Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pola Aktivitas Fisik merupakan segala jenis gerakan tubuh yang

dihasilkan dari pergerakan otot rangka yang memerlukan pengeluaran

energi. Aktivitas fisik yang sering dilakukan lansia yaitu senam ringan,

membersihkan ruangan rumah, menggosok lantai, memotong rumput,

bekebun, dan jalan kaki (Darmojo 2011).

Kurangnya melakukan pola aktivitas fisik seperti senam ringan,

membersihkan ruangan rumah, menggosok lantai, memotong rumput,

berkebun, dan jalan kaki lansia akan mengalami kelemahan otot-otot di

muskuloskeletal, penurunan keseimbangan, terjadi peningkatan lemak di

dalam tubuh, dan berisiko terjadinya suatu penyakit salah satunya diabetes

Melitus pada lansia. ( Hans Tandra 2010).

Dari beberapa penelitian Fehny V. Dolongseda (2016)

menunjukan bahwa peningkatan pola aktivitas fisik akan menurunkan

risiko diabetes sedangkan penurunan pola aktivitas fisik akan

meningkatkan risiko diabetes pada lansia.

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit gangguan

metabolisme kronis yang ditandai dengan peningkatan glukosa darah

(hiperglikemia) disebabkan karena ketidakseimbangan secara suplai dan

kebutuhan insulin. Insulin dalam tubuh dibutuhkan untuk memfasilitasi

masuknya glukosa dalam sel agar dapat digunakan untuk metabolisme dan

pertumbuhan sel berkurang atau tidak adanya insulin menjadi glukosa

1
2

tertahan didalam darah dan menimbulkan peningkatan gula darah,

sementara sel menjadi kekurangan glukosa yang sangat dibutuhkan dalam

kelangsungan dan fungsi sel (Tarwoto 2012).

Menurut World Health Organization (WHO) memperkirakan

bahwa pada tahun 2025 jumlah penderita diabetes melitus kurang lebih

300 juta orang diantaranya 50 juta lansia dengan diabetes melitus.

Peningkatan jumlah penderita diabetes melitus setiap tahun disebabkan

adanya peningkatan taraf hidup manusia, perubahan gaya hidup termasuk

pola konsumsi, serta makin tegaknya diagnosa sehingga makin mudah

menemukan penderita diabetes melitus serta bertambah panjang usia

manusia karena kemajuan teknologi medis.

Menurut American Diabetes Association (ADA), Indonesia

menempati urutan ke-7 terbesar dengan jumlah penderita diabetes kurang

lebih 8,5 juta orang diantaranya 1,5 juta lansia dengan diabetes melitus.

Secara epidemiologi, Indonesia dengan jumlah penduduk mencapai kurang

lebih 237 juta orang diprediksi akan tetap berada dalam sepuluh besar

negara dengan prevalensi diabates tertinggi hingga tahun 2030 (Wild et al

2011).

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 untuk Diabetes Melitus

terjadi peningkatan dari 1,1% pada tahun 2007 dan menjadi 2,1% pada

tahun 2013. Prevalensi Diabetes Melitus tertinggi terdapat di provinsi

Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%),

Kalimantan Timur (2,3%), dan Kalimantan Selatan (2,0%) (Depkes RI,

2013).
3

Data Statistik dari Dinkes Kota Banjarmasin Tahun 2017 angka

kejadian Diabetes Melitus pada Lansia di Kota Banjarmasin berjumlah

3.854 orang. Data Statistik di Puskesmas Pekauman Banjarmasin Tahun

2017 angka kejadian Diabetes Melitus Pada Lansia berjumlah 720 Pasien.

Dari data Puskesmas Pekauman lansia yang hadir mengikuti kegiatan di

posyandu lansia berjumlah sebanyak 67 orang setiap bulannya. (Dinkes

Kota Banjarmasin, 2017).

Lanjut usia merupakan siklus terakhir perkembangan manusia.

Masa lansia adalah masa dimana semua orang berharap akan menjalani

hidup dengan tenang, damai serta menikmati masa pensiun bersama anak

dan cucu tercinta dengan penuh kasih sayang. Pada kenyataan tidak semua

lanjut usia mendapatkannya. Berbagai persoalan hidup menghampiri lansia

sepanjang hayatnya, seperti kemiskinan, kegagalan yang beruntun, stress

yang berkepanjangan, ataupun konflik dengan keluarga atau anak, atau

kondisi lain seperti tidak memiliki keturunan yang bisa merawatnya dan

lain sebagainya (Syamsuddin dan Rosalina 2014).

Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah

seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Secara global pada

tahun 2013 proporsi dari populasi penduduk berusia lebih dari 60 tahun

adalah 11,7% dari total populasi dunia dan diperkirakan jumlah tersebut

akan terus meningkat seiring dengan peningkatan usia harapan hidup. Data

WHO menunjukan pada tahun 2010 usia harapan hiup orang didunia

adalah 66 tahun, pada tahun 2012 naik menjadi 70 tahun dan pada tahun

2013 menjadi 71 tahun. Jumlah proporsi lansia di Indonesia juga


4

bertambah setiap tahunnya. Data WHO pada tahun 2010 menunjukan

lansia berjumlah 7,49% dari total populasi, tahun 2011 menjadi 7,69% dan

pada tahun 2013 didapatkan proporsi lansia sebesar 8,1% dari total

populasi (WHO, 2015).

Proses penuaan pada lansia adalah siklus kehidupan yang ditandai

dengan tahapan- tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang

ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan

penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem

kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan

lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia

sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta

sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya mempengaruhi pada

kemunduran kesehatan fisik dan psikis sehingga secara umum akan

berpengaruh pada pola aktivitas fisik dan akan meningkatkan kejadian

Diabetes Melitus pada Lansia (Fatimah, 2010).

Dari hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti,

pada tanggal 26 Oktober 2018 di Puskesmas Pekauman Banjarmasin,

melalui observasi didapatkan data kejadian Diabetes Melitus pada lansia

dari bulan Januari-September Tahun 2018 berjumlah 810 pasien dan lansia

yang hadir mengikuti kegiatan di posyandu lansia berjumlah sebanyak 67

orang setiap bulannya. Kemudian pada tanggal 5 November 2018 peneliti

melakukan wawancara kepada 10 lansia di Posyandu lansia, diantaranya

70% orang mengatakan pola aktivitas fisiknya kurang dikarenakan tidak

pernah mengikuti kegiatan senam ringan, berkebun, memotong rumput,


5

dan berjalan disekitar komplek. Pekerjaan rumah seperti mencuci pakaian,

menyapu, bersih-bersih rumah sering dilakukan oleh anak dan juga

menantu lansia tersebut. Lansia juga mengatakan akibat tidak melakukan

pola aktivits fisik mereka mengalami sakit-sakitan, kelemahan otot-otot di

muskuloskeletal, penurunan keseimbangan, dan setelah mereka

memeriksakan kadar gula darah di puskesmas ternyata kadar gula darah

mereka meningkat dan terdiagnosis Diabetes Melitus. kemudian 30%

orang juga mengatakan pola aktivitas fisiknya cukup baik dalam

kesehariaannya dia melakukan pekerjaan rumah seperti mencuci baju,

menjemur pakaian, memasak, berkebun, dan bersih-bersih rumah, dia juga

mengikuti senam ringan 1 kali dalam seminggu, dan berjalan disekitar

komplek untuk menggerakan anggota tubuhnya setiap hari. Hasil yang

didapatkan bahwa 7 lansia pola aktivitas fisiknya kurang yang akan

meningkatkan risiko terjadinya Diabetes Melitus.

Berdasarkan hasil data sekunder melalui observasi di Puskesmas

Pekauman Banjarmasin dan data primer melalui wawancara di Posyandu

Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin, maka

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan pola

aktivitas fisik dengan kejadian Diabetes Melitus pada Lansia di Posyandu

Berkah Mutiara Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin Tahun

2018.
6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut: “Adakah hubungan pola aktivitas

fisik dengan kejadian Diabetes Melitus Pada Lansia di Posyandu Berkah

Mutiara Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin Tahun 2018?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan pola

aktivits fisik dengan kejadian Diabetes Melitus pada lansia di Posyandu

Berkah Mutiara Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin Tahun

2018.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi Pola aktivitas fisik pada lansia di Posyandu

Berkah Mutiara Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin.

b. Mengidentifikasi kejadian Diabetes Melitus Pada Lansia di

Posyandu Berkah Mutiara Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman

Banjarmasin.

c. Menganalisa hubungan aktivitas fisik dengan kejadian Diabetes

Melitus pada Lansia di Posyandu Berkah Mutiara Wilayah Kerja

Puskesmas Pekauman Banjarmasin.


7

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

pengetahuan tentang pola aktivitas fisik lansia dan kejadian Diabetes

Melitus pada Lansia terkhususnya hubungan pola aktivitas fisik

dengan kejadian diabetes melitus pada lansia.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Lansia

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi lansia untuk

melatih pola aktivitas fisiknya dirumah supaya tidak berisiko

terdiagnosis Diabetes Melitus.

b. Bagi Keluarga

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi keluarga

Lansia dalam melatih Pola aktivitas fisik Lansia dirumah.

c. Bagi Perawat

Penelitian ini dapat dimanfaatkan perawat di puskesmas

pekauman untuk meningkatkan Asuhan Keperawatan tentang

hubungan pola aktivitas fisik dengan kejadian Diabetes Melitus.

d. Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dalam memberikan

pelayanan kesehatan terutama pada pola aktivitas fisik sehingga

dapat mengurangi risiko Diabetes Melitus Pada lansia.


8

e. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini dapat digunakan sebagai literatur ilmiah dalam

bidang keperawatan gerontik terutama dalam hubungan pola

aktivitas fisik dengan kejadian Diabetes Melitus Pada Lansia di

Posyandu Berkah Mutiara Wilayah kerja Puskesmas Pekauman.

f. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti sebagai

referensi untuk memberikan Asuhan Keperawatan tentang

hubungan pola aktivitas fisik terhadap kejadian Diabetes Melitus

pada lansia.

g. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti

selanjutnya sebagai acuan referensi tentang pola aktivitas fisik

dan kejadian Diabetes Melitus pada lansia.


9

E. Keaslian Penelitian

a. Fehni V. Dolongseda (2016) dengan judul “Hubungan Pola Aktivitas

Fisik dan Pola Makan Dengan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes

Melitus Tipe II Di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Pancaran Kasih

Gmim Manado”Metode penelitian yang digunakan yaitu deskriptif

anallitik dengan rancangan cross sectional, Teknik pengambilan sampel

pada penelitian ini yaitu purposive sampling dengan jumlah 75 sampel.

Hasil penelitian dengan menggunakan korelasi pearson menunjukan

terdapat hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan kadar

gula darah (p=0,000).

Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan

oleh peneliti adalah perbedaan waktu, responden, tempat penelitian

dan variabel.

Sedangkan persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama

kuantitatif dengan rancangan cross sectional menggunakan alat

pengumpulan data berupa kuisioner, dan teknik pengambilan sampel

purposive sampling,

b. Mersiliya Sauliyusta (2016), dengan judul Pengaruh aktivitas fisik

dengan fungsi kognitif lansia di Rsud Dr. Moewardi Surakarta. Metode

penelitian ini merupakan penelitian jenis kuantitatif bersifat deskriptif

korelatif dengan rancangan menggunakan pendekatan cross sectional

dan akan mempelajari . Setiap responden hanya diukur satu kali dan

pengukuran untuk variabel responden hanya diukur pada saat


10

penyebaran kuesioner. Teknik pengambilan sampel yang digunakan

peneliti yaitu cluster sampling. Pada teknik ini, peneliti tidak mendaftar

semua anggota atau unit yang ada berada dalam suatu populasi,

melainkan cukup mendaftar banyaknya kelompok yang ada di dalam

populasi itu kemudian mengambil beberapa sampel berdasarkan

kelompok-kelompok tersebut. Hasil penelitian menggunakan uji T test

adanya pengaruh aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia

(p=0,001).

Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan

oleh peneliti adalah tempat, waktu, responden dan teknik pengambilan

sampel.

Sedangkan persamaan pada penelitian yang akan diteliti adalah sama-

sama kuantitatif dengan rancangan cross sectional menggunakan cara

pengumpulan data berupa kuesioner.

c. Riska Farina Amalia, (2014). dengan judul “Faktor Risiko Kejadian

Diabetes Melitus Pada Lansia di Puskesmas Kecamatan Mampang

Prapatan Jakarta Selatan Tahun 2014” Penelitian ini didesain untuk

jenis desain studi kasus kontrol (case control) Populasi kasus adalah

seluruh pasien DM yang terdiagnosis positif DM di poliklinik DM,

sedangkan populasi kontrol adalah penderita yang berobat ke Poli

Lansia dan Poli Umum dengan seleksi umur > 45 tahun yang tidak

terdiagnosis Diabetes Melitus. Pengambilan sampel dilakukan dengan

metode non probability sampling dengan pengambilan sampel


11

menggunakan teknik consecutive sampling Perbandingan antara jumlah

sampel 1 : 3, sehingga didapatkan 104 responden yang terdiri dari 28

responden kelompok kasus dan 76 responden kelompok kontrol.

Perbedaan penelitian ini dengan yang akan melakukan penelitian adalah

desain penelitian dimana penelitian terdahulu menggunakan desain case

control atau kasus kontrol dan teknik pengambilan sampel

menggunakan consecutive sampling atau kelompok kontrol sedangkan

yang akan meneliti sendiri menggunakan purposive Sampling dengan

kriteria inklusi dan eksklusi, kemudian perbedaan tempat, waktu, dan

responden.

Persamaan pada penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan

dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama kuantitatif menggunakan cara

pengumpulan data berupa kuesioner.

Anda mungkin juga menyukai