Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA

DENGAN PENYAKIT OSTEOTRITIS

Dosen Pengajar :

Elif Yuniarti,S.Kep.,Ners.,M.Kep

Disusun Oleh

Kelompok

Liliosa Friska Mumu : 1608.14201.492

Kornelis Horo : 1608.14201.491

Mentari Agatha Rifmi : 1608.14201.

Nurlia Ohaiwer : 1608.14201.

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

STIKES WIDYAGAMA HUSADA

MALANG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga atas
berkatnya penulis dapat menyelesaikan tugas “ Makalah Asuhan Keperawatan
Lansia Dengan Penyakit Osteothritis ” dengan baik, walaupun dalam
penyusunannya banyak hambatan yang terjadi namun berkat bantuan
pembimbing dan teman-teman, tugas makalah ASKEP ini dapat diselesaikan
tepat waktu. Tugas “Makalah Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Penyakit
Osteothritis ” disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan gerontik
Program Studi Pendidikan Ners STIKES Widyagama Husada Malang.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu kami memohon maaf dan saran yang membangun
dari pembaca untuk tugas makalah ASKEP ini. Kami berharap semoga makalah
ASKEP ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Malang, Oktober 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... 2


DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ...................................................................................................................... 4
B. Rumusan masalah ............................................................................................................... 5
C. Tujuan .................................................................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................... 6
A. Definisi Osteotrithis .............................................................................................................. 6
B. Etiologi ................................................................................................................................... 6
C. Klasifikasi ............................................................................................................................... 7
D. Patofisiologi ........................................................................................................................... 8
E. Manifestasi Klinis .................................................................................................................... 10
F. Pemeriksaan penunjang ....................................................................................................... 11
G. Penanganan Osteoarthritis ............................................................................................... 12
H. Pencegahan Osteotritis ..................................................................................................... 14
BAB III KONSEP DASAR ASKEP ................................................................................................. 15
BAB IV PENUTUP ............................................................................................................................. 22
A. Kesimpulan .......................................................................................................................... 22
B. Saran .................................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 23
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Osetoarthritis merupakan kelainan degeneratif sendi yang paling banyak


didapatkan di masyarakat, terutama pada usia lanjut. Lebih dari 80% usia diatas 75
tahun menderita Osetoarthritis, Osetoarthritis merupakan kasus terbanyak yang
terdapat di rumah sakit dari semua kasus penyakit rematik. Kelainan pada lutut
merupakan kelainan terbanyak dari Ostoarthritis diikuti sendi panggul dan tulang
belakang. Di Indonesia prevalensi OA lutut yang tampak secara radiologik mencapai
15,5 % pada pria dan 12,7 % pada wanita berumur antara 40-60 tahun,
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan
kerusakan kartilago sendi, dimana terjadi proses degradasi interaktif sendi yang
kompleks, terdiri dari proses perbaikan pada kartilago, tulang dan sinovium diikuti
komponen sekunder proses inflamasi. Prosesnya tidak hanya mengenai rawan sendi
namun juga mengenai seluruh sendi, termasuk tulang subkondral, ligamentum,
kapsul dan jaringan sinovial serta jaringan ikat periartikuler. Pada stadium lanjut
rawan sendi mengalami kerusakan, ditandai adanya fibrilasi, fisur, dan ulserasi yang
dalam pada permukaan sendi. Paling sering mengenai vertebra, panggul, lutut, dan
pergelangan tangan kaki.
Prevalensi osteoarthritis lutut dan panggul lebih tinggi dibandingkan dengan
sendi yang lainnya, dikarenakan kedua sendi tersebut lebih banyak menopang berat
tubuh. 3 Penelitian tentang prevalensi osteoarthritis lutut dan panggul dan ketepatan
penggantian sendi terhadap 7.577 responden di Amerika, dikatakan bahwa
prevalensi osteoarthritis panggul 7.4%, kejadiannya pada wanita (8%) lebih tinggi
dibanding laki-laki (6.7%) . Sedangkan prevalensi osteoarthritis lutut 12.2%,
perempuan (14.9%) lebih tinggi dari pada laki-laki (8.7%) diikuti peningkatan usia.
Jadi dapat disimpulkan bahwa prevalensi OA lutut lebih tinggi bila dibandingkan
dengan OA panggul. Adapun prevalensi osteoarthritis di Indonesia, mencapai 5%
pada usia 61 tahun. Salah satu gejala osteoarthritis lutut adalah adanya nyeri lutut.
Adanya nyeri lutut menyebabkan seseorang takut melakukan aktivitas atau gerakan
sehingga menurunkan kualitas hidupnya. Terapi non farmakologi yang disarankan
antara lain exercise/latihan lutut. Jenis exercise lain yang dapat dilakukan adalah
home exercise, Range Of Motion (ROM), strengthening exercise /latihan penguatan
meliputi quadriceps and hamstring exercise serta aerobik seperti berjalan,
bersepeda, berenang. Tujuan exercise ini antara lain memperbaiki fungsi sendi,
meningkatkan kekuatan sendi, proteksi sendi dari kerusakan dengan mengurangi
stres pada sendi, mencegah kecacatan dan meningkatkan kebugaran jasmani.
Latihan ini tentunya disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan pasien.

B. Rumusan masalah
1. Apakah latihan theraband lebih baik menurunkan nyeri dari pada latihan
quadricep bench pada osteoarthitis genu.
2. Apakah efektifitas latihan lutut terdapat penurunan intensitas nyeri pasien
osteoarthitis lutut
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi Osteotritis
b. Untuk mnegetahui tentang Etiologi
c. Untuk mnegetahui tentang kalsifikasi
d. Untuk mengetahui tentang patofisiologis
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis
f. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang penyakit osteotritis
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Osteotrithis
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degenerasi pada sendi yang
melibatkan kartilago, lapisan sendi, ligamen, dan tulang sehingga menyebabkan
nyeri dan kekakuan pada sendi (CDC, 2014). Dalam Perhimpunan Reumatologi
Indonesia Osteoartritis secara sederhana didefinisikan sebagai suatu penyakit sendi
degeneratif yang terjadi karena proses inflamasi kronis pada sendi dan tulang yang
ada disekitar sendi tersebut (Hamijoyo, 2007). Sjamsuhidajat, dkk (2011)
mendefinisikan OA sebagai kelainan sendi kronik yang disebabkan karena
ketidakseimbangan sintesis dan degradasi pada sendi, matriks ekstraseluler,
kondrosit serta tulang subkondral pada usia tua (Sjamsuhidajat et.al, 2011).
Penyakit ini bersifat kronik, berjalan progresif lambat, tidak meradang, dan
ditandai oleh adanya deteriorasi dan abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan
tulang baru pada permukaan persendian. Osteoarthritis adalah bentuk arthritis yang
paling umum, dengan jumlah pasiennya sedikit melampaui separuh jumlah pasien
arthritis. Gangguan ini sedikit lebih banyak pada perempuan daripada laki-laki (Price
dan Wilson, 2013). Hal yang sama juga ditemukan dalam penelitian Zhang Fu-qiang
et al. (2009) di Fuzhou yang menunjukkan peningkatan prevalensi lebih tinggi pada
perempuan jika dibandingkan dengan laki-laki yaitu sebesar 35,87%.

B. Etiologi
Faktor resiko pada osteoarthritis, meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Peningkatan usia
Osteoartritis biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang dijumpai penderita
osteotrithis yang berusia di bawah 40 tahun (Helmi, 2012). Di Indonesia,
prevalensi OA mencapai 5% pada usia < 40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun,
dan 65% pada usia > 61 tahun (Soeroso et al., 2009).
2. Obesitas
Membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan tulang
berkerja lebih berat, diduga memberi andil terjadinya osteotrithis (Helmi, 2012).
Serta obesitas menimbulkan stres mekanis abnormal, sehingga meningkatkan
frekuensi penyakit (Robbins, 2007).
3. Jenis kelamin wanita (Helmi, 2012).
Perkembangan osteoartritis sendi-sendi interfalang distal tangan (nodus
Heberden) lebih dominan pada perempuan. Nodus Heberdens 10 kali lebih
sering ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki (Price dan Wilson,
2013). Kadar estrogen yang tinggi juga dilaporkan berkaitan dengan peningkatan
resiko (Robbins, 2007). Hubungan antara estrogen dan pembentukan tulang dan
prevalensi osteotrithis pada perempuan menunjukan bahwa hormon memainkan
peranan aktif dalam perkembangan dan progresivitas penyakit ini (Price dan
Wilson, 2013). Wanita yang telah lanjut usia atau di atas 45 tahun telah
mengalami menopause sehingga terjadi penurunan estrogen. Estrogen
berpengaruh pada osteoblas dan sel endotel. Tidak hanya itu, estrogen juga
berpengaruh pada absorbsi kalsium dan reabsorbsi kalsium di ginjal sehingga
terjadi hipokalasemia. Kedaan hipokalasemia ini menyebabkan mekanisme
umpan balik sehingga meningkatkan hormon paratiroid. Peningkatan hormon
paratiroid ini juga dapat meningkatkan resobsi tulang sehingga dapat
mengakibatkan OA (Ganong, 2008).
4. Trauma
Riwayat deformitas sendi yang diakibatkan oleh trauma dapat menimbulkan
stres mekanis abnormal sehingga menigkatkan frekuensi penyakit (Helmi, 2012 ;
Robbins, 2007).
5. Faktor genetik
Faktor genetik juga berperan dalam kerentanan terhadap osteoartritis,
terutama pada kasus yang mengenai tangan dan panggul. Gen atau gen-gen
spesifik yang bertanggung jawab untuk ini belum terindentifikasi meskipun
pada sebagian kasus diperkirakan terdapat keterkaitan dengan kromosom 2 dan
11 (Robbins, 2007). Beberapa kasus orang lahir dengan kelainan sendi tulang
akan lebih besar kemungkinan mengalami OA (Helmi, 2012).

C. Klasifikasi
Berdasarkan patogenesisnya osteoartritis dibedakan menjadi osteoartritis
primer dan osteoartritis sekunder. osteoartritis primer disebut juga osteoartritis
idiopatik adalah osteoartritis yang kausanya tidak diketahui dan tidak ada
hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi
osteoartritis sekunder adalah osteoartritis yang didasari oleh adanya perubahan
degeneratif yang terjadi pada sendi yang sudah mengalami deformitas, atau
degenerasi sendi yang terjadi dalam konteks metabolik tertentu (Robbins, 2007).
Selain dari jenis osteoarthritis yang lazim, ada beberapa varian lain. osteoartritis
peradangan erosif terutama menyerang sendi pada jari-jari dan berhubungan dengan
episode peradangan akut yang menimbulkan deformitas dan alkilosis. Hiperostosis
alkilosis menimbulkan penulangan vertebra (Price dan Wilson, 2013).

D. Patofisiologi
Osteoartritis terjadi akibat kondrosit (sel pembentuk proteoglikan dan kolagen
pada rawan sendi) gagal dalam memelihara keseimbangan antara degradasi dan
sintesis matriks ekstraseluler, sehingga terjadi perubahan diameter dan orientasi
serat kolagen yang mengubah biomekanik dari tulang rawan, yang menjadikan
tulang rawan sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya yang unik (Price dan Wilson,
2013). Selain kondrosit, sinoviosit juga berperan pada patogenesis OA, terutama
setelah terjadi sinovitis, yang menyebabkan nyeri dan perasaan tidak nyaman.
Sinoviosit yang mengalami peradangan akan menghasilkan Matrix
Metalloproteinases (MMPs) dan berbagai sitokin yang akan dilepaskan ke dalam
rongga sendi dan merusak matriks rawan sendi serta mengaktifkan kondrosit. Pada
akhirnya tulang subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan
terangsang dan menghasilkan enzim proteolitik (Robbins, 2007). Perkembangan
osteoarthritis terbagi atas tiga fase, yaitu sebagai berikut :
1. Fase 1
Terjadi penguraian proteolitik pada matrik kartilago. Metabolisme
kondrosit menjadi terpangaruh dan meningkatkan produksi enzim seperti
metalloproteinases yang kemudian hancur dalam matriks kartilago.
Kondrosit juga memproduksi penghambat protease yang akan
mempengaruhi proteolitik. Kondisi ini memberikan manifestasi pada
penipisan kartilago.

2. Fase 2
Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago,
disertai adanya pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam
cairan sinovia.
3. Fase 3
Proses penguaraian dari produk kartilago yang menginduksi respon
inflamasi pada sinovia. Produksi makrofag sinovia seperti interleukin 1 (IL
1), tumor necrosis factor-alpha (TNFα), dan metalloproteinases menjadi
meningkat. Kondisi ini memberikan manifestasi balik pada kartilago dan
secara langsung memberikan dampak destruksi pada kartilago. Molekul-
molekul pro-inflamasi lainnya seperti nitric oxide (NO) juga terlibat.
Kondisi ini memberikan manifestasi perubahan arsitektur sendi, dan
memberikan dampak terhadap pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi.
Perubahan arsitektur sendi dan stres inflamasi memberikan pengaruh
pada permukaan artikular menjadikan kondisi gangguan yang progresif
(Helmi, 2012).

Gambar. 3. Gambaran Osteoartritis (Price dan Wilson, 2013).


Osteoartritis pernah dianggap sebagai kelainan degeneratif primer dan
kejadian natural akibat proses ”wear and tear” pada sendi sebagai hasil dari proses
penuaan. Tetapi, temuan-temuan yang lebih baru dalam bidang biokimia dan
biomekanik telah menyanggah teoari ini. Osteoartritis adalah sebuah proses penyakit
aktif pada sendi yang dapat mengalami perubahan oleh manipulasi mekanik dan
biokimia. Terdapat efek penuaan pada komponen sistem muskuloskeletal seperti
kartilago artikular, tulang, dan jaringan yang memungkinkan meningkatnya kejadian
beberapa penyakit seperti OA (Price dan Wilson, 2013). Untuk melindungi tulang dari
gesekan, di dalam tubuh ada tulang rawan. Namun karena berbagai faktor risiko
yang ada, maka terjadi erosi pada tulang rawan dan berkurangnya cairan pada
sendi. Tulang rawan sendiri berfungsi untuk menjamin gerakan yang hampir tanpa
gesekan di dalam sendi berkat adanya cairan sinovium dan sebagai penerima
beban, serta meredam getar antar tulang (Robbins, 2007). Tulang rawan yang
normal bersifat avaskuler, alimfatik, dan aneural sehingga memungkinkan
menebarkan beban keseluruh permukaan sendi. Tulang rawan matriks terdiri dari air
dan gel (ground substansi), yang biasanya memberikan proteoglikan, dan kolagen
(Hassanali, 2011).

E. Manifestasi Klinis
Osteoartritis dapat mengenai sendi-sendi besar maupun kecil. Distribusi
Osteoartritis dapat mengenai sendi leher, bahu, tangan, kaki, pinggul, lutut.
1. Nyeri
Nyeri pada sendi berasal dari inflamasi pada sinovium, tekanan pada
sumsum tulang, fraktur daerah subkondral, tekanan saraf akibat osteofit,
distensi, instabilnya kapsul sendi, serta spasme pada otot atau ligamen.
Nyeri terjadi ketika melakukan aktifitas berat. Pada tahap yang lebih
parah hanya dengan aktifitas minimal sudah dapat membuat perasaan
sakit, hal ini bisa berkurang dengan istirahat.
2. Kekakuan sendi
Kekakuan pada sendi sering dikeluhkan ketika pagi hari ketika
setelah duduk yang terlalu lama atau setelah bangun pagi.
3. Krepitasi
Sensasi suara gemeratak yang sering ditemukan pada tulang sendi
rawan.
4. Pembengkakan pada tulang biasa ditemukan terutama pada tangan
sebagai nodus Heberden (karena adanya keterlibatan sendi Distal
Interphalangeal (DIP)) atau nodus Bouchard (karena adanya keterlibatan
sendi Proximal Phalangeal (PIP)). Pembengkakan pada tulang dapat
menyebabkan penurunan kemampuan pergerakan sendi yang progresif.
5. Deformitas sendi
Pasien seringkali menunjukkan sendinya perlahan-lahan mengalami
pembesaran, biasanya terjadi pada sendi tangan atau lutut (Davey,
2006).
Menurut Kellgren dan Lawrence osteoartritis dalam pemeriksaan radiologis
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Grade 0 : Normal, Tidak tampak adanya tanda-tanda osteoartritis pada
radiologis.
2. Grade 1 : Ragu-ragu, tanpa osteofit.
3. Grade 2 : Ringan, osteofit yang pasti, tidak terdapat ruang antar sendi.
4. Grade 3 : Sedang, osteofit sedang, terdapat ruang antar sendi yang
cukup besar.
5. Grade 4 : Berat atau parah, osteofit besar, terdapat ruang antar sendi
yang lebar dengan sklerosis pada tulang subkondral.

Tabel 1. Klasifikasi osteoartritis menurut Kellgren dan Flawrence (dalam Petersson,


et. al, 2014)
Klasifikasi osteoartritis berdasarkan pemeriksaan radiologis menurut Kellgren
dan Flawrence
Tingkatan
Radiografi 0 1 2 3 4

Klasifikasi Normal Ragu- Ringan Sedang Berat


ragu
Deskripsi Tanpa Tanpa Osteofit Osteofit Osteofit
osteofit osteofit yang yang yang
pasti, sedang, besar,
tetapi dan ruang antar
tidak terdapat sendi yang
terdapat ruang lebar,
ruang antar dengan
antar sendi sklerosis
sendi yang pada
cukup tulang
besar subkondral

F. Pemeriksaan penunjang
Penegakkan diagnosa OA, didasarkan pada keluhan klinis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Keluhan klinis primer yang biasa dikeluhkan adalah
adanya nyeri sendi, kekakuan dan keterbatasan gerak.
a. Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
Terdapat asimetrisitas, pembesaran sendi yang mengalami peradangan,
dilihat ada tidaknya kemerahan di area sendi tersebut. Adanya nodus
Herbeden
 Palpasi
Didapatkan nyeri tekan dan dirasakan panas. Ditemukan juga adanya
krepitasi, dimana terdengar suara gemeretak “kretek-kretek” seperti suara
krupuk yang diremukkan.
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto Rontgen/X-Ray menunjukkan:
 Penyempitan rongga atau bagian tepi sendi
 Endapan tulang mirip kista dala rongga serta tepi sendi
 Sklerosis rongga subkondrium
 Deformitas tulang akibat degenerasi atau kerusakan sendi
 Pertumbuhan tulang di daerah yang menyangga beban tubuh
 Fusi atau penyatuan sendi
2) MRI (Magnetic Resonance Imaging)
3) Artroskopi memperlihatkan bone spurs dan penyempitan rongga sendi
c. Pemeriksaan Laboratorium
1) Serologi dan cairan sinovial dalam batas normal, kecuali jika ada peradangan
2) Pemeriksaan darah: adanya peningkatan LED akibat sinovitis yang luas
(Paramitha, 2011; Kowalak, Welsh&Mayer, 2012)

G. Penanganan Osteoarthritis
Penatalaksanaan OA bertujuan untuk mencegah atau menahan kerusakan
lebih lanjut pada sendi yang terkena/disabilitas, mengatasi nyeri dan kekakuan sendi
dan mempertahankan mobilitas. Penanganan dapat meliputi:
a. Nonfarmakologi
1) Klien dianjurkan untuk menjaga BB yang ideal untuk mengurangi tekanan atau
beban pada sendi dengan olahraga yang teratur, diet.
2) Klien perlu menjaga keseimbangan antara istirahat, bekerja dan berolahraga
3) Klien dapat menggunakan alat bantu berupa kruk, korset, tongkat penipang,
walker ataupun traksi untuk menstabilkan sendi dan mengurangi tekanan pada
sendi.
4) Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis, yang meliputi
pemakaian panas dan dingin dan program latihan yang tepat. Program latihan
bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan memperkuat otot yang biasanya
atrofi pada sekitar sendi osteoartritis. Latihan isometrik lebih baik daripada
isotonik karena mengurangi tegangan pada sendi. Atrofi rawan sendi dan
tulang yang timbul pada tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya
beban ke sendi oleh karena kontraksi otot. Oleh karena otot-otot periartikular
memegang peran penting terhadap perlindungan rawan senadi dari beban,
maka penguatan otot-otot tersebut adalah penting.
5) Terapi panas atau dingin
Terapi panas digunakan untuk mengurangi rasa sakit, membuat otot-otot
sekitar sendi menjadi rileks dan melancarkan peredaran darah. Terapi panas
dapat diperoleh dari kompres dengan air hangat / panas, sinar IR (infra merah)
dan alat-alat terapi lainnya.
Terapi dingin digunakan untuk mengurangi bengkak pada sendi dan
mengurangi rasa sakit. Terapi dingin biasanya dipakai saat kondisi masih akut.
Dapat diperoleh dengan kompres dengan air dingin.
6) Dukungan psikososial
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena sifat
penyakitnya yang menahun dan ketidakmampuan yang ditimbulkannya. Disatu
pihak pasien ingin menyembunyikan ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin
orang lain turut memikirkan penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali
keberatan untuk memakai alat-alat pembantu karena faktor-faktor psikologis.
(Kowalak, Welsh&Mayer, 2012; Price&Wilson, 2013; Paramitha, 2011)
b. Medikamentosa
Berikut nama-nama obat yang umumnya diberikan pada pasien dengan OA
1) Acetaminophen/Ibuprofen/Aspirin
Merupakan obat pertama yang direkomendasikan oleh dokter karena relatif
aman dan efektif untuk mengurangi rasa sakit. Aspirin dan Ibuprofen dapat
membantu dalam mengontrol sinovitis.
2) NSAIDs (nonsteroidal anti inflammatory drugs)
Dapat mengatasi rasa sakit dan peradangan pada sendi. Pada orang tua
biasanya menimbulkan efek samping, misalnya gangguan pada lambung
3) Suplemen sendi/cairan sendi artifisial
Suplemen sendi seperti Glukosamin dan Chondroitin, masing-masing memiliki
fungsi yaitu:
- Glukosamine adalah bahan pembentukan proteoglycan, bekerja dengan
merangsang pertumbuhan tulang rawan, serta menghambat perusakan
tulang rawan.
- Chondroitin Sulfat berguna untuk merangsang pertumbuhan tulang rawan
dan menghambat perusakan tulang rawan.
Cairan sendi ini dapat juga membantu meredakan nyeri dan diberikan sementara
dengan jangka waktu 6 bulan. (Kowalak, Welsh&Mayer, 2012; Price&Wilson,
2013; Paramitha, 2011)
c. Pembedahan
Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan osteoartritis dengan
kerusakan sendi yang nyata/klien yang mengalami disabilitas yang berat,
dengan nyeri yang menetap/tidak terkontrol. Tindakan yang dapat dilakukan
antara lain:
1) Osteotomi
Yaitu tindakan pengubahan alignment/kesejajaran tulang untuk
mengurangi tekanan dengan melakukan eksisi baji pada tulang atau
memotong tulang tersebut.
2) Artroskopi debridement
Merupakan suatu prosedur tindakan untuk diagnosis dan terapi pada
kelainan sendi dengan menggunakan kamera, dengan alat ini dokter
melakukan pembersihan dan pencucian sendi, selain itu dokter dapat
melihat kelainan pada sendi yang lain dan langsung dapat
memperbaikinya.
3) Artroplasti
Yaitu penggantian partial atau total bagian sendi yang rusak dengan
protesis.
4) Artrodesis
Yaitu operasi penyatuan tulang terutama tulang-tulang vertebra
(laminatokmi)
5) Osteoplasti
Yaitu pengerokan dan pencucian tulang yang rusak dari dalam sendi.
(Kowalak, Welsh&Mayer, 2012; Price&Wilson, 2013; Paramitha, 2011)

H. Pencegahan Osteotritis
OA dapat dicegah dengan beberapa hal berikut:
a. Menjaga berat badan
b. Olahraga yang tidak banyak menggunakan persendian
c. Aktifitas olahraga sesuai kebutuhan
d. Jaga keseimbangan antara olahraga, bekerja dan istirahat
e. Menghindari perlukaan pada persendian.
f. Minum suplemen sendi
g. Mengkonsumsi makanan sehat
h. Memilih alas kaki yang tepat dan nyaman
i. Lakukan relaksasi dengan berbagai teknik
j. Hindari gerakan yang meregangkan sendi jari tangan.
k. Jika ada deformitas pada lutut, misalnya kaki berbentuk O, jangan dibiarkan. Hal
tersebut akan menyebabkan tekanan yang tidak merata pada semua permukaan
tulang.(Kowalak, Welsh&Mayer, 2012)

BAB III
KONSEP DASAR ASKEP

A. PENGKAJIAN
1. Biodata meliputi ( nama, usia, jenis kelamin, suku dan kebangsaan,
pendidikan, pekerjaaan, alamat, TMR )
2. Keluhan utama : Nyeri pada salah satu sendi, kekakuan
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit osteoarthritis?
6. Pengkajian data dasar
a. Aktivitas/Istirahat
1) Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan memburuk dengan
stress pada sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi
secara bilateral dan simetris limitimasi fungsional yang
berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan,
keletihan, malaise.
2) Keterbatasan ruang gerak, atropi otot, kulit: kontraktor/kelainan
pada sendi dan otot.
b. Kardiovaskuler
Fenomena Raynaud dari tangan (misalnya pucat litermiten, sianosis
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.
c. Integritas Ego
1) Faktor-faktor stress akut/kronis (misalnya finansial pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
2) Keputusasaan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan).
3) Ancaman pada konsep diri, gambaran tubuh, identitas pribadi,
misalnya ketergantungan pada orang lain.
d. Makanan / Cairan
1) Ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengkonsumsi
makanan atau cairan adekuat mual, anoreksia.
2) Kesulitan untuk mengunyah, penurunan berat badan, kekeringan
pada membran mukosa.

e. Hygiene
Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan diri,
ketergantungan pada orang lain.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d distensi jaringan oleh akumulasi cairan/proses inflamasi,
distruksi sendi.
2. Gangguan Mobilitas Fisik b/d Deformitas skeletal, nyeri, ketidaknyamanan
3. penurunan kekuatan otot.
4. Gangguan Citra Tubuh b/d ketidakseimbangan mobilitas.
5. Kurang Perawatan Diri berhubungan dengan Kerusakan musculoskeletal
6. Kurang Pengetahuan b/d ketidaktahuan Mengenai Penyakit

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d distensi jaringan oleh akumulasi cairan/proses inflamasi,
distruksi sendi.
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan nyeri berkurang atau terkontrol.
b. Terlihat rileks, dapat istirahat, tidur dan berpartisipasi dalam aktivitas
sesuai kemampuan.
c. Mengikuti program terapi.
d. Menggunakan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam
program kontrol nyeri.
Tindakan mandiri :
a. Kaji keluhan nyeri; catat lokasi dan intensitas nyeri (skala 0 - 10).
Rasional : untuk mengevaluasi nyeri dan penghilangan dengan analgetik
pada skala 0 sampai 10
b. Beri matras/kasur keras, bantal kecil. Tinggikan tempat tidur sesuai
kebutuhan saat klien beristirahat/tidur.
Rasional : memberikan rasa nyaman dan aman bagi pasien dalam
mengatasi nyeri
c. Ajarkan pasien dalam metode nonfarmakologi untuk mengendalikan nyeri
Rasional : untuk mengendalikan nyeri seperti, meningkatkan
relaksasi,masase.
d. Melakukan istirahat, kompres hangat atau dingin lokal dan peninggian
sendi yang sakit bila memungkinkan
Rasional : membantu mengembalikan ketidaknyamanan
e. Instruksikan pasien dalam penggunaan panas lembab dan hidroterapi
Rasional : membantu menutunkan ketidaknyamanan jangka panjang
Kolaborasi :
a. berikan agen analgetik dan antiinflamasi sesuia program
Rasional : menghilangkan nyeri dan mengobati peradangan lebig lanjut
2. Gangguan Mobilitas Fisik b/d Deformitas skeletal, nyeri, ketidaknyamanan
penurunan kekuatan otot.
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/pembatasan
kontraktor.
b. Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari
kompensasi bagian tubuh.
c. Mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan
aktivitas.
Tindakan mandiri :
a. Lakukan latihan ROM untuk sendi minimal satu kali setiap perggantian
tugas jaga. Tingkatkan dari pasif ke aktif sesuai toleransi.
Rasional : tindakan ini mencegah kontraktur sendi dan atrofi otot.
b. Miringkan dan atur posisi pasien setiap 2 jam pada saat pasien ditempat
tidur.
Rasional : tindakan ini mencegah kerusakan kulit dengan mengurangi
tekanan.
c. Tempatkan sendi paha pada posisi fungsional, gunakan gulungan
trokanter sepanjang paha, letakan bantal kecil dibawah kepala.
Rasional : tindakan tersebut mempertahankan sendi pada posisi
fungsional dan mencegah deformitas muskuluskeletal.
d. Letakan barang barang pada tempat yang mudah dijangkau lengan yang
tidak terkena bila satu sisi mengalami kelemahan atau paralisis
Rasional : untuk meningkatkan kemandirian pasien.
e. Pantau dan catat setiap hari semua bukti komplikasi imobilisasi
Rasional : pasien dengan riwayat penyakit atau disfungsi neuromuskular
mungkin lebih cenderung mengalami komplikasi.
f. Lakukan program medis untuk mengelola atau mencegah komplikasi,
contoh heparin, profilaktik untuk trombosis vena.
Rasional : meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan pasien.

3. Gangguan Citra Tubuh b/d ketidakseimbangan mobilitas.


Kriteria hasil :
a. Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk
menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup dan kemungkinan
keterbatasan.
Tindakan mandiri :
a. Berikan waktu untuk pasien mengekspresikan perasaanya tentang
perubahan dan penampilan dan fungsi
Rasional : perawat mampu memberikan solusi yg rasional sesuai dengan
kondisi pasien sehinnga mampu meningkatkan rasa percaya diri klien
b. Identifikasi dan tekankan kekuatan pasien serta bantu pasien menyusun
tujuan realistik
Rasional : untuk memudahkan adaptasi terhadap kehilangan fungsidan
pemulihan.
c. Diskusikan dari arti kehilangan/perubahan pada seseorang.
Rasional : kenali bahwa apa yang mungkin tampak merupakan perubahan
kecil yang bermakna bagi pasien
d. Susun batasan pada perilaku maladaptif, bantu klien untuk
mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping.
Rasional : membantu memulihkan mempertahankan koping yg efektif dan
merasakan diri mereka sebagai individu yang bergerak
4. Kurang Perawatan Diri berhubungan dengan Kerusakan musculoskeletal
Kriteria hasil :
a. Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten pada
kemampuan klien.
b. Mendemonstrasikan perubahan teknik/gaya hidup untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri.
c. Mengidentifikasikan sumber-sumber pribadi/komunitas yang dapat
memenuhi kebutuhan.
Tindakan mandiri :
a. Observasi tingkat fungsional pasien setiap pergantian tugas jaga,
dokumentasikan dan laporkan setiap perubahan.
Rasional : melalui tindakan ini perawat dapat menentukan tindakan yang
sesuaiuntuk memenuhi kebutuhan pasien
b. Lakukan program penanganan,untuk kondisi penyebab gangguan
muskuluskeletal. Pantau kemajuan laporkan respon terhadap penanganan,
baik respon yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan.
Rasional : mendorong kemandirian pasien
c. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan dan keluhanya mengenai
defisit perawatan diri
Rasional : membantu pasien mencapai tingkat fungsional tertinggi sesuia
kemampuaanya
d. Berikan waktu yang cukup bagi pasien untuk melakukan tugas berpakaian
dan berhias
Rasional : ketergesa gesaan dapat menimbulkan stres yang tidak
seharusnya terjad dan meningkatkan kegagalan
5. Kurang Pengetahuan b/d ketidaktahuan Mengenai Penyakit
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/pragnosis dan perawatan.
b. Mengembangkan rencana untuk perawatan diri termasuk modifikasi gaya
hidup yang konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas.
Tindakan mandiri :
a. Ajarkan pasien proses penyakit osteoarthtritis, sesuaikan penjelasan pada
tingkat pemahaman klien.
Rasional : ekstrmitas yang tidak bergerak mempunyai tekanan tidak cukup
untuk merangsang aktivitas osteoblastik
b. Diskusikan kebiasaan pasien dalam melaksanakan proses sakit melalui
diet, obat-obatan dan program diet seimbang, latihan dan istirahat.
c. Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang realistis,
istirahat, perawatan diri, pemberian obat-obatan, terapi fisik, dan
manajemen stress
A. MANAJEMEN NYERI SPESIFIK PADA KLIEN DENGAN ARTHRITIS

Perawatan khusus bagi sendi yang mengalami Arthritis didasarkan pada sendi
yang terkena. Perawatan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tangan
Rendam tangan dalam cairan dan rendaman Parafin yang hangat untuk meredakan
nyeri sesuai instruksi dokter.
2. Vertebra lumbal dan sakral
Gunakan kasur (matras) atau papan tempat tidur untuk mengurangi nyeri di pagi
hari.

3. Vertebra servikal
 Periksa cervical collar untuk mendeteksi konstriksi
 Awasi timbulnya gejala eritema pada pemakaian collar yang lama.
4. Sendi paha/pinggul
 Gunakan bantalan panas untuk mengurangi nyeri
 Berikan obat antispasmodik sesuai instruksi dokter.
 Bantu klien dalam latihan ROM dan latihan penguatan otot dan pastikan klien
cukup istirahat dengan latihan tersebut.
 Periksa penopang ketiak, tongkat, penyangga dan alat bantu berjalan agar
sesuai dan ajari cara klien menggunakan secara benar. Misalnya: klien yang
mengalami serangan pada sendi unilateral sebaiknya menggunakan alat
ortopedik seperti tongkat dan alat bantu berjalan di sisi tubuh yang normal.
 Sarankan klien duduk dengan menggunakan bantalan
 Menggunakan dudukan toilet yang dinaikkan
5. Sendi lutut
 Bantu latihan ROM yang diprogramkan (2 kali sehari), yakni latihan untuk
menguatkan tonus otot dan latihan resistensi progresif untuk meningkatkan
kekuatan otot.
 Pasang pembalut elastic atau korset jika diperlukan. (Kowalak, Welsh&Mayer,
2012; Paramitha, 2011)

B. SELF MANAGEMENT PADA KLIEN ARTHRITIS DAN PERAN PERAWAT


Peran perawat yang paling penting dalam usaha untuk mencegah terjadinya
arthritis atau mencegah terjadinya kekambuhan atau komplikasi adalah sebagai
pelaksana asuhan keperawatan dan sebagai edukator.
1. Sebagai pelaksana/pemberi asuhan keperawatan
Sebagai pelaksana/pemberi asuhan keperawatan, perawat melakukan tindakan
untuk meredakan rasa nyeri, mempertahankan atau memperbaiki mobilitas dan
meminimalkan disabilitas, misalnya: membantu klien dalam aktivitas, terutama
bagi yang menggunakan alat bantu.
2. Sebagai edukator
Sebagai edukator, perawat berusaha memberikan pengertian dan pemahaman
kepada klien dan keluarga tentang penyakit yang diderita serta cara-cara
penanganan penyakit secara mandiri setelah klien dipulang.

C. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN KLIEN ARTHRITIS SETELAH PULANG


(SELF MANAGEMENT)
1. Rencanakan istirahat yang cukup pada siang hari, sesudah latihan dan pada
malam hari.
2. Jangan melakukan aktivitas secara berlebihan.
3. Perhatikan cara berjalan dan berdiri yang benar.
4. Mengurangi aktivitas yang bertumpu pada berat badan.
5. Berhati-hati saat membungkuk atau mengangkat sesuatu.
6. Selalu mengenakan sepatu pelindung yang pas. Jangan membiarkan bagian
tumit sepatu terlalu aus karena sering dipakai.
7. Memasang alat pengaman seperti rel di rumah untuk pegangan di kamar mandi.
8. Melakukan latihan ROM selembut mungkin secara perlahan-lahan.
9. Pertahankan BB ideal untuk mengurangi regangan pada persendian.
10. Menghindari aktivitas yang menimbulkan benturan.
11. Minumlah obat secara teratur sesuai instruksi dokter. Segera laporkan bila ada
efek samping obat yang merugikan.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Osteoartritis (AO) adalah gangguan sendi yang bersifat kronis disertai
kerusakan tulang dan sendi berupa disentegrasi dan pelunakan progresif yang
diikuti dengan pertambahan pertumbuhan pada tepi tulang dan tulang rawan
sendi yang disebut osteofit, dan fibrosis dan kapsul sendi. Kelainan ini timbul
akibat mekanisme abnormal proses penuaan, trauma atau kelainan lain yang
menyebabkan kerusakan tulang rawan sendi. Keadaan ini tidak berkaitan dengan
faktor sistemik atau infeksi. Osteotritis umumnya menyerang penderita berusia
lanjut pada sendi – sendi penopang berat badan, seperti sendi lutut, panggul (
koksa ), lumbal dan servikal. Lutut merupakan sendi yang paling sering dijumpai
terserang AO dari sekian banyak sendi yang dapat terserang AO.

B. Saran
Mahasiswa/i diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan kepada
klien dengan osteoarthritis secara benar. Mahasiswa /i diharapkan Dalam
melakukan perawatan Osteoartritis hendaknya dengan dengan hati-hati dan
cepat mengetahui tanda-tanda dan gejala penyakit ini untuk membantu
penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck,G. N & Doctherman, J. M. (2008). Nursing Intervensions Classification (NIC),


Fifth Edition. St. Louis : Mosby – Year Book

Herdman, T. H. (2011). Diagnosa Keperawatan: Defenisi dan Klasifikasi 2012 – 2014


(NANDA). Jakarta : EGC ( terjemahan Sumarwati, dkk, 2011)

Kowalak, J. P, Welsh, W. & Mayer, B. (2012). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

Merriam-Webster’s Medical Dictionary. (2006). USA.

Moorhead S. & Johnson, M. (2008). Nursing Outcomes Classification (NOC), Fifth Edition.
St. Louis : Mosby Year – Book

Paramita. (2011). Nursing : Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta : PT. Indeks

Price, S.A & Wilson, L. M. (2013). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses – proses Penyakit.
Edisi 6, Volume 2. Jakarta: EGC

Smeltzer, S. C, & Bare, B. G,. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, Volume 2, Edisi 8. Jakarta: EGC
Stein, J. H,. (2001). “Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam,”Edisi 3. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai