Anda di halaman 1dari 49

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

D DENGAN PENYAKIT
DIABETES MELITUS DI BANGSAL RAUDHAH
RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Profesi Ners


Stase Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh:
Kelompok B4
IRYANE DESIANTA P (1010206014)
AMALIA YUYUN (1910206017)
WENING PANGESTUTI (1910206129)
LUSI SARASWATI (1920206144)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN


PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2020
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. D DENGAN


PENYAKIT DIABETES MELITUS DI BANGSAL RAUDHAH
RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Disusun Sebagai Syarat Memenuhi Tugas Praktek Profesi Stase Keperawatan Dewasa
Fakultas Ilmu Kesehatan
Program Studi Pendidikan Profesi Ners

Disahkan pada:

…………………………..………….

Clinical Instructor Pembimbing


Akademik

(..........................................)
(……………………………)
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat taufik
dan hidayahnya ehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Asuhan Keperawatan
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Tn. D dengan Penyakit Diabetes Melitus
di Bangsal Raudhah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta”.
Penulis menyadari bahwa seselainya penulisan laporan ini adalah berkat
bimbingan, arahan dan motivasi untuk itu kami ucapkan terimakasih kepada clinical
instructor, preceptor RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan pembimbing
akademik serta semua teman dan piak-pihak yang tidak kami sebutkan satu per satu
terimakasih atas segala bantuanya.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan
ini, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangaun demi
kesempurnaan laporan ini dan menjadi pembelajaran kami agar lebih baik lagi.

Yogyakarta, 30 Juli 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Secara global penyakit Diabetes Melitus (DM) menjadi masalah


kesehatan masyarakat dan menyita banyak perhatian. Pada tahun 2011
penderita DM mencapai 366 juta orang, jika tidak ditangani dengan tepat
diprediksi tahun 2030 akan meningkat menjadi 552 juta orang. Penyakit DM
dapat menimbulkan, kebutaan, gagal ginjal, kaki diabetes (gangrene),
penyakit jantung dan stroke (IDF, 2011)
International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa lebih dari
371 juta orang di dunia yang berumur 20-79 tahun memiliki diabetes.
Menurut survey Word Helath Organization (WHO), Indonesia menepati
urutan ke-4 setelah India, China, Amerika dengan jumlah 8,6% dari total
penduduk. (WHO 2004). Pada tahun 2006 Indonesia diperkirakan 14juta
dengan Diabetes, 50% sadar akan penyakit DM yang dialami dan 30%
melakukan berobat secara teratur (Nasriati, 2013).
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan
kehilangan toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008) DM merupakan
sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa
dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat
kerja insulin yang tidak adekuat.
Diabetes Melitus merupakan penyakit menahun yang akan diderita
seumur hidup. DM akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya
manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar. Pengolaan DM
harus dilakukan oleh dokter, perawat, ahli gizi dan tenaga kesehatan lain, peran
pasien dan keluarga menjadi sangat penting. Edukasi kepada pasien keluarga
bertujuan dengan memberikan pemahaman mengenai perjalanan penyakit,
pencegahan, penyulit dan penatalaksanaan DM, keikutsertaan keluarga akan
sangat membantu meningkatkan usaha memperbaiki hasil pengelolaan DM. DM
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya (Perkeni, 2015).
Penyakit Diabetes Melitus adalah ketidakmampuan organ pankreas
memproduksi hormon insulin atau sel tubuh tidak dapat menggunakan insulin
yang telah dihasilkan organ pankreas secara baik. Akibat dari kelainan ini,
maka kadar gula darah (glukosa) akan meningkat tidak terkendali. Kadar gula
(glukosa) pada pasien DM harus dipertahankan pada nilai normal, dijaga dan
dikontrol, dalam artian tidak boleh terlalu tinggi dan juga tidak boleh terlalu
rendah dari ambang normal. Ambang normal gula darah manusia adalah 60-
120 mg/dL pada waktu puasa dan dibawah 140 ml/dL dua jam sesudah makan
(Sutanto, 2013).
B. Tujuan
1. Tujuan umum:
Mahasiswa dapat mengelola asuhan keperawatan pada pasien dengan
Diabetes Melitus (DM) di Bangsal Raudhah RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta
2. Tujuan khusus:
a. Mengenai Penyakit
1) Mahasiswa dapat mengetahui pengertian penyakit Diabetes Melitus
(DM)
2) Mahasiswa dapat mengetahui etiologi Diabetes Melitus (DM)
3) Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi Diabetes Melitus (DM)
4) Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan Diabetes Melitus
(DM)
5) Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan untuk menentukan
diagnosa keperawatan pada Diabetes Melitus (DM)
6) Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi dari Diabetes Melitus
(DM)
b. Mengenai Diagnosa Keperawatan
1) Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan
Diabetes Melitus (DM)
2) Mahasiswa dapat mendiagnosa keperawatan pada pasien dengan
Diabetes Melitus (DM)
3) Mahasiswa dapat membuat rencana asuhan pada pasien dengan
Diabetes Melitus (DM)
4) Mahasiswa dapat melakukan implementasi pada pasien dengan
Diabetes Melitus (DM)
5) Mahasiswa dapat melakukan evaluasi diagnosa keperawatan pada
pasien dengan Diabetes Melitus (DM)
6) Mahasiswa mampu mendokumentasikan respon pada pasien dengan
Diabetes Melitus (DM)
C. Manfaat
1. Ilmu Pengetahuan
Hasil laporan ini diharapkan mampu memberikan informasi dan
menambah pengetahuan di bidang kesehatan terutama ilmu keperawatan
medikal bedah terkait pemberian asuhan keperawatan pada pasien
Diabetes Melitus (DM).
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pasien
Diharapkan dapat menjadi media informasi untuk menambah
pengetahuan dan memotivasi pasien dalam melakukan tindakan
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif terkait dengan kasus
Diabetes Melitus (DM).
b. Bagi Mahasiwa Program Studi Pendidikan Profesi Ners
diharapkan dapat menjadi sumber bacaan dalam meningkatkan
perkembangan dan kualitas kesehatan pasien serta sebagai bahan
masukan terkait kasus Diabetes Melitus (DM).
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis
atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan
volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus
adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute
insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin,
2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah,
disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop
elektron (Mansjoer dkk, 2007)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus
merupakan suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan
kehilangan toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008)
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi
insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart, 2002).
B. KLASIFIKASI
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s
Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus,
menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus
tergantung insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I.
Sel-sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin
dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk
mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi
sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes
Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe
II. Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin
(resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin.
Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar
glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik
(suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol
hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari
30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik),
obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan
karakteristik gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak
mengidap diabetes.
C. ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
1. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
3. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu
dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β
pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan
dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak
terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin
mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel
tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan
transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI
terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat
disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif
insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal
antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar
glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan
meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang
beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,
1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes
Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen
bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang
dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe
II, diantaranya adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik

D. PATOFISIOLOGI
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang
tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak
dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik.
Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan  (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal
insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh
apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat
menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah,
hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama
cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan
metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet
dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi
insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel
beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka
kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis
diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II
yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan
sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II
dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut
sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau
pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).
E. PATHWAY

Pathway Diabetes Melitus
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Diabetes Tipe I
1. Hiperglikemia berpuasa
2. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
3. Keletihan dan kelemahan
4. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas
bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur
c. Komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular
perifer)
G. DATA PENUNJANG
1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200
mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau
peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai
tinggi (Tipe II)
10. Urine: gula dan aseton positif
11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan
infeksi luka.

H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes
Melitus) digolongkan sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka
pendek dari glukosa darah
1. hipoglikemia/ koma hipoglikemia
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah
yang normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah
satu bentuk dari kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik.
Pada kasus spoor atau koma yang tidak diketahui sebabnya maka harus
dicurigai sebagai suatu hipoglikemik dan merupakan alasan untuk
pembarian glukosa. Koma hipoglikemik biasanya disebabkan oleh
overdosis insulin. Selain itu dapat pula disebabkan oleh karana terlambat
makan atau olahraga yang berlebih.
Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik terjadi
bila kadar gula darah dibawah 50 mg% atau 40 mg% pada pemeriksaaan
darah jari.
Penatalaksanaan kegawat daruratan:
1) Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40% dan
biasanya kembali sadar pada pasien dengan tipe 1.
2) Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W dalam
waktu 3-5 menit dan nilai status pasien dilanjutkan dengan D5 W
atau D10 W bergantung pada tingkat hipoglikemia
3) Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-acting
insulin dan pemberian diabetic oral maka diperlukan infuse yang
berkelanjutan.
4) Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis yang
terjadi pada penyakit hati, ginjal, dan jantung maka harus diatasi
factor penyebab kegagalan ketiga organ ini.
2. Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik (Hhnc/ Honk).
HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa
terdapatnya ketosis. Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan
sampai 2000, tidak terdapat aseton, osmolitas darah tinggi melewati 350
mOsm perkilogram, tidak terdapat asidosis dan fungsi ginjal pada
umumnya terganggu dimana BUN banding kreatinin lebih dari 30 : 1,
elektrolit natrium berkisar antara 100 – 150 mEq per liter kalium
bervariasi.
Penatalaksanan kegawat daruratan:
Terapi sama dengan KAD (Ketoasidosis Diabetic) dengan skema
IV Cairan
1 sampai 12 jam NaCl 0,9% bila natrium 130 mEq/liter atau osmolitas plasma
330 mOsm/liter
NaCl 0.45% bila diatas 145 mEq/liter

Dibutuhkan 8 sampai 12 liter dari cairan selama 24 jam


menggantikan air yang hilang selama 12 jam

Bila gula darah 250 sampai 300 mg/dl berikan 5% dekstrose


Insulin
Permulaan Jam IV bolus 0.15 unit/kg RI
berikutnya 5 sampai 7 unit/jam RI
Elektrolit
Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara intravena untuk
mempertahankan kadar cairan setengahdari KCl dan
setengah dari KPO4
Jam kedua dan Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari 5.5
jam berikutnya mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K+

Untuk mengatasi dehidrasi diberikan cairan 2 jam pertama 1 - 2 liter


NaCl 0,2 %. Sesudah inisial ini diberikan 6 – 8 liter per 12 jam. Untuk
mengatasi hipokalemi dapat diberikan kalium. Insulin lebih sensitive
dibandingkan ketoasidosis diabetic dan harus dicegah kemungkinan
hipoglikemi. Oleh karena itu, harus dimonitoring dengan hati – hati yang
diberikan adalah insulin regular, tidak ada standar tertentu, hanya dapat
diberikan 1 – 5 unit per jam dan bergantung pada reaksi. Pengobatan
tidak hanya dengan insulin saja akan tetapi diberikan infuse untuk
menyeimbangkan pemberian cairan dari ekstraseluler keintraseluler.
3. Ketoasidosis Diabetic (KAD)
DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang
ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Tidak
adanya insulin atau tidak cukupnya  jumlah insulin yang nyata, yang
dapat disebabkan oleh :
1) Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2) Keadaan sakit atau infeksi
3) Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis
dan tidak diobati.
Rehidrasi
1) Jam pertamaberi infuse 200 – 1000 cc/ jam dengan NaCl 0,9 %
bergantung pada tingkat dehidrasi
2) Jam kedua dan jam berikutnya 200 – 1000 cc NaCl 0,45 %
bergantung pada tingkat dehidrasi
3) 12 jam pertama berikan dekstrosa 5 % bila kadar gula darah antara
200 – 300 mg/ 100 cc, ganti dengan dextrose 10 % bila kadar gula
darah sampai 150 mg/ 100 cc.
Kehilangan elektrolit. Pemberian Kalium lewat infus harus dilakukan
meskipun konsentrasi kalium dalam plasma normal.
Elektrolit
Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara
intravena untuk mempertahankan kadar cairan
setengahdari KCl dan setengah dari KPO4

Jam kedua dan Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium
jam berikutnya kurang dari 5.5 mEq/liter, berikan 20-30
mEq/liter K+

Insulin
Skema pemberian insulin adalah sebagai berikut:
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi
koroner, vaskular perifer dan vaskular serebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata
(retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk
memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular
maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d. Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
e. Ulkus/ gangren/ kaki diabetik

I. PENATALAKSANAAN
1. Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah
mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan
gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam
penatalaksanaan DM, yaitu :
1. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
5) Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti
pedoman 3 J yaitu:
1) Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan  dikurangi atau
ditambah
2) Jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
3) Jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan
oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan
menghitung Percentage of Relative Body Weight (BBR = berat
badan normal) dengan rumus :

    
1) Kurus (underweight)    BBR < 90 %
2) Normal (ideal)              BBR 90% - 110%
3) Gemuk (overweight)    BBR > 110%
4) Obesitas apabila         BBR > 120%
a) Obesitas ringan        BBR 120 % - 130%
b) Obesitas sedang       BBR 130% - 140%
c) Obesitas berat           BBR 140% -  200%
d) Morbid                     BBR >200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk
penderita   DM yang bekerja biasa adalah :
1) Kurus (underweight)    BB X 40-60 kalori sehari
2) Normal (ideal)              BB X 30 kalori sehari
3) Gemuk (overweight)    BB X 20 kalori sehari
4) Obesitas apabila          BB X 10-15 kalori sehari

2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM,
adalah :
1) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap
1 1/2  jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin
resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah
jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas insulin
dengan reseptornya.
2) Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
4) Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan
akan dirangsang pembentukan glikogen baru.
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah
karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
3. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan
kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media
misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan
sebagainya.
4. Obat
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan
insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin
dam meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada penderita
dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai pada
pasien yang berat badannya sedikit lebih.
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi
mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas
insulin, yaitu :
a) Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik
 Menghambat absorpsi karbohidrat
 Menghambat glukoneogenesis di hati
 Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah
reseptor insulin
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek
intraselluler
3) Insulin
Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat
dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan
pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk
melakukan perawatan diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut
1. PENGKAJIAN  PRIMER
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain
a. Airway
Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), Benda asing/ darah
pada rongga mulut
b. Cervical Control :-
c. Breathing              : Ekspos dada, Evaluasi pernafasan
d. Oxygenation : Kanula, tube, mask
e. Circulation            : Tanda dan gejala schok dan Resusitasi:
kristaloid, koloid, akses vena.
f. Hemorrhage control : -
g. Disability : pemeriksaan neurologis è GCS
A : Allert                   : sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon      : kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons      : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara,
berespon thd rangsangan nyeri
U : Unresponsive     : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara,
tdk bersespon thd nyeri
2. PENGKAJIAN SEKUNDER
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan
atau penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
a. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
b. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
c. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari
200mg/dl). Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang
menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
b. Gula darah puasa normal atau diatas normal.
c. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
d. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat
menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan
propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
4. Anamnese
a. Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas
pasien mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri,
polidipsi, penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala
b. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik,
KAD/ HONK), penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik,
KAD/ HONK) serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita
untuk mengatasinya.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit  lain yang
ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas.  Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun
arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-
obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang
penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan
anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan,
pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat
(glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
e. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.
f. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia,
polifagia, penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan,
gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini
menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi
aterosklerosis.
g. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan
diagnostik dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.

B. Diagnosa yang Mungkin Muncul


1. Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)
3. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. kelebihan
intake nutrisi (tipe 2)
4. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif,
Kegagalan mekanisme pengaturan
5. PK: Hipoglikemia
6. PK: Hiperglikemi
7. Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan
RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
1 Nyeri akut berhubungan NOC: Manajemen nyeri :
dengan agen injuri biologis ü Tingkat nyeri         Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
(penurunan perfusi jaringan ü Nyeri terkontrol karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan ontro presipitasi.
perifer) ü Tingkat kenyamanan         Observasi  reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24        Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
jam, klien dapat : pengalaman nyeri klien sebelumnya.
1.   Mengontrol nyeri, dengan indikator :         Kontrol ontro lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu
§  Mengenal faktor-faktor penyebab ruangan, pencahayaan, kebisingan.
§  Mengenal onset nyeri         Kurangi ontro presipitasi nyeri.
§  Tindakan pertolongan non farmakologi         Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non
§  Menggunakan analgetik farmakologis)..
§  Melaporkan gejala-gejala nyeri kepada tim kesehatan.         Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk
§  Nyeri terkontrol mengetasi nyeri..
2.   Menunjukkan tingkat nyeri, dengan indikator:         Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
§  Melaporkan nyeri         Evaluasi tindakan pengurang nyeri/ontrol nyeri.
§  Frekuensi nyeri 10.    Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian
§  Lamanya episode nyeri analgetik tidak berhasil.
§  Ekspresi nyeri; wajah 11.    Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.
§  Perubahan respirasi rate
§  Perubahan tekanan darah Administrasi analgetik :.
§  Kehilangan nafsu makan         Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.
.         Cek riwayat alergi..
        Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
        Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
        Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.
        Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.

2 Ketidakseimbangan nutrisi Nutritional Status : Food and Fluid Intake Nutrition Management
kurang dari kebutuhan tubuh§  Intake makanan peroral yang adekuat 1.    Monitor intake makanan dan minuman yang dikonsumsi klien
b.d. ketidakmampuan§  Intake NGT adekuat setiap hari
menggunakan glukose (tipe§  Intake cairan peroral adekuat 2.    Tentukan berapa jumlah kalori dan tipe zat gizi yang dibutuhkan
1) §  Intake cairan yang adekuat dengan berkolaborasi dengan ahli gizi
§  Intake TPN adekuat 3.    Dorong peningkatan intake kalori, zat besi, protein dan vitamin C
4.    Beri makanan lewat oral, bila memungkinkan
5.    Kaji kebutuhan klien akan pemasangan NGT
6.    Lepas NGT bila klien sudah bisa makan lewat oral

3 Ketidakseimbangan nutrisi Nutritional Status : Nutrient Intake Weight Management


lebih dari kebutuhan tubuh§  Kalori 1.     Diskusikan dengan pasien tentang kebiasaan dan budaya serta
b.d. kelebihan intake nutrisi§  Protein faktor hereditas yang mempengaruhi berat badan.
(tipe 2) §  Lemak 2.     Diskusikan resiko kelebihan berat badan.
§  Karbohidrat 3.     Kaji berat badan ideal klien.
§  Vitamin 4.     Kaji persentase normal lemak tubuh klien.
§  Mineral 5.     Beri motivasi kepada klien untuk menurunkan   berat badan.
§  Zat besi 6.     Timbang berat badan setiap hari.
§  Kalsium 7.     Buat rencana untuk menurunkan berat badan klien.
8.     Buat rencana olahraga untuk klien.
9.     Ajari klien untuk diet sesuai dengan kebutuhan nutrisinya.

4 Defisit Volume Cairan b.d NOC: NIC :


Kehilangan volume cairanü Fluid balance Fluid management
secara aktif, Kegagalanü Hydration         Timbang popok/pembalut jika diperlukan
mekanisme pengaturan ü Nutritional Status : Food and Fluid Intake         Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
Kriteria Hasil :         Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi
§  Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
BJ urine normal, HT normal         Monitor vital sign
§  Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal         Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori
§  Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit harian
baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang        Kolaborasikan pemberian cairan IV
berlebihan         Monitor status nutrisi
        Berikan cairan IV pada suhu ruangan
        Dorong masukan oral
10.     Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
11.     Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
12.     Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
13.     Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
14.     Atur kemungkinan tranfusi
15.     Persiapan untuk tranfusi

5 PK: Hipoglikemia Setelah dilakukan askep….x24 jam diharapkan perawat Managemen Hipoglikemia:
PK: Hiperglikemi akan menangani dan meminimalkan episode hipo/ 1.      Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi
hiperglikemia. 2.      Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ; kadar gula darah < 70
mg/dl, kulit dingin, lembab pucat, tachikardi, peka rangsang,
gelisah, tidak sadar , bingung, ngantuk.
3.      Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk / sejenis jahe setiap 15
menit sampai kadar gula darah > 69 mg/dl
4.      Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai protokol
5.      K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk dietnya.

Managemen Hiperglikemia
1.      Monitor GDR sesuai indikasi
2.      Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis ; gula darah > 300
mg/dl, pernafasan bau aseton, sakit kepala, pernafasan kusmaul,
anoreksia, mual dan muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia, keletihan, pandangan kabur atau kadar
Na,K,Po4 menurun.
3.      Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi
4.      Berikan insulin sesuai order
5.      Pertahankan akses IV
6.      Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
7.      Konsultasi dengan dokter jika tanda dan gejala Hiperglikemia
menetap atau memburuk
8.      Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi
9.      Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl khususnya adanya
keton pada urine
10.  Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi & irama, warna kulit,
waktu pengisian kapiler, nadi perifer dan kalium
11.  Anjurkan banyak minum
12.  Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan

6 Perfusi jaringan tidak efektif NOC : NIC :


b.d hipoksemia jaringan. ü Circulation status Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi
ü Tissue Prefusion : cerebral perifer)
Kriteria Hasil :   Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
a.    mendemonstrasikan status sirkulasi panas/dingin/tajam/tumpul
§  Tekanan systole dandiastole dalam rentang yang   Monitor adanya paretese
diharapkan   Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lsi atau
§  Tidak ada ortostatikhipertensi laserasi
§  Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial   Gunakan sarun tangan untuk proteksi
(tidak lebih dari 15 mmHg)   Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
b.    mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai   Monitor kemampuan BAB
dengan:   Kolaborasi pemberian analgetik
§  berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan   Monitor adanya tromboplebitis
kemampuan   Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi
§  menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi
§  memproses informasi
§  membuat keputusan dengan benar
MIND MAP
Definisi : Diabetes Melitus (DM) adalah Pemeriksaan Penunjang :
keadaan hiperglikemia kronik disertai Etiologi :
berbagai kelainan metabolik akibat a. Glukosa darah: gula
a. Faktor genetic
gangguan hormonal, yang menimbulkan darah puasa
b. Faktor imunolog
berbagai komplikasi kronik pada mata, b. Aseton plasma
c. Elektrolit c. Faktor lingkunga
ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai
d. Urine d. Usia
lesi pada membran basalis dalam
e. e. Obesitas
pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
f. Riwayat keluarga

Komplikasi : Klasifikasi :
1. Komplikasi akut : hipoglikemia/ a. Tipe I
koma hipoglikemia, Sindrom b. Tipe II:  (DMTTI)
Hiperglikemik Hiperosmolar Non DIABETES MELITUS
(DM) c. DM tipe lain
Ketotik (Hhnc/ Honk).
d. Diabetes Kehamilan
2. Komplikasi kronik : Mikrovaskular
(penyakit pembuluh darah kecil),
Penyakit neuropati, Rentan
infeksi ,Ulkus/ gangren/ kaki
diabetik
Diagnosa :

a. Nyeri akut
Penatalaksanaan : b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
Manifestasi Klinis :
a. Diet dari kebutuhan tubuh
1. Diabetes Tipe I: Glukosuria, diuresis c. Ketidakseimbangan nutrisi lebih
b. Latihan
osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia, dari kebutuhan tubuh
c. Penyuluhan
Keletihan dan kelemahan. d. Defisit Volume Cairan
d. Obat Hiperglikemi
2. Diabetes Tipe II: keletihan, mudah e.
e. Insulin f. Perfusi jaringan tidak efektif
tersinggung, poliuria, polidipsia, luka
pada kulit yang sembuhnya lama,
Pengkajian :

1. Identitas pasien ASUHAN


KEPERAWATAN
2. Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan DIABETES MELITUS
(DM)
4. Riwayat psikososial
5. Riwayat spiritual
6. Pemeriksaan fisik
7. Aktivitas sehari-hari
8. Test diagnostik
9. Terapi saat ini

Rencana keperawatan:
1. Nyeri akut
NOC :
Rencana keperawatan: - Tingkat nyeri
5. Ketidakseimbangan nutrisi lebih - Nyeri terkontrol
dari kebutuhan tubuh Rencana keperawatan: - Tingkat kenyamanan
NOC : NIC:
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
- Nutritional Status : Nutrient - Manajemen nyeri
kebutuhan tubuh
Intake - Administrasi analgetik
NOC :
NIC: - Nutritional Status : Food and Fluid
- Weight Management Intake
NIC:
Rencana keperawatan: - Nutrition Management
4. Defisit volume cairan
NOC :
- Fluid balance
- Hydration
Rencana keperawatan:
NIC:
- Fluid management 3. PK: Hipoglikemia/ PK: Hiperglikemia Rencana keperawatan:
NOC :
- 2. Perfusi Jaringan tidak efektif
NIC: NOC :
- Managemen Hipoglikemia - Circulation status
- Managemen Hiperglikemia - Tissue Prefusion : cerebral
NIC:
- Peripheral Sensation Management
(Manajemen sensasi perifer)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KASUS
I. DATA DEMOGRAFI
a. Biodata
1) Nama : Tn. D
2) Usia/tanggal lahir : 49 tahun/29 Juli 1971
3) Jenis kelamin : Laki-laki
4) Alamat : Tambak RT 006 Wirokreten Banguntapan
Bantul
5) Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
6) Status perkawinan : Sudah menikah
7) Agama : Islam
8) Pekerjaan : Wiraswasta
9) Dx Medis : Penyakit Diabetes Mellitus
10) RM : 27-62-xx
11) Ruang Rawat : Bangsal raudhah
12) Tanggal masuk : 27 Juli 2020
13) Tanggal pengkajian : 27 Juli 2020
b. Penanggung jawab
1) Nama : Tn. F
2) Usia : 44 tahun
3) Jenis kelamin : Perempuan
4) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
5) Hubungan dengan pasien : Istri
14) Alamat : Tambak, Wirokerten
II. KELUHAN UTAMA
a. Alasan utama dibawa ke RS
Pasien akhirnya pasien dirujuk ke RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
b. Keluhan saat ini
Pasien mengatakan lemas, tangan kanan bila diangkat terasa kram, pandangan
kabur.
III. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengatakan lemas, tangan kanan bila diangkat terasa kram, pandangan
kabur.
b. Riwayat kesehatan lalu
Pasien mengatakan
c. Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit paru obstruksi kronis.

Keterangan:
: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal

: Pasien

IV. RIWAYAT PSIKOSOSIAL


Pasien mengatakan dapat berhubungan baik dengan keluarga tetangga dan
temannya. Pasien sangat bersyukur memiliki keluarga yang baik dan peduli
dengannya. Selama perawatan di rumah sakit, pasien selalu menaati semua
peraturan rumah sakit baik mengenai tindakan medis maupun tata tertib rumah
sakit. Hubungan pasien dengan tim kesehatan (dokter, perawat mahasiswa praktik,
petugas gizi, dan cleaning service) tidak terdapat hambatan pasien selalu menerima
dan mengikuti anjuran yang telah di tetapkan.

V. RIWAYAT SPIRITUAL
a. Ketaatan pasien pasien dalam beribadah
Pasien mengatakan selalu sholat lima waktu.
b. Dukungan dalam keluarga
Pasien mengatakan keluarga sangat mendukung kegiatan spiritual yang
dilakukan dengan selalu mengingatkan pasien untuk melaksanakan sholat 5
waktunya.
c. Aktifitas ibadah keagamaan yang lain
Pasien mengatakan sering mengikuti kegiatan masjid dekat rumahnya.
VI. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum pasien
1) Tanda-tanda distress
Pasien tampak tenang.
2) Penampilan dihubungkan dengan usia
Penampilan pasien sesuai dengan usia
3) Ekspresi wajah, bicara, mood
Saat dilakukan pengkajian pasien menunjukan ekspresi wajah yang cemas
dan mengatakan ingin cepat sembuh serta melakukan aktifitas seperti
biasanya.
4) Berpakaian dan kebersihan umum
Cara berpakaian pasien tidak memakai baju, saat dilakukan pengkajian pasin
tidak memakai baju, kebersihan pasien baik, kuku tidak panjang, tidak bau
badan, tidak bau mulut, rambut bersih.
5) Cara berjalan: pasien masih berbaring ditempat tidur.
b. Tanda-tanda vital
Senin, 27 Juli 2020
Tekanan darah : 155/80 mmHg
Nadi : 72x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,5oC
SPO2 : 94%
c. Sistem pernafasan
1) Hidung simetris, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada polip, tidak
ada pembengkaan, tidak terdapat sekret. Pasien tidak mengeluhkan sesak
nafas saat ditanya.
2) Leher, leher pasien tampak normal tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid/tumor, tidak nyeri saat menelan.
3) Dada
a) Inspeksi: dada simetris antara dada kanan dan dada kiri, tidak ada edema,
warna kulit dada sama dengan warna kulit
b) Auskultrasi: bunyi nafas wheezing terdengar disemua lapang paru normal,
tidak ada retraksi dinding dada.
c) Palpasi: Tidak ada massa dibagian dada
d. Sistem kardiovaskuler
1) Konjungtiva, bibir
Konjungtiva tidak anemis, bibir tidak pucat dan tidak kering
2) Capillary refiil time : normal, <2 detik
e. Sistem pencernaan
1) Inspeksi : bibir tidak kering, tidak pecah-pecah dan tidak ada stomatitis,
kemampuan menelan pasien baik, tampak abdomen normal dan simetris,
tidak terdapat luka lesi atau pembengkakan.
2) Auskultasi: terdengar bunyi bising usus sebanyak 16x/menit
3) Palpasi: pasien mengatakan tidak nyeri tekan pada abdomennya, tidak
terdapat benjolan pada abdomennya.
4) Perkusi : suara abdomen normal pada hati dan lambung terdengar peka
f. Indera
1) Mata
Konjungtiva mata pasien tidak anemis, sklera mata tidak ikteris, bulu mata
dan alis terlihat normal, kelopak mata tidak ada luka, bengkak atau apapun.
Mata terlihat simetris dengan ujung telinga namun terdapat kantung mata
pasien.
2) Hidung
Hidung simetris, tidak terdapat massa abnormal, tidak terdapat sekret ataupun
lendir pada hidung pasien. Penciuman pasien juga masih normal serta tidak
ada mimisan, tidak ada polip.
3) Telinga
Kedua telinga simetris, tidak terdapat luka, serta tampak bersih.
4) Bahu
Bahu normal, tinggi bahu kanan dan kiri simetris, tidak ada fraktur dan
kelainan lain.
5) Tangan
Tangan mampu digerakan, tidak terdapat luka, dan kekuatan otot 5.
6) Kaki
Kedua kaki pasien normal, simetris, tidak ada lesi, dan kekuatan otot 5.
g. Sistem Saraf
1) Fungsi cerebral
Orientasi waktu, tempat dan orang masih baik. pasien masih bisa dengan jelas
menyebutkan waktu, tempat dan orang yang berada di sekitarnya. Daya ingat
pasien baik. Pasien menggunakan bahasa jawa dan Indonesia dalam
kesehariannya. Kesadaran pasien composmentis dengan E= 4 V=5 M= 6.
Pasien bisa berbicara dengan jelas.
2) Fungsi cranial
Fungsi cranial pasien baik, tidak ada gangguan pada fungsi kranialnya
3) Fungsi motorik
Fungsi motorik pasien baik, tidak terdapat kelainan.
4) Fungsi sensorik
Fungsi sensorik pasien baik, pasien masih dapat merasakan rangsangan nyeri,
merasakan getaran, panas, atau dingin.
5) Fungsi cerebellum
Fungsi cerebellum baik tidak terdapat kelainan. Pasien dapat menggerakan
seluruh bagian tubuhnya.
6) Reflex
Reflex anggota tubuh pasien bagian atas dan bawah baik.
7) Iritasi meningen
Tidak ada kaku kuduk yang di rasakan atau tampak dari pasien
h. Sistem Muskuloskeletal
1) Kepala
Bentuk kepala tidak ada benjolan atau massa, kulit kepala bersih tidak ada
ketombe, rambut berwarna hitam namun sebagian sudah putih karena
beruban.
2) Vertebrae
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami sakit di bagian vertebrae
3) Tangan dan kaki
5 5

5 5
i. Sistem Integumen
1) Rambut
Rambut berwarna hitam, terdapat uban, bersih, tidak rontok.
2) Kulit
Kulit berwarna sawo matang. Tidak terdapat lesi.
3) Kuku
Kuku bagian tangan dan kaki tidak panjang dan bersih.
j. Sistem endokrin
1) Kelenjar tiroid: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
2) Percepatan pertumbuhan: pasien mengalami pertumbuhan yang normal
3) Gejala kreatinisme atau gigantisme: tidak ada tanda dan gejala kreatinisme
dan gigantisme
4) Ekskresi urin berlebih: pasien tidak mengalami ekskresi urin berlebih
5) Suhu tubuh yang tidak seimbang: selama dirawat dirumah sakit suhu pasien
selalu normal
k. Sistem perkemihan
1) Keadaan kandung kemih: pada saat pengkajian keadaan kandung kemih
pasien normal, tidak penuh. Tidak terpasang cateter.
l. Sistem reproduksi
Laki-laki
1) Pasien tidak mengalami penyakit menular seksual
m. Sistem Imun
1) Alergi: pasien mengatakan tidak memiliki alergi.
2) Imunisasi: pasien mengatakan tidak melakukan imunisasi.
3) Penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca: tidak ada
VII. AKTIVITAS SEHARI-HARI
a. Nutrisi
- ANTROPOMETRI
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 53 kg
Tidak ada perubahan sebelum atau sesudah dirawat.
IMT :
TB
: 53 kg
(1,5m)²
: 53 kg
2,25 m
: 23,55 ( status gizi normal)
- CLINIS
Dari tanda tanda klinis yang terlihat pada pasien, tidak nampak adanya
kekurangan nutrisi. Klinis dapat dinilai dari rambut yang kuat, mulut yang tidak
ada stomatitisnya dan kulit yang tidak kering.
- DIET
1) Selera makan: Pasien mengatakan selama di RS makan habis setengah porsi.
2) Frekuensi:
a) Pasien mengatakan sebelum masuk RS sehari makan 3x setiap kali
makan habis setengah porsi dengan nasi yang dilunakkan, sayur, dan
lauk.
3) Makanan yang disukai dan makanan pantangan:
a) Pasien mengatakan menyukai semua jenis makanan, pasien mengatakan
paling suka makan sayur.
b) Pasien mengatakan tidak ada makanan pantangan
4) Cara makan: Cara makan mandiri dengan piring dan sendok
5) Ritual sebelum makan: berdoa
b. Cairan
1) Pasien mengatakan sebelum sakit sehari minum 7 gelas air putih.
2) Setelah di rumah sakit pasien tetap mau minum banyak, kurang lebih 4 gelas
dalam sehari.
c. Eliminasi (BAB dan BAK)
1) Tempat pembuangan: WC pribadi
2) Frekuensi BAK:
a) Sebelum masuk RS pasien mengatakan BAB 1 hari sekali setiap pagi hari,
tidak pernah konstipasi dan BAKnya 7x sehari dan warna urin jernih.
b) Setelah masuk RS pasien mengatakan belum BAB.
3) Pasien mengatakan tidak mengkonsumsi obat-obatan untuk memperlancar
BAB dan BAK.
d. Istirahat Tidur
1) Pasien mengatakan sebelum masuk RS malam hari tidur jam 21.30 WIB
bangun jam 04.30 WIB. tidur.
2) Pasien mengatakan selama di RS pasien bisa tertidur.
e. Olahraga
1) Pasien mengatakan tidak pernah berolahraga
f. Rokok, Alkohol, dan Obat-obatan
Pasien mengatakan mempunyai kebiasaan merokok.
g. Personal Hygiene
1) Mandi:
a. Sebelum masuk RS pasien mengatakan biasanya mandi 2x sehari yaitu
setiap pagi dan sore hari secara mandiri.
b. Setelah masuk RS pasien mengatakan mandi 1x sehari kadang dilap-lap
dibantu oleh keluarga dan perawat.
2) Keramas:
a. Sebelum masuk RS pasien mengatakan saat dirumah biasanya pasien
keramas satu minggu 2-3 kali.
b. Saat masuk RS pasien mengatakan saat dirumah sakit belum keramas.
3) Gunting kuku
a. Sebelum masuk RS pasien mengatakan menggunting kuku setiap satu
minggu sekali atau setiap kuku terlihat panjang dan kotor.
b. Saat masuk RS kuku pasien tampak pendek dan bersih.
4) Gosok gigi
a. Sebelum dan sesudah masuk RS pasien mengatakan gosok gigi sehari 2
kali, setiap mandi pagi dan mandi sore.

h. Aktifitas/ mobilitas fisik


1) Sebelum masuk RS pasien mengatakan sebagai wiraswasta.
2) Pasien mengatakan sebelum masuk RS kegiatan sehari-hari bekerja
3) Setelah masuk RS pasien mengatakan aktifitas sehari-hari dibantu oleh
keluarga.
4) Kesulitan pergerakan tubuh: tangan kanan kram jika diangkat.
5) Pengkajian risiko jatuh:
SKORE HASIL
KRITERIA PARAMETER SKORE
PENGKAJIAN
Riwayat jatuh Kurang dari 3 bulan 25 0
Kondisi kesehatan Lebih dari satu diagnose penyakit 15 0
Bantuan ambulasi Ditempat tidur/butuh bantuan 0 0
perawat/memakai kursi roda
Kruk/tongkat/walker 15 0
Furniture: dinding, meja, kursi, 30 0
almari.
Terapi Terapi intravena terus menerus 20 20
IV/antokoagulan
Gaya Normal/di tempat 0 0
berjalan/berpindah tidur/immobilitas
Lemah 15 15
Kerusakan 30 0
Status mental Orientasi dengan kemampuan 0 0
sendiri
Lupa keterbatasan 15 15
Total skore 50
Intepretasi hasil: Intepretasi hasil:
TR: Tidak risiko Risiko tinggi
(skore 0-24)
RR: Risiko rendah
(25-44)
RT: Risiko tinggi
(≥45)
i. Rekreasi
Pasien mengatakan jarang rekreasi dengan keluarga.
VIII. TEST DIAGNOSTIK
Senin, 27 Juli 2020
JENIS NILAI
NO HASIL SATUAN INTEPRETASI
PEMERIKSAAN NORMAL
1. HCO3 19.9 21-28 Mmol/L Rendah
2. Natrium 136 135-145 Mmol/L Normal
3. kalium 2.9 3.6-5.5 Mmol/L Rendah
4. Gula darah sewaktu
5. clorida 107 98-108 Mmol/L Normal
6. TCO2 21 22-28 Mmol/L Rendah
7. SO2 100 95-98 Mmol/L Tinggi
IX. TERAPI SAAT INI

NAMA OBAT DOSIS INDIKASI KONTRA INDIKASI EFEK SAMPING


Pantoprazole 1x240mg/24 Pantoprazole adalah obat yang  Penggunaan bersamaan dengan ripivirine dan Beberapa efek samping yang mungkin dapat
jam (drip) digunakan untuk mengatasi atazanavir. terjadi setelah menggunakan pantoprazole
Intra vena pencegahan luka atau tukak yang adalah:
diinduksi obat ani-inflamasi
nonsteroid (OAINS) serta mengobati  Ruam
tukak lambung, kemunculan tumor  Pruritus
pada pankreas.  Mual
 Muntah
 Nyeri kepala
 Nyeri dada
 Nyeri lambung
 Perut kembung
 Konstipasi
 Diare

Insulin 10 

Kalnek  

Paracetamol

X. ANALISA DATA

NO DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM


1.
NO DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM
2. Ds:
Do:

Diagnosa keperawatan prioritas:


XI. INTERVENSI
DIAGNOSA
NO. NOC NIC RASIONALISASI
KEPERAWATAN
1 a. a.

2 S a. a.

3. a. a.
XII. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Hari ke-1
Senin, 27 Juli 2020
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai