PENDAHULUAN
1
2
kepatuhan pasien untuk mengkonsumsi obat. Apabila ini dibiarkan, dampak yang akan
muncul jika penderita berhenti minum obat adalah munculnya kuman tuberculosis
yang resisten terhadap obat, jika ini terus terjadi dan kuman tersebut terus menyebar
pengendalian obat tuberculosis akan 4 semakin sulit dilaksanakan dan meningkatnya
angka kematian terus bertambah akibat penyakit tuberculosis. Selain itu penderita juga
mengatakan tidak mengetahui tentang apa itu TB paru, apa gejalanya, bagaimana
penularanya dan bagaimana cara pengobatannya. Penderita TB paru mengatakan tidak
tahu upaya apa yang harus dilakukan untuk menyembuhkan penyakitnya. Mereka juga
tidak tahu jangka waktu pengobatanya oleh karena itu mereka tidak disiplin dalam
minum obat. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan tentang kepatuhan pengobatan
penyakit TB paru masih sangat kurang.
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Dapat melaksanakan asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan TB Paru
dan Anemia
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik klien yang mengalami TB Paru dan Anemia
b. Mengidentifikasi intervensi yang dapat dilakukan pada klien yang
mengalami masalah TB Paru dan Anemia
c. Mengevaluasi tindakan yang telah diberikan kepada klien dengan masalah
TB Paru dan Anemia
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
Kedepannya laporan kasus ini dapat sebagai acuan dalam pembuatan asuhan
keperawatan medikal bedah dengan TB Paru dan Anemia.
1.3.2 Manfaat Praktis
1. Manfaat bagi klien
Klien mendapatkan informasi mengenai TB Paru dan Anemia serta cara
mengontrolnya.
2. Manfaat bagi lahan praktek
3
4
5
sel darah yang bergabung dengan hemoglobin yang kemudian membentuk oksi
hemoglobin sebanyak 97% dan sisa 3 % yang ditransportasikan ke dalam cairan
plasma dalam sel.
2.2.2 Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang yang berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar
kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan
terhadap asam (asam alkkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan
ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan
hidup pada udara kering maupun dingin (dapat tahan bertaun-tahun dalam lemari
es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman
dapat bangkit lagi dan menjadikan tuberculosis menjadi aktif lagi. Sifat lain kuman
ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan
yang tinggi oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi
dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi
penyakit tuberkulosis (Wijaya dan Yessie, 2013).
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin
(dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada
dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan
menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
7
oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada
bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis (Wijaya dan Yessie, 2013).
Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran
napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon)
selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer
kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam
perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru
primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap
basil mikobakterium (Wijaya dan Yessie, 2013).
Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan
yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru
oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan
spesifik terhadap basil tersebut (Wijaya dan Yessie, 2013).
Menurut Wijaya dan Yessie (2013) faktor predisposisi penyebab penyakit
tuberkulosis antara lain:
1) Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif
2) Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu
dalam terapi kartikoteroid atau terinfeksi HIV)
3) Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
4) Individu tanpa perawatan yang adekuat
5) Individu dengan gangguan medis seperti : DM, GGK, penyimpanan
gizi, by pass gatrektomi.
6) Imigran dari negara dengan TB yang tinggi (Asia Tenggara, Amerika
Latin Karibia)
7) Individu yang tinggal di institusi (Institusi psikiatrik, penjara)
8) Individu yang tinggal di daerah kumuh
9) Petugas kesehatan
2.2.3 Klasifikasi
Menurut Nurarif dan Hardhi (2016) di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai
adalah :
1. TB paru : sputum BTA (+)
2. TB paru tersangka : sputum BTA (-) dengan klinis dan radiologis (+)
3. Bekas TB paru : riwayat obat anti tuberkulosis (OAT) adekuat dengan sputum
(-), klinis (-), radiologis menetap.
8
Gejala ini agak jarang ditemukan.nyeri dada timbul bila infiltrasinya radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis .terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
3. Malaise dan kelelahan
Penyakit tuberculosis bersifat radang menahun, gejala malaise sering
ditemukan berupa anaoreksia tidak ada nafsu makan,badan makin
kurus (berat badan turun), sakit kepala, keringat malam, dll. Selain itu juga
terjadi kselitan tidur pada malam hari (Price, 2005). Gejala malaise ini
makin lama makin berat dan terjadi ilang timbul secara tidak teratur.
4. Takikardia
Udara tercemar Virus Dihirup individu rentan Kontak Dgn Pend.TB
TB Melalui Droplet 10
Droplet/Virus TB
masuk ke saluran
pernafasan
Virus TB membentuk
Respon inflamasi lesi pd alveoli
terminalis
Meluas ke tulang
belakang
Pertukaran O2 dan CO2
Peningkatan suhu tubuh Peningkatan produksi tidak adekuat
sekret
Depresi sumsum tulang
belakang
Sesak nafas
Hipertermi Batuk
Malabsorbsi dan
Ketidakefektifan
kegagalan pemanfaatan
pola nafas zat besi
Nyeri akut
Anemia
Transport O2 terganggu
Hipoksia
Ketidakseimbangan
kebutuhan nutrisi
kurang dari SSP mengirim respon
kebutuhan tubuh ke hipotalamus
Lemas
Intoleransi
aktivitas
11
2.2.5 Penatalaksanaan
Menurut Nurarif dan Hardhi (2016) penatalaksaan TB paru meliputi:
1. Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
a. Promotif
1. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC,
cara penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat. b. Preventif
1. Vaksinasi BCG
2. Menggunakan isoniazid (INH)
3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar
dapat diketahui secara dini.
2. Penatalaksanaan secara medik
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1. Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 –
3 bulan.
* Streptomisin injeksi 750 mg.
* Pas 10 mg.
* Ethambutol 1000 mg.
* Isoniazid 400 mg.
2. Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18
bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat
yang diberikan dengan jenis :
* INH.
* Rifampicin.
* Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan
kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
3. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila
ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi
obat :
* Rifampicin.
* Isoniazid (INH).
12
* Ethambutol.
* Pyridoxin (B6).
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga
mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta
memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi
2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat
yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang
digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin,
INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis
obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam
Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu
berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping
itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai
Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan
oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung
sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan
kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan
pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
Efek Samping OAT :
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek
samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu
pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan
selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek
samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT
dapat dilanjutkan.adapun efek samping OAT antara lain yaitu:
1. Isoniazid (INH)
v Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi
13
2.3 Anemia
2.3.1 Pengertian
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar
hemoglobin (Hb) atau hematokrit (Ht) dibawah normal. Anemia menunjukkan
suatu status penyakit atau perubahan fungsi tubuh. Anemia merupakan keadaan
dimana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi
fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratoris,
anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar hemoglobin serta hitung eritrosit dan
hematokrit di bawah normal (Wijaya dan Yessie, 2013).
Batasan umum seseorang dikatakan anemia dapat menggunakan kriteria
WHO pada tahun 1968, dengan kriteria sebagai berikut (Wijaya dan Yessie, 2013):
Laki-laki dewasa Hb < 13 gr/dl
Perempuan dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dl
Perempuan dewasa hamil Hb < 11 gr/dl
Anak usia 6-14 tahun Hb < 12 gr/dl
Anak usia 6 bulan – 6 tahun Hb < 11 gr/dl
Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit, atau praktik klinik pada umumnya
dinyatakan anemia bila terdapat nilai sebagai berikut (Wijaya dan Yessie, 2013):
Hb < 10 gr/dl
Hematokrit < 30%
Eritrosit < 2,8 juta/mm2
Derajat anemia ditentukan oleh kadar Hb. Klasifikasi derajat anemia yang umum
dipakai adalah (Wijaya dan Yessie, 2013):
Ringan sekali Hb 10 gr/dl – 13 gr/dl
Ringan Hb 8 gr/dl – 9,9 gr/dl
Sedang Hb 6 gr/dl – 7,9 dr/dl
Berat Hb < 6 gr/dl
17
2.3.2 Etiologi
Menurut Wijaya dan Yessie (2013) penyebab anemia dapat dikelompokan sebagai
berikut:
1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena:
a. Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemi difisiensi Fe,
Thalasemia, dan anemi infeksi kronik.
b. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat
menimbulkan anemi pernisiosa dan anemi asam folat.
c. Fungsi sel induk (stem sel) terganggu , sehingga dapat menimbulkan
anemia aplastik dan leukemia.
d. Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.
2. Kehilangan darah
a. Akut karena perdarahan atau trauma atau kecelakaan yang terjadi secara
mendadak.
b. Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.
3. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis)
Hemolisis dapat terjadi karena:
a. Faktor bawaan, misalnya, kekurangan enzim G6PD (untuk mencegah
kerusakan eritrosit.
b. Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak eritrosit
misalnya, ureum pada darah karena gangguan ginjal atau penggunaan
obat acetosal.
4. Bahan baku untuk pembentukan eritrosit tidak ada
Bahan baku yang dimaksud adalah protein , asam folat, vitamin B12, dan
mineral Fe. Sebagian besar anemia anak disebabkan oleh kekurangan satu atau
lebih zat gizi esensial (zat besi, asam folat, B12) yang digunakan dalam
pembentukan sel-sel darah merah. Anemia bisa juga disebabkan oleh kondisi
lain seperti penyakit malaria, infeksi cacing tambang.
2.3.3 Klasifikasi
Menurut Wijaya dan Yessie (2013), klasifikasi anemia adalah:
1. Anemia Aplastik
Anemia aplastik (hipoproliferatif) disebabkan oleh penurunan pada prekusor
sel-sel sumsum tulang dan penggantian sumsum dengan lemak. Anemia ini
dapat disebabkan oleh kongenital atau didapat, idiopati akibat dari infeksi
tertentu, obat-obatan dan zat kimia, serta kerusakan akibat radiasi.
Penyembuhan sempurna dan cepat mungkin dapat diantisipasi jika pemajanan
18
pada pasien dihentikan secara dini. Jika pemajanan tetap berlangsung setelah
terjadi tanda-tanda hipoplasi, depresi sumsum tulang hampir dapat
berkembang menjadi gagal sumsum tulang dan irreversible.
2. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah kondisi dimana kandungan besi dalam tubuh
menurun dibawah kadar normal. Zat besi yang tidak adekuat menyebabkan
berkurangnya sintesis Hb sehingga menghambat proses pematangan eritrosit.
Ini merupakan tipe anemia yang paling umum. Anemia ini dapat ditemukan
pada pria dan wanita pasca menopause karena perdarahan (misal, ulkus,
gastritis, tumor gastrointestinal), malabsopsi atau diit sangat tinggi serat
(mencegah absorpsi besi). Alkoholisme kronis juga dapat menyebabkan
masukan besi yang tidak adekuat dan kehilangan besi melalui darah dari
saluran gastrointestinal.
3. Anemia Megaloblastik (Defisiensi Vitamin B12 dan Defisiensi Asam Folat)
Anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat
memperlihatkan perubahan-perubahan sumsum tulang dan darah perifer yang
identik. Defisiensi vitamin B12 sangat jarang terjadi tetapi dapat terjadi akibat
ketidakadekuatan masukan pada vegetarian yang ketat, kegagalan absorpsi
saluran gantrointestinal, penyakit yang melibatkan ilium atau pankreas yang
dapat merusak absorpsi vitamin B12. Tanpa pengobatan pasien akan
meninggal setelah beberapa tahun, biasanya akibat gagal jantung kongesti
sekunder akibat dari anemia. Sedangkan defisiensi asam folat terjadi karena
asupan makanan yang kurang gizi asam folat, terutama dapat ditemukan pada
orang tua, individu yang jarang makan sayuran dan buah, alkoholisme,
anoreksia nervosa, pasien hemodialisis.
4. Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitik berat yang diakibatkan oleh defek
molekul Hb dan berkenaan dengan serangan nyeri. Anemia ini ditemukan
terutama pada orang Mediterania dan populasi di Afrika, serta terutama pada
orang-orang kulit hitam. Anemia sel sabit merupaka gangguan resesif otosom
yang disebabkan oleh pewarisan dua salinan gen hemoglobin defektis, satu
buah dari masing-masing orang tua. Hemoglobin yang cacat itu disebut
hemoglobin S (HbS), menjadi kaku dan membentuk konfigurasi seperti sabit
apabila terpajan oksigen berkadar rendah.
5. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolysis,
yaitu pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya. Anemia
19
hemolitik adalah jenis yang tidak sering dijumpai, tetapi bila dijumpai
memerlukan pendekatan diagnostik yang tepat. Anemia hemolitik dapat
disebabkan oleh anemia sel sabit, malaria, penyakit hemolitik pada bayi baru
lahir, dan reaksi transfuse.
Sedangkan menurut Nurarif dan Hardhi (2016), tanda dan gejala anemia dibagi
menjadi tiga golongan besar, yaitu sebagai berikut:
1. Gejala umum anemia
Gejala umum anemia atau dapat disebur juga sindrom anemia adalah gejala
yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar Hb yang sudah menurun di
bawah titik tertentu. Gejala-gejala tersebut dapat diklasifikasikan menurut
organ yang terkena, yaitu:
Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak nafas
saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-
kunang, kelemahan otot, iritabilatas, lesu, serta perasaan dingin pada
ekstremitas.
Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun,
serta rambut tipis dan halus.
2. Gejala khas masing-masing anemia
Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah sebagai
berikut:
Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis,
keletihan, kebas dan kesemutan pada ekstremitas
Anemia defisiensi asam folat: lidah merah (buffy tongue).
Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi.
3. Gejala akibat penyakit yang mendasari
20
2.3.5 Penatalaksaan
Penatalaksanaan yang tepat dilakukan untuk pasien anemia sesuai jenisnya, dapat
dilakukan dengan (Wijaya dan Yessie, 2013):
1. Anemia Aplastik
Transplantasi sumsum tulang.
Pemberian terapi imunosupresif dengan globulin antitimosit (ATG).
Hentikan semua obat yang menyebabkan anemia tersebut.
Cegah timbulnya gejala-gejala dengan melakukan transfuse sel-sel darah
merah dan trombosit.
Lindungi pasien yang rentan terhadap leukopenia dari kontak dengan
orang-orang yang menderita infeksi.
2. Anemia defisiensi besi
Teliti sumber penyebab yang mungkin dapat berupa malignasi
gastrointestinal, fibroid uteri, atau kanker yang dapat disembuhkan.
Lakukan pemeriksaan feses untuk mengetahui darah samar.
Berikan preparat besi orang yang diresepkan.
Hindari tablet dengan salut enteric, karena diserap dengan buruk.
Lanjutkan terapi besi sampai setahun setelah perdarahan terkontrol.
3. Anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat)
Anemia defisiensi vitamin B12:
Pemberian suplemen vitamin atau susu kedelai difortifikasi (pada vege
tarian ketat).
Suntikan vitamin B12 secara IM untuk kelainan absorpsi atau tidak
terdapatnya faktor-faktor instriksik.
Cegah kambuhan dengan vitamin B12 selama hidup untuk pasien anemia
pernisiosa atau malabsorpsi yang tidak dapat diperbaiki.
Anemia defisiensi asam folat:
Pemberian diit nutrisi dan 1 mg gram asam folat setiap hari.
Asam folat IM untuk sindrom malabsorpsi.
Asam folat oral diberikan dalam bentuk tablet (kecuali vitamin prenatal).
4. Anemia sel sabit
21
atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan
splenomegali.
4) Pola aktifitas – latihan
Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan karena sesak
nafas, mudah lelah, tachicardia, jika melakukan aktifitas berat timbul
sesak nafas (nafas pendek).
5) Pola tidur dan istirahat
Sulit tidur, frekwensi tidur berkurang dari biasanya, sering
berkeringat pada malam hari.
6) Pola kognitif – perceptual
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum,
sedangkan dalam hal daya panca indera (perciuman, perabaan, rasa,
penglihatan dan pendengaran) jarang ditemukan adanya gangguan
7) Pola persepsi diri
Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu Ketakutan
dan kecemasan akan muncul pada penderita TB paru dikarenakan
kurangnya pengetahuan tentang pernyakitnya yang akhirnya membuat
kondisi penderita menjadi perasaan tak berbedanya dan tak ada harapan.
(Marilyn. E. Doenges, 2000)
8) Pola peran – hubungan
Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan dalam
hal hubungan dan peran yang dikarenakan adanya isolasi untuk
menghindari penularan terhadap anggota keluarga yang lain.
(Marilyn. E. Doenges,
1999).
9) Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan dan kelelahan
Tanda : Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari
dan berkeringat pada malam hari
10) Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan
Tanda : Penurunan BB
11) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk, gangguan tidur pada
malam hari
Tanda : pasien meringis, tidur tidak nyenyak
12) Pernapasan
24
2. Diagnosis keperawatan
a. Ketidakefektifan Pola Nafas (Nanda, 2018-2020)
Domain
Definisi 4. Kelas 4. Kode diagnosis 00032
Definisi
Inspirasi dan/ atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
Batasan Karakteristik
- Pola nafas abnormal
- Perubahan ekskursi dada
26
- Bradypnea
- Penurunan tekanan ekspirasi
- Penurunan tekanan inspirasi
- Penurunan venilasi semenit
- Penurunan kapasitas vital
- Dyspnea
- Peningkatan diameter anterior-posterior
- Pernafasan cuping hidung
- Ortopnea
- Fase ekpirasi memanjang
- Pernafasan bibir
- Takipnea
- Penggunaan otot bantu pernafasan
- Penggunaan posisi tiga-titik
Faktor yang berhubungan
- Ansietas
- Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
- Keletihan
- Hiperventilasi
- Obesitas
- Nyeri
- Keletihan otot pernafasan
Kondisi terkait
- Deformitas tulang
- Deformitas dinding dada
- Sindrom hipoventilasi
- Gangguan musculoskeletal
- Imaturitas neurologis
- Gangguan neurologis
- Disfungsi neuromuscular
- Cedera medulla spinalis
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas (Nanda, 2018 – 2020)
Domain II. Kelas 2. Kode diagnosis 00031
Deinisi:
Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas
untuk mempertahankan bershian jalan napas.
Batasan Karaktersitik
27
2. Ketakutan (5)
3. Tersedak (5)
4. Suara napas tambahan (5)
5. Pernapasa cuping hidung (5)
6. Dispnea saat istirahat (5)
7. Dispena denga aktivitas ringan (5)
8. Batuk (5)
Keterangan :
1 : sangat berat
2 : berat
3 : cukup
4 : ringan
5 : tidak ada
Intervensi Rasional
1. Ajarkan klien mengenai 1. Memudahkan klien dalam
penggunaan perangkat oksigen pernafasan dan mengurangi
yang memudahkan mobilitas sesak napas
2. Monitor saturasi oksigen, 2. Mencegah terjadinya sianosis
status pernafasan dan pada jaringan perifer
oksignasi, sebagaimana 3. Posisikan klien semifowler
mestinya untuk mempermudah
3. Posisikan klien untuk pernafasan
memaksimalkan ventilasi 4. Pemasangan oksigen dengan
4. Berikan oksigen tambahan nasal canula tau masker dapat
seperti yang diperintahkan mengurangi dyspnea klien
5. Kolaborasikan dengan tim 5. Terapi intravena dapat
kesehatan lainnya untuk mempercepat kerja obat yang
pemberian terapi IV seperti diberikan
yang ditentukan
Tabel 2.1 Intervensi Ketidakefektifan Pola Nafas
Keterangan :
1 : sangat berat
2 : berat
3 : cukup
4 : ringan
5 : tidak ada
Intervensi
Intervensi Rasional
1.Instruksikan bagaimana agar bisa 1. Batuk adalah mekanisme
melakukan batuk efektif pemberian jalan napas alami,
membantu silia untuk
mempermudah jalan napas
2. Monitor status pernapasan dan paten.
okisgenasi sebagimana mestinya 2. Takipnea biasanya ada pada
beberpa derajat dan dapat
ditemukan pada penerimaan
atau selama stres/ adanya proses
3.Posisikan untuk meringankan sesak infeksi akut.
napas 3. Posisi semifowler membatu
klien memaksimalkan ventilasi
sehingga kebutuhan oksigen
4.Lakukan Fisioterapi dada, terpenuhi melalui proses
sebagiamana mestinya pernapasan.
4. Fisioterapi dada dapat
memudahkan klien dalam
5.Kelola pemberian bronkodilator, mengeluarkan sekret yang sulit
sebagaimana mestinya dikeluarkan secara mandiri.
5. Bronkodilator dapat
memvasodilatasi saluran
pernapasan sehingga jalan
napas paten dan kebuthan
oksigen terpenuhi.
Tabel 2.2 Intervensi Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
I. IDENTITAS
1. Nama : Sdr. M
2. Umur : 18 tahun
3. Jenis kelamin : laki-laki
4. Status : belum menikah
5. Agama : islam
6. Suku/bangsa : Madura/ Indonesia
7. Bahasa : Bahasa madura
8. Pendidikan : SMP
9. Pekerjaan : Pelajar
10. Alamat dan no. Telp : Kemiri Paanti, Jember
11. Penanggung jawab : Ny. S
32
33
Panti mendapat tindakan pemasangan infus dan pemberian oksigen nasal kanul 3 lpm. Karena
ketersediaan alat yang kurang dan kondisi klien bertambah sesak, Puskesmas Panti merujuk klien
ke RS Paru Jember pada jam 09.00 WIB. Di IGD RS Paru Jember klien mendapat tindakan
pemberian oksigen simple masker 8 lpm dan dilakukan photo rontgen thoraks dengan hasil
bacaan Pneumoni dengan efusi pleura bilateral. Pada jam 10.00 WIB klien dibawa ke ruang
Mawar. Pada tanggal 16 Desember 2019 jam 11.00 WIB dilakukan pengkajian, klien
mengatakan sesak napas dan batuk mengeluarkan banyak dahak. Klien mengatakan tidak dapat
tidur dengan posisi berbaring, tidur harus posisi duduk, susah tidur dan hanya tidur 3 jam karena
sesak. Klien mengatakan badannya lemas dan melakukan BAK ditempat tidur dibantu oleh
ibunya. Keluarga klien mengatakan klien mengalami gangguan pendengaran sejak meminum
obat rutin.
x x x x
x
18
th
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
x : Laki-laki meninggal
34
: Perempuan meninggal
x
: garis keturunan
: garis pernikahan
: serumah
: klien dengan umur ?
6. Riwayat alergi :
Klien mengatakan tidak memiliki alergi obat maupun makanan.
Mandi √ √
Berpakaian/berdandan √ √
Eliminasi/toileting √ √
Berpindah √ √
Berjalan √ √
Naik tangga √ √
Berbelanja √ √
Memasak √ √
Pemeliharaan rumah √ √
35
b. Kebersihan diri
Di rumah Di rumah sakit
c. Aktivitas sehari-hari
Sebelum sakit : pelajar disekolah menengah atas
d. Rekreasi
Jalan-jalan Bersama teman-teman klien
Di rumah sakit
Di rumah sakit
Frekuensi : 3 x/ hari
b. Pola minum
Di rumah Di rumah sakit
5. Pola Eliminasi
a. Buang air besar
Di rumah
Frekuensi : 1 x/ hari
Di rumah sakit
( ) bercampur darah
( ) lainnya, ..............
Konsistensi : cair
Di rumah sakit
Konsistensi : cair
( ) retensi ( ) inkontinen
Sebab, ...................................................................................................
Q : .................................................................................................................................
R : .................................................................................................................................
S : .................................................................................................................................
T : .................................................................................................................................
8. Pola Koping
Masalah utama selama MRS (penyakit, biaya, perawatan diri)
Klien mengatakn sesak dan batuk yang sangat mengganggu. Keluarga klien mengatakan biaya
perawatan cukup ringan bagi keluarga karena klien mempunyai BPJS, terkait penyakit klien
optimis bahwa penyakit klien segera disembuhkan oleh Allah SWT hanya saja klien masih kurang
untuk perawatan dirinya karena klien tidak bisa melakukan kebersihan diri saat masuk rumah
sakit.
39
Klien mengatakan tidak ada masalah, tidak mengalami kehilangan perubahan yang terjadi
sebelumnya, hanya saja klien selama di rawat di rumah sakit klien tidak bisa melakukan akyivitas
sehari-hari secara mandiri, memerlukan bantuan orang lain.
Kemampuan adaptasi
Klien mengatakan mampu beradaptasi dengan lingkungan dirumah sakit karena klien
yakinbahwa petugas kesehatan rumah sakit akan memberikan perawatan yang baik untuk
mempercepat kesembuhan klien.
Masalah seksual yang berhubungan dengan penyakit : klien mengatakan tidak ada
Hubungan dengan orang lain : klien mengatakan hubungan dengan orang disekitarnya baik dan
tidak ada masalah.
Paru:
I : bentuk dada barrel chest, terdapat retraksi di intercosta simetris kanan dan kiri, klien batuk
mengeluarkan sputum berwarna kuning dengan konsistensi kental
P : vocal fremitus getaran dinding thorax lebih kuat kiri dibanding kanan dan tidak terdapat nyeri
tekan.
P : redup di paru kanan dan kiri
A : terdapat suara tambahan ronchi
+ +
10. Abdomen
I : tidak terdapat lesi atau massa
A : suara bising usus 13 x/ menit
P : timpani
P : tidak teraba adanya massa atau benjolan, tidak terdapat nyeri tekan
11. Urogenital
I : klien tidak memakai kateter, klien mengatakan mengatakan kelamin dan anusnya bersih dan
tidak ada masalah.
P : klien mengatakan tidak terdapat massa dan lesi.
12. Ekstremitas
Atas
I : simetris antara kanan dan kiri, terpasang infus di tangan kiri.
P : tidak terdapat nyeri tekan, akral hangat, dan terdapat oedem.
Bawah
I : simetris antara kanan dan kiri, tidak terdapat lesi.
P : tidak terdapat nyeri tekan, akral hangat, dan terdapat oedem.
Kekuatan Otot
5 5
5 5
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Tanggal pemeriksaan laboratorium 14 Desember 2019
Photo
Dilakukan pemeriksaan photo rontgen thorak AP pada tanggal 14 Desember 2019 dengan hasil
bacaan:
Paru : tampak infiltrat dilapangan atas paru kanan kiri, konsolidasi dilapangan tengah bawah
paru kanan kiri
43
Kesimpulan :
2. Lain-lain
Dilakukan pemeriksaan ECG pada tanggal 14 Desember 2019 dengan hasil:
- Paru – paru kanan kiri hiperinflasi (cavum toraks melebar), tampak ground glass opacity
dengan iar bronkogram dan cavitas multiple terutama di lobus superior paru kanan kiri,
segmen 8-9-10 paru kanan kiri. Pada lobus superior tampak gambaran nodul intracavity,
mengisi beberapa cavitas. Tampak nodul dengan air bronkogram di segmen 3 paru kiri.
Bronkus kanan kiri dn cabang-cabangnya tampak terbuka.
- Tak tampak limfadenopari
- Tak tampak densitas cairan di cavum pleura kanan kiri
- Jantung : ukuran ventrikel kanan kiri membesar, dengan densitas cairan di cavum pericard.
Kesimpulan :
Pneumoni dengan multiple cavity, dengan beberapa cavity berisi nodul DD. Fungus ball, susp.
ec.Mycosis
Usul : dapat dilakukan FNA pada area konsolidasi terluas segmen 3 paru kanan dengan panduan
USG dengan posisi pasien semifowler, karena dengan CT pasien tidak kuat posisi supine.
VI. TERAPI
Pemberian Terapi Dosis Rute Indikasi
Infus
Sodium Cloride 0,9% 1000 cc/ 24 jam IV Memenuhi ciran tubuh
Obat injeksi
Ceftazidime 3 x 1000 mg IV Mengobati infeksi
bakteri saluran
pernafasan bawah
Drip Aminophilin 240 mg/ flash IV Melebarkan saluran
udara pada paru-paru
44
Obat oral
Codein 3 x 10 mg Oral Meredakan nyeri
ringan hingga berat
Salbutamol 3 x 2 mg Oral Membuka saluran
pernafasan di paru-
paru, sehingga udara
dapat mengalir ke
dalam paru tanpa
hambatan
Nebulizer pulmicord 8 jam Mengurangi iritasi dan
dan Bisolvon pembengkakan pada
saluran nafas
Transfuse darah 2 kolf IV Meningkatkan kadar
(golongan darah A+) hemoglobin
45
ANALISA DATA
- Hasil kesimpulan
pemeriksaan photo thorak:
Pneumoni dengan efusi
Ketidakefektifan
pleura bilateral
Pola Nafas
TD : 99/ 60 mmHg
S : 37,4 OC
N : 115 x/ menit Terjadi reaksi
RR : 24x/ menit infeksi atau
SPO2 : 97% menggunakan inflamasi dan
simple masker 8 lpm merusak parenkim
- Paru - paru paru
I : bentuk dada barrel
chest, terdapat retraksi di
intercosta simetris kanan
dan kiri, klien batuk Pertahanan primer
+ + Ketidakefektifan
Bersihan Jalan
Nafas
HB diagnosis 00204
- KU : lemah
- HB : 7,4 g/dl
- Wajah pucat
- Konjungtiva anemis
Kompensasi jantung
- Kuku :
I : kuku tampak bersih, kuku
berbentuk spoon nail
47
Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan
Perifer
Terjadi reaksi
infeksi atau
inflamasi dan
merusak parenkim
paru
Pengobatan OAT
Perdarahan pada
telinga efek
pengobatan OAT
Hambatan Persepsi
Sensori
menghitam
- Normal tidur 7-8 jam,
terealisasikan hanya 3 jam
Terjadi reaksi
infeksi atau
inflamasi dan
merusak parenkim
paru
Perubahan cairan
intra pleura
Sesak nafas
Insomnia
49
3. Tekanan darah diastolic 4. Monitor warna kulit, suhu dan 4. Mencegah terjadinya sianosis
(5) kelembapan pada ekstremitas atas dan
bawah
Keterangan : 5. Identifikasi kemungkinan 5. Penyebab perubahan tanda-
1 : Deviasi berat kisaran normal penyebab perubahan tanda-tanda tanda vital dapat disebabkan
2 : Deviasi yang cukup berat vital oleh perubahan posisi
dari kisaran normal 6. Kolaborasi dengan ahli gizi 6. Menambah asupan makanan
3 : Deviasi sedang berat dari pengaturan diet yang diperlukan diperlukan untuk
kisaran normal (yaitu : menyediakan makanan, meningkatkan hemoglobin
4 : Deviasi ringan berat dari protein tinggi, menambah kalori,
kisaran normal menambah vitamin, mineral atau
5 : Tidak ada deviasi dari suplemen)
kisaran normal 7. Kolaborasi dengan tim kesehatan 7. Pemberian transfusi darah
lainnya untuk pemberian dapat meingkatkan kadar
transfusi darah sesuai dengan hemoglobin dengan cepat
golongan darah
53
IMPLEMENTASI
NO. DX KEP TANGGAL/ JAM IMPLEMENTASI PARAF
1 16/12/2019
11.10 WIB 1. Mengajarkan klien mengenai penggunaan perangkat oksigen yang memudahkan mobilitas agar
mengurangi sesak klien
R : klien dan keluarga klien kooperatif dan mengerti
11.12 WIB 2. Memonitor saturasi oksigen, status pernafasan dan oksigenasi
R:
- RR : 24x/ menit
- SPO2 : 97 % menggunakan simple masker 8 lpm
11.15 WIB 3. Memposisikan klien semifowler
11.20 WIB 4. Memberikan oksigen 8 lpm menggunakan simple masker dan melalukan pemeriksaan paru-paru
R:
- Klien mengatakan sesak masih tidak berkurang
- Paru-paru :
I : bentuk dada barrel chest, terdapat retraksi di intercostal simetris kanan dan kiri, klien batuk
mengeluarkan sputum berwarna kuning dengan konsistensi kental
P : vocal fremitus getaran dinding thorax lebih kuat kiri ibanding kanan dan tidak terdapat nyeri
tekan.
P : redup di paru kanan dan kiri
A : terdapat suara tambahan ronchi
+ +
54
2 16/12/2019
13.30 WIB 1. Memberikan terapi nebulizer pulmicord dan bisolvon
13.37 WIB 2. Menginstruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif
R : klien dan keluarga mengerti
13.40 WIB 3. Melakukan fisioterapi dada agar dapat mempermudah klien mengeluarkan sputum yang sulit
dikeluarkan secara mandiri
R:
- Klien mengatakan masih sering batuk dan sesak ketika duduk
- Klien batuk mengeluarkan sputum berwarna kuning dengan konsistensi kental
3 16/12/2019
12.00 WIB 1. Memberikan asupan makan diit tinggi energi tinggi protein
12.30 WIB 2. Memonitor tanda-tanda vital :
R:
- TTV
TD : 101/ 60 mmHg
S : 37 OC
N : 110 x / menit
- Wajah pucat
- CRT > 2 detik
- Konjungtiva anemis
12.35 WIB 3. Memonitor keberadaan dan kualitas nadi
R:
- Nadi : 110 x/ menit
55
EVALUASI
NO. DX KEP TANGGAL/ JAM EVALUASI PARAF
1 16/ 12/ 2019
14.00 WIB S : Klien mengatakan sesak masih tidak berkurang
O:
- RR : 24x/ menit
- SPO2 : 97 % menggunakan simple masker 8 lpm
- Paru-paru :
I : bentuk dada barrel chest, terdapat retraksi di intercostal simetris kanan dan kiri, klien batuk mengeluarkan
sputum berwarna kuning dengan konsistensi kental
P : vocal fremitus getaran dinding thorax lebih kuat kiri ibanding kanan dan tidak terdapat nyeri tekan.
P : redup di paru kanan dan kiri
A: Masalah teratasi sebagian
Frekuensi pernafasan 3
Suara auskultasi paru 3
Saturasi oksigen 4
- Paru-paru :
I : bentuk dada barrel chest, terdapat retraksi di intercostal simetris kanan dan kiri, klien batuk mengeluarkan
sputum berwarna kuning dengan konsistensi kental
P : vocal fremitus getaran dinding thorax lebih kuat kiri ibanding kanan dan tidak terdapat nyeri tekan.
P : redup di paru kanan dan kiri
A : terdapat suara tambahan ronchi
+ +
2 17/12/2019
13.30 WIB 1. Memberikan terapi nebulizer pulmicord dan bisolvon
13.40 WIB 2. Menginstruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif
R : klien dan keluarga memahami dan kooperatif
13.45 WIB 3. Melakukan fisioterapi dada agar dapat mempermudah klien mengeluarkan sputum yang sulit
dikeluarkan secara mandiri
R:
- Klien mengatakan masih sesak keika posisi duduk dan batuk terus menerus
- Klien batuk mengeluarkan sputum berwarna kuning dengan konsistensi kental
3 17/12/2019
11.05 WIB 1. Memonitor tanda-tanda vital :
R:
- TTV
TD : 115/ 63 mmHg
S : 37,3 OC
61
N : 108 x / menit
- Wajah pucat
- CRT > 2 detik
- Konjungtiva anemis
11.10 WIB 2. Memonitor keberadaan dan kualitas nadi
R:
- Nadi : 108 x/ menit
- Lokasi : nadi brakialis
- Pulsasi : teraba kuat
11.25 WIB 3. Mengidentifikasi kemungkinan penyebab perubahan tanda-tanda vital
R:
- Klien mengatakan badannya masih sangat lemas
12.00 4. Memberikan asupan makan diit tinggi energi tinggi protein
62
EVALUASI
NO. DX KEP TANGGAL/ JAM EVALUASI PARAF
1 17/ 12/ 2019
14.00 WIB S : Klien mengatakan masih sesak
O:
- RR : 22x/ menit
- SPO2 : 98 % menggunakan simple masker 8 lpm
- Paru-paru :
I : bentuk dada barrel chest, terdapat retraksi di intercostal simetris kanan dan kiri, klien batuk mengeluarkan
sputum berwarna kuning dengan konsistensi kental
P : vocal fremitus getaran dinding thorax lebih kuat kiri ibanding kanan dan tidak terdapat nyeri tekan.
P : redup di paru kanan dan kiri
A: Masalah teratasi sebagian
Frekuensi pernafasan 3
Suara auskultasi paru 3
Saturasi oksigen 5
+ +
2 18/12/2019
13.35 WIB 1. Memberikan terapi nebulizer pulmicord dan bisolvon
13.45 WIB 2. Menginstruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif
R : klien dan keluarga kooperatif
13.50 WIB 3. Melakukan fisioterapi dada agar dapat mempermudah klien mengeluarkan sputum yang sulit
dikeluarkan secara mandiri
R:
- Klien mengatakan sesak berkurang ketika duduk dan batuk berkurang
- Klien batuk mengeluarkan sputum berwarna kuning dengan konsistensi kental
3 18/12/2019
11.05 WIB 1. Memonitor tanda-tanda vital :
R:
- TTV
TD : 98/ 60 mmHg
S : 37,4 OC
N : 118 x / menit
67
- Wajah pucat
- CRT > 2 detik
- Konjungtiva anemis
11.10 WIB 2. Memonitor keberadaan dan kualitas nadi
R:
- Nadi : 118 x/ menit
- Lokasi : nadi brakialis
- Pulsasi : teraba kuat
11.15 WIB 3. Mengidentifikasi kemungkinan penyebab perubahan tanda-tanda vital
R:
- Klien mengatakan badannya jauh lebih baik
12.02 WIB 4. Memberikan asupan makan diit tinggi energi tinggi protein
68
EVALUASI
NO. DX KEP TANGGAL/ JAM EVALUASI PARAF
1 17/ 12/ 2019
14.00 WIB S : Klien mengatakan sesaknya berkurang
O:
- RR : 21x/ menit
- SPO2 : 99 % menggunakan simple masker 8 lpm
- Paru-paru :
I : bentuk dada barrel chest, terdapat retraksi di intercostal simetris kanan dan kiri, klien batuk mengeluarkan
sputum berwarna kuning dengan konsistensi kental
P : vocal fremitus getaran dinding thorax lebih kuat kiri ibanding kanan dan tidak terdapat nyeri tekan.
P : redup di paru kanan dan kiri
A: Masalah teratasi sebagian
Frekuensi pernafasan 4
Suara auskultasi paru 3
Saturasi oksigen 5
+ +
4.1 Kesimpulan
Dari hasil asuhan keperawatan pada Sdr. M dengan TB paru dan anemia, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Melakukan pengkajian pada Sdr. M terkait dengan TB paru dan anemia.
Dalam melakukan pengkajian dengan Sdr. M, penulis tidak mengalami
kesulitan dalam melakukan komunikasi dengan Sdr. M karena Sdr. M sangat
kooperatif. Tetapi, penulis tidak hanya melakukan wawancara pada klien saja,
tetapi juga pada anggota keluarga Sdr. M.
2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada Sdr. M.
Dari hasil pengkajian yang dilakukan oleh penulis, penulis memprioritaskan 3
diagnosa yaitu Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot
pernafasan ditandai dengan hasil photo rontgen thorak AP : Pneumoni dengan
efusi pleura bilateral, Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan mucus berlebihan ditandai dengan klien batuk mengeluarkan sputum
berwarna kuning dengan konsistensi kental dan Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer berhubungan dengan penurunan kadar HB ditandai dengan HB
: 7,4 g/dl.
3. Melakukan perencanaan keperawatan pada Sdr. M.
Perencanaan yang dibuat disesuaikan dengan kondisi klien. Sehingga intervensi
yang dilakukan dapat terlaksana dengan baik berkat dukungan dan kerjasama
dari Sdr. M dan anggota keluarga Sdr. M dalam mengatasi penyakit yang
dideritanya. Saat penulis melakukan kontrak waktu untuk pemberian asuhan
keperawatan yang akan dilakukan selanjutnya, klien berkenan dan anggota
keluarga klien juga kooperatif.
4.2 Saran
1. Bagi perawat
Peran perawat sangat penting dalam proses penyembuhan klien oleh karena
itu untuk mencapai hasi keperawatan yang optimal, sebaiknya proses
keperawatan dilaksanakan secara berkesinambungan, mengingat angka
penyakit paru obstruksi kronik semakin meningkat setiap tahunnya.
2. Bagi klien
Untuk klien harus banyak mencari informasi tentang penyakit yang dialami,
harus menjaga pola hidup sehat dan makan makanan sehat sesuai dengan
71
72
73