuatan aliran darah melalui pembuluh darah kecil
ekstremitas untuk mempertahankan fungsi jaringan.
Rencana Tindakan :
a. Pantau tingkat ketidaknyamanan atau nyeri saat melakukan latihan fisik
b. Pantau status cairan termasuk asupan dan haluaran
c. Pantau perbedaan ketajaman atau ketumpulan, panas atau dingin
d. Pantau adanya kesemutan, kebas, hiperestesia dan hipoestesia

Pelaksanaan :
Tanggal 3 April 2017
Pukul 12.30 Memantau tingkat nyeri, nyeri masih dirasakan klien pada kedua

kakinya ; pukul 13.00 memantau adanya kesemutan atau kebas, klien


mengatakan kakinya terkadang kesemutan ; pukul 18.30 memantau status
cairan, klien tampak banyak minum, urine warna kuning jernih.

Tanggal 4 April 2017


Pukul 10.30 Memantau tingkat nyeri, nyeri masih dirasakan klien pada kedua
kakinya, skala nyeri 4 ; pukul 13.30 memantau adanya kesemutan atau kebas,
klien mengatakan kakinya masih merasakan kesemutan ; pukul 17.00
memantau status cairan, klien tampak banyak minum, urine warna kuning
jernih.

Tanggal 5 April 2017


Pukul 08.00 Memantau tingkat nyeri, nyeri masih dirasakan klien pada kedua
kakinya, skala nyeri 4 ; pukul 14.00 memantau adanya kesemutan atau kebas,
klien mengatakan kakinya masih merasakan kesemutan ; pukul 18.30
memantau status cairan, klien tampak banyak minum, urine warna kuning
jernih ; Pukul 20.00 Memantau tingkat nyeri, nyeri masih dirasakan, skala
nyeri 3.
33

Evaluasi :
Tanggal 5 April 2017 pukul 07.00 WIB
Subjektif : Klien mengatakan nyeri masih dirasakan, skala nyeri 3,
terkadang kaki terasa kesemutan
Objektif : Skala nyeri sedang
Analisa : tujuan tercapai sebagian, masalah belum teratasi
Perencanaan : Lanjutkan intervensi

Tanggal 5 April 2017 pukul 14.00 WIB


Subjektif : Klien mengatakan nyeri masih dirasakan, skala nyeri 3,
klien mengatakan masih merasakan kesemutan pada kaki
Objektif : Skala nyeri sedang
Analisa : tujuan tercapai sebagian, masalah belum teratasi
Perencanaan : Lakukan pengkajian ulang pada klien dengan post op
debridement.

2. Resiko penyebarluasan infeksi berhubungan dengan penyakit kronis


Data Subjektif : Klien mengatakan luka mengalami perdarahan ± 1
minggu, luka mengalami perdarahan disebabkan karena
sering berjalan
Data Objektif : Terdapat luka gangren pada telapak kaki kiri dan ibu jari
kaki kanan, luka tampak menghitam, luka mengakami
edema, luka dibalut perban kassa, kondisi perban tampak
basah, luka menimbulkan bau tidak sedap, leukosit 28.000
/μL, suhu 38,7oC
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan masalah resiko penyebarluasan infeksi
tidak terjadi
Kriteria Hasil : Luka menunjukkan perbaikan jaringan, leukosit dalam
batas normal, suhu tubuh dalam batas normal
Rencana Tindakan :
a. Pantau adanya tanda – tanda infeksi
b. Pantau hasil laboratorium
34

c. Lanjutkan terapi farmakologis

Pelaksanaan :
Pelaksanaan :
Tanggal 3 April 2017
Pukul 06.00 memberikan inj. Metronidazole, obat masuk sebanyak 500 mg ;
Pukul 06.00 memberikan inj. Ceftriaxone, obat masuk sebanyak 1 gram ;;
Pukul 12.00 mengobservasi tanda-tanda infeksi, perban kassa tampak bersih,
tidak terjadi edema ; Pukul 12.00 memberikan inj. Metronidazole, obat masuk
sebanyak 500 mg ; Pukul 15.00 mengobservasi kondisi luka, luka dibalut
kassa dengan kondisi kassa basah dan menimbulkan aroma tidak sedap ;
18.00 memberikan inj. Ceftriaxone, obat masuk 1 gram IV ; pukul 18.30
memberikan inj. Metronidazole, obat masuk sebanyak 500 mg IV ; pukul
19.00 mengobservasi kondisi luka, luka dibalut perban kassa, kassa tampak
kotor, luka menimbulkan bau.
Tanggal 4 April 2017
Pukul 05.30 memberikan inj. Metronidazole, obat masuk sebanyak 500 mg ;
Pukul 05.30 memberikan inj. Ceftriaxone, obat masuk sebanyak 1 gram ;
pukul 09.00 mengobservasi tanda – tanda infeksi, terdapat luka pada pus, luka
menimbulkan aroma tidak sedap ; Pukul 12.00 memberikan inj.
Metronidazole, obat masuk sebanyak 500 mg ; pukul 18.00 memberikan inj.
Ceftriaxone, obat masuk sebanyak 1 gram ; pukul 18.30 memberikan inj.
Metronidazole, obat masuk sebanyak 500 mg ; Pukul 19.00 mengobservasi
kondisi luka, perban tampak sedikit kotor, luka tidak menimbulkan bau.

Tanggal 5 April 2017


Pukul 06.00 memberikan inj. Metronidazole, obat masuk sebanyak 500 mg ;
Pukul 06.00 memberikan inj. Ceftriaxone, obat masuk sebanyak 1 gram ;
pukul 12.00 memberikan inj. Metronidazole, obat masuk sebanyak 500 mg ;
pukul 18.00 memberikan inj. Ceftriaxone, obat masuk sebanyak 1 gram ;
pukul 18.30 memberikan inj. Metronidazole, obat masuk sebanyak 500 mg
Pukul 20.00 mengobservasi kondisi luka, perban tampak bersih, luka tidak
menimbulkan bau
35

Evaluasi :
Tanggal 5 April 2017 pukul 07.00 WIB
Subjektif : Klien mengatakan besok akan dilakukan operasi
pembersihan luka pada kakinya, nyeri masih dirasakan ketika
luka disentuh, terkadang merasakan gatal pada area luka.
Objektif : Luka tampak tertutup kassa, kassa tampak kotor, luka
menimbulkan bau, ada darah pada luka dan kassa, terdapat
jaringan baru, klien akan menjalani operasi debridement.
Analisa : Tujuan tercapai sebagian, masalah belum teratasi
Perencanaan : Lanjutkan intervensi

Tanggal 5 April 2017 pukul 14.00 WIB


Subjektif : Klien mengatakan belum berani melakukan perawatan luka
secara mandiri, nyeri masih dirasakan saat dilakukan
perawatan luka, terkadang merasakan gatal pada area luka.
Objektif : Luka tertutup kassa, kassa tampak bersih, luka tidak
menimbulkan bau, tidak ada darah pada kassa, klien akan
menjalani operasi debridement.
Analisa : Tujuan tercapai sebagian, masalah belum teratasi
Perencanaan : Lakukan pengkajian ulang pada klien dengan post op
debridement.

3. Gangguan rasa aman nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya infeksi


pada luka di telapak kaki kiri
Data Subjektif : Klien mengatakan nyeri pada kedua kakinya, nyeri
disebabkan adanya luka dan perdarahan, nyeri seperti rasa
perih, skala nyeri 6, nyeri timbul ketika telapak kaki kiri
ditekan, luka mengalami perdarahan sudah ± 1 minggu
dan timbulnya perdarahan karena sering berjalan.
Data Objektif : Klien tampak melindungi bagian kakinya, tampak
meringis kesakitan saat kaki ditekan, skala nyeri sedang,
terdapat luka gangren pada telapak kaki kiri dan ibu jari
kaki kanan, klien tampak berusah menggerakkan kakinya
secara perlahan. Hasil pemeriksaan TTV yaitu tekanan
36

darah 120/70 mmHg, nadi, 98 x/menit, pernapasan 19


x/menit, suhu 38,7oC. Hasil laboratorium dan terapi
farmakologi terlampir.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan masalah gangguan rasa aman nyaman :
nyeri berkurang atau teratasi.
Kriteria hasil : Klien melaporkan bahwa nyeri berkurang atau tidak
nyeri, klien dapat mengatasi nyeri, klien memperlihatkan
salah satu teknik nonfarmakologi untuk mengatasi nyeri,
klien dapat mencegah terjadinya nyeri, skala nyeri pada
ringan.
Rencana tindakan :
a. Observasi skala nyeri secara berkala,
b. Observasi tanda-tanda vital
c. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi dan mengatasi rasa
nyeri (relaksasi, distraksi, terapi),
d. Berikan lingkungan yang aman bagi klien,
e. Laporkan pada dokter bila nyeri bertambah atau tidak ada perubahan yang
bermakna,

Pelaksanaan :
Tanggal 3 April 2017
Pukul 12.30 mengobservasi TTV, TD = 130/90 mmHg, N = 88 x/menit, RR =
21 x/menit, S = 36,5oC TTV, Pukul 14.00 mengobservasi skala nyeri, nyeri
masih dirasakan klien pada kedua kakinya, skala nyeri 6 ; pukul 14.30
mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, klien memperagakan yang telah
dicontohkan ; pukul 18.00 mengobservasi TTV, TD = 120/80 mmHg, N = 88
x/menit, RR = 20 x/menit, S = 37,2oC ; pukul 19.00 mengobservasi skala
nyeri, skala nyeri 5 ; memberikan lingkungan yang aman bagi klien,
pegangan tempat tidur terpasang, posisi tidur semifowler

Tanggal 4 April 2017


Pukul 10.00 mengobservasi skala nyeri, skala nyeri 5, nyeri hilang timbul ;
pukul 14.30 mengobservasi skala nyeri, skala nyeri 4 ; pukul 18.30
37

mengobservasi TTV, TD = 130/80 mmHg, N = 87 x/menit, RR = 20 x/menit,


S = 36,2oC ; pukul 19.00 mengobservasi skala nyeri, skala nyeri 4.

Tanggal 5 April 2017


Pukul 08.00 mengobservasi skala nyeri, skala nyeri 4 ; pukul 12.00
mengobservasi TTV, TD = 130/80 mmHg, N = 80 x/menit, RR = 20 x/menit,
S = 36oC ; Pukul 18.00 mengobservasi TTV, TD = 120/90 mmHg, N = 91
x/menit, RR = 20 x/menit, S = 36,9oC ; Pukul 20.00 mengobservasi skala
nyeri, skala nyeri 3 ; pukul 21.00 memberikan lingkungan yang aman, posisi
tidur supine dengan peganggan tempat tidur terpasang.

Evaluasi :
Tanggal 5 April 2017 pukul 07.00 WIB
Subjektif : Klien mengatakan nyeri sudah berkurang, skala nyeri 3,
nyeri masih dirasakan ketika dilakukan perawatan luka, klien
mengatakan paham mengenai cara melakukan teknik
relaksasi napas dalam
Objektif : Skala nyeri sedang, klien tampak melakukan teknik
relaksasi beberapa kali saat nyeri timbul.
Analisa : tujuan tercapai, masalah teratasi
Perencanaan : Lanjutkan intervensi

Tanggal 5 April 2017 pukul 14.00 WIB


Subjektif : Klien mengatakan nyeri sudah berkurang, skala nyeri 2,
nyeri masih dirasakan ketika luka dibersihkan, klien
mengatakan sudah melakukan teknik relaksasi napas dalam
secara mandiri.
Objektif : Skala nyeri sedang, klien tampak melakukan teknik
relaksasi beberapa kali saat nyeri timbul.
Analisa : tujuan tercapai, masalah teratasi
Perencanaan : Lakukan pengkajian ulang pada klien dengan post op
debridement.

4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman, nyeri


38

Data Subjektif : Klien mengatakan tidak dapat berjalan karena kakinya


sakit, segala kebutuhan harus dibantu orang lain, klien
mengatakan nyeri pada kedua kakinya bila ditekan.
Data Objektif : Klien hanya dapat duduk dan berbaring, seluruh kebutuhan
klien harus dibantu keluarga / perawat, klien tampak
berusaha menggerakkan kakinya secara perlahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan klien mampu mobilisasi sesuai dengan
kemampuan.
Kriteria hasil : klien tidak mengeluhkan nyerinya, klien dapat memenuhi
kebutuhan sederhana secara mandiri, meningkatkan
kekuatan dan kemampuan berpindah posisi.

Rencana tindakan :
a. Latih klien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan,
b. Dampingi dan bantu klien saat beraktivitas,
c. Berikan alat bantu jika klien memerlukan,
d. Anjurkan klien merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan,
e. Cegah timbulnya cedera

Pelaksanaan :
Tanggal 3 April 2017
Pukul 07.00 membantu klien menyeka tubuh klien, klien tampak lebih baik,
bersih, dan wangi ; Pukul 12.00 membantu klien meyiapkan makan, klien
makan di tempat tidur secara mandiri ; Pukul 15.30 membantu klien
berpindah posisi duduk, posisi duduk fowler ; pukul 16.00 menganjurkan
keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhan klien, keluarga tampak
membantu mengambilkan minum ; pukul 19.00 menganjrkan klien untuk
tidur pada posisi sim, klien menolak.

Tanggal 4 April 2017


Pukul 07.00 membantu klien meyeka tubuh klien, keluarga ikut membantu
perawat ; Pukul 12.00 menyiapkan makan siang, klien makan dibantu oleh
39

keluarga ; Pukul 14.00 melakukan ROM pasif, keluarga memperhatikan cara


ROM ; Pukul 16.00 membantu menyeka tubuh klien, keluarga ikut terlibat ;
pukul 18.30 mendampingi klien makan malam, keluarga tampak membantu
klien saat makan.

Tanggal 5 April 2017


Pukul 07.30 membantu klien menyeka tubuh klien, klien tampak rileks saat
dibersihkan tubuhnya ; pukul 11.30 menyiapkan makan siang, klien makan
dibantu oleh keluarga ; pukul 17.00 membantu klien mengubah posisi tidur,
klien tidur pada posisi semi fowler ; Pukul 21.00 menganjurkan klien untuk
tidur pada posisi sim, klien tidur pada posisi miring kanan.

Evaluasi :
Tanggal 5 April 2017 pukul 07.00 WIB
Subjektif : Klien mengatakan kebutuhannya selama di rumah sakit
masih harus dibantu, klien mengatakan belum mampu dan
tidak boleh turun dari tempat tidur.
Objektif : Keluarga tampak aktif membantu seluruh kebutuhan klien,
klien mampu mengubah posisi tidur, klien tampak duduk
secara mandiri, mengambil makanan dimeja dan makan
secara mandiri.
Analisa : Tujuan tercapai sebagian, masalah belum teratasi
Perencanaan : Lanjutkan intervensi

Tanggal 5 April 2017 pukul 14.00 WIB


Subjektif : Klien mengatakan kebutuhannya selama di rumah sakit
dibantu oleh keluarga dan perawat, klien mengatakan belum
mampu berdiri dan tidak boleh turun dari tempat tidur.
Objektif : Keluarga membantu seluruh kebutuhan klien, klien
mampu mengubah posisi tidur secara mandiri, klien tampak
duduk ditempat tidur secara mandiri, mengambil makanan
dimeja dan makan secara mandiri.
Analisa : Tujuan tercapai sebagian, masalah belum teratasi
40

Perencanaan : Lakukan pengkajian ulang pada klien dengan post op


debridement.

5. Kerusakan intergitas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolik


Data Subjektif : Klien mengatakan terdapat luka di kaki sejak tahun 2010,
luka mengalami perdarahan sudah ± 1 minggu, luka
mengalami perdarahan disebabkan karena sering berjalan
Data Objektif : Terdapat luka gangren pada telapak kaki kiri dan ibu jari
kaki kanan, luka dibalut perban kassa, kondisi perban
tampak basah, luka menimbulkan aroma tidak sedap
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan luka mengalami penyembuhan atau perbaikan
jaringan.
Kriteria hasil : Adanya jaringan baru, tidak terjadi perluasan jaringan
nekrotik, luka tidak mengeluarkan pus, luka tidak berbau,
perdarahan pada luka terhenti.
Rencana tindakan :
a. Lakukan perawatan luka gangren,
b. Observasi kondisi luka,
c. Jaga agar luka tetap bersih/steril,
d. Observasi tanda-tanda infeksi pada luka,
e. Ajarkan perawatan luka pada klien dan keluarga,
f. Atur posisi untuk mencegah penekanan pada luka,
g. Lanjutkan terapi farmakologis.

Pelaksanaan :
Tanggal 3 April 2017
Pukul 06.00 memberikan inj. Metronidazole, obat masuk sebanyak 500 mg ;
Pukul 06.00 memberikan inj. Ceftriaxone, obat masuk sebanyak 1 gram ;
Pukul 10.00 melakukan perawatan luka, luka tampak kemerahan, terdapat
pus, menimbulkan aroma tidak sedap ; Pukul 12.00 mengobservasi tanda-
tanda infeksi, perban kassa tampak bersih, tidak terjadi edema ; Pukul 12.00
memberikan inj. Metronidazole, obat masuk sebanyak 500 mg ; Pukul 15.00
mengobservasi kondisi luka, luka dibalut kassa dengan kondisi kassa basah
41

dan menimbulkan aroma tidak sedap ; 18.00 memberikan inj. Ceftriaxone,


obat masuk 1 gram IV ; pukul 18.30 memberikan inj. Metronidazole, obat
masuk sebanyak 500 mg IV ; pukul 19.00 mengobservasi kondisi luka, luka
dibalut perban kassa, kassa tampak kotor, luka menimbulkan bau ; pukul
20.00 mengatur posisi tidur klien, kaki disanggah bantal.

Tanggal 4 April 2017


Pukul 05.30 memberikan inj. Metronidazole, obat masuk sebanyak 500 mg ;
Pukul 05.30 memberikan inj. Ceftriaxone, obat masuk sebanyak 1 gram ;
Pukul 09.00 melakukan perawatan luka, luka tampak kemerahan, luka
menimbulkan aroma tidak sedap, terdapat drainase/pus, terdapat jaringan
nekrotik, luas luka ± 3 cm, kedalaman luka ± 0,5 cm, luka telah dibersihkan,
balutan kassa telah diganti ; pukul 09.00 mengobservasi tanda – tanda infeksi,
terdapat luka pada pus, luka menimbulkan aroma tidak sedap. Pukul 09.00
menganjurkan keluarga untuk memperhatikan cara perawatan luka, keluarga
ikut mendampingi selama perwatan luka hingga selesai ; Pukul 12.00
memberikan inj. Metronidazole, obat masuk sebanyak 500 mg ; pukul 18.00
memberikan inj. Ceftriaxone, obat masuk sebanyak 1 gram ; pukul 18.30
memberikan inj. Metronidazole, obat masuk sebanyak 500 mg ; Pukul 19.00
mengobservasi kondisi luka, perban tampak sedikit kotor, luka tidak
menimbulkan bau.

Tanggal 5 April 2017


Pukul 06.00 memberikan inj. Metronidazole, obat masuk sebanyak 500 mg ;
Pukul 06.00 memberikan inj. Ceftriaxone, obat masuk sebanyak 1 gram ;
Pukul 09.30 melakukan perawatan luka, luka menunjukkan perbaikan
jaringan, terdapat pus ; pukul 12.00 memberikan inj. Metronidazole, obat
masuk sebanyak 500 mg ; pukul 18.00 memberikan inj. Ceftriaxone, obat
masuk sebanyak 1 gram ; pukul 18.30 memberikan inj. Metronidazole, obat
masuk sebanyak 500 mg Pukul 20.00 mengobservasi kondisi luka, perban
tampak bersih, luka tidak menimbulkan bau

Evaluasi :
Tanggal 5 April 2017 pukul 07.00 WIB
42

Subjektif : Klien mengatakan besok akan dilakukan operasi


pembersihan luka pada kakinya, nyeri masih dirasakan ketika
luka disentuh, terkadang merasakan gatal pada area luka.
Objektif : Luka tampak tertutup kassa, kassa tampak kotor, luka
menimbulkan bau, ada darah pada luka dan kassa, terdapat
jaringan baru, klien akan menjalani operasi debridement.
Analisa : Tujuan tercapai sebagian, masalah belum teratasi
Perencanaan : Lanjutkan intervensi

Tanggal 5 April 2017 pukul 14.00 WIB


Subjektif : Klien mengatakan belum berani melakukan perawatan luka
secara mandiri, nyeri masih dirasakan saat dilakukan
perawatan luka, terkadang merasakan gatal pada area luka.
Objektif : Luka tertutup kassa, kassa tampak bersih, luka tidak
menimbulkan bau, tidak ada darah pada kassa, klien akan
menjalani operasi debridement.
Analisa : Tujuan tercapai sebagian, masalah belum teratasi
Perencanaan : Lakukan pengkajian ulang pada klien dengan post op
debridement.
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai perbandingan antara teori dengan praktik,
analisa faktor-faktor pendukung dan penghambat serta alternatif pemecahan masalah
dalam memberikan asuhan keperawatan ditiap tahap.

A. Pengkajian
Ditemukan kesenjangan antara teori dengan kasus yang ditemukan, yaitu pada
manifestasi klinis, dalam teori dijelaskan bahwa pada penderita diabetes melitus
akan terjadi gangguan penglihatan. Namun yang ditemukan pada klien yaitu
kondisi penglihatan klien yang masih baik..

Pada bagian komplikasi, dalam teori dijelaskan komplikasi diabetes melitus


meliputi komplikasi akut dan kronik, naman yang ditemui pada kasus hanya
ditemukan kulit yang terinfeksi yaitu adanya luka gangren pada klien.

Pada pemeriksaan penunjang, serta penatalaksanaan sesuai dengan teori. Pada


teori dijelaskan pola makan dan cairan orang yang menderita diabetes akan
terganggu seperti anoreksia, mual muntah, rasa haus, dan penurunan berat badan.
Namun hal tersebut tidak ditemui pada klien, karena Ny.E sudah mengetahui
mengenai penyakitnya dan apa yang harus dilakukan, sehingga gangguan pada
pola makan dan cairan dapat dicegah.

Dalam teori disebutkan pada penderita diabetes melitus akan mengalami


gangguan penglihatan, tetapi pada Ny. E tidak ditemukan adanya gangguan
penglihatan. Ny. E mampu melihat dengan jelas ada jarak 5 s.d. 8 meter dengan
penerangan yang cukup. Hal ini berarti belum ditemukan adanya
gangguanpenglihatan yang bermakna. Mungkin karena pola makan klien yang
teratur sehingga mencegah terjadinya gangguan penglihatan pada Ny. E.

43
44

Faktor pendukung dalam proses pengkajian yaitu klien yang kooperatif dan
menifestasi yang jelas terlihat pada klien sehingga memudahkan penulis dalam
mengkaji klien.

B. Diagnosa Keperawatan
Pada perumusan diagnosa keperawatan penulis menemukan kesenjangan, yaitu
pada teori terdapat 4 masalah keperawatan yang muncul yaitu gangguan nutrisi :
kurang dari kebutuhan, kekurangan volume cairan, gangguan integritas kulit, dan
resiko terjadi injury. Namun penulis menemukan 3 diagnosa keperawatan dan
diagnosa lain pada klien yaitu gangguan rasa aman nyaman : nyeri dan hambatan
mobilitas fisik. Sedangkan masalah keperawatan gangguan nutrisi : kurang dari
kebutuhan dan kekurangan volume cairan tidak muncul.

Ditemukannya kesenjangan pada diagnosa keperawatan disebabkan diagnosa


keperawatan yang ditegakkan penulis berdasarkan keluhan dan hasil observasi
saat pengkajian yang dilakukan penulis. Pengetahuan yang cukup mengenai
diabetes yang didapat Ny. E mungkin berpengaruh terhadap pola makan dan
cairan sehingga masalah keperawatan mengenai nutrisi dan cairan tidak muncul
dalam kasus ini.

Faktor pendukung pada perumusan diagnosa keperawatan yaitu jelasnya data-data


yang mengarah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang ditegakkan dan
ketelitian dalam proses perumusan diagnosa keperawatan. Sedangkan faktor
penghambat dalam perumusan diagnosa keperawatan yaitu perbedaan antara teori
dengan kasus membuat penulis ragu untuk menegakkan diagnosa keperawatan
pada teori.

C. Intervensi Keperawatan
Pada intervensi keperawatan ditemukan kesenjangan yaitu tidak sesuainya
diagnosa keperawatan pada kasus dan teori sehingga menyebabkan intervensi
yang dilakukan juga berbeda. Hanya pada masalah keperawatan gangguan
integritas kulit intervensi yang dibuat dalam teori sama dengan yang terdapat pada
kasus seperti lakukan observasi kondisi luka, lakukan perawatan luka, serta
menjaga agar luka tetap dalam keadaan bersih/steril.
45

Ditemukannya kesenjangan pada intervensi keperawatan yaitu disebabkan


perbedaan diagnosa keperawatan pada teori yang penulis ambil dengan yang
penulis tegakkan dalam kasus ini.

Faktor pendukung pada proses intervensi yaitu adanya teori yang jelas mengenai
apa yang harus dilakukan pada diagnosa yang ditegakkan. Sedangkan faktor
penghambatnya yaitu penulis harus mencari intervensi lain yang sesuai dengan
diagnosa keperawatan yang ditegakkan.

D. Implementasi Keperawatan
Penulis tidak menemukan kesenjangan pada proses implementasi keperawatan
antara teori dengan kasus. Namun, kesenjangan terlihat pada aktivitas yang
dilakukan pada kasus berbeda dengan teori karena perbedaan diagnosa
keperawatan dan intervensi keperawatan. Hanya pada masalah kerusakan intgritas
kulit, proses implementasi berjalan sesuai rencana yang telah dibuat. Seperti
implementasi pada masalah keperawatan gangguan integritas kulit seperti
melakukan observasi terhadap luka hingga perawatan luka. Kemudian untuk
implementasi pada diagnosa dan intervensi keperawatan yang lain dilakukan
sesuai rencana yang telah dibuat.

E. Evaluasi Keperawatan
Pada evaluasi keperawatan penulis menemukan kesenjangan yaitu dari 4 diagnosa
keperawatan pada teori hanya 1 yang penulis ambil untuk ditegakkan pada kasus.
Penulis menegakkan 5 diagnosa keperawatan pada kasus. Dari 5 diagnosa
keperawatan yang ditegakkan, 4 diantaranya ditegakkan berdasarkan keluhan dan
hasil observasi pada saat pengkajian. Dari 5 diagnosa keperawatan yang penulis
tegakkan hanya satu yang masalah yang teratasi. Hal ini disebabkan kurangnya
waktu dan variasi intervensi dalam melakukan implementasi. Namun demikian,
hasil evaluasi sudah cukup memuaskan dilihat dari kondisi dan kemampuan klien
pada kasus kali ini.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Ny. E dengan diabetes
melitus, penulis menarik kesimpulan bahwa perlunya pengkajian secara
menyeluruh dan mendetail pada klien dengan diabetes melitus agar data-data yang
terkumpul dapat menunjang diagnosa keperawatan yang akan ditegakkan. Serta
perlunya materi yang lengkap dan menyeluruh pada teori diabetes melitus seperti
pada etiologi dan komplikasi yang penulis gunakan, agar meminimalkan
terjadinya kesenjangan.

Penulis mengangkat tiga diagnosa keperawatan yaitu gangguan rasa aman nyaman
: nyeri berhubungan dengan perdarahan pada luka di telapak kaki kiri, hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal, nyeri dan
kerusakan intergitas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolik.
Diagnosa keperawatan yang ditegakkan berbeda dengan teori yang penulis ambil.

Intervensi keperawatan yang dilakukan pada Ny. E mengarah pada tujuan dan
kriteria hasil yang dibuat. Pada intervensi keperawatan terdapat kesenjangan yaitu
tidak sesuainya diagnosa keperawatan pada kasus dan teori sehingga
menyebabkan intervensi yang dilakukan juga berbeda. Hal tersebut menjadi faktor
penghambat dalam proses intervensi keperawatan. Sedangkan faktor pendukung
pada proses intervensi yaitu adanya teori yang jelas mengenai apa yang harus
dilakukan pada diagnosa yang ditegakkan.

Dalam proses implementasi keperawatan penulis tidak menemukan kesenjangan


antara teori dengan kasus. Secara umum implementasi keperawatan dilaksanakan
dengan baik dan sesuai dengan intervensi keperawatan yang telah dibuat
sebelumnya.

46
47

Dalam tahap evaluasi penulis melakukan evaluasi yang terdiri dari dua tahap yaitu
evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Dari tiga diagnosa keperawatan yang
ditegakkan, hanya satu diagnosa keperawatan yang teratasi, yaitu diagnosa
keperawatan ganguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan perdarahan pada
luka di telapak kaki kiri.

B. Saran
1. Untuk Mahasiswa/i
Agar lebih mendalami materi mengenai kasus yang didapat dengan mencari
sumber pustaka yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga akan
menghasilkan asuhan keperawatan yang berkualitas.

2. Untuk Perawat
Bagi perawat ruang rawat inap agar lebih meningkatkan perawatan pada klien
dan lebih care terhadap klien khususnya pada klien diabetes melitus dengan
luka gangren yang memerlukan bantuan dalam hal kebutuhan yang lebih
membutuhkan pengawasan serta monitoring agar terhindar dari komplikasi
yang merugikan klien.

3. Untuk Institusi
Menjadikan kasus diabetes melitus dalam proses pembelajaran dikelas karena
banyaknya klien yang ditemukan dilapangan serta prevalensi yang masih
cenderung meningkat. Selain itu, dengan memperlajari materi diabetes
melitus diharapkan dapat mengurangi angaka kejadian diabetes melitus di
masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika

Bilotta, Kimberly A. J. (2012). Kapita Selekta Penyakit : Dengan Implikasi


Keperawatan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Corwin,. J. Elizabeth. (2009). Patofisiologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Hutahaean, Serri. (2010). Konsep dan Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta :


Trans Info Media

Sustrani, Lany, dkk. (2010). Diabetes. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Novitasari, Retno. (2012). Diabetes Mellitus Dilengkapi Senam DM. Yogyakarta :


Nuha Medika

Smeltzer, Susan C. (2015). Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Edisi


12. (Devi Yulianti dan Amelia Kimin penerjemah). Jakarta : Buku Kedokteran
EGC

Zaidin, Ali. (2010). Dasar – dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : Buku


Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai