Anda di halaman 1dari 13

1

HUBUNGAN SELF CARE DENGAN HASIL HbA1C PADA PASIEN DIABETES MELITUS
TIPE 2 DI POLI KLINIK PENYAKIT DALAM BIDAKARA MEDIKAL CENTER JAKARTA
TAHUN 2017

Oleh

1) 2)
Ahmad Sanusi (sandraind92@gmail.com), Diana Irawati (d.irawati80@gmail.com)
2)
1) Peneliti, Dosen Pembimbing Universitas Muhammadiyah Jakarta

Abstrak

Introduksi :Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis berjangka panjang, bila diabaikan
dapat terjadi komplikasi diabetik. Hal yang dapat dilakukan dalam pengobatan DM tipe II adalah
dengan mengontrol kadar gula darah untuk mencegah komplikasi dan mempertahankan kualitas
hidup.Self care adalah salah satu upaya yang berperan penting untuk mengontrol gula darah. Penelitian
ini bertujuan mendapatkan gambaran hubungan self care dengan kontrol gula darah pada pasien
diabetes melitus tipe 2.Metode :Rancangan penelitian yang digunakan, deskriptif dengan pendekatan
cross sectional. Sub variabel self care terdiri dari pengontrolan gula darah, edukasi,obat dan
perencanaan makan, olahraga, dan penanganan hipoglikemik.Pengambilan sampel menggunakan
teknik purposive sampling berjumlah 52responden. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner
modifikasi self care. Analisis univariat menggunakan kategori, sedangkan bivariat menggunakan
Pearson Chi Square.Hasil :Hasil penelitian menunjukkan 95% dapat diyakini bahwa terdapat
hubungan yang cukup berarti antara tingkat self care dengan tingkat kontrol gula darah. Nilai koefisien
korelasi (p = 0,001), OR =10,969 dan berpola positif artinya semakin tinggi tingkat self care maka
semakin baik kontrol gula darahnyanya. Peran perawat sebagai edukator, yaitu memberi dukungan
dengan pendidikan kesehatan tentang pentingnya self care dan kontrol gula darah dalam mencegah
komplikasi diabetik agar klien tahu, mau dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari..

Kata Kunci : Diabetes Melitus, Self Care, HBA1C


Daftar Pustaka : 1991-2015
2

PENDAHULUAN dikeluarkan oleh International Diabetes


Federation (IDF), jumlah penderita DM semakin
Diabetes Melitus merupakan penyakit
bertambah. Menurut estimasi IDF (2014) 8,3%
gangguan metabolik menahun akibat pankreas
penduduk di seluruh dunia mengalami DM,
tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh
prevalensi ini meningkat dari tahun 2011 yaitu
tidak dapat menggunakan insulin yang
7% dan diprediksikan pada tahun 2035 prevalensi
DM akan meningkat menjadi 10%. Diperkirakan
diproduksi secara efektif. Diabetes Melitus
proporsi penderita DM yang tidak terdiagnosis
(DM) terdiri dari beberapa jenis yaitu diabetes
adalah sebesar 46,3%. Satu dari dua penderita
melitus tipe 1, diabetes tipe 2, diabetes Melitus
diabetes tidak mengetahui bahwa mereka telah
tipe gestasional, dan diabetes melitus tipe
terkena penyakit tersebut.Menurut American
lainnya (IDF, 2014). Diabetes melitus tipe 2
Diabetes Association (ADA) (2014) prevalensi
adalah jenis yang paling banyak diderita oleh
penderita DM di Amerika sebesar 9,3%,
masyarakat (ADA, 2013).Penyakit DM
meningkat dari tahun 2010 sebanyak 25,8 juta
merupakan sebuah penyakit, dimana kondisi
jiwa, dimana 8,1 juta orang penderita tersebut
kadar glukosa di dalam darah melebihi batas
tidak terdiagnosa. Insiden DM pada tahun 2012
normal. Ini disebabkan karena tubuh tidak
adalah sebanyak 1,7 juta jiwa. Penyakit ini
dapat melepaskan atau menggunakan insulin
merupakan ke tujuh penyebab utama kematian di
secara adekuat. Insulin adalah hormon yang
dilepaskan oleh pankreas dan merupakan zat Amerika. Sedangkan di indonesia jumlah
utama yang bertanggung jawab untuk penderita diabetes mencapai 8.554.155 ditahun
mempertahankan kadar gula darah dalam tubuh 2013, dan pada tahun 2015 penderita diabetes di
agar tetap dalam kondisi seimbang. Insulin ini Indonesia mengalami peningkatan dengan jumlah
berfungsi sebagai alat yang membantu gula mencapai 9,1 juta orang penderita, inseden ini
berpindah ke dalam sel sehingga bisa membuat Indonesia menduduki peringkat ke-7 di
menghasilkan energi atau disimpan sebagai seluruh dunia (PERKENI, 2015).
cadangan energi (Mahdiana,2010).

Tahun 2014, Global status report on non Jumlah diabetisi yang tinggi
communicable diseases yang dikeluarkan oleh membuktikan bahwa DM merupakan masalah
World Health Organization (WHO) kesehatan masyarakat yang serius dan apabila
menyatakan bahwa prevalensi DM di seluruh tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan
dunia diperkirakan sebesar 9%.Proporsi timbulnya komplikasi. Komplikasi pada DM tipe
kematian akibat penyakit DM dari seluruh 2 dapat dicegah melalui pengelolaan DM yang
kematian penyakit tidak menular sebesar terdiri dari lima pilar utama yaitu edukasi, terapi
4%.Kematian akibat DM terjadi pada negara gizi medis (diet), latihan jasmani, intervensi
dengan pendapatan rendah dan menengah farmakologi, dan monitoring (Perkeni, 2011).
dengan proporsi sebesar 80%. Pada Tahun 2030 Lima pilar utama pengelolaan DM adalah
diperkirakan DM menempati urutan ke-7 edukasi,perencanaan makan, latihan jasmani, obat
penyebab kematian di dunia. Sedangkan, berkhasiat hipoglikemik, dan monitoring.
Diabetes Atlas edisi ke enam tahun 2014 yang Perencanaan makan merupakan komponen utama
keberhasilan penatalaksanaan
3

DM. Diet DM bertujuan membantu penderita karena perekonomian, pekerjaan, ataupun


DM memperbaiki kebiasaan makan sehingga pendidikan dan sosial (Kusniawati, 2011).
dapat mengendalikan kadar glukosa, lemak dan
tekanan darah (Waspadji, 2009). Self care merupakan salah satu teori
perawatan yang di kembangkan oleh Dorothea
Penelitian terhadap penyandang DM Orem. Pengertian self care menurut orem
sebesar 80% diantaranya menyuntik insulin adalah suatu pelaksanaan kegiatan yang
dengan cara yang tidak tepat, 58% memakai diprakarsai dan dilakukan oleh individu itu
dosis yang salah, dan 75% tidak mengikuti diet sendiri untuk memenuhi kebutuhan guna
yang dianjurkan. Untuk mengatasi mempertahankan kehidupan, kesehatan dan
ketidakpatuhan tersebut, penyuluhan bagi kesejahteraannya sesuai keadaan, baik sehat
penyandang DM beserta keluarganya mutlak maupun sakit (Tomey & Alligood, 2006)
diperlukan. Penyuluhan diperlukan karena
penyakit diabetes adalah penyakit yang Perawatan diri (self care) pasien
berhubungan dengan gaya hidup. Pengaturan diabetes dibutuhkan untuk membuat berbagai
jumlah serta jenis makanan dan olahraga modifikasi diet dan gaya hidup ditambah
merupakan aktivitas yang tidak dapat dengan peran pendukung staf kesehatan, dan
ditinggalkan, walaupun ternyata banyak keluarga untuk meningkatkan kepercayaan diri
diabaikan oleh penyandang serta keluarganya. yang mengarah ke perubahan perilaku
Berhasilnya pengobatan diabetes bergantung perawatan mandiri. Tujuan self care adalah
pada kerjasama antara petugas kesehatan untuk mencapai pengontrolan gula darah secara
dengan penyandang diabetes dan keluarganya. optimal serta mencegah terjadinya komplikasi
Penyandang diabetes yang mempunyai karena self care memiliki peran penting dalam
pengetahuan yang cukup seharusnya mungubah meningkatkan kualitas kesehatan dan
perilakunya sehingga dapat hidup lebih kesejahteraan pasien DM (Sulistria, 2010).
berkualita (PERKENI, 2011). Salah satu upaya untuk meningkatkan self
menagement pada penderita diabetes melitus
Pasien DM tipe 2 rentan mengalami tipe 2 adalah dengan pemberian edukasi tentang
peningkatan terhadap risiko terjadinya perawatan diri penderita DM tipe 2 kepada
komplikasi. Ketika seorang telah terjangkit pasien dan juga keluarga ( PERKENI, 2010).
komplikasi, maka akan berdampak pada
menurunnya Umur Harapan Hidup (UHP), Penanggulangan dan penatalaksanan
penurunan kualitas hidup, serta meningkatnya DM secara klinis difokuskan pada pengendalian
angka kesakitan (Nwankwo et al, 2010). glokosa darah. Pengendalian glokosa dalam
Penurunan kualitas hidup dikarenakan darah dengan baik dapat mencegah terjadinya
masyarakat belum mampu melakukan penyakit seperti penyakit seperti serebro-
perawatan mandiri yaitu self care sehingga vaskuler, penyakit jantung, penyakit mata,
akan mempengaruhi kualitas hidup penderita ginjal dan saraf. Pengendalian glokosa dalam
dari segi keadaan kesehatan fisik, psikologis, darah dapat dilkuan melalui diet, aktivitas
sosial dan lingkungan. Kemampuan seorang fisik/olahraga dan obat. Kategori pengelolaan
melakukan self care sering dilatarbelakangi nonfarnakologi merupakan kategori diet dan
4

aktivitas fisik, sedangkan pengelolaan ketidakpatuhan penderita DM dalam


farmakologi merupakan kategori penggunaan pengelolaan penyakit bervariasi, terdiri dari:
obat-obatan (Soegondo, Soewondo, & Subekti, ketidakpatuhan dalam menjalankan aktivitas
2009). Hubungan antara empat pilar fisik 70-80%, mengikuti perencanaan makanan
pengelolaan DM (edukasi, diet, aktivitas fisik, 35-75%, dan penelitianyang dilakukan oleh
dan obat) dengan tingkat kepatuhan nurlaili (2015) dengan jumlah sampel 53
pengelolaan DM menunjukkan hasil bahwa responden. Dengan hasil ada hubungan
faktor yang berpengaruh terhadap pengelolaan penyerapan edukasi dengan rerata kadar gula
DM adalah keteraturan aktivitas fisik. darah (p = 0,031). Dan ada hubungan antara
Keteraturan aktivitas fisik mempengaruhi pengaturan makan dengan rerata kadar gula
keberhasilan pengelolaan DM sebesar 40% darah (p = 0,002). Pada variabel berikutnya,
(Yoga, Julianti, & Pramono, 2011). ada hubungan olahraga dengan rerata kadar
gula darah (p = 0,017). Dan ada hubungan
Penelitian telah membuktikan bahwa kepatuhan pengobatan dengan rerata kadar gula
diet dan aktivitas fisik terhadap penurunan darah (p = 0,003). Berdasarkan dari hasil
glukosa darah. Penelitian yang dilakukan oleh analisis, kesimpulan yang diperoleh adalah
Pastor, et al (2002) tentang efektifitas terapi terdapat hubungan di semua variabel. Dengan
nutrisi medis dalam penanganan DM tipe 2 penyerapan edukasi yang baik, pengaturan
menunjukkan bahwa terapi nutrisi medis dapat makan, olahraga, dan kepatuhan pengobatan
menurunkan kadar gula duarah sebesar 1-2%. mempunyai dampak menstabilkan glukosa
Selanjutnya, penelitian Shenoy, et al (2010) darah dan meningkatkan kualitas hidup.
tentang aktifitas fisik menunjukan bahwa dalam
menurunkan glokasa darah dilakukan dengan Penelitian yang di lakukan di El-Mina,
program aerobic dan jalan sebesar 37%. Sejalan Mesir (2011) dengan jumlah sampel 206
dengan penelitian Di Matteo (2004) responden dengan hasil terdapat 41,7% patuh
menemukan bahwa penderita DM adalah menjalankan diet, tetapai hanya 21,4% yang
populasi yang memiliki tingat kepatuhan yang patuh monitor kadar gula darah secara teratur.
rendah sebesar 67,5% dalam tindakan medis Dapat disimpulkan bahwa kepatuhan untuk
yang dianjurkan. menajemen diri penderita diabetes kurang
optimal, lama menderita diabetes secara
Penelitian di Kuwait, Serour, et al (2007), segnifikat terkait dengan kontrol glikemik yang
Cultural factors and patients’adherence to buruk.
lifestyle measures, dengan jumlah sampel 334
responden didapatkan hasilkepatuhan DM dalam Tujuan penelitian untuk
melakukan diet dan aktivitas fisik menunjukkan mengidentifikasi hubungan antara self
bahwa 64,4 % penderita DM tidak patuh terhadap caredenganhasil HbA1C pada pasien DM tipe 2
aktivitas fisik, dan 63,3% tidak patuh dalam di poli klinik penyakit dalam Bidakara Medikal
menjalankan diet. Namun, Harris, Washington Center JakartaTahun 2017.
(2010)The Family’s Involvement in Diabetes
Care and theProblem of ‘Miscarried Helping’,
mengidentifikasi
5

METODE yaitu Informed consent, Protect from


discomfort, Anonimity, dan Confidentiality.
Desain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif kolerasi, yaitu
desain penelitian atau penelaahan hubungan
HASIL
antara dua variabel atau lebih pada situasi atau Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan data
kelompok sampel (Notoatmodjo, 2012).Jumlah demografi di Bidakara Medical Center Jakarta
tahun 2017(n=52)
responden yang dilibatkan dalam penelitian ini
berjumlah 52responden. Adapun kriteria inklusi N Variabel Kategori frekuensi Persentase
dalam penelitian ini diantaranya adalah pasien o
1 Umur 1. 45 – 59 16 30,8
DM yang terdiagnosis tipe 2 dengan riwayat
tahun
minimal 1 tahun di poli klinik penyakit dalam 2. 60 – 74 31 57,7
Bidakara Medical Center Jakarta, usia lebih dari tahun
3. 75 – 90 5 9,6
18 tahun, Tidak ada gangguan penglihatan, tahun
bersedia menjadi responden atau wawancara. 2 Jenis 1. Laki-laki 19 36,5
kelamin 2. Perempua 33 63,5
n
Pada penelitian ini menggunakan 3 Pendidikan 1. SD-SMP 8 15,4
instrumen berupa Kuesioner yang digunakan
2.SMA- 27 51,9
adalah modifikasi dari the summary of Diploma
Diabetes self care acticities (SDSCA), yang di 3. PT 17 32,7
kembangkan oleh Toobert et al (2000). 4 Lama 1. < 10 tahun 14 26,9
Kuesioner ini terdiri dari 4 prtanyaan meliputi : Riwayat 2. > 10 tahun 38 73,1
nama responden (inisial), umur, jenis kelamin DM
dan pendidikan. kuesioner Self care, kuesioner Berdasarkan hasil analisis pada tabel 1
ini terdiri dari self care management, silf care
didapatkan bahwa :
maintenance, self care
confidence.Menggunakan sekala likert (skor 1 1. Umur Responden
= sangat tidak setuju), (skor 2 = tidak setuju), Dapat dilihat karakteristik menurut umur 60
(skor 3 = setuju), (skor 4 = sangat setuju) dan - 74 tahun sebanyak 31 orang (57,7%),
Hasil pemeriksaan kadar gula darah pasien DM umur 75 – 90 tahun termasuk terendah
tipe 2, degan alternatif (1 = terkontrol), (2 = sebanyak 5 orang (9,6%). Hal ini
tidak terkontrol). Analisa data dilakukan menunjukkan bahwa umur responden
menggunakan komputer secara deskriptif dan terbanyak adalah responden dengan umur
analitik menggunakan uji chi-squaredengan 60 – 74 tahun.
tingkat kemaknaan 5% (α=0,05). 2. Jenis Kelamin
Karakteristik menurut jenis kelamin adalah
Peneliti dalam melaksanakan seluruh perempuan sebanyak 33 orang (63,5%) dan
kegiatan penelitian harus memegang teguh laki-laki sebanyak 19 orang (36,5%). Hal
sikap ilmiah (scientific attitude) serta ini menunjukkan bahwa sebagian responden
menggunakan prinsip-prinsip etika penelitian, berjenis kelamin perempuan.
6

3. Pendidikan Karakteristik self careconfidance yang baik


Karakteristik tingkat pendidikan responden sebanyak 33 orang (63,5,2%) dan yang
SD-SMP sebanyak 8 orang (15,4%), SMA- kurang baik sebanyak 19 orang (36,5%).
Diploma sebanyak 27 orang (51,9%), dan Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar
PT sebanyak 17 orang (32,7%). responden adalah baik.
4. Lama Menderita DM
Karakteristik menurut lama riwayat DM Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan self
adalah yang < 10tahun (26,9%) dan > 10 care di Bidakara Medical CenterJakarta tahun
tahun (73,1%). Hal ini menunjukkan bahwa 2017 (n=52)
sebagian besar responden adalah >10 tahun.
Variabel Kategori frekuensi Persentasi
Tabel 2.Distribusi responden berdasarkan self Self care Baik 31 59,6
care management, Self care maintenance, Self Kurang 21 40,4
care confidance di Bidakara Medical Center baik
Jakarta tahun 2017 (n=52) Jumlah 52 100

Variabel Kategori frekuensi Persentase


Self care Baik 34 65,4
management Kurang 18 34,6 Berdasarkan hasil analisis pada tabel 3,
baik didapatkan bahwa karakteristik self care yang
Self care Baik 37 71,2
baik sebanyak 31 orang ( 59,6%) dan yang
maintenance Kurang 15 28,8
baik kurang baik sebanyak 21 orang (40,4%). Hal ini
Self care Baik 33 63,5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden
confidance Kurang 19 36,5
baik
adalah baik.

Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan hasil


Berdasarkan hasil analisis pada tabel 2, HBA1C di Bidakara Medical Center Jakarta
didapatkan bahwa : tahun 2017 (n=52)
1. Self care management
Karakteristik self caremanagement yang Variabel Kategori Frekuensi Persentase
baik sebanyak 34 orang (65,4%) dan yang
Hasil terkontrol 35 67,3
kurang baik sebanyak 18 orang (34,6%). HBA1C tidak 17 32,7
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar
terkontrol
responden adalah baik.
Jumlah 52 100
2. Self care maintenance
Karakteristik self caremaintenance yang
baik sebanyak 37 orang (71,2%) dan yang
kurang baik sebanyak 15 orang (28,8%). Berdasarkan hasil analisis pada tabel 4,
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar didapatkan bahwa karakteristik hasil HBA1C
responden adalah baik. yang terkontrol sebanyak 35 orang. Hal ini
3. Self care confidance menunjukkan bahwa sebagian besar responden
memiliki HBA1C terkontrol.
7

Tabel 5.Distribusi hubungan self care dengan hasil HBA1C di Bidakara Medical Center Jakarta tahun
2017 (n=52)

HBA1C P value
Self care Terkontrol Tidak terkontrol Total OR
(95% CI)
n % n % n %
Baik 27 87,1 4 12,9 31 100,0 10,969
Kurang 8 38,1 13 61,9 20 100,0 2,7 - 43,1 0,001
baik
jumlah 35 67,3 17 32,7 52 100,0

Berdasarkan tingkat self care, terdapat 31 darah yang tidak terkontrol. Hasil uji statistik
responden dengan self care baik, sebanyak 27 diproleh nilai p=0,001 maka dapat
orang (87,1%) HBA1C yang terkontrol, dan
disimpulkan ada hubungan yang signifikan
sisanya ada 4 (12,9%) orang responden gula
antara self care dengan Hb1AC. Dari hasil
darah yang tidak terkontrol. Sedangkan dari 20
analisis diproleh nilai OR=10,969, artinya
responden dengan self care yang kurang baik
responden dengan self care yang baik
terdapat 8 orang responden (38,1%) HBA1C
mempunyai peluang 10,969 kali HbA1C yang
yang terkontrol dan 13 orang (61,9%) yang
terkontrol.
memiliki HBA1C yang tidak terkontrol. Hasil
uji statistik diproleh nilai p=0,001 maka dapat Self care menurut Orem tahun 1990,
disimpulkan ada hubungan yang signifikan merupakan bentuk pelayanan keperawatan
antara self care dengan hasil HBA1C. Dari dipandang dari suatu pelaksanaan kegiatan
hasil analisis diproleh nilai OR=10,969 artinya dapat dilakukan individu dalam memenuhi
responden dengan self care yang baik kebutuhan dasar dengan tujuan
mempunyai peluang 10,969 kali Hasil HBA1C
yang terkontrol. mempertahankan kehidupan, kesehatan, dan
kesejahteraan sesuai dengan keadaan sehat dan
sakit. Sedangkan aktivitas self care menurut La
PEMBAHASAN Greca et al tahun 2005, terdapat lima hal
penting yang harus di terapkan oleh pasien
Hasil uji statistik didapatkan nilai p value diabetes melitus, diantaranya edukasi
0,001, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengontrolan gula darah, insulin (termasuk obat
hubungan yang signifikan antaraself care dengan hipoglikemik oral/OHO) dan perencanaan
hasil HBA1C di Bidakara Medical Center Jakarta makan, olahraga, serta penanganan segera
tahun 2017. terhadap hipoglikemik. Klien yang mengetahui
Berdasarkan tingkat self care, terdapat 31 aktivitas self care membuktikan lebih baik
responden dengan self care baik, sebanyak 27 pengelolaan terhadap penyakit diabetes melitus
orang (87,1%) gula darah yang terkontrol, dan (Heisler et al, 2004)
sisanya ada 4 (12,9%) orang responden gula
8

Pasien yang tahu, mampu dan mau yang dapat Idealnya hasil pemeriksaan gula darah yang
menerapkan self care dengan baik. Klien tahu tinggi dimanifestasikan memiliki HbA1C yang
bahwa self care penting dalam merawat tinggi pula, sehingga pada pelaksanaannya pun
penyakit yang dideritanya tetapi bila kemauan klien selalu dianjurkan untuk melakukan
dan kemampuan pasien kurang mendukung, pemeriksaan HbA1C ini jika kadar gula darah
maka self care dilaksanakan tidak sepenuhnya terus meningkat bersamaaan dengan
baik dan memberikan hasil bahwa self care pemeriksaan keton dan kimia darah serta urin
mereka berada pada tingkat yang rendah. lainnya. Beberapa insulin dan OHO dapat
Kemauan dan kemampuan klien dalam menimbulkan hipoglikemik (insulin lebih
menerapkan aktivitas self care dapat mudah diprediksi untuk terjadinya
ditingkatkan dengan cara memberikan hipoglikemik), dan beberapa insulin dan OHO
dukungan, rasa percaya diri, dan motivasi memiliki pengaruh untuk menurunkan tingkat
positif dari lingkungan (termasuk petugas HbA1C dalam rentang 0,5 – 2 %. Artinya,
kesehatan, keluarga, dan sahabat terdekat). ketika selalu tepat dosis dan tepat waktu minum
OHO atau suntik insulin, dapat menurunkan
Keterlambatan diagnosis mengenai lama tingkat HbA1C (Smeltzer, 2001). Perencanaan
penyakit menjadikan klien tidak menerapkan makan pun, dilihat sebagai faktor yang
self care sejak awal. Aktivitas self care pada
berpengaruh, semakin seseorang tidak
klien diabetes melitus tipe 2 adalah
mematuhi program diet, akan mengindikasikan
mengusahakan tingkat gula darah sedekat
kadar gula darah terus meningkat dan HbA1C
mungkin dengan normal. Tingkat gula darah
pun akan naik. Olahraga merupakan bentuk
tidak akan efektif jika hanya dievaluasi dalam
aktivitas rutin, bila tidak melakukan olahraga
jangka pendek (beberapa hari). Pengendalian
maka pankreas tidak sensitif lagi dalam
glukosa perlu dievaluasi juga dalam jangka
mengeluarkan insulin yang menyebabkan gula
panjang (beberapa minggu hingga bulan) untuk
darah pun tetap tinggi. Begitupun dengan
memudahkan interpretasi. Untuk keperluan ini
penanganan hipoglikemik, saat terjadi serangan
dilakukan pengukuran hemoglobin terglikosilasi
hipoglikemik, terjadi penurunan kadar glukosa
dalam eritrosit atau juga dinamakan hemoglobin
darah secara drastis. Semakin sering terjadi
glikosilat atau HbA1C. Kedua pemeriksaan kadar hipoglikemik, menggambarkan bahwa kontrol
gula darah dalam jangka pendek dan panjang diabetes belum optimal. Perlu penanganan
merupakan pemeriksaan yang saling menunjang segera sebelum terjadinya komplikasi ke arah
karena bisa saja pada beberapa hasil pemeriksaan yang lebih akut.
menunjukkan bahwa kadar gula darah sesaat
normal tetapi HbA1C tinggi karena dipengaruhi Berdasarkan hasil penelitian dari the United
oleh berbagai hal. Hal yang mempengaruhi Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS)
diantaranya adalah tidak taat dalam menerapkan menunjukkan bahwa setiap penurunan 1% dari
self care sehingga bila dibiarkan akan berdampak HbA1C, akan menurunkan risiko komplikasi
pada hasil pemeriksaan HbA1C. Halaman | 19 sebesar 35% (dalam Delamater,
2006). Diharapkan bila klien memeriksakan
HbA1C akan dapat mengontrol glukosa dalam
jangka panjang, mengurangi terjadinya
9

komplikasi dan mengurangi frekuensi Bidakara Medical Center Jakarta tahun


terjadinya hipoglikemik. Hal tersebut tidak 2017dengan P Value 0,001 atau P < 0,05 maka
terlepas dari peranan self care sebagai aktivitas dapat disimpulkan “Ada Hubungan Antara Self
dasar individu dalam memenuhi kebutuhan Care Dengan Hasil HBA1C Di Bidakara Medical
sebagai akibat dari penyimpangan Center Jakarta Tahun 2017”.
kesehatannya/health deviation self.

Semua aktivitas self care di atas sangat SARAN


berkaitan, tidak akan efektif bila seseorang
mengaplikasikan hanya pada sub variabel Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa
pengontrolan gula darah, sedangkan sub saran yang dapat penulis sampaikan, yaitu :
variabel yang lain tidak diaplikasikan karena 1. Bagi institusi pelayanan
akan berpengaruh pada tingkat self care. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat
Begitupun bila mengaplikasikan pengontrolan memberikan informasi bagi bidang
gula darah, insulin dan perencanaan makan, keperawatan tentang self care denga kontrol
serta penanganan hipoglikemik, tetapi tidak gula darah/Hba1c pada klien DM yang
pernah melakukan olahraga, maka self care berobat jalan di Poliklinik penyakit dalam.
tidak akan efektif. Aktivitas self care pada Informasi tersebut dapat digunakan oleh
intinya adalah untuk mencegah berkembangnya rumah sakit/klinik dalam membuat
penyakit ke arah yang lebih parah, penilaian kebijakan tentang masalah masih kurang
komplikasi salah satunya dapat dilakukan terkontrolnya HbA1C sebagian pasien DM.
dengan pemeriksaan HbA1C karena dapat Kebijakan tersebut dapat berupa
mengukur kadar glukosa darah dalam jangka diberlakukannya pemeriksaan HbA1C
waktu yang panjang ± 3 bulan. Jika secara rutin atau pun kebijakan lainnya
pemeriksaan memberikan hasil tingkat HbA1C sehingga tingkat self care klien DM dapat
buruk maka dapat diketahui kadar glukosa meningkat.
darah selama 3 bulan tersebut buruk pula, dan
klien kurang mengaplikasikan akitivitas self 2. Institusi pendidikan
care dengan optimal karena keempat sub Hasil penelitian ini diharapkan berguna
variabel aktivitas self care tersebut pada sebagai masukan bagi petugas kesehatan
dasarnya adalah untuk mengontrol glukosa untuk dapat memberikan informasi mengenai
darah dan mencegah berkembangnya kontrol gula darah sebagai upaya
komplikasi diabetik. Dengan kata lain, semakin pengendalian glikemik jangka panjang yang
tinggi tingkat self care maka akan semakin baik akurat sehingga dapat dijadikan pedoman
tingkat hasil HBA1C pada pasien DM. untuk merencanakan perawatan diri
selanjutnya bagi klien diabetes melitus.
Perawat perlu menanamkan pentingnya self
KESIMPULAN care pada klien DM sehingga tahu, mau, dan
mampu dalam merencanakan perawatan
Dari hasil uji statistik menunjukkan ada
dirinya sendiri dan mampu mengambil
hubungan antara self care dengan hasil HBA1C di
keputusan dengan tepat. Selain itu, perawat
10

dapat melakukan evaluasi secara terus- basics/type-2/?loc=util-header_type2


menerus terhadap kontrol gula darah dalam (diakses tanggal 26 November, 2016).
rangka meningkatkan self care klien.
American Diabetes Association (2014).
Diagnosis and Classification of Diabetes
3. Keperawatan Mellitus. Diabetes Care Vol 37,
Diharapkan pada penelitian selanjutnya Supplement 18, November 2016.
untuk benar-benar melakukan penelitiaan Available from
self care pasien. Karna dalam penelitian ini http://care.diabetesjournals.org/content/
penelitia mempunyai kesulitan dalam 37/Supplement_1/S81.full.pdf+ht ml
(diakses 26 November, 2016)
pengisian kuesioner, sebagian pasien tidak
bersedia mengisi kuesioner secara mandiri, American Diabetes Association., (2012).
hal ini mungurai efektivitas kevalitan Diagnosis and Classification of Diabetes
jawaban yang ada dalam kuesioner dan Mellitus. Diabetes Care volume 35
menggunakan sampel yang lebih banyak Supplement 1 : 64-71.
lagi dan membahas lebih lanjut mengenai
Anderson, R., Funnell, M., Fitzgerald, J., &
self care yang lebih mendalam atau Marrero, D. (2000). The diabetes
beberapa variabel yang berhubungan empowerment scale: a measure of
dengan self care dan juga kontrol gula psychosocial self-efficacy. Diabetes
darah. Care, 739-743.

Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian : Suatu


Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi).
REFERENSI
Jakarta : Rineka Cipta
Abrahim, M. (2011). Self-care in type 2
diabetes. Kalmar: Linnaeus University. Bai, Y.L., chiou, C.P., & Chang, Y.Y. (2009).
Self-care behaviour and relatet faktor in
Agrimon, O. H. (2014, July). Exploring the older people type 2 diabetes journal of
Feasibility of Implementing Self- clinical Nursing
Management and Patient Empowerment
through a Structured Diabetes Black, J.M. & Hawks, J.H. (2009). Medical
Education Programme in Yogyakarta surgical nursing : Clinical management
City Indonesia: A Pilot Cluster for positive outcome. 8th Edition. St.
Randomised Controlled Trial. Adelaide: Louis Missouri: Elsevier Saunders.
Faculty of Health Sciences The
University of Adelaide. Brunner & Suddarth’s. (2012). Texbook of
medical surgical nursing. Lippincot :
American Diabetes Association, (2012). Williams & Wilkins.
Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus. Diabetes Care volume 35 Delamater, Alan M. 2006. Clinical Use of
Hemoglobin A1c to Improve Diabetes
Supplement 1 : 64-71.
Management. (Online). Crop Management
doi: 10.2337/diaclin.24.1.6 Clinical
American Diabetes Association, (2013). Diabetes January 2006 vol. 24 no. 1 6-8.
Diabetes Mellitus Basic Type 2. Dari: Available at :
http://www.diabetes.org/diabetes- http://clinical.diabetesjournals.
11

org/content/24/1/6.full?sid=c9 906531- kembali dari medscape:


2628-403b-9e90- www.eine.medscape.com
Eman M. Mahfouz1, Hala I. Awadalla, (2011). Kusniawati.(2011). Analisis Faktor yang
Compliance to diabetes self- Berkontribusi terhadap Self Care
managementin rural El-Mina, Egypt, Diabetes pada Klien Diabetes Melitus
Cent Eur J Public Health Tipe 2 di Rumah Sakit Umum
Tangerang. FIK.UI
Glascow RE, Osteen VL. (1992).
Evaluating
diabetes education: Are we measuring La Greca, Annette M. 2005. Manual for the Self
the most important outcomes? Diabetes Care Inventory.(Online). Available at
Care :1423-1432. :http://www.psy.miami.edu/fac
ulty/alagreca/SCI_manual_200 4.pdf.
Guyton, A.C., & Hall, J.E. (2006). 11 Edition.
Textbook of Medical Lemone & Burke. (2015). Buku ajar
Physiology.Elsevier Inc. keperawatan medikal bedah. Edisi 5.
Jakarta EGC
Haris, M.A. (2007). The Family's Involment in
Diabetes Care and the Problem of LeMone, P. & Burke, K.M. (2008). Medical
Helping, (diakses tanggal 26 November, surgical nursing: critical nursing in
2016) client care. 6th Edition. New Jersey:
Prentice Hall Health.
Heisler, M., Cole, I., Weir, D., Ker, E.A., &
Hayward, R.A. (2007). Does physician Ligaray K.P.L. & isley, W.L. (2009). Diabetes
communcation influence older patient’s melitus tipe 2,
diabetes self management and glycemic http://emedicine.medscape.com/article/1
control ? result from the health and 17853. diakses tanggal 22 Februari
retirement study (HRS). Jurnal of 20017.
Gerentology
Mahdiana., R. (2010). Mencegah Penyakit
Henrikson J. E., & Bech-Nielsen H., (2009). Kronis Sejak Dini. Yogyakarta: Tora
Blood Glucose Levels. Book.
http://www.netdoctor.co.uk/healthadvic
e/facts/diabetesbloodsugar. htm. Notoatmodjo, S., (2010). Metodologi penelitian
kesehatan, Jakarta, Renika cipta
IDF. 2014. IDF Diabetes Atlas Sixth Edition.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan
http://www.idf.org. Diakses Tanggal 10
Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.
November 2016.
Jakarta.
Ilyas, E.I., (2009). Olah Raga Diabetesi. Dalam
: Soegondo, S., Soewondo,P., Subekti, Nurlaili Haida Kurnia Putri1, Muhammad A.I.,
I., Penatalaksanaan Diabetes Melitus (2015). Hubungan 4 pilar pengendalian
DM tipe 2 dengan rerata kadar gula
Terpadu. Fakultas Kedokteran
darah, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia, Jakarta
Universitas Airlangga Surabaya
Khardori, R. (2014, Oktober 15). Type 2 DM
treatment and management. Diambil
12

Nursalam., & Efendi, F. (2008). Pendidikan and Pedometer On The Parameters Of


dalam keperawatan. Jakarta : salemba Diabetes Control In Asian Indians Ith
Medika Type 2 Diabetes,(4),41-5

Nwanko, C.H., B., & Nwanko, B.O. (2010). Shigaki, C., Kruse, R.L., Mehr, D., Sheldon,
Factors influencing diabetes K.M., Bin Ge., & Moore, C. (2010).
management outcome among patients Motivation and diabetes self-
attending governmenthealth faciliteas i management. Journal psychology
South East, Nigeria, International
Journal Of Tropical Medicene Smeltzer.(2008). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah.Volume I Edisi
Pastor et al. (2002). Dietary fiber for the VIII.Jakarta : EGC.
treatment of the type 2 diabetes
mellitus: a meta-analysis. The journal Soegondo, S, dkk, (2009). Penatalaksanaan
of the American board of family Diabetes Mellitus Terapadu. Balai
medicine, 26: 16-23. [www.jabfm.org] Penerbit FKUI, Jakarta
diakses pada tanggal 26 November
2016. Sousa, V.D., Hartman, S.W., Miller, E.H., &
Carrol, M.A. (2009). New measure of
PERKENI, (2015). Data Prevalensi Penderita diabetes self-care agency, diabetes self-
Diabetes Di Indonesia. Dari: efficaci, and diabetes self-management
http://sehat.link/data-prevalensi- for insulin-treated individualwith tipe 2
penderita-diabetes-di-indonesia.info ( diabetes. Journal of Clinical Nursing.
diakses tanggal 18 N0vember, 2016)
Sukardji, (2009) : Penatalaksanaan Diabetes
PERKENI. (2011). Konsensus DM tipe Mellitus Terpadu. Edisi II Cetakan Ke-
2 7. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.
Indonesia 2011, (online).
(http://www.perkeni.org.download/) Tarwoto. (2012), keperawatan Medikal Bedah
diakses 10 N0vember, 2016 Gangguan Sistem Endokrin. Trans Info
Media; Jakarta
Rendy, Clevo. M. (2012). Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah dan Penyakit Dalam. Tomey, A.M., & Alligood, M.R. (2006).
Yogyakarta: Nuha Medika Nursing theorits and their work (4 ed).
St. Louis : mosby.
Riagel, B., Carlson, B., Moser, D.K., sebern,
M., Hicks, F.D., & Roland, V. (2004). Uno, H. (2007). Teori motivasi dan
Psychometric testing of the self care of pengukuranya. Jakarta : Bumi Aksara
heart failure. Journal of cardiac failure.
Waspadji S., (2009). Buku Ajar Penyakit
Serour,M., Alqhennaei, H., Al-Saqabi, S., Dalam: Komplikasi Kronik Diabestes,
Mustafa, A.R., Ben-Nakhi, A. (2007). Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan
Cultural factors and Patiens Adherence Strategi Pengelolaan, Jilid III, Edisi 4,
to Lifestyle Measures. British Journal of Jakarta: FK UI pp. 1923-24.
General Practice,(diakses tanggal 26
November, 2016) Windayati., T. (2004). Hubungan antara Faktor
Karakteristik, Kepatuhan Berobat dan
Shenoy,S, Guglany, R,Shandhu,S, (2010). Diit dengan Kadar Glukosa Darah
Effectivennes Of Aerobicaking
Programme Using Heart Rate Monitor
13

Sewaktu pada Penderita DM Tipe 2


Rawat Jalan di RS Bhayangkara
Semarang. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas
Muhammadiyah Semarang.

World Health Organization. (2009). Self-care in


the context of primary healthcare.
Diambil kembali dari World Health
Organization: http://www.who.int/

Xu yin, toobert, D., savage, C., Pan, W.,


Whitmer, K. (2008). Factor influencing
diabetes seif management in Chinese
peopel with tipe 2 diabetes research
Nursing & Healt

Yoga, Yulianti & purnomo. (2011). Hubungan


antara 4 Pilar PengelolaanDiabetes
Melitus Dngan Keberhasilan
Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2.
Universitas Diponegoro Semarang.

Anda mungkin juga menyukai