Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK JUVENIL DIABETES

DOSEN PENGAMPUH :
Ns. Andra Saferi Wijaya S.Kep.,M.Kep

Disusun oleh :

1. Ami Oktavia ( P05120321058 )


2. Dewi Andesta ( P05120321058 )
3. Ratna Rahyu ( P05120321077 )
4. Viona L ( P05120321079 )

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Bengkulu, Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
BAB I......................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................3
Latar Belakang Masalah.....................................................................................................................3
Tujuan dan Manfaat..........................................................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................5
Konsep Teori......................................................................................................................................5
Klasifikasi Diabetes Militus............................................................................................................6
Etiologi diabetes melitus...............................................................................................................7
Manifestasi Klinis Diabetes militus................................................................................................9
Komplikasi diabetes melitus........................................................................................................10
Pemeriksaan Penunjang diabetes melitus...................................................................................12
Asuhan Keperawatan pada anak juvenil diabetes...........................................................................13

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Juvenile Diabetes (JD) adalah diabetes tipe I atau Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM) yang terjadi pada masa kanak-kanak, bersifat herediter disebabkan
oleh reaksi autoimmune pada sel betha pancreas. Kerusakan sel betha pancreas
menimbulkan ketiadaan insulin sehingga menimbulkan hiperglikemi dan
komplikasinya. Penyandang JD membutuhkan suntikan insulin, pengaturan pola
makan dan latihan fisik serta kondisi emosional yang selalu harus terjaga agar glukosa
darah tetap seimbang dan terhindar dari komplikasi akut yang mengancam. Diabetes
mellitus tipe 1 adalah penyakit kronis sistem endokrin yang mana pada umumnya
dimulai pada masa anak-anak dimana terjadi penurunan produksi insulin sebagai
akibat kerusakan sel-sel β pankreas oleh autoimun tubuh yang ditandai dengan
terjadinya hiperglikemia kemudian bermanifestasi sebagai gejala klasik polidipsia,
poliuria dan polifagia. Tujuan dari penulisan ini untuk mengaplikasikan dan
mengevaluasi secara langsung kemampuan mahasiswa dalam menerapkan teori
Asuhan Keperawatan. Secara umum di dunia terdapat 15 kasus per 100.000 individu
pertahun yang menderita DM tipe 1. Tiga dari 1000 anak akan menderita IDDM pada
umur 20 tahun nantinya. Insiden DM tipe 1 pa-da anak-anak di dunia tentunya
berbeda. Terdapat 0.61 kasus per 100.000 anak di Cina, hingga 41.4 kasus per
100.000 anak di Finlandia. Angka ini sangat ber-variasi, terutama tergantung pada
ling-kungan tempat tinggal. Ada kecenderung-an semakin jauh dari khatulistiwa,
angka kejadiannya akan semakin tinggi. Meski belum ditemukan angka kejadian
IDDM di Indonesia, namun angkanya cenderung lebih rendah dibanding di negara-
negara Eropa. Di Indonesia penderita Diabetes Melitus ada 1,2 % sampai 2,3 %
daripenduduk berusia diatas 15 tahun, sehingga Diabetes Melitus (DM)
tercantumdalam urutan nomor empat dari prioritas pertama adalah
penyakitkardiovaskuler, kemudian disusul penyakit selebrolaskuler dan katarak.
(Depkes RI,2008).
A. Rumusan Masalah
1. Mengetahui Definisi diabetes melitus dan juvenil diabetes
2. Mengetahui Klasifikasi diabetes melitus
3. Mengetahui Etiologi diabetes melitus
4. Mengetahui Patofisiologi diabetes melitus
5. Mengetahui Manifestasi Klinis Diabetes militus
6. Mengetahui Komplikasi diabetes melitus
7. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang diabetes melitus
8. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada anak juvenil diabetes

Tujuan dan Manfaat


Memberikan Pengetahuan, dapat memberikan informasi dan pemahaman
menganai asuhan keperawatan pada anak juvenil diabetes.
BAB II

PEMBAHASAN
Konsep Teori
1. Definisi Diabetes Militus dan Juvenil Diabetes
Diabetes Melitus adalah suatu sindrom gangguan metabolisme yang ditandai
dengan hiperglikemia sebagai akibat defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya
aktivitas biologisinsulin atau keduanya. Diabetes merupakan masalah kesehatan
yang serius yang dihadapi banyak negara. Saat ini, Indonesia menempati urutan
ke-empat jumlah penyandang diabetes terbanyak setelah Amerika Serikat, China
dan India. Dari banyak studi, diabetes merupakanpenyakit kronik yang dapat
menimbulkan komplikasi serius seperti penyakit jantungkoroner, stroke,
hipertensi, gagal ginjal, kebutaan dan amputasi. Diabetes Melitus dapat dibedakan
atas diabetes tipe I (DMT1) dan diabetes tipe2(DMT2), diabetes gestasional dan
diabetes tipe lainnya. Diabetes merupakan penyakit kronisyang tidak dapat
sembuh namun dapat dicegah. DMT1 atau Diabetes “Juvenile Onset” atau Insulin
Dependent merupakan jenis diabetes yang tanda dan gejala muncul padau sia
remaja, membutuhkan insulin sepanjang hayat, menimbulkan komplikasi akut
yang mengancam hidup berupa ketoasidosis. Meskipun insidensi JD relatif kecil
dibandingkanjenis diabetes lainnya namun penyandang JD selayaknya ditangani
secara khusus.
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang terjadi akibat
pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan
insulin yang diproduksi secara efektif (WHO, 2017). Secara umum, terdapat dua
kategori utama DM, yaitu DM tipe 1 dan tipe 2. DM tipe 1 ditandai dengan
kurangnya produksi insulin sedangkan DM tipe 2 disebabkan penggunaan insulin
yang kurang efektif oleh tubuh (Pusdatin Kemenkes RI, 2014). Menurut
International Diabetes Federation (IDF), pada tahun 2015 terdapat 415 juta (8,8%)
penderita DM di seluruh dunia dan diprediksikan angka tersebut akan terus
bertambah menjadi 642 juta (10,4%) penderita DM tahun 2040. Sedangkan
jumlah estimasi penyandang DM di Indonesia diperkirakan sebesar 10 juta yang
menempatkan Indonesia dalam urutan ke- 7 tertinggi di dunia bersama China,
India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia, dan Meksiko (IDF, 2015).

Klasifikasi Diabetes Militus


Sistem klasifikasi diabetes yang ideal berdasarkan perawatan klinis, patologi,
dan epidemiologi, tetapi saat ini belum memungkinkan karena keterbatasan
pengetahuan dan sumber daya yang ada pada sebagian besar negara di dunia.
Beberapa ahli mengusulkan pengelompokan berdasarkan perawatan klinis dan
perlu tidaknya pemberian insulin terutama pada saat diagnosis (WHO 2019).
Secara umum DM dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu: (1) DMT1, (2)
DMT2, (3) gestasional, dan (4) diabetes spesifik lain (Olokoba et al. 2012, Wu et
al. 2014, Gupta et al. 2015, Deepthi et al. 2017, Punthakee et al. 2018). Penderita
DMT1 ditemukan pada anak-anak dan remaja (Atkinson 2012, Bolla et al. 2015).
Data penderita DMT1 secara global belum ada tetapi di negara maju penderita
DMT1 meningkat antara 3 sampai 4% pada anak-anak, baik laki-laki maupun
perempuan per tahunnya. DMT1 mengurangi harapan hidup sekitar 13 tahun di
negara maju dan meningkat pada negara berkembang yang mempunyai akses
terbatas untuk mendapatkan insulin. Diagnosis DMT1 dan DMT2 pada orang
dewasa menjadi tantangan dan kesalahan diagnosis TDM1 menjadi TDM2 dan
sebaliknya dapat mempengaruhi estimasi prevalensi. Dari hasil penelitian individu
keturunan Eropa dalam Biobank di Inggris menunjukkan bahwa 42% DMT1
terjadi setelah 31 tahun, dan 4% didiagnosis antara usia 31 sampai 60 tahun.

Tabel 1. Klasifikasi Diabetes Melitus Berdasarkan Etiologinya (ADA, 2003)


1. Diabetes Melitus Tipe 1:
Destruksi sel βumumnya menjurus ke arah
defisiensi insulin absolut
A. Melalui proses imunologik (Otoimunologik)
B. Idiopatik

2 Diabetes Melitus Tipe 2


Bervariasi, mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang predominan gangguan
sekresi insulin bersama resistensi insulin.
3 Diabetes Melitus Tipe Lain
A. Defek genetik fungsi sel β:
• kromosom 12, HNF-1 α(dahulu
disebut MODY 3),
• kromosom 7, glukokinase (dahulu disebut MODY 2)
• kromosom 20, HNF-4 α(dahulu
disebut MODY 1)
• DNA mitokondria
B. Efek genetik kerja insulin
C. Penyakit eksokrin pankreas:
• Pankreatitis
• Trauma/Pankreatektomi
• Neoplasma
• Cistic Fibrosis
• Hemokromatosis
• Pankreatopati fibro kalkulus
D. Endokrinopati:
1. Akromegali
2. Sindroma Cushing
3. Feokromositoma
4. Hipertiroidisme
E. Diabetes karena obat/zat kimia: Glukokortikoid, hormon tiroid, asam
nikotinat, pentamidin, vacor, tiazid, dilantin, interferon
F. Diabetes karena infeksi
G. Diabetes Imunologi (jarang)
H. Sidroma genetik lain: Sindroma Down, Klinefelter, Turner, Huntington,
Chorea, Prader Willi
4 Diabetes Melitus Gestasional Diabetes Melitus yang muncul pada masa
kehamilan, umumnya bersifat sementara, tetapi merupakan faktor
risiko untuk DM Tipe 2

5 Pra-diabetes:
A. IFG (Impaired Fasting Glucose)= GPT (Glukosa Puasa Terganggu)
B. IGT (Impaired Glucose Tolerance)= TGT (Toleransi Glukosa Terganggu)
Etiologi diabetes melitus
Etiologi dari penyakit diabetes yaitu gabungan antara faktor genetik dan faktor
lingkungan. Etiologi lain dari diabetes yaitu sekresi atau kerja insulin, abnormalitas
metabolik yang menganggu sekresi insulin, abnormalitas mitokondria, dan
sekelompok kondisi lain yang menganggu toleransi glukosa. Diabetes mellitus dapat
muncul akibat penyakit eksokrin pankreas ketika terjadi kerusakan pada mayoritas
islet dari pankreas. Hormon yang bekerja sebagai antagonis insulin juga dapat
menyebabkan diabetes (Putra, 2015). Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
Sering terjadi pada usia sebelum 15 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes
(DM Tipe I), gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya
kadar glukosa darah plasma >200mg/dl). Etiologi DM tipe I adalah sebagai berikut :

Faktor genetic Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya


penyakit ini (Brunner & Suddart, 2002). Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes
tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic
kearah terjadinya diabetes tipe I Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu
yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan
proses imun lainnya. Resiko terjadinya diabetes tipe 1 meningkat 3 hingga 5 kali lipat
pada individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA (DR3 atau DR4).
Diabetes melitus juvenilis merupakan suatu penyakit keturunan yang diturunkan
secara resesif, dengan kekerapan gen kira-kira 0,30 dan penetrasi umur kira-kira 70%
untuk laki-laki dan 90% untuk wanita. Faktor lingkungan Lingkungan merupakan
faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus
(dari lingkungan). Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human
coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini
mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini. menyerang melalui
reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta. Virus atau
mikroorganisme akan menyerang pulau pulau langerhans pankreas, yang membuat
kehilangan produksi insulin.

2. Patofisiologi diabetes melitus

Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD Clinical


Practice Consensus Guidelines tahun 2009, yaitu :
- Periode pra diabetes
Pada periode ini gejala gejala klinis diabetes belum nampak karena baru ada proses
destruksi sel pankreas. Predisposisi genetik tertentu memungkinkan terjadinya proses
destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang ditandai dengan mulai berkurangnya sel
ẞ-pankreas yang berfungsi.Kadar C peptide mulai menurun. Pada periode ini
autoantibodi mulai ditemukan apabila dilakukan pemeriksaan laboratorium.
- Periode manifestasi klinis diabetes
Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul.Pada periode ini sudah terjadi sekitar
90% kerusakan sel ẞ- pankreas. Karena sekresi insulin sangat kurang, maka kadar
gula darah akan tinggi meningkat. Kadar gula darah yang melebihi 180 mg/dl akan
menyebabkan diuresis osmotik. Keadaan ini menyebabkan terjadinya pengeluaran
cairan dan elektrolit.

 Periode honeymoon
Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada periode ini sisa-sisa
sel ẞ pankreas akan bekerja optimal sehingga akan diproduksi insulin dari dalam
tubuh sendiri. Pada saat ini kebutuhan insulin dari luar tubuh akan berkurang hingga
kurang dari 0,5 U/kg berat badan/hari. Namun periode ini hanya berlangsung
sementara, bisa dalam hitungan hari ataupun bulan, sehingga perlu adanya edukasi
ada orang tua bahwa periode ini bukanlah fase remisi yang menetap
- Periode ketergantungan
insulin yang menetap Periode ketergantungan insulin yang menetap. Periode ini
merupakan periode terakhir dari penderita DM. Pada periode ini penderita akan
membutuhkan insulin kembali dari luar tubuh seumur hidupnya.

Manifestasi Klinis Diabetes militus


Pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh anak-anak (diabetes
melitus juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat, tergantung insulin
dengan kadar glukosa darah yang labil. Penderita biasanya datang dengan
ketoasidosis karena keterlambatan diagnosis. Mayoritas penyandang DM tipe 1
menunjukan gambaran klinik yang klasik seperti :

 Hiperglikemia (Kadar glukosa darah plasma >200mg/dl)


 Polifagi
 Poliuria
 Polidipsi
 Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya DM tipe 1
pada anak.
 Penurunan berat badan, Malaise atau kelemahan
 Glikosuria (kehilangan glukosa dalam urine)
 Ketonemia dan ketonuria Penumpukan asam lemak keton dalam darah dan
urine terjadi akibat katabolisme abnormal lemak sebagai sumber energy. Ini
dapat mengakibatkan asidosis dan koma.

Komplikasi diabetes melitus


Pasien dengan DM tipe 1 tidak hanya meliputi pengobatan berupa pemberian
insulin. Ada hal-hal lain selain insulin yang perlu diperhatikan dalam tatalaksana
agar penderita mendapatkan kualitas hidup yang optimal dalam jangka pendek
maupun jangka panjang (Rustama DS, dkk, 2010; ISPAD Clinical Practice
Consensus Guidelines. 2009). Terdapat 5 pilar manajemen DM tipe 1, yaitu:
 Insulin Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada
penderita DM Tipe 1. Dalam pemberian insulin perlu diperhatikan jenis
insulin, dosis insulin, regimen yang digunakan, cara menyuntik serta
penyesuaian dosis yang diperlukan.
 Jenis insulin: kita mengenal beberapa jenis insulin, yaitu insulin kerja
cepat, kerja pendek, kerja menengah, kerja panjang, maupun insulin
campuran (campuran kerja cepat/pendek dengan kerja menengah).
Penggunaan jenis insulin ini tergantung regimen yang digunakan.
 Dosis insulin: dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5-1 unit/kg
berat badan pada awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini selanjutnya akan
diatur disesuaikan dengan faktor- faktor yang ada, baik pada penyakitnya
maupun penderitanya
 Regimen: kita mengenal dua macam regimen, yaitu regimen konvensional
serta regimen intensif. Regimen konvensional/mix-split regimendapat
berupa pemberian dua kali suntik/hari atau tiga kali suntik/hari. Sedangkan
regimen intensif berupa pemberian regimen basal bolus. Pada regimen
basal bolus dibedakan antara insulin yang diberikan untuk memberikan
dosis basal maupun dosis.
 Cara menyuntik: terdapat beberapa tempat penyuntikan yang baik dalam
hal absorpsinya yaitu di daerah abdomen (paling baik absorpsinya), lengan
atas, lateral paha. Daerah bokong tidak dianjurkan karena paling buruk
absorpsinya.
 Penyesuaian dosis: Kebutuhan insulin akan berubah tergantung dari
beberapa hal, seperti hasil monitor gula darah, diet, olahraga, maupun usia
pubertas terkadang kebutuhan meningkat hingga 2 unit/kg berat
badan/hari), kondisi stress maupun saat sakit.
 Diet
Pada anak DM tipe I asupan kalori perhari harus dipantau ketat karena
terkait dengan dosis insulin yang diberikan selain monitoring
pertumbuhannya. Kebutuhan kalori perharisebagaimana kebutuhan pada
anak sehat/normal. Ada beberapa anjuran pengaturan persentase diet yaitu
20% makan pagi, 25% makan siang serta 25% makan malam, diselingi
dengan 3 kali snack masing-masing 10% total kebutuhan kalori perhari.
Pemberian diet ini juga memperhatikan regimen yang digunakan. Pada
regimen basal bolus, pasien harus mengetahui rasio insulin:karbohidrat
untuk menentukan dosis pemberian insulin
 Aktivitas fisik/exercise
Anak DM bukannya tidak boleh berolahraga. Justru dengan berolahraga
akan membantu mempertahankan berat badan ideal, menurunkan berat
badanapabila menjadi obes serta meningkatkan percaya diri. Olahraga
akan membantu menurunkan kadar gula darah serta meningkatkan
sensitivitas tubuh terhadap insulin. Namun perlu diketahui pula bahwa
olahraga dapat meningkatkan risiko hipoglikemia maupun hiperglikemia
(bahkan ketoasidosis).Sehingga pada anak DM memiliki beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjalankan olahraga, di antaranya
adalah target gula darah yang diperbolehkan bolus. Untuk olahraga,
penyesuaian diet, insulin serta monitoring gula darah yang aman. Apabila
gula darah sebelum olahraga di atas 250 mg/dl serta didapatkan adanya
ketonemia maka dilarang berolahraga. Apabila kadar gula darah di bawah
90 mg/dl, maka sebelum berolahraga perlu menambahkan diet karbohidrat
untuk mencegah hipoglikemia.
 Edukasi
Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk penderita
maupun orang tuanya. Keluarga perlu diedukasi tentang penyakitnya,
patofisiologi, apa yang boleh dan tidak boleh pada penderita DM,
insulin(regimen, dosis, cara menyuntik, lokasi menyuntik serta efek
samping penyuntikan), monitor gula darah dan juga target gula darah
ataupun HbA1c yang diinginkan.
 Monitoring kontrol glikemik Monitoring ini menjadi evaluasi apakah
tatalaksana yang diberikan sudah baik atau belum. Kontrol glikemik yang
baik akan memperbaiki kualitas hidup pasien, termasuk.

Pemeriksaan Penunjang diabetes melitus


Pemeriksaan penunjang diabetes mellitus tipe I berupa pemeriksaan
laboratorium. Pemeriksaan laboratorium utama berupa pemeriksaan kadar gula
darah dan HbA1c untuk diagnosis dan kontrol diabetes mellitus.
 Pemeriksaan Gula Darah
Diabetes mellitus didiagnosa berdasarkan kadar gula darah sewaktu > 200
mg/dL atau kadar gula darah puasa di atas 126 mg/dL. Jika kadar gula
darah di bawah angka tersebut tapi pasien memiliki gejala klasik diabetes
(polidipsi, poliuria, polifagia), lakukan pemeriksaan ulang. Jika hasil tetap
di bawah batas di atas, lakukan pemeriksaan toleransi glukosa. Pada pasien
yang tidak memiliki gejala klasik diabetes, jika kadar gula darah puasa di
antara 100-125 mg/dL atau kadar gula darah sewaktu antara 140-199
mg/dL, lakukan pemeriksaan toleransi glukosa. Pasien tanpa gejala klasik
dengan kadar gula darah puasa <100 mg/dL atau kadar gula darah sewaktu
<140 mg/dL dapat langsung didiagnosis sebagai tidak terkena diabetes
mellitus.
 Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Tes toleransi glukosa oral dilakukan dengan mengukur kadar gula darah
puasa. Pasien kemudian diberikan larutan glukosa oral 75 gram dan
kembali diukur kadar gula darahnya 2 jam setelah meminum larutan
glukosa tersebut. Pada diabetes gestasional, pengukuran juga dilakukan
pada 1 jam pasca meminum larutan glukosa.Hasil tes toleransi glukosa
oral sebesar >200 mg/dL dikategorikan sebagai diabetes mellitus, 140-199
mg/dL toleransi glukosa terganggu, dan di bawah angka tersebut
dikategorikan sebagai normal.
 Hemoglobin Alc (HbA1c)
HbA1C merupakan pengukuran gold standard terhadap kontrol diabetes
dalam keberhasilan tata laksana diabetes. Walau demikian, pemeriksaan
ini juga sudah dianjurkan oleh sebagian literatur sebagai alat diagnostik
diabetes mellitus. Kadar HbA1C menggambarkan perkiraan kadar glukosa
selama tiga bulan yang lalu sehingga tepat digunakan untuk monitor
keberhasilan terapi, dan memprediksi progres komplikasi diabetes
mikrovaskular. Hal inilah yang menjadikannya jauh lebih unggul.

Asuhan Keperawatan pada anak juvenil diabetes

A. Askep Teori

1.Pengkajian

Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan pengkajian
dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri.
Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut

a. PENGKAJIAN PRIMER

Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :

 Airway + cervical control

1) Airway
Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), Benda asing/ darah pada rongga mulut
2) Cervical Control :
 Breathing + Oxygenation

1) Breathing : Ekspos dada, Evaluasi pernafasan


- KAD : Pernafasan kussmaul
- HONK : Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat dan dalam)
2) Oxygenation : Kanula, tube, mask
 Circulation + Hemorrhage control
1) Circulation :
- Tanda dan gejala schok
- Resusitasi: kristaloid, koloid, akses vena.
2) Hemorrhage control : -
 Disability : pemeriksaan neurologis è GCS
A : Allert : sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon : kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon terhadap
rangsangan nyeri
U : Unresponsive : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk bersespon thd
nyeri

b. Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau
penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
1. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
2. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang

Pemeriksaan Diagnostik
1) Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya, tes ini
dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
2) Gula darah puasa normal atau diatas normal.
3) Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan ketidakadekuatan
kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.

2. Anamnese
a. Keluhan Utama Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien
mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan yang kabur,
kelemahan dan sakit kepala
b. Riwayat kesehatan sekarang Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma
Hipoglikemik, KAD/ HONK), penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/
HONK) serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
c. Riwayat kesehatan dahulu Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang
ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-
obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
d. Riwayat kesehatan keluarga Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang
penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg,
riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau
terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
e. Riwayat psikososial Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.
f. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat
badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot.
Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis.
g. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik dan tindakan
perawatan diri untuk mencegah komplikasi.

C. Diagnosa Keperawatan
Menurut (NANDA, 2015) Diagnosa Keperawatan yang muncul antara lain :
1) Nyeri akut berhubungan agnes cedera biologis
2) Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan Nyeri
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sensasi
4) Ketidakseimbangan nutrisi : Kurang dari kebutuhan Tubuh

D. Rencana/Intervensi Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Leona, M. PATOFISIOLOGI KELAINAN SYSTEM ENDOKRIN DAN ASUHAN


KEPERAWATAN ANAK DENGAN JUVENILE DIABETES.

HERIANI, H. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. R USIA 5 TAHUN


DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES MELLITUS TYPE 1 (Doctoral dissertation,
universitas Hasanuddin).

Hardianto, D. (2020). Telaah komprehensif diabetes melitus: Klasifikasi, gejala, diagnosis,


pencegahan dan pengobatan: A comprehensive review of diabetes mellitus: Classification,
symptoms, diagnosis, prevention, and treatment. Jurnal Bioteknologi dan Biosains Indonesia
(JBBI), 7(2), 304-317.

Inayati, I., & Qoriani, H. F. (2016). Sistem Pakar Deteksi Penyakit Diabetes Melitus (DM)
Dini Berbasis Android. Jurnal Ilmiah: Lintas Sistem Informasi dan Komputer (LINK), 25(1).

Lestari, L., & Zulkarnain, Z. (2021, November). Diabetes Melitus: Review etiologi,
patofisiologi, gejala, penyebab, cara pemeriksaan, cara pengobatan dan cara pencegahan. In
Prosiding Seminar Nasional Biologi (Vol. 7, No. 1, pp. 237-241).

Lestari, L., & Zulkarnain, Z. (2021, November). Diabetes Melitus: Review etiologi,
patofisiologi, gejala, penyebab, cara pemeriksaan, cara pengobatan dan cara pencegahan. In
Prosiding Seminar Nasional Biologi (Vol. 7, No. 1, pp. 237-241).

Anda mungkin juga menyukai