Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau
sel. Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi yaitu saluran pernapasan bagian
atas, bagian bawah dan paru (Hidayat, 2006). Kebutuhan tubuh terhadap oksigen merupakan
kebutuhan yang sangat mendasar dan mendesak, tanpa oksigen dalam waktu tertentu sel tubuh
akan mengalami kerusakan yang menetap dan menimbulkan kematian. Otak merupakan organ
yang sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen. Otak masih mampu menoleransi
kekurangan oksigen antara 3-5 menit. Apabila kekurangan kekurangan oksigen berlangsung
lebih dari lima menit, dapat terjadi kerusakan sel otak secara permanen (Kozier dan Erb, 1998).
Dalam kaitannya pemenuhan kebutuhan oksigenasi tidak terlepas dari peranan fungsi
sisitem pernafasan dan kardiovaskuler. Fungsi sistem jantung ialah untuk mengantarkan
oksigen, nutrien, dan substansi lain ke jaringan dan membuang produk sisa metabolisme
selular melalui pompa jantung. Kerja pompa jantung sangat penting untuk mempertahankan
aliran oksigen. Proses yang mempengaruhi oksigenasi pada klien termasuk perubahan yang
mempengaruhi kapasitas darah untuk membawa oksigen, seperti anemia dan perubahan yang
mempengaruhi gerakan dinding dada atau sistem saraf pusat klien (Potter dan Perry, 2006).
Adapula penyakit yang disebabkan oleh pernafasan juga dapat menjadi momok yang
menakutkan, karena sistem pernafasan yang tidak sehat dapat menyebabkan penyakit kronis
atau bahkan mematikan. Oleh karena itu manusia wajib menjaga kesehatan tubuh yang
mencangkup segala aspek terutama pernafasan. Selain penyakit karena gangguan pernafasan,
pada saat ini gangguan pada sistem kardiovaskuler merupakan penyebab kematian paling
tinggi. Pada awalnya gangguan pada sistem kardiovaskuler sering tidak terdeteksi dan
gangguan tersebut baru bisa terdeteksi pada saat penyakit sudah dalam keadaan akut. Dalam
makalah ini penulis akan membahas mengenai gangguan kebutuhan O2 akibat patologis sistem
pernafasan dan kardiovaskuler.

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana anamnesa gangguan system pernafasan dan kardiovaskuler?
1.2.2 Bagaimana perekaman EKG?
1.2.3 Bagaimana pengambilan spesimen darah vena dan arteri?
1.2.4 Bagaimana pemeriksaan fisik kecukupan O2 dan sirkulasi, perubahan irama nafas,
irama jantung, bunyi nafas dan bunyi jantung?
1.2.5 Bagaimana menyiapkan pasien untuk pemeriksaan echokardiografi dan treadmel test?
1.2.6 Bagaimana masalah keperawatan pada ISPA, COPD, cor pulmonal, effuse pleura,
TBC, CAD, decompensasi kordis, hipertensi, anemia, gangguan pembuluh darah
perifer, dan DHF?
1.2.7 Bagaimana tindakan keperawatan pada gangguan kebutuhan oksigen?
1.2.8 Bagaimana evaluasi kebutuhan O2?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah “Keperawatan
Medikel Bedah” mengenai gangguan kebutuhan O2 akibat patologis sistem
pernafasan dan kardiovaskuler.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui anamnesa gangguan system pernafasan dan kardiovaskuler.
2. Untuk mengetahui perekaman EKG.
3. Untuk mengetahui pengambilan spesimen darah vena dan arteri.
4. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik kecukupan O2 dan sirkulasi, perubahan irama
nafas, irama jantung, bunyi nafas dan bunyi jantung.
5. Untuk mengetahui menyiapkan pasien untuk pemeriksaan echokardiografi dan
treadmel test.
6. Untuk mengetahui masalah keperawatan pada ISPA, COPD, cor pulmonal, effuse
pleura, TBC, CAD, decompensasi kordis, hipertensi, anemia, gangguan pembuluh
darah perifer, dan DHF.
7. Untuk mengetahui tindakan keperawatan pada gangguan kebutuhan oksigen.
8. Untuk mengetahui evaluasi kebutuhan O2.

2
1.4 Manfaat Penulisan
Agar mahasiswa mampu memahami mengenai gangguan kebutuhan O2 akibat patologis
sistem pernafasan dan kardiovaskuler, khususnya mengenai anamnesa gangguan system
pernafasan dan kardiovaskuler, perekaman EKG, pengambilan spesimen darah vena dan arteri,
pemeriksaan fisik kecukupan O2 dan sirkulasi, perubahan irama nafas, irama jantung, bunyi
nafas dan bunyi jantung, menyiapkan pasien untuk pemeriksaan echokardiografi dan treadmel
test, masalah keperawatan pada ISPA, COPD, cor pulmonal, effuse pleura, TBC, CAD,
decompensasi kordis, hipertensi, anemia, gangguan pembuluh darah perifer, dan DHF,
tindakan keperawatan pada gangguan kebutuhan oksigen, dan evaluasi kebutuhan O2 serta
mampu menerapkannya dalam praktik keperawatan.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anamnesa gangguan system pernafasan dan karidovaskuler


1. Anamnesa Gangguan System Pernafasan
a. Pengkajian Umum Sistem Pernapasan
Perawat yang memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
pernapasan melakukan dan menginterprestasi berbagai prosedur pengkajian. Proses
pengkajian keperawatan harus dilakukan dengan sangat individual (sesuai masalah dan
kebutuhan klien saat ini). Pada pengkajian awal perawat memilih komponen pemeriksaan
yang sesuai dengan tingkat distress pernapasan yang dialami lien. Komponen pemeriksaan
pulmonal harus mencakup tiga kategori distress pernapasan yaitu akut, sedang dan ringan.
Karena tubuh bergantung pada sistem pernapasan untuk dapat hidup, pengkajian
pernapasan mengandung aspek penting dalam mengevaluasi kesehatan klien. Sistem
pernapasan terutama berfungsi untuk mempertahankan pertukaran O2 dan CO2 dalam paru-
paru dan jaringan serta untuk mengatur keseimbangan asam basa. Setiap perubahan dalam
sistem ini akan mempengaruhi sistem tubuh lainnya. Pada penyakit pernapasan kronis,
perubahan status pulmonal terjadi secara lambat, sehingga memungkinkan tubuh klien
untuk beradaptasi terhadap hipoxia. Sedangkan pada perubahan pernapasan akut seperti
pneumotoraks atau pneumonia aspirasi, hipoksia terjadi secara mendadak dan tubuh tidak
mempunyai waktu untuk beradaptasi sehingga dapat menyebabkan kematian.
b. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan klien diawali dengan mengumpulkan informasi tentang data
biografi, yaitu mencakup nama, usia, jenis kelamin, dan situasi kehidupan klien. Riwayat
pernapasan mengandung informasi tentang kondisi klien saat ini dan masalah-masalah
pernapasan sebelumnya. Mewawancarai klien dan keluarga dan fokuskan pada manifestasi
klinik tentang keluhan utama, peristiwa yang mengarah pada kondisi saat ini, riwayat
kesehatan terdahulu, riwayat keluarga, dan riwayat psikososial. Rincian dan waktu yang
dibutuhkan untuk mengumpulkan riwayat pernapasan bergantung pada kondisi klien.
Ucapkan pertanyaan dengan sederhana, ulang pertanyaan untuk memperjelas pertanyaan
yang tidak dimengerti oleh klien.

4
c. Keluhan Utama
Keluhan utama dikumpulkan untuk menetapkan prioritas intervensi keperawatan dan
untuk mengkaji tingkat pemahaman klien tentang kondisi kesehatannya saat ini. Keluhan
umum penyakit pernapasan mencakup dispnea, batuk, pembentukan sputum, hemoptisis,
mengi, dan nyeri dada. Fokuskan pada manifestasi dan prioritaskan pertanyaan untuk
mendapatkan suatu analisa gejala.
1. Dispnea
Adalah kesulitan bernapas dan merupakan persepsi subjektif kesulitan bernapas,
yang mencakup komponen fisiologis dan kognitif. Dispnea sering menjadi salah satu
manifestasi klinis dialami klien dengan gangguan pulmonal dan jantung. Dispnea yang
berkaitan dengan penyakit pernapasan terjadi akibat perubahan patologi yang
meningkatkan tekanan jalan napas, penurunan komplians pulmonal, perubahan sistem
vaskuler pulmonal, atau melemahnya otot-otot pernapasan.
Klien yang mengalami dispnea sebagai gejala utama biasanya mempunyai salah
satu dari kondisi (1) penyakit kardiovaskuler (2) emboli pulmonal (3) penyakit paru
intersitisial atau alveolar (4) penyakit paru obstrukstif (5) ansietas. Keadaan yang
menyebabkan dispnea pasien harus ditentukan.
2. Batuk
Batuk adalah reflek protektif yang disebabkan oleh iritasi pada percabangan
trakheobronkhial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme penting dalam
membersihkan jalan napas bagian dalam. Signifikasi, adanya batuk dapat
menunjukkan penyakit pulmonal yang serius. Batuk malam hari dapat menunjukkan
awitan gagal jantung sebelah kiri atas asma bronchial. Batuk pada pagi hari dengan
pembentukan sputum merupakan indikatif bronchitis. Batuk dengan awitan akhir
berarti berasal dari proses infeksi akut.
3. Pembentukan sputum
Sputum secara konstans dikeluarkan ke atas menuju faring oleh silia paru. Sputum
yang terdiri atas lendir, debius selular, mikroorganisme, darah, pus dan benda asing
akan dikeluarkan dari paru-paru dengan membutuhkan atau membersihkan
tenggorokan.

5
Signifikansi, jumlah sputum purulen yang sangat banyak (kental dan kuning atau
hijau) atau perubahan warna sputum kemungkinan menandakan infeksi bakteri.
Sputum rusty menandakan adanya pneumonia bakterialis. Sputum mukoid encer
seringkali merupakan akibat dari bronchitis virus. Tanyakan klien tentang warna
sputum (jernih, kuning, hijau, kemerahan, atau mengandung darah), bau, kualitas
(berair, berserabut, berbusa, kental), dan kuantitas (sendok the, sendok makan,
cangkir). Tanyakan juga apakah sputum hanya dibentuk setelah klien berbaring dalam
posisi tertentu.
4. Hemoptisis
Hemoptisis adalah membatukkan darah, atau sputum bercampur darah. Sumber
perdarahan data berasal dari jalan napas atas atau bawah atau berasal dari parenklin
paru. Penyebab yang paling umum adalah (1) infeksi pulmonal (2) karsinoma paru (3)
abnormalitas pembuluh/ jantung (4) abnormalitas arteri atau vena, dan (5) emboli dan
infark pumonal.
Klien biasanya menganggap hemoptisis sebagai indikator penyakit serius dan
sering akan tampak gelisah, lakukan pengkajian tentang awitan, durasi, jumlah dan
warna (misal Merah terang atau berbusa).
5. Mengi
Bunyi mengi dihasilkan ketika udara mengalir melalu jalan napas yang sebagian
tersumbat atau menyempit pada saat inspirasi dan ekspirasi. Mengi dapat terdengar
hanya dengan menggunakan stetostkop. Minta klien mengidentifikasi kapan mengi
terjadi dan aaah hilang dengan sendirinya atau dengan menggunakan obat-obatan
seperti bronkhodilator. Tidak semua mengi mengacu pada asma. Mengi dapat
disebabkan oleh odem mukosa, sekresi dalam jalan napas, kolaps jalan napas akibat
kehilangan elastisitas jaringan, dan benda sing atau tumur yang sebagian menyumbat
aliran udara.
6. Nyeri dada
Nyeri dada mungkin berkaitan dengan masalah pulmonal dan jantung, lakukan
analisis gejala yang lengkap pada nyeri dada. Informasi tentang lokasi, durasi dan
intensitas nyeri dada penting untuk dikumpulkan, dan akan memberikan petunjuk diri
tentang penyebab. Nyeri dada dialami oleh banyak pasien dengan pnemonia,

6
embolisme pulmonal dengan infark paru, dan pleuritis dan merupakan gejala lanjut
karsinoma broncogenik. Pada karsinoma, nyeri mungkin pekak dan persisten karena
kanker telah menyerang dinding dada, mediastinum atau tulang belakang. Dengan
medikasi analgesik sangat efektif dalam meredakan nyeri dada tetapi harus hati-hati
agar tidak menekan pusat pernapasan atau batuk produktif.
d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Riwayat kesehatan masa lalu memberikan informasi tentang riwayat kesehatan klien
dan anggota keluarganya. Kaji klien terhadap kondisi kronis manifestasi pernapasan,
karena kondisi ini memberikan petunjuk tentang penyebab masalah baru. Tanyakan klien
tentang perawatan di rumah sakit atau pengobatan masalah pernapasan sebelumnya.
Dapatkan pula informasi tentang kapan penyakit terjadi atau waktu perawatan. Tanyakan
apakah klien telah mengalami pemeriksaan rontgen dan kapan, dan apakah pemeriksaan
diagnostik pulmonal dilakukan. Tanyakan klien adakah riwayat keluarga tentang penyakit
pernapasan. Misal asma, kanker paru. Sebutkan usia dan penyebab kematian anggota
keluarga. Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang perokok, perokok pasif sering kali
mengalami gejala pernapasan lebih buruk.
e. Riwayat Psikososial
Dapatkan informasi tentang aspek-aspek psikososial klien yang mencakup lingkungan
pekerjaan, letak geografis, kebiasaan, pola olah raga, dan nutrisi. Identifikasi semua agen
lingkungan yang mungkin mempengaruhi kondisi klien, lingkungan kerja dan hobi.
Tanyakan tentang kondisi kehidupan klien, seperti jumlah anggota keluarga yang
tinggal serumah. Kaji terhadap bahaya lingkungan seperti sirkulasi udara yang buruk.
Kumpulkan riwayat merokok, berapa banyak sehari dan sudah berapa lama. Merokok
menunjukkan hubungan adanya penurunan fungsi siliapis paru-paru, meningkatkan
pembentukan lendir dan terjadinya kanker paru. Tanyakan apakah toleransi terhadap
aktivitas menurun atau tetap stabil. Minta klien untuk menggambarkan aktivitas khusus
seperti berjalan, pekerjaan rumah yang ringan dan hal-hal yang menyebabkan sesak napas.
Mempertahankan diet yang bergizi penting untuk klien dengan penyakit pernapasan
kronik. Penyakit pernapasan kronik mengakibatkan penurunan kapasitas paru dan beban
kerja lebih tinggi bagi paru dan sistem kardiovaskuler.

7
2. Anamnesa Gangguan System Kardiovaskuler
a. Keluhan utama
Menanyakan riwayat kesehatan klien dengan menanyakan adanya keluhan-keluhan utama
yang dirasakan antara lain : fatique, retensi cairan , pulse yang tidak teratur , dyspnea, nyeri
dada, sakit kepala, kelelahan, dll.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Menanyakan tentang penyakit-penyakit yang berhubungan langsung dengan system
kardiovascular. Tanyakan kepada pasien adanya riwayat nyeri dada , nafas pendek,
alkoholik, anemia, demam rematik, sakit tenggorokan yang di sebabkan streptococcus,
penykakit jantung bawaan, stroke, pingsan hipertensi, thromboplebitis, nyeri yang hilang
timbul, varises dan oedema.
c. Riwayat pengobatan
Tanyakan kepada pasien tentang pengobatan yang pernah pasien jalani seperti pemakaian
aspirin. Pengkajian pengobatan harus di tuliskan nama dari obatnya dan pasien mengerti
tentang kegunaan dan efek sampingnya. Adapun obat-obat yang dapat mempengaruhi
system kardiovaskuler seperti: anticonvulsants, antidepressant, antipsychotics, cerebral
stimulants, cholinergics, estrogens, nonnarcotic analgesics dan antipyretics, oral
contraceptives, sedatives and hypnotics, spasmolytics.
d. Riwayat pembedahan atau pengobatan lain
Pasien juga harus ditanyakan secara spesifik tentang pengobatan-pengobatan pembedahan
yang pernah di jalani, Perwatan rumah sakit yang berhubungan dengan kardiovaskuler.
Hasil-hasil data diagnostic yang pernah di lakukan selama perwatan harus lebih di kaji.
Harus di catat dimana ECG dan foto rontgen dapat dijadikan data dasar
e. Pola hidup sehat
Hubungan yang kuat antara komponen-komponen dari gaya hidup pasien dan kesehatan
kardiovaskuler sangat berpengaruh, pola-pola itu antralain:
1. Pola persepsi sehat dan manajemen sehat.
Perawat harus menanyakan adanya factor resiko utama. Faktor resiko utama
kardiovaskuler: peningkatan serum lipid, merokok, kurang aktifitas, dan obesitas. Jika
pasien merokok ditanyakan jenis rokok, jumlah rokok perhari, dan usaha pasien untuk

8
berhenti merokok. Penggunaan alcohol harus juga di catat (jenis, jumlah, perubahan
reaksi, dan frekuensi).Menanyakan riwayat alergi , perawat menanyakan bagaimana
reaksi obat dan alergi yang pernah dialami. Tanyakan riwayat kesehatan keluarga pada
kondisi non cardiac seperti astma, penyakit ginjal dan kegemukan harus di kaji karena
dapat berakibat pada system kardiovaskuler.
2. Pola nutrisi metabolik.
Kelebihan berat badan dan kekurangan berat badan dapat mengidentifikasikan sebagai
masalah kardiovaskuler. Tipe diit seharihari perlu dikaji untuk mengetahui gaya hidup
pasien. Jumlah asupan garam dan lemak juga perlu dikaji.
3. Pola Eliminasi.
Warna kulit, temperatur, keutuhan/integritas dan turgor mungkin dapat
menginformasikan tentang masalah sirkulasi. Arterisklerosis dapat menyebabkan
eksterimitas dingin dan sianotik dan odema dapat mengidentifikasi gagal jantung .
Pasien dengan diuretik dapat dilaporkan ada peningkatan eliminasi urin. Masalah-
masalah dengan konstipasi harus di catat. Mengedan atau valsava manufer harus di
hindari pada pasien dengan masalah kardiovaskuler.
4. Pola latihan-aktifitas.
Keuntungan latihan pada kesehatan kardiovaskuler tidak dapat disangkal. Dengan
latihan aerobik yang benar menjadi sangat bermamfaat,dan Perawat harus dengan hati-
hati dalam menentukan latihan, lama latihan, frekuensi dan efek yang tidak diinginkan
yang akan timbul selama latihan. Lamanya waktu latihan harus di catat, gejala-gejala
lain yang mengidentifikasi dari masalah kardiovaskuler misalnya sakit kepala, nyeri
dada , nafas pendek selama latihan harus di catat. Pasien juga harus ditanya
kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
5. Pola istirahat - tidur.
Masalah-masalah kardiovaskuler seringkali mengganggu tidur, PND diasosiasikan
gagal jantung tingkat lanjut. Banyak pasien dengan gagal jantung membutuhkan tidur
dengan kepala mereka di tinggikan dengan bantal dan perawat mencatat jumlah bantal
yang diperlukan untuk kenyamanan. Nokturia sering kali ditemukan pada pasien
dengan masalah kardiovaskuler, yang menggangu pola tidur yang normal.
6. Pola kognitif - persfektif.

9
Perawat menanyakan ke pasien tentang masalah persepsi kognitif. Nyeri dihubungkan
dengan kardiovaskuler seperti nyeri dada dan claudication intermiten yang harus
ditanyakan atau di laporkan.
7. Pola persepsi - konsep diri.
Jika ada kejadian kardiovaskuler yang akut, biasanya persepsi diri pasien sering
terpengaruhi. Diagnostik invasif dan prosedur paliatif sering berperan penting. Pasien
dengan masalah kardiovaskuler kronik biasanya pasien tidak dapat mengidentifikasi
penyebabnya.
8. Pola sexuality dan reproduksi.
Pasien dengan masalah kardiovaskuler biasanya berefek pada pola sex dan kepuasaan.
pasien memiliki rasa ketakutan akan kematian yang tiba-tiba saat berhubungna sexual
dan menyebabkan perubahan utama pada kebiasaan sex. Fatique atau nafas pendek
dapat juga membatasi aktifitas sex. Impoten dapat menjadi tanda dari gangguan
penyakit kardiovaskuler perifer, ini merupakan efek samping dari beberapa
pengobatan yang digunakan untuk mengobati masalah -masalah kardiovaskuler seperti
beta bloker, diuretik. Konseling pasien dan pasangan dapat dianjurkan.
9. Pola toleransi coping stress.
Pasien harus ditanya untuk mengidentifikasi stress atau kecemasan. Metode coping
yang biasa dipakai harus dikaji, perilaku-perilaku explosif, marah dan permusuhan
dapat dihubungkan dengan resiko penyakit jantung. Informasi tentang suffort sistem
keluarga, teman-teman, psikolog atau pemuka agama dapat memberikan sumber yang
terbaik untuk mengembangkan rencana perawatan.
10. Pola nilai-nilai dan kepercayaan.
Nilai-nilai dan kepercayaan individu dipengaruhi oleh kultur dan kebudayaan yang
berperan penting dalam tingkat komplik yang dihadapi pasien ketika dihadapkan
dengan penyakit kardiovaskuler

2.2 Perekaman EKG


a. Pengertian
Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari aktivitas listrik jantung. Elektokardiogram
adalah suatu grafik yang menggambarkan rekaman listrik jantung

10
b. Cara Menggunakan EKG untuk merekam listrik jantung :
Persiapan
1) Alat
 Mesin EKG, yang dilengkapi :
 Kabel untuk sumber listrik
 Kabel elektroda ekstremitas dan dada
 Plat elektroda ekstremitas beserta karet pengikat
 Balon penghisap elektroda dada
 Jelly
 Kertas tissue
 Kapas Alkohol
 Kertas EKG
 Spidol (sebagai penanda tempat pemasangan EKG, khusus pada pasien yang
memerlukan observasi ketat EKG)
 Mesin EKG terbaru sudah dilengkapi monitor.
2) Pasien
Penjelasan (informed consent)
 Tujuan pemeriksaan
 Hal-hal yang perlu diperhatikan saat perekaman
Dinding dada harus terbuka dan tidak ada perhiasan logam yang melekat.
Pasien diminta tenang atau tidak bergerak saat perekaman EKG

c. Cara memasang EKG


1) Pasang semua komponen/kabel-kabel pada mesin EKG
2) Nyalakan mesin EKG
3) Baringkan pasien dengan tenang di tempat tidur yang luas. Tangan dan kaki tidak saling
bersentuhan
4) Bersihkan dada, kedua pergelangan kaki dan tangan dengan kapas alcohol (kalau perlu
dada dan pergelangan kaki dicukur)
5) Keempat electrode ektremitas diberi jelly.

11
6) Pasang keempat elektrode ektremitas tersebut pada kedua pergelangan tangan dan kaki.
Untuk tangan kanan biasanya berwarna merah, tangan kiri berwarna kuning, kaki kiri
berwarna hijau dan kaki kanan berwarna hitam.
7) Dada diberi jelly sesuai dengan lokasi elektrode V1 s/d V6.
 V1 di garis parasternal kanan sejajar dengan ICS 4 berwarna merah
 V2 di garis parasternal kiri sejajar dengan ICS 4 berwarna kuning
 V3 di antara V2 dan V4, berwarna hijau
 V4 di garis mid klavikula kiri sejajar ICS 5, berwarna coklat
 V5 di garis aksila anterior kiri sejajar ICS 5, berwarna hitam
 V6 di garis mid aksila kiri sejajar ICS 5, berwarna ungu
8) Pasang elektrode dada dengan menekan karet penghisap.
9) Buat kalibrasi, saat ini sudah bersifat otomatis dengan pilihan auto dan manual
10) Rekam setiap lead 3-4 beat (gelombang), kalau perlu lead II panjang (minimal panjang 30
kotak besar) jika ada aritmia, pakai pilihan manual untuk alat baru.
11) Semua electrode dilepas
12) Jelly dibersihkan dari tubuh pasien
13) Beritahu pasien bahwa perekaman sudah selesai
14) Matikan mesin EKG
15) Tulis pada hasil perekaman : nama, umur, jenis kelamin, jam, tanggal, bulan dan tahun
pembuatan, nama masing-masing lead serta nama orang yang merekam
16) Bersihkan dan rapikan alat
Perhatian :
 Sebelum bekerja periksa kecepatan mesin 25 mm/detik dan voltase 10 mm. Jika kertas
tidak cukup kaliberasi voltase diperkecil menjadi ½ kali atau 5 mm. Jika gambaran EKG
kecil, kaliberasi voltase diperbesar menjadi 2 kali atau 20 mm.
 Hindari gangguan listrik dan mekanik saat perekaman
 Saat merekam, operator harus menghadap pasien

d. Lead EKG
Terdapat 2 jenis lead :
1) Lead bipolar : merekam perbedaan potensial dari 2 elektrode

12
 Lead I : merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan tangan kiri (LA)
yang mana tangan kanan bermuatan (-) dan tangan kiri bermuatan (+)
 Lead II : merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan kaki kiri (LF) yang
mana tangan kanan bermuatan (-) dan kaki kiri bermuatan (+)
 Lead III : merekam beda potensial antara tangan kiri (LA) dengan kaki kiri (LF) yang
mana tangan kiri bermuatan (-) dan kaki kiri bermuatan (+)

2) Lead unipolar : merekam beda potensial lebih dari 2 elektode


Dibagi 2 : lead unipolar ekstremitas dan lead unipolar prekordial
Lead unipolar ekstremitas
 Lead aVR : merekam beda potensial pada tangan kanan (RA) dengan tangan kiri dan
kaki kiri yang mana tangan kanan bermuatan (+)
 Lead aVL : merekam beda potensial pada tangan kiri (LA) dengan tangan kanan dan
kaki kiri yang mana tangan kiri bermuatan (+)
 Lead aVF : merekam beda potensial pada kaki kiri (LF) dengan tangan kanan dan tangan
kiri yang mana kaki kiri bermuatan (+)

13
Lead unipolar prekordial : merekam beda potensial lead di dada dengan ketiga lead
ekstremitas. Yaitu V1 s/d V6

14
e. Kertas EKG
Kertas EKG merupakan kertas grafik yang terdiri dari garis horisontal dan vertikal berbentuk
bujur sangkar dengan jarak 1 mm. Garis yang lebih tebal (kotak besar) terdapat pada setiap 5
mm. Garis horizontal menggambarkan waktu (detik) yang mana 1 mm (1 kotak kecil) = 0,04
detik, 5 mm (1 kotak besar) = 0,20 detik. Garis vertical menggambarkan voltase yang mana 1
mm (1 kotak kecil) = 0,1 mV.

f. Kurva EKG
Kurva EKG menggambarkan proses listrik yang terjadi di atrium dan ventrikel. Proses listrik
terdiri dari :
 Depolarisasi atrium (tampak dari gelombang P)

15
 Repolarisasi atrium (tidak tampak di EKG karena bersamaan dengan depolarisasi
ventrikel)
 Depolarisasi ventrikel (tampak dari kompleks QRS)
 Repolarisasi ventrikel (tampak dari segmen ST)
Kurva EKG normal terdiri dari gelombang P,Q,R,S dan T kadang-kadang tampak gelombang
U.

2.3 Pengambilan specimen darah vena dan arteri


1. Pengambilan Darah Vena
Pada pengambilan darah vena (venipuncture), contoh darah umumnya diambil dari
vena median cubital, pada anterior lengan (sisi dalam lipatan siku). Vena ini terletak dekat
dengan permukaan kulit, cukup besar, dan tidak ada pasokan saraf besar. Apabila tidak
memungkinkan, vena chepalica atau vena basilica bisa menjadi pilihan berikutnya.
Venipuncture pada vena basilica harus dilakukan dengan hati-hati karena letaknya berdekatan
dengan arteri brachialis dan syaraf median. Jika vena cephalica dan basilica ternyata tidak
bisa digunakan, maka pengambilan darah dapat dilakukan di vena di daerah pergelangan
tangan. Lakukan pengambilan dengan dengan sangat hati-hati dan menggunakan jarum yang
ukurannya lebih kecil.
Lokasi yang tidak diperbolehkan diambil darah adalah :
 Lengan pada sisi mastectomy
 Daerah edema
 Hematoma
 Daerah dimana darah sedang ditransfusikan
 Daerah bekas luka
 Daerah dengan cannula, fistula atau cangkokan vascular
 Daerah intra-vena lines
Pengambilan darah di daerah ini dapat menyebabkan darah menjadi lebih encer dan dapat
meningkatkan atau menurunkan kadar zat tertentu. Beberapa hal penting yang harus
diperhatikan dalam pengambilan darah vena adalah :
1) Pemasangan turniket (tali pembendung)

16
 Pemasangan dalam waktu lama dan terlalu keras dapat menyebabkan hemokonsentrasi
(peningkatan nilai hematokrit/PCV dan elemen sel), peningkatan kadar substrat
(protein total, AST, besi, kolesterol, lipid total)
 Melepas turniket sesudah jarum dilepas dapat menyebabkan hematoma
2) Jarum dilepaskan sebelum tabung vakum terisi penuh sehingga mengakibatkan masukknya
udara ke dalam tabung dan merusak sel darah merah.
3) Penusukan
 Penusukan yang tidak sekali kena menyebabkan masuknya cairan jaringan sehingga
dapat mengaktifkan pembekuan. Di samping itu, penusukan yang berkali-kali juga
berpotensi menyebabkan hematoma.
 Tusukan jarum yang tidak tepat benar masuk ke dalam vena menyebabkan darah bocor
dengan akibat hematoma
4) Kulit yang ditusuk masih basah oleh alkohol menyebabkan hemolisis sampel akibat
kontaminasi oleh alcohol, rasa terbakar dan rasa nyeri yang berlebihan pada pasien ketika
dilakukan penusukan.

Ada dua cara dalam pengambilan darah vena, yaitu cara manual dan cara vakum. Cara
manual dilakukan dengan menggunakan alat suntik (syring), sedangkan cara vakum dengan
menggunakan tabung vakum (vacutainer).
1. Pengambilan Darah Vena dengan Syring
Pengambilan darah vena secara manual dengan alat suntik (syring) merupakan cara yang
masih lazim dilakukan di berbagai laboratorium klinik dan tempat-tempat pelayanan
kesehatan. Alat suntik ini adalah sebuah pompa piston sederhana yang terdiri dari sebuah
sebuah tabung silinder, pendorong, dan jarum. Berbagai ukuran jarum yang sering
dipergunakan mulai dari ukuran terbesar sampai dengan terkecil adalah : 21G, 22G, 23G,
24G dan 25G.Pengambilan darah dengan suntikan ini baik dilakukan pada pasien usia
lanjut dan pasien dengan vena yang tidak dapat diandalkan (rapuh atau kecil).
Prosedur :
 Persiapkan alat-alat yang diperlukan : handskun, syring, perlak, kapas alkohol 70%,
tali pembendung (turniket), plester, tabung dan pendokumentasian. Untuk pemilihan

17
syring, pilihlah ukuran/volume sesuai dengan jumlah sampel yang akan diambil, pilih
ukuran jarum yang sesuai, dan pastikan jarum terpasang dengan erat.
 Lakukan pendekatan pasien dengan tenang dan ramah; usahakan pasien senyaman
mungkin ( Fase Orientasi).
 Identifikasi pasien dengan benar sesuai dengan data di lembar permintaan.
 Verifikasi keadaan pasien, misalnya puasa atau konsumsi obat. Catat bila pasien
minum obat tertentu, tidak puasa dsb.
 Minta pasien meluruskan lengannya, pilih lengan yang banyak melakukan aktifitas.
 Minta pasien mengepalkan tangan.
 Pasang tali pembendung (turniket) kira-kira 10 cm di atas lipat siku.
 Pilih bagian vena median cubital atau cephalic. Lakukan perabaan (palpasi) untuk
memastikan posisi vena; vena teraba seperti sebuah pipa kecil, elastis dan memiliki
dinding tebal. Jika vena tidak teraba, lakukan pengurutan dari arah pergelangan ke
siku, atau kompres hangat selama 5 menit daerah lengan.
 Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas alcohol 70% dan biarkan
kering. Kulit yang sudah dibersihkan jangan dipegang lagi.
 Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas. Jika jarum telah
masuk ke dalam vena, akan terlihat darah masuk ke dalam semprit (dinamakan flash).
Usahakan sekali tusuk kena.
 Setelah volume darah dianggap cukup, lepas turniket dan minta pasien membuka
kepalan tangannya. Volume darah yang diambil kira-kira 3 kali jumlah serum atau
plasma yang diperlukan untuk pemeriksaan.
 Letakkan kapas di tempat suntikan lalu segera lepaskan/tarik jarum. Tekan kapas
beberapa saat lalu plester selama kira-kira 15 menit. Jangan menarik jarum sebelum
turniket dibuka.
 Rapikan pasien dan lakukan pendokumentasian

2. Pengambilan Darah Vena Dengan Tabung Vakum


Tabung vakum pertama kali dipasarkan oleh perusahaan AS BD (Becton-Dickinson)
di bawah nama dagang Vacutainer. Jenis tabung ini berupa tabung reaksi yang hampa
udara, terbuat dari kaca atau plastik. Ketika tabung dilekatkan pada jarum, darah akan

18
mengalir masuk ke dalam tabung dan berhenti mengalir ketika sejumlah volume tertentu
telah tercapai.
Jarum yang digunakan terdiri dari dua buah jarum yang dihubungkan oleh sambungan
berulir. Jarum pada sisi anterior digunakan untuk menusuk vena dan jarum pada sisi
posterior ditancapkan pada tabung. Jarum posterior diselubungi oleh bahan dari karet
sehingga dapat mencegah darah dari pasien mengalir keluar. Sambungan berulir berfungsi
untuk melekatkan jarum pada sebuah holder dan memudahkan pada saat mendorong
tabung menancap pada jarum posterior.
Keuntungan menggunakan metode pengambilan ini adalah, tak perlu membagi-bagi
sampel darah ke dalam beberapa tabung. Cukup sekali penusukan, dapat digunakan untuk
beberapa tabung secara bergantian sesuai dengan jenis tes yang diperlukan. Untuk
keperluan tes biakan kuman, cara ini juga lebih bagus karena darah pasien langsung dapat
mengalir masuk ke dalam tabung yang berisi media biakan kuman. Jadi, kemungkinan
kontaminasi selama pemindahan sampel pada pengambilan dengan cara manual dapat
dihindari.
Kekurangannya sulitnya pengambilan pada orang tua, anak kecil, bayi, atau jika vena
tidak bisa diandalkan (kecil, rapuh), atau jika pasien gemuk. Untuk mengatasi hal ini
mungkin bisa digunakan jarum bersayap (winged needle).
Jarum bersayap atau sering juga dinamakan jarum “kupu-kupu” hampir sama dengan
jarum vakutainer seperti yang disebutkan di atas. Perbedaannya adalah, antara jarum
anterior dan posterior terdapat dua buah sayap plastik pada pangkal jarum anterior dan
selang yang menghubungkan jarum anterior dan posterior. Jika penusukan tepat mengenai
vena, darah akan kelihatan masuk pada selang (flash).
Prosedur :
 Persiapkan alat-alat yang diperlukan : handskun, jarum, kapas alkohol 70%, tali
pembendung (turniket), plester, tabung vakum, pendokumentasian.
 Pasang jarum pada holder, pastikan terpasang erat.
 Lakukan pendekatan pasien dengan tenang dan ramah; usahakan pasien senyaman
mungkin.
 Identifikasi pasien dengan benar sesuai dengan data di lembar permintaan.

19
 Verifikasi keadaan pasien, misalnya puasa atau konsumsi obat. Catat bila pasien
minum obat tertentu, tidak puasa dsb.
 Minta pasien meluruskan lengannya, pilih lengan yang banyak melakukan aktifitas.
 Minta pasien mengepalkan tangan.
 Pasang tali pembendung (turniket) kira-kira 10 cm di atas lipat siku.
 Pilih bagian vena median cubital atau cephalic. Lakukan perabaan (palpasi) untuk
memastikan posisi vena; vena teraba seperti sebuah pipa kecil, elastis dan memiliki
dinding tebal. Jika vena tidak teraba, lakukan pengurutan dari arah pergelangan ke
siku, atau kompres hangat selama 5 menit daerah lengan.
 Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas alcohol 70% dan biarkan
kering. Kulit yang sudah dibersihkan jangan dipegang lagi.
 Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas. Masukkan tabung
ke dalam holder dan dorong sehingga jarum bagian posterior tertancap pada tabung,
maka darah akan mengalir masuk ke dalam tabung. Tunggu sampai darah berhenti
mengalir. Jika memerlukan beberapa tabung, setelah tabung pertama terisi, cabut dan
ganti dengan tabung kedua, begitu seterusnya.
 Lepas turniket dan minta pasien membuka kepalan tangannya. Volume darah yang
diambil kira-kira 3 kali jumlah serum atau plasma yang diperlukan untuk pemeriksaan.
 Letakkan kapas di tempat suntikan lalu segera lepaskan/tarik jarum. Tekan kapas
beberapa saat lalu plester selama kira-kira 15 menit. Jangan menarik jarum sebelum
turniket dibuka.
 Segera rapikan pasien dan lakukan pendokumentasian.

2. Pengambilan Darah Arteri


a. Definisi
Pengambilan darah arteri adalah suatu tindakan untuk mengambil darah arteri
yaitu pembuluh darah yang berasal dari bilik jantung yang berdinding tebal dan
kaku. Sedangkan analisa gas darah adalah prosedur untuk menilai tekanan parsial
oksigen, karbondioksida dan pH (konsentrasi ion hydrogen) di darah arteri. Mengambil
sampel darah arteri membutuhkan suntikan perkutan pada arteri brachialis, radial atau
femoralis. Juga bisa didapatkan dari arterial line.

20
b. Tujuan
Pengambilan darah arteri dilakukan untuk pemeriksaan analisa gas darah yang digunakan
untuk mendiagnosa dan mengevaluasi penyakit pernafasan serta kondisi yang
mempengaruhi seberapa efektif paru-paru mengirimkan oksigen ke darah dan
mengeleminasi karbondioksida dari darah.
c. Indikasi, Kontraindikasi dan Komplikasi
 Indikasi
Indikasi pada pasien dengan penyakit paru, bayi prematur dengan penyakit paru,
Diabetes Melitus berhubungan dengan kondisi asidosis diabetic.
 Kontraindikasi
Kontraindikasi pada pasien dengan penyakit perdarahan seperti hemofilia dan
trombosit rendah.
 Komplikasi
Komplikasi pengambilan darah arteri akan minimal terjadi jika dilakukan dengan
benar. Namun dapat terjadi perdarahan atau perdarahan yang tertunda atau memar
pada area tusukan jarum atau yang jarang terjadi, kerusakan sirkulasi di sekitar
area tusukan.
d. Peralatan
1) AGD kit:
Spuit spesifik untuk mengambil darah yang akan digunakan untuk analisa gas darah.
Jarum 20 G 1 ¼ “
Jarum 22 G 1”
1ml ampul carian heparin (1:1000)
2) Sarung tangan
3) Spuit 5 ml dan 10 ml
4) Alcohol or poviodine-iodine pad
5) 4x4 gauze pads
6) Penutup karet untuk spuit
7) Tas plastik atau wadah berisi es
8) Label
9) Format permintaan laboratorium

21
Banyak fasilitas kesehatan yang menggunakan AGD kit yang terdiri atas semua
yang dibutuhkan untuk melakukan prosedur ini termasuk tempat yang sudah berisi es
untuk membawa sampel ke laboratorium. Namun jika tidak ada, gunakan basin emesis
yang bersih dan mangkuk styrofoam untuk meletakkan es didalamnya, atau tas plastik
untuk membawa sampel ke lab.
e. Lokasi Pengambilan Darah Arteri
Mengidentifikasi arteri untuk pengambilan sampel. Arteri yang paling sering unutk
pengambilan sampel termasuk arteri radialis, arteri brachialis, dan arteri femoralis.
Dari ketiganya, arteri radial adalah area sampling yang paling disukai karena tiga faktor
utama: a) mudah untuk mengakses, b) arteri radial adalah arteri dangkal dan karena itu
lebih mudah untuk diraba, stabil, dan mudak ditusuk, dan c) memiliki jaminan aliran
darah. Jika kerusakan pada arteri radial terjadi atau menjadi terhambat, arteri ulnaris akan
memasok darah ke jaringan biasanya dipasok oleh arteri radial. Untuk menilai arteri radial
untuk sampling, harus melakukan tes Allen dimodifikasi untuk menjamin patensi arteri
ulnaris.
Adapun cara melakukan tes Allen adalah sebagai berikut a) Melenyapkan denyut
radial dan ulnar secara bersamaan dengan menekan di kedua pembuluh darah di
pergelangan tangan. b) Minta pasien untuk mengepalkan tangan dan melepaskannya
sampai kulit terlihat pucat. c) Lepaskan tekanan arteri ulnaris sementara mengompresi
arteri radial. Perhatikan kembalinya warna kulit dalam waktu 15 detik
Jika tes Allen adalah negatif untuk kedua tangan dan arteri radial tidak dapat
diakses, maka arteri brakialis dapat digunakan. Potensi untuk mendapatkan sampel vena
lebih besar bila menggunakan arteri brakialis karena ada pembuluh darah besar terletak di
dekat arteri brakialis. Selain itu, saraf medial terletak sejajar dengan arteri brakialis dan
akan menyebabkan rasa sakit pasien jika Anda secara tidak sengaja mengenainya dengan
jarum.
Arteri femoralis adalah area sampling arteri yang paling tidak disukai karena
merupakan arteri relatif dalam; terletak berdekatan dengan saraf femoralis dan vena, dan
tidak memiliki jaminan aliran darah. Tusukan dari arteri femoralis biasanya digunakan
untuk situasi muncul atau untuk pasien hipotensi parah yang memiliki perfusi perifer
yang buruk.

22
f. Prosedur Tindakan
1) Cek identitas pasien. Beritahu pasien bahwa anda akan melakukan pengambilan
sampel AGD dan jelaskan tujuan serta prosedurnya. Beritahukan bahwa spesimen
akan diambil dari arteri, jaga privasi klien, dan atur posisi klien dalam posisi supinasi
atau semi fowler.
2) Siapkan peralatan. Beri label syringe dengan nama pasien, nomor ruangan, nama
dokter, tanggal dan waktu pengambilan, inisial pelaksana AGD. Beri heparin pada
spuit.
3) Lakukan cuci tangan dan pakai handskun untuk meminimalkan penyebaran
mikroorganisme.
4) Membersihkan kulit di area tusukan dengan kapas alcohol. Tangan klien harus
ditekuk sedikit atau letakkan handuk kecil yang digulung di bawah pergelangan
tangan. Hal ini membawa arteri radial lebih dekat ke permukaan. Ekstensi berlebihan
pada pergelangan tangan harus dihindari karena dapat menutup jalan denyut nadi.
5) Palpasi denyutan dengan telunjuk dan jari tengah. Setelah menemukan sensasi
denyutan terkuat, sedikit fiksasi arteri dengan telunjuk dan jari tengah. Hal ini akan
mencegah arteri berubah posisi ketika dilakukan tusukan.
6) Suntikan harus dengan sudut 45° atau kurang di tangan berlawanan, seperti
memegang pensil atau sebuah anak panah. Penempatan paralel dekat jarum tersebut
akan meminimalkan trauma arteri dan memungkinkan serat otot polos untuk
menutup lubang tusukan setelah jarum ditarik.
7) Sementara memfiksasi arteri dan dengan sudut jarum mengarah ke atas, masukkan
jarum ke tepat di bawah permukaan kulit. Sekarang dorong jarum perlahan-lahan
sampai terlihat denyut berkedip darah di pusat jarum. Berhenti dan pertahankan
posisi ini sampai terkumpul 2-4 cc darah dalam alat suntik.
8) Jika jarum masuk terlalu jauh, tarik perlahan-lahan sampai mengalir darah ke jarum
suntik. Seharusnya tidak perluada aspirasi darah ke jarum suntik sebab tekanan arteri
akan mengisi otomatis alat suntik. Hanya dalam jika digunakan jarum gauge kecil
(misalnya 25 gauge), atau pasien hipotensi, sebaiknya dilakukan aspirasi jarum
suntik.

23
9) Setelah mendapatkan jumlah darah yang diinginkan, tarik jarum dan terapkan
tekanan ke area tusukan dengan ukuran 4 × 4. Setelah tekanan diterapkan selama 2
menit, periksa area untuk perdarahan, aliran, atau rembesan darah. Jika ada, terapkan
tekanan sampai pendarahan terhenti. Waktu kompresi lama akan diperlukan untuk
pasien pada terapi antikoagulan atau yang memiliki gangguan perdarahan.
10) Lepaskan jarum dari alat suntik. Jarum tidak boleh disumbat, bengkok, atau sengaja
dirusak karena bahaya tusukan diri. Semua jarum harus ditempatkan dalam wadah
tahan tusukan (umumnya dikenal sebagai wadah benda tajam).
11) Sangat penting bahwa gelembung udara yang dikeluarkan dari spuit gas darah karena
dapat mengubah hasil gas darah. Pegang jarum suntik tegak lurus dan tekan jarum
suntik dengan lembut sehingga gelembung udara naik ke bagian atas jarum suntik
sehingga dapat dikeluarkan.
12) Cap jarum suntik dan letakkan spuit dalam kantong es (mendinginkan sampel akan
mencegah metabolisme lebih lanjut dari darah). Pasang slip laboratorium untuk tas,
dan bawa sampel ke laboratorium. Jika akan menganalisis sampel, harus dilakukan
sesegera mungkin.
13) Lepas sarung tangan dan lakukan cuci tangan untuk mencegah penyebaran
mikroorganisme dan lakukan pendokumentasian.

g. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat melakukan tindakan AGD


1) Pasien menerima oksigen, pastikan terapi oksigen telah berjalan sekurang-kurangnya
15 menit sebelum mengambil gas darah. Indikasikan pada slip lab, jumlah dan tipe
terapi oksigen yang diterima pasien. Catat suhu pasien, level Hb, dan RR terbaru.
JIka pasien memakai ventilator mekanik, catat fraksi inspirasi oksigen dan tidal
volume.
2) Pasien tidak memakai O2, indikasikan jika pasien bernafas dengan udara ruangan.
3) Pasien baru saja memakai nebulizer, tunggu hingga 20 menit sebelum mengambil
sampel. Konsentrasi oksigen harus tetap konstan selama 20 menit sebelum
pengambilan sampel.
4) Jika order secara spesifik tanpa oksigen, maka matikan gas selama 20 menit sebelum
pengambilan sampel agar hasilnya akurat.

24
5) Saat menarik spuit untuk mengambil sampel, jika ada tahanan. Ubah posisi
ekstremitas yang dilakukan tindakan dan cek area tusukan. Lanjutkan pengambilan
darah, jika masih ada tahanan, beritahukan dokter.
6) Jika spesimen yang diambil gelap, darah yang gelap artinya mungkin vena telah
terakses, atau darah sangat kurang oksigen. Pastikan dari mana specimen diambil
apakah dari arterial line. Juga cek level saturasi oksigen untuk mengevaluasi
hipoksemia. Pastikan bahwa arterilah yang telah ditusuk sebelum membawa sampel
ke lab.
7) Sampel tidak akan diterima oleh laboratorium kecuali jarum suntik diberi label,
kantong es diberi label, dan permintaan selesai. Untuk dianggap lengkap, permintaan
harus berisi nama pasien, nomor pendaftaran, tanggal lahir atau usia, pemesanan
dokter, waktu ditarik, F1O2 dan suhu pasien.
h. Hal-hal yang harus dicatat setelah tindakan (dokumentasi)
Catat identitas pasien, nama dokter yang memberi order, waktu pengambilan sampel,
jumlah sampel yang diambil, suhu pasien, area tusukan, catat waktu yang diterapkan pada
area untuk mencegah perdarahan, tentukan tipe dan jumlah untuk terapi oksigen jika
pasien menerima terapi. Catat respon klien. Tanda tangan dan nama perawat yang
melaksanakan tindakan.

2.4 Pemeriksaan fisik mengenai kecukupan o2 dan sirkulasi, perubahan irama nafas,
irama jantung, bunyi nafas dan bunyi jantung
1. Pemeriksaan Fisik Sistem Pernafasan
a. Inspeksi Dada
Inspeksi pasien meliputi pemeriksaan terhadap adanya atau tak adanya beberapa faktor.
 Sianosis adalah satu faktor dimana kita paling tertarik. Sianosis memang sulit untuk
mendeteksi bila pasien anemis, dan pasien yang mengalami polisitemik dapat
mengalami sianosis pada ekstremitas meskipun tekanan oksigen normal.
 Peningkatan diameter anteroposterior (AP) dada (mis., peningkatan dalam ukuran
dada dari depan ke belakang) juga diperiksa. Ini sering disebabkan oleh ekspansi
maksimal paru pada penyakit paru obstruksi, tetapi peningkatan dalam diameter AP
juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami kifosis (lengkung ke depan pada

25
tulang belakang. Deformitas dan jaringan parut dada penting dalam membantu
menentukan penyebab distres paru.
 Posisi trakea juga penting diobservasi. Apakah trakea pada garis tengah leher atau
deviasi ke satu sisi? Efusi pleural atau tekanan pnernotoraks selalu membuat deviasi
trakea ke sisi jauh dari yang sakit. Pada atelektasis, trakea sering tertarik pada sisi
yang sakit. Frekwensi pernapasan adalah parameter penting untuk diperhatikan; ini
harus dihitung sedikitnya 15 detik lebih sering dari baisanya. Seringkali frekwensi
pernapasan dicatat sebagai 20 kali per menit, yang sering berarti bahwa frekwensi
diperkirakan daripada menghitungnya.
 Kedalaman pernapasan sering berarti sebagai frekwensi pernapasan. Sebagai
contoh, bila pasien bernapas 40 kali per menit, seseorang dapat berpikir masalah
pernapasan berat terjadi, tetapi bila pernapasan sangat dalam pada frekwensi
tersebut, ini dapat berarti pasien mengalami pernapasan Kussmaul sehubungan
dengan sidosis diabetik atau asidosis lain. Namun demikian, bila pernapasan
dangkal pada frekwensi 40 kali per menit, dapat menunjukan distres pernapasan
berat karena penyakit paru obstruktif, penyakit paru restriktif, atau masalah paru
lain. Durasi inspirasi versus durasi ekspirasi penting dalam menentukan apakah ada
obstruksi jalan napas. Pada pasien dengan penyakti paru obstruktif, ekspirasi
memanjang lebih dari 1½ kali panjang inspirasi.
 Observasi ekspansi dada umum adalah bagian integral dalam pengkajian pasien.
Secara normal kita mengharapkan kurang lebih 3 inci ekspansi pada ekspirasi
maksimal ke inspirasi maksimal
 Efektivitas dan frekwensi batuk pasien penting untuk dilaporkan, juga karakteristik
sputum seperti jumlah, warna, dan konsistensi.
b. Palpasi Dada
Palpasi dada dilakukan dengan meletakan turnit tangan mendatar di atas dada
pasien. Seringkali kita menentukan apakah fremitus taktil ada. Kita melakukan ini
dengan meminta pasien mengatakan “sembilan-sembilan.” Secara normal, bila pasien
mengikuti instruksi itu, vibrasi terasa pada luar dada di tangan pemeriksa. Ini mirip
dengan vibrasi yang terasa pada peletakan tangan di dada kucing bila ia sedang
mendengkur. Pada pasien normal fremitus taktil ada. Ini dapat menurun atau takada

26
bila terdapat sesuatu dintara tangan pemeriksa dan paru pasien serta dinding dada.
Sebagai contoh, bila ada efusi pleural, penebalan pleural atau pnemotorak akan tidak
mungkin merasakan vibrasi ini atau vibrasi menurun. Bila pasien mengalami
atelektasis karena sumbatan jalan napas, vibrasi juga takdapat dirasakan. Fremitus
taktil agak meningkat pada kondisi konsolidasi, tetapi deteksi terhadap ini sulit. Hanya
dengan palpasi pada dada pasien dengan napas perlahan, seseorang dapat merasakan
ronki yang dapat diraba yang berhubungan dengan gerakan mukus padajalan napas
besar.
c. Perkusi Dada
Pada perkusi dada pasien, kita harus mengunakan jari yang ditekan mendatar di atas
dada; ujung jari ini diketokan di atas tulang tengah jari dengan jari dominan.
Normalnya dada mempunyai bunyi resonan atau gaung perkusi. Pada penyakit dimana
ada peningkatan udara pada dada atau, paru-paru seperti pada pneumotoraks dan
emfisema dapat terjadi hiperesonan (bahkan lebih seperti bunyi drum). Perkusi
hiperesonan kadang-kadang sulit dideteksi. yang lebih penting adalah perkusi pekak
atau kempis seperti terdengar bila perkusi di atas bagian tubuh yang berisi udara.
Perkusi pekak dan kempis terdengar bila paru di bawah tangan pemeriksa mengalami
atelektasis, pnemonia, efusi pleural, penebalan pleural atau lesi massa.
d. Auskultasi Dada
Pada auskultasi, secara umum menggunakan diafragma stetoskop dan menekannya
di atas dinding dada. Penting untuk mendengarkan intensitas atau kenyaringan bunyi
napas dan menyadari bahwa secara normal ada peningkatan kenyaringan bunyi napas
bila pasien menarik napas dalam maksimum sebagai lawan napas sunyi. Intensitas
bunyi napas dapat menurun karena penurunan aliran udara melalui jalan napas atau
peningkatan penyekat antara stetoskop dengan paru. Pada obstruksi jalan napas seperti
penyakit paru obstruksi menahun (PPOM) atau atelektasis, intensitas bunyi napas
menurun. Dengan napas dangkal ada penurunan gerakan udara melalui jalan napas
dan bunyi napas juga tidak keras. Pada gerakan ter batas dari diafragma toraks, dapat
menurunkan bunyi napas pada area yang terbatas gerakannya. Pada penebalan pleural,
efusi pleural, pnemotoraks, dan kegemukan ada substansi abnormal Oaringan fibrosa,
cairan, udara, atau lemak) antara stetoskop dan paru di bawahnya; substansi ini

27
menyekat bunyi napas dari stetoskop, membuat bunyi napas menjadi tak nyaring.
Secara umum, ada tiga tipe bunyi yang terdengar pada dada normal:
 bunyi napas vesikuler, yang terdengar pada perifer paru normal
 bunyi napas bronkial, yang terdengar di atas trakea
 bunyi napas bronkovesikuler yang terdengar pada kebanyakan area paru dekat
jalan napas utama
Bunyi napas bronkial adalah bunyi nada tinggi yang tampat terdengar dekat telinga,
keras, dan termasuk penghentian antara inspirasi dan ekspirasi. Bunyi napas vesikuler
lebih rendah, mempunyai kualitas desir, dan termasuk takada penghentian antara
inspirasi dan ekspirasi. Bunyi napas bronkovesikuler menunjukan bunyi setengah
jalan antara kedua tipe bunyi napas. Bunyi napas bronkial, selain terdengar pada trakea
orang normal, juga terdengar pada beberapa situasi dimana ada konsolidasi-contohnya
pnemonia. Bunyi napas bronkial juga terdengar di atas efusi pleural dimana paru
normal tertekan. Desiran otot pektoralis adalah adanya volume keras yang terdengar
melalui stetoskop bila pasien berbisik. Pada pernapasan bronkial dan dua perubahan
akan ada, yang harus ada juga adalah:
 terbukanya jalan napas dan tertekannya alveoli
 alveoli dimana udara telah digantikan oleh cairan
Bunyi lain yang terdengar dengan stetoskop meliputi :
 Crackles adalah bunyi yang jelas, bunyi terus menerus terbentuk oleh jalan napas
kecil yang terbuka kembali atau tertutup kembali selama akhir inspirasi. Crackles
terjadi padapnernonia, gagal jantung kongestif, dan fibrosis pulmonalis. Baik
crackles inspirasi maupun ekspirasi dapat terauskultasi pada bronkiektaksis.
Crackles keras dapat terdengar pada edema pulmonalis dan pada pasien sekarat.
Seringkali crackles keras dapat terdengar tanpa stetoskop karena ini terjadi
padajalan napas besar.
 Dispnea (kesulitan bernapas atau pernapasan labored, napas pendek) adalah gejala
umum pada banyak kelainan pulmonal dan jantung terutama jika terdapat
peningkatan kekakuan paru dan tahanan jalan napas. Dispnea mendadak pada
individu normal dapat menunjukkan pneumotoraks (udara dalam rongga pleura).

28
Pada pasien yang sakit atau setelah menjalani pembedahan disonea mendadak
menunjukkan adanya embolisme pulmonal.
 Orthopnea (tidak dapat bernapas dengan mudah kecuali dalam posisi tegak,
mungkin ditemukan pada orang yang mengidap penyakit jantung dan penyakit
obstruktif paru menahun (PPOM). Pernapasan bising dapat dijumpai akibat
penyempitan jalan napas atau obstruksi setempat bronkus besar oleh tumor atau
benda asing
 Bunyi ekstra seperti mengi berarti adanya penyempitan jalan napas. Ini dapat
disebabkan oleh asma, benda asing, mukus di jalan napas, stenosis, dan lain-lain.
Bila mengi terdengar hanya pada ekspirasi, disebut mengi; bila bunyi mengi terjadi
pada inspirasi dan ekspirasi, biasanya berhubungan dengan tertahannya sekresi.
Friction rub terdengar bila ada penyakit pleural seperti emboli pulmonal,
pnemonia perifer, atau pleurisi, dan ini sering sulit untuk membedakannya dari
ronki. Bila bunyi abnormal makin jelas setelah batuk, biasanya berarti bunyi
tersebut lebih sebagai ronki daripada friction rub.
2. Teknik Pemeriksaan Fisik Jantung
Secara umum, ada empat tahap pemeriksaan fisik yang harus anda jalani untuk memastikan
ada atau tidaknya gangguan pada jantung. Berikut adalah tahapannya:
a. Inspeksi Jantung
Inspeksi jantung bertujuan untuk menemukan tanda-tanda atau kelainan kondisi
jantung melalui pengamatan pada permukaan dada. Pemeriksaan awal ini biasanya
melibatkan empat elemen, yakni:
 Bentuk prekordium. Pada orang sehat, bentuk kedua belah dada seharusnya
simetris. Perubahan bentuk, seperti cekung dan gembung menunjukkan adanya
kelainan
 Denyut apeks jantung, atau ictus cordis normal hanya berbentuk tonjolan kecil. Jika
terjadi pembesaran atau perluasan, berarti ada indikasi terjadinya kelainan
 Denyut nadi pada dada. Denyut nadi yang menunjukkan gerakan naik-turun
biasanya menunjukkan adanya pemberasan ventrike; kanan, sedangkan denyutan
di bagian atas menunjukkan adanya kelainan aorta

29
 Denyut vena pada dada dan punggung normalnya tidak terlihat. Jika denyutan
terlihat, menunjukkan adanya kelainan.
b. Palpasi Jantung
Cara pemeriksaan fisik jantung yang kedua ini dilakukan untuk memperkuat hasil
temuan inspeksi fisik. Dalam istilah awam, palpasi berarti meraba; tenaga medis
melakukan palpasi menggunakan telapak tangan atau ujung jari untuk melakukan
pemeriksaan pada ictus kordis, getaran, maupun gerakan trakea. Sebagai contoh, pada
keadaan normal, ictus kordis biasanya bisa dipalpasi, namun pada penderita gangguan
jantung, ictus kordis mungkin tidak teraba atau teraba dengan sangat kuat.
c. Perkusi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menetapkan batas normal jantung, biasanya
dikelompokkan menjadi batas kiri dan batas kanan jantung. Pada kondisi tertentu, batas
jantung meluas ke kanan atau ke kiri atau mengecil akibat adanya tekanan. Hal ini
menunjukkan adanya gangguan. Sebagai contoh, pada penderita emfisema, batas kanan
jantung cenderung mengecil, sedangkan pada penderita neurisma aorta, daerah jantung
meluas ke kanan.

d. Auskultasi
Pemeriksaan ini dilakukan menggunakan stetoskop duplex. Alat ini berfungsi untuk
mendengarkan bunyi dengan nada rendah pada detak jantung. Bunyi yang terdeteksi
dikelompokkan menjadi 3, yakni Bunyi Jantung I, II, dan bising. Pada penderita
gangguan jantung, seperti penderita obesitas, bunyi jantung mungkin terdengar
melemah. Demikian juga dengan adanya deteksi bising patologis, yang mungkin terjadi
akibat pembesaran bilik jantung. Secara teknis, pemeriksaan ini tentu hanya bisa
dilakukan tenaga medis. Untuk itu, sebaiknya anda berkomunikasi terlebih dahulu
dengan dokter (anamnesis), untuk mempermudah tenaga medis
melakukanpemeriksaan fisik jantung dan mengarahkan diagnosis penyakit. Dengan
cara ini, anda akan mendapatkan penanganan yang tepat.

30
2.5 Persiapan pasien untuk pemeriksaan echokardiografi dan treadmel test

1. Echokardiografi
Tes Ekokardiografi atau USG jantung, atau yang lebih sering disingkat dengan
sebutan Echo, merupakan suatu pemeriksaan yang memberikan gambaran jantung yang
sedang berdenyut dan dapat merekam gambar dengan sempurna, yang dapat membantu
klien dalam mengevaluasi kesehatan jantung.
a. Petugas perlu mengetahui obat-obat yang dikonsumsi pasien sebelum melaksanakan tes
ini. Obat spesifik jantung sebaiknya dihentikan dua hari sebelum prosedur dimulai.
Namun apabila memungkinkan, penggunaan obat penghambat beta sebaiknya tidak
dihentikan bila memang sangat diperlukan pasien walau dapat mempengaruhi hasil test.
b. Pasien memakai baju dan sepatu yang nyaman untuk melakukan prosedur
c. Jelaskan pada pasien bahwa prosedur test ini akan dilakukan selama satu jama, termasuk
persiapan.
d. Lakukan anamnese tentang riwayat penyakit pasien dan kemampuan aktivitas fisik
pasien terakhir.
e. Lakukan pemeriksaan TTV awal dalam keadaan istirahat pada pasien dalam posisi yang
nyaman
f. Posisikan pasien untuk miring ke kiri
g. Anjurkan klien menahan napas untuk beberapa saat
h. Berikan penjelasan kepada pasien tentang prosedur yang akan dilakukan.

2. Treatmill test

Tes toleransi latihan ( ETT ) adalah merekam aktivitas kelistrikan jantung selama latihan
fisik yang berdampak terhadap peningkatan kebutuhan oksigen pada jantung. Beberapa hal
yang penting diperhatikan oleh perawat dalam melakukan persiapan pasien sebelum
Treadmill Test, antara lain:
a. Pasien puasa tiga jam sebelum prosedur, dengan tujuan untuk menghindari terjadinya
rasa mula muntah. Pasien diabetes yang sedang menjalani terapi insulin akan mendapat
instruksi atau pengawasan khusus dari dokter

31
b. Petugas perlu mengetahui obat-obat yang dikonsumsi pasien sebelum melaksanakan tes
ini. Obat spesifik jantung sebaiknya dihentikan dua hari sebelum prosedur dimulai.
Namun apabila memungkinkan, penggunaan obat penghambat beta sebaiknya tidak
dihentikan bila memang sangat diperlukan pasien walau dapat mempengaruhi hasil test.
c. Pasien memakai baju dan sepatu yang nyaman untuk melakukan prosedur
d. Jelaskan pada pasien bahwa prosedur test ini akan dilakukan selama satu jama, termasuk
persiapan.
e. Lakukan anamnese tentang riwayat penyakit pasien dan kemampuan aktivitas fisik
pasien terakhir.
f. Lakukan pemeriksaan TTV awal dalam keadaan istirahat pada pasien dalam posisi yang
nyaman
g. Persiapan juga dilakukan terhadap kebersihan kulit agar tidak menimbulkan banyak
artefak pada rekaman EKG.
h. Lakukan tes awal EKG dengan 12 lead pada posisi berbaring dan berdiri.
i. Berikan penjelasan kepada pasien tentang prosedur yang akan
dilakukan. Surat informed concern perlu ditandatangi oleh pasien

2.6 Masalah keperawatan pada ISPA, COPD, Cor pulmonal, Effuse Pleura, TBC, CAD,
decompensasi Kordis, hipertensi , anemia, gangguan pembuluh darah perifer, DHF
1. ISPA :
 Hipertermi berhubungan dengan proses infeksI
 Nyeri telan berhubungan dengan inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil
 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret
 Nutrisi tidak seimbang berhubungan dengan anorexia
 Resiko tinggi penularan infeksi
2. COPD :

COPD atau yang lebih dikenal dengan PPOM merupakan suatu kumpulan penyakit paru
yang menyebabkan obstruksi jalan napas, termasuk bronchitis, empisema, bronkietaksis
dan asma. Masalah Keperawatan :

32
 Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput
paru-paru
 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang.
(obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme bronkus)
 Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi
secret, sekresi tertahan, tebal dan kental
3. Cor pulmonal :
Cor pulmonal didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam struktur dan fungsi ventrikel
kanan yang disebabkan oleh gangguan utama dari sistem pernapasan. Masalah
keperawatan yg muncul :

 Gangguan pertukaran gas yang b.d. hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori


dan kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru
 Ketidakefektifan pola napas b.d. sempitnya lapang respirasi dan penekanan toraks
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. penurunan nafsu makan
(energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolism
berlangsung lebih cepat)
 Intoleransi aktifitas yang b.d. kelemahan fisik dan keletihan
 Perubahan pola eliminasi urin b.d. oliguria.
4. Effuse Pleura

Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer
jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. masalah keperawatan
yg muncul :
 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya secret tertahan di jalan
nafas
 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru akibat akumulasi
cairan di kavum plura
 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai 02 ke jaringan sekunder
karena gangguan pola nafas tidak efektif
 Nyeri pada dada yang berhubungan dengan penekanan dinding pleura oleh cairan efusi
pleura

33
5. TBC

Tuberkolosis adalah infeksi penyakit menular yan disebabkan oleh mycobacterium


tuberculosis, suatu basil aerobik tahan asam yang ditularkan melalui udara (airborne).
Masalah keperawatan :
 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret purulen
pada jalan nafas
 Perubahan nutrisi kurangn dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan produksi
sputum, anoreksia
 Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan perpindahan
6. CAD
Coronary artery disease atau penyakit arteri koroner adalah kondisi patologis arteri koroner
yang ditandai dengan penimbunan abnormal lipid atau bahan lemak dan jaringan fibrosa
di dinding pembuluh darah yang mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi arteri dan
penurunan aliran darah ke jantung. Masalah keperawatan :

 Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d penurunan aliran darah miokard, peningkatan beban
kerja jantung/konsumsi oksigen

 Penurunan curah jantung b.d perubahan inotropik jantung, gangguan konduksi listrik
 Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan b.d penurunan atau interupsi aliran darah,
pembentukan tromboemboli
 Kecemasan b.d krisis situasional, respon patofisiologis, ancaman terhadap status
kesehatan
7. Decompensasi Kordis
Decompensasi cordis adalah suatu keadaan dimana jantung sebagai pompa tidak mampu
memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme tubuh. Masalah keperawatan :
 Nyeri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen dengan
kebutuhan miokardium sekunder daru penurunan suplai darah ke miokardium,
peningkatan produksi asam laktat
 Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan perembesan cairan, kongesti paru
sekunder, perubahan membran kapiler alveoli, dan retensi cairan interstisial

34
 Resiko Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak
optimal, kelebihan cairan di paru sekunder pada edema paru akut
 Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen ke jaringan dengan kebutuhan sekunder dari penurunan curah jantung.

8. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg
dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. Masalah keperawatan :

 Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan


afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
 Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
 Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan
gangguan sirkulasi
 Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakit dan perawatan diri
9. Anemia
Anemia adalah suatu penurunan dari normal terhadap eritrosit, jumlah haemoglobin dan
hematokrit yang disebabkan oleh perdarahan, berkurangnya produksi eritrosit atau
peningkatan penghancuran sel darah merah. Masalah keperawatan :
 Hypoxemia b.d kekurangan oksigen dalam sel darah merah
 Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anorexia
 Risiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d hypoxemia jaringan, bed rest, imobilisasi
 Ketidakmampuan merawat diri b.d kelemahan dan kelelahan karena penurunan oksigen
dalam darah
 Perubahan pola eliminasi : konstipasi atau diare b.d perubahan intake dan perubahan
dalam digestif efek samping obat
 Risiko tinggi infeksi b.d pertahanan sekunder yang tidak adekuat seperti penurunan Hb,
leucopeni.

35
10. DHF
DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh Arbovirus ( arthro podborn virus ) dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk AEDES ( AEDES ALBOPICTUS dan AEDES
AEGEPTY ). Masalah keperawatan :

 Kekurangan Volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler ,


perdarahan, muntah, dan demam
 Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan
 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,
tidak ada nafsu makan
 Hipertermi berhubungan dengan proses infeksivirus
 Perubahan proses proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak

2.7 Tindakan keperawatan pada gangguan kebutuhan Oksigen


a) Memposisikan fowler dan semi fowler
Posisi Fowler
Definisi
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, dimana bagian kepala tempat tidur
lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan
memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.
Persiapan alat dan bahan:
a. Tempat tidur
b. Namtal/penopang
Cara pelaksanaan:
a. Cuci tangan
b. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
c. Atur/bantu pasien untuk duduk
d. Berikan sandaran pada tempat tidur pasien atau atur tempat tidur, untuk posisi fowler
(900)
e. Anjurkan pasien untuk tetap berabring setengah duduk
f. Cuci tangan.

36
Posisi Semi Fowler
Definisi
Posisi semi fowler adalah posisi setengah duduk dimana bagian kepala tempat tidur
lebih tinggi atau dinaikan. Posisi ini untuk memepertahankan kenyamanan dan
memfasilitasi fungsi pernafasan pasien (Aziz, 2008: 74).
Posisi semi fowleradalah posisi yang bertujuan untuk meningkatkan curah jantung dan
ventilasi serta mempermudah eliminasi fekal dan berkemih, dalam posisi ini tempat tidur
ditinggikan 30-450 dan lutut klien agak diangkat agar tidak ada hambatan sirkulasi pada
ekstermitas (Perry dan Grifin, 2005: 78)
Penelitian Supadi, Nurachmah dan Mamnuah (2008), menyatakan bahwa posisi semi
fowlermembuat oksigen di dalam paru-paru semakin meningkat sehingga memperingan
kesukaran nafas. Posisi ini akan mengurangi kerusakan membrane alveolus akibat
tertimbunnya cairan. Hal tersebut dipengaruhi oleh gaya grafitasi sehingga O2 delivery
menjadi optimal. Sesak nafas akan berkurang, dan akhirnya proses perbaikan kondisi klien
lebih cepat. Prosedur
Menurut (Cozier, 2009: 222) prosedur pemberian posisi semi fowler, yaitu:
a. Posisi klien telentang dengan kepalanya dekat dengan bagian kepala tempat tidur
b. Elevasi bagian kepala tempat tidur 30-450
c. Letakkan kepala klien di atas Kasur atau di atas bantal yang sangat kecil
d. Gunakan bantal untuk menyokong lengan dan tangan klien jika klien tidak dapat
mengontrol secara sadar atau menggunakan lengan dan tangannya
e. Posisikan bantal pada punggung bawah klien
f. Letakkan bantal kecil atau gulungan kain di bawah paha klien
g. Letakkan bantal kecil atau gulungan handuk di bawah mata kaki
h. Letakkan papan penyangga kaki di dasar kaki klien.
b) Memberikan O2 simple mask

Aliran oksigen melalui alat ini sekitar 5-8lt/menit dengan koonsentrasi 40-60%.
Cara pemasangan :
a. Terangkan prosedur pada klie
b. Atur posisi yang nyaman pada klien (semi fowler)
c. Hubungkan selang oksigen pada sungkup muka sederhana dengan humidiflier.

37
d. Tepatkan sungkup muka sederhana, sehingga menutupi hidung dan mulut klien
e. Lingkarkan karet sungkup kepada kepala klien agar tidak lepas
f. Alirkan oksigen sesuai kebutuhan.
Keuntungan
a. Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari nasal kanula
b. System humidifikasi dapat di tingkatkan
Kerugian
a. Umumnya tidak nyaman bagi klien
b. Membuat rasa panas, sehingga mengiritasi mulut dan pipi
c. Aktivitas makan dan berbicara terganggu
d. Dapat menyebabkan mual dan muntah, sehingga dapat menyebabkan aspirasi
e. Jika alirannya rendah dapat menyebabkan penumpukan karbondioksida
c) Melatih nafas dalam

Latihan nafas dalam adalah bernapas dengan perlahan dan menggunakan diafragma,
sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh
(Parsudi,dkk., 2002). Tujuan nafas dalam adalah untuk mencapai ventilasi yang lebih
terkontrol dan efisien serta untuk mengurangi kerja bernafas, meningkatkan inflasi alveolar
maksimal, meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola
aktifitas otot-ototpernafasan yang tidak berguna, tidak terkoordinasi, melambatkan
frekuensi pernafasan,mengurangi udara yang terperangkap serta mengurangi kerja
bernafas (Suddarth & Brunner,2002).
Latihan nafas dalam
Persiapan Pasien :
a. Atur posisi yang nyaman
b. Flexikan lutut klien untuk merileksasikan otot abdominal
c. Letakkan 1 atau 2 tangan pd abdomen, tepat dibawah tulang iga
d. Tarik nafas dalam melalui hidung, jaga mulut tetap tertutup, hitung sampai 3 selama
inspirasi
e. Hembusan udara lewat bibir seperti seperti meniup (purse lips breathtig)
secaraperlahan
Cara Latihan Teknik Nafas Dalam

38
a. Tarik nafas melalui hidung secara maksimal kemudian tahan 1-2 detik
b. Keluarkan secara perlahan dari mulut
c. Lakukanlah 4-5 kali latihan, lakukanlah minimal 3 kali sehari (pagi, siang, sore)
d) Melatih batuk efektif

Batuk efektif adalah tindakan yang diperlukan untuk membersihkan sekresi. (Hudak &
Gallo,1997:494 )
Tujuan dilakukannya latihan batuk efektif adalah
a. Melatih otot-otot pernafasan agar dapat melakukan fungsi dengan baik
b. Mengeluarkan dahak atau seputum yang ada disaluran pernafasan
c. Melatih klien agar terbiasa melakukan cara pernafasan dengan baik
Menurut Wilson ( 2006:773-774 ) Batuk Efektif Dilakukan pada pasien seperti :
a. Bronkritis kronik
b. Asma
c. Tuberculosis Paru ( TBC Paru ).
d. Pneumonia
e. Emfisema
Cara Batuk Eefktif
a. Duduk tegak.
b. Kemudian hirup napas dalam 2 kali secara perlahan –lahan melalui hidung dan
hembuskan melalui mulut.
c. Hirup napas dalam ketiga kalinya dan tahan napas sampai hitungan ke 3, Batukkan
dengan kuat 2 atau 3 kali secara berturut-turut tanpa menghirup napas kembali selama
melakukan batuk.
d. Lanjutkan latihan batuk sebanyak 2-3 kali pada saat terjaga.
e. Ulangi sesuai dengan kebutuhan
e) Postural drainage
Postural Drainage (PD) merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru dengan
mempergunakan gaya berat dari sekretnya itu sendiri.
Indikasi Dan Kontraindikasi
Untuk tujuan mencegah akumulasi sekret, PD dapat dilakukan pada penderita-penderita
berikut

39
a. yang melakukan tirah baring yang lama,
b. pada mereka yang tergolong high risk yaitu penderita penyakit paru kronik, penderita
pasca bedah yang mengalami imobilisasi
c. mereka yang telah dilakukan sayatan pada toraks dan abdomen yang sputumnya
banyak, seperti bronkhoektasis atau fibrosis
Cara Melakukan Postural Drainage
Untuk melakukan PD, tidak ada persiapan khusus dari penderita yang penting adalah perlu
diketahui lokasi kelainan pada paru serta keadaan umum penderita. PD dilakukan dengan
mengatur penderita pada posisi tertentu yaitu pada posisi supaya terjadi pengeluaran
(drainage) sputum yang cepat karena pengaruh gaya beratnya disertai pengaruh perkusi
dan vibrasi dada . Posisi penderita yang diharapkan terjadi drainage sesuai dengan lokasi
kelainan paru adalah sebagai berikut :
a. Tidur dengan beberapa bantal, kepala letak tinggi untuk drainage kedua lobus atas dari
segmen apikal.
b. Tidur dengan satu bantal bawah kepala dan satu bantal bawah lutut untuk drainage
lobus atas kanan segmen anterior, dan beberapa bantal tanpa bantal bawah lutut untuk
drainage lobus atas kiri segmen anterior.
c. Tidur menelungkup pada bantal untuk drainage lobus atas segmen posterior.
d. Tidur pada sisi kiri dengan 3/abagian badan tidur, untuk drainage lobus tengah kanan
dan lobus bawah kanan segmen anterior. Kepala lebih bawah dari bagian tubuh lainnya.
e. Tidur pada sisi kanan dengan ¾ bagian badan tidur, untuk drainage lingula dan lobus
bawah kiri segmen anterior. Letak kepala sama seperti No. 4.
f. Tidur dengan satu bantal bawah kepala dan satu bantal bawah lutut dengan letak kepala
seperti no. 4, untuk drainage kedua lobus bawah segmen anterior.
g. Tidur pada sisi kiri, letak kepala sama seperti no. 4, untuk drainage lobus bawah kanan
segmen lateral.
h. Tidur pada sisi kanan dengan letak kepala sama seperti no. 4, untuk drainage lobus
bawah kiri segmen lateral dan lobus bawah kanan segmen kardiak.
i. Tidur menelungkup dengan satu bantal dibawah perut dengan letak kepala atau
beberapa bantal di bawah perut untuk drainage kedua lobus bawah.

40
j. Tidur pada sisi kiri dengan ¾ bagian badan miring, letak kepala sama seperti no. 4,
untuk drainage lobus bawah kanan segmen posterior.
Pelaksanaan Postural Drainase
1) Persiapan pasien untuk postural drainase
a) Longgarkan seluruh pakaian terutama daerah leher dan pinggang
b) Terangkan cara pengobatan kepada pasien secara ringkas tetapi lengkap.
c) Periksa nadi dan tekanan darah.
d) Apakah pasien mempunyai refleks batuk atau memerlukan suction untuk
mengeluarkan secret.
2) Cara melakukan pengobatan :
a) Terapis harus di depan pasien untuk melihat perubahan yang terjadi selama Postural
Drainase.
b) Postoral Drainase dilakukan dua kali sehari, bila dilakukan pada beberapa posisi
tidak lebih dari 40 menit, tiap satu posisi 3 – 10 menit.
c) Dilakukan sebelum makan pagi dan malam atau 1 s/d 2 jam sesudah makan.
f) Melakukan pengisapan lender

Penghisapan lendir (Suction) merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien
yang tidak mampu mengeluarkan sekret atau lendir secara mandiri dengan menggunakan
alat penghisap
Tujuan Penghisapan Lendir
a) Membersihkan jalan nafas
b) Memenuhi kebutuhan oksigenasi
Alat dan Bahan Penghisapan Lendir
a) Alat penghisap lendir dengan botol berisi larutan desinfektan
b) Kateter penghisap lendir steril
c) Pinset steril
d) Sarung tangan steril
e) Dua kom berisi larutan Aquades atau NaCl 0,9% dan larutan desinfektan
f) Kasa steril
g) Kertas tissue
h) Stetoskop

41
Prosedur Kerja Penghisapan Lendir
a) Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan
b) Cuci tangan
c) Tempatkan pasien pada posisi terlentang dengan kepala miring ke arah perawat
d) Gunakan/Pakai sarung tangan
e) Hubungkan kateter penghisap dengan slang alat penghisap
f) Mesin penghisap dihidupkan
g) Lakukan penghisapan lendir dengan memasukkan kateter penghisap kedalam kom
berisi aquades atau NaCl 0,9% untuk mempertahankan tingkat kesterilan (asepsis)
h) Masukkan kateter penghisap dalam keadaan tidak menghisap
i) Gunakan alat penghisap dengan tekanan 110 - 150 mmHg untuk dewasa, 95 - 11-
mmHg untuk anak-anak dan 50 - 95 mmHg untuk bayi (Potter & Perry, 1995)
j) Tarik dengan memutar kateter penghisap tidak lebih dari 15 detik
k) Bilas kateter dengan aquades atau NaCl 0,9%
l) Lakukan penghisapan antara penghisapan pertama dengan berikutnya, minta pasien
untuk bernafas dalam dan batuk. Apabila pasien mengalami distress pernafasan,
biarkan istirahat 20 - 30 detik sebelum melakukan penghisapan berikutnya
m) Setelah selesai, kaji jumlah, konsistensi, warna, bau sekret dan respons pasien terhadap
prosedur yang dilakukan
n) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
g) Memberikan obat sesuai program terapi
1) Terapi Inhalasi
Terapi inhalasi adalah pemberian obat secara langsung ke dalam saluran napas
melalui penghisapan. Terapi pemberian ini, saat ini makin berkembang luas dan
banyak dipakai pada pengobatan penyakit-penyakit saluran napas. Berbagai macam
obat seperti antibiotik, mukolitik, anti inflamasi dan bronkodilator sering digunakan
pada terapi inhalasi
Keuntungan terapi inhalasi ini adalah obat bekerja langsung pada saluran napas
sehingga memberikan efek lebih cepat untuk mengatasi serangan asma karena setelah
dihisap, obat akan langsung menuju paru-paru untuk melonggarkan saluran
pernapasan yang menyempit. Selain itu memerlukan dosis yang lebih rendah untuk

42
mendapatkan efek yang sama, dan harga untuk setiap dosis lebih murah. Untuk efek
samping obat minimal karena konsentrasi obat didalam rendah
2) Inhaler/MDI/Metered-Dose Inhaler
Digunakan dengan cara menyemprotkan obat ke dalam mulut, kemudian dihisap
agar masuk ke dalam mulut, kemudian dihisap agar masuk ke paru-paru. Pasien perlu
melakukan beberapa kali agar dapat menggunakan inhaler dengan benar. Jika pasien
kesulitan untuk melakukan gerakan menyemprotkan dan menghisap obat secara
beruntun, maka dapat digunakan alat bantu spancer.
Untuk satu produk inhaler 60-400 dosis/semprotan. Contoh produk: Alupent,
Becotide, Bricasma, Seretide, Barotec, Ventolin.
3) Turbuhaler
Digunakan dengan cara menghisap, dosis obat ke dalam mulut, kemudian
diteruskan ke paru-paru. Pasien tidak akan mendapat kesulitan dengan menggunakan
turbuhaler karena tidak perlu menyemprotkan obat terlebih dahulu. Satu produk
turbuhaler mengandung 60-200 dosis. Ada indicator dosis yang akan memberitahu
anda jika obat hampir habis. Contoh produk: Bricasma, Pulmicort, Symbicort
4) Rotahaler
Digunakan dengan cara yang mirip dengan turbuhaler. Perbedaan setiap kali akan
menghisap obat, rotahaler harus didiisi dulu dengan obat yang berbentuk
kapsul/rotacap. Jadi rotahaler hanya berisi satu dosis, rotahaler sangat cocok untuk
anak-anak dan usia lanjut. Contoh produk: Ventolin Rotacap
5) Nebulizer
Nebulizer digunakan dengan cara menghirup dengan cara menghirup larutan obat
yang telah diubah menjadi bentuk kabut. Nebulizer sangat cocokdigunakan untuk anak-
anak, usila dan mereka yang sedang mengalami serangan asma parah. Dua jenis
nebulizer berupa kompresor dan ultrasonic. Contoh produk yang bisa digunakan
daengan nebulizer: Bisolvon solution, Pulmicort respules, Ventolin nebulas.
h) Memberikan pendidikan kesehatan
Memberikan pendidikan kesehatan kepada klien berhubungan dengan penyakitnya
yang berkaitan dengan gangguan kebutuhan oksigen. Bisa juga dengan memberikan
pendidikan kesehatan tentang bahaya merokok, alcohol dan alergen bagi paru-paru yang

43
dapat menyebabkan gangguan pada pemenuhan kebutuhan oksigen. Selain itu dapat juga
dengan memberikan pendidikan kesehatan seperti melatih napas dalam ataupun batuk
efektif bagi pasien yang mengalami gangguan kebutuhan oksigen.

2.8 Melaksanakan evaluasi kebutuhan O2

Evaluasi terhadap masalah kebutuhan oksigen secara umum dapat dinilai dari adanya
kemampuan dalam:
1. Mempertahankan jalan nafas secara efektif yang ditunjukan dengan cara adanya
kemampuan untuk bernapas, jalan nafas bersih,tidak adanya
sumbatan,frekuuensi,irama,kedalaman nafas norma,serta tidak ditemukan adanya tanda
hipoksia.
2. Mempertahankan pola nafas secara efektif yang ditunjukan dengan adanya kemampuan
untuk bernafas,frekuensi,irama, dan kedalaman nafas normal, tidak ditemukan adanya
tanda hipoksia,serta kemampuan paru berkembang dengan baik.
3. Mempertahankan pertukaran gas secara efektif yang ditunjukan dengan adanya
kemampuan untuk bernapas secara efektif,tidak ditemukan dispepnea pada usaha napas,
inspirasi dan ekspirasi dalam batas normal,serta siturasi oksigen dan PCO2 dalam keadaan
normal.
4. Meningkatkan perfusi jaringan dengan adanya kemampuan pengisian
kapiler,frekuensi,irama,kekuatan nadi dalam batas normal,dari status hidrasi normal.

44
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
Untuk memahami tentang gangguan kebutuhan O2 akibat patologis sistem pernafasan dan
kardiovaskuler kita sebagai perawat harus mampu memahami tentang hal-hal apa saja yang
berkaitan dengan perawatan pasien dengan gangguan kebutuhan O2. Hal-hal yang diperlukan
oleh perawat didalam menangani pasien dengan gangguan pemenuhan oksigen diantaranya
anamnesa gangguan system pernafasan dan karidovaskuler, perekaman EKG, pengambilan
specimen darah vena dan arteri ,pemeriksaan fisik mengenai kecukupan O2 dan sirkulasi,
perubahan irama nafas, irama jantung, bunyi nafas dan bunyi jantung, cara menyiapkan pasien
untuk pemeriksaan echokardiografi dan treadmel test, masalah keperawatan apa saja yang ada
pada gangguan pemenuhan kebutuhan O2 seperti ISPA, COPD, Cor pulmonal, Effuse Pleura,
TBC, CAD, Decompensasi Kordis, Hipertensi , Anemia, Gangguan pembuluh darah perifer
dan DHF, tindakan keperawatan pada gangguan kebutuhan Oksigen diantaranya :
memposisikan fowler dan semi fowler , memberikan O2 simple mask, melatih nafas dalam,
melatih batuk efektif , postural drainage, melakukan pengisapan lender ,memberikan obat
sesuai program terapi dan memberikan pendidikan kesehatan serta melaksanakan evaluasi
kebutuhan O2.

3.2 Saran

Melalui tulisan ini, diharapkan mahasiswa dapat termotivasi untuk lebih mendalami materi
tentang gangguan kebutuhan O2 akibat patologis sistem pernafasan dan kardiovaskuler
sehingga dapat memberikan tindakan keperawatan medikal bedah secara tepat kepada pasien.

45

Anda mungkin juga menyukai