Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

SISTEM ENDOKRIN
DIABETES MELETUS (DM)
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pemenuhan Kebeutuhan Dasar
Manusia
Dosen : Denni Fransiska Helena M , S.Kp., M.Kep

Disusun Oleh : kelompok 5


Rifqy Riyadi 221FK03061
Sevti Suci Setiawan 221FK03073
Selfa Fabilah Rachman 221FK03074
Az’wal Fauzian 221FK03075
Sarah Ropi Ihwanti 22FK03075
Reni Apri Suryani 221FK03079
Khonia Putri 22FK03081
Dhea Nurafida Hermanwati 22FK03081

RPOGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
0KTOBER 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah materi yang berjudul sistem
endokrin diabetes melitus ini dengan tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu
Denni Fransiska Helena M, S.Kep., M.Kep pada mata kuliah pemenuhan
kebutuhan dasar manusia. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan pembaca tentang bagaimana penyakit diabetes melitus.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Denni Fransiska Helena M, S.Kep.,


M.Kep pada mata kuliah pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuanan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 08 November 2022

Kelompok Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa)
darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun egenera (Suyono, 1995).
DM merupakan penyakit yang menjadi masalah pada egenerat masyarakat. Oleh
karena itu DM tercantum dalam urutan keempat prioritas penelitian nasional
untuk penyakit egenerative setelah penyakit kardiovaskuler, serebrovaskuler,
egenerat dan katarak (Tjokroprawiro, 2001).
Diabetes merupakan salah satu ancaman utama bagi egenerat umat
manusia abad 21. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah
pengidap diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam
kurung waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025 jumlah itu akan membengkak
menjadi 300 juta orang (Suyono, 2006). Diabetes mellitus tipe II merupakan tipe
diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya dibandingkan Diabetes
Mellitus tipe I. Penderita diabetes mellitus tipe II mencapai 90-95 % dari
keseluruhan populasi penderita DM (Anonim, 2005).
Diabetes atau penyakit gula adalah penyakit kronis atau yang berlangsung
jangka panjang. Penyakit ini ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah
(glukosa) hingga di atas nilai normal. Penyakit diabetes yang tidak terkontrol
dengan baik dapat menyebabkan konsekuensi serius, menyebabkan kerusakan
pada berbagai organ dan jaringan tubuh. Contohnya organ seperti jantung, ginjal,
mata, dan saraf.
Diabetes tipe 1: jenis ini adalah penyakit autoimun, artinya sistem imun
tubuh akan menyerang dirinya sendiri. Pada kondisi ini, tubuh tidak akan
memproduksi insulin sama sekali. Diabetes tipe 2: Pada jenis diabetes ini, tubuh
tidak membuat cukup insulin atau sel-sel tubuh pengidap diabetes tipe 2 tidak
akan merespons insulin secara normal.
1.2 Rumusan Masalah
1). Menjelaskan definisi DM?
2). Menjelaskan etiologi DM?
3). Menjelaskan klasifikasi DM?
4). Menjelaskan manifestasi klinis DM?
5). Menjelaskan patofisiologi DM?
6). Menjelaskan penatalaksanaan DM?
7). Menjelaskan pencegahan DM?

1.3 Tujuan Penulisan


1). Dapat memahami definisi DM
2). Dapat memahami etiologi DM
3). Dapat memahami klasifikasi DM
4). Dapat memahami manifestasi klinis DM
5). Dapat memahami patofisiologi DM
6). Dapat memahami penatalaksanaan DM
7). Dapat memahami pencegahan DM
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa)
darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun egenera (Suyono, 1995).
DM merupakan penyakit yang menjadi masalah pada egenerat masyarakat. Oleh
karena itu DM tercantum dalam urutan keempat prioritas penelitian nasional
untuk penyakit egenerative setelah penyakit kardiovaskuler, serebrovaskuler,
egenerat dan katarak (Tjokroprawiro, 2001).
Diabetes atau penyakit gula adalah penyakit kronis atau yang berlangsung
jangka panjang. Penyakit ini ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah
(glukosa) hingga di atas nilai normal. Penyakit diabetes yang tidak terkontrol
dengan baik dapat menyebabkan konsekuensi serius, menyebabkan kerusakan
pada berbagai organ dan jaringan tubuh. Contohnya organ seperti jantung, ginjal,
mata, dan saraf.
Diabetes tipe 1: jenis ini adalah penyakit autoimun, artinya sistem imun
tubuh akan menyerang dirinya sendiri. Pada kondisi ini, tubuh tidak akan
memproduksi insulin sama sekali. Diabetes tipe 2: Pada jenis diabetes ini, tubuh
tidak membuat cukup insulin atau sel-sel tubuh pengidap diabetes tipe 2 tidak
akan merespons insulin secara normal.
Diabetes melitus atau penyakit kencing manis merupakan penyakit
menahun yang bisa diderita seumur hidup (Sihotang, 2017). Diabetes melitus
(DM) ditimbulkan oleh gangguan metabolisme yang terjadi di organ pankreas
yang ditandai dengan peningkatan gula darah atau seringkali dianggap dengan
syarat hiperglikemia yang ditimbulkan karena menurunnya jumlah insulin berasal
pankreas. Penyakit DM dapat menyebabkan banyak sekali komplikasi baik
makrovaskuler juga mikrovaskuler. Penyakit DM bisa mengakibatkan gangguan
kardiovaskular yang dimana ialah penyakit yang terbilang relatif serius Bila tak
secepatnya diberikan penanganan sehingga mampu mempertinggi penyakit
hipertensi serta infark jantung (Saputri, 2016).
Muliani (2015) menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang
menduduki rangking keempat dari jumlah penyandang diabetes terbanyak setelah
Amerika Serikat, China dan India. Selain itu, penderita DM di Indonesia
diperkirakan akan meningkat pesat hingga 2-3 kali lipat pada tahun 2030
dibandingkan tahun 2000. Ditambah penjelasan data WHO (World Health
Organization) bahwa, dunia kini didiami oleh 171 juta penderita DM (2000) dan
akan meningkat 2 kali lipat, 366 juta pada tahun 2030. Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI juga menyebutkan bahwa estimasi terakhir IDF
(International Diabetes Federation) pada tahun 2035 terdapat 592 juta orang yang
hidup dengan diabetes di dunia.
Diabetes memiliki 2 tipe yakni diabetes melitus tipe 1 yang merupakan hasil dari
reaksi autoimun terhadap protein sel pulau pankreas, kemudian diabetes tipe 2 yangmana
disebabkan oleh kombinasi faktor genetik yang berhubungan dengan gangguan sekresi
insulin, resistensi insulin dan faktor lingkungan seperti obesitas, makan berlebihan,
kurang makan, olahraga dan stres, serta penuaan (Ozougwu et al., 2013). Olahraga atau
aktivitas fisik berguna sebagai pengendali kadar gula darah dan penurunan berat badan
pada penderita diabetes melitus. Manfaat besar dari berolahraga pada diabetes melitus
antara lain menurunkan kadar glukosa darah, mencegah kegemukan, ikut berperan dalam
mengatasi terjadinya komplikasi, gangguan lipid darah dan peningkatan tekanan darah
(Bataha, 2016).
Data dari International Diabetes Federation (IDF) menunjukkan bahwa 1 dari 12
orang di dunia menderita penyakit DM, dan rata-rata penderita DM tidak mengetahui
bahwa dirinya menderita DM, penderita baru mengetahui kondisinya ketika penyakit
sudah berjalan lama dengan komplikasi yang sangat jelas terlihat (Sartika, 2019).
2.2 Etiologi
Etiologi dari penyakit diabetes yaitu gabungan antara faktor genetik dan
faktor lingkungan. Etiologi lain dari diabetes yaitu sekresi atau kerja insulin,
abnormalitas metabolik yang menganggu sekresi insulin, abnormalitas
mitokondria, dan sekelompok kondisi lain yang menganggu toleransi glukosa.
Diabetes mellitus dapat muncul akibat penyakit eksokrin pankreas ketika terjadi
kerusakan pada mayoritas islet dari pankreas. Hormon yang bekerja sebagai
antagonis insulin juga dapat menyebabkan diabetes (Putra, 2015).
Diabetes sering disebabkan oleh faktor genetik dan perilaku atau gaya
hidup seseorang. Selain itu faktor lingkungan sosial dan pemanfaatan pelayanan
kesehatan juga menimbulkan penyakit diabetes dan komplikasinya. Diabetes
dapat memengaruhi berbagai sistem organ tubuh manusia dalam jangka waktu
tertentu, yang disebut komplikasi. Komplikasi diabetes dapat dibagi menjadi
pembuluh darah mikrovaskular dan makrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler
termasuk kerusakan sistem saraf (neuropati), kerusakan sistem ginjal (nefropati)
dan kerusakan mata (retinopat) (Rosyada, 2013).
Faktor risiko kejadian penyakit diabetes melitus tipe 2 antara lain usia,
aktivitas fisik, terpapar asap, indeks massa tubuh (IMT), tekanan darah, stres,
gaya hidup, adanya riwayat keluarga, kolesterol HDL, trigliserida, DM kehamilan,
riwayat ketidaknormalan glukosa dan kelainan lainnya. Penelitian yang dilakukan
oleh Trisnawati (2012) menyatakan bahwa riwayat keluarga, aktivitas fisik, umur,
stres, tekanan darah serta nilai kolesterol berhubungan dengan terjadinya DM tipe
2, dan orang yang memiliki berat badan dengan tingkat obesitas berisiko 7,14 kali
terkena penyakit DM tipe dua jika dibandingkan dengan orang yang berada pada
berat badan ideal atau normal.
2.4 Patofisoplogi
Resistensi insulin pada otot adalah kelainan yang paling awal terdeteksi
dari diabetes tipe 1 (Taylor, 2013). Adapun penyebab dari resistensi insulin yaitu:
obesitas/kelebihan berat badan, glukortikoid berlebih (sindrom cushing atau terapi
steroid), hormon pertumbuhan berlebih (akromegali), kehamilan, diabetes
gestasional, penyakit ovarium polikistik, lipodistrofi (didapat atau genetik, terkait
dengan akumulasi lipid di hati), autoantibodi pada reseptor insulin, mutasi
reseptor insulin, mutasi reseptor aktivator proliferator peroksisom (PPAR γ),
mutasi yang menyebabkan obesitas genetik (misalnya: mutasi reseptor
melanokortin), dan hemochromatosis (penyakit keturunan yang menyebabkan
akumulasi besi jaringan) (Ozougwu et al., 2013).
Pada diabetes tipe I, sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun, sehingga insulin tidak dapat diproduksi. Hiperglikemia puasa terjadi
karena produksi glukosa yang tidak dapat diukur oleh hati. Meskipun glukosa
dalam makanan tetap berada di dalam darah dan menyebabkan hiperglikemia
postprandial (setelah makan), glukosa tidak dapat disimpan di hati. Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak akan dapat menyerap
kembali semua glukosa yang telah disaring. Oleh karena itu ginjal tidak dapat
menyerap semua glukosa yang disaring. Akibatnya, muncul dalam urine (kencing
manis). Saat glukosa berlebih diekskresikan dalam urine, limbah ini akan disertai
dengan ekskreta dan elektrolit yang berlebihan. Kondisi ini disebut diuresis
osmotik. Kehilangan cairan yang berlebihan dapat menyebabkan peningkatan
buang air kecil (poliuria) dan haus (polidipsia).
Kekurangan insulin juga dapat mengganggu metabolisme protein dan
lemak, yang menyebabkan penurunan berat badan. Jika terjadi kekurangan
insulin, kelebihan protein dalam darah yang bersirkulasi tidak akan disimpan di
jaringan. Dengan tidak adanya insulin, semua aspek metabolisme lemak akan
meningkat pesat. Biasanya hal ini terjadi di antara waktu makan, saat sekresi
insulin minimal, namun saat sekresi insulin mendekati, metabolisme lemak pada
DM akan meningkat secara signifikan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan
mencegah pembentukan glukosa dalam darah, diperlukan peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan oleh sel beta pankreas. Pada penderita gangguan
toleransi glukosa, kondisi ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan
kadar glukosa akan tetap pada level normal atau sedikit meningkat. Namun, jika
sel beta tidak dapat memenuhi permintaan insulin yang meningkat, maka kadar
glukosa akan meningkat dan diabetes tipe II akan berkembang.
2.5 Gejala
1. Gejala dari penyakit DM yaitu antara lain: 1. Poliuri (sering buang air kecil)
Buang air kecil lebih sering dari biasanya terutama pada malam hari (poliuria),
hal ini dikarenakan kadar gula darah melebihi ambang ginjal (>180mg/dl),
sehingga gula akan dikeluarkan melalui urine. Guna menurunkan konsentrasi
urine yang dikeluarkan, tubuh akan menyerap air sebanyak mungkin ke dalam
urine sehingga urine dalam jumlah besar dapat dikeluarkan dan sering buang air
kecil. Dalam keadaan normal, keluaran urine harian sekitar 1,5 liter, tetapi pada
pasien DM yang tidak terkontrol, keluaran urine lima kali lipat dari jumlah ini.
Sering merasa haus dan ingin minum air putih sebanyak mungkin (poliploidi).
Dengan adanya ekskresi urine, tubuh akan mengalami dehidrasi atau dehidrasi.
Untuk mengatasi masalah tersebut maka tubuh akan menghasilkan rasa haus
sehingga penderita selalu ingin minum air terutama air dingin, manis, segar dan
air dalam jumlah banyak.
2. Polifagi (cepat merasa lapar) Nafsu makan meningkat (polifagi) dan merasa
kurang tenaga. Insulin menjadi bermasalah pada penderita DM sehingga
pemasukan gula ke dalam sel-sel tubuh kurang dan energi yang dibentuk pun
menjadi kurang. Ini adalah penyebab mengapa penderita merasa kurang tenaga.
Selain itu, sel juga menjadi miskin gula sehingga otak juga berfikir bahwa kurang
energi itu karena kurang makan, maka tubuh kemudian berusaha meningkatkan
asupan makanan dengan menimbulkan alarm rasa lapar.
3. Berat badan menurun Ketika tubuh tidak mampu mendapatkan energi yang
cukup dari gula karena kekurangan insulin, tubuh akan bergegas mengolah lemak
dan protein yang ada di dalam tubuh untuk diubah menjadi energi. Dalam sistem
pembuangan urine, penderita DM yang tidak terkendali bisa kehilangan sebanyak
500 gr glukosa dalam urine per 24 jam (setara dengan 2000 kalori perhari hilang
dari tubuh). Kemudian gejala lain atau gejala tambahan yang dapat timbul yang
umumnya ditunjukkan karena komplikasi adalah kaki kesemutan, gatal-gatal,
atau luka yang tidak kunjung sembuh, pada wanita kadang disertai gatal di daerah
selangkangan (pruritus vulva) dan pada pria ujung penis terasa sakit (balanitis)
(Simatupang, 2017)
2.6 Penatalaksanaan diabetes melitus
Prinsip penatalaksanaan diabates melitus secara umum ada lima sesuai dengan
Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia tahun 2006 adalah untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien DM.
Tujuan Penatalaksanaan DM adalah:
 Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan
rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
 Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati.
Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,
tekanan darah, berat badan dan profil lipid,melalui pengelolaan pasien secara
holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
1. Diet
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama
dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masingmasing
individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya
keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan,
terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau
insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% danprotein 10-
15%. Untuk menentukan status gizi, dihitung dengan BMI (Body Mass
Indeks). Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI)
merupupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi
orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan
berat badan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus
berikut:
Berat Badan (Kg)
IMT = -------------------------------------------
Tinggi Badan (m)Xtinggi Badan (m)
2. Exercise (latihan fisik/olahraga)
Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang
lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai dengan Continous, Rhythmical,
Interval, Progresive, Endurance (CRIPE). Training sesuai dengan
kemampuan pasien. Sebagai contoh adalah olah raga ringan jalan kaki
biasa selama 30 menit. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau
bermalasmalasan.
3. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan. Pendidikan
kesehatan pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok
masyarakat resiko tinggi. Pendidikan kesehatan sekunder diberikan kepada
kelompok pasien DM. Sedangkan pendidikan kesehatan untuk pencegahan
tersier diberikan kepada pasien yang sudah mengidap DM dengan penyulit
menahun.
4. Obat : oral hipoglikemik
insulin Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan
fisik tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar gula darah maka
dipertimbangkan pemakaian obat hipoglikemik
2.7 Pemeriksaan & Pencegahan diabetes melitus
Macam pemeriksaan diabetes melitus yang dapat dilakukan yaitu:
pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS), pemeriksaan gula darah puasa
(GDP), pemeriksaan gula darah 2 jam prandial (GD2PP), pemeriksaan hBa1c,
pemeriksaan toleransi glukosa oral (TTGO) berupa tes ksaan penyaring.
Menurut Widodo (2014), bahwa dari anamnesis sering didapatkan keluhan
khas diabetes berupa poliuria, polidipsi, polifagia dan penurunan berat badan
yang tidak jelas penyebabnya. Keluhan lain yang sering disampaikan adalah
lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi dan pruritus
vulvae.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kadar gula darah sebagai
berikut:
1. Gula darah puasa > 126 mg/dl
2. Gula darah 2 jam > 200 mg/dl
3. Gula darah acak > 200 mg/dl.
Acuan ini berlaku di seluruh dunia, dan di Indonesia, Departemen
Kesehatan RI juga menyarankan untuk mengacu pada ketentuan tersebut.
Kemudian cara diagnosis yang lain adalah dengan mengukur HbA1c > 6,5%
6. Pradiabetes adalah penderita dengan kadar glukosa darah puasa antara 100
mg/dl sampai dengan 125 mg/dl (IFG); atau 2 jam puasa antara 140 mg/dl
sampai dengan 199 mg/dl (IGT), atau kadar A1C antara 5,7– 6,4% 6,7”.
Pengobatan yang dapat dilakukan untuk penderita diabetes melitus yaitu
dengan terapi insulin, mengonsumsi obat diabetes, mencoba pengobatan
alternatif, menjalani operasi dan memperbaiki life style (pola hidup sehat)
dengan memakan makanan yang bergizi atau sehat, olahraga.
Menurut Kementerian Kesehatan (2010), dengan memahami faktor risiko,
diabetes melitus dapat dicegah. Faktor risiko DM dibagi menjadi beberapa
faktor risiko, namun ada beberapa yang dapat diubah oleh manusia, dalam hal
ini dapat berupa pola makan, pola aktivitas, dan pengelolaan stres. Faktor
kedua merupakan faktor risiko, namun sifatnya tidak dapat diubah, seperti
umur, jenis kelamin, dan faktor penderita diabetes dengan latar belakang
keluarga (Suiraoka, 2012).
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. E DENGAN
GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN : DIABETES MELITUS
DI RUANG MAWAR RUMAH SAKIT MELATI
3.1 Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Identitas Klien
Nama : Tn.E
Umur : 58 Thn
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Dx Medis : Diabetes Melitus
Tgl masuk RS : 11 November 2022
Tgl pengkajian : 12 November 2022
Alamat : Jl. PHH Mustafa Gg. Pelita II RT 02 RW
15. Bandung
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. D
Umur : 27 Thn
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. PHH Mustafa Gg. Pelita II RT 02 RW
15. Bandung
Hub. Dengan klien : Anak
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Keluhan utama
Klien mengeluh mual muntah.
b) Keluhan saat masuk RS
Tn.E dibawa ke rumah sakit oleh anaknya
dengan muntah-muntah sebanyak 3 kali sejak pukul
20.00 kemarin, keluhan disertai dengan mual, nyeri
ulu hati. Klien mengatakan kakinya terasa baal dan
terdapat luka pada kaki kiri. Hasil wawancara
keluarga mengatakan klien sejak 1 minggu yang
lalu BAB dan BAK tidak lancar, klien memiliki
riwayat sakit DM sejak lama tetapi tidak pernah
dirawat sebelumnya.
c) Keluhan utama saat dikaji

saat dikaji Tn. E mengatakan mual muntah,mual


muntah dirasakan ketika sehabis makan. Hasil
pengkajian didapatkan hasil: Suhu: 360C, Respirasi
22 x/mnt, Nadi 80 x/mnt, tekanan darah 110/60
mmHg, GDS 752, CRT kurang dari 2 detik, terdapat
luka di kaki kiri dengan skala nyeri 4.

2) Riwayat kesehatan dahulu

Klien tidak pernah dirawat dirumah sakit


sebelumnya dengan penyakit yang sama.

3) Riwayat kesehatan keluarga

Menurut klien di dalam keluarganya tidak ada yang


mempunyai riwayat penyakit keturunan seperti DM,
Hipertensi, dan lainnya dan tidak ada yang mempunyai
riwayat penyakit menular yang tinggal serumah seperti
TBC dan HIV/AIDS.
d. Pola aktivitas sehari-hari
No ADL Sehat Sakit
1. POLA NUTRISI
MAKANAN
 Jenis makanan Nasi dan lauk pauk

 Frekuensi 3x sehari
1-2 porsi habis
 Porsi
Mandiri
 Cara Tidak ada masalah

 Masalah
Air mineral, kopi, teh
MINUMAN
2000 cc \hari
 Jenis minuman
Tidak ada masalah
 Porsi

 Masalah

2. POLA ELIMIASI
BAK
 Frekuensi
4-5x sehari
 Warna
Agak kuning
 Bau
Khas urine
 Cara Mandiri
 Masalah Tidak ada masalah
BAB 1-3x sehari
 Frekuensi
Kuning kecoklatan
 Warna
Lembek
 Tekstrur
Khas feses
 Bau Mandiri
 Cara Tidak ada masalah
 Masalah

3. Personal hygine
MANDI
 Frekuensi 2x sehari
 Sabun Menggunakan

 Cara Mandiri

 Masalah Tidak Ada Masalah

KERAMAS
 Frekuensi 2-3x seminggu
 Shampoo Menggunakan

 Cara Mandiri

 Masalah Tidak ada masalah

GOSOK GIGI
3x sehari
 Frekunsi
 Pasta Gigi
Mengguakan
 Cara
Mandiri
 Masalah
Tidak ada masalah
GUNTING KUKU
 Frekuensi
1 minggu 1x
 Cara Mandiri
4.
 Masalah Tidak ada masalah
POLA TIDUR
TIDUR SIANG
 Lama
 Kualitas
TIDUR MALAM
 Lama
 Kualitas
e. Pemeriksaan fisik
1) Penampilan Umum : Klien tampak lemas dan pucat
2) Tingkat Kesadaran (Composmetis)
GCS :
E =4
M =6
V =5
3) Pemeriksaan Antropometri
TB : 163 cm
BB : 55 Kg
IMT : 20,7 Kg
4) Tanda-tanda Vital
TD : 110/60 mmHg
N : 80x/menit
R : 22x/menit
S : 36℃
5) Head to toe
1. Rambut
Saat di inspeksi rambut berwarna hitam, tidak terdapat uban
tidak terdapat berketombe dan tidak ada kutu, rambut tidak
lengket dan tidak berminyak.
2. Wajah
Saat di inspeksi bentuk wajah oval dan pada saat di palpasi
tidak ada nyeri tekan, kulit berwarna kuning langsat, tidak ada
lesi dibagian wajah, tidak ada udem, pasien tampak meringgis
kesakitan.
3. Alis dan Mata
Pada saat di inspeksi bentuk alis kanan dan kiri simetris,dan
pada saat di palpasi tidak ada nyeri tekan dan tidak ada
benjolan di bagian alis, pada saat di inspeksi kelopak mata tidak
ada nyeri tekan saat ditarik kelopak mata bagian bawah dan
diamati konjungtiva berwarna merah muda, saat di inspeksi
pupil mata tampak mengecil, ketajaman penglihatan pasien
baik.
4. Hidung
Saat diinspeksi lubang hidung pasien ada 2 dan saat dipalpasi
tidak ada nyeri tekan, tidak ada edema, tidak ada lesi, saat di tes
indra penciuman pasien baik, ia dapat membedakan bau yang
diciumnya.
5. Mulut
Saat di inspeksi bibir pasien berwarna merah muda,tidak ada
benjolan,tidak ada luka, keadaan gusi pasien baik dan sehat
tidak ada kelainan, tidak ada sisa makanan di gigi, gigi tidak
berlubang, tidak ada benda asing seperti kawat gigi atau gigi
palsu, gigi berjumlah 32.
6. Telinga
Saat diinspeksi bentuk telinga pasien simetris ukuran
telinga sedang tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil,dan saat
dipalpasi tidak ada benjolan ditelinga,saat diamati tidak terdapat
benda asing dan tidak ada pendarahan di telinga membran
telinga utuh dan saat dilakukan tes ketajaman pendengaran
menggunakan jam tangan pasien masih bisa mendengar dengan
jelas detakkannya.
7. Leher
Saat diinspeksi tidak ada pembengkakan di area
leher,frekuensi nadi karotis pasien normal,tidak terlalu cepat
dan tidak terlalu lambat,frekuensi nadi pasien 80x/menit,tidak
ada kelenjar getah bening dan tidak ada pembesaran.
8. Dada
Saat diinspeksi dada terlihat simetris,berwarna kuning
langsat,dan saat di palpasi tidak ada nyeri tekan,tidak ada
benjolan,dan saat di auskultasi tidak ada suara tambahan pada
pernafasan dan detak jantung serta nadi karotis berdetak hampir
bersamaan,tidak ada bunyi weezing,bunyinya lup dup tidak ada
pembengkakan jantng.
9. Perut/ Abdomen
Saat di inspeksi perut berwarna sawo matang, perut pasien
berbentuk simetris,, dan saat di palpasi perut terdapat nyeri
tekan, tidak pada ulu hati dengan skala 4 terdapat bising usus.
10. Punggung
Saat diinspeksi punggung simetris dan saat dipalpasi tidak
ada nyeri tekan,tidak ada benjolan,tidak ada edema,punggung
pasien mengembang bersamaan dan bergetar sama antara
punggung kanan dan kiri,bentuk punggung tulang belakang
agak sedikit melengkung untuk membantu pergerakan tubuh
tidak ada kelainan.
11. Eksremitas
a. Atas
Pada saat di inspeksi integritas kulit baik, terpasang infus
pada tangan kanan dengan cairan NaCl 20 tpm. Pada saat di
palpasi turgor kulit kembali dalam 3 detik, kelembapan kulit
baik, ada lesi, tidak ada pembengkakan. Kekuatan otot 5 kiri
dan kanan.
b. Bawah

Pada saat di inspeksi kaki klien simetris kiri dan kanan,


terdapat luka pada kaki kiri. Pada saat di palpasi turgor kulit
kembali dalam 3 detik. Kelembapan kulit baik, ada lesi, tidak
terdapat pembengkakan. Kekuoatan otot kiri 3 kanan 5.
12.Genitalia
Saat ditanya genetalia pasien mengatakan baik baik saja
tidak ada nyeri tekan,tidak ada masalah,bentuk anus tidak ada
benjolan tidak ada nyeri tekan dan tidak ada wasir.

f. Data Psikologis
1) Status emosi
Status emosi klien stabil dan tampak tenang, terbukti klien
tidak mudah tersinggung dan tidak mudah marah.
2) Kecemasan
Klien tampak tidak merasa cemas.
3) Pola koping
Bila terjadi permasalahan maka akan dirundingkan dengan
keluarganya.
4) Gaya komunikasi
Klien sangat kooperatif.
5) Konsep diri
a) Gambaran diri
Klien lebih percaya diri dan tenang
b) Peran diri
Klien menyadari perannya sebagai ayah dari anak-anaknya,
dan selalu memberikan kasih saying kepada keluarganya,
keluarga tidak mempersalahkan penyakit yang di derita
klien. Sehingga klien merasa masih diterima oleh
keluarganya.
c) Ideal diri
Klien menyadari idealnya diri sendiri harus mampu
berperan sebagai ayah dan kepala keluarga bagi
keluarganya.
d) Harga diri
Klien tidak merasa rendah hati karena keluarganya mau
menerima keadaan klien seperti sekarang dan selalu
memberi dukungan moral.
e) Identitas diri
Klien mudah menyadari bahwa klien masih seorang laki-
laki.
g. Data pengetahuan
Klien dan keluarga menanyakan pengetahuan tentang perawatan
penyakitnya.
h. Data social
Social klien terlihat baik, terbukti selalu ada saja tetangga atau
saudara yang menjenguk klien setiap harinya.
i. Data spiritual
1. Klien beragama islam dank lien selalu berdoa untuk
kesembuhannya.
2. Keluarga
Keluarga yang selalu meberikan dukungan dan mau menerima
klien lebih awal apa adanya. Hal itu menjadikan semangat klien
dalam menghadapi penyakitnya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada


seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun egenera
(Suyono, 1995). DM merupakan penyakit yang menjadi masalah pada
egenerat masyarakat. Oleh karena itu DM tercantum dalam urutan
keempat prioritas penelitian nasional untuk penyakit egenerative setelah
penyakit kardiovaskuler, serebrovaskuler, egenerat dan katarak
(Tjokroprawiro, 2001).Etiologi lain dari diabetes yaitu sekresi atau kerja
insulin, abnormalitas metabolik yang menganggu sekresi
insulin, abnormalitas mitokondria, dan sekelompok kondisi lain yang
menganggu toleransi glukosa. 
4.2 Saran
Demikianlah makalah yang dapatmkami buat, semoga dapat
bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi yang membaca kami
berharap pembaca dapat memberikan saran dan kritikannya yang bersifat
membangun untuk penulisan makalah yang akan datang, karena makalah
yang saya buat sangat jauh dari kata sempurna. Apabila ada kesalahan
dalam pembuatan makalah ini kami mohon maaf yang sebesar besarnya
karena manusia tak luput dari kesalahan dan kehilafaan.
DAFTAR PUSTAKA

 Askandar Tjokroprawiro A. 2001. Klasifikasi diabetes mellitus. Diabetes


mellitus: klas[fikasi, diagnosis, dan terapi.Edisi 3. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama. p. 10-5.
 Sihotang, H.T. 2017. Perancangan aplikasi sistem pakar diagnosa diabetes
dengan metode Bayes. Jurnal Mantik Penusa. vol. 1(1): 36-41.
 Muliani, E.L. 2015. Penggunaan obat tradisional oleh penderita diabetes
mellitus dan faktor-faktor yang berhubungan di wilayah kerja Puskesmas
Rejosari Pekanbaru Tahun 2015. Jurnal Kesehatan Komunitas. vol. 3(1):
47-52.
 Amrina Rosyada, I.T. 2013. Determinan komplikasi kronik diabetes
melitus pada lanjut usia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. vol.
7(9): 395- 401.
 Bataha, R.G. 2016. Hubungan antara perilaku olahraga dengan kadar gula
darah penderita diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Wolang.
ejournal Keperawatan. vol. 4(1): 1-7.
 Trisnawati, K,T., Soedijono, S. 2012. Faktor risiko kejadian diabetes
melitus tipe II di puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun
2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan. vol. 5(1): 6-11.
 Ozougwu, J.C., Obimba, K.C., Belonwu, C.D., & Unakalamba, C.B. 2013.
The pathogenesis and pathophysiology of type 1 and type 2 diabetes mellitus.
Journal of Physiology and Pathophysiology. vol. 4(4): 6-14. doi:
10.5897/JPAP2013.0001 ISSN 2I41-260X.
 Roy Taylor, M.F. 2013. Etiology and reversibility. Journal Diabetes Care.
vol. 36: 1-12
 Simatupang, R. 2017. Pengaruh pendidikan kesehatan melalui media leaflet
tentang diet DM terhadap pengetahuan pasien DMDI RSUD Pandan
Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017. Jurnal Ilmiah Kohesi. vol. 1(2):
163-174.
 Fatimah, R. N. (2015). Diabetes melitus tipe 2. Jurnal Majority, 4(5).

 Lestari, L., & Zulkarnain, Z. (2021, November). Diabetes Melitus: Review etiologi,
patofisiologi, gejala, penyebab, cara pemeriksaan, cara pengobatan dan cara
pencegahan. In Prosiding Seminar Nasional Biologi (Vol. 7, No. 1, pp. 237-241).

Anda mungkin juga menyukai