Anda di halaman 1dari 27

Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Kerusakan Integritas Kulit

Ekstremitas Bawah Diabetes Mellitus Tipe II

Disusun Oleh :

Shike Yolandyta Amelga Putri (0118038)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA


MOJOKERTO

2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Medis
a. Definisi
American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes Melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya
(Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu, 2010 )

Kerusakan integritas jaringan adalah kerusakan jaringan integumen.


Kerusakan integritas jaringan masuk dalam domain 11 tentang
keamanan/perlindungan kelas 2 cidera fisik. Dengan batasan karakteristik
kerusakan jaringan misalnya jaringan membran mukosa, kornea, integumen, atau
subkutan. Faktor yang berhubungan dengan diagnosa kerusakan integritas
jaringan meliputi gangguan sirkulasi, iritan zat kimia, defisit cairan, kelebihan
cairan, hambatan mobilitas fisik, kurang pengetahuan, faktor mekanik(misalnya
tekanan,robekan,koyakan), faktor nutrisi kelebihan atau kekurangan, radiasi, suhu
ekstrem. (Menurut Herdman 2012)

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik


dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada DM berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ
tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (Hermayudi dan
Ariani,2017).

DM tipe II adalah kelainan metabolik yang ditandai dengan kenaikan gula


darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas (Irianto, 2015). Pada
DM tipe II terdapat dua masalah yang saling berhubungan dengan insulin yaitu
resistensi dan gangguan sekresi insulin. Kriteria diagnosis DM yaitu glukosa
plasma sewaktu >200 mg/dL, glukosa plasma puasa>140 mg/dL. Diabetes Melitus
tipe II dianggap sebagai non insulin dependent diabetes melitus.Tipe ini muncul
pada orang yang berusia diatas 30 tahun (Corwin, 2001)
b. Etiologi
Etiologi dari Diabetes Mellitus sampai saat ini masih belum diketahui
dengan pasti dari studi-studi eksperimental dan klinis kita mengetahui bahwa
Diabetes Mellitus adalah merupakan suatu sindrom yang menyebabkan kelainan
yang berbeda-beda dengan lebih satu penyebab yang mendasarinya.
Menurut banyak ahli beberapa faktor yang sering dianggap penyebab yaitu :
a) Diabetes melitus tipe I
Diabetes melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas yang
merupakan kombinasi dari beberapa faktor:
 Faktor genetik
Penderita tidak mewarisi diabetas tipe I sendiri tetapi mewarisi suatu predisposisi
kearah terjadinya diabetas tipe I yaitu dengan ditmukannya tipe antigen HLA
(Human Leucolyte antoge) teertentu pada individu tertentu.
 Faktor imunologi
Pada diabetae tipe I terdapat suatu respon autoimun sehingga antibody terarah pada
sel-sel pulau lengerhans yang dianggapnya jaringan tersebut seolah-olah sebagai
jeringan abnormal.
 Faktor lingkungan
Penyelidikan dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor ekternal yang dapat
memicu destruksi sel beta, contoh hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa
virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta.
b) Diabetes Melitus Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetas melitus tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin dan juga
terspat beberap faktor resiko teetentu yang berhubngan dengan proses terjadinya
diabetes tipe II yaitu:
 Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat usia diatas 65 tahun
 Obesitas
 Riwayat keluarga
 Kelopok etnik tertentu

c) Faktor non genetik


 Infeksi
Virus dianggap sebagai “trigger” pada mereka yang sudah mempunyai predisposisi
genetic terhadap Diabetes Mellitus.
 Nutrisi
 Obesitas, dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin.
 Malnutrisi protein
 Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pankreatitis.
 Stres
Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi biasanya
menyebabkan hyperglikemia sementara.
 Hormonal
Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah tinggi, akromegali
karena jumlah somatotropin meninggi.

Klasifikasi DM, DM diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yaitu DM tipe 1, DM


tipe 2, dan DM tipe lain menurut Tandra,2017:

a) DM tipe 1 DM tipe 1 atau disebut juga sebagai Insulin Dependent


Diabetes Mellitus(IDDM) merupakan keadaan dimana penderita DM
sangat bergantung pada insulin. Pada DM tipe 1 pankreas tidak
dapat memproduksi insulin atau insulin yang diproduksi kurang hal
tersebut mengakibatkan penderita memerlukan suntikan insulin dari
luar. DM tipe 1 merupakan penyakit autoimun, yaitu penyakit yang
disebabkan oleh gangguan sistem imun atau kekebalan tubuh pasien
sehingga mengakibatkan rusaknya sel-sel dalam pankreas yang
merupakan tempat memproduksi insulin (Tandra, 2017)
b) DM tipe 2, DM tipe 2 adalah kondisi dimana pankreas masih bisa
memproduksi insulin, tetapi kualitas insulinnya buruk, tidak dapat
berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk memasukkan gula ke
dalam sel. Akibatnya, gula dalam darah meningkat. Kemungkinan
lain timbulnya diabetes adalah sel-sel jaringan tubuh dan otot tidak
peka atau resisten terhadap insulin (resistensi insulin) sehingga gula
tidak dapat masuk ke dalam sel dan akhirnya tertimbun dalam
perdedaran darah. Sekitar 90-95% penderita diabetes adalah diabetes
tipe 2. DM ini bisa dicegah dengan upaya preventif, yaitu
mengendalikan faktor-faktor risiko penyebab DM (Tandra,2017).
c) DM tipe lain, DM tipe lain atau diabetes sekunder adalah diabetes
sebagai akibat dari penyakit lain. Diabetes sekunder muncul setelah
adanya suatu penyakit yang mengganggu produksi insulin atau
memengaruhi kerja insulin (Tandra,2017).Faktor risiko timbulnya
DM adalah hal-hal yang bisa menimbulkan risiko terjadinya DM,
antara lain keturunan, ras, obesitas, dan sindrom metabolik
(Tandra,2017). Dari faktor-faktor tersebut, obesitas dan sindroma
metabolik merupakan faktor yang dapat dikendalikan.
c. Patofisiologi/WOC

Terjadinya gangguan integritas kulit pada DM diawali masalah kaki dengan


adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang menyebabkan kelainan
neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati sensorik maupun
motorik dan autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan kulit dan
otot yang menyebabkan terjadinya perubahan tekanan pada telapak kaki dan
akan mempermudah terjadinya ulkus diabetik. Munculnya ulkus diabetik dan
ganggren bisa menimbulkan dampak nyeri kaki, intoleransi aktivitas,
gangguan pola tidur dan penyebaran infeksi.Penyakit neuropati dan vaskuler
adalah faktor utama yang menyebabkan terjadinya luka, masalah luka yang
terjadi pada pasien dengan diabetik terkait dengan pengaruh pada saraf yang
terdapat pada kaki biasanya dikenal sebagai neuropati perifer.Pada pasien
diabetik sering sekali mengalami gangguan pada sirkulasi, gangguan
sirkulasi ini berhubungan dengan pheripheral vasculal diseases, efek
sirkulasi inilah yang menyebabkan kerusakan pada saraf.Adanya gangguan
pada saraf autonom berpengaruh terjadi perubahan tonus otot yang
menyebabkan abnormal aliran darah dengan demikian autonomi neuropati
menyebabkan kulit menjadi kering dan antihidrosis yang menyebabkan kulit
mudah menjadi rusak dan menyebabkan terjadinya ganggren. Sehingga
munculah masalah keperawatan yaitu gangguan integritas kulit (Wijaya,
2013)
Patway.

Idiopatik, usia, genetik , dll

Jumlah sel pancreas menurut

Definisi Insulin

Ketabolisme protein
Hiperglikemia meningkat Liposis meningkat

Fleksibilitas darah Pembatasan diit


Penurunan BB
merah

Intrake tidak adekuat


Pelepasa O2 Defisit Nutrisi

Poliura Resiko Nutrisi


Hipoksia Perifer Berkurang
Perfusi perifer
tidak efektif
Nyeri Akut
d. Tanda Dan Gejala

Dalam buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Tim Pokja SDKI


DPP PPNI, 2017), tanda dan gejala gangguan integritas kulit sebagai berikut :
- Nyeri

Nyeri adalah keadaan yang subjektif dimana seseorang memperlihatkan rasa


tidak nyaman secara verbal maupun non verbal ataupun keduanya.Nyeri dibagi
menjadi dua yaitu nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut adalah pengalaman
sensorik yang berkaitan dengan gangguan jaringan, dengan berintensitas ringan
hingga berat yang berlangsung kurang dari tiga bulan.Sedangkan nyeri kronis
adalah pengalaman sensorik yang berkaitan dengan gangguan jaringan fungsional,
berintensitas ringan hingga berat, yang berlangsung lebih dari tiga bulan.
- Perdarahan
Perdarahan adalah suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan darah baik
internal maupun eksternal.
- Kemerahan
Sebuah kondisi kulit yang ditandai dengan kemerahan atau ruam.
- Hematoma
Kumpulan darah yang terlokalisasi dibawah jaringan. Hematoma
menunjukkan pembengkakan, perubahan warna, sensasi, serta kehangatan atau
massa yang tampak kebiru-biruan.

e. Komplikasi

Terdapat kompikasi yang menimbulkan gangguan integritas kulit yaitu :


 neuropati sensorik yang menyebabkan hilangnya perasaan nyeri dan
sensibilitas tekanan
 neuropati otonom yang menyebabkan timbulnya peningkatan
kekeringan akibat penurunan perspirasi
 vaskuler perifer yang menyebabkan sirkulasi ekstremitas bawah buruk
yang menghambat lamanya kesembuhan luka sehingga menyebabkan
terjadinya kompikasi ganggren dan ulkus diabetik.
f. Pemeriksaan Penungjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada gangguan integritas kulit adalah:
a. Pemeriksaan fisik

1) Inspeksi

Denervasi kulit menyebabkan produktivas keringat menurun, sehingga kulit


kaki kering, pecah, rabut kaki/jari(-), kalus, claw toe , Ukus tergantung saat
ditmkan (0-5)
2) Palpasi

(a) Kulit kering, pecah-pecah, tidak normal

(b) Kusi arteri dingin, pulsasi(-)

(c) Ulkus : kalkus tebaldan keras

b. Pemeriksaan vaskuler

Tes Vaskuler noninvasive: pengukuran oksigen transkutaneus, ankle brankial index


(ABI), absolute toe systolic pressure. ABI: tekanan sistoik betis dengan tekanan sistolik
lengan.

 Pemeriksaan radiologis: gas subkutan, benda asing, osteomielitis.

 pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :

1) pemeriksaan darah meliputi: GDS >200 mg/dl, gula darah puasa > 120 mg/dl
dan 2 jam post prandial >200g/dl.
2) Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna
pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
3) Kultur pus untuk mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan
antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman
g. Penatalaksanaan Dan Terapi
Penatalaksanaan dari gangguan integritas kulit pada dm tipe II yaitu :
a. Pengobatan

Pengobatan dari ganggren diabetik sangat dipengaruhi oleh derajat dan


dalamnya ulkus, apabila dijumpai ulkus yang dalam harus dilakukan pemeriksaan
yang seksama untuk menentukan kondisi ulkus dan besar kecilnya debridemen
yang akan dilakukan.
b. Perawatan luka diabetik

1) Mencuci luka

Proses pencucian luka bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis, cairan


luka yang berlebihan, sisa balutan yang digunakan dan sisa metabolic tubuh pada
permukaan luka.
2) Debridement

Debridement dilakukan untuk menghindari terjadinya infeksi atau selulitis,


karena jaringan nekrosis selalu berhubungan dengan adanya peningkatan jumlah
bakteri. Setelah debridement, jumlah bakteri akan menurun dengan sendirinya
yang diikuti dengan kemampuan tubuh secara efektif melawan infeksi. Secara
alami keadaan lembab tubuh akan membuang sendiri jaringan nekrosis atau
slough yang menempel pada luka (peristiwa autolysis)
3) Terapi antibiotika

Pemberian antibiotika biasanya diberikan peroral yang bersifat menghambat


kuman gram positif dan gram negatif. Apabila tidak dijumpai perbaikan pada luka
tersebut, makan terapi antibiotika dapat diberikan perparenteral yang sesuai
dengan kepekaan kuman
4) Nutrisi

Faktor nutrisi adalah salah satu faktor penting yang berperan dalam
penyembuhan luka. Penderita dengan gangrene diabetic biasanya diberikan diet
B1 dengan nilai gizi yaitu 60% kalori karbohidrat, 20% kalori lemak, 20% kalori
protein
5) Pemilihan jenis balutan

Tujuan pemilihan jenis balutan memilih jenis balutan yang dapat


mempertahankan suasana lingkungan luka dalam keadaan lembab, mempercepat
proses penyembuhan hingga 50%, absorbs eksudat/cairan luka yang keluar
A. Konsep Dan Keperawatan

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Shike Yolandyta AP


NIM : 0118038
Ruangan : KMB No. Reg. : ……………………
Pengkajian diambil : tanggal 20 juni 2021 Jam
17.00 BBWI

I. IDENTITAS

Nama Pasien : Tn. P Tgl. MRS : 12 juni 2021


Umur : 53th Diagnosa Medis :Kerusakan
Integritas Kulit Ekstremitas Bawah Diabetes Mellitus Tipe II
Jenis Kelamin : Laki laki
Suku / Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan :-
Pekerjaan : Guru
Alamat : Pasinan mojoanyar

II. RIWAYAT KEPERAWATAN KLIEN


1. Keluhan utama :
Pasien mengeluh luka pada tumit kakinya semakin meluas
2. Riwayat keperawatan sekarang :
Px mengeluh luka pada tumit kakinya semakin meluas
Pasien mengatakan lama lukanya mulai sejak 2 bulan yang lalu , pada tgl 12 Juni
2020 datang ke poli penyakit dalam lalu disarankan untuk opname
3. Riwayat keperawatan yang lalu :
px mengatakan sudah 6 tahun yang lalu menderita diabetes mellitus tipe 2
4. Riwayat kesehatan keluarga:
-

III. Pola aktivitas sehari – hari (11 pola Gordon)


1. Pola persepsi kesehatan, pemeliharaan kesehatan :
Pasien tidur sering terbangun karena merasa cemas dengan lukanya yang semakin
meluas
2. Pola nutrisi dan metabolisme :
Sebelum masuk kerumah sakit pasien tidak nafsu makan
3. Pola Eliminasi :
Selama di rumah sakit pasien belum BAB dan tidak ada nyeri tekanan di kandung
kemih anus
4. Pola aktivitas-latihan :
Sebelum masuk rumah sakit pasien bias melakukan aktifitas dengan bantuan
5. Pola istirahat-tidur :
Sebelum masuk rumah sakit pasien sering terbangun dari tidur
6. Pola kognitif-persepsi (sensori) :
pasien merasa cemas dengan lukanya yang semakin meluas
7. Pola konsep diri : -
8. Pola hubungan peran : -
9. Pola seksual-reproduksi : -
10. Pola penanganan masalah stres : -
11. Pola keyakinan, nilai-nilai : -
IV. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kesan umum / keadaan umum :
Lemah, gelisah
2. Tanda – tanda Vital
Suhu tubuh : 37,8 Nadi : 96x/mnt
TD : 130/90 mmHg Respirasi : 26x/mnt
TB :-
3. Pemeriksaan kepala dan leher :
1) Kepala dan rambut : Rambut hitam, bergelombang, bersih tidak ada benjolan,
bentuk kepala simetris
2) Mata : konjungtiva anemis , sclera putih, bentuk mata bulat, pupil isokor, gerak
bola mata normal, tidak ada nyeri tekan
3) Hidung : bentuk hidung simetris, pernafasan cuping hidung (-) , hidung bersih dan
tidak ada secret tidak ada nyeri tekan
4) Telinga : bentuk telinga simetris kanan dan kiri, tidak terdapat serumen telinga
kenyal, tidak ada nyeri tekan
5) Mulut dan faring : mukosa bibir lembab, sianosis (-)
6) Leher : tidak terdapat nyeri telan dan nyeri tekan, tidak terdapat pembesaran vena
jugularis
4. Pemeriksaan Integumen ( kulit ) :
Warna kulit coklat turgor kulit baik, CRT <2 detik, akral hangat, kelembapan baik
5. Pemeriksaan Payudara dan Ketiak :
6. Pemeriksaan Thoraks / dada
1) Thoraks : bentuk dada simetris, tidak ada luka dan jejas, retraksi dada (-)
2) Paru : pergerakan dada simetris, tidak ada nyeri tekan di dada, di dada, tidak ada
benjolan suara paru vesikuler, tidak terdapat suara nafas tambahan (Ronchi(-),
whezzing(-))
3) Jantung : suara jantung redup
7. Pemeriksaan Abdomen
1) Abdomen : tidak terdapat luka, tidak terdapat nyeri tekan abdomen, tidak
teraba massa di abdomen, tidak teraba pembesaran hepar, tidak teraba pembesaran
ginjal suara
2) Hepar :
3) Lien :
4) Appendik :
8. Pemeriksaan Kelamin dan daerah sekitarnya
1) Genetalia : tidak terdapat luka di genetalia, tidak terdapat benjolan di genetalia,
genetalia bersih, terpasang dower kateter (urine+ 550cc), warna kuning khas, bau
khas amoniak. Tidak ada nyeri tekan di kandung kemih
2) Anus dan perenium : tidak terdapat luka di anus, tidak terdapat benjolan di anus,
anus bersih,
9. Pemeriksaan Muskuloskeletal :
Bentuk ekstremitas atas bawah kanan dan kiri simetris, nyeri di daerah sekitar luka,
skala nyeri 4, terdapat luka pada tumit kaki sebelah kanan, ada kelainan pada jari kaki
(kelingking dan jari manis) berwarna lebih kecoklatan dibanding area sekitarnya, tidak
ada edema ekstremitas atas dan bawah, tidak terdapat nyeri tekan ekstremitas atas dan
bawah
Kekuatan otot
10. Pemeriksaan Neurologi
1) Tingkat kesadaran ( Secara Kumulatif )
2) Tanda – tanda rangsangan otak ( Meningeal Sign )
3) Syaraf otak ( Nervus Crainalis )
4) Fungsi motorik
5) Fungsi sensorik
6) Reflek
a. Reflek Fisiologis
b. Reflek Patologis
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Diagnostik / Pemeriksaan medis :
1. Laboratorium :
GDP : 198 mg/dl
GD2JPP : 340 mg/dl
Hb : 10,7 g/dl
Leukosit : 21,67
Bilirubin direk : 0,2
Bilirubin total : 0,5
Ureum : 134 mg/dl
Na : 120 mmol/L
Kreatinin : 12,1 m/dl
Insulin Puasa : 8,02
HOMA-R : 5,62
2. Rongent :
3. ECG :
4. USG
5. Lain –lain

VI. PENATALAKSANAAN DAN TERAPI


 Infus Nacl 20 tpm
 Metformin 500mg, 2 x 500 mg
 Nerva puls 5000, 1x1 tablet
 Glimepiride 1mg, 1-0-0
 Rawat luka
B. ANALISA DATA

Nama pasien : Tn. P


Umur : 53th
No. Register : ………………………………

No. Symptom Etiologi Problem

1. Gejala dan tanda mayor: Idioptik, usia, genetic, Nyeri Akut


Subjektif : dll- jumlah sel pancreas
1. Pasien mengeluh menurun- defisinsi
nyeri insulin- hiperglikemia-
Objektif: fleksibilitas dan merah-
1. Tampak meringis pelepasan O2- hipoksia
2. Gelisah perifer- nyeri
3. Frekuensi nadi
meningkat
4. Sulit tidur
Gejala dan tanda mayor :
Subjektif :
(Tidak tersedia)
Objektif:
1. Nafsu makan
berubah
2. Pola nafas berubah
3. Berfokus pada diri
sendiri
4. Proses berpikir
terganggu

-TD : 130/90mmhg
-Nadi : 96x/mnt
-Suhu : 37,8
-RR : 26X/mnt
2. Gejala dan tanda mayor : Idioptik, usia, genetic, perifer tidak efektif
Subjektif: dll- jumlah sel pancreas
(tidak tersedia) menurun- defisinsi
Objektif : insulin- hiperglikemia-
1. Akral teraba dingin fleksibilitas dan merah-
2. Warna kulit pucat pelepasan O2- hipoksia
3. Turgor kulit perifer- perfusi jaringan
menurun perifer tidak efektif
Gejala dan tanda minor :
Subjektif :
1. Parastesia
2. Nyeri ekstermitas
(klaudikasi
intermiten)
Objektif :
1. Edema
2. Penyembuhan luka
lambat
3. Indeks ankle-brachial
<0,09

-TD : 130/90mmhg
-Nadi : 96x/mnt
-Suhu : 37,8
-RR : 26X/mnt
3 Gejala dan tanda mayor : Idioptik, usia, genetic, Deficit nutrisi
Subjektif : dll- jumlah sel pancreas
(tidak tersedia) menurun- defisinsi
Objektif : insulin- hiperglikemia-
1. Berat badan pembatasan diit- intrake
menurun minimal tidak adekuat- deficit
10% di bawa nutrisi
rentang ideal

Gejala dan tanda minor :


Subjektif :
1. Cepat kenyang
setelah makan
2. Kram/nyeri
abdomen
3. Nafsu makan
menurun

-TD : 130/90mmhg
-Nadi : 96x/mnt
-Suhu : 37,8
-RR : 26X/mnt
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

NAMA PASIEN : Tn. P

NO. REGISTER :

No. Tgl. Muncul Diagnosa Tgl. Teratasi Tanda tangan


keperawatan
1. 12 juni 2020 Nyeri akut
berhubungan
dengan
hipoksia
perifer
(D.0077)
2. 12 juni 2020 Perkusi
jaringan tidak
efektif
berhubungan
dengan
hipoksia
perifer
(D.0005)
3. 12 juni 2020 Defisit nutrisi
berhubungan
dengan intrake
tidak adekuat
(D.0019)

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. P

Umur :

No. Register :

1. Nyeri akut berhubungan dengan hipoksia perifer


Kriteria Hasil :
 Keluhan nyeri menurun
 Meringis menurun
 Gelisah menurun
 Kesulitan tidur menurun
 Berfokus pada diri sendiri menurun
(L.08066)
Intervensi :
Observasi
 Identifikasi karakteristik nyeri (mis.pencetus, pereda, kualitas,
lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
 Identifikasi riwayat alergi obat
 Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis.narkotika,non-
narkotik,atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
 Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian
analgesik
 Monitor efektifitas analgesik
Trapeutik
 Diskusikan jenis analgesik yang di sukai untuk mencapai analgesia
optimal, jika perlu
 Pertimbangkan penggunaan infus kontinu,atau bolus uploid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
 Tetapkan target efektifitas analgesik untuk mengoptimalkan
respons pasien
 Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik danefek yang
tidak diingkan

Edukasi
 Jelaskan efek terapi dan efek samping obat kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesi, sesuai indikasi
(1.08243)

2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hipoksia perifer


Kriteria hasil :
Melakukan tindakan untuk mengurangi factor resiko meningkat
Menerapkan program keperawatan meningkat
Aktifitas hidup sehari-hari efektif memenuhi tujuan kesehatan
meningkat (L.12104)
Intervensi :
Observasi
 Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, warna, suhu, anklebrachial index)
 Identifikasi factor resiko gangguan sirkulasi (mis. Diabetes,
perokok, orang tua, hipertensi dan kadar kolestrol tinggi)
 Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada
ekstremitas

Terapeutik
 Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
 Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstrermitas dengan
keterbatasan perfusi
 Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang
cedera
 Lakukan pencegahan infeksi
 Lakukan perawatan kaki dan kuku
 Lakukan hidrasi

Edukasi
 Anjurkan berhenti merokok
 Anjurkan berolaraga rutin
 Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
 Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
 Anjukan melakukan perawatan kulit yang tepat
(mis.melembabkan kulit kering pada kaki)
 Anjurkan program rehabilitas vascular
 Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis. Rendah
lemak jenuh, minyak ikan omega 3)
 Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus di laporkan
(mis. Rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)
(I.02079)

3. Defisit nutrisi berhubungan dengan intrake tidak adekuat


Kriteria hasil :
 Kemampuan melaporkan gejala
 Kemampuan melakukan tindakan pencegahan
 Kemampuan melakukan tindakan untuk mengurangi gejala
Intervensi :
Observasi
 Identifikasi status nutrisi
 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Identifikasi makanan yang di sukai
 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
 Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
 Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
 Lakukan oral hygine sebelum makan, jika perlu
 Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.piramida makanan)
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
 Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogatrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.pereda nyeri,


antiemetik), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang di butuhkan jika perlu
(1.03119)

EVALUASI
No Tanggal diagnosa Catatan perkmbangan Tdd
1. 12 juni Nyeri akut - Tidak ada nyeri
2020
- Tidak ada keluhan
meringis
2. 12 juni Perfusi perifer - Aktifitas hidup sehari-
2020 tidak efektif hari sedikit efektif
3. 12 juni Deficit nutrisi - Makan sudah sedikit
2020 efektif
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA). (2005) The Genetic of Diabetic.


[internet], Available from:http://www.diabetes.org.[Accesed: 16thjuly 2015].

Herdman, T Heather. 2012. Diagnose Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.


Dialihbahasakan oleh Made Sumarwati dan Nike Budhi Subekti. Barrarah Bariid, Monica
Ester, dan Wuri Praptiani (ed). Jakarta: EGC

Hermayudi.A, & Ariani. (2017). Penyakit Daerah Tropis. Yogyakarta: Nuha Medika

Corwin, J.E. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC.

Tandra, H. (2017). Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama (21-6).

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan


Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan


Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria
Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai