Anda di halaman 1dari 15

Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Perawatan Diabetes Mellitus

Dengan Kejadian Ulkus Diabetik di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus


Bengkulu

Diposkan oleh KUTAU KOMPUTER di 22.27


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Dalam
UU No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan seseorang untuk hidup produktif.
Sedangkan menurut Word Health Organization (WHO) Tahun 1948, disepakati antara lain
bahwa derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah hak yang fundamental bagi semua
orang. Dalam hal ini diharapkan masyarakat, bangsa dan Negara sehat memiliki derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya. Untuk mewujudkan tujuan pembangunan kesehatan
tersebut maka dirumuskan visi pembangunan kesehatan yaitu Indonesia Sehat (Depkes,
1999).
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah usaha yang diarahkan agar setiap
penduduk dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Upaya tersebut sampai saat ini
masih menjadi kendala yang disebabkan masih tingginya masalah kesehatan terutama yang
berkaitan dengan penyakit yang dapat menghambat kemampuan seseorang untuk hidup sehat.
Penyakit-penyakit tersebut diantaranya adalah diabetes mellitus.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan jumlah pasien Diabetes Mellitus akan
meningkat hingga melebihi 300 juta pada tahun 2025. Indonesia merupakan Negara dengan
penderita penyakit diabetes mellitus cukup tinggi, saat ini menempati urutan ke empat dengan
jumlah penderita terbesar didunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Dengan
Prevalensi 8,6 % dari total penduduk, diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta
pengidap Diabetes dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita.
sedangkan dari data Depkes RI (2000) jumlah pasien menempati urutan pertama dari seluruh
penyakit endokrin. Penderita Diabetes di Indonesia telah dilaporkan 2,5 juta orang pada tahun
1994, diprediksikan akan meningkat menjadi 5 juta orang pada tahun 2010.
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
menurunnya kemampuan atau hilangnya sama sekali kesanggupan tubuh untuk
memanfaatkan karbohidrat. Karbohidrat biasanya diproses dalam sel tubuh menjadi glukosa,
sumber energi tubuh yang utama. Insulin, hormon yang dihasilkan pada pancreas dibutuhkan
untuk memasukkan glukosa dari darah ke dalam sel.
Pada penderita diabetes mellitus, insulin yang dihasilkan tidak memadai dikarenakan
glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga terkumpul dalam darah, menyebabkan
timbulnya gejala diabetes mellitus. Kecenderungan terkena diabetes mellitus tampaknya
sering kali karena faktor keturunan. Keadaan-keadaan lain yang mendorong timbulnya
penyakit ini adalah kehamilan, kegemukan, tekanan fisik atau emosi.
Komplikasi yang muncul yaitu hipoglikemi dan hiperglikemi. Hiperglikemi terjadi karena
paparan glukosa yang tinggi dan beredar dalam darah sehingga menyebabkan kadar oksigen
dalam darah menurun dan terjadi banyak kerusakan pada banyak organ diantaranya : kulit
akan terjadi dermatitis sampai infeksi hingga berakhir pada luka ulkus diabetik (Ivan
Hoesada, dkk, 2005).
Ulkus diabetik adalah luka yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat
sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar pada bagian tungkai ( Askandar,
2000). Ulkus diabetik merupakan suatu penyakit yang menakutkan karena merupakan
komplikasi lanjut dari keadaan yang dialami oleh seorang penderita diabetes mellitus,
mempunyai dampak negatif yang komplek terhadap kelangsungan kualitas hidup individu.
Salah satu diantaranya adalah amputasi apabila luka atau gangren tersebut mengancam jiwa
seseorang.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan diabetes mellitus dan ulkus
diabetik yaitu : pengaturan makan yang baik, tidak boleh makan gula atau makanan bergula,
mengkonsumsi makanan dengan kadar tinggi protein misalnya: daging tanpa lemak, telur,
ikan, sayur hijau dan harus menjauhi makanan dengan kandungan tinggi karbohidrat serta
melakukan latihan fisik (olah raga secara teratur) Nurhasan (2002).
Untuk itu diperlukan pengetahuan pasien tentang perawatan diabetes mellitus. Hal ini
sangat penting karena tidak hanya untuk memahami penyakit tersebut tetapi pasien dapat
menentukan langkah-langkah yang perlu diambil dalam rangka mengurangi beratnya
penyakit. Menurut Karyoso (1999) bahwa dengan pengetahuan manusia dapat
mengembangkan apa yang diketahui dan dapat mengatasi kebutuhan kelangsungan hidup,
sehingga akan mempengaruhi seseorang dalam berperilaku. Terbentuk suatu perilaku baru
terutama pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif dalam arti subyek tahu terlebih
dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau obyek diluarnya, sehingga menimbulkan
pengetahuan baru dan akan terbentuk dalam sikap maupun tindakan.
Bila seorang pasien mempunyai pengetahuan, maka pasien akan dapat memilih
alternative yang terbaik bagi dirinya dan cenderung memperhatikan hal-hal yang penting
tentang perawatan diabetes mellitus seperti : pasien akan melakukan pengaturan pola makan
yang benar, berolah raga secara teratur, mengontrol kadar gula darah dan memelihara
lingkungan agar terhindar dari benda-benda lain yang dapat menyebabkan luka. Apabila
perawatan yang dilakukan dengan tepat maka dapat membantu proses penyembuhan dan
diharapkan pasien menjadi sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual (Effendi, 1999).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan diperoleh data dari medical record RSUD Dr. M.
Yunus Bengkulu bahwa penyakit diabetes mellitus dengan komplikasi ulkus diabetik di ruang
Seruni tahun 2006 terdapat 35 orang dari 130 kasus, tahun 2007 terdapat 46 orang dari 157
kasus sedangkan bulan Januari April tahun 2008 terdapat 19 orang pasien dengan ulkus
diabetik.
Berdasarkan hasil wawancara dengan 4 orang pasien diabetes mellitus dan ulkus diabetik
di ruang Seruni, satu orang pasien mengatakan bahwa Saya nggak tau kenapa kaki ini
menjadi borok begini, memang sudah lama sakit gula / kencing manis ini saya alami,
padahal diet sudah saya lakukan dengan ketat . Sementara pasien lainnya mengatakan
bahwa Coba dulu saya bisa menjalani diet yang sudah dijelaskan kepada saya, pasti kadar
gula darah saya tidak naik seperti sekarang ini. Luka yang ada dikaki ini sangat membebani
saya sehingga beraktivitaspun terganggu. Menurut peneliti hal ini merupakan masalah
tersendiri mengingat pasien yang ada ternyata tidak tahu sepenuhnya tentang perawatan dan
penatalaksanaan penyakit diabetes mellitus agar tidak terjadi komplikasi-komplikasi yang
tidak diinginkan seperti timbulnya ulkus diabetik.
Berdasarkan kondisi tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :
Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Perawatan Diabetes Mellitus Dengan
Kejadian Ulkus Diabetik di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu .

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka masalah dalam penelitian ini adalah masih kurangnya
pengetahuan pasien tentang perawatan diabetes mellitus dengan kejadian ulkus diabetik.
Adapun rumusan masalahnya adalah adakah hubungan tingkat pengetahuan pasien tentang
perawatan diabetes mellitus dengan kejadian ulkus diabetik pada pasien di ruang Seruni
RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu .

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan diabetes mellitus
dengan kejadian ulkus diabetik di ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk memperoleh gambaran tingkat pengetahuan pasien diabetes melitus.
b. Untuk memperoleh gambaran kejadian ulkus diabetik.
c. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan diabetes mellitus
dengan kejadian ulkus diabetik.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian bermanfaat untuk :
1. RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu (ruang Seruni)
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi perawat untuk dapat
memberikan penyuluhan tentang penyakit diabetes mellitus serta diharapkan dapat
memotivasi dan meningkatkan kinerja dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan
klien ulkus diabetik.

2. Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan tambahan yang bermanfaat
bagi akademik dalam mengetahui hubungan tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan
diabetes mellitus dengan kejadian ulkus diabetik.
3. Untuk Peneliti
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi peneliti sebagai
referensi untuk mengembangkan penelitian selanjutnya.

E. Keaslian Penelitian
Sepengetahuan peneliti, belum ada penelitian sejenis yang dilakukan di RSUD Dr. M. Yunus
Bengkulu. dari referensi di salah satu situs penelitian Litbang Depkes RI, terdapat penelitian
Mengenai Hubungan Faktor Metabolik dan Respons Imun pada Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2: Kaitannya dengan Ulkus / Gangren Diabetes Sarwono Waspadji, Telaah Hasil
penelitian ini menunjukkan indeks stimulasi limfosit, produksi kadar IL-2 dan fungsi
fagositosis kelompok diabetes mellitus lebih tinggi dari pada kelompok Non diabetes
mellitus, tahun 2002. Tetapi pada sub kelompok diabetes melitus tidak terkendali, indeks
stimulasi limfosit dan kadar IL-2 lebih rendah dari pada sub kelompok diabetes mellitus
terkendali. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang akan peneliti lakukan baik dari
metodologi penelitian, maupun substansi isinya.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Pengetahuan


1. Pengertian pengetahuan
a. Pengetahuan merupakan dasar untuk melakukan suatu tindakan sehingga setiap orang yang
akan melakukan suatu tindakan biasanya didahului dengan tahu, selanjutnya mempunyai
inisiatif untuk melakukan suatu tindakan berdasarkan pengetahuannya
(Morley, 1999).
b. Pengetahuan adalah pemberian bukti oleh seseorang melalui proses peningkatan atau
pengenalan informasi, ide atau fenomena yang diperoleh sebelumnya (Notoatmodjo, 2002).
c. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang,
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bersifat lebih langgeng dari pada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).
2. Tingkatan pengetahuan
Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2003), tingkatan pengetahuan terdiri dari 6
tingkatan yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk
dalam mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari suatu bahan yang
dipelajari atas rangsangan yang diterima.
b. Memahami (Comprehensif)
Artinya kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
mengintepretasikan materi yang benar.
c. Aplikasi (Aplication)
Artinya kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi yang sebenarnya.
d. Analisis (Analysis)
Artinya kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen, tetapi
masih dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Synthesis)
Artinya kemampuan untuk menghubungkan bagian didalam sesuatu bentuk keseluruhan yang
baru.
f. Evaluasi (Evaluation)
Artinya kemampuan untuk melakukan penilaian suatu materi atau objek.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain (kawasan) yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang, meliputi proses adopsi yang diperoleh dari pengalaman dan
penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari
pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (Notoatmodjo, 2003)
bahwa seseorang mengadopsi perilaku baru sudah terjadi proses :
a. Kesadaran, dimana orang tersebut menyadari arti mengetahui terlebih dahulu terhadap
stimulus.
b. Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus.
c. Evaluasi, dimana orang menimbang terhadap badan dan tidak stimulus tersebut bagi dirinya.
d. Trial, dimana orang telah mencoba berperilaku baru.
e. Adopsi, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan
sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian Rojers (1999) dalam Notoatmodjo (2003) menyimpulkan bahwa
perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Apabila penerimaan baru atau
adopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan
sikap positif maka perilaku tersebut akan bersikap langgeng, sebaliknya apabila perilaku
tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama
(Notoatmodjo, 2003).

B. Konsep Dasar Diabetes mellitus


1. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah penyakit metabolik (kebanyakan herediter) sebagai akibat dari
kurangnya efektif insulin (ada Diabetes Mellitus Tipe 2 ) atau insulin absolute ( pada
Diabetes Mellitus Tipe 1 ) di dalam tubuh, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria,
disertai dengan gejala klinik acut ( poliuria, polidipsia, penurunan berat badan ) dan gejala
kronik atau kadang-kadang tanpa gejala, gangguan primer terletak pada metabolisme
karbohidrat dan sekunder pada metabolisme lemak dan protein (Tjokroprawiro A, 1999).
2. Klasifikasi Diabetes mellitus
Menurut Tjokroprawiro A, (1998) bahwa, klasifikasi Diabetes Mellitus sebagai berikut :
a. Diabetes Mellitus Tipe 1
5% - 10% penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta dari pankreas yang normalnya
menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk
mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
b. Diabetes Mellitus Tipe 2
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini diakibatkan
oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah
pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan
kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin
dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering
pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. Patofisiologi Diabetes Mellitus
Sebagian besar gambaran patologik dari Diabetes Mellitus dapat dihubungkan dengan salah
satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
a. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel sel tubuh yang mengakibatkan naiknya
konsentrasi glukosa darah setinggi 300 1200 mg/dl.
b. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya
metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh
darah.
c. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar
glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang
parah yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160 180
mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus tubulus renalis tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang
menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat.
Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi, akibat glukosa yang keluar
bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan
menurun serta cenderung terjadi polifagi.
Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat
lelah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan
juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan
menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer.
Ini akan memudahkan terjadinya gangren.
4. Faktor-faktor resiko tinggi untuk Diabetes Mellitus
Menurut Tjokroprawiro A, (1999) Faktor resiko tinggi untuk Diabetes Mellitus adalah :
kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun ), kegemukan, tekanan darah tinggi ( > 140 / 90
mmHg ), riwayat keluarga Diabetes Mellitus, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir
bayi > 4000 gram, riwayat Diabetes Mellitus pada kehamilan, dislipidemia ( HDL < 35 mg/dl
dan atau trigliserida > 250 mg/dl ) dan pernah TGT atau Glukosa Darah Puasa Terganggu
( GDPT ).
5. Gejala klinik Diabetes mellitus
Gejala klinik Diabetes Mellitus adalah : Trias Sindrome Diabetic Acut yaitu Polidipsi,
polipagi dan poliuri. Gejala kronis yang sering timbul adalah lemah badan, kesemutan,
penurunan kemampuan seksual, gangguan penglihatan, kaku otot, kaku sendi, dan lain-lain
(Tjokroprawiro A, 1999). Gejala diabetes tipe I muncul secara tiba-tiba pada saat usia anak-
anak sebagai akibat dari kelainan genetika, sehingga tubuh tidak memproduksi insulin dengan
baik. Gejala-gejalanya antara lain adalah : sering buang air kecil, terus-menerus lapar dan
haus, berat badan menurun, kelelahan, penglihatan kabur, Infeksi pada kulit yang berulang,
meningkatnya kadar gula dalam darah dan air seni dan cenderung terjadi pada mereka yang
berusia di bawah 20 tahun.
Sedangkan gejala diabetes tipe II muncul secara perlahan-lahan sampai menjadi gangguan
yang jelas, dan pada tahap permulaannya seperti gejala diabetes tipe I, yaitu : cepat lelah,
kehilangan tenaga dan merasa tidak fit, sering buang air kecil, terus menerus lapar dan haus,
kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya, mudah sakit yang
berkepanjangan, biasanya terjadi pada mereka yang berusia di atas 40 tahun, tetapi
prevalensinya kini semakin tinggi pada golongan anak-anak dan remaja. Gejala-gejala
tersebut sering terabaikan karena dianggap sebagai keletihan akibat kerja. Gejala lain yang
biasanya muncul adalah: penglihatan kabur, luka yang lama sembuh, Kaki terasa kebas, geli,
atau merasa terbakar, infeksi jamur pada saluran reproduksi wanita dan impotensi pada pria.
Diabetes Tipe II biasanya terjadi pada mereka yang berusia diatas 40, tetapi prevalensinya
makin tinggi pada golongan anak-anak dan remaja. Riset juga menemukan bahwa
kebanyakan orang yang mengalami gejala pre-diabetes, yaitu suatu kondisi yang merupakan
pendahuluan dari munculnya diabetes tipe II, tidak menyadari bahwa ia sedang diincar oleh
diabetes yang berbahaya. Walaupun gejalanya tidak muncul, tetapi dari pemeriksaan gula
darah menunjukan bahwa kadar gula darah puasa berada di atas normal, meskipun belum
cukup tinggi untuk dikategorikan sebagai kasus diabetes. Tetapi kasus pre-diabetes itu sendiri
dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular sampai 50%.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dasar terapi Diabetes Mellitus Pentalogi Terapi Diabetes Mellitus
menurut Tjokroprawiro, A (1998) sebagai berikut: diet dan mengatur pola makan, latihan
fisik (olah raga), pengontrolan kadar gula darah, obat hipoglikemia ( OHO dan Insulin )
contoh : glibenclamid, daonil, regular insulin dan cangkok pancreas. Sedangkan menurut
Nurhasan (2002) penyakit diabetes mellitus dapat dikendalikan tanpa obat dan menjalani
terapi berupa: pengaturan makan yang baik, tidak boleh makan gula atau makanan bergula,
mengkonsumsi makanan dengan kadar tinggi protein misalnya: daging tanpa lemak, telur,
ikan, sayur hijau dan harus menjauhi makanan dengan kandungan tinggi karbohidrat serta
melakukan latihan fisik (olah raga secara teratur).

C. Konsep Dasar Ulkus Diabetik


1. Pengertian Ulkus Diabetik
Ulkus diabetik dikenal dengan istilah gangren didefinisikan sebagai jaringan nekrosis atau
jaringan mati yang disebabkan oleh adanya emboli pembuluh darah besar arteri pada bagian
tubuh sehingga suplai darah terhenti. Dapat terjadi sebagai akibat proses inflamasi yang
memanjang, perlukaan (digigit serangga, kecelakaan kerja atau terbakar), proses degeneratif
(arteriosklerosis) atau gangguan metabolik diabetes mellitus (Gitarja, W, 1999).
Ganggren diabetik adalah nekrosis jaringan pada bagian tubuh perifer akibat penyakit
diabetes mellitus. Biasanya gangren tersebut terjadi pada daerah tungkai. Keadaan ini
ditandai dengan pertukaran sekulitis dan timbulnya vesikula atau bula yang hemoragik
kuman yang biasa menginfeksi pada gangren diabetik adalah streptococcus (Soeatmaji,
1999).

2. Faktor resiko terjadinya gangren diabetik


Berbagai faktor resiko yang dapat mempengaruhi timbulnya gangren diabetik adalah
neuropati, iskemia, dan infeksi. (Sutjahyo A, 1998). Iskemia disebabkan karena adanya
penurunan aliran darah ke tungkai akibat makroangiopati ( aterosklerosis ) dari pembuluh
darah besar di tungkai terutama pembuluh darah di daerah betis. Angka kejadian gangguan
pembuluh darah perifer lebih besar pada diabetes millitus dibandingkan dengan yang bukan
diabetes millitus. Menurut Sutjahjo, A (1998) hal ini disebabkan karena beberapa faktor.
Resiko lebih banyak dijumpai pada diabetes mellitus sehingga memperburuk fungsi endotel
yang berperan terhadap terjadinya proses atherosklerosis. Kerusakan endotel ini merangsang
agregasi platelet dan timbul trombosis, selanjutnya akan terjadi penyempitan pembuluh darah
dan timbul hipoksia.
Ischemia atau gangren pada kaki diabetik dapat terjadi akibat dari atherosklerosis yang
disertai trombosis, pembentukan mikro trombin akibat infeksi, kolesterol emboli yang bersal
dari plak atheromatous dan obat-obat vasopressor. Gambaran klinik yang tampak adalah
penderita mengeluh nyeri tungkai bawah waktu istirahat, kesemutan, cepat lelah, pada
perabaan terasa dingin, pulsasi pembuluh darah kurang kuat dan didapatkan ulkus atau
gangren.
Adanya neurophaty perifer akan menyebabkan gangguan sensorik maupun motorik.
Gangguan sensorik akan menyebabkan hilangnya atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki,
sehingga penderita akan mengalami trauma tanpa terasa, yang mengakibatkan terjadinya
atropi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang mengakibatkan pula terjadinya
ulkus pada kaki. Ulkus yang terjadi pada kaki diabetik umumnya diakibatkan karena trauma
ringan, ulkus ini timbul didaerah-daerah yang sering mendapat tekanan atau trauma pada
telapak kaki, hal ini paling sering terjadi, didaerah sendi metatarsofalangeal satu dan lima
didaerah ibu jari kaki dan didaerah tumit. Mula-mula inti penebalan hiper keratotik dikulit
telapak kaki, kemudian penebalan tersebut mengalami trauma disertai dengan infeksi
sekunder. Ulkus terjadi makin lama makin dalam mencapai daerah subkutis dan tampak
sebagai sinus atau kerucut bahkan sampai ketulang.
Infeksi sendiri jarang merupakan faktor tunggal untuk terjadinya gangren. Infeksi lebih
sering merupakan komplikasi yang menyertai gangren akibat ischemia dan neuropathy. Ulkus
berbentuk bullae, biasanya berdiameter lebih dari satu sentimeter dan terisi masa, sisa-sisa
jaringan tanduk, lemak pus dan krusta diatas dasar granulomatous. Ulkus berjalan progresif
secara kronik, tidak terasa nyeri tetapi kadang-kadang ada rasa sakit yang berasal dari
struktur jaringan yang lebih dalam atau lebih luar dari luka. Bila krusta dan produk-produk
ulkus dibersihkan maka tampak ulkus yang dalam seperti kerucut, ulkus ini dapat lebih
progresif bila tidak diobati dan dapat terjadi periostitis atau osteomyelitis oleh infeksi
sekunder akibatnya timbul osteoporosis, osteolisis dan destruktif tulang.
3. Gejala Umum
Penderita dengan gangren diabetik, sebelum terjadi luka keluhan yang timbul adalah
berupa kesemutan atau kram, rasa lemah dan baal pada tungkai dan nyeri pada waktu
istirahat. Akibat dari keluhan ini, maka apabila penderita mengalami trauma atau luka kecil
hal tersebut tidak dirasakan. Luka tersebut biasanya disebabkan karena penderita tertusuk
atau terinjak paku kemudian timbul gelembung-gelembung pada telapak kaki. Kadang
menjalar sampai punggung kaki dimana tidak menimbulkan rasa nyeri, sehingga bahayanya
mudah terjadi infeksi pada gelembung tersebut dan akan menjalar dengan cepat (Sutjahyo A,
1998).
Apabila luka tersebut tidak sembuh-sembuh, bahkan bertambah luas baru penderita
menyadari dan mencari pengobatan. Biasanya gejala yang menyertai adalah kemerahan yang
makin meluas, rasa nyeri makin meningkat, panas badan dan adanya nanah yang makin
banyak serta adanya bau yang makin tajam.
4. Pengobatan dan perawatan
a. Pengobatan
Pengobatan dari gangren diabetik sangat dipengaruhi oleh derajat dan dalamnya ulkus,
apabila dijumpai ulkus yang dalam harus dilakukan pemeriksaan yang seksama untuk
menentukan kondisi ulkus dan besar kecilnya debridement yang akan dilakukan. Dari
penatalaksanaan perawatan luka diabetik ada beberapa tujuan yang ingin dicapai, antara lain :
1). Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab
2). Optimalisasi suasana lingkungan luka dalam kondisi lembab
3). Dukungan kondisi klien atau host (nutrisi, kontrol diabetes mellitus dan kontrol faktor
penyerta)
4). Meningkatkan edukasi klien dan keluarga
b. Perawatan luka diabetik
1). Mencuci luka
Merupakan hal pokok untuk meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses
penyembuhan luka serta menghindari kemungkinan terjaadinya infeksi. Proses pencucian
luka bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis, cairan luka yang berlebihan, sisa balutan
yang digunakan dan sisa metabolik tubuh pada permukaan luka.
Cairan yang terbaik dan teraman untuk mencuci luka adalah yang non toksik pada proses
penyembuhan luka (misalnya NaCl 0,9%). Penggunaan hidrogenperoxida, hypoclorite
solution dan beberapa cairan debridement lainnya, sebaliknya hanya digunakan pada jaringan
nekrosis / slough dan tidak digunakan pada jaringan granulasi. Cairan antiseptik seperti
provine iodine sebaiknya hanya digunakan saat luka terinfeksi atau tubuh pada keadaan
penurunan imunitas, yang kemudian dilakukan pembilasan kembali dengan saline. (Gitarja
W, 1999).
2). Debridement
Debridement adalah pembuangan jaringan nekrosis atau slough pada luka. Debridement
dilakukan untuk menghindari terjadinya infeksi atau selulitis, karena jaringan nekrosis selalu
berhubungan dengan adanya peningkatan jumlah bakteri. Setelah debridement, jumlah
bakteri akan menurun dengan sendirinya yang diikuti dengan kemampuan tubuh secara
efektif melawan infeksi. Secara alami dalam keadaan lembab tubuh akan membuang sendiri
jaringan nekrosis atau slough yang menempel pada luka (peristiwa autolysis).
Autolysis adalah peristiwa pecahnya atau rusaknya jaringan nekrotik oleh leukosit dan
enzim lyzomatik. Debridement dengan sistem autolysis dengan menggunakan occlusive
dressing merupakan cara teraman dilakukan pada klien dengan luka diabetik. Terutama untuk
menghindari resiko infeksi. (Gitarja W, 1999).
3). Terapi Antibiotika
Pemberian antibiotika biasanya diberikan peroral yang bersifat menghambat kuman gram
positip dan gram negatip. Apabila tidak dijumpai perbaikan pada luka tersebut, maka terapi
antibiotika dapat diberikan perparenteral yang sesuai dengan kepekaan kuman (Sutjahyo A,
1998).
4). Nutrisi
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam penyembuhan luka.
Penderita dengan gangren diabetik biasanya diberikan diet B1 dengan nilai gizi: yaitu 60%
kalori karbohidrat, 20% kalori lemak, 20% kalori protein. (Tjokroprawiro A, 1999 ).
5). Pemilihan jenis balutan
Tujuan pemilihan jenis balutan adalah memilih jenis balutan yang dapat mempertahankan
suasana lingkungan luka dalam keadaan lembab, mempercepat proses penyembuhan hingga
50%, absorbsi eksudat / cairan luka yanag keluar berlebihan, membuang jaringan nekrosis /
slough (support autolysis), kontrol terhadap infeksi / terhindar dari kontaminasi, nyaman
digunakan dan menurunkan rasa sakit saat mengganti balutan dan menurunkan jumlah biaya
dan waktu perawatan (cost effektive). Jenis balutan: absorbent dressing, hydroactive gel,
hydrocoloid. (Gitarja W, 1999).
Selain pengobatan dan perawatan diatas, perlu juga pemeriksaan Hb dan albumin minimal
satu minggu sekali, karena adanya anemia dan hipoalbumin akan sangat berpengaruh dalam
penyembuhan luka. Diusahakan agar Hb lebih 12 g/dl dan albumin darah dipertahankan lebih
3,5 g/dl. Dan perlu juga dilakukan monitor glukosa darah secara ketat, karena bila didapatkan
peningkatan glukosa darah yang sulit dikendalikan, ini merupakan salah satu tanda
memburuknya infeksi yang ada sehingga luka sukar sembuh.
Untuk mencegah timbulnya gangren diabetik dibutuhkan kerja sama antara dokter,
perawat dan penderita sehingga tindakan pencegahan, deteksi dini beserta terapi yang
rasional bisa dilaksanakan dengan harapan biaya yang besar, morbiditas penderita gangren
dapat ditekan serendah-rendahnya. Upaya untuk pencegahan dapat dilakukan dengan cara
penyuluhan dimana masing-masing profesi mempunyai peranan yang saling menunjang.
Dalam memberikan penyuluhan pada penderita ada beberapa petunjuk perawatan kaki
diabetik (Sutjahyo A, 1998) :
a). Gunakan sepatu yang pas dan kaos kaki yang bersih setiap saat berjalan dan jangan
bertelanjang kaki bila berjalan.
b.) Cucilah kaki setiap hari dan keringkan dengan baik serta memberikan perhatian khusus pada
daerah sela-sela jari kaki.
c). Janganlah mengobati sendiri apabila terdapat kalus, tonjolan kaki atau jamur pada kuku kaki.
d). Suhu air yang digunakan untuk mecuci kaki antara 29,5 30 derajat celsius dan diukur dulu
dengan thermometer.
e). Janganlah menggunakan alat pemanas atau botol diisi air panas.
f). Langkah-langkah yang membantu meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas bawah yang harus
dilakukan, yaitu : hindari kebiasaan merokok, hindari bertumpang kaki duduk, lindungi kaki
dari kedinginan, hindari merendam kaki dalam air dingin, gunakan kaos kaki atau stoking
yang tidak menyebabkan tekanan pada tungkai atau daerah tertentu, periksalah kaki setiap
hari dan laporkan bila terdapat luka, bullae kemerahan atau tanda-tanda radang, sehingga
segera dilakukan tindakan awal dan jika kulit kaki kering gunakan pelembab atau cream.

D. Hubungan tingkat pengetahuan pasien diabetes mellitus dengan kejadian ulkus


diabetik.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera
manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt
behaviour) (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Karyoso (1999) bahwa dengan pengetahuan manusia dapat mengembangkan apa
yang diketahui dan dapat mengatasi kebutuhan kelangsungan hidup, sehingga akan
mempengaruhi seseorang dalam berperilaku. Terbentuk suatu perilaku baru terutama pada
orang dewasa dimulai pada domain kognitif dalam arti subyek tahu terlebih dahulu terhadap
stimulus yang berupa materi atau obyek diluarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru
dan akan terbentuk dalam sikap maupun tindakan.
Pengetahuan pasien tentang perawatan ulkus diabetik sangat penting karena bila seorang
pasien mempunyai pengetahuan, maka pasien akan dapat memilih alternative yang terbaik
bagi dirinya dan cenderung memperhatikan hal-hal yang penting tentang perawatan Apabila
perawatan yang dilakukan dengan tepat maka dapat membantu proses penyembuhan dan
diharapkan pasien menjadi sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual (Effendi, 1999).
Sehingga ulkus diabetik tidak terjadi dan komplikasi lainnya dapat dihindari. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam perawatan diabetes mellitus dan ulkus diabetik yaitu :
pengaturan makan yang baik, tidak boleh makan gula atau makanan bergula, mengkonsumsi
makanan dengan kadar tinggi protein misalnya: daging tanpa lemak, telur, ikan, sayur hijau
dan harus menjauhi makanan dengan kandungan tinggi karbohidrat serta melakukan latihan
fisik (olah raga secara teratur) Nurhasan (2002).

E. Hipotesis
Ha : Ada hubungan tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan diabetes mellitus dengan
kejadian ulkus diabetik.
Ho : Tidak ada hubungan tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan diabetes mellitus
dengan kejadian ulkus diabetik.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan dan Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian secara survey Analitik
dengan menggunakan rancangan cross-sectional yang merupakan rancangan penelitian
dengan menggunakan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu)
antara variabel independen dan dependen (Alimul, 2002).

B. Kerangka Pikir / Kerangka Konsep


Pada penelitian ini sebagai variabel independen yaitu : Tingkat pengetahuan pasien tentang
perawatan diabetes mellitus, sedangkan variabel dependen yaitu : kejadian ulkus diabetik
(Alimul, 2002). Secara skematis, kedua variabel penelitian tersebut digambarkan sebagai
berikut :
Bagan 1 :

Variabel Independen Variabel Dependen

C. Defenisi Operasional
Defenisi operasional merupakan petunjuk bagaimana suatu variabel ini dapat menjadi
indikator dari variabel lainnya.
Tabel 3.1 Defenisi Operasional variabel Independen dan Variabel Dependen
SK
DEFINIS CAR ALA
AL
VARI I A T
A HASIL UKUR
ABEL OPERAS UKU UK
UK
IONAL R UR
UR
Indep
enden Segala Meng Kuis Ordi 0 : Kurang (Jika
Tingka sesuatu ajukan ioner nal jawaban benar
t yang pertan 1 - 6)
Penget diketahui yaan 1 : Baik (jika jawaban
ahuan oleh Melal benar 7 - 12)
Pasien pasien ui
tentan tentang kuisio
g perawata ner
perawa n diabetes
tan mellitus.
diabete
s
mellitu
s

Depen Munculn observ Lem No 0 : Terjadi ulkus


den ya asi bar min diabetik
nekrosis chec al 1 : Tidak Terjadi ulkus
Kejadi jaringan / k list diabetik
an luka
ulkus borok
diabeti pada
k. bagian
tubuh
perifer
akibat
penyakit
diabetes
mellitus.

D. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2002).
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan pasien diabetes mellitus di ruang Seruni
RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu dari bulan Januari sampai dengan Juli tahun 2008 dengan
jumlah pasien 32 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
populasi (Notoatmodjo, 2002). Penelitian ini menggunakan total sampling dimana populasi
dijadikan sampel.
E. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu
Penelitian ini dilakukan selama 6 hari mulai tanggal 11 Juli s/d 16 Juli 2008.
2. Tempat
Lokasi penelitian ini dilakukan di ruang Seruni dan di rumah pasien yang telah pulang dari
ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Cara Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini cara pengumpulan data didapat melalui observasi dan penyebaran
kuisioner dengan memberikan pertanyaan.
2. Instrumen penelitian
Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan yaitu lembar kuisioner yang digunakan untuk
memperoleh data tingkat pengetahuan pasien tentang penatalaksanaan dan perawatan
diabetes mellitus. Sedangkan untuk memperoleh data mengenai kejadian ulkus diabetik
menggunakan lembar observasi.
3. Jenis Data
Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data primer.
G. Teknik Pengolahan Analisa & Pengkajian Data
1. Pengolahan data.
Data yang dikumpulkan selanjutnya diolah dalam beberapa tahap yaitu :
a. Editing (pengeditan data) meliputi apakah isian pada lembar quesioner sudah cukup baik dan
dapat di proses lebih lanjut editing dapat dilakukan di tempat pengumpulan data di lapangan
sehingga jika kesalahan maka upaya pembetulan dapat segera dilakukan.
b. Coding (Pengkodean).
Coding adalah mengalokasikan jawaban-jawaban yang ada menurut macamnya kedalam
bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode : 0 : jika jawaban benar 1 6 dengan
pengetahuan kurang tetang perawatan diabetes mellitus, kode 1 : jika jawaban benar 7 12
dengan pengetahuan baik tentang perawatan diabetes mellitus, sedangkan untuk kejadian
ulkus diabetik, kode 1 diberikan jika tidak terjadi ulkus diabetik dan kode 0 jika terjadi ulkus
diabetik.
c. Tabulasi.
Setelah dilakukan koding data maka dilakukan tabulasi data dari skor jawaban yang diperoleh
dengan menggunakan tabel untuk pengkajian hasil pengolahan data guna menyusun uraian
uraian yang dilengkapi dengan penjelasan serta penyajian data dalam bentuk tabel yang
kemudian diolah oleh komputer.
2. Analisa Data
a. Analisa Univariat
Adalah metode statistik yang digunakan oleh peneliti menghasilkan distribusi dan persentase
dari tiap variabel dengan rumus
Keterangan :
P : Jumlah persentase yang di cari
F : Jumlah frekuensi untuk setiap alternatif jawaban
N : Jumlah responden
Kategori
Baik : 76-100%
Cukup : 56-75 %
Kurang : < 56 % (Arikunto, 2002)
b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat adalah analisis yang digunakan untuk melihat hubungan antara variabel
independen (tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan diabetes mellitus) sedangkan
variabel dependen (kejadian ulkus diabetik).
Penelitian ini menggunakan analisa statistik chi-square ( X 2 ). Untuk uji pearson chi-square
dengan tabel R x C sebagai berikut :
Rumus :

Mencari Nilai E :

Keterangan :
X2 : Chi-square
O : Nilai Observasi
E : Nilai Ekspektasi
N : Jumlah total ( Eko Budiarto, 2001)
Denga derajat kemaknaan 95 % dan tingkat signifikan ( :0,05). Bila tabel 3x2 menggunakan
uji person chi-square maka uji yang digunakan Continuity Correction. Adapun ketentuan uji
kai-kuadrat sebagai berikut :
1). Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan kurang dari 1 (satu).
2). Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan kurang dari 5 (lima) lebih dari
20% dari jumlah keseluruhan sel. Untuk melihat kekutan hubungan antara dua variabel secara
signifikan menggunakan uji contingency coefisient (Galton dalam Astono, 2001) kekuatan
hubungan secara kualitatif dapat dibagi menjadi 4 area :
1). r = 0,00 0,25 tidak ada hubungan
2). r = 0,26 0,50 hubungan lemah
3). r = 0,51 0,75 hubungan kuat
4). r = 0,76 1,00 hubungan sangat kuat
Jawaban diterangkan dalam perhitungan:
1). Ha diterima apabila x2 hitung x2 tabel / p 0,05
2). Ho ditolak apabila x2 hitung < x2 tabel / p > 0,05

Tabel 3.2 Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Perawatan Diabetes Mellitus dengan Kejadian Ulkus
Diabetik

Kejadian
Variabel
Tidak Terjadi Total
Independen Terjadi Ulkus
Ulkus
Kurang AI BI AI+BI
CI+DI
Baik CI DI

AI+BI+
Total AI+CI BI+DI CI+DI

Keterangan :
AI = Pengetahuan pasien kurang dengan terjadinya ulkus diabetik
BI = Pengetahuan pasien kurang dengan tidak terjadinya ulkus diabetik
CI = Pengetahuan pasien baik dengan terjadinya ulkus diabetik
DI = Pengetahuan pasien baik dengan tidak terjadinya ulkus diabetik

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, A. 2002 ; Riset Keperawatan dan Teknis Penulisan Ilmia. Salemba. Medika
Jakarta.

Arikunto, 2002; Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V. Rineka Cipta.
Jakarta.

Astono, 2001 ; Skripsi Tesis Disertasi. Yrama Widya. Bandung.

Depkes, 1999 ; Perawatan Penyakit Dalam dan Bedah. Depkes. Jakarta.

Effendi, 1999 ; Pedoman Skripsis Tesis. Graha Ilmu Jogjakarta.

Eko, B. 2001 ; Yang Manis Jangan Pipis. CV Aneka. Jakarta.


Gitarja, W. 1999 ; Penggunaan Veracrylum 1% Pada Penyembuhan Luka Kronik : Majalah
Kedokteran dan Farmasi. Jakarta.

Ivan, H, dkk. 2005 ; Penyembuhan Diabetes Mellitus. University Press. Surabaya.

Kariyoso, 1999 ; Pengantar Komunikasi Bagi Siswa Peraw. Penerbit Buku Kedokteran. RGC.
Jakarta.

Morley D, 1999 ; Prioritas Pediatri di Negara Sedang Berkembang. Yayasan Esentia Medica.
Jakarta.

Noto Admodjo, S. 2002 ; Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka cipta. Jakarta.

---------------------- 2002 ; Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka cipta. Jakarta.

---------------------- 2003 ; Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka cipta. Jakarta

Nurhasan. 2002 ; Kiat Melawan Penyakit. Pustaka Pelajar. Jogjakarta.

Soeatmaji.1999 ; Aspek Klinik dan Pengobatan Displidemi : Simposium Nasional Perkembangan


Mutakhir Endokrinologi-Metabolisme. Surabaya.

Sutjahyo, A. 1998 ; Profil Lipoprotein (a) dan Fraksi Lipid Darah Lain pada Penderita DM Tipe 2 :
Simposium Nasional Perkembangan Mutakhir Endokrinologi-Metabolisme. Surabaya.

Tjokroprawiro, A. 1998 ; Diabetes Mellitus Klasifikasi, Diagnosis dan Terapi. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.

www.medicastore.com ; Informasi tentang Penyakit Diabetes Mellitus, 2008, Akses tanggal 15 Juni
2008.

Label: Skripsi Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai