Anda di halaman 1dari 4

LOGBOOK

Pada Ny. M dengan Ca Cervix di Ruang Cempaka


Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta
Minggu ke 2 (12 13 September 2016)

Disusun Sebagai Salah Satu Tugas Mata Ajar Residensi KMBL I

Disusun oleh:

WENY AMELIA
1406597412

PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2016
Minggu ke-2

LOGBOOK
ANALISIS TINDAKAN

Jenis tindakan : pemberian terapi inhalasi/nebulizer


Diagnosis medis : Ca. Cervix
Diagnosis keperawatan : bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas
Inisial pasien : Ny. M
Tanggal dilakukan : 13-09-2016
Ruang : Rawat inap cempaka

PENDAHULUAN
Ny. M, usia 45 tahun, mengeluh sesak napas, batuk (+) dengan sputum berwarna bening, TD
150/90 mmHg, N=103x/i, suhu= 370C, RR=34x/i, Auskultasi vesikuler (+), wheezing (-),
ronkhi (+), BJ I dan II tunggal, gallop (-), murmur (-). Clubbing finger (-), pucat (+), sianosis
(-), CRT >2 detik, akral hangat (+), konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, mukosa bibir
dan mulut kering, distensi vena jugularis (-), terpasang oksigen NRM 10 lpm. Klien terlihat
sesak saat berbicara dan tremor. Hasil pemeriksaan AGD (08-09-2016) menunjukkan
hipoksemia, dengan asidosis respiratorik terkompensasi penuh, Sa0 2 98%. Klien
mendapatkan terapi nebulizer ventolin + bisolvon setiap 4 jam.

ANALISIS
Salah satu cara dalam memberikan terapi inhalasi adalah dengan nebulizer. Terapi inhalasi
adalah pemberian obat ke dalam saluran napas dengan cara menghirup udara atau uap ke
dalam paru-paru (inhalasi). Terapi inhalasi dapat menghantarkan obat langsung ke paru-paru
untuk segera bekerja, karena diabsorpsi lebih cepat (permukaan absorpsinya luas dan
terhindar dari eliminasi lintas pertama di hati). Jumlah obat yang diberikan lebih sedikit
dibandingkan dengan cara pemberian lainnya sehingga efek obat dapat dikurangi. Tujuan dari
terapi inhalasi adalah untuk mengatasi bronkospasme, menurunkan hiperaktivitas bronkus,
mengatasi infeksi, dan mengencerkan sputum sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan.

Cara pemberian terapi inhalasi dengan nebulizer yaitu dengan memakai disposible nebulizer
mouth piece dan kompresor udara (pressurizer) atau oksigen. Larutan nebulizer diletakan di
dalam nebulizer chamber. Dengan cara ini kosentrasi larutan yang diberikan dapat lebih
tinggi, namun kerugiannya hanya sekitar 50 70% saja yang berubah menjadi aerosol, dan
sisanya terperangkap di dalam nebulizer itu sendiri. Jumlah cairan yang terdapat di
dalam hand held nebulizer adalah 4 cc dengan kecepatan gas 6 8 liter/menit.
Obat yang biasanya diberikan untuk inhalasi adalah golongan -adrenergik agonis yang
memiliki efek secara khusus terhadap reseptor 2-adrenergik yang terdapat didalam adenyl
cyclase (katalis dalam perubahan ATP menjadi cyclic AMP). Hal ini akan meningkatkan
jumlah cyclic AMP yang berdampak pada relaksasi otot polos bronkus serta mengambat
pelepasan mediator inflamasi penyebab hipersesitivitas dari sel mast. Pada pasien Ny. Z
nebulizer yang dilakukan menggunakan ventolin dan bisolvon. Ventolin mengandung
salbutamol (albuterol) yang juga merupakan bronkodilator golongan -adrenergik agonis.
Sedangkan bisolvon mengandung bromhexin HCl, merupakan suatu derivat sintetik dari zat
aktif vacine yang terdapat dalam tumbuhan. Bromhexin merupakan suatu mukolitik yang
memperbaiki transpor mukus dengan mengurangi viskositas mukus melalui pengurangan
serat-serat mukoprotein dan mukopolisakarida yang terdapat pada sekret dan dengan
mengaktifkan epitel bersilia khusus (klirens mukosilia). Bromhexin memeliki efek
sekretolitik dan skretomotor pada daerah saluran bronkus sehingga mempermudah
pengeluaran dahak dan batuk.

Selain obat diatas, obat-obatan lain yang sering digunakan untuk nebulizer adalah:
- Pulmicort, merupakan kombinasi antiradang dengan obat yang melonggarkan saluran
napas, mengandung bahan aktif budesonide yang bersifat sebagai antiinflamasi,
mengurangi gejala dan frekuensi eksaserbasi asma dengan efek samping yang lebih
sedikit.
- Flexotide, mengandung fluticasone propionate yang berfungsi meredakan gejala dan
eksaserbasi asma pada pasisen ayng sebelumnya diterapi dengan bronkodilator saja atau
terapi profilaksis lain.
- Nacl 0,9%, dapat berfungsi sebagai pengencer untuk obat-obatan lain
- Atroven, mengandung ipratropium bromide, merupakan antikolinergik yang diberikan
dalam bentuo aerosol dan bersifat bronkodilator
- Berotex, berufungsi melonggarkan saluran napas
- Inflamid, berfunsi sebagai antiinflamasi yang mengandung benoxaprofen
- Combivent, mengandung ipratopium dan salbutamol sulphat.

Setelah tindakan nebulizer dapat dilanjutkan dengan fisioterapi dada atau batuk efektif
sehingga lebih mengoptimalkan mobilisasi dan pengeluaran sekret dari bronkus. Selain itu
pasien juga dianjurkan untuk minum air hangat yang membantu mengurangi viskositas dan
perlengketan sekret pada dinding bronkus.
Pada pasien yang mendapatkan terapi inhalasi juga disarankan dilakukan oral care dengan
sering karena penggunaan terapi inhalasi jangka panjang dan dosis tinggi dapat menimbulkan
beberapa efek yang merugikan pada kesehatan rongga mulut seperti peningkatan kejadian
caries dentis, penurunan produksi saliva sehingga mulut menjadi kering, resiko
gastroesofageal reflux akibat relaksasi otot polos, perubahan pada mukosa oral (lesi/ulserasi),
perubahan rasa, halitosis, gingivitis dan periodontitis

Referensi:
Godara, N., Godara, R., & Khullar, M. (2011). Impact of inhalation therapy on oral health.
Lung India, 28(4), 272-275

Laube, B.L., et al (2011). What the pulmonary specialist should know about the new
inhalation therapies. European Respiratory Journal, 37, 1308-1331. DOI:
10.1183/09031936.00166410.

Anda mungkin juga menyukai