PEMBIMBNG:
Disusun Oleh:
A. Latar belakang
2
3
kasus. Kejadian DM di RSUD Dr Moewardi pada tahun 2016 juga tinggi, yaitu ada
140 pasien dengan DM tipe 1 dan 13.084 pasien dengan DM tipe 2 (Dinkes, 2016).
Menurut Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia
pada tahun 2015, penatalaksanaan dan pengelolahan diabetes diarahkan kepada empat
pilar penatalaksanaan diabetes, yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan
intervensi farmakologis. Keberhasilan dalam tatalaksana tersebut, dapat dicapai dengan
pemantauan berkala untuk glukosa darah dan faktor risiko yang akan mungkin terjadi
melalui pengajaran perawatan mandiri dan perubahan prilaku (PERKENI, 2015).
Upaya yang di lakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi DM,
diperlukan pengontrolan kadar gula darah secara terapeutik dan teratur.Beberapa cara
diantaranya adalah dengan terapi relaksasi, yang diantaranya terdiri dari PMR, Benson,
nafas dalam, relaksasi autogenik (Moyad & Hawks, 2009 dalam Limbong M, Jaya R,
& Ariani Y, 2015). Teknik relaksasi dengan gerakan instruksi yang lebih sederhana
dari pada teknik relaksasi lainnya, hanya memerlukan waktu 15-20 menit, dapat
dilakukan dengan posisi berbaring, duduk dikursi dan duduk bersandar yang
memungkinkan klien dapat melakukannya dimana saja adalah relaksasi autogenik
(Greenberg, 2002 dalam Limbong M, Jaya R, & Ariani Y, 2015). Relaksasi Autogenik
merupakan bentuk mind body intervention, bersumber dari dalam diri sendiri yang
berupa kata-kata atau kalimat pendek yang bisa membuat pikiran menjadi tentram,
membuat kata-kata atau kalimat motivasi dilakukan dengan membayangkan diri sendiri
berada dalam keadaan tenang dan damai, berfokus pada detak jantung dan pengaturan
nafas (Aryani, 2007 dalam Supriadi D, Hutabarat E, & Putri V, 2015). Intervensi
kombinasi relaksasi nafas dalam dan murottal di awali intervensi menarik nafas
melalui hidung dan menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan masing-
masing 3 detik selama 6 menit 7 detik, setelah itu dilanjutkan dengan mendengarkan
murottal surah ArRahman menggunakan headphone selama 13 menit 53 detik. Total
durasi intervensi kombinasi relaksasi nafas dalam dan murottal selama 20 menit,
diawali dengan pemberian posisi berbaring nyaman. Pengukuran gula darah sewaktu
4
dilakukan sebelum dan sesudah intervensi kombinasi relaksasi nafas dalam dan
murottal.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui secara umum dan keseluruhan mangenai “Asuhan
Keperawatan Diabetus Melitus” agar dapat memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Diabetus Melitus sesuai EBN.
2. Tujuan khusus
a. Mengaplikasikan tekhnik relaksasi autogenic pada pasien DM sebagai
tindakan non farmakaologi sebagai upaya pengendalian kadar gula darah.
b. Mengetahui efektifitas penerapan tekhnik relaksasi autogenic terhadap
penurunan kadar gula darah pada pasien DM
C. Manfaat Penulisan
D. Metode Penulisan
1. Metode kepustakaan
5
BAB II
KONSEP DASAR
A. Definisi
Diabetes melitus merupakan suatu kelimpok penyakit atau gangguan metabolit dengan
karakteristik hiperglikimia yang terjadi karna kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua duanya. Hiperglikimia kronik pada diabetes melitus berhubungan dengan kerusakan
jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf,
jatung dan pembulu darah (PERKENI, 2015 Dan ADA, 2017).
ri
Diabetes Mellitus terbagi menjadi dua kategori, yaitu Diabetes Tipe 1 dan Diabetes
Tipe 2, Diabetes tipe 1disebut insulin-dependen atau juvenile/childhood-onset Diabetes,
ditandai dengan kurangnya produksi insulin.Sedangkan diabetes tipe 2, disebut non-insulin
dependent atau adult-onset Diabetes, disebabkan penggunaan insulin yang kurang efektif
oleh tubuh.
B. Etiologi
1. Usia
Risiko terjadinya diabetes tipe 2 meningkat seiring dengan bertambahnya
usia. Resistensi insulin mulai terjadi pada usia 45 tahun dan cenderung meningkat pada
usia di atas 65 tahun. Hal ini terjadi karena pada usia tersebut seseorang cenderung
kurang bergerak, kehilangan massa otot, dan bertambah berat badan.Selain itu, proses
penuaan juga mengakibatkan penurunan fungsi sel betapankreas sebagai penghasil
insulin (Brunner & Suddarth, 2015)
2. Obesitas
Obesitas menyebabkan respon sel beta pankreas terhadap peningkatan glukosa
darah berkurang, selain itu reseptor insulin pada sel di seluruh tubuh termasuk di otot
berkurang jumlahnya dan kurang sensitive.
3. Riwayat keluarga
7
Diabetes melitus dapat diariskan orang tua kepada anak. Gan penyebab diabetes
melitus akan dibawa oleh anak jika orangtuanya menderita diabetes nelitus.
Pewarisan gen ini dapat sampai ke cucu cucunya bahkan cicit walaupun resikonya
sangat kecil.
4. Bahan-bahan kimia dan obat obatan
Bahan bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang
pangkreas, radang pada pangkreas akan mengakibatkan fungsi pankres menurun
sehingga tidak ada sekresi hormon hormon untuk pross metabolism tubuh termasuk
insulin. Segala jenis residu obat yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat
mengiritasi pankreas.
5. Penyakit dan infeksi pada pancreas
Infeksi mikro organisme dana virus pada pankreas juga dapat menyebabkan radang
pankreas yang otomatis akan menyebabkan fungsi pankreas turun sehingga tidak
ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin.
Penyakit seperti kolesterol tinggi dan dislipedemia dapat meningkatkan resiko
terkena diabetes melitus.
6. Pola Hidup
Pola hidup juga sangat mempengaruhi fakor penyebab diabetes melitus. Jika orang
malas berolah raga memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit diabetes
melitus karena olah raga berfungsi untuk membakar kalori yang tertimbun didalam
tubuh, kalori yang tertimbun didalam tubuh merupakan faktor utama penyebab
diabetes melitus selain disfungsi pankreas.
7. Kadar Kortikosteroid YangTinggi. Kehamilan gestasional.
8. Obat-obatan yang dapat merusak pankreas.
9. Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.
9
C. Klasifkasi
Diabetes melitus dapat diklasifikasikan kedalam empat kategori klinis (SmeltZer dan
Bare. 2015), yaitu :
1. Diabetes melitus tipe 1
Diabetes melitus tipe satu atau Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM), dapat terjadi
disebabkan karena adanya kerusakan sel-B, biasanya menyebabkan kekurangan insulin
absolut yang disebabkan oleh proses autoimun atau idiopatik. Umumnya penyakit ini
berkembang kearah ketoasidosis diabetik yang menyebabkan kematian.Diabetes melitus
tipe 1 terjadi sebanyak 5-10 % dari semua diabetes melitus. Diabetes melitus tipe 1
dicirikan dengan onset yang akut dan biasanya terjadi pada usia 30 tahun (SmeltZer dan
Bare. 2015).
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 atau Non Insulin Dependen Diabetes Melitus (NIDDM), dapat
terjadi karena kerusakan progresif sekretorik insulin akibat resistensi insulin. Diabetes
melitus tipe 2 juga merupakan salah satu gangguan metabolik dengan kondisi insulin yang
diproduksi oleh tubuh tidak cukup jumlahnya akan tetapi reseptor insulin dijaringan tidak
berespon terhadap insulin tersebut. Diabetes melitus tipe 2 mengenai 90-95 % pasien
dengan diabetes melitus. Insidensi terjadi lebih umum pada usia 30 tahun, obesitas,
herediter, dan faktor lingkungan. Diabetes melitus tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi
komplikasi (SmeltZer dan Bare. 2015).
3. Diabetes Melitus Tipe Tertentu
Diabetes melitus tipe ini dapat terjadi karena penyebab lain misalnya, defek genetik pada
fungsi sel-B, defek genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (Seperti fibrosis
kistik dan pankreatitis), penyakit metabolik endokrin, infeksi, sindrom genetik lain dan
karena disebabkan oleh obat atau kimia (seperti dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah
transplantasi organ (Smeltzer dan Bare,2015).
4. Diabetes Melitus Gestasional
10
Diabetes melitus ini merupakan diabetes melitus yang didiagnosis selama masa kehamilan,
dimana intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan.Terjadi pada 2-5%
semua wanita hamil tetapi hilang saat melahirkan (Smeltzer dan Bare, 2015).
D. Patofisiologi
Pada diabetes tipe 2 tedapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin yaitu: resistensi dan gangguan sekresi insulin. Kedua masalah inilah yang
menyebabkan Glukose Transporter (GLUT) dalam darah aktif (Brunner & Suddarth,
2015).
Glukose Transporter (GLUT) yang merupakan senyawa asam amino yang
terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa.
Insulin mempunyai tugas yang sangat penting pada berbagai proses metabolisme dalam
tubuh terutama pada metabolisme karbohidrat. Hormon ini sangat berperan dalam
proses utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak
dan hepar. Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan
dengan sejenis reseptor insulin receptor substrate (IRS) yang terdapat pada membrane
sel tersebut.
Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang
berguna bagi proses metabolisme glukosa di dalam sel otot dan lemak, meskipun
mekanisme kerja yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah berikatan,
transduksinya berperan dalam meningkatkan kuantitas glucose transporter-4(GLUT-4)
Proses sintesis dan transaksi GLUT-4 inilah yang bekerja memasukkan glukosa dari
ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolisme. Untuk menghasilkan
suatu proses metabolisme glukosa normal, selain diperlukan mekanisme serta dinamika
sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin yang berlangsung normal.
Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh terhadap insulin
merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya diabetes,khususnya diabetes melitus
tipe 2 (Manaf A, 2010).
11
Pasien dengan Diabetes melitus tipe 2 sebetulnya insulin tersedia, tetapi tidak
bekerja dengan baik dimana insulin yang ada tidak mampu memasukkan glukosa dari
peredaran darah ke dalam sel-sel tubuh yang memerlukannya, sehingga glukosa dalam
darah tetap tinggi yang menyebabkan terjadinya hiperglikemia (Soegondo, 2010).
Hiperglikemia terjadi bukan hanya disebabkan oleh gangguan sekresi insulin
(defisiensi insulin), tapi pada saat bersamaan juga terjadi rendahnya respons jaringan
tubuh terhadap insulin (resistensi insulin).
Defisiensi dan resistensi insulin ini akan memicu sekresi hormon glukagon
dan epinefrin. Glukagon hanya bekerja di hati. Glukagon mula-mula meningkatkan
glikogenolisis yaitu pemecahan glikogen menjadi glukosa dan kemudian meningkatkan
glukoneogenesis yaitu pembentukan karbohidrat oleh protein dan beberapa zat lainnya
oleh hati. Epinefrin selain meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis di hati
juga menyebabkan lipolisis di jaringan lemak serta glikogenolisis dan proteolisis di
otot. Gliserol, hasil lipolisis, serta asam amino (alanin dan aspartat) merupakan bahan
baku glukoneogenesis hati.
Faktor atau pengaruh lingkungan seperti gaya hidup atau obesitas akan
mempercepat progresivitas perjalanan penyakit. Gangguan metabolisme glukosa akan
berlanjut pada gangguan metabolisme lemak dan protein serta proses kerusakan
berbagai jaringan tubuh (Manaf A, 2010).
E. Manifestasi Klinik
Adanya penyakit diabetes melitus ini pada awalnya sering kali tidak dirasakan
dan tidak disadari oleh penderita.Manifestasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan
konsekuensi metabolik defisiensi insulin.Jika hiperglikimianya berat dan melebihi
ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosurya. Glikosurya ini akan mengakibatkan
diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) jika melewati ambang
ginjal untuk ekskresi glukosa, yaitu kurang lebih 180 mg/dl serta timbulnya rasa haus
(polidipsia).
12
Rasa lapar yang semakin besar (polivagia) mungkin akan timbul sebagai akibat
kehilangan kalori (Price dan wilson. 2012). Pasien dengan diabetes tipe 1 sering
memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif dengan polidipsia, kliuria, turunya berat
badan, polivagia, lemah, somnolen yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa
Minggu. Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal
kalau tidak mendapatkan pengobatan segra.Tetapi insulin biasanya diperlukan untuk
mengontrol metabolisme dan umumnya penderita peka terhadap insulin. Sebaliknya
pasien dengan diabetes tipe 2 mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apa pun,
dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah dilaboratorium dan melakukan
tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat pasien tersebut mungkin
menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen.Bisanya mereka tidak mengalami
ketoasidosis karena pasien ini tidak depisiensi insulin secara absolut namun hanya
relatif.Sejumlah insulin tetap disekresi dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis
(Price dan Wilson. 2012). Gejala dan tanda-tanda diabetes melitus dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu gejala akut dan gejala kronik (PERKENI. 2015).
1. Gejala Akut Penyakit Diabetes Melitus
Gejala penyakit diabetes melitus berfariasi pada setiap penderita, bahkan mungkin tidak
menunjukan gejala apa pun sampai saat tertentu. Permulaan gejala yang ditunjukan
meliputi serba banyak (Poli) yaitu banyak makan (Poliphagi), banyak minum (polidipsi),
dan banyak kencing (poliuri).keadaan tersebut jika tidak segera diobati maka akan timbul
gejala banyak minum, banyak kencing, napsu makan mulai berkurang atau berat badan
turun dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 Minggu), mudah lelah, dan bila tidak
lekas diobati, akan timbul mual (PERKENI. 2015).
2. Gejala Kronik Penyakit Diabetes Melitus
Gejala kronis yang sering dialami oleh penderita diabetes melitus adalah kesemutan, kulit
terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal dikulit, kram, mudah mengantuk,
mata kabur, biasanya sering ganti kaca mata, gatal disekitar kemaluan terutama pada
wanita, gigi mudah goyah dan muda lepas, kemampuan seksual menurun, dan para ibu
13
hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan, atau dengan
bayi berat lahir lebih dari 4 kg (PERKENI. 2015).
F. komplikasi
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada diabetes melitus tipe 2 akan menyebabkan
berbagai komplikasi. Komplikasi diabetes melitus tipe 2 terbagi dua berdasarkan nama
terjadinya, yaitu : komplikasi akut dan komplikasi kronik (Smeltzer dan Bare, 2015).
1. Komplikasi Akut
a. Ketoasidosis diabetik (KAD)
KAD merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang ditandai dengan peningkatan kadar
glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai dengan adanya tanda dan gejala
asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/mL) dan
terjadi peningkatan anion gap (PERKENI. 2015).
b. Hiperosmolar non ketotik (HNK)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200 mg/dL), tanpa
tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380 mOs/mL),
plasmaketon (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat (PERKENI. 2015).
c. Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa darah mg/dL. Pasien diabetes
melitus yang tidak sadarkan diri harus dipikirkan mengalami keadaan hipoglikemia. Gejala
hipoglikemia terdiri dari berdebar-debar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar, pusing,
gelisah, dan kesadaran menurun sampai koma (PERKENI. 2015
2. Komplikasi Kronik
Komplikasi jangka panjang menjadi lebih umum terjadi pada pasien diabetes melitus saat
ini sejaan dengan penderita diabetes melitus yang bertahan hidup lebih lama. Penyakit
diabetes melitus yang tidak terkontrol dalam waktu yang lama akan menyebabkan
terjadinya komplikasi kronik. Kategori umum komplikasi jangka panjang terdiri dari :
a. Komplikasi makrovaskular
14
Komplikasi makrovaskular pada diabetes melitus terjadi akibat akteros leorosis dari
pembulu-pembulu darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plat
ateroma.Makroangiopati tidak spesifik pada diabetes mellitus namun dapat timbul lebih
cepat, lebih sering terjadi dan lebih serius. Berbagai studi epidemiologis menunjukan
bahwa angka kematian akibat penyakit kardiovaskular dan penderita diabetes mellitus
meningkat 4-5 kali dibandingkan orang normal. Komplikasi makroangiopati umumnya
tidak ada hubungan dengan control kadar gula darah yang baik. Tetapi telah terbukti secara
epidemiologi bahwa hiperinsulinemia merupakan suatu factor resiko mortalitas
kardiovaskular dimana peninggian kadar insulin dapat menyebabkan terjadinya resiko
kardiovaskular menjadi semakin tinggi. Kadar insulin puasa > 15 mU/mL akan
meningkatkan resiko mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat. Makroangiopati, mengenai
pembuluh darah besar antara lain adalah pembulu darah jantung atau penyakit jantung
koroner, pembuluh darah otak atau strok, dan penyakit pembuluh darah. Hiperinsulinemia
juga dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan penting dalam timbulnya
komplikasi makrovaskular (Smeltzer dan Bare. 2015).
b. Komplikasi Mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penyumbatan pada pembuluh darah kecil
khususnya kapiler yang terdiri dari retinopati diabetik dan neprovati diabetik.Retinopati
diabetic dibagi dalam dua kelompok, yaitu retinopati non-proliveratif dan retinopati pro-
liveratif.Retinopati non-proliveratif merupakan stadium awal dengan ditandai adanya
mikroaneorisma, sedangkan retinopati pro-liveratif, ditandai dengan adanya pertumbuhan
pembuluh darah kapiler, jaringan ikat dan adanya hipoksiaretina.Seterusnya, neprovati
diabetik adalah gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran selaput penyaring darah. Nefrovati
diabetic ditandai dengan adanya proteinuria persisten (>0,5 gr/24 jam), terdapat retinopati
dan hipertensi. Kerusakan ginjal yang spesifik pada diabetes mellitus mengakibatkan
perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-molekul besar seperti protein dapat masuk
kedalam kemih (albuminoria). Akibat dari neprovatik diabetic tersebut dapat menyebabkan
kegagalan ginjal progresif dan upaya preventif pada nepropati adalah control metabolism
dan control tekanan darah (Smeltzer dan Bare. 2015).
15
c. Neuropati
Diabtes neurovatik adalah kerusakan saraf sebagai komplikasi serius akibat diabetes
mellitus.Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati terifer, berupa
hilangnya sensasi distal dan biasanya mengenai kaki terlebih dahulu, lalu kebagian
tangan.Neuropati beresiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.Gejala yang
sering dirasakan adalah kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih terasa sakit
dimalam hari.Setelah diagnosis diabetes mellitus ditegakan, pada setiap pasien perlu
dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropatidistal. Apabila ditemukan
adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan menurunkan resiko
amputasi. Semua penyandang diabetes mellitus yang disertai neuropati perifer harus
diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi resiko ulkus kaki (PERKENI. 2015).
G. Pemeriksaan diagnostic
Gula darah meningkat (>200 mg/dl)
Aseton plasma (aseton): positif secara mencolok.
Osmolaritas serum: meningkat tapi< 330 mosm/lt
Anlisa Gas darah arteri: pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik),
alkalosis respiratorik.
Trombosit darah: Kemungkinan meningkat (dehidrasi).
Leukosit: leukositosis
Hematoktirk: Hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi,
Ureum/kreatinin: mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal,
Amilase darah: mungkin meningkat > pankacatitis akut
Insulin darah: mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai
meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
Pemeriksaan fungsi tiroid: peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan
glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
Urine: gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat.
16
Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pada
luka (Bachrudin dan Najib, 2016).
H. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala ketidakstabilan kadar glukosa darah dibagi menjadi dua
yaitu tanda dan gejala hiperglikemia serta tanda dan gejala hipoglikemia yang masing-
masing memiliki tanda dan gejala mayor serta minor.
1. Tanda dan gejala hiperglikemia meliputi:
Lelah atau lesu, dan kadar glukosa dalam darah/urin pasien
tinggi.Sedangkan tanda dan gejala minor hiperglikemia meliputi pasien
mengeluh mulutnya terasa kering, sering merasa haus, dan jumlah urin
pasien meningkat
2. Tanda dan gejala hipoglikemia meliputi:
Pasien mengatakan sering mengantuk dan merasa pusing, serta kadar
glukosa darah/urin pasien rendah.Sedangkan tanda dan gejala minor
hipoglikemia meliputi pasien mengeluh sering merasa kesemutan pada
ekstremitasnya, sering merasa lapar, pasien tampak gemetar, kesadaran
pasien menurun, berperilaku aneh, pasien tampak sulit berbicara dan
berkeringat.
I. Penatalaksanaan
1. Therapi Farmakologis
Penderita diabetes tipe I tidak dapat membuat insulin karena sel-sel beta
pankreas mereka rusak atau hancur. Oleh karena itu penderita diabetes melitus
membutuhkan suntikan insulin untuk mendukung tubuh mereka untuk memproses dan
menghindari komplikasi dari hiperglikemia.Sedangkan pada penderita diabetes tipe 2
tidak merespons dengan baik atau resistan insulin. Membutuhkan suntikan insulin
untuk membantu mengelola gula sehingga mencegah komplikasi jangka panjang dari
penyakit ini. Penderita diabetes tipe 2 mungkin pertama kali diobati dengan obat oral,
17
bersama dengan diet dan olahraga. Oleh karena diabetes tipe 2 adalah kondisi
progresif, semakin lama seseorang memiliki itu, semakin besar kemungkinan mereka
akan membutuhkan insulin untuk menjaga kadar gula darah.
Berbagai jenis insulin yang digunakan untuk mengobati diabetes adalah
sebagai berikut.
a. Rapid-acting. Insulin Ini mulai bekerja kira-kira 15 menit setelah
injeksi dan puncak di sekitar satu jam tapi terus bekerja selama dua
sampai empat jam. Obat ini biasanya diberikan sebelum makan dan di
samping insulin long-acting.
b. Insulin short-acting Ini mulai bekerja kira-kira 30 menit setelah
injeksi dan puncak pada sekitar dua sampai tiga jam tapi akan terus
bekerja selama tiga sampai enam jam. Obat ini biasanya diberikan
sebelum makan dan di samping insulin long-acting.
c. Intermediate-acting insulin Mulai bekerja sekitar dua sampai empat
jam setelah inseksi dan puncak kira-kira 4-12 jam kemudian dan terus
bekerja selama 12-18 jam. Obat ini biasanya diminum dua kali sehari
dan di samping insulin rapid-acting atau short-acting.
d. Long-acting insulin Insulin kerja panjang Ini mulai bekerja beberapa
setelah injeksi dan bekerja selama kurang lebih 24 jam. Jika perlu,
sering digunakan dalam kombinasi dengan insulin kerja-cepat atau
kerja-pendek.
2. Perencanaan diet
Kebutuhan energi penyandang diabetes tergantung pada umur, ienis kelamin,
berat badan,tinggi badan, kegiatan fisik, dan keadaan penyakit serta pengobatannya.
Energi dinyatakan dengan satuan kalori. Susunan makanan yang baik untuk
penyandang diabetes yang mengandung jumlalı kalori yang sesuai dengan kebutuhan
masing-masing orang. Komposisi makanan tersebut adalah sehagai berikut.
a. 10-15% protein
b. 20-25% lemak
18
c. 60-70% karbohidrat.
3. Perubahan gaya hidup.
Gaya hidup memiliki asosiasi yang erat dengan diabetes mellitus tipe 2.
Anjurkan pasien untuk olahraga secara teratur karena olahraga dapat membantu
mengatasi resistensi insulin. Pada tahap awal penyakit, olahraga bahkan cukup untuk
mengatasi diabetes mellitus tipe 2 tanpa penambahan terapi farmakologis.
4. SelfMonitoring
Pasien harus diedukasi untuk dapat memonitor dan mencatat kadar gula darah
harian menggunakan glucometer.Edukasi juga mengenai kemungkinan komplikasi
diabetes dan gejalanya, tanda hipoglikemia serta penanganan pertamanya, dan gejala
ketoasidosis diabetik yang memerlukan kunjungan segera ke rumah sakit.
5. Follow up
Follow up teratur merupakan cara untuk memantau keberhasilan terapi dan
mengatur dosis dan pilihan obat yang diberikan. Pemantauan keberhasilan terapi
dilakukan dengan pemeriksaan HbA1c setiap 3 bulan sekali dan bila kadar gula darah
sudah terkontrol dengan baik dapat diperpanjang menjadi 6 bulan sekali.
Follow up juga dilakukan untuk sebagai deteksi dini untuk memantau risiko
komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Pemeriksaan
yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan mata setiap tahun, kontrol tekanan darah
<130/80 mmHg, pemeriksaan neurologis, pemeriksaan kaki, kadar kolesterol, serta
fungsi ginjal.
J. Konsep DM
1. Pengkajian fokus
a. Keluhan utama: keluhan utama tergantung pada klinis (lemah,lemes,rasa
kesemutan/rasa berat,mata kabur.)
b. Riwayat penyakit sekarang: tanyakan sejak kapan mederita DM,adakah
gejala poli uri,poli fagi dan poli dipsi anorexia, mual dan muntah, BB
menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kram otot, gangguan
tidur/istirahat, haus, pusing/sakit kepala.
19
3. Pathway
Defisiensi insulin
glukagon
Penurunan pemakaian glukosa oleh sel
v Hipovolemi
Mual muntah pH Hemokonsentra
Resti defisit si
nutrisi Trombosis
Asidosis
Koma Aterosklerosis
Kematian
Makrovaskuler Mikrovaskuler
Retina
Ekstremitas Ginjal
Jantung Serebral
Retinopati
Miokard Infark diabetik Nefropati
Stroke Gangren
Ggn Integritas
Kulit/jaringan Ggn. Penglihatan Gagal
ginjal
21
4. Diagnosa keperawatan.
Hipoglikemi:
Subyektif:
Palpitasi,mengeluh lapar
Obyektif:
Gemetar,kesadaran menurun,perilaku aneh,sulit bicara,berkeringat.
c. (D0129) Gangguan intergritas kulit /Jaringan b.d perubahan sirkulasi,
perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan), kekurangan/ kelebihan
volume cairan d.d tanda mayor. Subjektif: tidak tersedia; Objektif:
kerusakan jaringan dan atau lapisan kulit.Tanda minor : Subjectif:tidak
tersedia.Objectif: nyeri, pendarahan, kemerahan, hematoma
d. (D0032) Resiko defisit nutrisi d.d peningkatan kebutuhan metabolisme
5. Luaran
a. Hipovolemia (SDKI: D. 0023). Luaran utama: Status cairan. (SLKI:
L.03028); Defenisi: Kondisi volume cairan intravaskuler, interstisial,
dan/atau intraseluler. Ekspektasi: membaik.
b. Ketidakstabilan kadar glukosa darah (SDKI: D.0027) Luara utama:
Kestabilan kadar glukosa darah (SLKI: L. 03022) Definisi: kadar gula darah,
berada pada rentang normal. Ekspektasi: meningkat.
c. Gangguan integritas kulit /Jaringan(SDKI: D.0129) Luaran utama:
Integritas Kulit dan jaringan (SLKI: L. 14125) Defenisi: keluhan kulit
(dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membram mukosa, kornea, fasia,
otot, tenton, tulang, kartilego, kapsul sendi, dan /atau ligament). Ekspektasi:
meningkat.
d. Resiko defisit nutrisi(SDKI: D.0032).Luaran utama: Status
nutrisi(SLKI:L03030); Definisi:keadekutan asupan nutrisi untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme. Ekspektasi:membaik
6. Intervensi
a. Manajemen Hipovolemia (SIKI: I.03116). Defenisi: mengidentifikasi dan
mengelola penurunan volume cairan intra vaskuler.
23
Tindakan:
Observasi:
Periksa tanda dan gejala hipovolemia. (mis.Frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membrane
mukosa kering, volume urine menurun, hematocrit
meningkat, haus, lemah)
Monitor intake dan output cairan.
Terapeutik
Hitung kebutuhan cairan
Berikan posisi modified trendelenbung
Berikan asupan cairan oral
Edukasi
Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCI, RL)
Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. Glukosa
2,5%, NaCI 0,4%)
Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin,
plasmanate)
Kolaborasi pemberian produk darah.
b. Manjemen hiperglikemi (SIKI: I. 03115)
Defenisi: mengidentifikasi dan mengelola kadar glukosa darah di atas
normal. Tindakan
Observasi:
Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin
meningkat (mis. Penyakit kambuhan).
24
Observasi:
Identifikasi tanda dan gejala hipoglikemia
Identifikasi kemungkinan penyebab hipoglikemia
Terapeutik:
Berikan karbohidrat sederhana, jika perlu
Berikan glucagon, jika perluh
Berikan karbohidrat kompleks dan protein sesuai diet
Pertahankan kepatenan jalan napas
Pertahankan akses IV, jika perlu
Edukasi:
Anjurkan membawa karbohidrat sederhana setiap saat
Anjurkan memakai identitas darurat yang tepat
Anjurkan monitor kadar glukosa darah
Anjurkan berdiskusi dengan tim perawatan diabetes
penyusuaian program pengobatan
Jelaskan interaksi antara diet, insulin/agen oral dan olahraga
Ajarkan pengelolaan hipglikemia (mis. Tanda dan gejala,
factor resiko, dan pengobatan hipoglikemia)
Ajarkan perawatan mandiri untuk mencegah
hipoglikemia(mis. Mengurangi insulin/agen oral dan/atau
meningkatkan asupan makanan untuk berolahraga.
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian dekstrose, jika perlu
Kolaborasi pemberian glucagon, jika perlu
d. Perawatan luka (I.14564) Definisi:Mengidentifikasi dan meningkatkan
penyembuhan luka,serta mencegah terjadinya komplikasi luka.
Tindakan:
Observasi
Monitor karakteristik luka (mis: drainase,warna,ukuran,bau
26
Observasi:
Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis.
Perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan
kelembaban, suhu lingkungan ekstrim, penurunan mobilitas)
Terapeutik:
Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang. Jika perlu
Bersihkan perineal dengan air hangat,terutama selama
periode diare
Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada
kulit kering
Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalengik
pada kulit sensitive
Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit kering.
Edukasi:
Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lation, serum)
Anjurkan minum air yang cukup
Anjurkan meningkatkan buah dan sayuran
Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstriem
Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat
berada di luar rumah
Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya.
f. Manajemen nutrisi (I. 03119) Definisi: mengidentifikasi dan mengelola
asupan nutrisi yang seimbang.
28
Tindakan
Observasi:
Identifikasi status nutrisi
Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Identifikasi kebutuhan kalori dan Janis nutrient
Identifikasi perluhnya penggunaan selang nasogastric
Monitoring asupan makanan
Monitoring berat badan
Monitoring hasil pemeliharaan laboratorium
Terapeutik
Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
Fasilitasi menentukan pedoman diet.
Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein.
Berikan suplemen makanan, jika perlu.
Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik jika
asupan oral dapat ditoleransi.
Edukasi
Anjurkan posisi duduk, jika perlu
Ajarkan diet yang di programkan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.
Pereda nyeri, antiametik), jika perlu.
BAB III
RESUME ASKEP
A. Pengkajian fokus
Tanggal pengkajian: 21 Juni 2022
1. Identitas pasien
Nama : Tn.K
No MR : C9319XX
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tgl lahir : 04-04-1969
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status perkawinan : Duda
Pendidikan Terakhir : Tamat SD
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Kayen-kalibalik-Batang
Diagnosa Medik : DM tipe 2
29
30
TB : 169 cm
TD : 153/86 mmhg
HR : 89 x/menit,teraba lemah
Suhu : 37o C
RR : 22x/menit
Skala nyeri VAS: 0
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil laborat tanggal 13 Mei 2022
Hb : 10,1 g/dl
HT : 33,1 %
Leukosit : 12x103/ul
Trombosit : 362x103/ul
GD 1 : 319 mg/dl
GD 2 : 380mg/dl
HbA1C : 12,9%
Ureum : 33
Creatinine : 0,96
Na : 123mmol/L
K : 4.6mmol/L
Cl : 92 mmol/L
33
B. Analisa data
1. Ketidak stabilan kadar glukosa darah b.d resistensi insulin d.d pasien
mengatakan cepat Lelah,hasil laborat GD 1:319mg/dl GD2:380 mg/dl,HbA1c
12,9%(D.0027)
2. Gangguan integritas jaringan b.d perubahan sirkulasi d.d Terdapat ulkus pada
pedis dekstra kondisi luka lebar sekitar 20 cm dalam 9 cm warna kuning
kehitaman (D.0129)
D. Intervensi
E. Implementasi
No.
Tgl/Jam Tindakan Respon
dx
No.
Tgl/Jam Tindakan Respon
dx
warna kuning.
DS:
Menjelaskan pada pasien dan - Pasien dan keluarga
keluarga untuk menjaga mengatakan akan mencoba
kebersihan luka untuk mencegah tekhnik relaksasi nafas dalam
terjadinya infeksi. dan murotal surat Ar-Rahman
1 16:30 untuk mengendalikan kadar
glukosa darah.
DO: pasien dan keluarga tampak
menyimak penjelasan.
DS:
- Melakukan kontrak waktu - Pasien mengatakan mengerti
dengan pasien dan keluarga manfaat relaksasi nafas dalam
untuk edukasi cara dan murotalan surat Ar-Rahman
pengendalian gula darah dan akan mencoba.
1 17:00 dengan tekhnik non DO:
farmakologi - Pasien melakukan relaksasi
- Menjelaskan tujuan nafas dalam dan murotalan surat
relaksasi nafas dalam dan Ar-Rahman dengan
murotalan surat Ar-Rahman pendampinganperawat selama
dan cara melakukannya 15menit.
- Mendampingi pasien
1 18.00 melakukan relaksasi dan
murotal
38
No.
Tgl/Jam Tindakan Respon
dx
DS:
-Mengukur kadar glukosa darah - Pasien mengatakan lebih
setelah melakukan relaksasi rileks setelah melakukan
1 Kamis, autogenic relaksasi nafas dalam dan
23 Mei murotalan surat Ar-Rahman
2022 DO:
08:00 Hasil GDS: 318 mg/dl
DS:
2 - Pasien mengatakan akan
09:00 - Memberikan therapi meminum obat
metformin 500 mg saat makan. DO:
- Pasien meminum obat
metformin 500 mg saat makan.
DS:
- Pasien mengatakan akan
1 - Memonitor GDS pagi melakukan relaksasi nafas dalam
09:30 pasien dan murotalan surat Ar-Rahman
- Mengingatkan pasien hari ke 2
untuk melakukan
relaksasi DO: -Hasil pemeriksaan GDS pagi
No.
Tgl/Jam Tindakan Respon
dx
DS: -
- Memberikan therapi DO:
metforfin 500 mg Hasil GDS pagi 269 gr/dl
DS: -
DO: Pasien melakukan relaksasi
- Memonitor hasil gula selama 15 menit
darah sewaktu
DS: - Pasien mengatakan latihan
relaksasi juga membantu
- Memotivasi pasien untuk mengalihkan pikiran lebih damai,
melakukan relaksasi nafas dalam mendengarkan murotal surah Ar-
dan murotalan surat Ar-Rahman
40
No.
Tgl/Jam Tindakan Respon
dx
A. Identitas Pasien
1. Identitas pasien
Nama : Tn.K
No MR : C9319XX
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tgl lahir : 04-04-1969
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status perkawinan : Duda
Pendidikan Terakhir : Tamat SD
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Kayen-kalibalik-Batang
Diagnosa Medik : DM tipe 2
41
42
Hb : 10,1 g/dl
HT : 33,1 %
Leukosit : 12x103/ul
Trombosit : 362x103/ul
GD 1 : 319 mg/dl
GD 2 : 380mg/dl
HbA1C : 12,9%
Menekan pengeluaran
Menghambat metabolism glukosa
glukogon/menghambat konversi Penurunan ACTH
sehingga asam amino,laktat dan piruvat
glikogen dalam hati menjadi glukosa bersama dan
tetap disimpan di hati dalam bentuk
glukokortikoid menekan
glikogen dalam bentuk energi cadangan.
pembentukan glukosa
baru oleh hati
F. Landasan Teori
Pengendalian kadar gula darah pada penyakit diabetes melitus dapat dilakukan
dengan terapi farmakologi dan terapi non farmakologi. Terapi farmakologi
menggunakan obat-obatan anti diabetes akan memberikan efek pada perubahan berbagai
sistem organ (Dalimartha, 2012). Penanganan terapi non farmakologi pada diabetes
melitus tipe II melalui pendekatan terapi komplementer dapat dilakukan seperti terapi
relaksasi, olahraga, pijat, refleksiologi, do’a, hipnoterapi, terapi kreatif, termasuk seni
musik, meditasi, dan herbal (Potter & Perry, 2010). Relaksasi nafas dalam adalah suatu
tindakan yang didasari dalam mengatur pernafasan secara dalam dan lambat (Utomo,
Armiyati, & Arif, 2015).
44
Relaksasi nafas dalam pada sistem pernafasan berupa keadaan inspirasi dan ekspirasi
pernafasan dengan frekuensi pernafasan 6- 10 kali permenit sehingga terjadi
peningkatan regangan kardiopulmonari. Stimulus peregangan di arkus aorta dan sinus
karotis diterima dan diteruskan oleh saraf vagus ke medulla oblongata (pusat regulasi
kardiovaskuler), selanjutnya merespon terjadinya peningkatan refleks baroreseptor
mencapai pusat jantung yang akan merangsang aktivitas saraf parasismpatis dan
menghambat pusat simpatis. Sistem saraf parasimpatis berjalan ke SA node melalui
saraf vagus melepaskan neutrotransmiter asetilkolin yang mengahambat kecepatan
depolarisasi SA node, sehingga terjadi penurunan kecepatan denyut jantung (Muttaqin,
2009). Saraf simpatis yang terhambat maka efek hormon epinefrin dapat menurunkan
metabolisme, dimana hormon insulin memegang peranan penting dalam proses
metabolisme (Soegondo, Soewondo, & Subekti, 2011). Penurunan metabolisme ini akan
mempengaruhi penurunan kadar gula darah melalui proses glukogenesis,
glukoneogenesis, glukogenolisis (Syaifuddin, 2009).
Terapi komplementer lainnya yaitu terapi murottal yang bila diperdengarkan oleh
seseorang, maka harmonisasi murottal yang indah akan masuk ke dalam telinga dalam
bentuk suara (audio), menggetarkan gendang telinga, mengguncangkan cairan di telinga
dalam serta menggetarkan sel-sel rambut di dalam koklea untuk selanjutnya melalui
saraf koklearis menuju otak dan menciptakan imajinasi keindahan di otak kanan dan
otak kiri, hal ini akan berdampak pada rasa nyaman (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever,
2010). Surah Ar-Rahman akan menimbulkan relaksasi sehingga dapat menurunkan
kadar gula darah dengan menekan kelebihan pengeluaran hormon-hormon seperti
epinefrin, kortisol, glukagon, Adrenocorticotropic hormone (ACTH), kortikosteroid dan
tiroid yang dapat meningkatkan kadar gula darah (Smeltzer et al., 2010). Surah Ar-
Rahman memiliki durasi 11 menit 19 detik dengan tempo 79,8 beat per minute. Tempo
79,8 bpm merupakan tempo yang lambat. Tempo yang lambat mempunyai kisaran
antara 60-120 bpm (Alatas, Suriadi, & Budiharto, 2017). Tempo lambat merupakan
tempo yang seiring dengan detak jantung manusia, sehingga jantung mesinkronkan
detaknya sesuai dengan suara (Mayrani & Hartiti, 2013).
45
Kombinasi relaksasi nafas dalam dan murotal surah Ar-Rahman merupakan bentuk
mind body intervention, bersumber dari dalam diri sendiri yang berupa kata-kata atau
kalimat pendek yang bisa membuat pikiran menjadi tentram,membuat kata-kata atau
kalimat motivasi dilakukan dengan membayangkan diri sendiri berada dalam keadaan
tenang dan damai, berfokus pada detak jantung dan pengaturan nafas (Aryani, 2007
dalam Supriadi D, Hutabarat E, & Putri V, 2015).
Penurunan gula darah sewaktu terjadi karena respon relaksasi. ketika melakukan
relaksasi nafas dalam tubuh dalam keadaan tenang dan rileks maka sekresi CRH
(Corticotropin Releasing Hormone) dan ACTH (Adrenocorticotrophic Hormone) di
hipotalamus menurun. Penurunan sekresi kedua hormon tersebut membuat aktifitas kerja
saraf simpatis menurun. Penurunan adrenalin dan noradrenalin mengakibatkan terjadi
penurunan denyut jantung, pembuluh darah melebar, tahanan pembuluh darah berkurang
dan penurunan pompa jantung, sehingga tekanan darah arteri jantung menurun dan
akhirnya tekanan darah menurun, serta dengan menurunnya aktifitas kerja saraf simpatis
sehingga dapat menurunkan aktifitas metabolisme (Wijayanti, 2017). Efek relaksasi juga
diperkuat setelah mendengarkan lantunan murottal surah Ar-Rahman selama 13 menit
53 detik sehingga memperkuat rasa rileks pada pasien. Murottal dilantunkan secara tartil
oleh Ahmad Saud. Perangsangan auditori murottal memiliki efek relaksasi yang
meningkatakan pembentukan endorphin dan sistem kontrol desenden serta dapat
merelaksasikan otot (Sokeh, Armiyati, & Chanif, 2013) . Suara harmonisasi yang masuk
kedalam telinga dapat menggetarkan gendang telinga, mengguncangkan cairan di telinga
dalam serta menggetarkan sel-sel rambut di dalam koklea untuk selanjutnya melalui
saraf koklearis menuju otak dan menciptakan imajinasi keindahan di otak kanan dan kiri
(Smeltzer et al., 2010). Hal ini dapat mengubah perasaan dan kenyamanan, perubahan
perasaan karena murottal dapat menjangkau wilayah kiri korteks serebri (Mindlin,
2009). Berdasarkan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa murottal dapat
menurunkan tingkat stres sehingga akan mempengaruhi dalam pengontrolan gula darah
di dalam tubuh (Rahayu, Hidayati, & Imam, 2018).
46
Intervensi kombinasi relaksasi nafas dalam dan murottal di awali dengan intervensi
menarik nafas melalui hidung dan menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan
masing-masing 3 detik selama 6 menit 7 detik, setelah itu dilanjutkan dengan
mendengarkan murottal surah Ar-Rahman menggunakan headphone selama 13 menit 53
detik. Total durasi intervensi kombinasi relaksasi nafas dalam dan murottal selama 20
menit, diawali dengan pemberian posisi berbaring nyaman. Pengukuran gula darah
sewaktu dilakukan sebelum dan sesudah intervensi kombinasi relaksasi nafas dalam dan
murottal surah Ar-Rahman.
BAB IV
PEMBAHASAN
47
48
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil intepretasi dari pengukuran kadar gula darah sewaktu antara
sebelum dan sesudah intervensi dapat di simpulkan bahwa Relaksasi Nafas Dalam
dan Murottal Surah Ar-Rahman dapat digunakan untuk pasien diabetes melitus.
Terapi ini dapat dilakukan oleh siapa saja karena dalam prosesnya hanya perlu
mengetahui teknik sop dan memahami sopnya. Selain itu terapi ini tidak memerlukan
biaya yang mahal.
Penerapan EBN ini juga berpengaruh terhadap penerimaan terhadap kondisi
DM saat ini, menurunkan stres dan depresi, mengembangkan strategi untuk
mencegah stres berkelanjutan, meningkatkan keterlibatan klien dalam proses
kesembuhan, meningkatkan produksi insulin dan menurunkan resistensi insulin
sehingga membantu mencegah terhadap komplikasi, mengurangi mual dan nyeri pada
ulkus, menjaga integritas kulit dan meningkatkan pengetahuan bagi klien dan
keluarga.
B. Saran
Bagi Profesi Keperawatan: Sebagai masukan bagi perawat dalam peningkatan
atau modifikasi intervensi keperawatan yang tepat pada pasien diabetes mellitus tipe
2., Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi profesi keperawatan dalam
memberikan terapi non-farmakologis dalam mengontrol kadar gula darah.
Bagi Institusi Pendidikan: Perlu ditingkatkan lagi mengenai pemberian terapi
non-farmakologis pada penderita diabetes mellitus tipe 2, karena DM sangat
berpeluang untuk terjadi komplikasi maka perlu dilaksanakan terapi atau program
yang bisa dilaksanakan berdampingan dengan terapi farmakologis.
50
DAFTAR PUSTAKA
Alatas, M., Suriadi, & Budiharto, I. (2017). Pengaruh terapi murotal surah Ar-
Rahman terhadap skor pengkajian luka (MUNGS) dan pengkajian stres (DASS) pada
pasien Diabetes Mellitus di Klinik Kitamura Pontianak. Naskah Publikasi.
Universitas Tanjungpuro.
Berek, P. A. L., Nurachmah, E., & Gayatri, D. (2015). Effectiveness of slow deep
breathing on decreasing blood presure in primary hypertension: A randomized
controlled trial of patients in atambua, east nusa tenggara. International Journal of
Science and Technology, 1(2). Retrieved from
https://grdspublishing.org/index.php/matter/article/view/34
Krisnatuti, D., Rasjmida, D., & Yenrina, R. (2014). Diet sehat untuk penderita
Diabetes Mellitus. Jakarta: Penebar swadaya.
Mayrani, E. D., & Hartiti, E. (2013). Intervensi audio murottal surah Ar-rahman
terhadap perilaku anak autis. Jurnal Keperawatan, 8(2), 69–76.
Mindlin. (2009). Pengaruh Al-Qur’an terhadap fisiologi dan psikologi manusia, Al-
Qur’an dan terjemahannya. Jakarta: Salemba.
51
52
Pamungkas, G. A., & Armiyati, Y. (2018). Pengaruh kombinasi nafas dalam dan
murottal terhadap penurunan tekanan darah pasien hipertensi intradialisis yang
menjalani hemodialisa. Manuscript. Universitas Muhammadiyah Semarang.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2010). Fundamental keperawatan (7th ed.). Jakarta:
Salemba Medika.
Purwasih, E. O., Permana, I., & Primanda, Y. (2017). Relaksasi benson dan terapi
murottal surat Ar-Rahman menurunkan ladar glukosa darah puasa pada penderita
Diabetes Melitus tipe 2 di Kecamatan Maos. Junal Ilmiah Kesehatan Keperawatan,
13(2), 69–73. Retrieved from
http://ejournal.stikesmuhgombong.ac.id/index.php/JIKK/index%0ARELAKSASI
Rahayu, D. A., Hidayati, T. N., & Imam, T. A. (2018). The Effect Of Murottal
Therapy In Decreasing Depression Of Patients Undergoing Hemodialysis. Media
Keperawatan Indonesia, 1(2), 7–10. https://doi.org/10.26714/mki.1.2.2018.6-10
Smeltzer, S. C. O. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner &
suddarth’s textbook of medical-surgical nursing. Philadelphia: Wolters Kluwer
Health.
Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. (2011). Penatalaksanaan Diabetes Melitus
terpadu (2nd ed.). Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Sokeh, Armiyati, Y., & Chanif. (2013). Pengaruh Perangsangan Auditori Murrotal
( AyatAyat Suci Al-Qur ’ an ) terhadap Nyeri pada Pasien yang terpasang Ventilator
Mekanik di Ruang ICU Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Prosiding
53
Sujaya, I. N. (2009). Pola konsumsi makanan tradisional Bali sebagai faktr resiko
diabates meltus tipe 2 di Tabanan. Junal Skala Husada, 6(1), 75–81.
Sukesi, Ismonah, & Arif, S. M. (2017). Pengaruh latihan slow deep breathing
terhadap kontrol kadar gula darah pada pasien DM tipe II di SMC RS Telogorejo.
Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 8(5), 1–9.
Syaifuddin. (2009). Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan (2nd ed.).
Jakarta: Salemba Medika.
Utomo, W., Armiyati, Y., & Arif, S. M. (2015). Efektifitas antara terapi musik religi
dan slow deep breathing relaxation dengan slow deep breathing relaxationterhadap
intensitas nyeri pada pasien post operasi bedah mayor di RSUD Ungaran. Jurnal Ilmu
Keperawatan Dan Kebidanan, 1–7.
Wijayanti. (2017). Pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tekanan
darah pada pasien hipertensi di RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus. Jurnal Ilmu
Keperawatan Dan Kebidanan, 4(3), 5–8.
Yanto, A., & Setyawati, D. (2017). Psychosocial needs of type-2 diabetes mellitus
patients in Semarang City. Health Notions, 1(3), 189–191. Retrieved from
http://heanoti.com/index.php/hn/article/view/hn1307%0APsychosocial