FELICIA EVELYN
01503180217
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
TANGERANG
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, dengan
kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. W DENGAN DIABETES MELITUS
yang merupakan salah satu tugas dalam praktek program Profesi Ners stase
Keperawatan Medikal Bedah.
Penulis menyadari bahwa proposal ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa
adanya doa dan pertolongan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Maruli Tua selaku preceptor di RS Hosana
Medica Bekasi dan Ibu Ns. Juhdeliena Sihombing, M.Kep selaku dosen
pembimbing pada stase ini.
Penulis menyadari laporan ini masih belum sempurna. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi
perbaikan laporan ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan Tuhan
memberkati
Felicia Evelyn
.
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 TUJUAN PENULISAN
1.2.1 TUJUAN UMUM
Menjabarkan secara rinci mengenai teori konseptual, penatalaksanaan,
dan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan Diabtes Melitus
secara komprehensif.
1.2.2 TUJUAN KHUSUS
Penulis mampu Menjelaskan:
a. Menjelaskan definisi dari Diabtes Melitus
b. Menjelaskan etiologi dari Diabtes Melitus
c. Menjelaskan anatomi dan Fisiologi pankreas
d. Menjelaskan patofisiologi dari Diabtes Melitus
e. Menjelaskan manifestasi klinis pada pasien dengan Diabtes Melitus
f. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik yang terdapat pada pasien
Diabtes Melitus
g. Menjelaskan penatalaksanaan Medis
h. Menjelaskan komplikasi dan prognosis dari Diabtes Melitus
i. Menjelaskan dan melakukan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Diabtes Melitus
2
1.4 SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan laporan ini disusun menjadi lima bab yaitu:
a. BAB I PENDAHULUAN: meliputi latar belakang, tujuan
penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan
b. BAB II KONSEP DASAR TEORI: meliputi tinjauan teoritis medis
dan tinjauan teoritis keperawatan
c. BAB III TINJAUAN KASUS: meliputi pengkajian, Analisa data.
rencana asuhan keperawatan, implementasi dan evaluasi
d. BAB IV PEMBAHASAN: pada bab ini dijelaskan alasan penegakan
diagnosa keperawatan, tujuan intervensi dan evaluasi dari intervensi
yang telah dilakukan
e. BAB I PENUTUP: meliputi kesimpulan dan saran
3
BAB II
KONSEP DASAR TEORI
2.1.2 KLASIFIKASI
1) Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi
karena kerusakan sel β (beta) (WHO, 2014). Canadian Diabetes
Association (CDA) 2013 juga menambahkan bahwa rusaknya sel β
pankreas diduga karena proses autoimun, namun hal ini juga tidak
diketahui secara pasti. Diabetes tipe 1 rentan terhadap ketoasidosis,
memiliki insidensi lebih sedikit dibandingkan diabetes tipe 2, akan
meningkat setiap tahun baik di negara maju maupun di negara berkembang
(IDF, 2014).
2) Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO, 2014).
Seringkali diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu
setelah komplikasi muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar 90% dari
penderita DM di seluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari
memburuknya faktor risiko seperti kelebihan berat badan dan kurangnya
aktivitas fisik (WHO, 2014).
4
3) Diabetes Gestational
Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes yang didiagnosis
selama kehamilan (ADA, 2014) dengan ditandai dengan hiperglikemia
(kadar glukosa darah di atas normal) (CDA, 2013 dan WHO, 2014). Wanita
dengan diabetes gestational memiliki peningkatan risiko komplikasi selama
kehamilan dan saat melahirkan, serta memiliki risiko diabetes tipe 2 yang
lebih tinggi di masa depan (IDF, 2014).
4) Tipe diabetes lainnya
Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang terjadi karena
adanya kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin dan mutasi gen
serta mengganggu sel beta pankreas, sehingga mengakibatkan kegagalan
dalam menghasilkan insulin secara teratur sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Sindrom hormonal yang dapat mengganggu sekresi dan menghambat kerja
insulin yaitu sindrom chusing, akromegali dan sindrom genetik (ADA,
2015).
2.1.3 ETIOLOGI
Diabetes mellitus tipe 2, sebelumnya disebut NIDDM atau Diabetes
mellitus onset – dewasa, adalah gangguan yang melibatkan, baik genetic dan
factor lingkungan. DM tipe 2 adalah DM paling umum, mengenai 90%
orang yang memiliki penyakit. DM tipe 2, biasanya terdiagnosis setelah usia
40 tahun dan lebih umum di antara orang dewasa tua, dewasa obesitas, dan
etnik serta populasi ras tertentu. Namun diagnosis DM tipe 2 pada anak –
anak dan remaja meningkat, terutama pada Amerika – Afrika dan Amerika
Hispanik/Latin. DM tipe 2 tidak berhubungan dengan jaringan HLA, dan
sirkulasi ICAs. Keturunan merupakan factor utama sedangkan obesitas
merupakan factor resiko mayor (Black & Hawks, 2014).
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe 2 masih belum diketahui. Factor
genetic memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
5
Faktor – faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun)
b. Obesitas, berat badan lebih dari 120% dari berat badan ideal (kira – kira
terjadi pada 90%)
c. Riwayat keluarga (Padilla, 2012).
d. Riwayat adanya gangguan toleransi glukosa (IGT) atau gangguan glukosa
puasa.
e. Hipertensi lebih dari 140/90 mmHg atau hyperlipidemia, kolesterol atau
trigliserida lebih dari 150 mg/dL.
f. Riwayat gestasional DM atau riwayat melahirkan bayi diatas 4 kg
g. Polystic ovarium syndrome yang diakibatkan resistensi dari insulin. Pada
keadaan ini wanita tidak terjadi ovulasi (keluarnya sel telur dari ovarium),
tidak terjadi menstruasi, tumbuhnya rambut secara berlebihan, tidak bisa
hamil (Tarwoto, Wartonah, Taufiq, & Mulyati, 2012).
b. Fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira –
kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya
rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di
belakang lambung.Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang
terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. (Black & Hawks,
2014).
6
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
a. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
b. Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar,
tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Terdapat Pulau–pulau Langerhans yang menjadi sistem
endokrinologis dari pamkreas tersebar sebanyak 1-2 juta dengan berat hanya
1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan
besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil
adalah 50µ, sedangkan yang terbesar 300µ, terbanyak adalah yang besarnya
100 – 225 µ.
Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yaitu:
a. Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi
glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik
b. Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
c. Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat
somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur
dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak
berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada
penderita DM, sel betha sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang
normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin
sehingga dianggap tidak berfungsi.
2.1.5 PATOFISIOLOGI
Diabetes melitus yang merupakan penyakit dengan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak karena insulin tidak dapat
bekerja secara optimal, jumlah insulin yang tidak memenuhi kebutuhan atau
keduanya. Gangguan metabolisme tersebut dapat terjadi karena 3 hal yaitu
pertama karena kerusakan pada sel-sel beta pankreas karena pengaruh dari
7
luar seperti zat kimia, virus dan bakteri. Penyebab yang kedua adalah
penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas dan yang ketiga karena
kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer (Fatimah, 2015).
Insulin yang disekresi oleh sel beta pankreas berfungsi untuk
mengatur kadar glukosa darah dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang tinggi
akan menstimulasi sel beta pankreas untuk mengsekresi insulin (Hanum,
2013). Sel beta pankreas yang tidak berfungsi secara optimal sehingga
berakibat pada kurangnya sekresi insulin menjadi penyebab kadar glukosa
darah tinggi. Penyebab dari kerusakan sel beta pankreas sangat banyak seperti
contoh penyakit autoimun dan idiopatik (NIDDK, 2014).
Gangguan respons metabolik terhadap kerja insulin disebut dengan
resistensi insulin. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan reseptor, pre
reseptor dan post reseptor sehingga dibutuhkan insulin yang lebih banyak dari
biasanya untuk mempertahankan kadar glukosa darah agar tetap normal.
Sensitivitas insulin untuk menurunkan glukosa darah dengan cara
menstimulasi pemakaian glukosa di jaringan otot dan lemak serta menekan
produksi glukosa oleh hati menurun. Penurunan sensitivitas tersebut juga
menyebabkan resistensi insulin sehingga kadar glukosa dalam darah tinggi
(Prabawati, 2012).
Kadar glukosa darah yang tinggi selanjutnya berakibat pada proses
filtrasi yang melebihi transpor maksimum. Keadaan ini mengakibatkan
glukosa dalam darah masuk ke dalam urin (glukosuria) sehingga terjadi
diuresis osmotik yang ditandai dengan pengeluaran urin yang berlebihan
(poliuria). Banyaknya cairan yang keluar menimbulkan sensasi rasa haus
(polidipsia). Glukosa yang hilang melalui urin dan resistensi insulin
menyebabkan kurangnya glukosa yang akan diubah menjadi energi sehingga
menimbulkan rasa lapar yang meningkat (polifagia) sebagai kompensasi
terhadap kebutuhan energi. Penderita akan merasa mudah lelah dan
mengantuk jika tidak ada kompensasi terhadap kebutuhan energi tersebut
(Hanum, 2013).
8
2.1.6 MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala menurut Tarwoto dkk, 2012)
Sering kencing/miksi atau meningkatnya frekuensi buang air
kecil (polyuria) adanya hiperglikemia menyebabkan sebagian
glukosa dikeluarkan oleh ginjal bersama urin karena keterbatasan
kemampuan filtrai ginjal dan kemampuan reabsopsi dari tubulus
ginjal. Untuk mempermudah pengeluaran glukosa maka
diperlukan banyak air, sehingga frekuensi miksi menjadi
meningkat.
Meningkatnya rasa haus (polydipsia) banyaknya miksi
menyebabkan tubuh kekurangan cairan (dehidrasi), hal ini
merangsang pusat haus yang mengakibatkan peningkatan rasa
haus.
Meningkatnya rasa lapar (polifagia) meningkatnya katabolisme,
pemecahan glikogen untuk energy menyebabkan cadangan
energy berkurang, keadaan ini menstimulasi pusat lapar.
Penurunan berat badan disebabkan karena banyaknya kehilangan
cairan, glikogen dan cadangan trigliserida serta massa otot
Kelainan pada mata, penglihatan kabur pada kondisi kronis,
keadaan hiperglikemia menyebabkan aliran darah menjadi
lambat, sirkulasi ke vaskuler tidak lancar, termasuk pada mata
yang dapat merusak retina serta kekeruhan pada lensa
Kulit gatal, infeksi kulit, gatal – gatal disekitar penis dan vagina
peningkatan glukosa darah mengakibatkan penumpukan pula
pada kulit sehingga menjadi gatal, jamur dan bakteri mudah
menyerang kulit
Ketonuria ketika glukosa tidak lagi digunakan untuk energy,
maka digunakan asam lemak untuk energy, asam lemak akan
dipecah menjadi keton yang kemudian berada pada darah dan
dikeluarkan menjadi ginjal
9
Kelemahan dan keletihan kurangnya cadangan energy, adanya
kelaparan sel, kehilangan potassium menjadi akibat pasien mudah
lelah dan letih
Terkadang tanpa gejala pada keadaan tertentu, tubuh sudah dapat
beradaptasi dengan peningkatan glukosa darah (Tarwoto,
Wartonah, Taufiq, & Mulyati, 2012).
10
Uji Laboratorium Terkait DM
1. Kadar Hemoglobin Glikosilase
Glukosa dapat secara normal melekat pada molekul hemglobin
(Hb) yang terdapat pada sel darah merah. Apabila telah melekat, maka
gluksa ini tidak dapat dipisahkan kembali. Oleh karena itu apabila
kadar glukosa dalam darah tinggi, maka kadar hemglobin glikosilase
tinggi (HbA1c). A1c merupakan kadar glukosa darah yang telah
diukur lebih dari tiga bulan sebelumnya. Untuk dapat menghindari
komplikasi terkait dengan penyakit diabetes, maka ADA
merekomendasikan kadar A1c berada di bawah 7%. ADA
merekomedasi untuk melakukan tes A1c rutin enam bulan sekali bagi
klien dengan DM.
2. Kadar Albumin Glikosilase
Glukosa juga dapat melekat pada protein, albumin secara primer.
Konsentrasi albumin glikosilase mecerminkan kadar glukosa darah
rata-rata lebih dari 7-10 hari sebelumnya. Pegukuran kadar albumin
glikosilase ini berguna ketika penentuan glukosa darah rata-rata
jangka pendek diperlukan.
3. Kadar Connecting Peptide (C-Peptide)
Ketika sel beta pankreas memproduksi proinsulin sebagian
dipecah oleh enzim, dua produk terbentuk, insulin, dan connecting
peptide yang biasa disebut C-peptide. Karena C- peptide dan insulin
dibentuk dalam jumlah yang sama, maka pemeriksaan ini menentukan
jumlah produksi insulin endogen. Klien dengan DM tipe 1 biasanya
memiliki kadar C-peptide yang redah atau bahkan tidak ada.
Dibandingkan dengan DM tipe 2 yang cenderung memiliki kadar C-
peptide normal atau meningkat.
4. Ketonuria
Merupakan pegecekan menggunakan urine, dimana urine
digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya keton pada urin
pasien. Alat tes yang digunakan adalah tablet atau strip. Adanya keton
11
dalam urin pasien dapat disebut ketonuria. Adanya keton pada urine
dapat mengindikasikan tubuh menggunakan lemak sebagai sumber
utama energi, yang mungkin dapat menyebabkan ketoasidosis. Hasil
pemeriksaan yang menunjukkan perubahan warna, dapat
mengindikasikan adanya keton. Semua pasien dengan DM seharusnya
dilakukan pengecekan keton dalam urine selama mengalami masa
sakit akut atau stres, ketika kadar gula darah naik (>240 mg/dl), ketika
hamil, atau ketika memiliki bukti ketoasidosis seperti mual, muntah,
atau nyeri perut.
5. Proteinuria
Mikroalbuminuria merupakan pengecakan yang dilakukan untuk
mengetahui jumlah protein yang terdapat dalam urine (proteinuria)
yang dilakukan secara mikroskopis. Adanya protein yang terdapat
dalam urin merupakan gejala awal dari penyakit ginjal. ADA
merekomendasikan agar semua klien dengan DM dapat diuji
mikroalbuminuria setiap tahun. Tetapi, beberapa pasien memerlukan
pengecekan yang lebih sering agar dapat mendeteksi perjalanan
penyakit ginjal terkait efek-efek yang diberikan obat kepada ginjal.
(Black & Hawks, 2009)
12
profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara komprehensif
(PERKENI, 2015).
Penatalaksanaan medis yang diberikan pada pasien dengan DM
meliputi pengembalian kadar glukosa dan pemeliharaan kadar glukosa
senormal mungkin dengan diet seimbang, olah raga secara rutin, hingga
penggunaan obat hipoglikemik oral atau insulin. Biasanya, apabila DM
diobati dengan baik, maka klien dapat terhindar dari komplikasi hipoglikemia
dan juga hiperglikemia. Tetapi, komplikasi bisa saja tetap berkembang pada
beberapa klien dengan DM walaupun klien telah berusaha untuk
mengendalikannya. (Black & Hawks, 2009)
2.1.9 KOMPLIKASI
Menurut Black & Hawks (2009), berbagai komplikasi Diabetes
Melitus adalah sebagai berikut:
1. Hiperglikemia dan Ketoasidosis Diabetik
Hiperglikemia yang disebabkan glukosa tidak dapat diangkut ke
dalam sel karena kurangnya insulin. Tanpa adanya KH untuk bahan bakar sel,
hati mengubah glikogen yang semula disimpan kembali menjadi glukosa
(glikogenolisis) dan meningkatkan biosintesis glukosa (glukoneogenesis).
Pada Diabetes Melitus tipe 1, tubuh mulai mengambil simpanan lemak dan
protein yang digunakan untuk energi. Sejumlah besar asam lemak dikerahkan
dari sel jaringan adiposa dan diangkut ke hati. Kemudian, terjadi keogenesis
yaitu percepatan laju produksi benda keton untuk katabolisme jaringan tubuh
lainnya terutama otot.
Ketoasidosis diabetik teridentifikasi sekitar 40% dari klien dengan
Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis sebelumnya dan bertanggung jawab
untuk > 160.000 penerima rawat inap RS per tahun. Etiologi dan faktor
resikonya adalah :
- Memakai terlalu sedikit insulin.
- Tidak patuh dalam menggunakan insulin.
13
- Ketidakmampuan memenuhi peningkatan kebutuhan insulin yang dibuat
oleh pembedahan, trauma, kehamilan, stres, pubertas atau infeksi.
- Berkembangnya resistansi insulin melalui kehadiran antibodi insulin.
2. Sindrom Hiperglikemia Hiperosmolar Nonketosis
Sindrom Hiperglikemia Hiperosmolar Nonketosis (hyperglycemic
hiperosmolar nonketotic syndrome [HHNS]) merupakan varian ketoasidosis
diabetik yang ditandai dengan hiperglikemia ekstrem (600-2000 mg/dl),
dehidrasi nyata, ketonuria ringan atau tidak terdeteksi, dan tidak ada asidosis.
HHNS disebabkan karena sedikitnya ketonuria, hal ini dikarenakan beberapa
kemampuan sisa untuk mensekresikan insulin pada Diabetes Melitus tipe 2
sehingga mobilisasi lemak tidak terjadi. Ketika tidak adanya insulin yang
tidak adekuat maka darah terbebani oleh glukosa, molekul glukosa terlalu
besar sehingga menyebabkan diuresis osmotik dan akhirnya menjadi
dehidrasi sel. Kematian HHNS lebih tinggi dibandingkan dengan ketoasidosis
diabetik, secara primer karena tipikal klien lansia umumnya memiliki
masalah medis yang signifikan. Berikut ini merupakan 4 ciri khas utama dari
HHNS :
- Hiperglikemia berat (600-2000 mg/dl).
- Tanpa atau adanya ketosis ringan.
- Dehidrasi nyata (10-15% kehilangan cairan tubuh).
- Hiperosmolalitas plasma dan penigkatan dari kadar nitrogen urea pada
darah.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan reaksi insulin yang merupakan ciri umum
dari Diabetes Melitus tipe 1 dan juga sering dijumpai pada Diabetes Melitus
tipe 2 yang dapat diobati dengan insulin atau obat oral. Kadar glukosa darah
yang tepat pada klien mempunyai gejala hipoglikemia bervariasi tetapi tidak
sampai <50-60 mg/dl.
Etiologi dan faktor resiko dari hipoglikemia adalah :
- Dosis berlebihan insulin atau sulfonilurea.
- Menghindari makanan ataupun lebih sedikit makan daripada biasanya.
14
- Pemakaian tenaga berlebihan tanpa penambahan kompensasi karbohidrat.
- Ketidakseimbangan nutrisi dan cairan disebabkan oleh mual dan juga
muntah.
- Asupan alkohol.
4. Gangguan Hipoglikemia Lain
Gejala lain dari perubahan mekanisme regulator pada Diabetes
Melitus tipe 1 adalah
- Hipoglikemi tak terdeteksi, dimana merujuk pada orang dengan Diabetes
Melitus tidak menyadari bahwa mereka mengalami hipoglikemia, sehingga
tidak melakukan pengobatan.
- Hipoglikemia dengan Hiperglikemia Pantula (Efek Somogyi disebut
sebagai ayunan hiperglikemia saat tingkat glukosa darah meningkat setelah
hipoglikemia. Efek Somogyi dapat mengikuti sebuah episode hipoglikemik
yang tidak diobati pada malam hari dan disebabkan oleh pelepasan hormon
stres.). Fenomena ini berhubungan dengan masa lalu seperti penyebab umum
hiperglikemia pagi hari puasa. Patofisiologi mengarah pada sekresi hormo
yang melawan regulator dan dihasilkan produksi glukosa liver.
- Fenomena Subuh merujuk pada penurunan kadar glukosa darah pagi dini
hari sekitar jam empat hingga jam delapan pagi tanpa didahului hipoglikemia
malam hari. Hormon pertumbuhan dan juga kadar hormon juga
mempengaruhi dalam meningkatkan bersihan insulin. Dampak klinis dari
fenomena subuh adalah upaya untuk menormalkan kadar glukosa dalam
darah sebelum makan pagi sering mengakibatkan hipoglikemia pagi dini hari.
5. Komplikasi Kronis DM
Komplikasi kronis merupakan penyebab utama kesakitan dan juga
kematian pada orang dengan DM. Perubahan ini banyak mempengaruhi pada
sistem tubuh dan juga dapat menghancurkan klien serta keluarganya.
Komplikasi terkait diabetes dikaitkan sebagai satu dari dua tipe :
- Makrovaskular, termasuk penyakit jantung koroner, penyakit jantung
pembuluh, hipertensi, penyakit pembuluh darah perifer, dan juga infeksi.
- Mikrovaskular, termasuk retinopati, nepropati, dan neuropati.
15
6. Komplikasi Makrovaskular
Penyakit makrovaskular merupakan penyakit pembuluh besar yang
mencerminkan aterosklerosis dengan penumpukan lemak pada lapisan dalam
dinding pembuluh darah. Resiko berkembangnya lebih tinggi dari DM tipe 1
dan 2. Penyakit makrovaskular antara lain adalah :
- Penyakit Arteri Koroner.
- Penyakit Serebrovaskular.
- Hipertensi.
- Penyakit Pembuluh Perifer.
- Infeksi.
7. Komplikasi Mikrovaskular
Komplikasi Mikrovaskular atau mikroangiopati merujuk pada
perubahan yang terjadi pada retina, ginjal, serta kapiler perifer pada DM.
Jenis- jenis komplikasi mikrovaskular antara lain adalah :
- Retinopati Diabetik.
- Nefropati.
- Neuropati.
- Mononeuropati.
- Polineuropati.
- Neuropati Autonom.
- Gastrointestinal.
- Urogenital.
2.1.10 PROGNOSIS
Prognosis dari penyakit ini saat tidak diobati akan dapat menimbulkan
komplikasi baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler yang cukup banyak
terkait dengan metabolic sindrom yang mengarah pada proses terjadinya
penyakit kardiovaskuler. Pemeriksaan kadar gula darah serta HbA1C
setidaknya dilakukan minimal 2 kali dalam setahun untuk mewaspadai resiko
DM (Hanum, 2013)
16
Sekitar 60 % dari pasien dengan DM yang mendapat insulin dapat
bertahan hidup seperti orang normal. Sisanya dapat mengalami kebutaan,
gagal ginjal kronik, dan kemungkinan untuk meninggal lebih cepat. Apabila
kadar gula darah tidak terkontrol, sebagian besar komplikasi jangka panjang
berkembang secara progresif. Seorang obesitas yang menderita diabetes
meiltus tipe II tidak akan memerlukan pengobatan jika mereka menurunkan
berat badannya dan berolahraga secara teratur. Tetapi, pada kebanyakan
penderita merasa kesulitan menurunkan berat badan dan melakukan olahraga
yang teratur. DM merupakan penyakit kronis yang memerlukan modifikasi
gaya hidup dan pengobatan selama seumur hidup. Meskipun tidak mudah
dilaksanakan para pasien DM, keberadaan bentuk-bentuk terapi DM yang
baru dengan penurunan komplikasi telah memberikan harapan bahwa mereka
dapat menjalani kehidupan yang normal dan sehat. (Hokanson, 2014)
17
2.1.2 RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN MENURUT TEORI
Perencanaan Rasional
No Diagnosa
Kriteria Hasil Intervensi
1 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan perawatan 1. Kaji status nutrisi pasien 1. Pengkajian penting dilakukan
nutrisi kurang dari 3x24 jam, diharapkan pasien 2. Jaga kebersihan mulut, untuk mengetahui status
kebutuhan tubuh b.d dapat menunjukkan perbaikan anjurkan untuk selalu nutrisi pasien sehingga dapat
gangguan status menelan dengan kriteria melalukan oral hygiene. menentukan intervensi yang
keseimbangan insulin, hasil: 3. Delegatif pemberian diberikan.
makanan dan aktivitas 1. Intake nutrisi tercukupi. nutrisi yang sesuai 2. Mulut yang bersih dapat
jasmani. 2. Asupan makanan dan cairan dengan kebutuhan pasien meningkatkan nafsu makan
tercukupi : diet pasien diabetes 3. Untuk membantu memenuhi
3. Penurunan intensitas mellitus. kebutuhan nutrisi yang
terjadinya mual muntah 4. Berian informasi yang dibutuhkan pasien.
4. Penurunan frekuensi tepat terhadap pasien 4. Informasi yang diberikan
terjadinya mual muntah. tentang kebutuhan nutrisi dapat memotivasi pasien
yang tepat dan sesuai. untuk meningkatkan intake
5. Anjurkan pasien untuk nutrisi.
mengkonsumsi makanan 5. Zat besi dapat membantu
tinggi zat besi seperti tubuh sebagai zat penambah
sayuran hijau darah sehingga mencegah
1
6. Kaji frekuensi mual, terjadinya anemia atau
durasi, tingkat kekurangan darah
keparahan, faktor 6. Penting untuk mengetahui
frekuensi, presipitasi karakteristik mual dan faktor-
yang menyebabkan mual. faktor yang menyebabkan
7. Anjurkan pasien makan mual. Apabila karakteristik
sedikit demi sedikit tapi mual dan faktor penyebab
sering. mual diketahui maka dapat
8. Anjurkan pasien untuk menetukan intervensi yang
makan selagi hangat diberikan.
9. Delegatif pemberian 7. Makan sedikit demi sedikit
terapi antiemetik : dapat meningkatkan intake
Ondansentron 2×4 (k/p) nutrisi.
Sucralfat 3×1 CI 8. Makanan dalam kondisi
hangat dapat menurunkan
rasa mual sehingga intake
nutrisi dapat ditingkatkan.
9. Antiemetik dapat digunakan
sebagai terapi farmakologis
dalam manajemen mual
dengan menghamabat sekres
asam lambung.
2
2 Resiko ketidakstabilan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kadar gula 1. Memonitor kadar gula darah
kadar glukosa darah b.d keperawatan selama 2 x 24 darah, sesuai indikasi secara teratur depat mencegah
kurang pengetahuan jam diharapkan gula darah 2. Monitor tanda dan gejala terjadinya komplikasi DM
tentang manajemen stabil, dengan kriteria hasil : hiperglikemi: poliuria, seperti: hipoglikemi
diabetes 1. Tidak ada peningkatan gula polidipsi, polifagi, 2. Tanda dan gejala
darah, tidak ada rasa lapar kelemahan, latergi, hiperglikemi
dan haus berlebihan malaise, pandangan mengindikasikan klien untuk
2. Klien dapat memonitoring kabur atau sakit kepala. melakukan manajemen
kadar gula darah secara 3. Ajarkan pasien membuat diabetes melitus sedini
individu diary makanan yang mungkin
dikonsumsi 3. Agar klien dapat menghindari
4. Sediakan contoh menu makanan yang dapat
makanan yang sesuai meningkatkan kadar gulda
5. Libatkan pasien dan darah
keluarga 4. Agar klien dapat memilih
makanan yang ia sukai tanpa
beresiko meningkatkan kadar
gula darahnya
5. Klien dan keluarga harus ikut
terlibat agar rencana
keperawatan dapat
dilaksanakan dengan optimal
3
3 Resiko kekurangan Setelah dilakukan asuhan 1. Dapatkan riwayat pasien 1. Membantu dalam
volume cairan b.d keperawatan dalam 3x24 jam atau orang terdekat memperkirakan kekurangan
diuresis osmotik. diharapkan pasien dapat cairan sehubungan dengan cairan total, tanda dan gejala
dan elektrolit klien seimbang, lamanya, intensitas dari mungkin sudah ada
dengan kriteria hasil: gejala seperti muntah, sebelumnya.
1. Intake dan output cairan pengeluaran urine yang 2. Hipovolemia dapat diartikan
seimbang berlebihan. oleh hipotensi dan
2. Turgor kulit elastis 2. Pantau TTV, catat tachicardia, perkiraan berat
3. Membrane mucus lembab adanya perubahan ringannya hipovolemia dapat
4. Vital signs klien dalam tekanan darah ortostatik. diukur ketika sistolik turun 10
rentang normal (BP : 120/80 3. Kaji nadi perifer, mmHg.
mmHg, RR : 15-20 x/menit, pengisian kapiler, turgor 3. Merupakan indikator dari
HR : 60-100 x/menit, suhu kulit dan membrane tingkat dehidrasi atau volume
klien 36,5-37,5o C) mukosa. sirkulasi yang adekuat.
4. Kaji suhu, warna kulit, 4. Indikator terjadinya dehidrasi
atau kelembabannya. pada klien
.
4 Resiko kerusakan Setelah dilakukan asuhan 1. Mobilisasi pasien (ubah 1. Mencegah terjadinya tekanan
integritas kulit keperawatan dalam 3x24 jam posisi) setiap 2 jam berlebihan pada satu sisi
berhubungan dengan diharapkan bahwa pasien tidak 2. Hindari pemakaian linen bagian tubuh
sirkulasi yang terganggu mengalami pemburukan yang bertekstur kasar,
4
integritas kulit, dengan kriteria jaga agar tetap bersih, 2. Mencegah timbulnya luka
hasil: kering dan tidak bernoda atau lesi serta infeksi pada
1. Integritas kulit dalam 3. Hindari kerutan pada pasien
kondisi baik (sensasi, tempat tidur 3. Untuk mengetahui dan
elastisitas, temperature, 4. Monitor kulit akan mengkaji tanda-tanda adanya
hidrasi, pigmentasi) adanya kemerahan luka tekan
2. Tidak ada luka atau lesi pada 5. Memandikan pasien 4. Menjaga hidrasi serta
kulit dengan sabun dan air kebersihan kulit
3. Perfusi jaringan dalam hangat
kondisi baik
5
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Autoanamnese : √
Alloanamnese : √
I. IDENTIFIKASI
A. PASIEN
Nama Initial : Ny. W
Umur : 58 Tahun
Status perkawinan : Menikah
Jumlah anak : 3 (tiga)
Agama/ suku : Muslim / chinese
Warga negara : Indonesia
Bahasa yang digunakan : Indonesia
Pendidikan : SMA (Sekolah Menengah Atas)
Pekerjaan : Wirausaha (membuka bengkel)
Alamat rumah : Kecamatan: Rawalumbu Kelurahan: Sepanjang Jaya
B. PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny. Aswini
Umur : 34 Tahun
Alamat rumah : Kecamatan: Rawalumbu Kelurahan: Sepanjang Jaya
Hubungan dengan pasien : Anak pasien
1
Pasien tampak terus menahan nyeri di bagian ulu
Alasan : hati, hal ini membuatnya sulit untuk bergerak dan
mobilisasi.
TANDA-TANDA VITAL
1. Kesadaran
Skala Coma Glasgow
a. Respon Motorik : 6
b. Respon Bicara : 5
c. Respon Membuka Mata : 4
Jumlah : 15
Kesimpulan : Compos Mentis
2. Tekanan Darah : 140/70 mmHg
MAP : 93.3 mmHg
Kesimpulan : Perfusi ginjal memadai
3. Nadi : 98 x/mnt
Irama : X Teratur Tachicardi Bradicardi
X Kuat Lemah
4. Suhu : 36,6 Oral x Axilla
5. Pernafasan : 20 x/mnt
Cheynes-
Irama : X Teratur Kusmaul
Stokes
Jenis : X Dada Perut
B. PENGUKURAN
Tinggi Badan : 155 cm
Berat badan : 52 kg
Indeks Massa Tubuh (IMT) : 21,6
Kesimpulan : Berat badan ideal
C. GENOGRAM
2
Diabetes
Gagal Jantung
Komplikasi ginjal
58
8
: LAKI- LAKI
: PEREMPUAN
: MENINGGAL
3
c. Kebersihan kulit : Bersih, tidak ada luka, tidak lembab
Mukosa berwarna merah muda, permukaan lidah
d. Hygiene rongga mulut :
berwarna keputihan
Pasien mengatakan jika ia selalu membersihkannya
e. Kebersihan genetalia :
setiap bereliminasi
Pasien mengatakan jika ia selalu membersihkannya
f. Kebersihan anus :
setiap bereliminasi
Pemeriksaan Fisik
Sebagian rambut sudah berwarna putih (uban) dan sedikit
a. Keadaan rambut :
rontok
b. Hidrasi kulit : Teraba kering, tidak pecah-pecah, terdapat bercak coklat
c. Palpebrae : Berwarna merah muda, tidak kering
/ conjungtiva
d. Sklera : Berwarna putih, agak sedikit kekuningan
Terdapat kotoran, tetapi tidak menyumbat, tidak ada deviasi
e. Hidung :
septum, tidak ada polip
Mukosa merah muda, terlihat lembab, tidak ada bau
f. Rongga mulut :
menyengat, uvula tidak deviasi, tidak ada peradangan tonsil.
Gigi dalam kondisi utuh, terdapat karies di bagian depan gigi,
g. Gigi :
bagian depan terdapat noda
Berwarna merah muda, terlihat keputih-putihan di bagian
h. Lidah : pinggirnya. Pasien dapat mendorong lidah kearah dinding
dalam pipi
Sedikit bergeser kearah kanan Karena akibat jatuh dari sepeda
i. Pharing :
saat sekolah dasar, tidak ada nyeri saat di palpasi
j. Kelenjar getah : Tidak ada benjolan/massa. Tidak ada pembengkakan
Bening
k. Kelenjar parotis : Tidak ada massa ataupun pembengkakan
4
l. Abdomen : Simetris
Inspeksi : Bentuk : Rounded
Bayangan : Tidak tampak bayangan vena pada
Vena abdomen pasien
Peristaltik : Rata- rata16x/mnt di 4 kuadran
Auskultasi :
usus abdomen
: Terdapat nyeri ringan saat di palpasi di
Palpasi : Nyeri
kuadran kiri atas.
Benjolan : Tidak ada benjolan/massa pada abdomen
Perkusi : Ascites Positif √ Negatif
m. Kulit : Edema Positif √
√ Negatif
Icterik Positif x√ Negatif
Tanda tanda radang Tidakx ada
: x
x
n. Lesi : Tidak terdapat lesi pada kulit
a
Pemeriksaan U
4. :
diagnostik H
Hematologi (16/01/19) D
Hematologi Lengkap K
Hemoglobin: 10.3 g/dL (12.0 – 16.0) H
Hematokrit: 34% (40.0 – 54.0) J
K
S
Hitung Jenis D
Laju endap darah: 98mm/jam (0 - 25) H
G
Laboratorium : Kimia Darah A
Glukosa POCT: 243mg/dL (74 – 109)
Gliko Hb(HbA1C): 9.4% (< 7)
(16/01/19)
Glukosa darah puasa : 156mg/dL (74 – 109)
Glukosa POCT 2 Jam PP: 218mg/dL
(16/01/19)
Glukosa POCT Adrandom (05.00): 193mg/dL
USG : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
Glimepiride 2mg Tab (TDS)
Ranitidine 50mg Inj (TDS)
5. Therapy :
Sucralfate 15ml Syr (TDS)
Ceftriaxone 2gr Inj (OD)
C. POLA ELIMINASI
1. Keadaan Sebelum sakit :
5
Sebelum sakit eliminasi pasien normal, BAB dan BAK lancer. Tidak ada kesulitan saat
ingin bereliminasi
3. Pemeriksaan Fisik
a. Peristaltik usus : Normal, rata-rata 16x/menit di 4 kuadran
b. Palpasi kandung : Positif Negatif
√
Kemih
c. Perkusi ginjal : Positif
√ Negatif
d Anus
Lesi : Pasien mengatakan tidak ada lesi pada daerah anus
Peradangan : Pasien mengatakan tidak ada peradangan pada daerah anus
Hemorroid : Pasien mengatakan tidak ada darah saat BAB dan BAK
Pemeriksaan
4. :
diagnostik
Laboratorium : Tidak ada
USG : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
5. Therapy : Tidak ada
6
3. Nadi : 98 x/mnt
Tachycard
Irama : X Teratur Bradicardi
i
X Kuat Lemah
4. Suhu : 36,6 Oral x Axilla
5. Pernafasan : 20 x/mnt
Cheynes-
Irama : X Teratur Kusmaul
Stokes
Jenis : x Dada Perut
3. Observasi
a. Aktivitas harian
Makan : 0 0 : mandiri
Mandi : 0 1 : bantuan dengan alat
Pakaian : 0 2 : bantuan orang
Kerapihan : 0 3 : bantuan alat dan orang
Buang air besar : 0 4 : bantuan penuh
Buang air kecil : 0
Mobilisasi di : 0
tempat tidur
b. Postur Tubuh : Bungkuk (kifosis)
Membungkuk, perlahan-lahan, berpegangan dengan
c. Gaya jalan :
tembok/orang lain
Disabilitas anggota
d. : Tidak ada
tubuh
4. Pemeriksaan Fisik :
a. CRT : < 2-3 detik
b. Thorax & Paru
Inspeksi
Bentuk Thorax : Simetris antara kanan dan kiri
Sianosis : Tidak ada
Palpasi
Vocal Premitus : Getaran sama di kedua lapang paru. Teraba jelas
Perkusi
Batas hepar : d √ Sonor Redup Pekak
Kesimpulan : Paru
d normal tidak ada cekungan di rongga pleura
Auskultasi d
7
Suara nafas : vesikular
Suara ucapan : Tidak ada
Suara tambahan : Tidak ada
Stridor : Tidak ada
c. Jantung
Inspeksi
Ictus cordis : Terlihat di ICS 5 Mid clavicularis sinistra
Palpasi
Ictus cordis : Teraba di ICS 5 Mid clavicularis sinistra
Perkusi
Batas atas : ICS II Linea parasternalis kanan
Batas kanan : ICS III-IV Linea parasternalis kanan
Batas kiri : ICS II Linea parasternalis kiri
Auskultasi
BJ II Aorta : S1, S2 (lebih kencang S2)
BJ II :
S1, S2 (Lebih kencang S2)
Pulmonal
BJ I Triskupid : S1, S2 (Lebih kencang S1)
BJ II Mitral : S1, S2 (Lebih kencang S1)
BJ II Irama :
Tidak ada
Gallop
Murmur : Tidak ada
HR : 90x / menit
Lengan dan
d.
tungkai
Atrofi otot : √ Positif Negatif
Rentang gerak : Dapat bergerak bebas, namun harus secara perlahan
Kaku sendi : Ada di persendian kaki dan tangan
Uji kekuatan otot
Ekstremitas atas
Kiri : 11 22 33 44 55
Kanan : 1 2 3 4 5
Ekstremitas
bawah 1 2 3 4 5
Kiri :
Kanan : 1 2 3 4 5
Refleks fisiologi : Patella positif
Refleks patologi :
Babinski, :
Kiri √ Positif Negatif
Kanan : √ Positif Negatif
Clubbing finger : Tidak ada
Varises Tungkai : Tidak ada
8
Columna
e.
Vetebralis
Inspeksi
Kelainan :
Kifosis. Terdapat tonjolan tulang di bagian pinggang
bentuk
Palpasi
Nyeri tekan : Tidak ada
N. III – IV - VI : Pasien mampu menggerakan bola mata sesuai intruksi
mengikuti benda yang digerakan. Pasien mampu mengngkat
kelopak mata
N. V Motorik : Pasien mampu melakukan gerakan menggigit
N. VII Motorik : Pasien mampu mengngkat alis dan mencucutkan bibir
N. VIII Romberg : Tidak dilakukan karna klien dalam kedaan lemah dan sulit
Test berdiri.
N.XI : Pasien mampu mengangkat bahu dan memberikan tahanan
pada gerakan kepala
Kaku kuduk : Jelas
Pemeriksaan
5. :
diagnostik
Laboratorium : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
6. Therapy : Tidak ada
9
2. Keadaan sejak sakit :
Penglihatan pasien agak mengabur, kemungkinan minus (-) pasien telah bertambah
3. Pemeriksaan Fisik
a. Penglihatan
Cornea : Jernih
Visus : Pasien dapat membaca +- 15cm jika tanpa kacamata
Pupil : 2mm/2mm , +/+
Lensa mata : Jernih
b. Pendengaran
Kanalis : Terlihat berminyak
Membran
: Utuh. Tidak ada pembengkakan
Timpani
c. N I : Pasien dapat membedakan bau dengan baik
d. N II : Lapang pandang pasien +/- 15cm jika tanpa kacamata
Saat diberi rangsang benda tajam & tumpil pasien dapat
e. N V Sensorik :
menentukan letaknya
f. N VII Sensorik : Pasien dapat membedakan rasa dengan baik
N VIII Telinga kanan pasien dapat mendengar detik jam yang
g. :
Pendengaran didekatkan, tetapi telinga kiri tidak bisa mendengar
Pemeriksaan
4.
diagnostik
Laboratorium : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
5. Therapy : Tidak ada
3. Observasi
a. Kontak mata : Ada. Memperhatikan perawat denga baik
b. Rentang Perhatian : Fokus
Suara dan cara
c. : Intonasi suara jelas
bicara
d. Postur Tubuh : Membungkuk tetapi tidak menunduk
4. Pemeriksaan Fisik
10
Kelainan
a. : Tidak ada
Kongenital
b. Abdomen
Bentuk : Rounded
Bayangan Vena : Tidak tampak bayangan vena
Benjolan massa : Tidak ada
c. Kulit (Masalah : Tidak terdapat masalah kulit pada pasien
Kulit)
Penggunaan
d. : Ada, gigi palsu
Protesa
3. Observasi :
Hubungan pasien dengan teman dan keluarga masih terjaga dengan baik
3. Observasi :
Klien dan suami sudah tidak mempermasalahkan hal itu lagi
Pemeriksaan
4.
diagnostik
Laboratorium : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
5. Therapy : Tidak ada
11
K. POLA MEKANISME KOPING DAN TOLERANSI TERHADAP STRES
1. Keadaan Sebelum sakit :
Pasien suka membaca koran dan mengobrol/bercanda dengan suami
3. Observasi :
Walaupun sakit dan harus dirawat di rumah sakit, pasien tidak stress dan
mempermasalahkan hal tersebut Karena suami dan anak pasien selalu menemaninya di
rumah sakit
4. Pemeriksaan fisik
Tekanan Darah
Berbaring : 130/60 mmHg
HR : 84 x/mnt
Kulit
Keringat dingin : Tidak ada
5. Therapy : Tidak ada
3. Observasi :
Walaupun sakit dan membuatnya tidak bisa sholat dengan normal, pasien tidak merubah
kepercayaannya kepada Tuhan
17 - Januari - 2019
Tanda Tangan Mahasiswa Yang Mengkaji
( Felicia Evelyn )
12
3.2.Analisa Data
1
klien sudah minum
banyak
- Klien mengatakan
dirinya sering ke
kamar mandi untuk
buang air kecil
17/ - Klien mengatakan - Bibir klien terlihat Resiko kekurangan
1/ dirinya sering ke kering dan pucat. volume cairan b.d
19 kamar mandi untuk - Balance cairan (17 diuresis osmotik.
buang air kecil januari 2019)
- Klien mengatakan Input: 600cc
dirinya sering merasa Output: 1200
haus
2
3.1 Rencana Asuhan Keperawatan
1
makanan dan aktivitas 2. Asupan makanan dan cairan dengan kebutuhan pasien 2. Mulut yang bersih dapat
jasmani tercukupi : diet pasien diabetes meningkatkan nafsu makan
3. Penurunan intensitas mellitus. 3. Untuk membantu memenuhi
terjadinya mual muntah
4. Berian informasi yang kebutuhan nutrisi yang
4. Penurunan frekuensi terjadinya
tepat terhadap pasien dibutuhkan pasien.
mual muntah
tentang kebutuhan nutrisi 4. Informasi yang diberikan
yang tepat dan sesuai. dapat memotivasi pasien
5. Anjurkan pasien untuk untuk meningkatkan intake
mengkonsumsi makanan nutrisi.
tinggi zat besi seperti 5. Zat besi dapat membantu
sayuran hijau tubuh sebagai zat penambah
6. Kaji frekuensi mual, darah sehingga mencegah
durasi, tingkat terjadinya anemia atau
keparahan, faktor kekurangan darah
frekuensi, presipitasi 6. Penting untuk mengetahui
yang menyebabkan mual. karakteristik mual dan faktor-
7. Anjurkan pasien makan faktor yang menyebabkan
sedikit demi sedikit tapi mual. Apabila karakteristik
sering. mual dan faktor penyebab
2
8. Anjurkan pasien untuk mual diketahui maka dapat
makan selagi hangat menetukan intervensi yang
9. Delegatif pemberian diberikan.
terapi antiemetik : 7. Makan sedikit demi sedikit
Ondansentron 2×4 (k/p) dapat meningkatkan intake
Sucralfat 3×1 CI nutrisi.
8. Makanan dalam kondisi
hangat dapat menurunkan
rasa mual sehingga intake
nutrisi dapat ditingkatkan.
9. Antiemetik dapat digunakan
sebagai terapi farmakologis
dalam manajemen mual
dengan menghamabat sekres
asam lambung.
2 Resiko ketidakstabilan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kadar gula darah, 1. Memonitor kadar gula darah
kadar glukosa darah b.d keperawatan selama 2 x 24 sesuai indikasi secara teratur depat mencegah
kurang pengetahuan jam diharapkan gula darah 2. Monitor tanda dan gejala terjadinya komplikasi DM
hiperglikemi: poliuria, seperti: hipoglikemi
stabil, dengan kriteria hasil :
3
tentang manajemen 1. Tidak ada peningkatan gula polidipsi, polifagi, 2. Tanda dan gejala
diabetes darah, tidak ada rasa lapar dan kelemahan, latergi, hiperglikemi
haus berlebihan malaise, pandangan mengindikasikan klien untuk
2. Klien dapat memonitoring kabur atau sakit kepala. melakukan manajemen
kadar gula darah secara 3. Ajarkan pasien membuat diabetes melitus sedini
individu diary makanan yang mungkin
dikonsumsi 3. Agar klien dapat menghindari
4. Sediakan contoh menu makanan yang dapat
makanan yang sesuai meningkatkan kadar gulda
5. Libatkan pasien dan darah
keluarga 4. Agar klien dapat memilih
makanan yang ia sukai tanpa
beresiko meningkatkan kadar
gula darahnya
5. Klien dan keluarga harus ikut
terlibat agar rencana
keperawatan dapat dilaksanakan
dengan optimal
4
3 Resiko kekurangan Setelah dilakukan asuhan 1. Dapatkan riwayat pasien 1. Membantu dalam
volume cairan b.d keperawatan dalam 3x24 jam atau orang terdekat memperkirakan kekurangan
diuresis osmotik diharapkan pasien dapat cairan sehubungan dengan cairan total, tanda dan
lamanya, intensitas dari gejala mungkin sudah ada
dan elektrolit klien seimbang,
gejala seperti muntah, sebelumnya.
dengan kriteria hasil:
pengeluaran urine yang 2. Hipovolemia dapat
1. Intake dan output cairan
berlebihan. diartikan oleh hipotensi
seimbang
2. Pantau TTV, catat dan tachicardia, perkiraan
2. Turgor kulit elastis
adanya perubahan berat ringannya
3. Membrane mucus lembab
tekanan darah ortostatik. hipovolemia dapat diukur
4. Vital signs klien dalam
3. Kaji nadi perifer, ketika sistolik turun 10
rentang normal (BP : 120/80
pengisian kapiler, turgor mmHg.
mmHg, RR : 15-20 x/menit,
kulit dan membrane 3. Merupakan indikator dari
HR : 60-100 x/menit, suhu
mukosa. tingkat dehidrasi atau
klien 36,5-37,5o C)
4. Kaji suhu, warna kulit, volume sirkulasi yang
atau kelembabannya adekuat.
4. Indikator terjadinya
dehidrasi pada klien
5
3.2 Implementasi dan Evaluasi Asuhan Keperawatan
CATATAN IMPLEMENTASI
6
sakit, klien dan keluarga tidak menyangka jika kadar gula darah
klien dapat meningkat drastic hingga mencapai 343mg/dL.
O: Tanda-tanda vital: TD= 140/70 mmHg, N= 89x/menit,
RR=20x/menit, S=36.6oC, SpO2= 99%.
A: Masalah keperawatan belum teratasi, intervensi dilanjutkan
P: - Menghitung intake dan output pasien
- Memberikan terapi sesuai IMR
- Melakukan pengecekan kadar gula darah klien
16.00 2&3 I: - Memastikan diet klien yang dilaporkan ke bagian gizi sudah benar Felicia
yaitu diet diabetes melitus
16.20 2 I: - Melakukan pengecekan gula darah sebelum makan. Felicia
- Anjurkan pasien makan sedikit demi sedikit tapi sering
17.30 1,2 & 3 I: Observasi tanda-tanda vital pasien: TD= 140/80 mmHg, N= Felicia
86x/menit, S= 36.5oC, P= 20x/menit, SpO2= 99%.
18.00 1,2 & 3 I: - memberikan terapi medikasi kepada klien sesuai IMR Felicia
20.00 1,2,3 I: Melakukan hand over dengan perawat dinas malam Felicia
Evaluasi:
S= Klien masih mengeluh lemas dan sulit untuk makan.
7
O= Tanda-tanda vital: TD= 140/80 mmHg, N= 86x/menit,
RR=20x/menit, S=36.5oC, SpO2= 99%.
Klien terbaring, GCS 15, klien masih mengeuh lemas di bagian
seluruh tubuh
A= Masalah keperawatan belum teratasi, intervensi dilanjutkan
P= - Menghitung intake dan output pasien
- Memberikan terapi sesuai IMR pasien
- Monitoring gula darah klien
18/1/2019 07.00 1,2,3 Melakukan handover dengan dinas malam Felicia
08.00 2 - Melakukan pemeriksaan GDS pagi hari Felicia
- Memberikan terapi sesuai IMR
- Mengkaji intake klien
09.00 1 - Kaji frekuensi mual, durasi, tingkat keparahan, faktor frekuensi, Felicia
presipitasi yang menyebabkan mual.
10.00 1 - Berian informasi yang tepat terhadap pasien tentang kebutuhan Felicia
nutrisi yang tepat dan sesuai.
- Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan tinggi zat besi
seperti sayuran hijau
8
11.00 1 Mengkaji tanda-tanda vital pasien: TD= 150/100 mmHg, N=65x/menit, Felicia
P= 20x/menit, S=36.6oC, SpO2= 100%.
11.30 1 - Memberikan obat sebelum makan kepada klien Felicia
9
14.30 1,2,3 Melakukan handover pasien kepada dinas siang Felicia
S= -
O= Tanda-tanda vital: TD= 192/138 mmHg, N= 88x/menit,
RR=29x/menit, S=36oC, SpO2= 99%. Ukuran pupil kanan/kiri=3/4,
respon cahaya kanan/kiri= +/+. Suara napas ronkhi (+) pada kedua
lapang paru. Klien terbaring, tidak dapat berbicara dengan jelas,
terpasang selang nasogastric no.16 di nostril kanan, mendapat oksigen
via nasal kanul 3 lpm, terpasang infus di tangan kanan dengan abbocath
20 g, terpasang kateter urine no.18 balon udara terisi 25 cc, klien
menggunakan pampers, bedrail terpasang. Tangan dan jari pasien dalam
posisi flexi, kaki pasien kaku dan susah untuk ditekuk, refleks Babinski
(+). Pasien tidak memuntahkan diit yang telah diberikan.
A= Masalah keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral,
gangguan mobilitas fisik dan resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang
dari kebutuhan tubuh belum teratasi
P= - Memberikan terapi sesuai IMR pasien
- Melatih rentang gerak pasien
- Melakukan mobilisasi pasien, miring kanan-miring kiri setiap 2
jam
10
- Mengkaji daerah yang peka terhadap rangsang
- Membantu pasien mandi di bed
- Melakukan hygiene oral, mata dan perineal
- Observasi tanda-tanda vital
11
BAB IV
PEMBAHASAN
Hasil pengkajian yang penulis dapatkan pada Ny.W adalah keadaan pasien
lemah, pasien megngalami kenaikan gula darah, dan mengalami pengeluaran
output cairan yanh berlebihan Diagnosa keperawatan yang muncul saat dilakukan
pengkajian oleh penulis adalah ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh gangguan keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani,
ketidakstabilan glukosa dalam darah b.d kurang pengetahuan tentang manajemen
diabetes, resiko kekurangan volume cairan b.d diuresis osmotic.
Masalah keperawatan pada pasien belum semua teratasi karena melihat
kondisi pasien yang belum mengalami perbaikan. Intervensi semua dilanjutkan
sampai pasien menunjukkan perbaikan pada pemeriksaan tanda-tanda vital,
normalnya hasil pengecekan gula darah klien, dan status cairan klien dalam keadaan
stabil.
1
BAB V
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Memberikan asuhan keperawatan pada Ny. W, penulis melakukan
pengkajian, menganalisa data, menarik diagnosa, melakukan perencanaan,
melakukan tindakan keperawatan dan mengevaluasi pasien Diabetes
Melitus. Hasil pengkajian tanggal 17 Januari 2019, penulis dapat menarik
tiga diagnosa dari masalah yang dialami pasien. Setelah diberikan asuhan
keperawatan 2x24 jam, masalah yang dialami pasien teratasi sebagian, dan
intervensi tetap dilanjutkan sampai masalah teratasi sepenuhnya.
4.2 SARAN
a. Bagi Penulis
Supaya lebih jeli dalam mengkaji klien untuk menentukan diagnosa
dan intervensi yang tepat serta melakukan kolaborasi yang baik dengan
semua tenaga medis agar meningkatkan kualitas dalam pemberian asuhan
keperawatan.
b. Bagi Pembaca
Pembaca disarankan banyak mencari informasi tentang penyakit
yang sedang dialami, menjaga pola hidup sehat dengan makan makanan
sehat sesuai kebutuhan, melakukan olah raga yang teratur, dan lebih
termotivasi untuk memeriksakan keadaan kesehatan ke pusat pelayanan
kesehatan terdekat seperti puskesmas untuk mengetahui status kesehatan
c. Bagi Institusi
Dapat dijadikan bahan masukan untuk meningkatkan pelayanan
dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan Diabetes Melitus
2
DAFTAR ISI
American Diabetes Association (ADA). (2009). Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus,
Diabetes Care,27 (1), S5-S10.
American Diabetes Association (ADA). (2014). Diagnosis and Clasification of Diabetes Mellitus.
Diabetes Care. Jan: 34 (suppl 1): S62-S69, doi: 10.2337/dc11-S062, PMCID:
PMC3006051.
American Diabetes Association (ADA). (2015). Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus,
Diabetes Care,38:8-16.
Amin, N., & Doupis, J.(2016).Diabetic foot disease : From the evaluation of the foot at risk” to the
novel diabetic ulcer treatment modalities.World Journal Diabetes, 7 (7) : 153-164 (Diakses
pada tanggal 20 Januari 2019 pukul 11.13)
Black, j. M, & Haws, j. M. (2014).Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen klinis yang
diharapkan .Jakarta : Salemba Medika
Black, J.M. & Hawk, J.H. (2009). Medical surgical nursing: Clinical management for positive
outcomes. 7th ed. St. Louis Missouri: Elsevier Saunders.
Canadian Diabetes Association. (2013). Definition, Classification and diagnosis of Diabetes,
Prediabetes and metabolic syndrome, Canadian Journal of Diabetes, Vol 37: S8-S11
Fatimah, Restyana Noor. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority vol 4 no 5 (101-93).
Hanum, N.N., 2013. Hubungan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Dengan Profil Lipid Pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon Periode Januari-
April 2013. Skripsi. FK dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
International Diabetes Federation (IDF). (2014). IDF Diabetes Atlas, diakses pada 20 Januari 2019
dari http://www.idf.org/atlasmap/atlasmap.
NIIDK. (2014). Causes of diabetes. National Institure of Diabetes and Digestive and Kidney
Diseases, 253(1718), 37. https://doi.org/10.1049/et:20081020
Padilla. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah . Yogyakarta: Nuha Medika.
Prabawati, R. K. (2012). Mekanisme Seluler dan Molekular Resistensi Insulin. Tugas Biokimia
Program Pasca Sarjana Ilmu Biomedik Program Double Dolgree Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya Malang, 1, 1–15.
Tarwoto, Wartonah, Taufiq, I., & Mulyati, L. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
Sistem Endokrin. Jakarta: CV Trans Info Media.
World Health Organization.(2014).Global Report On Diabetes. Geneva : World Health
Organization.