HUBUNGAN SELF CARE DENGAN HASIL HbA1C PADA PASIEN DIABETES MELITUS
TIPE 2 DI POLI KLINIK PENYAKIT DALAM BIDAKARA MEDIKAL CENTER JAKARTA
TAHUN 2017
Oleh
1) 2)
Ahmad Sanusi (sandraind92@gmail.com), Diana Irawati (d.irawati80@gmail.com)
2)
1) Peneliti, Dosen Pembimbing Universitas Muhammadiyah Jakarta
Abstrak
Introduksi :Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis berjangka panjang, bila diabaikan
dapat terjadi komplikasi diabetik. Hal yang dapat dilakukan dalam pengobatan DM tipe II adalah
dengan mengontrol kadar gula darah untuk mencegah komplikasi dan mempertahankan kualitas
hidup.Self care adalah salah satu upaya yang berperan penting untuk mengontrol gula darah. Penelitian
ini bertujuan mendapatkan gambaran hubungan self care dengan kontrol gula darah pada pasien
diabetes melitus tipe 2.Metode :Rancangan penelitian yang digunakan, deskriptif dengan pendekatan
cross sectional. Sub variabel self care terdiri dari pengontrolan gula darah, edukasi,obat dan
perencanaan makan, olahraga, dan penanganan hipoglikemik.Pengambilan sampel menggunakan
teknik purposive sampling berjumlah 52responden. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner
modifikasi self care. Analisis univariat menggunakan kategori, sedangkan bivariat menggunakan
Pearson Chi Square.Hasil :Hasil penelitian menunjukkan 95% dapat diyakini bahwa terdapat
hubungan yang cukup berarti antara tingkat self care dengan tingkat kontrol gula darah. Nilai koefisien
korelasi (p = 0,001), OR =10,969 dan berpola positif artinya semakin tinggi tingkat self care maka
semakin baik kontrol gula darahnyanya. Peran perawat sebagai edukator, yaitu memberi dukungan
dengan pendidikan kesehatan tentang pentingnya self care dan kontrol gula darah dalam mencegah
komplikasi diabetik agar klien tahu, mau dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari..
Tahun 2014, Global status report on non Jumlah diabetisi yang tinggi
communicable diseases yang dikeluarkan oleh membuktikan bahwa DM merupakan masalah
World Health Organization (WHO) kesehatan masyarakat yang serius dan apabila
menyatakan bahwa prevalensi DM di seluruh tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan
dunia diperkirakan sebesar 9%.Proporsi timbulnya komplikasi. Komplikasi pada DM tipe
kematian akibat penyakit DM dari seluruh 2 dapat dicegah melalui pengelolaan DM yang
kematian penyakit tidak menular sebesar terdiri dari lima pilar utama yaitu edukasi, terapi
4%.Kematian akibat DM terjadi pada negara gizi medis (diet), latihan jasmani, intervensi
dengan pendapatan rendah dan menengah farmakologi, dan monitoring (Perkeni, 2011).
dengan proporsi sebesar 80%. Pada Tahun 2030 Lima pilar utama pengelolaan DM adalah
diperkirakan DM menempati urutan ke-7 edukasi,perencanaan makan, latihan jasmani, obat
penyebab kematian di dunia. Sedangkan, berkhasiat hipoglikemik, dan monitoring.
Diabetes Atlas edisi ke enam tahun 2014 yang Perencanaan makan merupakan komponen utama
keberhasilan penatalaksanaan
3
Tabel 5.Distribusi hubungan self care dengan hasil HBA1C di Bidakara Medical Center Jakarta tahun
2017 (n=52)
HBA1C P value
Self care Terkontrol Tidak terkontrol Total OR
(95% CI)
n % n % n %
Baik 27 87,1 4 12,9 31 100,0 10,969
Kurang 8 38,1 13 61,9 20 100,0 2,7 - 43,1 0,001
baik
jumlah 35 67,3 17 32,7 52 100,0
Berdasarkan tingkat self care, terdapat 31 darah yang tidak terkontrol. Hasil uji statistik
responden dengan self care baik, sebanyak 27 diproleh nilai p=0,001 maka dapat
orang (87,1%) HBA1C yang terkontrol, dan
disimpulkan ada hubungan yang signifikan
sisanya ada 4 (12,9%) orang responden gula
antara self care dengan Hb1AC. Dari hasil
darah yang tidak terkontrol. Sedangkan dari 20
analisis diproleh nilai OR=10,969, artinya
responden dengan self care yang kurang baik
responden dengan self care yang baik
terdapat 8 orang responden (38,1%) HBA1C
mempunyai peluang 10,969 kali HbA1C yang
yang terkontrol dan 13 orang (61,9%) yang
terkontrol.
memiliki HBA1C yang tidak terkontrol. Hasil
uji statistik diproleh nilai p=0,001 maka dapat Self care menurut Orem tahun 1990,
disimpulkan ada hubungan yang signifikan merupakan bentuk pelayanan keperawatan
antara self care dengan hasil HBA1C. Dari dipandang dari suatu pelaksanaan kegiatan
hasil analisis diproleh nilai OR=10,969 artinya dapat dilakukan individu dalam memenuhi
responden dengan self care yang baik kebutuhan dasar dengan tujuan
mempunyai peluang 10,969 kali Hasil HBA1C
yang terkontrol. mempertahankan kehidupan, kesehatan, dan
kesejahteraan sesuai dengan keadaan sehat dan
sakit. Sedangkan aktivitas self care menurut La
PEMBAHASAN Greca et al tahun 2005, terdapat lima hal
penting yang harus di terapkan oleh pasien
Hasil uji statistik didapatkan nilai p value diabetes melitus, diantaranya edukasi
0,001, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengontrolan gula darah, insulin (termasuk obat
hubungan yang signifikan antaraself care dengan hipoglikemik oral/OHO) dan perencanaan
hasil HBA1C di Bidakara Medical Center Jakarta makan, olahraga, serta penanganan segera
tahun 2017. terhadap hipoglikemik. Klien yang mengetahui
Berdasarkan tingkat self care, terdapat 31 aktivitas self care membuktikan lebih baik
responden dengan self care baik, sebanyak 27 pengelolaan terhadap penyakit diabetes melitus
orang (87,1%) gula darah yang terkontrol, dan (Heisler et al, 2004)
sisanya ada 4 (12,9%) orang responden gula
8
Pasien yang tahu, mampu dan mau yang dapat Idealnya hasil pemeriksaan gula darah yang
menerapkan self care dengan baik. Klien tahu tinggi dimanifestasikan memiliki HbA1C yang
bahwa self care penting dalam merawat tinggi pula, sehingga pada pelaksanaannya pun
penyakit yang dideritanya tetapi bila kemauan klien selalu dianjurkan untuk melakukan
dan kemampuan pasien kurang mendukung, pemeriksaan HbA1C ini jika kadar gula darah
maka self care dilaksanakan tidak sepenuhnya terus meningkat bersamaaan dengan
baik dan memberikan hasil bahwa self care pemeriksaan keton dan kimia darah serta urin
mereka berada pada tingkat yang rendah. lainnya. Beberapa insulin dan OHO dapat
Kemauan dan kemampuan klien dalam menimbulkan hipoglikemik (insulin lebih
menerapkan aktivitas self care dapat mudah diprediksi untuk terjadinya
ditingkatkan dengan cara memberikan hipoglikemik), dan beberapa insulin dan OHO
dukungan, rasa percaya diri, dan motivasi memiliki pengaruh untuk menurunkan tingkat
positif dari lingkungan (termasuk petugas HbA1C dalam rentang 0,5 – 2 %. Artinya,
kesehatan, keluarga, dan sahabat terdekat). ketika selalu tepat dosis dan tepat waktu minum
OHO atau suntik insulin, dapat menurunkan
Keterlambatan diagnosis mengenai lama tingkat HbA1C (Smeltzer, 2001). Perencanaan
penyakit menjadikan klien tidak menerapkan makan pun, dilihat sebagai faktor yang
self care sejak awal. Aktivitas self care pada
berpengaruh, semakin seseorang tidak
klien diabetes melitus tipe 2 adalah
mematuhi program diet, akan mengindikasikan
mengusahakan tingkat gula darah sedekat
kadar gula darah terus meningkat dan HbA1C
mungkin dengan normal. Tingkat gula darah
pun akan naik. Olahraga merupakan bentuk
tidak akan efektif jika hanya dievaluasi dalam
aktivitas rutin, bila tidak melakukan olahraga
jangka pendek (beberapa hari). Pengendalian
maka pankreas tidak sensitif lagi dalam
glukosa perlu dievaluasi juga dalam jangka
mengeluarkan insulin yang menyebabkan gula
panjang (beberapa minggu hingga bulan) untuk
darah pun tetap tinggi. Begitupun dengan
memudahkan interpretasi. Untuk keperluan ini
penanganan hipoglikemik, saat terjadi serangan
dilakukan pengukuran hemoglobin terglikosilasi
hipoglikemik, terjadi penurunan kadar glukosa
dalam eritrosit atau juga dinamakan hemoglobin
darah secara drastis. Semakin sering terjadi
glikosilat atau HbA1C. Kedua pemeriksaan kadar hipoglikemik, menggambarkan bahwa kontrol
gula darah dalam jangka pendek dan panjang diabetes belum optimal. Perlu penanganan
merupakan pemeriksaan yang saling menunjang segera sebelum terjadinya komplikasi ke arah
karena bisa saja pada beberapa hasil pemeriksaan yang lebih akut.
menunjukkan bahwa kadar gula darah sesaat
normal tetapi HbA1C tinggi karena dipengaruhi Berdasarkan hasil penelitian dari the United
oleh berbagai hal. Hal yang mempengaruhi Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS)
diantaranya adalah tidak taat dalam menerapkan menunjukkan bahwa setiap penurunan 1% dari
self care sehingga bila dibiarkan akan berdampak HbA1C, akan menurunkan risiko komplikasi
pada hasil pemeriksaan HbA1C. Halaman | 19 sebesar 35% (dalam Delamater,
2006). Diharapkan bila klien memeriksakan
HbA1C akan dapat mengontrol glukosa dalam
jangka panjang, mengurangi terjadinya
9
Nwanko, C.H., B., & Nwanko, B.O. (2010). Shigaki, C., Kruse, R.L., Mehr, D., Sheldon,
Factors influencing diabetes K.M., Bin Ge., & Moore, C. (2010).
management outcome among patients Motivation and diabetes self-
attending governmenthealth faciliteas i management. Journal psychology
South East, Nigeria, International
Journal Of Tropical Medicene Smeltzer.(2008). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah.Volume I Edisi
Pastor et al. (2002). Dietary fiber for the VIII.Jakarta : EGC.
treatment of the type 2 diabetes
mellitus: a meta-analysis. The journal Soegondo, S, dkk, (2009). Penatalaksanaan
of the American board of family Diabetes Mellitus Terapadu. Balai
medicine, 26: 16-23. [www.jabfm.org] Penerbit FKUI, Jakarta
diakses pada tanggal 26 November
2016. Sousa, V.D., Hartman, S.W., Miller, E.H., &
Carrol, M.A. (2009). New measure of
PERKENI, (2015). Data Prevalensi Penderita diabetes self-care agency, diabetes self-
Diabetes Di Indonesia. Dari: efficaci, and diabetes self-management
http://sehat.link/data-prevalensi- for insulin-treated individualwith tipe 2
penderita-diabetes-di-indonesia.info ( diabetes. Journal of Clinical Nursing.
diakses tanggal 18 N0vember, 2016)
Sukardji, (2009) : Penatalaksanaan Diabetes
PERKENI. (2011). Konsensus DM tipe Mellitus Terpadu. Edisi II Cetakan Ke-
2 7. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.
Indonesia 2011, (online).
(http://www.perkeni.org.download/) Tarwoto. (2012), keperawatan Medikal Bedah
diakses 10 N0vember, 2016 Gangguan Sistem Endokrin. Trans Info
Media; Jakarta
Rendy, Clevo. M. (2012). Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah dan Penyakit Dalam. Tomey, A.M., & Alligood, M.R. (2006).
Yogyakarta: Nuha Medika Nursing theorits and their work (4 ed).
St. Louis : mosby.
Riagel, B., Carlson, B., Moser, D.K., sebern,
M., Hicks, F.D., & Roland, V. (2004). Uno, H. (2007). Teori motivasi dan
Psychometric testing of the self care of pengukuranya. Jakarta : Bumi Aksara
heart failure. Journal of cardiac failure.
Waspadji S., (2009). Buku Ajar Penyakit
Serour,M., Alqhennaei, H., Al-Saqabi, S., Dalam: Komplikasi Kronik Diabestes,
Mustafa, A.R., Ben-Nakhi, A. (2007). Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan
Cultural factors and Patiens Adherence Strategi Pengelolaan, Jilid III, Edisi 4,
to Lifestyle Measures. British Journal of Jakarta: FK UI pp. 1923-24.
General Practice,(diakses tanggal 26
November, 2016) Windayati., T. (2004). Hubungan antara Faktor
Karakteristik, Kepatuhan Berobat dan
Shenoy,S, Guglany, R,Shandhu,S, (2010). Diit dengan Kadar Glukosa Darah
Effectivennes Of Aerobicaking
Programme Using Heart Rate Monitor
13