Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit tidak menular yang paling banyak menyebabkan kematian adalah

jantung karena serangannya tidak terduga. Akan tetapi, penyakit tidak menular

lainnya juga sebenarnya dapat menyebabkan kematian, namun menyerang tubuh

penderitanya secara pelan-pelan salah satunya adalah penyakit diabetes mellitus.

Diabetes adalah penyakit kronis yang terjadi baik ketika pankreas tidak

memproduksi cukup insulin atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif

menggunakan insulin yang dihasilkannya (WHO, 2019). Diabetes mellitus (DM)

merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak

memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang

diproduksi secara efektif. Insulin adalah hormon mengatur keseimbangan kadar gula

darah. Akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi glukosa didalam darah (Kemenkes

RI, 2013).

American Diabetes Association (ADA) 2010 menyatakan, diabetes melitus

(DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-

duanya. Gejala umum dari diabetes melitus adalah poliuria, polifagia, polidipsia.

Klasifikasi dari diabetes mellitus yaitu Diabetes Mellitus Tipe 1, Diabetes Mellitus

Tipe 2, Diabetes Mellitus Tipe Gestasional, dan Diabetes Mellitus Tipe Lainnya.

Jenis diabetes mellitus yang paling banyak diderita adalah Diabetes Mellitus Tipe 2,

dimana sekitar 90- 95% orang mengidap penyakit ini (ADA, 2010).

1
2

Jumlah penderita diabetes meningkat dari 108 juta pada tahun 1980 menjadi

422 juta pada tahun 2014. Prevalensi diabetes pada orang dewasa di atas 18 tahun

meningkat dari 4,7 pada tahun 1980 menjadi 8,5 pada tahun 2014. Pada 2016

diperkirakan 1,6 juta kematian secara langsung disebabkan diabetes. WHO

memperkirakan bahwa diabetes adalah penyebab utama ketujuh kematian pada tahun

2016 (WHO, 2016). Data International Diabetes Federation tahun 2015 menyatakan

jumlah estimasi penyandang Diabetes di Indonesia diperkirakan sebesar 10 juta.

Diabetes kini menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di Indonesia. Data

Sample Registration Survey tahun 2014 menunjukkan bahwa Diabetes merupakan

penyebab kematian terbesar nomor 3 di Indonesia dengan persentase sebesar 6,7%,

setelah Stroke sebesar 21,1% dan penyakit Jantung Koroner 12,9% (Kemenkes

2016).

Riskesdas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi Diabetes di

Indonesia dari 1,5% tahun 2013 menjadi 2,0% pada tahun 2018. Data penderita

diabetes yang mampu mengendalikan penyakit dengan pengaturan makan sebanyak

81,4%, olahraga 37,9%, dan alternatif herbal 44,6%. Berdasarkan hasil Riskesdas

2018 sebesar 12,8% tidak rutin memeriksakan kadar gula darah. Di Provinsi Jambi

prevalensi diabetes mellitus berdasarkan diagnosis dokter sebesar 1,4%. (Riskesdas,

2018).

Adapun dua faktor risiko seseorang mengidap diabetes yaitu faktor yang

tidak dapat diubah dan bisa diubah. Faktor yang tidak dapat diubah antara lain usia

≥40 tahun, mempunyai riwayat keluarga menderita DM, kehamilan dengan gula

darah tinggi, ibu dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir >4 kg,

dan bayi yang memiliki berat badan lahir <2,5 kg (Kemenkes, 2018). Sedangkan,
3

faktor yang bisa diubah antara lain kegemukan, kurang aktivitas fisik, displidemia,

riwayat penyakit jantung, hipertensi, dan diet tidak seimbang (Kemenkes, 2019).

Umumnya, penderita diabetes mengetahui dirinya mengidap diabetes setelah

terjadi komplikasi. Padahal sebenarnya komplikasi inilah yang mematikan, bukan

diabetesnya. Diabetes itu seperti rayap, bekerja secara diam-diam dalam merusak

organ di dalam tubuh. Oleh karena itu, diabetes sering disebut sebagai “silent killer”

karena sering tidak diketahui oleh penyandangnya (Kurniadi & Nurrahmani, 2015).

Kenaikan jumlah penderita DM memiliki pengaruh besar pada peningkatan

komplikasi pada pasien diabetes. International Diabetes Federation (IDF)

menyatakan, glukosa darah tinggi menyebabkan penyakit jantung dan pembuluh

darah, mata, ginjal, saraf, dan gigi. Selain itu orang dengan diabetes juga memiliki

risiko lebih tinggi terkena infeksi. Tujuan utama pengobatan DM adalah mencegah

komplikasi dengan mempertahankan kadar glukosa darah, tekanan darah, dan

kolesterol. (IDF, 2019). Komplikasi ini dapat menurunkan kualitas hidup sehingga

mengganggu penderita dalam menjalankan segala kegiatannya (Tim Bumi Medika,

2017).

World Health Organization (WHO) mendefinisikan kualitas hidup sebagai

persepsi individu tentang posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks budaya dan

sistem nilai di mana mereka hidup dan berkaitan dengan tujuan, harapan, standar,

dan masalah mereka. Kualitas hidup dipengaruhi oleh kesehatan fisik, keadaan

psikologis, kepercayaan diri, hubungan sosial, dan hubungannya dengan lingkungan.

(WHO, 1996).

Komplikasi DM dapat dikendalikan, dicegah dan dihambat melalui kegiatan

penatalaksanaan diabetes yang terdiri dari farmakologis dan nonfarmakologis.


4

Terapi farmakologis merupakan obat-obatan kimia yang berfungsi menurunkan

kadar gula darah bisa berupa obat hipoglikemik oral, ataupun insulin. Terapi

nonfarmakologis sama dengan langkah pencegahan. Inti dari terapi ini adalah

menjaga agar terhindar dari segala penyakit, terutama penyakit degeneratif. Terapi

nonfarmakologis ini terdiri dari pemberian pengetahun tentang diabetes, olahraga

secara teratur, menerapkan pola makan yang tepat, dan menerapakn gaya hidup yang

sehat (Tim Bumi Medika, 2017).

Komplikasi tersebut dapat diminimalkan jika pasien memiliki pengetahuan

dan kemampuan yang cukup untuk melakukan pengelolaan terhadap penyakitnya

yaitu dengan cara melakukan aktifitas self care (Sulistria, 2013).

World Health Organisation (2009) mendefiniskan self care sebagai

kemampuan individu, keluarga, dan masyarakat dalam meningkatkan kesehatan,

mencegah penyakit, dan menjaga kesehatan dan mengatasi penyakit dan kecacatan

dengan atau tanpa dukungan dari penyedia layanan kesehatan (WHO, 2009).

Pengelolaan penyakit diabetes mellitus secara self care yaitu pengaturan pola makan,

upaya melaksanakan aktifitas fisik/olahraga, pengontrolan gula darah, Obat Anti

Diabetes (OAD), dan perawatan kaki (Minarni dkk, 2018).

Sulistria (2013) dalam jurnalnya yang berjudul “Tingkat Self Care Pasien

Rawat Jalan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Kalirungut Surabaya”,

menjelaskan bahwa tingkat self care pasien yang dirawat jalan di Puskesmas

Kalirungut Surabaya belum sepenuhnya dilakukan. Aktivitas seperti pengaturan pola

makan, aktivitas fisik, dan terapi sudah baik. Sedangkan pada aktivitas perawatan

kaki dan pengontrolan gula darah self care pasien masih rendah (Sulistria, 2013).
5

Penelitian lain yang dilakukan oleh Chaidir, dkk (2017) yang berjudul

“Hubungan Self Care Dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus di Wilayah

Kerja Puskesmas Tigo Baleh Padang” menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara self care dengan kualitas hidup pasien diabetes mellitus di wilayah

kerja Puskesmas Tigo Baleh (Chaidir dkk, 2017).

Apabila self care yang dilakukan dengan baik maka akan meningkatkan

kualitas hidup pasien tersebut. Sebaliknya, self care yang dilakukan dengan kurang

baik maka akan memberikan dampak negatif bagi kualitas hidup pasien diabetes

mellitus. Self care yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, dapat berdampak baik

bagi peningkatan kualitas hidup (Chaidir dkk, 2017).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Jambi tahun 2017 didapatkan

puskesmas dengan kasus diabetes mellitus tertinggi yaitu Puskesmas Olak Kemang

dengan jumlah 919 kasus dan kasus terendah yaitu Puskesmas Koni dengan jumlah

11 kasus. Namun pada tahun 2018 didapatkan kasus diabetes mellitus tertinggi yaitu

Puskesmas Putri Ayu dengan jumlah 1.036 kasus dengan kenaikan 759 kasus dari

tahun 2017 (Dinkes Kota Jambi, 2017-2018).

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik melakukan penelitian yang

berjudul “Hubungan antara self care dengan kualitas hidup penderita diabetes

mellitus di Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi Tahun 2020”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti merumuskan

rumusan masalah penelitian “Apakah ada hubungan antara self care dengan kualitas

hidup penderita diabetes mellitus di Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi Tahun 2020?”
6

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara self

care dengan kualitas hidup penderita diabetes mellitus di Pusekesmas Putri Ayu

Kota Jambi Tahun 2020.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran karakteristik penderita diabetes mellitus di Puskesmas

Putri Ayu Kota Jambi Tahun 2020.

b. Diketahuinya gambaran self care pada penderita diabetes mellitus di

Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi Tahun 2020.

c. Diketahuinya gambaran kualitas hidup pada penderita diabetes mellitus di

Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi Tahun 2020.

d. Diketahuinya hubungan antara self care dengan kualitas hidup penderita

diabetes mellitus di Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi Tahun 2020.

D. Ruang Lingkup

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain cross

sectional yang bertujuan mengetahui hubungan antara self care dengan kualitas

hidup penderita Diabetes Mellitus pada tahun 2020. Penelitian ini dilaksanakan di

Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien

penderita Diabetes Mellitus di Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi sebesar 1.036 orang

pada tahun 2018. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebesar 88 responden.
7

Penelitian dilakukan pada bulan Maret-April 2020. Sedangkan pengambilan sampel

menggunakan teknik purposive sampling dan data yang terkumpul dianalisis dengan

menggunakan uji korelasi.

E. Manfaat

1. Bagi Puskesmas

Bagi puskesmas dapat dijadikan gambaran hubungan self care dengan kualitas

hidup pada penderita diabetes mellitus sehingga diharapkan puskesmas dapat

memotivasi pasien dan keluarga untuk selalu melakukan perawatan diri pada

penderita DM sehingga kadar gula darah dapat terkontrol.

2. Bagi Keperawatan

Penelitian ini diharapkan menambah informasi bagi perawat dalam

penatalaksanaan pada pasien diabetes mellitus khususnya pada self care. Dapat

memacu perawat sebagai edukator dengan melakukan motivasi dan pendidikan

kesehatan pada pasien dan keluarga.

3. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan informasi mengenai hubungan self care dengan

kualitas hidup pada penderita diabetes mellitus di Puskesmas Putri Ayu Kota

Jambi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Mellitus

1. Definisi

Kata “diabetes” digunakan pertama kali pada abad kedua oleh ahli

kesehatan bernama Aretaeus Cappadocia. Saat itu istilah diabetes digunakan

untuk orang yang sering buang air kecil dan banyak minum. Diabetes mellitus

atau DM merupakan penyakit yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah di

dalam urine akibat terganggunya metabolisme karena produksi dan fungsi

hormon insulin tidak berjalan dengan seharusnya (Tim Bumi Medika, 2017).

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau

mengalihkan” (siphon). Melitus dari bahasa Latin yang bermakna manis atau

madu. Penyakir diabets mellitus dapat diartikan individu yang mengalirkan

volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes mellitus adalah

penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketiadaan absolut insulin atau

penurunan relatif insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).

Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit atau kelainan

metabolisme yang disebabkan kurangnya produksi insulin. Semua sel dalam tubuh

manusia membutuhkan glukosa agar dapat berfungsi dengan normal dan kadar

gula dalam darah biasanya dikendalikan oleh hormon insulin. Jika tubuh

kekurangan insulin atau sel-sel tubuh menjadi resistan terhadap insulin, maka

kadar gula darah akan meningkat drastis akibat penumpukan (Ariani, 2016).

8
9

Kesimpulan DM yaitu suatu kelainan pada seseorang yang ditandai

naiknya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) yang diakibatkan karena

kekurangan insulin (Padila, 2012).

2. Etiologi

a. Faktor Genetik

Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diwariskan, bukan

ditularkan. Anggota keluarga penderita diabetes mellitus memiliki

kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota

keluarga yang tidak menderita diabetes mellitus. Para ahli kesehatan juga

menyebutkan bahwa diabetes mellitus merupakan penyakit yang terpaut pada

kromosom seks atau kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi penderita

sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang membawa gen

untuk diwariskan kepada anak-anaknya. (Ariani, 2016)

Seseorang yang memiliki keluarga terkena diabetes berisiko dua sam

dengan enam kali lipat terkena diabetes juga. Baik diabetes tipe 1 maupun tipe

2 bisa disebabkan oleh faktor keturunan. Organ pankreas yang menghasilkan

insulin dapat rusak karena faktor genetik. Kesalahan pesan yang diturunkan

melalui sistem imun tubuh akan menyerang pankreas sehingga produksi insulin

menurun atau sama sekali tidak dihasilkan (Tim Bumi Medika, 2017).

Gen yang dimaksud pun tidak selalu berasal dari orangtua kandung,

tetapi bisa berasal dari kakek, nenek, atau generasi di atasnya. Bahkan meski

orangtua terhindar dari diabetes karena gaya hidup yang baik, bukan berarti

anaknya bisa terbebas dari faktor risiko terkena diabetes di kemudian hari

(Kurniadi & Nurrahmani, 2015).


10

b. Virus dan Bakteri

Virus penyebab diabetes mellitus adalah rubela, mumps, dan human

coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel, virus ini

mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Selain itu, virus ini juga bisa

menyerang melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan hilangnya

autoimun dalam sel. Diabetes mellitus akibat bakteri masih belum bisa

dideteksi, namun para ahli kesehatan menduga bahwa bakteri cukup berperan

menyebabkan diabetes mellitus (Ariani, 2016).

c. Pola Makan

Pola makanan menurut Tim Bumi Medika (2017) ditentukan dari 3 J,

yaitu jumlah makanan, jenis makanan, dan jam makan.

1) Jumlah Makanan

Jumlah makanan yang berlebihan terutama karbohidrat dan lemak inilah

yang memicu naiknya glukosa darah. Jumlah makanan dikatakan berlebihan

apabila melebihi dari kebutuhan kalori dalam sehari.

2) Jenis Makanan

Jenis makanan yang tidak bervariasi juga bukan pola makan yang sehat.

Jenis makanan yang perlu diketahui adalah sumber karbohidrat, protein

hewai, protein nabati, sayur, buah, dan susu. Jenis makanan tinggi kadar

indeks glikemik, tinggi lemak, dan tinggi garam bisa meningkatkan risiko

diabetes.

3) Jam makan

Jam makan yang tidak teratur seperti melewatkan sarapan dan sering makan

larut malam dapat menganggu kesehatan. Sarapan pagi sangat penting untuk
11

memulihkan energi setelah tidak makan selama waktu tidur. Jika tidak

makan, metabolisme tubuh akan beranntakan dan organ tubuh akan rusak.

Selain itu, makan di waktu larut malam juga dapat mengganggu

metabolisme tubuh.

d. Kurang Aktivitas Fisik

Makanan dijadikan sumber pemasukan energi untuk bergerak. Namun,

jika energi yang masuk lebih besar daripada energi yang dikeluarkan maka

energi tersebut akan disimpan dalam bentuk lemak. Kelebihan lemak ini dapat

memicu resistensi insulin (Tim Bumi Medika, 2017).

e. Kegemukan (obesitas)

Kegemukan terjadi karena berlebihannya konsumsi karbohidrat, lemak,

dan protein, serta kurangnya aktivitas fisik. Akibat kegemukan ini, banyak

lemak yang tertimbun di dalam sel sehingga insulin tidak mampu membawa

glukosa masuk ke dalam sel-sel tersebut. Semakin tinggi tingkat obesitas maka

akan semakin berisiko terkena diabetes (Tim Bumi Medika, 2017).

Pada kegemukan atau obesitas, sel-sel lemak yang menggemuk akan

menghasilkan beberapa zat yang digolongkan sebagai zat adipositokin yang

jumlahnya lebih banyak. Zat-zat itulah yang menyebabkan resistensi terhadap

insulin. Selain itu, terdapat pula adipositokin yang bersifat baik, yaitu

adiponektin, di mana zat ini justru mencegah timbulnya resistensi insulin.

Namun, zat tersebut menurun sewaktu sel lemak menggemuk (Kurniadi &

Nurrahmani, 2015).
12

f. Kebiasaan Tidak Sehat

Kebiasaan yang tidak sehat tentu berdampak pada hal yang buruk, baik

cepat maupun lambat. Misalnya kebiasaan tidak sehat seperti merokok dapat

menyebabkan gangguan pada organ pernapasan. Kebiasaan sering merokok

juga dapat meningkatkan risiko terkena diabetes. Mengonsumsi alkohol, terlalu

banyak tidur, dan kebiasaan tidak sehat lainnya akan meningkatkan risiko

terkena diabetes. Alkohol dapat mengganggu metabolisme glukosa dan

meningkatkatkan tekanan darah (Tim Bumi Medika, 2017).

g. Penyakit Degeneratif

Usia 40 tahun merupakan usia rentan terkena berbagai penyakit

degeneratif. Penyakit degeneratif adalah penyakit yang disebabkan oleh

penurunan kualitas jaringan dan organ tubuh. Diabetes merupakan salah satu

penyakit degeneratif. Pada usia di atas 40 tahun, produksi insulin mulai

berkurang (Tim Bumi Medika 2017).

h. Penyakit Mental

Orang yang mengalami stres umumnya akan sulit tidur, nafsu makan

meningkat, depresi, lemas, dan tekanan darahnya turun. Saat stres, hormon

kortisol akan diproduksi. Hormon ini kemudian yang akan mengakibatkan

gejala-gejala tersebut. Sebenarnya, stres bukanlah penyebab langsung dari

penyakit diabetes. Namun, peningkatan nafsu makan yang dialami ketika stres

berkepanjangan yang menyebabkan kegemukan. Kegemukan inilah yang

merupakan faktor penyebab dari diabetes (Tim Bumi Medika, 2017).


13

3. Klasifikasi

Tipe diabetes menurut Corwin (2009), dibagi menjadi 3 macam yaitu:

a. Diabetes Mellitus Tipe 1

Diabetes mellitus tipe 1 adalah penyakit hiperglikemia akibat ketiadaan

absolit insulin. Sebebelumnya, tipe diabetes ini disebut sebagai diabetes

melitus dependen insulin (IDDM), karena individu pengidap penyakit ini harus

mendapat insulin pengganti.

b. Diabetes Mellitus Tipe 2

Hiperglikemia yang disebabkan insentivitas seluler terhadap insulin

disebut diabetes mellitus tipe 2. Selain itu, terjadi defek sekresi insulin

ketidakmampuan pankreas untuk menghasilkan insulin yang cukup untuk

mempertahankan glukosa plasma yang normal. Meskipun kadar insulin

mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal, jumlah insulin

tetap rendah sehingga kadar glukosa plasma meningkat. Diabetes mellitus tipe

2 biasanya disebut NIDDM (noninsulin dependent diabetes mellitus).

c. Diabetes Gestasional

Diabetes gestasional adalah diabetes yang terjadi pada wanita hamil

yang sebelumnya tidak mengidap diabetes. Meskipun diabetes ini sering

membaik setelah persalinan, sekitar 50% wanita pengidap kelainan ini tidak

akan kembali ke status non diabetes setelah kehamilan berakhir.

4. Patofisiologi

Tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel

yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh

berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan tubuh berasal dari bahan makanan
14

yang dimakan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat,

lemak, dan protein.

Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami

metabolisme sempurna menjadi CO dan air, 10% menjadi glikogen, dan 20%

sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada diabetes mellitus semua proses tersebut

terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel

macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar

glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.

Penyakit diabetes mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon

insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi

glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal

tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah

adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa

menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan

sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine

yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang

dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler,

hal ini akan merangsang pusat haus sehingga akan merasa haus terus menerus dan

akan minum terus yang disebut polidipsi.

Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport

glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan

karbohidrat, lemak, dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk

melakukan pembakaran dalam tubuh, maka akan merasa lapar sehingga

menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak


15

dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan

keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu

banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan,

akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan.

Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut

koma diabetik. (Rendy & Margareth, 2012).

5. Manifestasi Klinis

Tanda-tanda atau gejala penyakit diabetes menurut Ariani (2016), di

antaranya adalah sebagai berikut:

a. Gejala Awal

1) Poliuria atau Banyak Kencing

Ini terjadi ketika kadar gula sudah melebihi ambang ginjal sehingga dapat

mengakibatkan glukosa dalam urine menari air dan urine menjadi banyak.

Oleh karena itu, penderita diabetes mengalami buang air kecil dengan

intensitas melebihi volume normal atau poliuria.

2) Polidipsi atau Banyak Minum

Karena sering buang air kecil, diabetesein akan banyak minum atau

polidpsi. Kebanyakan penderita penyakit ini mengalami keluhan lemas,

banyak makan, dan banyak minum.

3) Polifagi atau Banyak Makan

Seorang diabetesein yang baru makan akan mengalami ketidakcukupan

hormon insulin untuk memasukkan glukosa ke dalam sel. Hal ini akan

menyebabkan tubuh menjadi selalu merasa kelaparan sehingga tubuh sering

terasa lemah. Akibatnya, diabetesein akan makan lebih banyak lagi.


16

b. Gejala Lanjutan

1) Berat Badan Berkurang

Ketika proses sekresi pankreas kurang mencukupi jumlah hormon insulin

untuk mengubah gula menjadi tenaga, maka tubuh akan menggunakan

simpanan lemak dan protein yang ada. Pengurasan simpanan lemak dan

protein di tubuh ini menyebabkan berkurangnya berat badan.

2) Penglihatan Menjadi Kabur

Kadar gula darah yang tinggi bisa menyebabkan perubahan pada lensa mata

sehingga penglihatan kabur walaupun baru saja mengganti kacamata.

3) Cepat Lelah

Karena gula di dalam darah tidak dapat diubah menjadi tenaga sel-sel tubuh,

maka badan cepat merasa lelah, kurang bertenaga, dan mengantuk.

4) Gatal di Daerah Kemaluan

Infeksi jamur di sekitar kemaluan menyebabkan rasa gatal terutama pada

wanita.

5) Luka Sulit Sembuh

Seseorang diabetesein akan menngalami penurunan daya tubuh terhadap

infeksi sehingga luka yang muncul akan sulit sembuh. Tidak menutup

kemungkinan, jika terjadi infeksi berat di daerah kaki, maka akan berpotensi

untuk diamputasi hingga kecacatan permanen.

c. Gejala Kronis

Diabetes mampu merusak jaringan syaraf dan pembuluh darah baik pada

kemaluan maupun kaki, sehingga dapat menyebabkan impotensi dan

kesemutan pada kaki.


17

6. Komplikasi

Komplikasi dari penyakit diabetes mellitus dapat dibedakan menjadi

komplikasi akut atau kronis. Komplikasi akut memerlukan tindakan pertolongan

yang cepat. Sementara itu, komplikasi kronis atau bersifat menahun timbul setelah

penderita mengidap diabetes selama 5-10 tahun atau lebih (Krisnatuti dkk, 2014).

a. Komplikasi Akut

Koma biasa terjadi pada komplikasi akut. Koma dapat disebabkan oleh

ketoasidosis diabetika (DKA), koma hiperglikemia, dan koma karena

hipoglikemia. Pada DKA dan koma hiperglikemia, penderita mengalami kadar

gula darah yang melebihi normal. Pada keduanya terdapat kenaikan kadar gula

darah yang kadang-kadang dapat mencapai 400 mg/dl, dehidrasi, dan perasaan

seperti berputar atau drowsiness sampai koma. Keduanya memerlukan terapi

insulin untuk menurunkan gula darah dengan cepat. Sementara itu

hipoglikemia adalah suatu keadaan dengan kadar gula darah yang menurun

sampai kurang dari 50 mg/dl. Keadaan ini pada penderita diabetes biasanya

timbul karena pemberian insulin yang berlebihan.

b. Komplikasi Kronis

Komplikasi kronis atau komplikasi yang bersifat menahun dapat

dibedakan menjadi dua golongan, yaitu komplikasi mikrovaskuler dan

komplikasi makrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler yang merupakan

komplikasi khas dari diabetes disebabkan hiperglikemia yang tidak terkontrol.

Komplikasi makrovaskuler disebabkan oleh kelainan kadar lemak darah.


18

1) Komplikasi mikrovaskuler

Komplikasi mikrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai

pembuluh rambut sehingga menjadi kaku atau menyempit dan akhirnya

organ kekurangan suplai darah. Organ-organ yang biasanya terkena yaitu

mata, ginjal, dan saraf-saraf perifer. Komplikasi pada mata akan terjadi

retinopati, komplikasi pada ginjal dikenal sebagai nefropati, sedangkan

komplikasi pada saraf perifer dikenal neuropati.

Nefropati diabetika yang merupakan salah satu komplikasi

mikrovaskuler merupakan gangguan ginjal yang diakibatkan penderita

mengidap diabetes dalam waktu yang cukup lama. Ginjal tidak

menunjukkan gejala ataupun keluhan pada stadium awal. Tanda-tanda yang

mungkin dapat ditemui pertama kali adalah adanya protein di dalam urin

atau albuminuria. Stadium selanjutnya dapat berupa kenaikan tekanan darah

yang dapat diikuti dengan pembengkakan kaki karena timbunan cairan.

Pada stadium akhir dapat terjadi kegagalan ginjal.

2) Komplikasi makrovaskuler

Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai

pembuluh darah arteri yang lebih besar. Akibatnya adalah terjadinya

atherosklerosis. Walaupun atherosklerosis dapat terjadi pada seseorang yang

bukan pengidap diabetes, adanya diabetes mempercepat terjadinya

atherosklerosis. Akibat atherosklerosis ini, antara lain penyakit jantung

koroner, hipertensi, stroke, dan gangrene pada kaki.

Pengidap diabetes mudah mendapatkan gangrene pada kakinya

karena beberapa hal. Pertama, pengidap diabetes mudah mendapatkan


19

infeksi. Penyebabnya adalah terjadi penurunan reaksi sel-sel limfosit, kadar

gula yang tinggi (media yang baik untuk berkembangbiaknya

mikroorganisme), dan gangguan vaskuler. Kedua, adanya atherosklerosis

mengakibatkan aliran darah terutama pada tempat-tempat yang jauh dari

jantung, misalnya ujung kaki menjadi terganggu. Ketiga, adanya neuropati

mengakibatkan fungsi sensorik (alat perasa/peraba) menjadi menurun.

7. Pencegahan

Masriadi (2016) menyebutkan bahwa kunci utama pencegahan Diabetes

Mellitus terletak pada tiga titik yang saling berkaitan, yaitu pengendalian berat

badan, aktivitas fisik/olahraga, dan makan sehat. Pencegahan diabetes sepenuhnya

meliputi:

a. Pencegahan Premoridal

Ditujukan kepada masyarakat yang sehat, untuk berperilaku positif mendukung

kesehatan uum dan upaya menghindarkan diri dari risiko DM. Misalnya,

berperilaku hidup sehat, tidak merokok, makan makanan yang bergizi

seimbang, ataupun diet, membatasi diri terhadap makanan tertentu atau

kegiatan jasmani yang memadai.

b. Promosi Kesehatan

Ditujukan pada kelompok berisiko, untuk mengurangi atau menghilangkan

risiko yang ada. Dapat dilakukan penyuluhan dan penambahan ilmu terhadap

masyarakat.
20

c. Pencegahan Khusus

Ditujukan kepada mereka yang mempunyai risiko tinggi untuk melakukan

pemeriksaan atau upaya sehingga tidak jatuh ke Diabetes Mellitus. Upaya ini

dapat berbentuk konsultasi gizi/dietetik.

d. Diagnosis Awal

Dilakukan dengan screening, yakni pemeriksaan kadar gula darah dalam

kelompok risiko.

e. Pengobatan yang tepat

Dikenal berbagai macam upaya dan pendekatan pengobatan terhadap penderita

untuk tidak jatuh ke diabetes mellitus yang lebih berat atau komplikasi.

f. Disability limitation

Pembatasan kecacatan yang ditunjukkan kepada upaya maksimal mengatasi

dampak komplikasi diabetes mellitus sehingga tidak menjadi lebih berat.

8. Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas

insulin dan kadar glukosa darah serta dalam upaya untuk mengurangi terjadinya

komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes

adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadinya hipoglikemia dan

gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam

penatalaksanaan diabetes yaitu diet, latihan fisik, pemantauan gula darah, terapi

(jika diperlukan) dan pendidikan kesehatan (Brunner & Suddarth, 2009).

Hasdianah (2018) menguraikan lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes

ini sebagai berikut:


21

a. Pengaturan pola makan (diet)

Standar yang dianjurkan dalam pengaturan makan bagi klien DM tipe 2 yaitu

karbohidrat (45-60%), protein (10-20%), dan lemak (20-25%).

b. Latihan fisik

Latihan fisik dianjurkan dilakukan secara teratur minimal 3-5 kali seminggu,

lamanya kurang lebih 30 menit yang sifatnya sesuai CRIPE (continous,

rhythmical, interval, progressive, endurance trainning). Jenis latihan fisik yang

dapat dilakukan adalah olahraga ringan dengan cara jalan kaki biasa selama 30

menit. Olahraga sedang dengan cara berjalan cepat selama 20 menit, olahraga

berat misanya jogging.

c. Pemantauan gula darah

Klien DM tipe 2 diperbolehkan untuk mengukur kadar gula darahnya secara

mandiri minimal 2-3 kali per minggu.

d. Obat berkhasiat hipoglikemik

Jika terjadi kegagalan pengendalian glikemia pada klien DM tipe 2 setelah

melakukan perubahan gaya hidup maka memerlukan intervensi pemberian

obat-obatan agar dapat mencegah atau menghambat komplikasi diabetes.

e. Pendidikan kesehatan

Penyuluhan yang diberikan pada klien adalah program edukasi diabetes yang

merupakan pendidikan dan pelatihan tentang pengetahuan dan keterampilan

bagi klien diabetes. Penyukuhan kesehatan tentang bagaimana memilih jenis

makanan, pelaksanaan olahraga, aturan minum obat, dan perawatan kaki.


22

B. Self Care

1. Konsep Dasar Self Care

World Health Organisation (2009) mendefiniskan self care sebagai

kemampuan individu, keluarga, dan masyarakat dalam meningkatkan kesehatan,

mencegah penyakit, dan menjaga kesehatan dan mengatasi penyakit dan

kecacatan dengan atau tanpa dukungan dari penyedia layanan kesehatan (WHO,

2009).

Self care adalah teori yang dikemukakan oleh Dorothea E. Orem pada

tahun 1971. Menurut Orem manusia adalah makhluk biopsikososial yang

bertanggung jawab terhadap perawatan mandiri termasuk fisik, psikologis,

interpersonal, dan aspek sosial dari fungsi manusia. Manusia mempunyai

kemampuan untuk berkembang dan belajar memenuhi kebutuhan self care-nya.

Self care merupakan tingkah laku yang dipelajari dimana seseorang

memulai dan melakukan sesuatu oleh dirinya sendiri untuk mempertahankan

kehidupan, kesehatan, dan kesejahteraannya. Self care mengarah pada aktivitas

seseorang melakukan sesuatu secara keseluruhan dalam hidupnya dengan mandiri

untuk meningkatkan dan memelihara kesehatannya (Orem, 2001 dalam Ernawati

2013).

2. Self-care DM

Self-care yang dilakukan pada pasien diabetes mellitus meliputi

pengaturan pola makan (diet), pemantauan kadar gula darah, terapi obat,

perawatan kaki, dan latihan fisik (olahraga) (Toobert, D.J et all 2009).
23

a. Terapi Nutrisi (diet)

Tujuan diet pada diabetes mellitus menurut Hasdianah (2018), adalah

mempertahankan atau mencapai berat badan ideal, mempertahankan kadar

glukosa darah mendekati normal, mencegah komplikasi akut dan kronik serta

meningkatkan kualitas hidup.

Penderita diabetes mellitus didalam melaksanakan diet harus

memperhatikan 3J, yaitu jumlah kalori yang dibutuhkan, jadwal makan yang

harus diikuti, dan jenis makanan yang harus diperhatikan. Komposisi makanan

yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi seimbang yaitu yang

mengandung karbohidrat (45-60%), protein (10-15%), lemak (20-25%), garam

(6-7 gr/hari), dan serat (± 25 gr/hari) (Hasdianah, 2018).

b. Latihan fisik (olahraga)

Tujuan olahraga adalah untuk meningkatkan kepekaan insulin,

mencegah kegemukan, memperbaiki aliran darah, merangsang pembentukan

glikogen baru dan mencegah komplikasi lebih lanjut (Hasdianah, 2018).

Olahraga meliputi empat prinsip:

1) Jenis olahraga dinamis

Yaitu latihan kontinyu, ritmis, interval, progresif, dan latihan daya tahan.

2) Intensitas olahraga

Takaran latihan sampai 72-87% denyut nadi maksimal disebut zona latihan.

Rumus denyut nadi maksimal adalah 220 dikurangi Usia (dalam tahun).

3) Lamanya latihan

Lamanya latihan kurang lebih 30 menit.


24

4) Frekwensi latihan

Frekwensi latihan paling baik 5 kali perminggu.

c. Monitoring Gula Darah

Pemantauan dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah puasa

dan 2 jam post prandial, pemeriksaan HbA1C setiap 3 bulan, pemeriksaan ke

fasilitas kesehatan kurang lebih 4 kali pertahun (kondisi normal) dan dilakukan

pemeriksaan jasmani lengkap, albuminuria mikro, kreatinin, albumin globulin,

ALT, kolesterol total, HDL, trigliserida, dan pemeriksaan lain yang diperlukan

(Hasdianah, 2018).

d. Pengobatan

Jika diabetisi telah menerapkan pengaturan makanan dan kegiatan

jasmani yang teratur namun pengendalian kadar gula darah belum tercapai

maka dipertimbangkan pemberian obat, meliputi obat hipoglikemi oral (OHO)

dan insulin. Pemberian OHO kurang lebih 30 menit sebelum makan.

Pemberian insulin biasanya diberikan lewat penyuntikan dibawah kulit

(subkutan) dan pada keadaan khusus diberikan secara IV atau IM (Hasdianah,

2018).

e. Perawatan kaki

Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik diabetes yang

paling sering terjadi. Salah satu perubahan patologis yang terjadi pada anggota

gerak ialah timbulnya luka. Luka yang apabila tidak dirawat dengan baik akan

berkembang menjadi ulkus gangren. Untuk itu, penderita DM tidak hanya

fokus pada pengendalian kadar gula darah atau mengubah gaya hidup, tetapin

penderita diabetes juga perlu menjaga kesehatan anggota tubuh terutama kaki.
25

C. Kualitas Hidup

1. Definisi

WHO mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi individu tentang

posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai di mana

mereka hidup dan berkaitan dengan tujuan, harapan, standar, dan masalah mereka.

Kualitas hidup dipengaruhi oleh kesehatan fisik, keadaan psikologis, kepercayaan

diri, hubungan sosial, dan hubungannya dengan lingkungan (WHO, 1996).

2. Domain Kualitas Hidup

WHO (1996) dalam Nursalam (2013) menyebutkan ada empat domain

yang dijadikan parameter untuk mengetahui kualitas hidup. Setiap domain

dijabarkan dalam beberapa aspek sebagai berikut:

a. Kesehatan Fisik

1) Kegiatan kehidupan sehari-hari

2) Ketergantungan pada bahan obat dan bantuan medis

3) Energi dan kelelahan

4) Mobilitas

5) Rasa sakit dan ketidakyamanan

6) Tidur dan istirahat

7) Kapasitas kerja

b. Psikologis

1) Bentuk dan tampilan tubuh

2) Perasaan negatif

3) Perasaan positif

4) Penghargaan diri
26

5) Spiritualitas agama atau keyakinan pribadi

6) Berpikir, belajar, memori, konsentrasi

c. Hubungan sosial

1) Hubungan pribadi

2) Dukungan sosial

3) Aktivitas seksual

d. Lingkungan

1) Sumber daya keuangan

2) Kebebasan, keamanan, dan kenyamanan fisik

3) Kesehatan dan kepedulian sosial: aksebilitas dan kualitas

4) Lingkungan rumah

5) Peluang untuk memperoleh informasi dan keterampilan baru

6) Partisipasi dan kesempatan untuk rekreasi dan keterampilan baru

7) Lingkungan fisik (polusi, kebisingan, lalu lintas, iklim)

8) Transportasi
27

D. Kerangka Teori

Skema 2.1

Kerangka Teori

Faktor resiko:
1. Faktor genetik (keturunan)
2. Obesitas (kegemukan)
3. Usia
4. Tekanan darah
5. Aktivitas fisik
6. Kadar kolesterol
7. Stres
8. Riwayat diabetes gestasional

Self care:
1. Terapi nutrisi (diet)
Diabetes Mellitus 2. Latihan fisik (olahraga)
3. Monitoring gula darah
4. Pengobatan
5. Perawatan kaki

Komplikasi:
1. Bersifat akut
2. Bersifat kronik

Kualitas hidup:
1. Kesehatan fisik
2. Kesehatan psikologis
3. Hubungan sosial
4. Lingkungan

Diteliti

Tidak Diteliti

Sumber: (Hasdianah, 2018), (Krisnatuti dkk, 2014), (WHO, 1996), (Toobert, D.J et

all 2009)
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan

antara satu konsep dengan yang lainnya, atau antar variabel yang satu dengan yang

lain dari masalah yang ingin diteliti.

Dalam penelitian ini variabel yang akan diteliti antara lain variabel

independent (Self Care) dan variabel dependen (Kualitas Hidup), seperti pada bagan

3.1 berikut :

Skema 3.1

Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependent

Self Care Kualitas Hidup

B. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan

observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena.

Berdasarkan variabel dari kerangka konsep, maka penulis memberikan batasan-

batasan dalam definisi operasional (Notoatmodjo, 2010).

28
29

Tabel 3.1

Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur


Self Care Aktivitas perawatan Kuisioner 0-7 Rasio
diri yang dilakukan
klien DM di
Puskesmas Putri Ayu
Kota Jambi untuk
mengontrol diabetes
yang dideritanya,
meliputi terapi nutrisi
(diet), latihan fisik
(olahraga), monitoring
gula darah,
pengobatan, dan
perawatan kaki
Kualitas Persepsi individu Kuisioner 0-100 Rasio
Hidup tentang posisi mereka
dalam kehidupan
dalam konteks budaya
dan sistem nilai di
mana mereka hidup
dan berkaitan dengan
tujuan, harapan,
standar, dan masalah
mereka yang
dipengaruhi oleh
kesehatan fisik,
psikologis, hubungan
sosial, dan
lingkungan.

C. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian.

Biasanya hipotesis ini dirumuskan dalam bentuk hubungan antara dua variabel,

variabel bebas dan variabel terikat. Hipotesis berfungsi untuk menentukan ke arah

pembuktian, artinya hipotesis ini merupakan pernyataan yang harus dibuktikan

(Notoatmodjo, 2010).
30

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu: Ada Hubungan Antara Self Care Dengan

Kualitas Hidup Penderita Diabetes Mellitus di Puskesms Putri Ayu Kota Jambi

Tahun 2020.

D. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain cross

sectional. Penelitian cross sectional penelitian merupakan suatu penelitian untuk

mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara

pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time

approach) (Notoatmodjo, 2010).

E. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah tempat dimana peneliti akan melakukan kegiatan

mengumpulkan data dan kegiatan penelitian. Penelitian ini akan dilaksanakan di

Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2020.

F. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013). Populasi yang


31

digunakan pada penelitian ini adalah penderita DM yang berada di Puskesmas

Putri Ayu tahun 2018 dengan jumlah 1.036 orang.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah

menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel

berdasarkan pertimbangan peneliti. Pada penelitian ini menetapkan sampel

dengan criteria-kriteria sebagai berikut :

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi

target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2013). Kriteria inklusi pada

penelitian ini adalah:

1) Penderita DM yang telah terdiagnosa minimal 3 bulan

2) Dapat berkomunikasi dengan baik

3) Bersedia menjadi responden

b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/ mengeluarkan subjek yang memenuhi

kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2013). Pada

penelitian ini tidak terdapat kriteria eksklusi khusus yang ditetapkan peneliti.

c. Besar sampel

Penentuan besar sampel menggunakan rumus sebagai berikut:

n= Z21-∝/2 x p (1-p) x N

d2 (N-1) + Z21-∝/2 x p (1-p)


32

Ket:

n = besar sampel

p = proporsi

d = limit dari eror atau presisi absolute

Z21-∝/2 = nilai Z derajad kepercayaan 1-∝/2 deviasi normal

N = jumlah populasi

Perhitungan:

n= 1,962 x 0,5 (1-0,5) 1036

0,102 (1036-1) + 1,962 x 0,5 (1-0,5)

n= 3,8416 x 0,5 x 0,5 x 1036

0,01 x 1035 + 3,8416 x 0,5 x 0,5

n= 994,9744

11,3104

n = 87,969 dibulatkan menjadi 88

G. Instrumen Penelitian Dan Pengumpulan Data

1. Instrumen Penelitian

a. Kuisioner self care

Kuisioner digunakan untuk mengetahui self care penderita diabetes terhadap

penatalaksanaan terapi adalah menggunakan The Summary of Diabetes Self-

Care Activities (SDSCA) yang dikembangkan oleh Toobert, Hampson, and

Glasgow (2000). Kuisioner ini terdiri dari 14 pertanyaan terkait aktifitas self
33

care diabetes yang meliputi diet (pengaturan pola makan), latihan fisik,

monitoring gula darah, penggunaan obat, dan perawatan kaki.

Instrumen ini terdiri dari 8 alternatif jawaban yaitu 0 hari sampai dengan 7

hari. Pertanyaan favourable terdiri dari 12 pertanyaan yaitu pertanyaan no 1-3,

5-11, 13-14, nilai yang diberikan yaitu nilai 0 tidak pernah melakukan; nilai 1

melakukan dalam 1 hari; nilai 2 melakukan dalam 2 hari; nilai 3 melakukan

dalam 3 hari; nilai 4 melakukan dalam 4 hari; nilai 5 melakukan dalam 5 hari;

nilai 6 melakukan dalam 6 hari; nilai 7 melakukan dalam 7 hari. Untuk

pertanyaan unfavourable pada nomor 4 dan 12, nilai skor yang diberikan yaitu

nilai 7 tidak pernah melakukan; nilai 6 melakukan dalam 1 hari; nilai 5

melakukan dalam 2 hari; nilai 4 melakukan dalam 3 hari; nilai 3 melakukan

dalam 3 hari; nilai 2 melakukan dalam 6 hari; nilai 0 melakukan dalam 7 hari.

Nilai responden didapatkan dengan menjumlahkan nilai dari seluruh

pertanyaan dibagi 14. Nilai terendah adalah 0 dan nilai tertinggi adalah 1.

b. Kuisioner kualitas hidup

Kuisioner untuk mengukur kualitas hidup yang digunakan adalah

WHOQoL-BREF (World Health Organization Quality Of Life-BREF) yang

terdiri dari 26 pertanyaan. Kuesioner WHOQoL-BREF terdiri dari 4 domain,

yaitu kesehatan fisik, psikologi, sosial, dan lingkungan. Untuk domain

kesehatan fisik terdiri dari 7 pertanyaan yaitu pertanyaan nomor 3, 4, 10, 15,

16, 17, dan 18. Domain psikologis terdiri dari 6 pertanyaan, yaitu pertanyaan

nomor 5, 6, 7, 11, 19, dan 26. Domain sosial 3 pertanyaan, yaitu nomor 20, 21,

dan 22. Dimensi lingkungan 8 pertanyaan, yaitu nomor 8, 9, 12, 13, 14, 23, 24,
34

dan 25. Responden diminta memilih satu angka dari skala 1-5 pada masing-

masing pertanyaan.

Instrumen WHOQol-BREF hanya memberikan satu macam skor dari

masing-masing domain yang menggambarkan respon masing-masing individu

di setiap domain. Domain kesehatan fisik skor 7-35, domain psikologis skor 6-

30, domain sosial skor 3-15, domain lingkungan skor 8-40. Seluruh hasil

perhitungan kualitas hidup akan ditransformasikan menjadi 0-100 sesuai

ketetapan dari WHOQol-BREF. Semakin tinggi skor yang didapat semakin

baik kualitas hidup pasien, dan bila skor yang didapat semakin rendah maka

semakin buruk kualitas hidup pasien.

2. Pengumpulan Data

a. Jenis Data

1) Data Primer

Data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data pada

pengumpul data. Pada penelitian ini didapat dari hasil lembar kuisioner.

2) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang tidak langsung memberikan data kepada

pengumpul data. Pada penelitian ini data sekunder diperoleh dari Dinas

Kesehatan dan Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi.

b. Cara Pengumpulan Data

1) Peneliti mengajukan surat permohonan izin yang dikeluarkan oleh Program

Studi Sarjana Terapan Poltekkes Jambi yang ditujukan kepada Dinas

Kesehatan Kota Jambi


35

2) Peneliti mengajukan surat izin penelitian yang dikeluarkan oleh Dinas

Kesehatan Kota Jambi kepada Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi

3) Peneliti memilih responden sesuai kriteria yang telah ditetapkan

4) Peneliti menjelaskan tujuan, manfaat, dan prosedur pengisian kuisioner

kepada responden

5) Peneliti meminta ketersediaan responden menjadi subjek penelitian disertai

dengan menyerahkan lembar (informed consent) untuk ditandatangani oleh

responden

6) Memberikan lembar kuisioner kepada responden yang terdiri atas kuisioner

data demografi, kuisioner aktivitas self care DM, dan kuisioner kualitas

hidup

7) Responden mengisi kuisioner dengan cara membaca petunjuk yang tersedia

dalam lembar kuisioner kemudian mengisi jawaban dengan cara checklist,

responden mengisi kuisioner secara mandiri maupun dapat juga dibantu oleh

peneliti

8) Peneliti memeriksa kelengkapan jawaban pada kuisioner yang telah diisi

oleh responden

9) Setelah data hasil kusioner terkumpul, maka peneliti memindahkan data ke

tabel tabulasi dan melakukan analisa data

H. Pengelolaan Data dan Teknik Analisis Data

1. Pengelolaan Data

Notoatmodjo (2010) menyebutkan pengelolaan data dapat dilakukan

dengan perangkat komputer. Tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut :


36

a. Editing

Editing adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para

pengumpul data. Tujuanya adalah mengurangi kesalahan atau kekurangan yang

ada di daftar pertanyaan. Secara umum editing adalah suatu kegiatan untuk

pengecekan data dan perbaikan isian formulir tersebut.

b. Coding

Coding merupakan kegiatan mengubah data berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka atau bilangan (memberi kode). Kegiatan ini bertujaun untuk

memudahkan dalam pengelolaan data khususnya pada saat memasukkan (entry)

data.

1) Kuisioner A (data demografi)

a) Jenis kelamin dibedakan menjadi 2 yaitu laki-laki diberi kode 1 dan

perempuan diberi kode 2.

b) Pendidikan dibedakan menjadi 6 yaitu tidak tamat SD diberi kode 1, tamat

SD/ sederajat diberi kode 2, SLTP/ sederajat diberi kode 3, SLTA/ sederajat

diberi kode 4, akademi/ PT diberi kode 5, dan lain-lain diberi kode 6.

c) Pekerjaan dibagi menjadi beberapa kategori yaitu tidak bekerja diberi kode 0,

buruh diberi kode 1, petani diberi kode 2, wiraswasta/ pedagang diberi kode

3, pegawai swasta diberi kode 4, PNS diberi kode 5, TNI/ Polri diberi kode 6,

dan lain-lain diberi kode 7.

d) Lamanya menderita DM dikategorikan menjadi 3-12 bulan diberi kode 1, 1-5

tahun diberi kode 2, dan >5 tahun diberi kode 3.

e) Komplikasi DM dikategorikan menjadi tidak mengalami komplikasi diberi

kode 0, dan mengalami komplikasi diberi kode 1.


37

2) Kuisioner B (self care)

Kuisioner ini terdiri dari 14 pertanyaan dengan menggunakan penilaian 0-7

dihitung dalam hari selama 7 hari terakhir. Kuisioner ini terdiri dari pertanyaan

favourable dan unfavourable. Pertanyaan favourable terdiri dari 12 pertanyaan

yaitu pertanyaan no 1-3, 5-11, 13-14, nilai yang diberikan yaitu nilai 0 tidak

pernah melakukan; nilai 1 melakukan dalam 1 hari; nilai 2 melakukan dalam 2

hari; nilai 3 melakukan dalam 3 hari; nilai 4 melakukan dalam 4 hari; nilai 5

melakukan dalam 5 hari; nilai 6 melakukan dalam 6 hari; nilai 7 melakukan

dalam 7 hari. Untuk pertanyaan unfavourable pada nomor 4 dan 12, nilai skor

yang diberikan yaitu nilai 7 tidak pernah melakukan; nilai 6 melakukan dalam 1

hari; nilai 5 melakukan dalam 2 hari; nilai 4 melakukan dalam 3 hari; nilai 3

melakukan dalam 3 hari; nilai 2 melakukan dalam 6 hari; nilai 0 melakukan

dalam 7 hari.

3) Kuisioner Kualitas Hidup (WHOQoL-BREF)

Kuisioner ini terdiri dari 26 pertanyaan dengan nilai yang diberikan adalah skala

1-5 pada masing-masing pertanyaan.

c. Processing

Pada tahap ini peneliti memproses data dengan cara melakukan entry data dari

masing-masing responden ke dalam program computer. Data dimasukkan sesuai

nomor responden, kemudian dimasukkan ke dalam program computer dalam

bentuk angka sesuai dengan hasil penelitian yang telah ditentukan ketika coding.

d. Cleaning

Merupakan tahap akhir pengolahan data. Peneliti kembali mengecek data yang

telah dimasukkan, setelah dipastikan tidak ada kesalahan maka dilakukan tahap
38

selanjutnya yaitu analisis data sesuai dengan jenis data dan tidak ada data yang

missing. Setelah data dinyatakan tidak ada permasalahan dilakukan proses analisa

data, baik analisis univariat maupun analisis bivariat.

c. Tabulating

Tabulating merupakan pembuatan tabel-tabel data sesuai dengan tujuan penelitian

yang di inginkan oleh peneliti. Adapun hasil pengelolaan data tersebut di

interpretasikan menggunakan skala komulatif.

2. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk mengolah data kedalam bentuk yang mudah

dibaca dan di interprestasikan serta menguji secara statistic kebenaran hipotesa

yang telah ditetapkan. Analisis dilakukan bertahap dengan cara univariat dan

bivariat seperti dibawah ini :

a. Analisis Univariat

Tujuan dari analisis ini adalah untuk menjelaskan/mendeskriptifkan

karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Untuk data numerik (umur,

jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, lama menderita diabetes, dan komplikasi)

digunakan nilai mean, median, kemudian nilai minimal dan maksimal.

Sedangkan data kategorik (self care dan kualitas hidup) dijelaskan dengan nilai

presentasi dan proporsi masing-masing kelompok.

b. Analisis Bivariat

Untuk menentukan jenis uji yang akan digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji

homogenitas dan normalitas data. Kemudian uji hipotesis untuk self care dan

kualitas hidup dua kelompok tersebut dilakukan uji korelasi dengan tingkat

kepercayaan yang digunakan 95% (ɑ = 0,05) dengan kriteria sebagai berikut :


39

1) Apabila nilai p<0,05 dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara self

care dengan kualitas hidup penderita diabetes mellitus.

2) Jika p>0,05 dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara self care

dengan kualitas hidup penderita diabetes mellitus.

I. Etika Penelitian

Penelitian kesehatan menggunakan manusia sebagai objek yang diteliti oleh peneliti. Hal

ini berarti ada hubungan timbal balik antara orang yang diteliti dan orang yang meneliti

(Notoatmodjo, 2012).

1. Beneficience

Peneliti meyakinkan responden bahwa dari penelitian ini responden bebas dari

bahaya, tidak bersifat memaksa melainkan sukarela dan tidak menimbulkan

risiko. Peneliti menjelaskan terlebih dahulu kepada responden bahwa responden

berhak menolak untuk mengisi kuisioner yang diajukan oleh peneliti.

2. Informed Consent

Lembar persetujuan yang diberikan kepada responden, lembar ini harus

dilengkapi dengan judul penelitian dan manfaat penelitian. Bila responden

menolak, maka peneliti tidak boleh memaksa dan tetap menghormati hak-haknya.

3. Anonymity

Peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pernyataan untuk

menjaga kerahasiaan responden. Peneliti menjeaskan kepada responden bahwa

dalam pengisian kuisioner, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden.

4. Confidentiality

Kerahasian informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok

tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian. Peneliti cukup menggunakan


40

coding sebagai pengganti identitas responden, peneliti menjelaskan kepada

responden bahwa dalam pengisian kuesioner hanya diberikan kode pada setiap

lembarnya.
41

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. 2010. Diagnosis and Clasification of Diabetes


Mellitus. USA: ADA
Ariani, S. 2016. Stop! Gagal Ginjal dan Gangguan Ginjal Lainnya. Yogyakarta:
Istana Media.
Brunner & Suddarth. 2009. Textbook of Medical Surgical Nursing.
Chaidir R, Wahyuni AS, Furkhani DW. 2017. “Hubungan Self Care Dengan
Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus”. Stikes Yarsi Sumbar Bukittinggi.
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Dinas Kesehatan Kota Jambi. 2017. Laporan Kasus Penyakit Tidak Menular di Kota
Jambi Tahun 2017. Jambi: Dinkes Kota Jambi.
Dinas Kesehatan Kota Jambi. 2018. Laporan Kasus Penyakit Tidak Menular di Kota
Jambi Tahun 2018. Jambi: Dinkes Kota Jambi.
Ernawati. 2013. Penatalaksanaan Keperawatan Diabetes Mellitus Terpadu dengan
Penerapan Teori Keperawatan Self Care Orem. Jakarta: Mitra Wacana
Media.
Hasdianah. 2018. Mengenal Diabetes Mellitus Pada Orang Dewasa da Anak-Anak
Dengan Solusi Herbal. Yogyakarta: Nuha Medika.
International Diabetes Federation. 2019. Diabetes Complications. Dunia: IDF.
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia.
Jakarta: Kemenkes RI.
Kementrian Kesehatan RI. 2018. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia.
Jakarta: Kemenkes RI.
Kementrian Kesehatan RI. 2018. Faktor Risiko Penyakit Diabetes Mellitus yang
Tidak Bisa Diubah. Jakarta: Kemenkes RI.
Kementrian Kesehatan RI. 2019. Faktor Risiko Penyakit Diabetes Mellitus yang Bisa
Diubah. Jakarta: Kemenkes RI.
Krisnatuti D, Yenrina R, Rasjmida D. 2014. Diet Sehat Untuk Penderita Diabetes
Mellitus. Jakarta Timur: Penebar Swadaya.
Kurniadi H, Nurrahmani U. 2015. Stop! Diabetes, Hipertensi, Kolesterol Tinggi,
Jantung Koroner. Yogyakarta: Istana Media.
42

Masriadi. 2016. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Trans Info Media.
Minarni, Darwis, Wahyuni S. 2018. “Hubungan Self Care Dengan Kualitas Hidup
Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Samaenre
Kecamatan Sinjai Selatan Kabupaten Sinjai”. Stikes Nani Hasanuddin
Makassar.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Rendy MC, Margareth TH. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sulistria, Y.M. 2013. “Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes Mellitus Tipe
2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya”. Universitas Surabaya.
Tim Bumi Medika. 2017. Berdamai dengan Diabetes. Jakarta: Bumi Medika.
Toobert, D.J et all. 2009. “The Summary of Diabetes Self Care Activities Measure”.
Oregon Institute.
WHO. 1996. Measuring Quality of Life. Dunia: WHO.
WHO. 2009. Self Care for Health. Dunia: WHO.

Anda mungkin juga menyukai