Dosen Pengajar :
Nurma Afiani,S.Kep.,Ners.,M.Kep
Disusun Oleh
Kelompok 1
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah, taufik,
dan inayahnya kepada kita semua. Sehingga tugas makalahini dapat
terselesaikan. Makalah yang berjudul “Makalah Kegawatan Psikiatri”ini dengan
tujuan untuk mengetahui tentang kegawatan psikiatri.
Selanjutnya kamimengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu Nurma
Afiani W, S.Kep., Ners., M.Kep yang telah membimbing kami dalam pembuatan
makalah ini hingga selesai.
Mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penulisan
makalah ini terdapat banyak kesalahan didalamnya. Kami mengharapkan
saran dan kritik yang membangun demi tercapainya kesempurnaan
makalah selanjutnya.
Penulis,
ii
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Tujuan.......................................................................................................2
BAB III
A. Trend dan issue...........................................................................................
BAB IV PENUTUPAN
A. Kesimpulan...................................................................................................32
B. Saran......................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................33
LAMPIRAN
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
pada peringkat ke 7 dengan jumlah penderita mencapai 7,6 juta jiwa.
Berdasarkan kecendrungan statistik selama 10 tahun terakhir, IDF
memprediksikan bahwa pada tahun 2030 Indonesia akan berada pada
peringkat ke enam dengan jumlah penderita mencapai 12 juta jiwa (IDF,
2012). Prevalensi nasional diabetes melitus yang berada di perkotaan
lebih tinggi dibandingkan yang berada di pedesaan (Kemenkes RI, 2007).
Berdasarkan hasil pengukuran gula darah pada penduduk berusia di atas
15 tahun yang bertempat tinggal di perkotaan adalah 5,7%. Sebanyak 13
provinsi mempunyai prevalensi DM di atas prevalensi nasional, yaitu
Nanggroe Aceh Darussalam, Riau, Lampung, Bangka Belitung, DKI
Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Kalimantan Barat,
Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Maluku Utara
(Kemenkes RI, 2007).
2
American Diabetes Association tahun 2005 melaporkan bahwa
orang dengan DM memiliki ketakutan yang lebih terhadap hipoglikemia
dibandingkan saat mereka mengalami komplikasi kronik diabetes.
Penyandang DM atau yang sering disebut diabetisi akan menghadapi
situasi dilematik dalam pencegahan komplikasi hiperglikemi maupun
hipoglikemi (Wu, Juang, & Yeh, 2011). Situasi dilematik yang dihadapi
adalah pasien diharuskan untuk mencegah hiperglikemi dengan
mempertahankan kadar gula darah normal melalui pengelolaan terapi
insulin, mengkonsumsi obat oral ataupun dengan modifikasi gaya hidup
seperti melalui olahraga dan diet dengan teratur. Di lain hal, pasien juga
menghadapi ketakutan dan kekhawatiran akan efek samping terapi yang
dapat menyebabkan komplikasi hipoglikemia (Wu et al, 2011). Penelitian
Cefalu (2005) & Doriguzzi (2012) menjelaskan bahwa strategi utama
dalam mengontrol hipoglikemia adalah memberikan edukasi pada pasien
tentang gejala awal hipoglikemia, bagaimana menolong atau merawat diri
sendiri saat hipoglikemi terjadi. Pasien diajarkan dalam mengatur waktu
kebutuhan makan, membatasi jumlah karbohidrat yang dimakan, sering
memonitor gula darah dan belajar mengenali hubungan penurunan
tingkat gula darah dengan gejala hipoglikemi.
3
A. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang sebelumnya, maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan diabetes mellitus?
2. Apa yang yang dimaksud dari Hipoglikemia ?
3. Apa saja etiologi hipoglikemia?
4. Apa patofisiologi hipoglikemia ?
5. Apa saja manifestasi klinis hipoglikemia ?
6. Apa penanganan yang tepat untuk mencegah hipoglikemia ?
B. Tujuan
1. Untuk mengetahaui pengertian dari Diabetes Melitus
2. Untuk mengetahaui penegertian dari Hipoglikemia
3. Untuk mengetahui etiologi hipoglikemia
4. Untuk mengetahui patofisiologi hipoglikemia
5. Untuk menegtahui manifestasi klinis hipoglikemia
6. Untuk menegtahui penanganan yang tepat untuk mencegah
hipoglikemia
a.
4
BAB II
TINJAUAN KONSEP
5
B. Pengertian Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan salah satu kegawatan diabetic yang
mengancam, sebagai akibat dari menurunnya kadar glukosa darah < 60
mg/dl. Hipoglikemia atau penurunan kadar gula darah merupakan keadaan
dimana kadar glukosa darah berada di bawah normal, yang dapat terjadi
karena ketidakseimbangan antara makanan yang dimakan, aktivitas fisik dan
obat-obatan yang digunakan. Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala
klinis antara lain penderita merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan
menjadi kabur dan gelap, berkeringat dingin, detak jantung meningkat dan
terkadang sampai hilang kesadaran (syok hipoglikemia). (Nabyl, 2009)
Hipoglikemia adalah episode ketidaknormalan konsentrasi glukosa
dalam plasma darah yang menunjukkan nilai kurang dari 3,9 mmol/ l (70
mg/dl) dan merupakan komplikasi akut DM yang seringkali terjadi secara
berulang (Cryer, 2005). Ada sedikit variasi nilai kadar gluksa darah dalam
mendefinisikan hipoglikemia. Menurut Smeltzer et al (2010) hipoglikemia
terjadi ketika kadar glukosa kurang dari 50-60 mg/dl, menurut Wiliams &
Hopper (2007) < 50 mg/dl, Dunning (2009) < 54 mg/dl dan (Cryer, 2010);
Ferry (2013) <= 70 mg/dl. Berdasarkan American Diabetes Association
Workgroup on Hypoglycemia, (2005) sesuai perkembangan ilmu pengetahuan
dan banyak riset tentang hipoglikemia, nilai <= 70 mg/dl adalah nilai rujukan
yang sekarang digunakan untuk mendefinisikan hipoglikemia (ADA, 2005).
C. Etiologi Hipoglikemia
1. Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas
2. Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang diberikan
kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya
3. Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal
4. Kelainan pada penyimpanan karbohidrat atau pembentukan glukosa di
hati.Secara umum, hipogklikemia dapat dikategorikan sebagai yang
berhubungan dengan obat dan yang tidak berhubungan dengan obat.
Sebagian besar kasus hipoglikemia terjadi pada penderita diabetes dan
berhubungan dengan obat. Hipoglikemia yang tidak berhubungan
dengan obat lebih jauh dapat dibagi lagi menjadi:
a) Hipoglikemia karena puasa, dimana hipoglikemia terjadi setelah
berpuasa
6
b) Hipoglikemia reaktif, dimana hipoglikemia terjadi sebagai reaksi
terhadap makan, biasanya karbohidrat.
5. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh insulin atau obat lain
(sulfonilurea) yang diberikan kepada penderita diabetes untuk
menurunkan kadar gula darahnya. Jika dosisnya lebih tinggi dari
makanan yang dimakan maka obat ini bisa terlalu banyak menurunkan
kadar gula darah. Penderita diabetes berat menahun sangat peka
terhadap hipoglikemia berat. Hal ini terjadi karenasel-sel pulau
pankreasnya tidak membentuk glukagon secara normal dan kelanjar
adrenalnya tidak menghasilkan epinefrin secara normal. Padahal kedua
hal tersebut merupakan mekanisme utama tubuh untuk mengatasi kadar
gula darah yang rendah.
6. Pentamidin yang digunakan untuk mengobati pneumonia akibat AIDS
juga bisa menyebabkan hipoglikemia. Hipoglikemia kadang terjadi pada
penderita kelainan psikis yang secara diam-diam menggunakan insulin
atau obat hipoglikemik untuk dirinya.
7. Pemakaian alkohol dalam jumlah banyak tanpa makan dalam waktu
yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia yang cukup berat sehingga
menyebabkan stupor. Olah raga berat dalam waktu yang lama pada
orang yang sehat jarang menyebabkan hipoglikemia.
8. Puasa yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia hanya jika terdapat
penyakit lain (terutama penyakit kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal)
atau mengkonsumsi sejumlah besar alkohol. Cadangan karbohidrat di
hati bisa menurun secara perlahan sehingga tubuh tidak dapat
mempertahankan kadar gula darah yang adekuat.
9. Pada orang-orang yang memiliki kelainan hati, beberapa jam berpuasa
bisa menyebabkan hipoglikemia.
10. Bayi dan anak-anak yang memiliki kelainan sistem enzim hati yang
memetabolisir gula bisa mengalami hipoglikemia diantara jam-jam
makannya.
11. Seseorang yang telah menjalani pembedahan lambung bisa mengalami
hipoglikemia diantara jam-jam makannya (hipoglikemia alimenter, salah
satu jenis hipoglikemia reaktif). Hipoglikemia terjadi karena gula sangat
cepat diserap sehingga merangsang pembentukan insulin yang
berlebihan. Kadar insulin yang tinggi menyebabkan penurunan kadar
7
gula darah yang cepat. Hipoglikemia alimentari kadang terjadi pada
seseorang yang tidak menjalani pembedahan. Keadaan ini
disebuthipoglikemia alimentari idiopatik.
12. Jenis hipoglikemia reaktif lainnya terjadi pada bayi dan anak-anak
karena memakan makanan yang mengandung gula fruktosadan
galaktosa atau asam amino leusin. Fruktosa dan galaktosa menghalangi
pelepasan glukosa dari hati, leusin merangsang pembentukan insulin
yang berlebihan oleh pankreas. Akibatnya terjadi kadar gula darah yang
rendah beberapa saat setelah memakan makanan yang mengandung
zat-zat tersebut.
13. Hipoglikemia reaktif pada dewasa bisa terjadi setelah mengkonsumsi
alkohol yang dicampur dengan gula (misalnya gin dan tonik).
Pembentukan insulin yang berlebihan juga bisa menyebakan
hipoglikemia. Hal ini bisa terjadi pada tumor sel penghasil insulin di
pankreas (insulinoma). Kadang tumor diluar pankreas yang
menghasilkan hormon yang menyerupai insulin bisa menyebabkan
hipoglikemia.
14. Penyebab lainnya adalah penyakti autoimun, dimana tubuh membentuk
antibodi yang menyerang insulin. Kadar insulin dalam darah naik-turun
secara abnormal karena pankreas menghasilkan sejumlah insulin untuk
melawan antibodi tersebut. Hal ini bisa terjadi pada penderita atau
bukan penderita diabetes.
15. Hipoglikemia juga bisa terjadi akibat gagal ginjal atau gagal jantung,
kanker, kekurangan gizi, kelainan fungsi hipofisa atau adrenal, syok dan
infeksi yang berat.
16. Penyakit hati yang berat (misalnya hepatitis virus, sirosis atau kanker)
juga bisa menyebabkan hipoglikemia.
D. Patofisiologis
8
Pada orang Diabetes Melitus, terjadi defisiensi Insulin, sehingga
Glukosa tidak bisa dimanfaatkan oleh sel dan hanya beredar di pembuluh
darah sehingga menimbulkan Hiperglikemia. Untuk menurunkan kadar gula
darah biasanya diberikan Insulin, namun karena dosis yang kurang tepat bisa
menimbulkan penurunan glukosa darah yang cepat.
Efek dari penurunan glukosa darah , bisa timbul Hipoglikemia, dengan
gejala yang ringan sampai berat. Gejala Hipoglikemia Ringan, ketika kadar
glukosa darah menurun, sistem syaraf simpatis akan terangsang. Terjadi
pelimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan gejala : perspirasi,
tremor, takhikardia, palpitasi, gelisah dan rasa lapar.
Pada Hipoglikemia Sedang, penurunan kadar glukosa darah
menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar dengan
baik. Tanda-tanda gangguan fungsi pada sistem syaraf pusat mencakup
ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusio, penurunan
daya ingat, patirasa di daerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak
terkoordinasi, perubahan emosional, penglihatan ganda dan perasaan ingin
pingsan.
Pada Hipoglikemia Berat, fungsi sistem syaraf pusat mengalami
gangguan yang sangat berat sehingga pasien memerlukan pertolongan
orang lain untuk mengatasi Hipoglikemia yang diderita, gejalnya :
Disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur, kehilangan
kesadaran.
9
dan menghambat sekresi hormon insulin. Akan tetapi pada penderita IDDM
sekresi hormon ephinephrine juga menurun, sebagai akibat adanya
gangguan saraf outonom.
Respon terhadap penurunan kadar gula darah (hipoglikemia) dapat
dibedakan menjadi 2 kategori yaitu :
1. Gejala adrenergik sebagai akibat dari stimulasi sistem saraf outonom
dengan gejala palpitasi, iritabile, kelemahan umum, dilatasi pupil, pucart,
keringat dingin.
2. Gejala neuroglycopenia sebagai akibat dari tidak adekwatnya suplay
gula darah ke jaringan saraf, yaitu sakit kepala, gelisah, tidak mampu
konsentrasi, bicara tidak jelas, gangguan penglihatan, kejang, coma. Hal
ini sering tampak pada kadar glukosa darah dibawah 45 – 50 mg/dl.
E. Manifestasi Klinis
Hipoglikemia diklasifikasikan sebagai ringan, sedang dan berat
berdasarkan tanda dan gejala serta kebutuhan bantuan dari luar (Frederick,
Cox, & Clarke, 2003).
10
g. Bicara pelo
h. Gerakan tidak terkoordinasi
i. Perubahan emosional
j. Perilaku yang tidak rasional
k. Penglihatan ganda
l. Perasaan ingin pingsan.
Pada hipoglikemia berat, fungsi system saraf pusat mengalami
gangguan sangat berat sehingga pasien memerlukan pertolongan
orang lain untuk mengatasi hipoglikemia yang dideritanya. Gejala
dapat mencakup :
a. Perilaku yang mengalami disorientasi
b. Serangan kejang
c. Sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran.
Hipoglikemia berat sering muncul tanpa dirasakan, menimbulkan
gejala keletihan fisik, kebingungan, perubahan perilaku, koma, kejang
sampai terjadi kematian. Kondisi ini membutuhkan bantuan
penatalaksanaan medis secara cepat (Cryer et al, 2003; Frederick et al,
2003).
Gejala hipoglikemia dapat terjadi mendadak dan tanpa terduga
sebelumnya. Kombinasi semua gejala tersebut dapat bervariasi antara
pasien yang satu dan lainnya. Sampai derajat tertentu, gejala ini dapat
berhubungan dengan tingkat penurunan kadar glukosa darah yang
sebenarnya atau dengan kecepatan penurunan kadar tersebut. Sebagai
contoh, pasien yang biasanya memiliki glukosa darah dalam kisaran
hiperglikemia (misalnya, sekitar 200-an atau lebih ) dapat merasakan
gejala hipoglikemi (adrenergik) kalau kadar glukosa darahnya secara tiba-
tiba turun hingga 120 mg/dl (6,6 mmol/L) atau kurang. Sebaliknya, pasien
yang biasanya memiliki kadar glukosa drah yang rendah namun masih
berada dalam rentang yang normal dapat tetap asimtomatik meskipun
kadar glukosa tersebut turun secara perlahan-lahan sampai dibawah 50
mg/dl (2,7 mmol/L).
Faktor lain yang berperan dalam menimbulkan perubahan gejala
hipoglikemi adalah penurunan respon hormonal (adrenergik) terhadap
hipoglikemi. Keadaan ini terjadi pada sebagian pasien yang telah
menderita diabetes selama bertahun-tahun. Penurunan respon
11
adrenergic tersebut dapat berhubungan dengan salah satu komplikasi
kronis diabetes yaitu neuropati otonom. Dengan penurunan kadar glukosa
darah, limpahan adrenalin yang normal tidak terjadi. Pasien tidak
merasakan gejala adrenergic yang lazim seperti perasaan lemah.
Keadaan hipoglikemi ini mungkin baru terdeteksi setelah timbul gangguan
system saraf pusat yang sedang atau berat.
F. Penatalaksanaan
12
membawa glukagon. Glukagon adalah hormon yang dihasilkan oleh sel pulau
pankreas, yang merangsang pembentukan sejumlah besar glukosa dari
cadangan karbohidrat di dalam hati. Glukagon tersedia dalam bentuk suntikan
dan biasanya mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15 menit. Tumor
penghasil insulin harus diangkat melalui pembedahan.
Sebelum pembedahan, diberikan obat untuk menghambat pelepasan
insulin oleh tumor (misalnya diazoksid). Bukan penderita diabetes yang sering
mengalami hipoglikemia dapat menghindari serangan hipoglikemia dengan
sering makan dalam porsi kecil.
13
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN HIPOGLIKEMIA
1. Pengkajian Keperawatan
a. Riwayat keperawatan
1) Persepsi – managemen kesehatan
Riwayat DM
Riwayat pemakaian insulin, oral hipoglikemic
Riwayat diet dan olah raga.
Riwayat periksa.
2) Nutrisi – metabolik
Merasa lapar
Mengeluh mual
3) Eliminasi
Mengeluh banyak mengeluarkan keringat.
4) Aktivitas – exercise
lelah, lemas.
Pingsan
5) Kognitif
Tidak ada konsentrasi.
Penglihatan kabur.
b. Pemeriksaan fisik
1) Cardiovaskular
Tachycardia, palpitasi, sinkope.
2) Integumen
Pucat, diaphoresis.
3) Neurologi
Iritable, perilaku tidak terkontrol, kejang, coma.
4) Muskuloskeletal
Kelemahan
c. Pemeriksaan diagnostik
Glukosa serum kurang dari 50 mg/ dl.
14
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
a. Gangguan fungsi cerebral bd hypoglikemia.
Intervensi :
Berikan cairan glukosa 50 % sebanyak 50 ml IV(sesuai program )
Berikan injeksi glukagon 1 mg SC atau IM( sesuai program ).
Berikan dan pertahankan infus Dextrose 10 %( sesuai program ),
sampai kadar gula darah 200 mg/ dl pasien sadar.
Monitor fungsi neurologi: tingkat kesadaran, gangguan penglihatan,
paralisis, kejang, dll.
Monitor fungsi adrenergik: tanda vital( HR, TD, Nadi, RR, suhu ).
Monitor kadar gula darah.
3. Evaluasi Keperawatan
a. Klien memiliki fungsi cerebral yang optimal
Krteria :
Dapat berorientasi terhadap orang, tempat dan waktu.
Tekanan darah dalam batas normal.
15
HR lebih 60 dan kurang dari 100 x/menit, irama teratur.
RR < 25 x/menit.
Glukosa serum stabil 70 – 110 mg/100 ml.
b. Klien tidak mengalami injury
Kriteria :
Tidak jatuh.
Tidak kejang.
Tidak aspirasi
Tidak cidera lidah.
c. Keluarga dan klien mengetahui penyakit, program terapi, aktivitas.
Kriteria :
Mampu menjelaskan penyakit, program terapi dan aktivitas dengan
bahasa sederhana.
Kooperatif dalam program tindakan.
16
BAB III
PEMBAHASAN
PENGATURAN
EDUKASI
DIET DM
FARMAKOLOGI
LATIHAN FISIK TERAPI
TERAPI FARMAKOLOGI DI
BERIKAN JIKA PASIEN
JATUH PADA KONDISI
KRITIS
EX : (HIPOGLIKEMIA)
17
B. Tatalaksana Pasien DM Dengan Kondisi Kritis Hipoglikemia
Menurut PERKENI (2006) pedoman tatalaksana hipoglikemia sebagai
berikut:
1. Glukosa di arahkan pada kadar glukosa puasa yaitu 120mg/dl.
2. Bila di perlukan pemberian glukosa cepat (IV) 1 flakon (25cc) Dex 40%
(10gr Dex) dapat menaikan kadar glukosa kurang lebih 25-30 mg/dl.
1. Hipoglikemia Ringan
a) Diberikan 150-200 ml teh manis atau jus buah atau 6-10 butir
permen atau 2-3 sendok the sirup atau madu.
b) Bila gejala tidak berkurang dalam 15 menit maka ulangi
pemberianya.
c) Tidak di anjurkan untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori
seperti cokelat, kue, donat, ice cream, cake.
2. Hipoglikemia Berat
a) Tergantung tingkat kesadaran pasien.
b) Bila klien dalam keadaan tidak sadar maka jangan memberikan
makanan atau minuman ASPIRASI.
3. Terapi Hipoglikemia
a) Glukosa oral
b) Glukosa intravena
c) Glucagon 1mg (SC/IM)
d) Thiamine 100mg (IV/IM) pada pasien alcoholic atau Wernicke
encephalopathy
e) Monitoring.
18
Tabel Tatalaksna Farmakologi :
FOLLOW UP :
1. Periksa kadar gula darah lagi 30 menit sesudah injeksi IV
2. Sesudah bolus 3 atau 2 atau 1 flakon setelah 30 menit dapat di
berikan 1 flakon lagi sampai 2-3x untuk mencapai kadar >120mg/dl.
19
darah ini menjadi solusi bagi penderita dm karena dapat di evaluasi
dengan cepat kadar gula darah misalnya saat stress kadar gula darah
dapat tinggi sehingga hal ini merupakan dasar/ alat deteksi dini pasien
DM sebelum jatuh ke kondisi yang mengancam nyawa akibat kurang
pengetahuan ujar Dicky Mulyono.
20
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perasaan traumatis merupakan stressor bagi penyandang DM yang
pernah memiliki penengalaman hipoglikemia. Pemahaman partisipan
terhadap penyebab hipoglikemia berbeda-beda walaupun latar belakang
pendidikan tinggi tidak menjamin seseorang tidak mengalami hipoglikemia
kembali. Kesadaran untuk pencegahan hipoglikemia akan muncul setelah
penyandang DM mengalami hipoglikemia terlebih dahulu. Kayakinan diri
merupakan sumber koping yang paling utama bagi penyandang DM dalam
menghadapi kondisi hipoglikemia karena dengan menumbuhkan keyakinan
yang kuat untuk tetap belajar, mengenali gejala awal hipoglikemia maka
kejadian hipoglikemia akan dapat dicegah. Kebutuhan pelayanan
keperawatan sangat diharapkan oleh para penyandang DM selain dari
pelayanan medis itu sendiri. Penyandang DM mengharapkan bahwa
pelayanan kesehatan itu harus memegang teguh prinsip menghargai orang
lain, pemberian informasi dan pendekatan fisik dan psikis yang tepat serta
dalam pemberian pelayanan kesehatan juga harus mempertimbangkan
aspek finansial dan sosial.
B. Saran
1. Bagi institusi pelayanan keperawatan bahwa
telah diketahui bahwasannya penyandang DM yang pernah mengalami
hipoglikemia menunjukkan dampak psikologis berupa ketakutan
terhadap serangan ulang maka pelayanan keperawatan hendaknya
memberikan pendekatan interpersonal pada individu melalui edukasi
secara berkelanjutan, memberikan motivasi dan penguatan terhadap
kepercayaan diri pasien sehingga penyandang DM mampu menghadapi
hipoglikemia yang dapat menyerangnya setiap saat.
2. Bagi penelitian selanjutnya perlu dilakukan penelitian kembali tentang
pengalaman episode hipoglikemia pada penyandang diabetes melitus
tipe 1. Hal ini perlu dilakukan karena penyandang DM tipe 1 dari hasil
21
berbagai riset terkait episode hipoglikemia menunjukkan onset yang
lebih sering dibandingkan dengan DM tipe 2. Dengan adanya penelitian
ini, diharapkan tema yang didapatkan dari hasil penelitian dapat
menggambarkan pengalaman yang berbeda dari pengalaman
mengalami episode hipoglikemia dari 2 tipe DM tersebut.
22
DAFTAR PUSTAKA
Ferry, R. 2013. Hypoglycemia (low blood sugar). Retrieved April 04, 2013,
from:www. emedi c i nehea l t h. c om/ low_blood_sugar_hypoglycemia/article.
Amiel, S.A., Dixon, T., Mann, R., & Jameson, K. 2008. Hypoglycaemia in type
2 diabetes. [Article]. Diabetic medicine, 25(3), 245-254. doi: 10.1111/j.1464-
5491.2007.02341.x.
Albal,E.& kultu, Y.2010. the relationship between the depression coping self
efficacy level and perceived social support resources. Jornal of psychiatric
nursing. May 23,2013.
23
American Association of Clinical endocrinologists (AACE).2011. AACE 2011:
survey reveals more than half of diabetes patients experience low bloods sugar.
Florida: American Association of clinical endocrinologists.
American Diabetes Association (ADA).2015. Workgroup on hypoglycemia
defining and reporting hypoglycemia in diabetes. Diabetes care.
American Diabetes Association (ADA).2013. standards of medical care in
diabetes-2013. Diabetes care,36,S11-66.
24