PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah
akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relative (Arjatma,2002)
1
2
Diabetes merupakan salah satu penyakit kronik yang serius di Indonesia saat
ini. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan sosio ekonomi dan
berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia didapatkan prevalensi Diabetes
Mellitus sebesar 1,5-2,3% pada penduduk usia lebih besar dari 15 tahun, (
Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus di Indonesia, 2006).
Dari data yang diperoleh dari Data Unit Rekam Medis RSCM tahun 2010
didapatkan jumlah penyandang DM cukup besar yaitu 3,5% dari 35.817 pasien
yang masuk rawat inap.
2
Dari data yang diperoleh dari Rekam Medik Rumah Sakit Pelni Jakarta pada
tahun 2014 jumlah seluruh pasien yang dirawat inap sebanyak 16.453 jiwa
dengan dengan jumlah penderita diabetes mellitus tipe II sebanyak 386 jiwa
(2,34%). Sedangkan pada tahun 2015 jumlah pasien rawat inap yang masuk
sebanyak 25.225 jiwa dengan jumlah penderita diabetes mellitus tipe II
sebanyak 941 orang (3,73%) dengan peningkatan sebanyak 1,38%. (Data
Rekam Medik RS PELNI, 2015)
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penulis ingin mendapatkan pengalaman secara nyata dalam menerapkan
asuhan keperawatan pada klien Ny.I dengan Diabetes Melitus tipe II di
Ruang New Bougenville II Rumah Sakit PELNI Jakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien Ny.I dengan Diabetes
Melitus tipe II di Ruang New Bougenvile II Rumah Sakit Pelni Jakarta
b. Menentukan masalah keperawatan pada klien Ny.I dengan Diabetes
Melitus tipe II di Ruang New Bougenvile II Rumah Sakit Pelni Jakarta
c. Merencanakan asuhan keperawatan pada klien Ny.I dengan Diabetes
Melitus tipe II di Ruang New Bougenvile II Rumah Sakit Pelni Jakarta
d. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan perencaan pada
klien Ny.I dengan Diabetes Melitus tipe II di Ruang New Bougenvile
II Rumah Sakit Pelni Jakarta
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien Ny.S dengan Diabetes
Melitus tipe II di Ruang New Bougenvile II Rumah Sakit Pelni Jakarta
f. Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus
pada klien. Ny.I dengan Diabetes Mellitus Tipe II di Ruang New
Bougenvile II Rumah Sakit Pelni Jakarta
g. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat, serta mencari
solusi / alternatif pemecahan masalah.
h. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien Ny.I dengan
Diabetes Melitus tipeII di Ruang New Bougenvile II Rumah Sakit Pelni
Jakarta
C. Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini penulis membatasi dengan mengambil satu kasus
yaitu Asuhan Keperawatan pada Klien Ny.I dengan Diabetes Melitus Tipe II
di Ruang New Bougenville II Rumah Sakit PELNI selama 3 hari perawatan
dari tanggal 29 Oktober 2019 sampai dengan 1 November 2019.
D. Metode Penulisan
Penulisan makalah ini penulis menggunakan metode deskriptif yang
menggambarkan penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan Diabetes
Melitus tipe II. Adapun teknik pengumpulan data yang penulis lakukan
menggunakan cara menganalisa dan menarik kesimpulan yang kemudian
dituangkan dalam bentuk narasi. Penulis memperoleh informasi melalui
wawancara atau anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik. Studi dokumentasi
yaitu mempelajari data-data yang didapat dari status klien, catatan perawatan
klien, dan data rekam medis klien. Studi kepustakaan dengan melihat referensi
yang berhubungan dengan penyakit Diabetes Melitus tipe II, dan mengambil
data-data dari internet.
E. Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun secara sistematis yang terdiri dari 5 BAB yaitu BAB I
Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Ruang
Lingkup, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan. BAB II Tinjauan Teori
yang terdiri dari Pengertian, Etiologi, Patofisiologi, Penatalaksanaan Medis,
Pengkajian Keperawatan, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan Keperawatan,
Pelaksanaan Keperawatan, dan Evaluasi Keperawatan. BAB III Tinjauan
Kasus yang terdiri dari Pengkajian Keperawatan, Diagnosa Keperawatan,
Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Keperawatan. BAB IV Pembahasan
yang terdiri dari Pengkajian Keperawatan, Diagnosa Keperawatan,
Perencanaan Keperawatan, Pelaksanaan Keperawatan, dan Evaluasi
Keperawatan. BAB V Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis, penyakit yang progresif dan tidak
bisa memetabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang menuju
hiperglikemia (glukosa darah yang tinggi) yang terkadang mengarah
peningkatan kadar gula darah (Joyce M. Black, 2009. Hal : 1087)
Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolism yang secara genetis dan klinis
termasuk hetrogen dengan manifestasi berupa hilangnya intoleransi
karbohidrat (Price, Sylvia Anderson, 2005, Hal : 1260).
Diabetes Mellitus Tipe II adalah diabetes yang tidak tergantung dengan insulin,
diabetes tipe ini terjadi akibat penurunan sensivitas terhdap insulin yang
disebut resistensi insulin atau akibat penurunan jumlah produksi insuilin.
(Brunner & Suddarth, 2001. Hal : 1220).
6
7
B. Etiologi
Menurut Brunner & Suddart (2001), mekanisme yang tepat yang menyebabkan
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes mellitus tipe II
masih belum diketahui. Faktor genetic di perkirakan memegang peranan dalam
proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terjadi pula faktor- faktor resiko
tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes mellitus tipe II.
Faktor- faktor ini yaitu :
a. Usia menurut (Black, 2014 : 633) DM Tipe II, biasanya terdiagnosis setelah
usia 40 tahun sedangkan resistensi insuln cenderung meningkat pada usia
di atas 65 tahun.
b. Obesitas adalah faktor resiko mayor, dengan 85% dari seluruh orang
dengan DM Tipe II
c. Riwayat Keluarga yang memiliki DM
d. Kelompok Etnik (di Amerika Serikat, golongan hisponik serta serta yang
lebih besar untuk terjadinya diabetes mellitus tipe II dibandigkan dengan
golongan Afro Amerika) (Brunner & Suddarth, 2001. Hal : 1225)
e. Gaya hidup, seperti makan-makan yang mengandung banyak karbohidrat,
alcohol, jarang berolahraga.
C. Patofisiologi
Insulin merupakan hormon yang disekresikan oleh sel beta pula Langerhans di
pancreas, yang berfungsi mengandalikan kadar glukosa dalam darah. Normalnya
insulin bekerja dengan cara berkaitan dalam reseptor yang terdapat di sebagian besar
sel tubuh. Setelah berikatan, insulin meningkatan transport glukosa ke dalam sel-sel
otot. Setelah berada didalam sel, glukosa dapat segera di gunakan untuk menghasilkan
energi atau dapat di simpan didalam sel sebagai glikogen. Pada diabetes tipe II terjadi
dua masalah utama yaitu ketidakmampuan tubuh berespon secara wajar terhadap
(resistensi insulin) dan gangguan sekresi insulin (tubuh tetap menghasilkan insulin
namun terjadi kelambatan dalam sekresi dan berkurangnya jumlah total insulin yang
dikeluarkan). Akibatnya terdapat kelainan dalam peningkatan insulin dengan reseptor.
Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada
membrane sel yang selnya responsive terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan
reseptor insulin intrinsic. Akibat terjadi penggabungn abnormal antara kompleks
reseptor insulin dengan sistem transport glukosa. Sehingga tidak tercapai kadar glukosa
yang normal (Brunner & Suddarth, 2001, Hal : 1222)
Ketidaknormalan post reseptor dapat mengganggu kerja insulin. Pada akhirnya, timbul
kegagalan sel beta dengan menurunnya jumlah insukun yang beredar dan tidak lagi
memadai untuk mempertahankan euglikemia. Akibat kadar glukosa dalam darah tinggi,
mengakibatkan terjadinya osmolalitas dalam pembuluh darah yang menimbulkan
diuresis osmotic. Sehingga untuk merespon adanya peningkatan osmolalitas plasma,
osmoreseptor yang terletak di hipotalamus anterior meningkatkan sekresi vasopressin
yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas ductus-duktus pengumpul ginjal
sehingga air masuk ke jaringan intestinum hipertonik di piramida ginjal. Di ginjal,
glukosa di filtrasi secara bebas dan hampir semuanya di absopsi kembali di tubulus
proksimal, tetapi selama kadar glukosa plasma normal dan tidak melewati ambang
batas ginjal sekitar 180mg/dl, sehingga glukosa yang tidak dapat di filtrasi oleh ginjal,
akan dikeluarkan bersama air kemih (urine) yang menyebabkan urine menjadi lebih
pekat, dan juga Karena sifat gula yang menarik cairan ke dalam urine. Mekanisme
tersebut yang menyebabkan penerita banyak buang air kecil (polyuria) disertai
glukosaria (adanya glukosa dalam urine). (Price, Sylvia A, 2005 Hal : 1263).
Sehingga menyebabkan volume CES menurun dan terjadi hypovolemia dalam tubuh
kelingan cairan yang terlebih melalui urine. Terjadinya hypovolemia menyebabkan
osmoreseptor, yaitu reseptor yang menangkap osmolalitas cairan tuuh mengirimkan
pesan ke hipotalamus bagian superior lateral sehingga dapat timbul respon haus dalam
tubuh. Selain itu hypovolemia juga dapat meningkatkan sekresi renin dan hasilnya
terjadi peningkatan angiotensin II. Dimana angiotensin II bekerja pada organ sub
forniks, suatu area reseptor khusus diensepalon untuk meningkatkan area-area syaraf
yang berkaitan dengan rasa haus. Selain itu osmoreseptor yang mengirimkan sinyla ke
hipotalamus bagian superior lateral sehingga muncul respon rasa haus dalam tubuh
mekanisme ini menyebabkan penderita banyak minum (polidipsi). Disamping itu,
Karena adanya penurunan pemakaian glukosa yang mengakibatkan sel kekurangan
energi. Sehingga sel-sel glukostat yang peka terhadap kecepatan pemanfaatan glukosa
mengirim pesan ke hipotalamus tepatnya dimedial yang merupakan pusat makan lapar
dan menyebabkan penderita menjadi banyak makan atau (polifagia). Oleh Karena
defisiensi glukosa intrasel, pasokan energi dipertahankan dengan metabolisme protein
dengan cara glukogenesis sehingga terjadi peningkatan pasokan asam amino dalam
darah meningkat dan ini akan mengakibatkan tubuh menjadi kurus penurunan resistensi
terhadap infeksi. Selain itu akibat defisiensi glukosa intrasel tubuh berkompensasi
meningkatkan katabolisme lemak dengan mensintesis trigleserida dengan mensintesis
trigleserida yang meningkatkan penggunaan lemak oleh hati untuk digunakan sebagai
sumber energi oleh penderita sehingga mengakibatkan pengeluaran badan keton. Keton
adalah asam organic yang menumpuk dalam sirkulasi (ketosis) Karena kecepatan
produksinya melebihi kemampuan tubuh menggunakannya. Dengan pengeluaran keton
yang berlebih menimbulkan gejala seperti nafas bau keton, mual, muntah dan
anoreksia. (Brunner & Suddarth, 2001. Hal : 1223).
Komplikasi diabetes mellitus dapat dibagi menjadi dua katergori yaitu komplikasi
mayor yaitu komplikasi metabolic akut dan komplikasi vaskuler jangka panjang.
Komplikasi metabolic diabetes disebabkan oleh perubahan yang relative akut dan
konsentrasi glukosa plasma. Hiperglikemia, hyperosmolar, komononketotik (HHNK)
adalah komplikasi metabolic akut lain dan diabetes tipe II yang lebih tua. Bukan Karena
defisiensi insulin absolut namun relative, hiperglikemia muncul tanpa ketosis,
hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum lebih besar dari 600mg/l.
Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas. Diuresis osmotic dan dehidrasi berat.
Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal jika keadaan ini tidak segera ditangani.
(Price, Sylvia A, 2006).
D. Penatalaksaan Medis
1. Konservatif
a. Farmakoterapi
Berkhasiat bagi pasien diabetes mellitus tipe II yang tidak dapat diatasi hanya
dengan diet dan latihan namun tidak diatasi hanya dengan diet dan latihan namun
tidak dapat digunakan pada kehamilan.
1). Sulfonilurea (Glipizide, gliburide/glibenclamid).
Bekerja terutama dengan merangsang langsung pancreas untuk
mensekresikan insulin, tidak dapat digunakan pada penderita diabetes
mellitus tipe I dan penderita diabetes yang cenderung mengalami
ketoasidosis
2). Biguanid (Metformin)
Menimbulkan efek antidiabetic dengan memfasilitasi kerja insulin pada
tempat reseptor perifer.
3). Tiazolidinediones (Rosiglitazone, pioglitazen)
mengurangi resitensi insulin, menurunkan kadar glukosa dan insulin dengan
risiko hipoglikemia yang kecil.
4). Akarbosa
Menunda absorpsi karbohidrat yang dikonsumsi sehingga menurunkan
peningkatan kadar glukosa postprandial pada penderita.
b. Dm tipe II mungkin butuh untuk memakai insulin guna mengendalikan glukosa
adekuat, khususnya pada saat stress atau sakit Insulin terbagi dalam 3 cara kerja
antara lain :
1). Insulin kerja cepat (short acting)
Adalah insulin kerja cepat analog insulin lispro (Humalog) dan insulin
aspart (Novolog). Kerja obat dimulai sekitar 5-10menit setelah diinjeksi,
puncaknya dalam 1jam dan dengan durasi kerja 2-4 jam. Kedua analog
insulin. Disepakati untuk injeksi subkutan atau dengan pomfa infuse insulin
terus-menerus dan seharusnya diberikan 15-20 menit segera sebelum
makan.
2). Insulin kerja sedang (intermediate acting)
Adalah insulin kerja sedang Humulin N (NPH) dan humulin L (Lente).
Kerja obat dimulai sekitar 2-4jam setelah diinjeksi, puncaknya dalam 4-
10jam dengan durasi kerja 10-16jam.
3). Insulin kerja Pendek
Adalah insulin kerja pendek regular (Humulin R) dan regular (Novolin R).
kerja obat dimulai sekitar 0,5-2jam setelah diinjeksi, puncaknya dalam 2-4
jam dan dengan durasi kerja 4-6jam.
4). Insulin Kerja panjang
Adalah insulin kerja panjang Humulin U (Ultralente). Kerja obat dimulai
sekitar 6-10jam setelah diinjeksi, puncaknya tidak ada dan dengan durasi
kerja 18-20jam dan lantus (insulin glargine), kerja obat dimulai sekitar 1
jam setelah diinjeksi, puncaknya tidak ada dan dengan durasi kerja 24jam.
2. Operatif
Non Farmakoterapi (Brunner & Suddarth, 2001 Hal : 1227)
a. Diit
1. Diit diabetes mellitus
a) Kurus : BB X 40-60 kalori/hari (2300-2500 kkal)
b) Normal : BB X 30 kalori/hari (1700-2100 kkal)
c) Gemuk : BB X 20 kalori/hari (1300-1500 kkal)
b. Olahraga (Exercise)
1) Latihan kontinyu
Latihan yang harus diberikan harus berkesinambungan dilakukan terus-
menerus tanpa berhenti, contohnya : jogging 30 menit tanpa istirahat.
2) Latihan Ritmis
Latihan olahraga yang terpilih harus berirama yaitu otot-otot
berkonsentrasi dan relaksasi secara teratur contohnya : jalan kaki, berenang
dan badminton.
3) Latihan Interval
Latihan olahraga yang dilakukan selama selang seling antara gerak cepat
dan lambat misalnya jalan cepat diselingi jalan lambat.
4) Latihan Progresif
Latihan yang dilakukan berangsur-angsur dari yang ringan kelatihan yang
berat secara bertahap.
c. Pemantauan kadar gula darah
Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemi serta
hyperhlikemi dan berperan dalam menentukan kadar glukosa darah normal
yang kemungkinan akan mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang.
d. Perawatan kaki untuk mencegah terjadinya luka
Perawatan kaki yang bersifat preventif seperti menyarankan untuk selalu
menggunakan alas kaki dan memotong kuku tidak terlalu dalam guna
mencegah timbulnya luka, dan untuk yang sudah terjadi luka, dan untuk yang
sidah terjadi luka diabetic, mencakup tindakan perawatan luka minimal satu
hari sekali untuk mencegah invasive kuman lebih lanjut, serta membuang pus
dari luka.
e. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari :
1). Karbohidrat : 45-65% total asupan energi (karbohidrat non-olahan
berserat tinggi, di bagi dalam 3x makan/hari)
2). Lemak : 20-25% kebutuhan kalori dibatasi lemak junuh dan lemak trans,
seperti daging berlemak dan whole milk, konsumsi kolestrol
<200mg/hari)
3). Protein : 10-20% total asupan energy/seafood, daging tanpa lemak, ayam
tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan tahu & tempe)
4). Natrium <3g atau 1sdt gram dapur pada hipertensi, natrium di
batasi 2,4g)
5). Serat ± 25g/hari (kacang-kacangan, buah dan sayuran serta karbohidrat
tinggi serat).
E. Pengkajian Keperawatan
1. Aktifitas / istirahat
Lemah, letih, sulit bergerak/ berjalan.
Kram otot, tonus otot menurun. Gangguan tidur / istirahat.
Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktifitas, letargi /
disorientasi, koma, Penurunan kekuatan otot.
2. Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi, Im akut.
Klaudikasi, kebas dan kesemutan dan ekstremitas.
Ulkus pada kaki, penyembuhan yang kaki.
Takikardia, perubahan tekanan darah postural; hipertensi
Disritmia, krekels, DVJ (GJK).
Kulit panas, kering.
3. Integritas Ego
Stress, tergantung pada orang lain.
Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi.
Ansietas, peka rangsang.
4. Eliminasi
Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia.
Rasa nyeri / terbakar, kesulitan berkemih (Infeksi), ISK baru atau berulang.
Nyeri tekan abdomen, diare.
Urine encer, pucat, kuning, poliuri (dapat berkembang menjadi oliguria atau anuria
jika terjadi hipovolemia berat).
Urine berkabut, bau busuk (infeksi).
Abdomen keras, adanya asites.
Bising usus lemah dan menurun ; hiperaktif (diare).
5. Makanan/ cairan
Hilang nafsu makan, mual muntah.
Tidak mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat. Penurunan
berat badan lebih dari periode beberapa hari / minggu.Haus, penggunaan diurek
(tiazid).
Kulit kering/ bersisik, turgor jelek.
Kekakuan atau distensi abdomen, muntah.
6. Neurosensori
Pusing / pening, sakit kepala.
Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parastesia.
Gangguan pengelihatan.
Disorientasi ; mengantuk, letargi, stupor/koma (tahap lanjut).
Gangguan memori (baru , masa lalu); kacau mental.
Refleks tendon dalam (RTD) menurun (koma).
Aktifitas kejang (tahap lanjut DKA).
7. Nyeri / kenyamanan
Abdomen yang tegang / nyeri (sedang/berat)
Wajah meringis dengan palpitasi ; tampak sangat berhati hati.
8. Pernafasan
Merasa kehilangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum purulen (tergantung
adanya infeksi / tidak ).
Lapar udara.
Bentuk dengan / tanpa sputum purulen (infeksi).
Frekuensi pernafasan.
9. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi / ulserasi.
Menurunnya kekuatan umum / rentang gerak.
Parestesia / paralisis otot termasuk otot-otot pernafasan (jika kadar kalium menurun
dengan cukup tajam).
10. Seksualitas
Rabas vagina (cenderung infeksi).
Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
11. Penyuluhan / pembelajaran
Faktor resiko keluarga DM, penyakit jantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan
yang lambat.
Penggunaan obat seperti steroid, diuretic (tiazid), dilatin dan fenobarbitol (dapat
mengeluarkan kadar gula darah).
Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai pesanan.
Pertimbangan rencana pemulangan
Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri,
pemantauan terhadap glukosa.
12. Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa Toleransi Test (GTT) : sebuah pemeriksaan untuk mengetahui apakah
seseorang terkena penyakit gula atau tidak, caranya dengan mengambil contoh
naughtier lalu pasien diberikan larutan glukosa 75mg yang dilarutkan kedalam
air 100ml lalu diperiksakan darahnya, WHO merekomendasikan pengambilan
sampel 2 jam sesudah konsumsi glukosa.
b. Glukosa Darah Sewaktu : pemeriksaan ini dapat dilakukan setiap waktu pada
pasien dalam keadaan tanpa puasa.
c. Glukosa Darah 2 jam Post Pandrial : Pemeriksaan gula darah setelah klien
makan dan diambil darah setelah 2 jam selesai makan.
d. Daag Curve / Kurva harian : gula darah yang diperiksakan 3-4 kali dalam sehari
setiap jam 06.00, 11.00, 16.00 WIB .
e. Darah Naughter : gula darah puasa, diambil setelah klien puasa kurang lebih 6-
8jam.
f. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4bulan terakhir (ama hidup
SDM) dan karenanya sangat bermanfaat dalam membedakan DKA dengan
kontrol tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden: mis : ISK
baru)
g. Elektrolit dan natrium : mungkin normal, meningkat atau menurun kalium :
normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya akan
menurun. Clorida : lebih sering menurun.
h. Gas Darah Arteri (AGD) : biasanya menunjukkan Ph rendah dan penurunan
pada HCO3 asidosis metabolik) dengan kompensasi respiratorik.
i. Trombosit darah : HT mungkin meningkat dehidrasi : leukositoosis,
hemokonsentrasi, merupakan respons terhadap stress atau infeksi.
j. Ureum/creatinine : mungkin meningkat atau normal (dehidrasi / penurunan
fungsi ginjal).
k. Kulture dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pernafasan dan infeksi pada luka. (Doenges, Marylinn E, 2000 Hal :
728).
l. Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus sedikitnya 2 kali pemeriksaan
:
1). Glukosa plasma sewaktu >200mg/dl (11,1 mmol/L)
2). Glukosa plasma puasa >140mg/dl (7,8 mmol/L)
3). Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75gr karbohidrat (2jam post prandial (PP) >200mg/dl.
m. Insulin darah : mungkin menurun atau mungkin tidak ada (pada tipe 1) atau
normal sampai tinggi (tipe II) yang mengindikasi insufisiensi insulin / gangguan
dalam penggunaanya (endogen / eksogen). Persisten insulin dapat berkembang
sekunder terhadap pembentukan antibody (autoantibody).
n. Urine : gula dan aseton positif ; berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
F. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan
gastric berlebih : diare, muntah, masukan dibatasi, mual, kacau mental.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, anoreksia, mual, lambung penuh,
nyeri abdomen, perubahan kesadaran.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi.
4. Resiko tinggi perubahan persepsi sensori perseptual berhubungan dengan perubahan
kimia endogen, ketidakseimbangan glukosa/insulin dan/atau elektrolit.
5. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi metabolik, perubahan kimia
darah, peningkatan kebutuhan energi.
6. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang / progresif yang
tidak diobati, ketergantungan pada orang lain.
7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang pemajanan / pengingat, tidak mengenal sumber
informasi. (Doenges. 2000)
G. Perencanaan Keperawatan
1. Diangnosa keperawatan : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis
osmotik, kehilangan gastric berlebih : diare, muntah, masukan dibatasi, mual, kacau
mental.
Tujuan : kekurangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria hasil : mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital
stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran
urine tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Perencanaan :
a. Kaji lamanya atau intensitas dari gejala seperti mual, muntah dan pengeluaran
urine yang berlebihan.
b. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatis.
c. Kaji pola nafas, frekuensi, dan kualitas pernafasan.
d. Observasi suhu, warna kulit, nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan
membran mukosa.
e. Pantau intake dan output klien.
f. Ukur berat badan setiap hari.
g. Pertahankan pemasukan cairan yang paling sedikit 2500 mL / hari dalam batas
yang dapat ditoleransi jantung.
h. Berikan lingkungan yang nyaman pada klien.
i. Kaji adanya perubahan mental akan sensori.
j. Catat adanya mual, nyeri abdomen, muntah dan distensi lambung.
k. Observasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema, nadi tak teratur,
dan adanya distensi vaskuler.
Kolaborasi :
l. Berikan terapi cairan sesuai indikasi:
Normal saline, albumin, plasma, dekstran.
m. Pantau pemeriksaan laboratorium
Hematokrit, BUN / kreatinine, osmolalitas darah, natrium dan kalium.
n. Berikan bikarbonat jika PH kurang dari 7.
o. Pasang selang NGT dan lakukan penghisapan sesuai indikasi.
2. Diangnosa keperawatan : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, anoreksia,
mual, lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil :berat badan stabil, hasil laboratorium normal, nafsu makan baik,
mual tidak ada.
Perencanaan :
a. Timbang berat badan sesuai indikasi.
b. Tentukan program diet dan pola makan pasien.
c. Auskultasi bising usus catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, dan
muntah.
d. Identifikasi makanan yang disukai / dikehendaki.
e. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan, makan sesuai indikasi.
f. Observasi tanda-tanda hipoglikemia, seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit
lembab / dingin, takikardi, cemas, sakit kepala.
Kolaborasi :
g. Lakukan pemeriksaan gula darah dengan menggunakan “finger stick”.
h. Pantau pemeriksaan laboratorium seperi glukosa darah, aseton, PH, dan HCO3.
i. Berikan pengobatan insulin secara teratur dengan metode IV secara intermiten
atau secara kontinu.
j. Berikan larutan glukosa, misalnya dekstrosa dan setengah salin normal.
k. Konsultasikan dengan ahli diet.
Pelaksanaan adalah insiatif dari rencana tindakan ntuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tujuan pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping.
b. Tahap Intervensi
Fokus terhadap pelaksanaan tindakan keperawatan adalah kegiatan pelaksanaan
tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional.
Pendekatan tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan dan
tanggung jawa secara professional sebagaimana terhadap dalam standar praktek
keperawatan meliputi tindakan :
1) Independen
Adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah
dari dokter atau dari tenaga kesehatan lainnya. Tipe dari tindakan
keperawatan independen dikategorikan menjadi 4 yaitu :
a) Tindakan diagnostic :
a. Wawancara dengan klien.
b. Observasi dan pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan laboratorium
b) Tindakan terapeutik :
Untuk mengurangi, mencegah dan mengatasi masalah klien
c) Tindakan Edukatif
Untuk merubah perilaku klien melali promosi kesehatan dalam
pendidikan kesehatan pada klien.
d) Tindakan merujuk : ditekankan pada kemampuan perawat dalam
mengambil keputusan klinik tentang keadaan klien dan kemampuan
pelaksanakan kerja sama dengan tim kesehatan lainnya.
2) Interdependen
Interdependen tindakan keperawatan menjelaskan suatu kegiatan yang
memerlukan suatu kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya
tenaga social, ahli gizi, fisioterapi dan dokter.
3) Dependen
Tindakan dependen berhubungan dengan pelaksanaan renana tindakan
medis. Tindakan tersebut menandakan suatu cara dimana tindakan medis
dilaksanakan.
4) Tahap Dokumenter
Pelaksanaan tindakan keperawata harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap
dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.
I. Evaluasi Keperawatan
Menurut (Nursalam, 2001. Hal : 178)
1. Pengertian
Evaluasi adalah keberhasilan penatalaksanaan keperawatan tercemin pada
pencapaian hasil dan tujuan klien. Bandingkan perilaku klien dengan hasil dan
tujuan klien yang telah ditetapkan sebelumnya. Keetidakberhasilan dalam
pencapaian hasil dan tujuan klien mengindikasikan diperlukannya modofikasi
dalam pendekatan yang digunakan dengan mengkaji kembali klien, merevisi
diagnosa keperawatan dan menyesuaikan tindakan keperawatan.
2. Tujuan
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan, hal
ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan
respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga perawat
dapat mengambil keputusan :
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang
ditetapkan).
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan untuk
mencapai tujuan).
c. Menentukan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu yang
lebih lama mencapai tujuan).
3. Proses evaluasi
Terdiri dari 2 tahap :
a. Mengukur pencapaian tujuan klien:
1) Kognitif (pengetahuan)
Tujuan mengidentifikasi pengetahuan yang spesifik yang diperlukan setelah
klien diajarkan tentang tehnik-tehnik tertentu.
2) Afektif (status emosional)
Afektif klien cenderung kepenilaian yang subjekitf dan sangat sukar
dievaluasi.
3) Psikomotor
Biasanya lebih mudah untuk dievaluasi dibandingkan dengan yang lamanya
jika perilaku yang dapat dievaluasi sudah diidentifikasikan dalam tujuan
(kriteria hasil)
4) Perubahan fungsi tubuh dan gejala
Evaluasi pada komponen perubahan fungsi tubuh mencakup beberapa aspek
status kesehatan klien yang bisa diobeservasi.
c. Komponen evaluasi
Komponen evaluasi dapat dibagi menjadi 5 komponen :
1) Menentukan kriteria, standar, dan pertanyaan evaluasi.
2) Mengumpulkan data mengenai keadaan klien terbaru.
3) Menganalisa dan membandingkan data terhadap kriteria dan standar.
4) Merangkum hasil dan membuat kesimpulan.
5) Melaksanakan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan.
(Nursalam, 2010)