Anda di halaman 1dari 124

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Keperawatan


Dosen Pengampu : Reni Anggraeni S. Kep,Ners.MM

Disusun Oleh:

Alpi damayanti : 029PA19001 Lisna : 029PA19018


Antoseno : 029PA19005 Safitri Laelasari : 029PA19026
Dede Ginanjar : 029PA19010 Sukmawinata : 029PA19030
Elis Patmawati : 029PA19014 Teguh Hamidi : 029PA19034
Kemal Maulana : 029PA19017 Tiara Zahra : 029PA19036

1
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
POLTEKES YAPKESBI SUKABUMI
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dunia diisi oleh banyak sistem, sistem lingkungan, hingga penghuninya
yang beragam. Manusia adalah salah satu didalamnya. Manusia dikatakan sebagai
manusia yang paling sempurna. Manusia merupakan mahluk hidup yang
diharuskan berproses guna bertahan hidup. Sebagai mahluk hidup manusia harus
memenuhi kebutuhan mulai dari makan, cairan dan elektrolit, aktifitas, hingga
oksigen.
Kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan
untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup dan aktivitas
berbagai organ atau sel. Tidak adanya oksigen akan menyebabkan tubuh secara
fungsional mengalami kemunduran bahkan dapat menimbulkan kematian. Oleh
karena itu, kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan yang paling utama dan
sangat vital bagi tubuh.
Dalam kaitannya pemenuhan kebutuhan oksigenasi tidak terlepas dari
peranan fungsi sisitem pernafasan dan kardiovaskuler yang menyuplai kebutuhan
oksigen tubuh. Pada orang sehat, sistem kardiovaskuler dan sistem respirasi
berfungsi dengan baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan oksigen tubuh secara
adekuat. Sebaliknya,orang yang mempunyai penyakit jantung ataupun penyakit
pernapasan dapat mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan oksigen
tubuh (Asmadi, 2008).
Permasalahan dalam hal pemenuhan kebutuhan oksigen tidak terlepas dari
adanya gangguan yang terjadi pada sistem respirasi baik pada anatomi maupun
fisiologi dari organ-organ respirasi. Permasalahan dalam pemenuhan tersebut juga

2
dapat disebabkan karena adanya gangguan pada sistem tubuh yang lain, misalnya
sistem kardiovaskuler dan pernapasan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana anamnesa gangguan sistem pernapasan dan kardiovaskuler?
2. Bagaimana perekaman EKG?
3. Bagaimana spesimen darah vena dan arteri?
4. Bagaimana pemeriksaan fisik pada kecukupan O2 dan sirkulasi, perubahan
irama nafas, irama jantung, bunyi nafas dan bunyi jantung?
5. Bagaimana menyiapkan pasien untuk echokardiografi dan treadmill test?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan
dan wawasan mengenai gangguan kebutuhan O2 akibat patologis sistem
pernapasan dan kardiovaskuler.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui anamnesa gangguan sistem pernapasan dan
kardiovaskuler.
b. Untuk mengetahui perekaman EKG.
c. Untuk mengetahui spesimen darah vena dan arteri.
d. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik pada kecukupan O2 dan sirkulasi,
perubahan irama nafas, irama jantung, bunyi nafas dan bunyi jantung.
e. Untuk mengetahui menyiapkan pasien untuk echokardiografi dan
treadmill test.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis

3
Dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu Keperawatan Medikal
Bedah I khususnya materi gangguan kebutuhan O2 akibat patologis sistem
pernapasan dan kardiovaskuler .

2. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan masukan bagi mahasiswa Jurusan Keperawatan dalam
pembelajaran Keperawatan Medikal Bedah I.
b. Memberikan pemahaman bagi mahasiswa lainnya mengenai anamnesa
gangguan sistem pernapasan dan kardiovaskuler, perekaman EKG,
spesimen darah vena dan arteri, pemeriksaan fisik pada kecukupan O2 dan
sirkulasi, perubahan irama nafas, irama jantung, bunyi nafas dan bunyi
jantung, dan menyiapkan pasien untuk echokardiografi dan treadmill test.
c. Memberikan pemahaman bagi penulis mengenai anamnesa gangguan
sistem pernapasan dan kardiovaskuler, perekaman EKG, spesimen darah
vena dan arteri, pemeriksaan fisik pada kecukupan O2 dan sirkulasi,
perubahan irama nafas, irama jantung, bunyi nafas dan bunyi jantung, dan
menyiapkan pasien untuk echokardiografi dan treadmill test.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anamnesa Gangguan Sistem Pernapasan dan Kardiovaskuler


1. Anamnesa Sistem Pernafasan
Perawat yang memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan pernapasan melakukan dan menginterpretasi berbagai prosedur
pengkajian. Data yang dikumpulkan selama pengkajian digunakan sebagai
dasar untuk membuat rencana asuhan keperawatan klien. Dalam menelaah
status pernapasan klien, perawat melakukan wawancara dan pemeriksaan fisik
untuk memaksimalkan data yang dikumpulkan tanpa harus menambah distres
pernapasan klien. Setelah pengkajian awal perawat memilih komponen
pemeriksaan yang sesuai dengan tingkat distres pernapasan yang dialami
klien. Komponen pemeriksaan pulmonal harus mencakup tiga kategori distres
pernapasan yaitu akut, sedang, dan ringan, karena tubuh bergantung pada
sistem pernapasan untuk dapat hidup, pengkajian pernapasan mengandung
aspek penting dalam mengevaluasi kesehatan klien.
a. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan klien diawali dengan mengumpulkan informasi
tentang data biografi, yang mencakup nama, usia, jenis kelamin, dan
situasi kehidupan klien. Data demografi biasanya dicatat pada formulir

5
pengkajian rumah sakit atau klinik. Perhatikan usia biologik klien dan
bandingkan dengan penampilannya. Apakah klien tampak sesuai dengan
usianya? Kelainan seperti kanker paru dan penyakit paru kronis sering
membuat klien tampak lebih tua dari usia sebenarnya. Situasi kehidupan.
apakah klien hidup sendiri, dengan anak-anak, atau dengan orang terdekat
(kerabat), penting untuk diketahui sehingga perawat dapat membuat
rencana pemulangan yang sesuai. Riwayat pernapasan mengandung
informasi tentang kondisi klien saat ini dan masalah-masalah pernapasan
sebelumnya. Wawancarai klien dan keluarga dan fokuskan pada
manifestasi klinik tentang keluhan utama, peristiwa yang mengarah pada
kondisi saat ini, riwayat kesehatan terdahulu, riwayat keluarga, dan
riwayat psikososial.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama dikumpulkan untuk menetapkan prioritas intervensi
keperawatan dan untuk mengkaji tingkat pemahaman klien tentang
kondisi kesehatannya saat ini. Keluhan umum penyakit pernapasan
mencakup dispnea, batuk, pembentukan sputum, hemoptisis, mengi, dan
nyeri dada. Fokuskan pada manifestasi dan prioritaskan pertanyaan untuk
mendapatkan suatu analisis gejala.
1) Dispnea
Dispnea adalah kesulitan bernapas, sering menjadi salah satu
manifestasi klinis dialami klien dengan gangguan pulmonal dan
jantung. Komponen fisiologis dispnea tidak dimengerti dengan jelas,
tetapi tampaknya lebih berkaitan dengan ventilasi pernapasan daripada
pernapasan itu sendiri. Dispnea yang berkaitan dengan penyakit
pernapasan, terjadi akibat perubahan patologi yang meningkatkan
tekanan jalan napas, penurunan kompliens pulmonal, perubahan
system pulmonal, atau melemahnya otot-otot pernapasan. Bedakan
dispne dari tanda dan gejala lain.

6
a) Takipnea mengacu pada frekuensi pernapasan lebih dari normal
yang mungkin terjadi dengan atau tanpa dispnea.
b) Hiperventilasi mengacu pada ventilasi yang lebih besar dari jumlah
yang dibutuhkan untuk mempertahankan eliminasi normal karbon
dioksida hiperventilasi diidentifikasi dengan mengamati tekanan
parsial karbon dioksida arteri, atau PaCO2, yang kurang dari 40
mm Hg.
c) Dispnea merupakan keluhan yang umum pada sindrom
hiperventilasi. Penting juga untuk membedakan keletihan akibat
aktivitas fisik dengan dispnea.
Klien yang yang mengalami dyspnea sebagai gejala utama
biasanya mempunyai salah satu dari kondisi:
(a) penyakit kardiovaskular.
(b) mboli pulmonal.
(c) penyakit paru interstisial atau alveolar.
(d) gangguan dinding atau otot dada.
(e) penyakit paru obstruktif, atau
(f) ansietas.
Dispnea adalah gejala menonjol pada penyakit yang
menyerangpercabangantrakheobronkhial, parenkim paru, spasium
pleural. Dispnea juga dialami bila otot-otot pernapasan lemah,
paralise, dan keletihan.
2) Batuk
Batuk adalah refleks protektif yang disebabkan oleh iritasi
pada percabang; trakheobronkhial. Kemampuan untuk batuk
merupakan mekanisme penting dala membersihkan jalan napas bagian
bawah, dan banyak orang dewasa normalnya beberapa kali ketika
bangun tidur pagi untuk membersihkan trakhea dan faring da sekresi
yang telah menumpuk selama tidur. Batuk juga merupakan gejala yang

7
paling umum dari penyakit pernapasan. Pada klien dengan batuk
kronis, biasanya sulit untuk mengkaji waktu aktual awitan batuk.
Klien biasanya tidak menyadari kapan batuknya mulai timbul.
Identifika faktor-faktor yang diyakini oleh klien (dan pasangan atau
teman) sebagai pencetus terjadinya batuk.
Hal-hal yang perlu dikaji adalah aktivitas, posisi tubuh, iritan
di lingkungan (rumah atau tempat kerja), vokalisasi (bicara normal,
berteriak, bernyanyi atau berbisik), cuaca, ansietas, dan infeksi.
Stimuli yang secara khas menyebabkan batuk adalah stimuli mekanik,
kimiawi, dan inflamasi. Menghirup asap, debu, atau benda asing
merupakan penyebab batuk yang paling umum. Bronkhitis kronis,
asma, tuberkulosis, dan pneumonia secara khas menunjukkan batuk
sebagai gejala yang menonjol. Batuk dapat dideskripsikan berdasarkan
waktu (kronis, akut, dan paroksismal (episode batuk hebat yang sulit
dikontrol) berdasarkan kualitas (produktif-nonproduktif, kering-basah,
batuk keras menggonggong, serak, dan batuk pendek).
3) Pembentukan Sputum
Sputum secara konstan dikeluarkan ke atas menuju faring oleh
silia paru. Sputum yang terdiri atas lendir, debris selular,
mikroorganisme, darah, pus, dan benda asing akai dikeluarkan dari
paru-paru dengan membatukkan atau membersihkan tenggorok.
Percabangan trakheobronkhial umumnya membentuk sekitar 90 ml
mukus per hari sebagai bagian dari mekanisme pembersihan normal.
Namun pembentukan sputum disertai dengan batuk adalah hal yang
tidak normal. Tanyakan klien tentang warna sputum (jernih, kuning,
hijau, kemerahan, atau mengandung darah), bau, kualitas (berair,
berserabut, berbusa, kental), dan kuantitas (sendok teh, sendok makan,
cangkir). Perubahan warna, bau, kualitas, atau kuantitas sangat penting
untuk didokumentasikan dalam rekam medik klien. Tanyakan juga

8
apakah sputum hanya dibentuk setelah klien berbaring dalam posisi
tertentu. Beberapa kelainan meningkatkan pembentukan sputum.
Banyaknya sputum yang dikeluarkan setiap hari dapat menunjukkan
bronkhitis kronis.
Warna dari sputum mempunyai makna klinis yang penting.
Sputum yang berwarna kuning menandakan suatuinfeksi. Sputum
berwarnal hijau menandakan adanya pus yang terrgenang, yang umum
ditemukan pada bronkhiekstasis. Karakter dan konsistensi sputum juga
penting untuk dicatat.
4) Hemoptisis
Hemoptisis adalah membatukkan darah, atau sputum
bercampur darah. Sumber perdarahan dapat berasal dari jalan napas
atas atau bawah, atau berasal dari parenkim paru. Penyebab pulmonal
dari hemoptisis mencakup bronkhitis kronis, bronkhiektasis,
tuberkulosis pulmonal, fibrosis kistik, granuloma nekrotikan jalan
napas atas, embolisme pulmonal, pneumonia, kanker paru, dan abses
paru.
Abnormalitas kardiovaskular, antikoagulan, dan obat-obat
imunosupresif yang menyebabkan perdarahan parenkim (jaringan
paru) juga dapat menyebabkan hemoptisis.Klien biasanya
mengganggap hemoptisis sebagai indikator penyakit serius dan sering
akan tampak gelisah atau takut. Lakukan pengkajian tentang awitan,
durasi, jumlah, dan warna (mis. merah terang atau berbusa). Kenali
perbedaan antara hemoptisis dengan hematemesis. Pada hemoptisis
biasanya darah yang keluar berbusa, pH (darah) basa sementara pada
hematemesis darah yang dikeluarkan tidak berbusa dan pH (darah)
asam.
5) Mengi

9
Bunyi mengih dihasilkan ketika udara mengalir melalui jalan
napas yang sebagian tersumbat atau menyempit pada saat inspirasi
atau ekspirasi. Mengih dapat terdengar hanya dengan menggunakan
stetoskop. Klien mungkin tidak mengeluh tentang mengih, tetapi
sebaliknya dapat mengeluh tentang dada yang sesak atau tidak nyaman
pada dada. Minta klien mengidentifikasi kapan mengi terjadi dan
apakah hilang dengan sendirinya atau dengan menggunakan obat-
obatan seperti bronkhodilator. Tidak semua mengi mengacu pada
asma. Mengi dapat disebabkan oleh edema mukosa, sekresi dalam
jalan napas, kolaps jalan napas akibat kehilangan elastisitas jaringan,
dan benda asing atau tumor yang sebagian menyumbat aliran udara.
6) Nyeri Dada
Nyeri dada mungkin berkaitan dengan masalah pulmonal dan
jantung, membedakannya satu sama lain memberikan makna klinis
yang berarti. Lakukan analisis gejala yang lengkap pada nyeri dada.
Nyeri dada akibat angina (penurunan aliran darah) merupakan masalah
yang mengancam jiwa. Nyeri dada yang bersumber dari pulmonal
dapat berasal dari dinding dada, pleural parietalis, pleural viseralis,
atau parenkim paru. Berikut tabel tipe nyeri dada yang berkaitan
dengan kondisi pulmonal.

Informasi tentang lokasi, durasi, dan intensitas nyeri dada


penting untuk dikumpulkan, dan akan memberikan petunjuk dini

10
tentang penyebab. Batuk dan infeksi Pleuritis dapat menyebabkan
nyeri dada.
Nyeri dada pleuritik umumnya nyeri yang terasa tajam
menusuk dengan awitan mendadak tetapi dapat juga bertahap. Nyeri
dada Jenis ini terjadi pada tempat inflamasi dan biasanya terlokalisasi
pasien yang mengalami nyeri jenis ini akan mempunyai pola
pernapasan cepat dan dangkal dan takut melakukan gerakan. Tindakan
menekan pada bagian yang nyeri biasanya memberikan peredaan.
Nyeri retrosternal (di belakang sternum) biasanya terasa
terbakar, konstan, dan sakit. Nyeri juga dapat berasal dari bagian
tulane dan kartilago toraks. Karakteristik angina dengan nyeri dada
lainnya berbeda. Nyeri dada jantung biasanya digambarkan sebagai
nyeri yang sangat sakit, hebat, sensasi seperti diremas-remas, dengan
rasa tertekan atau sesak pada area substernal. Angina dapat juga
menjalar ke dalam leher dan lengan. Tanyakan klien apa yang
menyebabkan nyerinya (aktivitas, batuk, gerakan) dan apa yang
meredakan nyerinya (nitrogliserin, membebat dinding dada).
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Riwayat kesehatan masa lalu memberikan informasi tentang riwayat
kesehatan klien dan anggota keluarganya. Selain mengumpulkan data
tentang penyakit pada masa kanak-kanak dan status imunisasi, tanyakan
klien tentang kejadian TBC, bronkhitis, influenza, asma, pneumonia, dan
frekuensi infeksi saluran napas bawah setelah terjadinya infeksi saluran
napas atas. Tanyakan klien adakah riwayat keluarga tentang penyakit
pernapasan. Misalnya asma, fibrosis kistik, emfisema atau penyakit paru
obstruktif kronis (PPOK), kanker paru, infeksi pernapasan, tuberkulosis,
atau alergi, apakah ada anggota keluarga yang perokok. Perokok pasif
sering kali mengalami gejala pernapasan lebih buruk.
d. Riwayat Psikososial

11
Dapatkan informasi tentang aspek-aspek psikososial klien yang
mencakup lingkungan, pekerjaan, letak geografi, kebiasaan, pola olahraga,
dan nutrisi. Identifikasi semua agens lingkungan yang mungkin
mempengaruhi kondisi klien, lingkungan kerja dan hobi. Tanyakan
tentang kondisi kehidupan klien, seperti jumlah anggota keluarga yang
tinggal serumah. Kondisi kehidupan yang sumpek meningkatkan risiko
penyakit pernapasan seperti tuberkulosis. Kaji terhadap bahaya
lingkungan seperti sirkulasi udara yang buruk. Kumpulkan riwayat
merokok, berapa banyak sehari dan sudah berapa lama. Merokok
rnenunjukkan hubungan adanya penurunan rungsi siliaris paru-paru,
meningkatkan pernbentukan lendir, dan terjadinya kanker paru.
Tanyakan tentang penggunaan alkohol. Gerakan siliaris paru
diperlambat oleh alkohol, yang mengurangi klirens lendir dari paru-paru.
Penggunaan alkohol berlebih menekan refleks batuk sehingga berisiko
mengalami aspirasi. Tanyakan apakah toleransi terhadap aktivitas
menurun atau tetap stabil. Minta klien untuk menggambarkan aktivitas
khusus seperti berjalan, pekerjaan rumah yang ringan, atau berbelanja
kebutuhan rumah tangga yang dapat ditoleransi klien toleransi atau
sebaliknya, yang mengakibatkan sesak napas.
2. Anamnesa Gangguan Sistem Kardiovaskuler
Anamnesa merupakan bagian yang paling penting pada proses
pemeriksaan pasien. Keluhan utama penyakit pada sistem kardiovaskuler
adalah sesak napas, nyeri dada, palpitasi dan claudication.
a. Sesak Nafas
Pasien dengan penyakit jantung biasanya merasa sesak napas pada saat
melakukan aktifitas fisik (exertional dyspnoea) dan kadang-kadang timbul
sesak pada saat berbaring(positional dyspnoea atau orthopnoea).
Patofisiologi orthopnoea adalah sebagai berikut:Pada waktu pasien
berbaring, terjadi redistribusi cairan dari jaringan perifer ke paru-paru

12
sehingga terjadi peningkatan tekanan kapiler pulmonary. Hal ini kemudian
men-stimulasi ujung saraf pada paru-paru sehingga terjadilah orthopnoea.
Sesak napas pada saat aktifitas fisik tidak selalu berhubungan langsung
dengan tekanan atrium kiri. Ada faktor-faktor lain seperti penurunan kadar
oksigen pada darah di arteri dan perubahan fungsi otot jantung pada payah
jantung kronis.
Sesak napas yang disertai wheezing kadang-kadang disebabkan karena
penyakit jantung, tetapi terlebih dahulu harus disingkirkan adanya
obstruksi jalan napas. Pasien yang merasa tiba-tiba harus menarik napas
dalam-dalam, yang tidak ada hubungannya dengan aktifitas fisik, yang
sering mengeluh sesak napas atau yang merasa terus menerus tidak dapat
bernapas dengan baik, bukan gejala dari penyakit jantung,
tetapi merupakan gejala kecemasan. Sulit untuk membedakan sesak napas
yang disebabkan karena penyakit paru-paru atau jantung. Paroxysmal
nocturnal dyspnoea atau orthopnoea merupakan gejala penyakit jantung,
sedangkan wheezing merupakan gejala penyakit paruparu.Diagnosa yang
berkaitan dengan sesak:
a) Payah jantung
b) Penyakit jantung iskemi (atypical angina)
c) Emboli paru
d) Penyakit paru
e)Anemia berat.
Anamnesa Sesak Napas:
1) Apakah sebelumnya pernah sesak napas?
2) Apakah sesak napas terjadi waktu beraktifitas fisik?
3) Aktifitas fisik seperti apa yang menimbulkan sesak napas seperti ini?
4) Apakah pernah mendadak terbangun dari tidur karena sesak napas?
5) Pada waktu tidur menggunakan berapa bantal?
6) Apakah sesak napas disertai dengan batuk atau suara?

13
Klasifikasi Payah Jantung
Grade I: Tidak ada keluhan pada waktu istirahat. Timbul dyspnoea pada
aktifitas fisik berat.
Grade II: Tidak ada keluhan pada waktu istirahat. Timbul dyspnoea pada
aktifitas fisik sedang.
Grade III: Ada keluhan ringan pada waktu istirahat. Timbul dyspnoea
ringan pada aktifitas fisik ringan, dyspnoea berat pada aktifitas sedang.
Grade IV: Dyspnoea pada waktu istirahat, dyspnoea berat pada aktifitas
fisik sangat ringan. Pasien harus tirah baring.
b. Nyeri Dada
Nyeri dada yang disebabkan karena iskemi myocardial sekitar 50%
pasien yang datang ke klinik kardio mengeluh nyeri dada. Nyeri dada
karena penyakit jantung disebut dengan angina pectoris, penyebabnya
adalah karena suplai darah ke otot jantung tidak mencukupi kebutuhan
metabolisme jantung normal. Pasien dengan angina pada umumnya
mengalami penyempitan atau stenosis pada satu atau lebih arteri
coronaria. Nyeri timbul karena peningkatan metabolisme jantung pada
waktu peningkatan aktifitas fisik atau emosional pasien. Sebagian kecil
angina disebabkan karena stenosis aorta atau hypertrophy
cardiomyopathy.
Sifat khas angina adalah nyeri dada yang timbul pada waktu
beraktifitas fisik dan menghilang bila aktifitas dihentikan. Nyeri seperti
terbakar,tertusuk, terhimpit atau tercekik. Nyeri yang mirip dengan
angina, tetapi timbul pada waktu istirahat dapat disebabkan karena
unstable angina atau infark myocard. Nyeri pada infark myocard sifatnya
berat, persisten dan sering disertai mual.
Penyebab nyeri dada pada waktu aktifitas adalah:
1) Angina karena atheroma koroner.
2) Aortic stenosis

14
3) Hypertrophic cardiomyopathy

Ciri-ciri nyeri angina adalah:


1) Disebabkan karena aktifitas fisik dan emosi
2) Nyeri berkurang dengan istirahat
3) Nyeri seperti terbakar, tertekan, terhimpit, tercekik
4) Lokasi nyeri retrosternal
5) Nyeri bertambah parah setelah makan atau udara dingin
6) Nyeri berkurang dengan pemberian nitrat
Anamnesa angina
1) Apakah nyeri timbul pada waktu beraktifitas fisik ? (misalnya naik
tangga)
2) Nyeri di dada sebelah mana ?
3) Apakah nyeri bertambah bila udara dingin ?
4) Apakah nyeri bertambah pada waktu beraktifitas fisik setelah makan ?
5) Apakah nyeri berkurang setelah beristirahat ?
6) Apakah nyeri terjadi bila merasa terlalu gembira atau terlalu sedih?
Penyebab nyeri dada waktu istirahat
1) Infark myocard
2) Unstable angina
3) Dissecting aortic aneurysm
4) Nyeri esophagus
5) Pericarditis
6) Nyeri pleuritik
7) Nyeri musculoskeletal
8) Herpes zoster (shingles)
Pericarditis

15
Pericarditis adalah inflamasi pericardium (selaput serous yang
membungkus jantung). Pericarditis merupakan komplikasi infark
myocard. Dapat juga disebabkan karena infeksi virus atau bakteri, atau
karena uraemia. Nyerinya berupa nyeri konstan di belakang tulang dada
dan makin nyeri pada waktu napas dalam. Nyeri pericarditis berhubungan
dengan pergerakan tubuh (mis, perubahan posisi berbaring) tetapi tidak
berhubungan dengan aktifitas fisik seperti nyeri angina atau infark
myocard. Kadang-kadang menjalar ke ujung bahu kiri.
Nyeri musculoskeletal
Nyeri pada dinding dada atau spine thoracic sering dikira penyakit
jantung. Nyeri ini terasa sakit dan berhubungan dengan pergerakan tubuh
tertentu dan nyeri tetap timbul pada waktu istirahat. Sekitar cartilage
costal biasanya terasa lunak.
Nyeri dada lainnya
Nyeri dada lainnya yang sering dikira nyeri jantung adalah nyeri pleurisy,
yaitu pneumothorax akut atau shingles.
c. Palpitasi
Palpitasi adalah denyut jantung yang abnormal. Jantung berdenyut
sangat cepat atau tidak teratur (aritmia). Dapat juga karena impuls cardiac
terlalu kuat yang disebabkan vasodilatasi berlebihan. Pada saat anamnesa,
tanyakan apakah aritmia hanya terjadi sementara atau sampai
menyebabkan pasien tidak dapat bekerja dan harus berbaring. Kadang-
kadang aritmia dapat menyebabkan pingsan. Pada pasien tertentu,
palpitasi dicetuskan oleh makanan tertentu, teh, kopi, anggur dan coklat.
Perlu ditanyakan tentang obat-obat yang biasanya diminum, terutama
decongestan dan obat flu yang mengandung senyawa simpatomimetik.
Penyebab palpitasi
1) Ekstrasistole
2) Paroxysmal atrial fibrillation

16
3) Paroxysmal supraventricular tachycardia
4) Thyrotoxicosis
5) Perimenopausal

Anamnesa palpitasi
1) Coba tirukan bunyi denyut jantung anda pada waktu terjadi palpitasi
2) Apakah denyut jantung teratur atau tidak teratur ?
3) Apakah ada hal-hal tertentu yang dapat meredakan gejala palpitasi ?
4) Apa yang anda lakukan pada waktu timbul gejala palpitasi ?
5) Apakah ada makanan tertentu yang menimbulkan palpitasi ?
6) Obat-obat apa yang sekarang digunakan ?
d. Syncope (pingsan, semaput)
Syncope adalah hilangnya kesadaran sementara karena berkurangnya
suplai darah ke otak. Diagnosa banding utamanya adalah epilepsi. Bila
suplai darah ke otak berhenti agak lama, dapat timbul kejang. Penyebab
syncope antara lain: simple fainting (vasovagal syncope), micturition
syncope, hipotensi postural, vertebrobasilar insufficiency dan aritmia
jantung, terutama intermittent heart block. Simple fainting disebabkan
karena respons vagal yang menyebabkan denyut jantung melambat dengan
reflex vasodilatasi. Biasanya disebabkan karena kombinasi hilangnya
venous return (misalnya berdiri pada saat upacara) dengan peningkatan
efek simpatik (terlalu gembira, takut, jijik).
Micturition syncope biasanya terjadi waktu malam hari pada laki-laki
lanjut usia dengan obstruksi prostat.Pada saat pingsan, hilangnya
kesadaran tidak terjadi mendadak; pasien tampak pucat atau ‘agak hijau’,
baik sebelum atau sesudah pingsan.
Penanganannya adalah dengan menaikkan tungkai. Sebaliknya syncope
karena heart block, terjadinya tiba-tiba, tanpa tanda-tanda sebelumnya.
Pasien tampak pucat pada waktu pingsan, dan bila sadar (biasanya juga

17
tiba-tiba) wajahnya berwarna agak kemerahan. Vertebro-basilar
insufisiensi biasanya terjadi pada lanjut usia. Gejala yang timbul karena
pergerakan leher terganggu. Hipotensi postural biasanya pada lanjut usia
dan dicetuskan oleh obat antihipertensi.
Anamnesa syncope
Apabila memungkinkan, anamnesa diambil dari keluarga atau orang
sekitar yang tahu kejadiannya.
1) Situasi apakah yang menyebabkan syncope ?
2) Apakah sebelumnya ada gejala-gejala tertentu ?
3) Berapa lama pasien sadar kembali ?
4) Apakah wajah terlihat pucat saat syncope dan setelah sadar ?
5) Obat-obat apa yang sekarang diminum ?
e. Claudication
Claudication adalah kata Latin yang berarti berjalan pincang.
Intermittent claudication merupakan suatu keadaan dimana pasien merasa
nyeri pada satu atau kedua tungkai pada waktu berjalan dan nyeri
berkurang bila pasien istirahat. Intermittent claudication biasanya
merupakan gejala awal penyempitan arteri yang mensuplai tungkai. Nyeri
berapa rasa sakit pada betis, paha atau pantat. Intermittent claudication
lebih banyak mengenai laki-laki dan perokok dari pada bukan perokok.
f. Pekerjaan dan riwayat keluarga
Riwayat keluarga sangat penting pada anamnesa penyakit jantung
karena berbagai penyakit jantung mempunyai predisposisi genetik (mis,
hiperlipidemia). Tanyakan apakah orang tua masih hidup, dan bila sudah
meninggal, tanyakan penyebab kematiannya. Misalnya kematian karena
stroke mendadak menunjukkan adanya hipertensi dalam keluarga.
Pekerjaan pasien juga dapat berhubungan dengan penyakit jantung :
misalnya bila timbul aritmia atau penyakit jantung koroner, maka pasien
tidak dapat bekerja sebagai pilot atau sopir truk. Jangan lupa menanyakan

18
kebiasaan merokok, minum alkohol dan obat-obat yang sekarang
dikonsumsi.

Anamnesa riwayat keluarga


1) Apakah ada keturunan penyakit jantung ?
2) Apakah kedua orang tua masih hidup ?
3) Berapa usia kedua orang tua ? Apakah sehat atau sedang menderita
suatu penyakit?
4) Apa penyebab kematian kedua orang tua ?
5) Apakah saudara ada yang menderita penyakit jantung ?
2.2 Perekaman EKG
1. Pengertian Elektrokardiogram (EKG)
Menurut Yahya (2010) EKG adalah pemeriksaan utama mendeteksi
resiko serangan jantung dan menentukan metode pengobatan yang tepat.
Selain itu EKG juga berfungsi untuk mendeteksi gangguan irama jantung
abnormalitas ukuran ruang jantung dan gangguan keseimbangan elektrolit
tubuh.
Librianty (2015) EKG adalah prosedur untuk mencatat aktivitas listril
yang terjadi saat jantung berdetak, merekam sinyal elektrik yang berkaitan
dengan aktivitas jantung dan menghasilkan grafil rekaman tegangan listrik
terhadap waktu.
Fahrurrozi (2012) Elektrokardiografi (EKG atau ECG) adalah alat
bantu diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi aktivitas listrik jantung
berupa grafik yang merekam perubahan potensial listrik jantung yang
dihubungkan dengan waktu.
Yuniawan (2013) Elektrokardiogragm (EKG) adalah salah satu
pemeriksaan laboratorium yang merupakan alat bantu dalam menegakkan

19
diagnosis penyakit jantungmempunyai nilai diagnostik pada keadaan klinis
berikut:
1) Aritmia jantung.
2) Hipertrofi atrium dan ventrikel.
3) Iskemia dan infark miokard.
4) Efek obat-obatan-obatan terutama digitalis dan anti-aritmia.
5) Gangguan keseimbangan elektrolit khususnya kalium.
6) Penilaian Fungsi pacu jantung.
2. Indikasi Pemasangan EKG
Dikutip dari Fahrurrozi (2012) indikator dari pemasangan EKG adalah
sebagai berikut:
a. Pasien dengan kelainan irama jantung
b. Pasien dengan kelainan miokard seperti infark
c. Pasien dengan pengaruh obat-obat jantung terutama digitalis
d. Pasien dengan gangguan elektrolit
e. Pasien perikarditis
f. Pasien dengan pembesaran jantung
g. Pasien dengan kelainanPenyakit inflamasi pada jantung.
h. Pasien di ruang ICU
3. Sadapan pada EKG
Fungsi sadapan EKG adalah untuk menghasilkan sudut pandang yang
jelas terhadap jantung. Sadapan mesin EKG terbagi menjadi dua:
a. Sadapan bipolar(I,II,III)
Sadapan ini dinamakan bipolar karena merekam perbedaan potensial dari
2 elektrode. Sadapan ini memandang jantung secara arah vertikal (atas ke
bawah dan kesamping.
Sadapan-sadapan bipolar dihasilkan dari gaya-gaya listrik yang diteruskan
dari jantung melalui empat kabel elektrode yang diletakkan di kedua
tangan dan kaki. Masing-masing LA(left arm), RA (right arm), LF(left

20
foot), dan RF(right foot). Dari empat electrode ini akan dihasilkan
beberapa sudut atau sadapan sebagai berikut:
1) Sadapan I. Sadapan I dihasilkan dari perbedaan potensial listrik antara
RA yang dibuat bermuatan (-) dan LA yang dibuat bermuatan (+)
sehingga arah listrik jantung bergerak ke sudut 0o(sudutnya ke arah
lateral kiri). Dengan demikian bagian lateral jantung dapat dilihat oleh
sadapan I
2) Sadapan II. Sadapan II dihasilkan dari perbedaan antara RA yang
dibuat bermuatan (-) dan LF yang dibuat bermuatan (+)sehingga arah
listrik bergerak sebesar +60o(sudutnya ke arah inferior) Dengan
demikian, bagian inferior jantung dapat dilihat dari sadapan II
3) Sadapan III. Sadapan III dihasilkan dari perbedaan antara LA yang
dibuat bermuatan(-) dan RF yang bermuatan (+) sehingga listrik
bergerak sebesar sudut +120o(sudutnya ke arah inferior). Dengan
demikian, bagian inferior jantung dapat dilihat oleh sadapan III.

Gambar 1. Sadapan Bipolar

21
b. Sadapan Unipolar
1) Unipolar Ekstremitas
Sadapan unipolar ekstremitas merekam besar potensial listrik
pada satu ekstremitas. Gabungan electrode pada ekstremitas lain
membentuk electrode indifferent(potensial 0). Sadapan ini diletakkan
pada kedua lengan dan kaki dengan menggunakan kabel seperti yang
digunakan pada sadapan bipolar. Vector dari sadapan unipolar akan
menghasilkan sudut pandang terhadap jantung dalam arah vertical.
a) Sadapan aVL. Sadapan aVL dihasilkan dari perbedaan antara
muatan LA yang dibuat bermuatan (+) dengan RA dan LF yang
dibuat indifferent sehingga listrik bergerak kearah -30o(sudutnya
kearah lateral kiri). Dengan demikian, bagian lateral jantung dapat
dilihat juga oleh sadapan aVL.
b) Sadapan aVF. Sadapan aVF dihasilkan dari perbedaan antara
muatan LF yang dibuat bermuatan (+) dengan RA dan LF
dibuat indifferent sehingga listrik bergerak kearah +90o (tepat
kearah inferior). Dengan demikian bagian inferior jantung selain
sadapan II dan III dapat juga dilihat oleh sadapan aVF
c) Sadapan aVR. Sadapan aVR dihasilkan dari perbedaan antara
muatan RA yang dibuat bermuatan (+) dengan LA dan LF
dibuat indifferent sehingga listrik bergerak ke arah berlawanan
dengan arah listrik jantung -150o (arah kanan ekstrem).

22
Gambar 2. unipolar ekstremitas

2) Unipolar prekordial
Sadapan unipolar prekordial merekam besar potensi listrik
dengan electrode eksplorasi diletakkan pada dinding dada.
Elektrode indifferent (potensial 0) diperoleh dari penggabungan ketiga
elektrode ekstremitas. Sadapan ini memandang jantung secara
horizontal (jantung bagian anterior, septal, lateral, posterior dan
ventrikel sebelah kanan).
Untuk unipolar prekordial, sudut pandang jantung dapat
diperluas ke daerah posterior dan ventrikel kanan. Untuk posterior
dapat ditambahkan V7, V8, dan V9, sedangkan untuk ventrikel kanan
dapat dilengkapi dengan V1R, V2R, V3R, V4R, V5R, V6R, V7R,
V8R, V9R.
Penempatan dilakukan berdasarkan urutan kbel-kabel yang
terdapat pada mesin EKG yang dimulai dari nomor V1-V6. Sekalipun
mesin hanya menyediakan 6 elektrode prekordial, namun untuk
penambahan bagian-bagian pada V7-V9 dan V1R-V9R dapat
digunakan elektrode prekordial manapun sesuai keinginan, hanya

23
nomor-nomornya diubah secara manual pada kertas hasil rekaman
dengan menggunakan bolpoin/tinta. Penentuan letak disesuaikan pada
urutan sebagai berikut.

Penempatan elektroda
Daerah kiri
V1: Ruang intercostal IV garis
sternal kanan
V2: Ruang intercostal IV garis
sternal kiri
V3: Pertengahan antara V2 dan V3
V4: Ruang interkostal V
midclavikula kiri
V5: Sejajar V4 garis aksila depan
V6: Sejajar V4 garis mid aksila kiri
Bagian posterior
V7: Ruang interkostal V garis aksila
posterior kiri
V8: Ruang interkostal V garis
skapula posterior kiri
V9: Ruang interkostal V samping
kiri tulang belakang

24
Daerah kanan
V1R diletakkan seperti V1
V2R diletakkan seperti V2.
V3R: Antara V1-V4R
V4R:Ruang interkostal ke-5 garis
midklavikula kanan
V5R:Ruang interkostal ke-5 antara
V4R-V5R
V6R: ICS ke-5 garis mid aksila
kanan

Sebelum manambah bagian posterior (V7-V9) semua sadapan prekordial dari


V1-V6 dilepas terlebih dulu dari dinding dada. Selanjutnya, untuk sadapan V7-V9
dapat digunakan sadapan prekordial mana pun (elektrode prekordial V1-V3 atau V3-
V6 sesuai keinginan).
Letak jantung di lihat dari sadapan
Menurut Sundana, (2008) letak jantunng dilihat dari sedapannya ialah sebagai
berikut:
Daerah jantung Sadapan
Inferior II, III, dan aVF
Anterior V3, V4
Septal V1, V2
Lateral I, aVL, V5, dan V6
Posterior V1-V4 resiprokal
Ventrikel kanan V3R-V6R

4. SOP Pemasangan EKG

25
Dikutip dari Arif (2015) standar opererasional Prosedur pemasangan EKG
dijabarkan sebagai berikut:
Persiapan alat Set mesin EKG
Kabel untuk sumber listrik
Kabel elektrode ekstremitas dan dada
Plat elektrode
Balon pengisal elektrode dada
Jelly
bengkok
Tissue
Kertas EKG
Prosedur kerja 1. Tahap pra interaksi
a. Cek catatan keperawatan
b. Siapkan alat-alat
c. Cuci tangan
2. Tahap orientasi
a. Berikan salam, panggil klien dengan namanya.
b. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan klien dan
keluarga.
3. Tahap kerja
a. Dekatkan alat-alat dengan klien
b. Pasang elektrode ekstremitas atas pada pergelangan tangan
kanan (merah) dan kiri (kuning) searah dengan telapak
tangan
c. Pasang elektrode ekstremitas bawah pada pergelangan kaki
kanan (hitam) dan kiri (hijau) sebelah dalam
d. Pasang elektrode pada daerah dada sebagai berikut :
V1 : sela iga ke 4 pada garis sternal kanan

26
V2 : sela iga ke 4 pada garis sternal kiri
V3 : diantara V2 dan V4
V4 : sela iga ke 5 pada midclavicula kiri
V5 : garis axila anterior (diantara V4 dan V6)
V6 : mid axila sejajar dengan V4
e. Hidupkan mesin EKG
f. Periksa kembali standarisasi dari EKG meliputi kaliberasi
dan kecepatan
g. Lakukan pencatatan identitas klien melalui mesin EKG
h. Lakukan perekaman sesuai dengan permintaan
i. Matikan mesin EKG

2.3 Pengambilan Spesimen Darah Vena dan Arteri


Menurut Keniten (2015) dalam kegiatan pengumpulan sampel darah
dikenal istilah phlebotomy yang berarti proses mengeluarkan darah. Dalam
praktek laboratorium klinik, ada 3 macam cara memperoleh darah, yaitu: melalui
tusukan vena (venipuncture), tusukan kulit (skinpuncture) dan tusukan arteri atau
nadi. Venipuncture adalah cara yang paling umum dilakukan, oleh karena itu
istilah phlebotomy sering dikaitkan dengan venipuncture.
1. Pengambilan Darah Vena
Keniten (2015) menyebutkan pada pengambilan darah vena
(venipuncture), contoh darah umumnya diambil dari vena median cubital, pada
anterior lengan (sisi dalam lipatan siku). Vena ini terletak dekat dengan
permukaan kulit, cukup besar, dan tidak ada pasokan saraf besar. Apabila tidak
memungkinkan, vena chepalica atau vena basilica bisa menjadi pilihan
berikutnya. Venipuncture pada vena basilica harus dilakukan dengan hati-hati
karena letaknya berdekatan dengan arteri brachialis dan syaraf median. Jika
vena cephalica dan basilica ternyata tidak bisa digunakan, maka pengambilan

27
darah dapat dilakukan di vena di daerah pergelangan tangan. Lakukan
pengambilan dengan sangat hati-hati dan dengan jarum yang ukurannya kecil.
Biasanya pada orang dewasa dipakai salah satu vena dalam fossa cubiti,
pada bayi vena jugularis superficialis dapat dipakai atau juga darah dari sinus
sagittalis superior. Menurut Afrianzah (2015) agar dapat diperoleh spesimen
darah yang syarat uji laboratorium, maka pengambilan sampel darah harus
dilakukan dengan benar, mulai dari persiapan, pemilihan jenis koagulan,
pemilihan letak vena, tekhnik pengambilan sampai dengan pelabelan sampel.

a. Tujuan
Beberapa tujuan dari pengambilan darah vena (Keniten, 2015):
1) Untuk mendapatkan sampel darah vena yang baik dan memenuhi syarat
untuk dilakukan pemeriksaan.
2) Untuk menurunkan resiko kontaminasi dengan darah (infeksi, needle
stick injury) akibat vena punctie bagi petugas maupun penderita.
3) Untuk petunjuk bagi setiap petugas yang melakukan pengambilan darah
(phlebotomy)
b. Lokasi yang Tidak Diperbolehkan
Lokasi yang tidak boleh diambil darah (Keniten, 2015):
1) Lengan pada sisi mastectomy
2) Daerah edema
3) Hematoma
4) Daerah dimana darah sedang ditransfusikan
5) Daerah bekas luka
6) Daerah dengan cannula, fistula atau cangkokan vascular

28
7) Daerah intra-vena lines. Pengambilan darah di daerah ini dapat
menyebabkan darah menjadi lebih encer dan dapat meningkatkan atau
menurunkan kadar zat tertentu.
c. Hal Penting yang Harus Diperhatikan
Menurut Keniten (2015) ada beberapa hal penting yang harus
diperhatikan dalam pengambilan darah vena adalah:
1) Pemasangan turniket (tali pembendung)
a) Pemasangan dalam waktu lama dan terlalu keras dapat menyebabkan
hemokonsentrasi (peningkatan nilai hematokrit/PCV dan elemen sel),
peningkatan substrat (protein total, AST, besi, kolesterol, lipid total)
b) Melepas turniket sesudah jarum dilepas dapat menyebabkan
hematoma.
2) Jarum dilepaskan sebelum tabung vakum terisi penuh sehingga
mengakibatkan masukknya udara ke tabung dan merusak sel darah merah.
3) Penusukan
a) Penusukan yang tidak sekali kena menyebabkan masuknya cairan
jaringan sehingga dapat mengaktifkan pembekuan. Di samping itu,
penusukan yang berkali-kali juga berpotensi menyebabkan hematoma.
b) Tutukan jarum yang tidak tepat benar masuk ke dalam vena
menyebabkan darah bocor dengan akibat hematoma
c) Kulit yang ditusuk masih basah oleh alkohol menyebabkan hemolisis
sampel akibat kontaminasi oleh alkohol, rasa terbakar dan rasa nyeri
yang berlebihan pada pasien ketika dilakukan penusukan.
Sedangkan, menurut (Afrianzah 2015) hal-hal yang perlu diperhatikan
pada pengambilan darah vena adalah:
1) Lepas tutup jarum secara perlahan, jangan sampai ujung jarum
menyentuh tutupnya, sebab jarum dapat tumpul.
2) Pada Vacutainer pemasangan tabung vakum pada holder harus kuat,
dengan cara ibu jari kanan mendorong tabung sedangkan jari telunjuk dan

29
jari tengah kanan tertumpu pada kedua sisi holder, ibu jari tangan kiri
memegang holder dengan sedikit menekan agar holder tidak bergerak.
3) Pasien yang takut harus ditenangkan dengan memberi penjelasan
mengenai apa yang akan dilakukan, maksud beserta tujuannya.
4) Vena yang kecil terlihat sebagai garis-garis biru sukar digunakan.
5) Untuk vena yang tidak dapat ditentukan karena letaknya yang dalam,
usaha coba-coba dilarang untuk dilakukan.
6) Pembendungan yang terlalu lama jangan dilakukan karena dapat
mengakibatkan hemokonsentrasi setempat.
7) Hematoma, yaitu keluarnya darah di bawah kulit dalam jaringan pada
kulit di sekitar tusukkan akan terlihat berwarna biru dan terasa nyeri,
perintahkan pasien untuk mengompresnya dengan air hangat beberapa
menit atau beberapa hari sampai sakitnya hilang.
d. Langkah – Langkah
Menurut Keniten (2015) ada dua cara dalam pengambilan darah vena,
yaitu cara manual dan cara vakum. Cara manual dilakukan dengan
menggunakan alat suntik (syring), sedangkan cara vakum dengan
menggunakan tabung vakum (vacutainer).
1) Pengambilan Darah Vena dengan Syring
Pengambilan darah vena secara manual dengan alat suntik (syring)
merupakan cara yang masih lazim dilakukan di berbagai laboratorium
klinik dan tempat-tempat pelayanan kesehatan. Alat suntik ini adalah
sebuah pompa piston sederhana yang terdiri dari sebuah sebuah tabung
silinder, pendorong, dan jarum. Berbagai ukuran jarum yang sering
dipergunakan mulai dari ukuran terbesar sampai dengan terkecil adalah:
21G, 22G, 23G, 24G dan 25G. Pengambilan darah dengan suntikan ini
baik dilakukan pada pasien usia lanjut dan pasien dengan vena yang tidak
dapat diandalkan (rapuh atau kecil).
Prosedur:

30
a) Persiapkan alat-alat yang diperlukan : handscoon, syring, perlak,
kapas alkohol 70%, tali pembendung (turniket), plester, tabung dan
pendokumentasian. Untuk pemilihan syring, pilihlah ukuran/volume
sesuai dengan jumlah sampel yang akan diambil, pilih ukuran jarum
yang sesuai, dan pastikan jarum terpasang dengan erat.
b) Lakukan pendekatan pasien dengan tenang dan ramah; usahakan
pasien senyaman mungkin (Fase Orientasi).
c) Identifikasi pasien dengan benar sesuai data di lembar permintaan.
d) Verifikasi keadaan pasien, misalnya puasa atau konsumsi obat. Catat
bila pasien minum obat tertentu, tidak puasa dsb.
e) Minta pasien meluruskan lengannya, pilih lengan yang banyak
melakukan aktifitas.
f) Minta pasien mengepalkan tangan.
g) Pasang tali pembendung (turniket) kira-kira 10 cm di atas lipat siku.
h) Pilih bagian vena median cubital atau cephalic. Lakukan perabaan
(palpasi) untuk memastikan posisi vena; vena teraba seperti sebuah
pipa kecil, elastis dan memiliki dinding tebal. Jika vena tidak teraba,
lakukan pengurutan dari arah pergelangan ke siku, atau kompres
hangat selama 5 menit daerah lengan.
i) Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas alcohol
70% dan biarkan kering. Kulit yang sudah dibersihkan jangan
dipegang lagi.
j) Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas.
Jika jarum telah masuk ke dalam vena, akan terlihat darah masuk ke
dalam semprit (dinamakan flash). Usahakan sekali tusuk kena.
k) Setelah volume darah dianggap cukup, lepas turniket dan minta
pasien membuka kepalan tangannya. Volume darah yang diambil
kira-kira 3 kali jumlah serum/plasma yang diperlukan pemeriksaan.

31
l) Letakkan kapas di tempat suntikan lalu segera lepaskan/tarik jarum.
Tekan kapas beberapa saat lalu plester selama kira-kira 15 menit.
Jangan menarik jarum sebelum turniket dibuka.
m) Rapikan pasien dan lakukan pendokumentasian
2) Pengambilan Darah Vena dengan Tabung Vakum
Tabung vakum pertama kali dipasarkan oleh perusahaan AS BD
(Becton-Dickinson) di bawah nama dagang Vacutainer. Jenis tabung ini
berupa tabung reaksi yang hampa udara, terbuat dari kaca/plastik. Ketika
tabung dilekatkan pada jarum, darah akan mengalir masuk ke tabung dan
berhenti mengalir ketika sejumlah volume tertentu telah tercapai.
Jarum yang digunakan terdiri dari dua buah jarum yang
dihubungkan oleh sambungan berulir. Jarum pada sisi anterior digunakan
untuk menusuk vena dan jarum pada sisi posterior ditancapkan pada
tabung. Jarum posterior diselubungi oleh bahan dari karet sehingga dapat
mencegah darah dari pasien mengalir keluar. Sambungan berulir
berfungsi untuk melekatkan jarum pada sebuah holder dan memudahkan
pada saat mendorong tabung menancap pada jarum posterior.
Keuntungan menggunakan metode pengambilan ini adalah, tak
perlu membagi-bagi sampel darah ke dalam beberapa tabung. Cukup
sekali penusukan, dapat digunakan untuk beberapa tabung secara
bergantian sesuai dengan jenis tes yang diperlukan. Untuk keperluan tes
biakan kuman, cara ini juga lebih bagus karena darah pasien langsung
dapat mengalir masuk ke dalam tabung yang berisi media biakan kuman.
Jadi, kemungkinan kontaminasi selama pemindahan sampel pada
pengambilan dengan cara manual dapat dihindari.
Kekurangannya sulitnya pengambilan pada orang tua, anak kecil,
bayi atau jika vena tidak bisa diandalkan atau jika pasien gemuk. Untuk
mengatasi ini dapat gunakan jarum bersayap (winged needle).

32
Jarum bersayap atau sering juga dinamakan jarum “kupu-kupu”
hampir sama dengan jarum vakutainer seperti yang disebutkan di atas.
Perbedaannya adalah, antara jarum anterior dan posterior terdapat dua
buah sayap plastik pada pangkal jarum anterior dan selang yang
menghubungkan jarum anterior dan posterior. Jika penusukan tepat
mengenai vena, darah akan kelihatan masuk pada selang (flash).
Prosedur:
a) Persiapkan alat-alat yang diperlukan: handscoon, jarum, kapas
alkohol 70%, tali pembendung (turniket), plester, tabung vakum,
pendokumentasian.
b) Pasang jarum pada holder, pastikan terpasang erat.
c) Lakukan pendekatan pasien dengan tenang dan ramah, usahakan
pasien senyaman mungkin.
d) Identifikasi pasien dengan benar sesuai dengan data di lembar
permintaan.
e) Verifikasi keadaan pasien, misalnya puasa atau konsumsi obat. Catat
bila pasien minum obat tertentu, tidak puasa dsb.
f) Minta pasien meluruskan lengannya, pilih lengan yang banyak
melakukan aktifitas.
g) Minta pasien mengepalkan tangan.
h) Pasang tali pembendung (turniket) kira-kira 10 cm di atas lipat siku.
i) Pilih bagian vena median cubital atau cephalic. Lakukan perabaan
(palpasi) untuk memastikan posisi vena; vena teraba seperti sebuah
pipa kecil, elastis dan memiliki dinding tebal. Jika vena tidak teraba,
lakukan pengurutan dari arah pergelangan ke siku, atau kompres
hangat selama 5 menit daerah lengan.
j) Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas alcohol
70% dan biarkan kering. Kulit yang sudah dibersihkan jangan
dipegang lagi.

33
k) Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas.
Masukkan tabung ke dalam holder dan dorong sehingga jarum bagian
posterior tertancap pada tabung, maka darah akan mengalir masuk ke
dalam tabung. Tunggu sampai darah berhenti mengalir. Jika
memerlukan beberapa tabung, setelah tabung pertama terisi, cabut
dan ganti dengan tabung kedua, begitu seterusnya.
l) Lepas turniket dan minta pasien membuka kepalan tangannya.
Volume darah yang diambil kira-kira 3 kali jumlah serum atau
plasma yang diperlukan untuk pemeriksaan.
m) Letakkan kapas di tempat suntikan lalu segera lepaskan/tarik jarum.
Tekan kapas beberapa saat lalu plester selama kira-kira 15 menit.
Jangan menarik jarum sebelum turniket dibuka.
n) Segera rapikan pasien dan lakukan pendokumentasian.
3) Menampung Darah dalam Tabung
Beberapa jenis tabung sampel darah yang digunakan dalam praktek
laboratorium klinik adalah sebagai berikut:
a) Tabung tutup merah. Tabung ini tanpa penambahan zat additive,
darah akan menjadi beku dan serum dipisahkan dengan pemusingan.
Umumnya digunakan untuk pemeriksaan kimia darah, imunologi,
serologi dan bank darah (crossmatching test)
b) Tabung tutup kuning. Tabung ini berisi gel separator (serum
separator tube/SST) yang fungsinya memisahkan serum dan sel
darah. Setelah pemusingan, serum akan berada di bagian atas gel dan
sel darah berada di bawah gel. Umumnya digunakan untuk
pemeriksaan kimia darah, imunologi dan serologi
c) Tabung tutup hijau terang. Tabung ini berisi gel separator (plasma
separator tube/PST) dengan antikoagulan lithium heparin. Setelah
pemusingan, plasma akan berada di bagian atas gel dan sel darah
berada di bawah gel. Umumnya digunakan pemeriksaan kimia darah.

34
d) Tabung tutup ungu/lavender. Tabung ini berisi EDTA. Digunakan
untuk pemeriksaan darah lengkap dan bank darah (crossmatch).
e) Tabung tutup biru. Tabung ini berisi natrium sitrat. Umumnya
digunakan untuk pemeriksaan koagulasi (mis. PPT, APTT)
f) Tabung tutup hijau. Tabung ini berisi natrium/lithium heparin,
digunakan pemeriksaan fragilitas osmotik eritrosit, kimia darah.
g) Tabung tutup biru gelap. Tabung ini berisi EDTA yang bebas logam,
umumnya digunakan untuk pemeriksaan trace element (zink, copper,
mercury) dan toksikologi.
h) Tabung tutup abu-abu terang. Tabung ini berisi natrium fluoride dan
kalium oksalat, digunakan untuk pemeriksaan glukosa.
i) Tabung tutup hitam ; berisi bufer sodium sitrat, digunakan untuk
pemeriksaan LED (ESR).
j) Tabung tutup pink ; berisi potassium EDTA, digunakan untuk
pemeriksaan imunohematologi.
k) Tabung tutup putih ; potassium EDTA, digunakan untuk pemeriksaan
molekuler/PCR dan bDNA.
l) Tabung tutup kuning dengan warna hitam di bagian atas ; berisi
media biakan, digunakan untuk pemeriksaan mikrobiologi - aerob,
anaerob dan jamur.
e. Hal Penting Dalam Menampung Sampel Darah
Ada beberapa hal penting dalam menampung sampel darah (Keniten, 2015):
1) Darah dari syring atau suntikan harus dimasukkan ke dalam tabung
dengan cara melepas jarum lalu mengalirkan darah perlahan-lahan
melalui dinding tabung. Memasukkan darah dengan cara disemprotkan,
apalagi tanpa melepas jarum, berpotensi menyebabkan hemolisis.
Memasukkan darah ke dalam tabung vakum dengan cara menusukkan
jarum pada tutup tabung, biarkan darah mengalir sampai berhenti sendiri
ketika volume telah terpenuhi.

35
2) Homogenisasi sampel jika menggunakan antikoagulan dengan cara
memutar-mutar tabung 4-5 kali atau membolak-balikkan tabung 5-10 kali
dengan lembut. Mengocok sampel berpotensi menyebabkan hemolisis.
3) Urutan memasukkan sampel darah ke dalam tabung vakum adalah:
pertama - botol biakan (culture) darah atau tabung tutup kuning-hitam
kedua - tes koagulasi (tabung tutup biru), ketiga - tabung non additive
(tutup merah), keempat - tabung tutup merah atau kuning dengan gel
separator atau clot activator, tabung tutup ungu/lavendet (EDTA), tabung
tutup hijau (heparin), tabung tutup abu-abu (NaF dan Na oksalat).
2. Pengambilan Darah Arteri
Menurut Keniten (2015) pengambilan darah arteri adalah suatu
tindakan untuk mengambil darah arteri yaitu pembuluh darah yang berasal dari
bilik jantung yang berdinding tebal dan kaku. Sedangkan analisa gas darah
adalah prosedur untuk menilai tekanan parsial oksigen, karbondioksida dan pH
(konsentrasi ion hydrogen) di darah arteri. Mengambil sampel darah arteri
membutuhkan suntikan perkutan pada arteri brachialis, radial atau femoralis.
Juga bisa didapatkan dari arterial line.
Menurut Afrianzah (2015) arteri puncture adalah suatu metode
pengambilan darah yang melalui pembuluh darah arteri. Pengambilan darah
arteri melalui pungsi untuk memeriksa gas-gas dalam darah yang berhubungan
dengan fungsi respirasi dan metabolisme.
a. Tujuan
Pengambilan darah arteri bertujuan untuk (Afrianzah, 2015):
1) Mengetahui keadaan O2 dan metabolisme sel.
2) Efisiensi pertukaran O2 dan CO2 .
3) Kemampuan HB dalam mengangkut O2 dan O2 .
4) Tingkat tekanan O2 dalam darah arteri.

36
Sedangkan menurut Keniten (2015) mengatakan pengambilan darah
arteri dilakukan untuk pemeriksaan analisa gas darah yang digunakan untuk
mendiagnosa dan mengevaluasi penyakit pernafasan serta kondisi yang
mempengaruhi seberapa efektif paru-paru mengirimkan oksigen ke darah
dan mengeleminasi karbondioksida dari darah.
1) Tekanan parsial oksigen (PO2) normal: 75-100 mmHg, biasanya menurun
sesuai pertambahan usia
2) Tekanan parsial karbondioksida (PCO2) normal: 35-45 mmHg
3) pH normal: 7,35-7,45
4) Saturasi oksigen (SaO2): 94-100%
5) Kandungan oksigen (O2CT): 15-23 volume%
6) Konsentrasi Bikarbonat (HCO3-): 22-26 millimols per liter (mEq/liter)
Perubahan pH disebabkan oleh:
1) Fungsi pernafasan abnormal.
2) Fungsi ginjal abnormal.
3) Jumlah asam atau basa yang berlebihan.
b. Indikasi, Kontraindikasi dan Komplikasi
Menurut Keniten (2015) indikasi pada pasien dengan penyakit paru,
bayi prematur dengan penyakit paru, Diabetes Melitus berhubungan dengan
kondisi asidosis diabetic.Kontraindikasi pada pasien dengan penyakit
perdarahan seperti hemofilia dan trombosit rendah.
Komplikasi pengambilan darah arteri akan minimal terjadi jika
dilakukan dengan benar. Namun dapat terjadi perdarahan atau perdarahan
yang tertunda atau memar pada area tusukan jarum atau yang jarang terjadi,
kerusakan sirkulasi di sekitar area tusukan.
c. Peralatan
Menurut Keniten (2015), peralatan yang diperlukan dalam melakukan
AGD adalah:
1) AGD kit:

37
a) Spuit spesifik untuk mengambil darah yang akan digunakan untuk
analisa gas darah.
b) Jarum 20 G 1 ¼ “
c) Jarum 22 G 1”
d) 1 ml ampul carian heparin (1:1000)
2) Sarung tangan
3) Spuit 5 ml dan 10 ml
4) Alcohol or poviodine-iodine pad
5) 4x4 gauze pads
6) Penutup karet untuk spuit
7) Tas plastik atau wadah berisi es
8) Label
9) Format permintaan laboratorium
Banyak fasilitas kesehatan yang menggunakan AGD kit yang terdiri
atas semua yang dibutuhkan untuk melakukan prosedur ini termasuk tempat
yang sudah berisi es untuk membawa sampel ke laboratorium. Namun jika
tidak ada, gunakan basin emesis yang bersih dan mangkuk styrofoam untuk
meletakkan es didalamnya, atau tas plastik untuk membawa sampel ke lab.
d. Lokasi Pengambilan Darah Arteri
Menurut Keniten (2015) mengidentifikasi arteri untuk pengambilan
sampel. Arteri yang paling sering untuk pengambilan sampel termasuk arteri
radialis, arteri brachialis, dan arteri femoralis.
Dari ketiganya, arteri radial adalah area sampling yang paling disukai
karena tiga faktor utama:
1) Mudah untuk mengakses,
2) Arteri radial adalah arteri dangkal dan karena itu lebih mudah
untuk diraba, stabil, dan mudak ditusuk, dan
3) Memiliki jaminan aliran darah.

38
Jika kerusakan pada arteri radial terjadi atau menjadi terhambat, arteri
ulnaris akan memasok darah ke jaringan biasanya dipasok oleh arteri radial.
Untuk menilai arteri radial untuk sampling, harus melakukan tes Allen
dimodifikasi untuk menjamin patensi arteri ulnaris.
Adapun cara melakukan tes Allen adalah sebagai berikut
1) Melenyapkan denyut radial dan ulnar secara bersamaan dengan menekan
di kedua pembuluh darah di pergelangan tangan.
2) Minta pasien untuk mengepalkan tangan dan melepaskannya sampai kulit
terlihat pucat.
3) Lepaskan tekanan arteri ulnaris sementara mengompresi arteri radial.
Perhatikan kembalinya warna kulit dalam waktu 15 detik
Jika tes Allen adalah negatif untuk kedua tangan dan arteri radial tidak
dapat diakses, maka arteri brakialis dapat digunakan. Potensi untuk
mendapatkan sampel vena lebih besar bila menggunakan arteri brakialis
karena ada pembuluh darah besar terletak di dekat arteri brakialis. Selain itu,
saraf medial terletak sejajar dengan arteri brakialis dan akan menyebabkan
rasa sakit pasien jika Anda secara tidak sengaja mengenainya dengan jarum.
Arteri femoralis adalah area sampling arteri yang paling tidak disukai
karena merupakan arteri relatif dalam; terletak berdekatan dengan saraf
femoralis dan vena, dan tidak memiliki jaminan aliran darah. Tusukan dari
arteri femoralis biasanya digunakan untuk situasi muncul atau untuk pasien
hipotensi parah yang memiliki perfusi perifer yang buruk.
e. Prosedur Tindakan
Menurut Keniten (2015) prosedur tindakan pengambilan darah arteri
adalah:
1) Cek identitas pasien. Beritahu pasien bahwa anda akan melakukan
pengambilan sampel AGD dan jelaskan tujuan
serta prosedurnya. Beritahukan spesimen akan diambil dari arteri, jaga
privasi klien, dan atur posisi klien dalam posisi supinasi/semi fowler.

39
2) Siapkan peralatan. Beri label syringe dengan nama pasien, nomor
ruangan, nama dokter, tanggal dan waktu pengambilan, inisial pelaksana
AGD. Beri heparin pada spuit.
3) Lakukan cuci tangan dan pakai handscoon untuk meminimalkan
penyebaran mikroorganisme.
4) Membersihkan kulit di area tusukan dengan kapas alkohol. Tangan klien
harus ditekuk sedikit atau letakkan handuk kecil yang digulung di
bawah pergelangan tangan. Hal ini membawa arteri radial lebih dekat ke
permukaan. Ekstensi berlebihan pada pergelangan tangan harus
dihindari karena dapat menutup jalan denyut nadi.
5) Palpasi denyutan dengan telunjuk dan jari tengah. Setelah menemukan
denyutan terkuat, sedikit fiksasi arteri dengan telunjuk dan jari tengah.
Hal ini akan mencegah arteri berubah posisi ketika dilakukan tusukan.
6) Suntikan harus dengan sudut 45°/kurang di tangan berlawanan, seperti
memegang pensil atau sebuah anak panah. Penempatan paralel dekat
jarum tersebut akan meminimalkan trauma arteri dan memungkinkan
serat otot polos untuk menutup lubang tusukan setelah jarum ditarik.
7) Sementara memfiksasi arteri dan dengan sudut jarum mengarah ke atas,
masukkan jarum ke tepat di bawah permukaan kulit. Sekarang dorong
jarum perlahan-lahan sampai terlihat denyut berkedip darah di pusat
jarum. Berhenti dan pertahankan posisi ini sampai terkumpul 2-4 cc
darah dalam alat suntik.
8) Jika jarum masuk terlalu jauh, tarik perlahan-lahan sampai mengalir
darah ke jarum suntik. Seharusnya tidak perluada aspirasi darah ke
jarum suntik sebab tekanan arteri akan mengisi otomatis alat suntik.
Hanya dalam jika digunakan jarum gauge kecil (misalnya 25 gauge),
atau pasien hipotensi, sebaiknya dilakukan aspirasi jarum suntik.
9) Setelah mendapatkan jumlah darah yang diinginkan, tarik jarum dan
terapkan tekanan ke area tusukan dengan ukuran 4 × 4. Setelah tekanan

40
diterapkan selama 2 menit, periksa area untuk perdarahan, aliran, atau
rembesan darah. Jika ada, terapkan tekanan sampai pendarahan terhenti.
Waktu kompresi lama akan diperlukan untuk pasien pada terapi
antikoagulan atau yang memiliki gangguan perdarahan.
10) Lepaskan jarum dari alat suntik. Jarum tidak boleh disumbat, bengkok,
atau sengaja dirusak karena bahaya tusukan diri. Semua jarum harus
ditempatkan dalam wadah tahan tusukan (umumnya dikenal sebagai
wadah benda tajam).
11) Sangat penting bahwa gelembung udara yang dikeluarkan dari spuit gas
darah karena dapat mengubah hasil gas darah. Pegang jarum suntik
tegak lurus dan tekan jarum suntik dengan lembut sehingga gelembung
udara naik ke bagian atas jarum suntik sehingga dapat dikeluarkan.
12) Cap jarum suntik dan letakkan spuit dalam kantong es (mendinginkan
sampel akan mencegah metabolisme lebih lanjut dari darah). Pasang slip
laboratorium untuk tas, dan bawa sampel ke laboratorium. Jika akan
menganalisis sampel, harus dilakukan sesegera mungkin.
13) Lepas sarung tangan dan lakukan cuci tangan untuk mencegah
penyebaran mikroorganisme dan lakukan pendokumentasian.
f. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Melakukan Tindakan AGD (Keniten,
2015)
1) Pasien menerima oksigen, pastikan terapi oksigen telah berjalan
sekurangnya 15 menit sebelum mengambil gas darah. Indikasikan pada
slip lab, jumlah dan tipe terapi oksigen yang diterima pasien. Catat suhu
pasien, level Hb, dan RR terbaru. Jika pasien memakai ventilator
mekanik, catat fraksi inspirasi oksigen dan tidal volume.
2) Pasien tidak memakai O2, indikasikan jika pasien bernafas dengan
udara ruangan.

41
3) Pasien baru saja memakai nebulizer, tunggu hingga 20 menit sebelum
mengambil sampel. Konsentrasi oksigen harus tetap konstan selama 20
menit sebelum pengambilan sampel.
4) Jika order secara spesifik tanpa oksigen, maka matikan gas selama 20
menit sebelum pengambilan sampel agar hasilnya akurat.
5) Saat menarik spuit untuk mengambil sampel, jika ada tahanan. Ubah
posisi ekstremitas yang dilakukan tindakan dan cek area tusukan.
Lanjutkan pengambilan darah, jika masih ada tahanan, beritahu dokter.
6) Jika spesimen yang diambil gelap, darah yang gelap artinya mungkin
vena telah terakses, atau darah sangat kurang oksigen. Pastikan dari
mana specimen diambil apakah dari arterial line. Juga cek level saturasi
oksigen untuk mengevaluasi hipoksemia. Pastikan bahwa arterilah yang
telah ditusuk sebelum membawa sampel ke lab.
7) Sampel tidak akan diterima oleh laboratorium kecuali jarum suntik
diberi label, kantong es diberi label, dan permintaan selesai. Untuk
dianggap lengkap, permintaan harus berisi nama pasien, nomor
pendaftaran, tanggal lahir atau usia, pemesanan dokter, waktu ditarik,
F1O2 dan suhu pasien.
2.4 Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Fisik Oksigenasi
Rifa (2012), menyatakan pemeriksaan fisik oksigenasi adalah sebagai berikut:
a. Inspeksi
Prosedur inspeksi yang dilakukan oleh perawat adalah:
1) Pemeriksaan dada dimulai dari dada posterior dan pasien harus dalam
keadaan duduk.
2) Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang
lainnya.
3) Tindakan dilakukan dari atas sampai ke bawah.

42
4) Inspeksi dada posterior terhadap warna kulit dan kondisinya (skar, lesi
dan massa) dan gangguan tulang belakang (kifosis, skoliosis dan
lordosis).
5) Catat jumlah (frekuensi napas), irama (reguler/irreguler), kedalaman
pernapasan, dan kesimetrisan pergerakan dada.
6) Observasi tipe pernapasan seperti: pernapasan hidung atau pernapasan
diafragma serta penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi
intercostae.
7) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan
fase ekspirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya adalah 1 : 2. Fase
ekspirasi yang memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan
napas dan sering ditemukan pada pasien dengan Chronic Airflow
Limititation (CAL) / Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
8) Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior (AP)
dengan diameter lateral/transversal (T). Rasio normal berkisar antara
1:2 sampai 5:7, tergantung dari kondisi cairan tubuh pasien.
9) Kelainan pada bentuk dada adalah:
a) Barrel chest
Timbul akibat terjadinya over inflation paru-paru. Terdapat
peningkatan diameter AP:T (1:1), sering terjadi pada pasien
emfisemia.
b) Funnel chest (pectus excavatum)
Timbul jika terjadi depresi pada bagian bawah dari sternum. Hal
ini akan menekan jantung dan pembuluh darah besar yang
mengakibatkan murmur. Kondisi ini dapat timbul pada ricketsia,
marfan’s syndrome atau akibat kecelakaan kerja.
c) Pigeon chest (pectus carinatum)

43
Timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan sternum yang
mengakibatkan terjadi peningkatan diameter AP. Terjadi pada
pasien dengan kifoskoliosis berat.
d) Kyphoscoliosis (kifoskoliosis)
Terlihat dengan adanya elevasi scapula yang akan mengganggu
pergerakan paru-paru. Kelainan ini dapat timbul pada pasien
dengan osteoporosis dan kelainan musculoskeletal lain yang
mempengaruhi toraks. Kifosis adalah meningkatnya kelengkungan
normal columna vertebrae thoracalis menyebabkan pasien tampak
bongkok. Sedangkan skoliosis adalah melengkungnya vertebrae
thoracalis ke samping, disertai rotasi vertebrae.
10) Observasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau
tidak adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru-
paru atau pleura.
11) Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang
dapat mengindikasikan obstruksi jalan napas.
b. Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada
dan mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit, dan
mengetahui vocal/tactile premitus (vibrasi). Palpasi toraks berguna untuk
mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi seperti massa, lesi, dan
bengak. Perlu dikaji juga kelembutan kulit terutama jika pasien mengeluh
nyeri.Perhatikan adanya getaran dinding dada yang dihasilkan ketika
berbicara (vocal premitus).
c. Perkusi
Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner,
organ yang ada di sekitarnya, dan pengembangan (ekskursi) diafragma.
Jenis suara perkusi ada dua jenis yaitu:
1) Suara perkusi normal

44
a) Resonan (sonor): dihasilkan pada jaringan paru-paru dan
normalnya bergaung dan bersuara rendah.
b) Dullness: dihasilkan di atas bagian jantung atau paru-paru
c) Tympany: dihasilkan di atas perut yang berisi udara umumnya
bersifat musical.
2) Suara perkusi abnormal
a) Hiperresonan: bergaung lebih rendah dibandingkan dengan
resonan dan timbul pada bagian paru-paru yang abnormal berisi
udara.
b) Flatness: nadanya lebih tinggi dari dullness dan dapat didengar
pada perkusi daerah paha, dimana seluruh areanya berisi jaringan.
d. Auskultasi
Auskultasi merupakan pengkajian yang sangat bermakna
mencangkup mendengar suara napas normal dan suara tambahan
(abnormal).Suara napas normal dihasilkan dari getaran udara ketika
melalui jalan napas dari laring ke alveoli dan bersifat bersih.
1) Jenis suara napas normal adalah:
a) Bronchial: sering juga disebut tubular sound karena suara ini
dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya
terdngar keras, nyaring, dengan hembusan yang lembut. Fase
ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi dan tidak ada jeda di
antara kedua fase tersebut (E > I). Normal terdengar di atas trachea
atau daerah lekuk suprasternal.
b) Bronkovesikular: merupakan gabungan dari suara napas bronkhial
dan vesikular. Suaranya terdengar nyaring dengan intensitas
sedang. Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi (E = I). Suara ini
terdengar di daerah dada dimana bronkus tertutupoleh dinding
dada.

45
c) Vesikular: terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi.
Inspirasi lebih panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti
tiupan (E < I).
2) Jenis suara napas tambahan adalah:
a) Wheezing: terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan
karakter suara nyaring, musical, suara terus-menerus yang
disebabkan aliran udara melalui jalan napas yang menyempit.
b) Ronchi: terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter
suara terdengar perlahan, nyaring, dan suara mengorok terus-
menerus. Berhubungan dengan sekresi kental dan peningkatan
produksi sputum.
c) Pleural fiction rub: terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter
suara kasar, berciut, dan suara seperti gesekan akibat dari inflamasi
pada daerah pleura. Sering kali pasien mengalami nyeri saat
bernapas dalam.
d) Crackles, dibagi menjadi dua jenis yaitu:
Fine crackles: setiap fase lebih sering terdengar saat inspirasi.
Karakter suara meletup, terpatah-patah akibat udara melewati
daerah yang lembab di alveoli atau bronkhiolus. Suara seperti
rambut yang digesekkan.
Coarse crackles: lebih menonjol saat ekspirasi. Karakter suara
lemah, kasar, suara gesekan terpotong akibat terdapatnya cairan
atau sekresi pada jalan napas yang besar. Mungkin akan berubah
ketika pasien batuk.
2. Pemeriksaan Fisik Kardiovaskular
Berdasarkan Modul SkillLab Fk Unsoed (2014), adapun pemeriksaan
fisik kardiovaskular adalah sebagai berikut:
a. Inspeksi jantung

46
Inspeksi jantung berarti mencari tanda-tanda yang mengungkapan
keadaan jantung pada permukaan dada dengan cara melihat/mengamati.
Tanda-tanda itu adalah bentuk prekordium, denyut pada apeks jantung,
denyut nadi pada dada, denyut vena.
1) Bentuk prekordium
Pada umumnya kedua belah dada adalah simetris. Prekordium
yang cekung dapat terjadi akibat perikarditis menahun, fibrosis atau
atelektasis paru, scoliosis atau kifoskoliosis dan akibat penekanan oleh
benda yang seringkali disandarkan pada dada dalam melakukan
pekerjaan( pemahat tukang kayu dsb). Prekordium yang gembung
dapat terjadi akibat dari pembesaran jantung, efusi epikardium, efusi
pleura, tumor paru, tumor mediastinum dan scoliosis atau
kifoskoliosis.
Penyakit jantung yang menimbulkan penggembungan setempat pada
prekordium adalah penyakit jantung bawaan ( Tetralogi Fallot ),
penyakit katup mitral atau aneurisma aorta yang berangsur menjadi
besar serta aneurisma ventrikel sebagai kelanjutan infark kordis.
2) Denyut apeks jantung (iktus kordis)
Tempat iktus kordis belum tentu dapat dilihat terutama pada orang
gemuk. Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang
atau berdiri iktus terlihat didalam ruangan interkostal V sisi kiri agak
medial dari linea midclavicularis sinistra. Pada anak-anak iktus
tampak pada ruang interkostal IV, pada wanita hamil atau yang
perutnya buncit iktus kordis
a) Sikap badan
Pada sikap tiduran dengan menghadapa ke kiri iktus akan
terdapat dekat linea axillaries anterior. Pada sikap tiduran dengan
menghadap ke klanan iktus terdapat dekat tepi sternum kiri. Pada

47
sikap berdiri, iktus akan lebih rendah dan lebih ke dalam dari pada
sikap tiduran.
b) Letak diafragma.
Pada inspirasi yang dalam, maka letak iktus lebih ke bawah
dan pindah 1 – 1,5 cm. Pada wanita hamil trimester III,
dimanake medial diafragma terdesak ke atas, maka iktus akan
lebih tinggi letaknya, bisa pada ruang interkostal III atau bahkan II,
serta agak di luar linea midklavikularis.Pada ascites juga akan
dijumpai keadaan seperti tersebut di atas,
Kadang-kadang iktus dapat ditentukan dengan melihat papilla
mammae, tapi seringkali hal ini tidak dapat dijadikan patokan
karena letak papilla mammae terutama pada wanita sangat
variable. Iktus sangat menentukan batas jantung kiri. Maka jika
didapatkan iktus terdapat pada perpotongan antara spatium
interkostale V kiri dengan linea midklavikularis, berarti besar
jantung normal. Jika iktus terdapat di luar linea midklavikularis,
maka menunjukan suatu hal tidak normal, yang dapat disebabkan
oleh pembesaran jantung kiri atau jika besar jantung adalah
normal, maka perpindahan itu disebabkan oleh penimbunan cairan
dalam kavum pleura kiri atau adanya schwarte pleura kanan.
Jika iktus terdapat lebih medial (lebih kanan) dari normal, hal ini
juga patologis, dapat terjadi karena penimbunan cairan pleura kiri
atau adanya schwarte pleura kanan.
Sifat iktus :
(1) Pada keadaan normal, iktus hanya merupakan tonjolan kecil,
yang sifatnya local. Pada pembesaran yang sangat pada bilik
kiri, iktus akan meluas.
(2) Iktus hanya terjadi selama systole.Oleh karena itu, untuk
memeriksa iktus, kita adakan juga palpasi pada a. carotis

48
comunis untuk merasakan adanya gelombang yang asalnya dari
systole.
3) Denyutan nadi pada dada.
Bagian prekordium di samping sternum dapat bergerak naik-
turun seirama dengan diastolic dan sistolik.Tanda ini terdapat pada
ventrikel kanan yang membesar.Apabila di dada bagian atas terdapat
denyutan maka harus curiga adanya kelainan pada aorta.Aneurisma
aorta ascenden dapat menimbulkan denyutan di ruang interkostal II
kanan, sedangkan denyutan dada di daerah ruang interkostal II kiri
menunjukkan adanya dilatasi a. pulmonalis dan aneurisma aorta
descenden.

4) Denyutan vena
Vena yang tampak pada dada dan punggung tidak
menunjukkan denyutan.Vena yang menunjukkan denyutan hanyalah
vena jugularis interna dan eksterna.
b. Palpasi Jantung
Palpasi dapat menguatkan hasil yang didapat dari inspeksi. Denyutan
yang tidak tampak, juga dapat ditemukan dengan palpasi. Palpasi pada
prekordiun harus dilakukan dengan telapak tangan dahulu, baru kemudian
memakai ujung ujung jari. Palpasi mula-mula harus dilakukan dengan
menekan secara ringan dan kemudian dengan tekanan yang
keras.Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien, sedang pasien dalam
sikap duduk dan kemudian berbaring terlentang.Telapak tangan pemeriksa
diletakkan pada prekordium dengan ujung-ujung jari menuju ke samping
kiri toraks.
Hal ini dilakukan untuk memeriksa denyutan apeks.Setelah itu tangan
kanan pemeriksa menekan lebih keras untuk menilai kekuatan denyutan
apeks. Jika denyut apeks sudah ditemukan dengan palpasi menggunakan

49
telapak tangan, kita palpasi denyut apeks dengan memakai ujung-ujung
jari telunjuk dan tengah.
Denyutan, getaran dan tarikan dapat diteliti dengan jalan palpasi baik
ringan maupun berat. Urutan palpasi dalam rangka pemeriksaan jantung
adalah sebagai berikut :
1) Pemeriksaan iktus cordis.
Hal yang dinilai adalah teraba tidaknya iktus, dan apabila
teraba dinilai kuat angkat atau tidak. Kadang-kadang kita tidak dapat
melihat, tetapi dapat meraba iktus.Pada keadaan normal iktus cordis
dapat teraba pada ruang interkostal kiri V, agak ke medial (2 cm) dari
linea midklavikularis.kiri. Apabila denyut iktus tidak dapat dipalpasi,
bisa diakibatkan karena dinding toraks yang tebal misalnya pada orang
gemuk atau adanya emfisema, tergantung pada hasil pemeriksaan
inspeksi dan perkusi.
Denyut iktus cordis sangat kuat kalau pengeluaran darah dari
jantung (output) besar. Dalam keadaan itu denyut apeks memukul
pada telapak tangan atau jari yang melakukan palpasi. Hal ini dapat
terjadi pada insufisiensi aorta dan insufisiensi mitralis.Pada keadaan
hipertensi dan stenosis aorta denyutan apeks juga kuat, akan tetapi
tidak begitu kuat, kecuali jika ventrikel kiri sudah melebar (dilatasi)
dan mulai timbul keadaan decomp cordis.
Denyutan yang memukul pada daerah sebelah kiri sternum
menandakan keadaan abnormal yaitu ventrikel kanan yang hipertrofi
dan melebar.Hal ini dapat terjadi pada septum atrium yang berlubang,
mungkin juga pada stenosis pulmonalis atau hipertensi pulmonalis.
Denyutan yang memukul akibat kelainan pada ventrikel kiri atau
ventrikel kanan dapat juga teraba di seluruh permukaan prekordium.
Hal ini terjadi apabila penjalaran denyutan menjadi sangat kuat karena

50
jantung berada dekat sekali pada dada.Namun, harus tetap ditentukan
satu tempat dimana denyutan itu teraba paling keras.
2) Pemeriksaan getaran / thrill
Adanya getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan katub
bawaan atau penyakit jantung congenital. Disini harus diperhatikan :
a) Lokalisasi dari getaran
b) Terjadinya getaran : saat systole atau diastole
c) Getaran yang lemah akan lebih mudah dipalpasi apabila orang
tersebut melakukan pekerjaan fisik karena frekuensi jantung dan
darah akan mengalir lebih cepat.
d) Dengan terabanya getaran maka pada auskultasi nantinya akan
terdengar bising jantung.
Contoh pada kelainan jantung bawaan VSD akan teraba getaran
sistolik di parasternal kiri bawah dan pada stenosis pulmonal akan
teraba getaran sistolik di parasternal kiri atas. Pada kelainan jantung
didapat seperti stenosis mitral akan teraba getaran distolik di apeks
jantung dan pada stenosis aorta akan teraba getaran sistolik di bagian
basis jantung.
3) Pemeriksaan gerakan trachea.
Pada pemeriksaan jantung, trachea harus juga diperhatikan
karena anatomi trachea berhubungan dengan arkus aorta. Pada
aneurisma aorta denyutan aorta menjalar ke trachea dan denyutan ini
dapat teraba. Cara pemeriksaannya adalah sebagai berikut : Pemeriksa
berdiri di belakang pasien dan kedua jari telunjuknya diletakkan pada
trachea sedikit di bawah krikoid. Kemudian laring dan trachea
diangkat ke atas oleh kedua jari telunjuk itu. Jika ada aneurisma aorta
maka tiap kali jantung berdenyut terasa oleh kedua jari telunjuk itu
bahwa trachea dan laring tertarik ke bawah.
c. Perkusi jantung

51
Kita melakukan perkusi untuk menetapkan batas-batas jantung.
1) Batas kiri jantung
Kita melakukan perkusi dari arah lateral ke medial. Perubahan
antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita tetapkan sebagai
batas jantung kiri. Dengan cara tersebut kita akan dapatkan tempat
iktus, yaitu normal pada ruang interkostale V kiri agak ke medial dari
linea midklavikularis sinistra, dan agak di atas batas paru-hepar. Ini
merupakan batas kiri bawah dari jantung.
Batas jantung sebelah kiri yang terletak di sebelah cranial
iktus,pada ruang interkostal II letaknya lebih dekat ke sternum
daripada letak iktus cordis ke sternum, kurang lebih di linea
parasternalis kiri. Tempat ini sering disebut dengan pinggang jantung.
Sedangkan batas kiri atas dari jantung adalah ruang interkostal II kiri
di linea parasternalis kiri.
2) Batas kanan jantung
Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial. Disini agak
sulit menentukan batas jantung karena letaknya agak jauh dari dinding
depan thorak. Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang
interkostal IIIIV kanan,di line parasternalis kanan. Sedangkan batas
atasnya di ruang interkostal II kanan linea parasternalis kanan.
Perkusi jantung mempunyai arti pada dua macam penyakit
jantung yaitu efusi pericardium dan aneurisma aorta.Kita ketahui
bahwa pada emfisema daerah redup jantung mengecil, tapi pada
aneurisma aorta daerah redup jantung meluas sampai ke sebelah kanan
sternum sekitar ruang interkostal II. Suara perkusi pada sternumpun
menjadi redup. Pada efusi pericardium daerah redup jantung meluas
terutama bagian bawahnya sehingga bentuknya menyerupai bentuk
jambu.
d. Auskultasi Jantung.

52
Auskultasi jantung menggunakan alat stetoskop.Yang dipakai disini
adalah stetoskop duplek, yang memiliki dua corong yang dapat dipakai
bergantian. Corong pertama berbentuk kerucut yang sangat baik untuk
mendengarkan suara dengan frekuensi tinggi, sedangkan corong yang
kedua berbentuk lingkaran yang sangat baik untuk mendengarkan bunyi
dengan nada rendah. Pada auskultasi, selama beberapa pukulan jantung
harus diusahan untuk mendengarkan dan memusatkan perhatian pada
bunyi I, setelah ada kepastian barulah dipusatkan pada bunyi II.
Pada auskultasi akan diperhatikan 2 hal, Yaitu :

1) Bunyi jantung : Bunyi jantung I dan II


Bunyi Jantung I
Terjadi karena getaran menutupnya katub atrioventrikularis, yang
terjadi pada saat kontraksi isometris dari bilik pada permulaan systole.
Getaran yang terjadi tersebut akan diproyeksikan pada dinding toraks
yang kita dengar sebagai bunyi jantung I. Intensitas dari BJ I
tergantung dari :
a) Kekuatan kontraksi bilik dimana ini tergantung dari kekuatan otot
bilik.
b) Kecepatan naiknya desakan bilik
c) Letak katub A – V pada waktu systole ventrikel
d) Kondisi anatomis dari katub A – V
Daerah auskultasi untuk BJ I :
a) Pada iktus : katub mitralis terdengar baik disini
b) Pada ruang interkostal IV – V kanan. Pada tepi sternum : katub
trikuspidalis terdengar disini.

53
c) Pada ruang interkostal III kiri, pada tepi sternum, merupakan
tempat yang baik pula untuk mendengar katub mitral.
Intensitas BJ I akan bertambah pada apek pada:
a) Stenosis mitral
b) Interval pr (pada ekg) yang begitu pendek
c) Pada kontraksi ventrikel yang kuat dan aliran darah yang cepat
misalnya [ada kerja fisik, emosi, anemi, demam dll.
Intensitas BJ I melemah pada apeks pada :
a) Shock hebat
b) Interval pr yang memanjang
c) Decompensasi hebat
Bunyi jantung II
Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya katub aorta dan a.
pulmonalis pada dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan
diastole. BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I. Pada anak-
anak dan dewasa muda akan didengarkan BJ II pulmonal lebih keras
daripada BJ II aortal. Pada orang dewasa didapatkan BJ II aortal lebih
keras daripada BJ II pulmonal..
Intensitas BJ II aorta akan bertambah pada :
a) Hipertensi
b) Arterisklerosis aorta yang sangat.
Intensitas BJ II pulmonal bertambah pada :
a) Kenaikan desakan a. pulmonalis, misalnya pada : kelemahan bilik
kiri, stenosis mitralis, cor pulmonal kronik, kelainan cor
congenital. BJ II menjadi kembar pada penutupan yang tidak
bersama-sama dari katub aorta dan pulmonal. terdengar jelas pada
basis jantung.
BJ I dan II akan melemah pada :
a) Orang yang gemuk

54
b) emfisema paru-paru
c) perikarditis eksudatif
d) penyakit-penyakit yang menyebabkan kelemahan otot jantung.
2) Bising jantung / cardiac murmur
Bising jantung lebih lama daripada bunyi jantung. Hal-hal yang harus
diperhatikan pada auskultasi bising adalah :
a) Apakah bising terdapat antara BJ I dan BJ II (=bising systole),
ataukah bising terdapat antara BJ II dan BJ I (bising diastole).
Cara termudah untuk menentukan bising systole atau diastole ialah
dengan membandingkan terdengarnya bising dengan saat
terabanya iktus atau pulsasi a. carotis, maka bising itu adalah
bising systole.
b) Tentukan lokasi bising yang terkeras.
c) Tentukan arah dan sampai mana bising itu dijalarkan. Bising itu
dijalarkan ke semua arah tetapi tulang merupakan penjalar bising
yang baik, dan bising yang keras akan dijalarkan lebih dulu.
d) Perhatikan derajat intensitas bising tersebut.
Ada 6 derajat bising :
(1) Bising yang paling lemah yang dapat didengar.Bising ini hanya
dapat didengar dalam waktu agak lama untuk menyakinkan
apakah besar-benar merupakan suara bising.
(2) Bising lemah , yang dapat kita dengar dengan segera.
(3) dan (4) adalah bising yang sedemikian rupa sehingga
mempunyai intensitas diantara (2) dan (5).
(5) Bising yang sangat keras, tapi tak dapat didengar bila stetoskop
tidak diletakkan pada dinding dada.
(6) Bising yang dapat didengar walaupun tak menggunakan
stetoskop.

55
e) Perhatikan kualitas dari bising, apakah kasar, halus, bising gesek,
bising yang meniup, bising yang melagu.
Secara klinis, bising dapat dibagi menjadi :
a) Bising fisiologis.
Biasanya bising yang sistolik berupa bising yang fisiologis, dan
jarang patologis. Tetapi bising diastolic selalu merupakan hal yang
patologis. Sifat-sifat bising fisiologis adalah sbb :
(1) Biasanya bersifat meniup
(2) Tak pernah disertai getaran
(3) Biasanya tidak begitu kerasa tetapi lebih dari derajat II
(4) Pada auskultasi terdengar baik pada sikap terlentanbg dan pada
waktu ekspirasi
(5) Dapat diauskultasi paling baik di ruang interkostal II – III kiri
pada tempat konus pulmonalis.
b) Bising patologis
Seperti sudah dijelaskan bahwa bising diastolic pasti patologis,
sedang bising sistolik bias fisiologis, bisa patologis.Bising sistolik
yang terdapat pada apeks biasanya patologis. Sifatnya meniup,
intensitasnya tak tentu, lamanya juga tak tentu.Keadaan-keadaan
ini sering dijumpai bising sistolik pada apeks :
(1) Insufisiensi mitralis organic missal pada cacat katub karena
reuma.
(2) Pembesaran hebat dari bilik kiri, sehingga annulus fibrosis
relatif lebih besar daripada valvula mitralis. Jadi disini ada
insufisiensi mitral relatif. Hal ini terdapat pada miodegenerasi
dan hipertensi hebat.
(3) Anemia dan hipertiroid atau demam.Bising disini terjadi karena
darah megalir lebih cepat.

56
(4) Stenosis aorta.Disini akan dijumpai adanya bising sistolik pada
aorta, yang kemudian dihantarkan ke apeks jantung. Sehingga
pada apeks akan terdengar bunyi yang lebih lemah daripada
aorta.
2.5 Menyiapkan Pasien Untuk Pemeriksaan Echokardiografi dan Treadmill
Test
1. Menyiapkan Pasien Untuk Pemeriksaan Echokardiografi
a. Pengertian dan Fungsi Echocardiography
Echocardiography adalah salah satu teknik pemeriksaan diagnostik
yang menggunakan gelombang suara dengan frekuensi tinggi untuk
memvisualisasikan gambaran struktur dan fungsi jantung di layar monitor.
Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit sehingga secara
teknis relatif lebih mudah dilakukan terhadap bayi, anak-anak dan orang
dewasa. Pemeriksaan ini dapat mendekteksi gerakan otot-otot jantung baik
yang normal maupun yang abnormal seperti pada keadaan akibat serangan
jantung. Pada anak-anak dengan penyakit jantung bawaan.
Echocardiography akan dapat mengindentifikasi berbagai kelain struktrur
jantung termasuk kelainan katup dan beberapa kebocoran (defek) di sekat-
sekat jantung. Keluar masuk pembuluh darah baik yang normal maupun
abnormal dapat tervisualisasi dengan baik. Walaupun demikian pada
kelain bawaan yang kompleks sekali dan sulit, tidak jarang masih
diperlukan pemeriksaan katerisasi jantung sebelum dilakukan tindakan.
Dokter akan merekomendasikan pemeriksaan Echocardiography
jika ditemukan gejala dan penyakit jantung. Pada orang dewasa umumnya
bila ada gejala sakit dada (chest pain), sesak nafas dan tanda-tanda gagal
jantung. Bayi dan anak2 yang dicurigai menderita penyakit jantung
bawaan seperti PDA, VSD, ASD, TOF dan lain-lain atau penyakit jantung
didapat seperti reumatik dan penyakit Kawasaki serta kardiomiopati
mutlak memerlukan pemeriksaan Echocardiography. Anak-anak yang

57
mendapat pengobatan suntikan anti kanker (sitostatika) sebaiknya
diperiksa Echocardiography terlebih dahulu sebelum dimulai dosis awal
untuk mengevaluasi seandainya nanti terjadi efek samping obat-obat
sitostatika yang dapat merusak otot-otot jantung.
Echocardiography dapat memberikan informasi tentang hal-hal
sebagai berikut:
1) Pembesaran jantung (kardiomegali) yang dapat terjadi akibat tekanan
darah tinggi, kebocoran katup jantung atau gagal jantung.
2) Keadaan otot-otot jantung yang lemah atau jantung tidak dapat
memompa darah dengan sempurna. Kelemahan otot jantung dapat
terjadi akibat tidak memperoleh aliran darah dengan baik karena
penyakit jantung koroner.
3) Kelainan struktur jantung seperti yang terdapat pada penyakit jantung
bawaan seperti pada kebocoran sekat-sekat jantung (VSD,ASD).
Kelainan katup dan pembuluh darah besar serta berbagai kelainan
yang telah ditemukan sejak janin dalam kandungan.
4) Evaluasi atau pemantauan selama dilakukan tindakan operasi jantung
atau selama prosedur intevensi.
5) Adanya tumor di dalam jantung atau gumpalan darah yang dapat
menyebabkan stroke.
6) Ditemukan bising jantung (murmur) baik pada anak maupun orang
dewasa.
7) Pada demam rematik dan penjakit jantung rematik.
b. Pemeriksaan Echocardiography
Alat ini bekerja secara sistematik, yaitu:
1) Anda akan terbaring pada satu sisi bagian tubuh atau punggung.
2) Seorang operator akan menaruh cairan (jelly) khusus pada bagian atas
probe dan akan meletakkan diatas wilayah dada.

58
3) Dengan menggunakan gelombang suara Ultra-High-Frequency akan
menggambil gambar dari hati anda serta klep (valve) jantung anda,
pada penggunaan alat ini tak akan menggunakan sinar-X.
4) Pergerakan (denyut) dari jantung atau hati anda dapat dilihat pada
suatu layar video. Sebuah video atau foto dapat membuat gambar dari
pergerakan (denyut) tadi. Anda dapat pula mengamatinya pada saat
test ini berlangsung, dan biasanya mengambil waktu kurang lebih 15-
20 menit.
5) Dalam test ini anda tak akan merasa sakit dan tidak mempunyai efek
samping.
6) Selanjutnya dokter akan memberitahukan hasil pemeriksaan tersebut.
7) Gelombang suara tadi akan mengambil gambar hati atau jantung anda
secara jelas dan ketika pemeriksaan telah selesai maka operator tadi
akan mencabut probe yang sebelumnya digunakan untuk melihat
pergerakan hati atau jantung anda.
8) Setelah itu anda akan menunjukkan tanda-tanda ingin batuk, sebagai
tanda bahwa pemeriksaan telah selesai.
Probe yang digunakan perlu untuk dilepas dari wilayah dada anda
untuk membersihkan kembali layar video tersebut. Anda mungkin
membutuhkan suatu test khusus yang disebut dengan transesophageal
echocardiography (TEE).
c. Parameter
Salah satu parameter untuk menilai fungsi jantung adalah fraksi
ejeksi (EF) nilai normal EF (lebih besar) 60%. Jika EF (lebih kecil) 40%
ini berarti fungsi jantungnya sudah menurun. Diduga kuat mempunyai
penyakit jantung koroner yang berat dan dengan pronosis yang buruk.
Adapun indikasi dilakukannya ekokardiografi yakni:
1) Penyakit katup jantung atau bagi pasien yang pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya bising jantung (murmur),

59
2) Kondisi dimana ada dugaan adanya penyakit jantung bawaan.
3) Valuasi kondisi Aorta.
4) Dugaan adanya hipertensi pulmonal, emboli paru, pembesaran jantung
pada pemeriksaan toraks foto atau pada pemeriksaan fisik, dugaan
adanya efusi perikard.
5) Gagal jantung ,
6) Adanya aritmia, untuk menilai adanya faktor pencetus intrakardiak,
7) Evaluasi fungsi jantung pada pemakaian obat,
8) Sebagai guidance/pemandu dalam tindakan fungsi perikard,
pemasangan alat pacu jantung dan lain sebagainya.
Ekokardiografi tidak diindikasikan seperti halnya pemeriksaan
EKG yang merupakan pemeriksaan rutin untuk penyakit jantung koroner ,
melainkan sebagai alat penunjang dan membantu dalam evaluasi fungsi
jantung. Banyak hal yang dengan pemeriksaan fisik, EKG, toraks foto,
maupun treadmill tidak dapat dinilai atau diketahui adanya kelainan. Tapi,
dengan pemeriksaan ekokardiografi hal tersebut dapat dinilai, seperti
adanya gumpalan darah (trombus) dalam ruang jantung, adanya aneurisma
dinding jantung, adanya gerakan abnormal (diskinetik) dinding jantung
dan lain sebaginya.
d. Jenis Ecocardiography
Secara umum ada 4 jenis Ecocardiography yang sering dilakukan yakni :
1) Transthoracal Echocardiography (TTE)
Merupakan salah satu jenis Echocardiography yang paling sering
dilakukan. Tidak terasa sakit. alat transduser diletakan dibeberapa
tempat tertentu diatass dinding dada dengan mengirimkan gelombang
suara yang dikonversi oleh komputer menjadi gambar yang terlihat
digambar monitor.
2) Transsesophageal Echocardiography (TEE)

60
Digunakan untuk melihat secara teliti struktur yang lebih dalam seperti
aorta dan septum atrium atau katup-katup jantung pada saat operasi
atau pada saat dilakukan tindakan intervensi penutupan ASD atau
VSD. Transduser dimasukan dan didorong melalui mulut kemudian
sampai ke oesophagus. Oleh karena berada pada posisi yang cukup
dekat kejantung maka gambaran yang terlihat akan lebih jelas dan
akurat dibandingkan dengan hasil TTE.
3) Stress Echocargraphy
Pemeriksaan ini dilakukan dengan exercise atau makan obat untuk
meningkatkan fungsi dan denyut jantung. Beberapa kelainan atau
penyakit jantung koroner lebih mudah didiagnosis dengan teknik ini.
Pemeriksaan Echocardiography transtorakal atau Echocardiography
janin sama sekali tidak ada risiko apa-apa. Namun pada
Echocardiography trassesofageal kadang-kadang sedikit mual dan
sedikit sulit bernafas sementara namun dapat diatasi dengan pemberian
obat. Stress Echocardiography kadang-kadang terjadi efek samping
obat-obatan yang digunakan seperti denyut jantung yang bertambah
cepat. umumnya tidak ada komplikasi yang serius.
4) Fedal Echocargraphy (janin)
Pemeriksaan ini dilakukan pada ibu hamil yang mempunyai janin
dengan resiko atau dicurigai menderita penyakit jantung
bawaan.Biasanya dapat dilakukan mulai kehamilan 18 – 22 minggu.

61
Gambar II.a
Bentuk Alat Echocardiograpy
e. Sop echocardiography
Dilakukan
No Tindakan
Ya Tidak
A Fase Pra Interaksi
1. Membaca dokumentasi keperawatan.
2. Menyiapkan alat-alat : alat echocardiography,
gel, tissu.
3. Mencuci tangan.
B Fase Orientasi
1. Memberikan salam terapeutik, panggil klien
dengan namanya.
2. Menjelaskan tujuan.
3. Menjelaskan prosedur tindakan.
4. Menanyakan keadaan pasien hari ini.
5. Mengevaluasi masalah pasien.
C Fase Kerja
1. Membaringkan pasien pada satu sisi bagian
tubuh atau punggung.
2. Menaruh cairan (jelly) khusus pada bagian atas
probe dan letakkan diatas wilayah dada.
3. Mengambil gambar hati serta klep (valve)
jantung dengan menggunakan gelombang suara

62
Ultra-High-Frequency,pada penggunaan alat ini
tidak akan menggunakan sinar-X.
4. Pergerakan (denyut) dari jantung atau hati anda
dapat dilihat pada suatu layar video. Sebuah
video atau foto dapat membuat gambar dari
pergerakan (denyut) tadi. Anda dapat pula
mengamatinya pada saat test ini berlangsung,
dan biasanya mengambil waktu kurang lebih 15-
20 menit.
a. Dalam test ini anda tak akan merasa sakit
dan tidak mempunyai efek samping.
5. Selanjutnya dokter akan memberitahukan hasil
pemeriksaan tersebut.
6. Gelombang suara tadi akan mengambil gambar
hati atau jantung anda secara jelas dan ketika
pemeriksaan telah selesai maka operator tadi
akan mencabut probe yang sebelumnya
digunakan untuk melihat pergerakan hati atau
jantung anda.
7. Setelah itu anda akan menunjukkan tanda-tanda
ingin batuk, sebagai tanda bahwa pemeriksaan
telah selesai.
D Fase Terminasi
1. Evaluasi hasil tindakan.
2. Melakukan rencana tindakan lanjut.
3.Mengakhiri kegiatan dengan merapikan pasien
dan peralatan dikembalikan ketempat semula.
4. Mencuci tangan.

63
5. Mendokumentasi hasil pemeriksaan fisik.
Jumlah

2. Menyiapkan Pasien Untuk Pemeriksaan Treadmill Test


a. Pengertian Treadmill Test
Treadmill test adalah uji latih jantung beban dengan cara memberikan
stress fisiologi yang dapat menyebabkan abnormalitas kardiovaskuler
yang tidak ditemukan pada saat istirahat.
1) Dasar-Dasar Fisiologi
Dasar fisiologi ULJB adalah latihan dinamik. Telah diketahui latihan
dinamik memberikan serial kompleks penyesuaian kardiovaskuler
yang terjadi akibat peningkatan suplai darah ke otot gerak sesuai
dengan kebutuhan metabolisme yang terjadi, disamping upaya untuk
mempertahankan suplai darah ke organ vital seperti otak dan jantung.
Secara umum akibat latihan dinamik dapat terjadi:
a) Peningkatan curah jantung (cardiac output)
b) Tekanan darah arterial meningkat
c) Tahanan resistensi perifer meningkat
Apabila terjadi pengurangan suplai darah ke organ vital seperti jantung
akan mengakibatkan perubahan pada rekaman listrik jantung (EKG)
ataupun rekaman listrik ke otak (EEG. Khusus pada EKG akan terlihat
perubahan segmen ST berupa ST depresi atau ST elevasi.
2) Respons Denyut Jantung
Peningkatan denyut jantung merupakan respon dari sistem
kardiovaskuler terhadap latihan yang dapat diukur untuk pertama
kalinya dan merupakan mekanisme utama dari peningkatan curah
jantung (CO) dimana:
CO = HR x SV

64
Denyut jantung meningkat secara linier sesuai dengan beban
penngkatan beban kerja (work loads) dan peningkatan ambilan
oksigen (oksigen uptake).
3) Respons Tekanan Darah
Tekanan darah meningkat dengan meningkatnya kerja dinamik yang
mengakibatkan peningkatan curah jantung (CO). Tekanan sistolik
meningkat segera dalam beberapa menit pertama dan kemudian terjadi
tingkat penyesuaian yang disebut “stedy state” (saat penyesuaian).
Sedang tekanan diastolik tidak mengalami perubahan yang nyata, bila
terjadi peningkatan tekanan diastolik (DBP) menandakan adanya
hipertensi yang labil.
b. Indikasi
1) Untuk menegakkan diagnosa PJK (Penyakit Jantung Koroner).
2) Untuk mengevaluasi keluhan: nyeri dada, sesak nafas, dan lain-lain.
3) Untuk mengevaluasi kapasitas kemampuan fungsional.
4) Untuk mengevaluasi adanya distrimia.
5) Untuk mengevaluasi hasil pengobatan.
6) Untuk menentukan prognosa dari kelainan kardiovaskuler.
c. Kontra Indikasi
1) Infark miokard akut < 5 hari
2) Unstable angina pectoris
3) Hipertensi berat
4) Aritmia yang berarti
5) Sesak
6) Vertigo
d. Komplikasi
1) Hipotensi
2) Distrimia yang berat
3) Infark myocard acute

65
4) Syncope dan stroke
5) Trauma fisik (jatuh saat test)
6) Henti jantung (cardiac arrest)
7) Kematian
e. Indikasi Penghentian Test
1) Keluhan Subyektif
a) Timbul nyeri dada yang hebat
b) Sesak nafas
c) Vertigo/pusing
d) Nyeri pada persendian kaki
e) Kelelahan
f) Pasien meminta agar test dihentikan
2) Objektif
a) Respon hipertensi/hipotensi
b) Timbul aritmia yang berarti
c) ST depresi/ST elevasi > 3 mm
d) Timbul tanda-tanda perfusi yang buruk (pucat sianotik, ekstremitas
dingin)
e) Target HR maksimal tercapai
f. Persiapan Tindakan Treadmill Test
1) Persiapan Untuk Pasien
a) Malamnya tidur cukup
b) Sebaiknya 2 jam sebelum dilakukan tindakan tidak boleh makan
c) Pada pagi harinya sebaiknya jangan olahraga dulu
d) Untuk diagnostik sebaiknya obat-obatan kardiovaskular (beta
blocker) dihentikan sesuai dengan perintah dokter
e) Harus membawa surat konsul dari dokter
2) Persiapan Alat
a) Satu set alat treadmill

66
b) Kertas printer treadmill
c) Emergency troly lengkap dan defibilator
d) Plester
e) Electrode
f) Oksigen
g) Tensimeter dan stetoskop
h) Jelly
i) Alkohol 70% dan kasa non steril
j) Tissue/handuk kecil
k) Celana, baju dan sepatu yang layak dipakai untuk treadmill
g. Cara Kerja
1) Pasien di anamnesa dan menjelaskan tentang tata cara,maksud,
manfaat dan resiko dari treadmill.
2) Menentukan target HR submaximal dan maximal (target HR max :
220 dikurang umur dan submaximal adalah 85 % dari target HR max).
3) Pasien menandatangani formulir informed consent.
4) Pasien dipersilahkan ganti pakaian, celana dan sepatu treadmill yang
telah disediakan.
5) Pasien berbaring denagn tenang di tempat tidur
6) Bersihkan tubuh pasien pada lokasi pemasangan electrode dengan
menggunakan kassa alkohol.
7) Tempelkan electrode sesuai dengan tempat yang sudah ditentukan.
8) Sambungkan dengan kabel treadmill
9) Fiksasi electrode dengan sempurna
10) Masukkan data pasien ke alat treadmill
11) Ukur tekanan darah
12) Rekam EKG 12 leads
13) Jalankan alat treadmill dengan kecepatan sesuai dengan prosedur.

67
14) Setiap tiga menit speed dan elevation akan bertambah sesuai dengan
prosedur yang sudah ditentukan
15) Pantau terus perubahan EKG dan keluhan pasien selama tets
16) Rekam EKG 12 leads dan BP setiap tiga menit
17) Hentikan test sesuai dengan prosedur
h. Recovery
1) Rekam EKG 12 leads dan ukur tekanan darah setelah test dihentikan.
2) Persilahkan pasien untuk duduk/berbaring.
3) Pantau terus gambaran EKG selama pemulihan.
4) Rekam EKG 12 leads dan ukur tekanan darah setiap tiga menit.
5) Pemulihan biasanya selama enam menit/sembilan menit (hingga
gambaran EKG, HR, dan tekanan darah kembali seperti semula).
6) Memberitahukan pada pasien bahwa test sudah selesai.
7) Lepaskan elektrode dan manset BP.
8) Bersihkan jelly yang menempel di dada pasien.
9) Merapihkan kembali alat–alat pada tempatnya.
10) Sebaiknya selama 15 menit pasca treadmill test pasien masih berada
dalam pengawasan petugas.

68
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Anamnesa gangguan sistem pernafasan mengandung aspek penting dalam
mengevaluasi kesehatan klien, yaitu riwayat kesehatan, keluhan utama, riwayat
kesehatan masa lalu, serta riwayat psikososial. Sedangkan anamnesa gangguan
sistem kardiovaskuler keluhan utama penyakit pada sistem kardiovaskuler adalah
sesak napas, nyeri dada, palpitasi dan claudication.
EKG adalah pemeriksaan utama mendeteksi resiko serangan jantung dan
menentukan metode pengobatan yang tepat. Elektrokardiogragm (EKG) adalah
salah satu pemeriksaan laboratorium yang merupakan alat bantu dalam
menegakkan diagnosis penyakit jantungmempunyai nilai diagnostik pada keadaan
klinis berikut: 1) Aritmia jantung, 2) Hipertrofi atrium dan ventrikel, 3) Iskemia
dan infark miokard, 4) Efek obat-obatan-obatan terutama digitalis dan anti-
aritmia, 5) Gangguan keseimbangan elektrolit khususnya kalium, 6) Penilaian
Fungsi pacu jantung.
Dalam kegiatan pengumpulan sampel darah dikenal istilah phlebotomy
yang berarti proses mengeluarkan darah. Dalam praktek laboratorium klinik, ada
3 macam cara memperoleh darah, yaitu: melalui tusukan vena (venipuncture),
tusukan kulit (skinpuncture) dan tusukan arteri atau nadi. Sedangkan pemeriksaan
fisik oksigenasi dan kardiovaskular dapat dilakukan melalui inspeksi, palpasi, perkusi,
dan aukultasi.
Echocardiography adalah salah satu teknik pemeriksaan diagnostik yang
menggunakan gelombang suara dengan frekuensi tinggi untuk memvisualisasikan
gambaran struktur dan fungsi jantung di layar monitor. Echocardiography akan
dapat mengindentifikasi berbagai kelain struktrur jantung termasuk kelainan
katup dan beberapa kebocoran (defek) di sekat-sekat jantung

69
Sedangkan treadmill test adalah uji latih jantung beban dengan cara
memberikan stress fisiologi yang dapat menyebabkan abnormalitas
kardiovaskuler yang tidak ditemukan pada saat istirahat.
3.2 Saran
Dengan ditulisnya makalah ini nantinya dapat dimanfaatkan secara
optimal terkait dengan pengembangan mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
I. Dan penulis menyarankan materi-materi yang ada dalam tulisan ini
dikembangkan lebih lanjut agar dapat nantinya menghasilkan tulisan-tulisan
sejarah yang bermutu. Demikianlah makalah ini penulis persembahkan, semoga
dapat bermanfaat.

70
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Syaiful. 2015. Cara Pemasangan EKG. (Online) Dikutip dari


https://dokumen.tips/documents/cara-pemasangan-ekg-55b4fa3c11535.html.
Diakses pada Kamis, 11 Juni 2020.
Afrianzah. 2015. Pengambilan Darah Arteri dan Vena. (Online). Dikutip dari
https://id.scribd.com/document/269764997/Pengambilan-Darah-Arteri-Dan-
Vena. Diakses pada Kamis, 11 Juni 2020.
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika. Diakses pada Kamis, 11 Juni 2020.
Cahyani, R. Aprilia. 2012. Asuhan Keperawaan pada Pasien Gangguan Sistem
Pernapasan. [Online] Available at: hhtp://rifaaprilia-fkp11.web.unair.ac.id.
Diakses pada Kamis, 11 Juni 2020.
Fausia, D.P. 2011. Makalah Echocardiograpy. Tersedia di: unhas.ac.id. Diakses pada
Kamis, 11 Juni 2020.
Froelicher, F.V and Myers N.J. 2007. Manual of Exercise Testing Third Edition.
Mosby. Diakses pada Kamis, 11 Juni 2020.
Fahrurrozi, Imam. 2012. Satuan Acuan Pembelajaran Prosedur Pemasangan ECG.
(Online) Dikutip dari http://imamfahrurrozi-fkp11.web.unair.ac.id. Diakses
pada Kamis, 11 Juni 2020.
Herliani, R. 2015. Echocardiography. Tersedia: www.scribd.com. Diakses pada
Kamis, 11 Juni 2020.
Keniten, N. 2015. Pengambilan Specimen Darah. (Online). Dikutip dari
https://id.scribd.com. Diakses pada Kamis, 11 Juni 2020.
Lasantha.2011. Anamnesa dan pemeriksaan fisik kardivaskuler. [online]. Availabel at
www.academiaedu. Diakses pada Kamis, 11 Juni 2020.
Librianti, Nurfania. 2015. Panduan Mandiri Melacak Penyakit+ Menanganninya
Sejak Dini. Jakarta:Lintas Kata. Diakses pada Kamis, 11 Juni 2020.

71
Sundana, K. 2008. Interpretasi EKG, Pedoman Untuk Perawat. EGC : Jakarta.
Diakses pada Kamis, 11 Juni 2020.
Yahya, Fauzi. 2010. Menaklukkan Pembunuh No.1 Mencegah dan Mengatasi
Penyakit Jantung Koroner Secara Cepat dan Tepat. Bandung: Qanita.
Diakses pada Kamis, 11 Juni 2020.
Yuniawan, Eko. 2013. Elektrokardiogram (Ekg), Analisa Gas Darah (Agd),Initial
Assesment, Resusitasi Jantung Paru (Rjp). (Online) Dikutip dari
https://id.scribd.com. Diakses pada Kamis, 11 Juni 2020.
Rifa. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien Gangguan Sistem Pernapasan.
(Online): rifaaprillia-fkp11.web.unair.ac.id.. Diakses pada Kamis, 11 Juni
2020.
Fk Unsoed. (2014). Modul SkillLab: Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskular.
(Online) fk.unsoed.ac.id.. Diakses pada Kamis, 11 Juni 2020.

72
2.6 Masalah Keperawatan
1. Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA)
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran
pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau
bakteri, virus, maupun reketsia tanpa atau disertai dengan radang parenkim
paru. (Wijayaningsih, 2013, hal. 1).
Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) merupakan penyakit utama
penyebab kematian bayi dan sering menempati urutan pertama angka
kesakitan balita. penanganan dini terhadap penyakit ISPA terbukti dapat
menurunkan kematian. (Kunoli, 2012, hal. 217).
Masalah yang Lazim Muncul
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif .(SDKI, 201).
1) Definisi : ketidak mampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan
nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten.
2) Batasan karateristik
Subjektif : dispnea, sulit berbicara,ortopnea
Objektif : Batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih,
mengi, whezing dan ronkhi kering, mekonium dijalan napas, gelisah,
sianosis, bunyi nafas menurun,frekuensi nafas berubah dan pola nafas
berubah.
3) Faktor yang berhubungan
Lingkungan: merokok, menghirup asap rokok, dan perokok pasif.
Obstruktif jalan nafas : spasme jalan nafas, retensi sekret, adanya jalan
nafas buatan, terdapat benda asing.
Fisiologis : disfungsi neuromuskulor, hiperplasia dinding bronkial,
PPOK, infeksi, asma, jalan nafas alergik(trauma).

73
b. Peningkatan suhu tubuh(SDKI, 2016, hal. 284)
1) Definisi : resiko tehadap kegagalan untuk mempelihara suhu tubuh
dalam batas normal.
2) Batasan karateristik
Subjektif : tidak tersedia
Objektif : perubahan laju metabolisme, dehidrasi, kulit merah, kejang,
takikardi, takipnea, kulit terasa hangat.
3) Faktor yang berhubungan
Proses infeksi hiperteroid, stroke , dehidrasi, trauma, dan prematuritas.

c. Nutrisi kurang dari kebutuhan


1) Definisi: asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
metabolik.
2) Batasan karakteristik
Subjektif: kram abdomen, nyeri abdomen (dengan atau tanpa penyakit),
menolak makan, indigesti (non-NANDA Internasional),
Objektif: pembuluh kapiler rapuh, diare atau steator, kekurangan
makanan, kehilangan rambut yang berlebihan, bising usus hiperaktif,
kurang informasi,membran mukosa pucat, tonus otot memburuk,
menolak untuk makan dan rongga mulut terluka.
3) Faktor yang berhubungan
Ketidakmampuan untuk menelan atau mencerna makanan atau
mennyerap nutrian akibat faktor biologis, psikologis, atau ekonomi
termasuk beberapa contoh: ketergantungan zat kimia, penyakit kronik,
kesulitan mengunyah atau menelan, faktor ekonomi, intoleransi
makanan, mual muntah dan hilang nafsu makan.

d. Nyeri akut (SDKI, 2016, hal. 172)


1. Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang
dari 3 bulan.
2. Batasan karakteristik
Subjektif: mengeluh nyeri
Objektif: tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi
meningkat, sulit tidur, TD meningkat, nafsu makan berubah dan
berfokus pada diri sendiri.
3. Faktor yang berhubungan
Agents-agents, sindrom koroner akut, infeksi penyebab cidera( misalnya
biologis,kimia,fisik, dan psikologis)

74
2. COPD
COPD adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan
retensi terhadap aliran udara sebagai gambar patofisiologi utamanya.ketiga
penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan istilah copd
yaitu bronchitis kronis, empisema paru-paru dan asma.
Masalah yang Lazim Muncul
a. Ketidak bersihan jalan nafas b.d sekresi berlebihan.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan
produksi sputum.
c. Kerusakan pertukaran gas b.d obstruksi jalan nafas oleh secret
hivopentilasi.

3. Cor Pulmonale
Cor pulmonale adalah hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan akibat
hipertensi pulmonary yang disebabkan penyakit parenkim paru dan atau
pembuluh darah paru yang tidak berhubungan dengan kelainan jantung kiri.
(Setiati, 2014:1251).
Masalah yang Lazim Muncul
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif(PPNI, 2016, hal. 18-19)
1) Definisi : Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan
napas untuk mempertaha
2) Penyebab : Fisiologi
Spasme jalan napas, Hipersekresi jalan napas, Proses infeksi, Respon
alergi, Adanya jalan nafas buatan.
3) Situasional
Merokok aktif, Merokok Pasif, Terpajan polutan.
4) Gejala dan Tayor Mayor
Objektif
Batuk tidak efektif, Tidak mampu batuk, Sputum berlebih, Mengi,
Wheezing, dan ronkhi kering, Mekonium di jalan napas.

75
5) Gejala dan Tanda minor
Subjektif
Dispnea, Sulit bicara, Ortopnea.
Objektif
Gelisah, Sianosis, Bunyi napas menurun, Frekuensi napas berubah,
Pola napas berubah.
6) Kondisi klinis terkait
Gullian barre syndrome, Sklerosisi multipel, Cedera Kepala, Stroke,
Kuadriplegia, Infeksi saluran napas, Myasthenia gravis.

b. Defisit Nutrisi (PPNI, 2016, hal. 56-57)


1) Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme.
2) Penyebab :
- Ketidak mampuan menelan makanan
- Ketidakmampuan mencerna makanan
- Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
- Peningkatan kebutuhan metabolisme
- Faktor ekonomi
- Faktor psikologi
3) Gejala dan tanda mayor
Objektif
Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal
4) Gejala dan tanda minor
Subjektif
- Cepat kenyang setelah makan
- Kram abdomen
- Nafsu makan menurun
Objektif
- Bising usus hiperaktif
- Otot pengunyah lemah
- Otot menelan lemah
- Membran mukosa pucat
- Sariawan
- Serum albumin turun
- Rambut rontok berlebihan
- Diare
5) Kondisi Klinis terkait
- Stroke
- Parkinson
- Mobius Syndrome
- Cerebral Palsy

76
- Cleft lip
- Cleft palate
- Kanker
- Luka bakar
- Infeksi
- AIDS
- Penyakit Crohn’s (PPNI, 2016, hal. 56)

c. Pola napas tidak efrktif (PPNI, 2016, hal. 26-27)


1) Definisi : Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat
2) Penyebab
- Depresi pusat pernapasan
- Deformitas dinding dada
- Deformitas tulang dada
- Gangguan neuromuskular
- Penurunan energi
- Obesitas
- Sindrom hipoventilasi
- Kecemasan
- Efek agen farmakologis
3) Gejala dan tanda mayor
Subjektif
- Dispnea
Objektif
- Penggunaan otot bantu pernapasan
- Fase ekspirasi memanjang
- Pola napas abnormal
4) Gejala dan tanda minor
Subjektif
- Ortopnea
Objektif
- Pernapasan pursed-lip
- Pernapasan cuping hidung
- Ventilasi semenit menurun
- Kapasitas vital menurun
- Ekskursi dada berubah
-Kondisi klinis terkait
- Depresi sistem saraf pusat
- Cedera kepala
- Trauma thoraks
- Stroke

77
- Kuadriplegia
- Intoksikasi alkohol

d. Nyeri akut
1) Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional,dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang
dari 3 bulan.
2) Penyebab
- Agen pencedera fisiologis
- Agen pencedera kimiawi
- Agen pencedera fisik
3) Gejala dan tanda mayor
Subjektif
- Mengeluh nyeri
Objektif
- Tampak meringis
- Bersikap protektif
- Gelisah
- Frekuensi nadi meningkat
- Sulit tidur
4) Gejala dan tanda minor
Objektif
- Tekanan darah meningkat
- Pola napas berubah
- Nafsu makan berubah
- Proses berfikir terganggu
- Menarik diri
- Berfokus pada diri sendiri
- Diaforesis
- Kondisi klinis terkait
- Kondisi pembedahan
- Cedera traumatis
- Infeksi
- Sindtom koroner akut
- Glaukoma

78
4. Effusi Peleura
Efeusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal proses penyakit primer
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit
lain. Secara normal ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan ( 5
sampai 15 ml) berfungsi sebagai plumas yang memungkinkan pleural
bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne).
Masalah yang Lazim Muncul
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d menurunnya ekpansi paru
sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura (hal.303).
b. Gangguan pertukaran gas b.d penurunan kemampuan ekspansi paru,
kerusakan membrane alveolar-kapiler (hal. 274).
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan
metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder
terhadap penekanan struktur abdomen. (hal. 311)
d. Nyeri akut b.d proses tindakan drainase. (hal.317).
e. Resiko infeksi b.d tindakan drainase (luka pemasangan WSD) (hal.326).
f. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan
kebutuhan , dyspneu setelah beraktifitas (hal.290).
g. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik. (hal. 254,256,257).

5. Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
Mycobcterium tuberkulosis yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh
organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernapasan dan
saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak
melalui inhalasi droplet yang berasal dari dari orang yang terinfeksi bakteri
tersebut. (Sylvia A.Price).

79
Masalah yang Lazim Muncul
a. Ketidak bersihan jalan nafas b.d bronkospame. (hal. 284).
b. Gangguan pertukaran gas b.d kongesti paru, hipertensi pulmonal,
penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan
curah jantung. (hal. 258)
c. Hipertermi b.d reaksi inflamasi (hal. 269).
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidak
adekuatan intake nutrisi, dyspneu. (hal.294).
e. Resiko infeksi b.d organisme perulen. (hal. 309).

6. Coronary Arteri Disiase (CAD)


CAD adalah penyakit pada arteri coroner dimana terjadi penyempitan
atau sumbatan pada ilang arteri coroner oleh karena proses atherosclerosis.
Pada proses artheroskolosis terjadi perlemakan pada dinding arteri coroner
yang sudah terjadi sejak usia muda sampai usia lanjut. Proses ini umumnya
normal pada setiap orang. Terjadinya infart dapat disebabkan beberapa factor
resiko hal ini tergantung pada individu.
Masalah yang Lazim Muncul
a. Resiko tinggi penurunnan kardiak ouput b.d penurunan kontraktifitas
miokardium sekunder akibat pembedahan dinding ventrikel MI respon
pengobatan.
b. Perubahan peran b.d kemunduran/perubahan kemampuan fisik untuk
mengembalikan peran.
c. Resiko tinggi ketidakefektifan jalan nafas b.d ventilasi yang tidak adekuat
(nyeri/kelemahan otot).
d. Actual kerusakan/integritas kulit b.d insisi pembedana dan lokasi jahitan
luka.
e. Kurang pengetahuan teentang keadaan dan pemeliharaan post operasi b.d
kurang terbuka, kurang daya ingat, dan kurangnya informasi.

80
7. Dekompensasi Kordis
Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan patofisiologis adanya
kelainan fungsi jantung mengalami kegagalan dalam memompakan darah
untuk memenuhi kebutuhn metabolisme tubuh (kekurangan fungsi oksigen)
dan saat istirahat atau latihan (Black&Hawk, 2005).
Decompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan
kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi
pompa jantung (Prince, 2006).
Masalah yang Lazim Muncul
a. Gangguan pertukaran gas b.d adanya perpindahan cairan kedalam alveoli
sekunder oedema paru.
b. Penurunan cardiak output b.d penurunan kontraktilitas miokard.
c. Kelebihan volume cairan b.d kelebihan intake dan retensi cairan.
d. Cemas b.d penurunan status kesehatan krisis situasional.

8. Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikititnya 140
mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Hiperte`nsi tidak hanya
beresiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit
lain seperti penyakit saraf, ginjal, dan pembuluh darah dan makin tinggi
tekanan darah makin besar resikonya. (Sylvia A.Price).
Penyakit yang Lazim Muncul
a. Penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload, vasokontriksi,
hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard. (hal. 308).
b. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan vaskuler selebral dan iskemia. (hal.
306).
c. Kelebihan volume cairan (hal. 283).

81
d. Intoleransi aktivitas b.d kelemhan, ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen (hal. 279).
e. Ketidakefektifan koping (hal. 292).
f. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (hal. 326).
g. Resiko cedera (hal. 312).
h. Defisiensi pengetahuan (hal. 244).
i. Ansietas (hal. 241).

9. Anemia
Anemia adalah penurunan kadar haemoglobin (Hb), hematokrit atau
hitung eritrsosit (red cell count) berakibat pada penurunan kapasitas
pengangkutan oksigen oleh darah. Tetapi harus diingat pada keadaan tertentu
dimana ketiga parameter tersebut tidak sejalan dengan massa eritrosit, seperti
pada dehidrasi, perdarahan akut, dan kehamilan. Oleh karena itu dalam
diagnosis anemia tidak cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi harus
dapat ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. (Sudoyo
Aru).
Masalah yang Lazim Muncul
a. Ketidakefektifan pola napas b.d sindrom hipoventilasi, penurunan transfer
oksigen ke paru. (hal. 307).
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan konsentrasi Hb
dan darah, suplai oksigen berkurang. (hal. 306).
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang
kurang, anoreksia (hal. 311)
d. Nyeri akut b.d perubahan frekuensi jantung (hal. 317).
e. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik (hal. 254, 256,257).
f. Resiko infeksi b.d penurunan haemoglobin. (hal 326).
g. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, proses metabolisme yang terganggu. (hal. 290).

82
10. Gangguan Pembuluh Darah Perifer

a. Perfusi perifer tidak efektif

1) Definisi : Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat


mengganggu matabolisme tubuh.
2) Penyebab
- Hiperglikemia
- Penuruna konsentrasi hemoglobin
- Peningkatan tekanan darah
- Kekurangan volume cairan
- Penurunan aliran arter dan/atau vena
- Kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat (mis. Merokok,
gaya hidup monoton, trauma, obesitas, asupan garam imobilitas)
- Kurang terpapar imformasi tentang proses penyakit (mis. Diabetes
militus, hiperlipidemia)
- Kurang aktivitas fisik
3) Gejala dan Tanda Mayor
Objektif
- Pengisian kapiler >3
- Nadi perifer menurun atau tidak teraba
- Akral teraba dingin
- Warna kulit pucat
- Turgor kulit menurun
4) Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
- Parastesia
- Nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten)
Objektif

83
- Edema
- Penyembuhan luka lambat
- Indeks ankle-brachial < 0,90
- Bruit femoral
5) Kondisi Klinis Terkait
- Tromboflebitis
- Diabetes melitus
- Anemia
- Gagal jantung kongestif
- Kelainan jangtung kongenital
- Trombosis arteri
- Varises
- Trombosis vena dalam
- Sindrom kompartemen. (PPNI, 2017 : 37)

b. Intoleransi Aktivitas
1) Definisi : Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari –
hari
2) Penyebab
- Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
- Tirah baring
- Kelemahan
- Imobilitas
-Gaya hidup monoton
3) Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
- Mengeluh lelah
Objektif
- Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat

84
4) Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
- Dispnea saat/setelah aktivitas
- Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
- Merasa lemah
Objektif
- Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
- Gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah aktivitas
- Gambaran EKG menunjukan eskemia
- Sianosis
- Kondisi Klinis Terkait
- Anemia
- Gagal jantung kongestif
- Penyakit jantung coroner
- Penyakit katup jantung
- Aritmia
- Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
- Gangguan metabolic
- Gangguan muskuloskeletal. (PPNI, 2017 : 128)

c. Defisit Nutrisi
1) Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme.
2) Penyebab
- Ketidakmampuan menelan makanan
- Ketidakmampuan mencerna makanan
- Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
- Peningkatan kebutuhan metabolisme
- Faktor ekonomi (mis. Finansial tidak mencukupi

85
- Faktor psikologis (mis. Stres, keengganan untuk makan)
3) Gejala dan Tanda Mayor
Objektif
- Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal
4) Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
- Cepat kenyang setelah makan
- Kram/nyeri abdomen
- Nafsu makan menurun
Objektif
- Bising usus hiperaktif
- Otot penguyah lemah
- Otot menelan lemah
- Membran mukosa pucat
- Sariawan
- Serum albumin turun
- Rambut rontok berlebihan
- Diare
5) Kondisi Klinis Terkait
- Stroke
- Parkinson
- Mobius syndrome
- Cerebral palsy
- Cleft lip
- Cleft palate
- Amyotropic lateral sclerosis
- Kerusakan neuromuscular
- Luka bakar
- Kanker

86
- Infeksi
- AIDS
- Fibrosis kistik. (PPNI, 2017 : 56-57)

11. Dengue Hemorrahagic Fever (DHF)


Demam dengue (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) Atau
dengue hemorrahagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan nyeri
sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
ditesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai
dengan hemokonsertasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di
rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah
demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok (Sudoyo Aru, dkk
200).
Masalah yang Lazim Muncul
a. Ketidakefektifan pola napas b.d jalan nafas terganggu akibat spasme otot-
otot pernafasan, nyeri, dan hipoventilasi (hal. 307).
b. Hipertermia b.d proses infeksi virus dengue (hal. 284)
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d kebocoran plasma darah (hal.
306).
d. Nyeri akut b.d agen cidera biologis (penekanan intra abdomen), (hal.317).
e. Kekurangan volume cairan b.d pindahnya cairan intravaskuler ke
ektravaskuler.
f. Resiko syok (hypovolemik) b.d perdarahan yang berlebihan pindahnya
cairan intravaskuler ke ekstravaskuler. (hal. 345).
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi
yang tidak adekuat akibat mual da nafsu makan menurun (hal. 311).
h. Resiko perdarahan b.d penurunan faktor-faktor pembekuan darah
(trombositopenia).

87
DAFTAR PUSTAKA

1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)


Kunoli, F. J. (2012). Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis. Jakarta Timur: Trans
Info Media. Diakses pada Sabtu, 13 Juni 2020.
Manurung, N. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem Respiratory. Jakarta:
Trans Info Media. Diakses pada Sabtu, 13 Juni 2020.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Medis dan Nanda Nic – Noc. Jogjakarta: Mediaction. Diakses pada Sabtu, 13
Juni 2020.
SDKI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat. Diakses pada Sabtu, 13 Juni 2020.
Wahid, A. (2013). Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta
Timur: Trans Info Media. Diakses pada Sabtu, 13 Juni 2020.
Wijayaningsih, K. S. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta Timur: Trans Info
Media.Wilkinson, J. (2016). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC. Diakses
pada Sabtu, 13 Juni 2020.
https://samoke2012.wordpress.com/2018/09/01/asuhan-keperawatan-pasien-
dengan-ispa/. Diakses pada Sabtu, 13 Juni 2020.

2. COPD
Budiman, M. R. (2013). Deteksi Penyakit Paru-Paru Obstruktif Kronis
Menggunakan Metode Fuzzy. Jakarta: Cv Trans Media. Diakses pada Sabtu,
13 Juni 2020.
Joyce M. Black. (2014). Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: Salemba
Medika. Diakses pada Sabtu, 13 Juni 2020.
Judith M Willkinson. (2016). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC. Diakses pada
Sabtu, 13 Juni 2020.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Diakses pada Sabtu, 13 Juni
2020.
Smeltzer. (2011). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Diakses
pada Sabtu, 13 Juni 2020.
Sudoyo. (2010). Buku Ajaran Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Interna
Publishing. Diakses pada Sabtu, 13 Juni 2020.

88
https://samoke2012.wordpress.com/2018/09/01/asuhan-keperawatan-pasien-
dengan-copd-crohnic-obstructive-pulmonary-disease/. Diakses pada Sabtu,
13 Juni 2020.

3. Cor Pulmonale
Black, J. M. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: CV Pentasada
Media Edukasi. Diakses pada Kamis, 13 Juni 2020.
DiGiulio, M. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishing.
Diakses pada Kamis, 13 Juni 2020.
SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Diakses pada Kamis, 13 Juni
2020.
Setiati, S. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keenam Jilid I. Jakarta:
InternaPublishing. Diakses pada Kamis, 13 Juni 2020.
Wilkinson, J. M. (2015). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC.
Diakses pada Kamis, 13 Juni 2020.
https://samoke2012.wordpress.com/2018/08/29/asuhan-keperawatan-klien-dengan-
cor-pulmonale/. Diakses pada Kamis, 13 Juni 2020.
4. Effusi Pleura

https://www.academia.edu/17836293/Asuhan_Keperawatan_pada_Pasien_dengan_
Efusi_Pleura. Diakses pada Kamis, 13 Juni 2020.

5. Tuberkulosisi (TBC)
Judith, W. d. (2016). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Buku kedokteran EGC.
Diakses pada Kamis, 13 Juni 2020.
Kusuma, A. (2015:00). Asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis &
NANDA NIC-NOC Jilid 3. Jogjakarta. Diakses pada Kamis, 13 Juni 2020.
Ns. Andra Saferi Wijaya, S. (2013:137). KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1.
Yogyakarta: Nuha Medika. Diakses pada Kamis, 13 Juni 2020.
Setiati, S. (2014). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta Pusat. Diakses pada Kamis, 13 Juni
2020.
Joyce M. Black, J. H. (2014). Keperawatan Medika Bedah : Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan Edisi 8 – Buku 3. Jakarta: Salemba Medika.
Diakses pada Kamis, 13 Juni 2020.
https://samoke2012.wordpress.com/2018/09/01/asuhan-keperawatan-pasien-
dengan-tbc-2/. Diakses pada Kamis, 13 Juni 2020.

89
6. Coronary Artery Disease (CAD)
https://www.academia.edu/9803533/ASUHAN_KEPERAWATAN_CAD_CORON
ARY_ARTERY_DISEASE. Diakses pada Kamis, 13 Juni 2020.
soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Kedua, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
.1987. Diakses pada Kamis, 13 Juni 2020.
7. Dekompensasi Cordis
Santosa, Budi. 2007-2008. Diagnosa keperawatan NANDA NIC- NOC. Yogyakarta
: EGC. Diakses pada Kamis, 13 Juni 2020.
Smeltzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah jilid II. Jakarta :
EGC. Diakses pada Kamis, 13 Juni 2020.
Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.
Diakses pada Kamis, 13 Juni 2020.
Wasyanto, 2005. Penyakit Degeneratif. Diakses pada Kamis, 13 Juni 2020.
http://www.medika.com/2011/. Diakses pada Kamis, 13 Juni 2020.
8. Hipertensi
https://www.slideshare.net/setiwanlilikbudi/askep-hipertensi-29829394. Diakses
pada Kamis, 13 Juni 2020.
9. Anemia
https://www.academia.edu/12302146/Asuhan_Keperawatan_Pada_Pasien_Dengan_
Anemia. Diakses pada Kamis, 13 Juni 2020.
Brunner & Suddarth. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3
. Jakarta. Diakses pada Kamis, 13 Juni 2020.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Pasien. EGC. Diakses pada Kamis, 13
Juni 2020.
10. Gangguan Pembuluh Darah Perifer
https://www.slideshare.net/yesiakd/asuhan-keperawatan-periferal-arterial-disease-
pad. Diakses pada Kamis, 13 Juni 2020.
11. Dengue Hemoraghic Fever (DHF)
https://www.academia.edu/9702269/asuhan_keperawatan_pada_pasien_DHF.
Diakses pada Kamis, 13 Juni 2020.

90
2.7 Tindakan Keperawatan Pada Gangguan Oksigenasi
1. Semi Fowler
Pengertian
Semi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, dimana bagian
kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk
mempertahankan kenyamanan danmemfasilitasi fungsi pernafasan pasien.
Tujuan
1. Mengurangi sesak napas
2. Memeberikan rasa nyaman
3. Memebantu memperlancar keluarnya cairan
4. Membantu mempermudah tindakan pemeriksaan.
Prosedur Kerja :
1. Persiapan Alat :
a. Bantal 1-5
b. Sandarkan punggung
c. Lingkungan : menutup tirai/sketsel
2. Langkah-langkah
a. Perawat mencuci tangan
b. Memberitahukan pasien atau keluarga mengenai prosedur yang akan
dilakukan.
c. Merapikan lingkuagan dan menjaga privasi
d. Posisikan pasien terlentang dengan kepalanya dekat dengan bagian
kepala tempat tidur
e. Elevasikan bagian kepala tempat tidur 450-500.
f. Letakkan kepala pasien diatas kasur atau bantal yang sangat kecil (tipis)
g. Letakkan bantal dibawah lengan dan tangan klien jika klien tidak dapat
mengontrol lengan atau tangannya secara sadar.

91
h. Letakkan bantal kecil atau gulungan kain di bawah paha klien jika
ekstrimitas bawah mengalami kelumpuhan atau klien tidak dapat
mengontrol ekstrimitas bawah
i. Letakkan bantal kecil atau gulungan kain di bawah mata kaki klien
j. Letakkan papan penyangga kaki da dasar kaki klien
k. Merapikan alat dan lingkungan
l. Perawatn mencuci tangan
2. Posisi Fowler
Definisi
Suatu kegiatan untuk memposisikan pasien setengah duduk atau
kepala dinaikkan.
Tujuan
1. Membantu mengatasi masalah kardiovaskular atau pernafasan.
2. Membantu pasien beraktivitas (makan, minum, membaca dll).
3. Menurunkan tekanan intra abdomen.
4. Memperlancar uterine drainage pada wanita post partum.
Indikasi
1. Pasien dengan masalah kardiovaskuler
2. Pasien wanita post partum untuk memperlancar uterine drainage
Persiapan Pasien
1. Memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan tindakan
Persiapan Alat
1. Tempat tidur
2. Bantal kecil 2 buah
3. Bantal biasa 3 buah
4. Handuk gulung
5. Footboard / bantalan kaki
6. Sarung tangan
Prosedur Kerja
1. Memperkenalkan diri
2. Beritahu dan jelaskan kepada klien tentang prosedur yang akan dilakukan
dan lihat respon klien
3. Dekatkan alat ke klien
4. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
5. Minta klienuntuk memfleksikaN lutut sebelum kepala dinaikkan

92
6. Naikkan kepala tempat tidur 150 – 450 untuk fowler rendah dan 450 –
900 untuk fowler tinggi
7. Letakan bantal kecil dibawah punggung pada kurva lumbal jika ada celah
di sana
8. Letakan bantal kecil dibawah kepala klien
9. Letakkan bantal kecil di bawah kaki mulai dari lutut sampai tumit
10. Pastikan tidak ada tekanan pada area popletia dan lutut dalam keaadan
fleksi
11. Letakkan gulungan handuk di samping masing-masing paha
12. Topang kaki dengan bantalan kaki
13. Letakkan bantal untuk menopang kedua lengan dan tangan jika ada
kelemahan pada klien
14. Dokumentasikan tindakan
3. Memasang dan Memonitor Transfusi Darah
Definisi
Terapi invasive (medis) untuk memberikan darah / komponen darah dengan
resiko tinggi, berupa morbiditas dan mortalitas baik dalam jangka panjang
maupun jangka pendek.
Tujuan
1. Memperbaiki sirkulasi darah, Hb dan kadar protein serum
Indikasi
1. Anemia pada pendarahan akut setelah didahului penggantian volume
dengan cairan
2. Anemia kronis, jika Hb tidak bisa dinaikan dengan cara lain
3. Gangguan trombilitik, karena defisiensi komponen darah
4. Plasma loss/hipo albumin jika tidak dapat lagi di berikan plasma
subtitle/larutan albumin
Persiapan Pasien
1. Memberitahu prosedur tindakan pada klien
2. Melakukan infornmed consent
3. Memonitor tanda-tanda vital (minimal 30 menit sebelum tindakan)
4. Cocokkan data klien dikantong darah dengan data yang ada dilembar
observasi
5. Kosongkan urinbag
Persiapan Alat
1. 1 set pemberian darah
2. Vena cateter berukuran besar (18-19)
3. Normal saline

93
4. Transfuse set
5. Produk darah yang tepat
6. Hanscoeen steril
7. Kapas alcohol
8. Plester
9. Mansettekan darah
10. Stetoskop
11. Thermometer
12. Format inform consen yang telah ditanda tangani
13. Bila di perlukan
14. Pompa infue set
15. Filter penurun leukosit
16. Penghangat darah
17. Kantung tekanan
Cara Kerja
1. Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, dan memberitahukan bahwa
tindakan akan segera dilakukan.
2. Cuci tangan dan pasang sarung tangan
3. Alat-alat didekatkan
4. Jika pasien sudah terpasang infuse,ganti infuse dengan blood set
5. Bilas atau ganti cairan infuse dengan cairan ns 0,9% kurang lebih 25cc
6. Pasang darah/komponen darah yang akan ditransfusikan, kemudian atur
kecepatan tetesan darah ( batas aman transfuse dengan kondisi jantung
yang baik, tidak ada hipovolemi adalah 1ml/kg bb/ jam (satu kantong
darah kira - kira 3 jam).
7. Dokter atau perawat harus 15 menit disamping klien untuk mengawasi
keadaan umum, keluhan klien, dan memonitoring tanda - tanda vital srta
tanda - tanda alergi seperti : gatal, sesak nafas, rasa demam, mual, nyeri
punggung dll.
8. Evaluasi dan pengukuran perlu dilakukan tiap jam, sampai 1-2 jam
setelah transfusi berakhir
9. Jika ditemukan tanda - tanda alergi, transfuse segera dihentikan, segera
ganti blood set dengan yang baru, berikan infuse Ns 0.9%, ukur tanda -
tanda vital jika ada gangguan hemodinamik lakukan tindakan berdasarkan
pada penatalaksaan klien dengan ganggguan hemodinamik.
10. Rapikan pasien
11. Bereskan alat-alat

94
12. Cuci tangan
13. Dokumentasikan : golongan darah, Rh (+/-) nomor kantong darah, respon
klien dll.
4. Pemberian oksigen
Pemberian oksigen merupakan tindakan memberikan oksigen ke
dalam paru-paru melalui saluran pernapasan dengan alat bantu oksigen.
Pemberian oksigen pada pasien dapat melalui tiga cara yaitu melalui kanula,
nasal, dan masker. Pemberian oksigen tersebut bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan oksigen dan mencegah terjadinya hipoksia.
Persiapan Alat dan Bahan :
1. Tabung oksigen lengkap dengan flowmeter dan humidifier
2. Nasal kateter, kanula, atau masker
3. Vaselin,/lubrikan atau pelumas ( jelly)
Prosedur Kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
3. Cek flowmeter dan humidifier
4. Hidupkan tabung oksigen
5. Atur posisi semifowler atau posisi yang telah disesuaikan dengan kondisi
pasien.
6. Berikan oksigen melalui kanula atau masker.
7. Apabila menggunakan kateter, ukur dulu jarak hidung dengan telinga,
setelah itu berikan lubrikan dan masukkan.
8. Catat pemberian dan lakukan observasi.
9. Cuci tangan

95
5. Fisioterapi dada
Fisioterapi dada merupakan suatu rangkaian tindak keperawatan yang
terdiri atas perkusi, vibrasi dan postural drainage.
a. Perkusi
Disebut juga clapping adalah pukualn kuat, bukan berarti sekuat-kuatnya,
pada dinding dada dan punggung dengan tangan dibentuk seperti
mangkuk. Tujuannya, secara mekanik dapat melepaskan sekret yang
melekat pada dinding bronkhus.
Prosedur Kerja :
1. Tutup area yang akan dilakkan perkusi dengan handuk atau pakaian
untuk mengurangi ketidaknyamanan.
2. Anjurkan klien tarik napas dalam dan lambat untuk meningkatkan
relaksasi.
3. Perkusi pada tiap segmen paru selama 1-2 menit
4. Perkusi tidak boleh dilakukan pada daerah dengan struktur yang
mudah cedera seperti : mammae, sternum dan ginjal.
b. Vibrasi
Getaran kuat secara serial yang dihasilkan oleh tangan perawat yang
diletakkan datar pada dinding dada klien. Tujuannya, vibrasi digunakan
setelah perkusi untuk meningkatkan turbulensi udara ekspirasi dan
melepaskan mukus yang kental. Sering dilakukan bergantian dengan
perkusi.
Prosedur Kerja :
1. Letakkan telapak tangan, telapak tangan menghadap ke bawah di area
dada yang akan di drainage. Satu tangan diatas tangan yang lain
dengan jari-jari menempel bersama dan ekstensi. Cara yang lain:
tangan bisa diletakkan secara bersebelahan.
2. Anjurkan klien menarik napas dalam melalui hidung dan
menghembuskan napas secara lambat lewat mulut atau pursed lips.

96
3. Selama masa ekspirasi, tegangkan seluruh otot tangan dan lengan dan
gunakan hampir semua tumit tangan. Getarkan (kejutkan) tangan
keaarh bawah. Hentikan getaran jika klien melakukan inspirasi.
4. Setelah tiap kali vibrasi, anjurkan klien batuk dan keluarkan sekret ke
dalam tempat sputum.
c. Postural drainage
Merupakan salah satu intervensi untuk melepaskan sekresi dari berbagai
segmen paru-paru dengan menggunakan pengaruh gaya gravitasi. Waktu
yang terbaik utnuk melakukannya yaitu sekitar 1 jam sebelum sarapan
pagi dan sekitar 1 jam sebelum tidur pada malam hari. Postural drainage
harus lebih sering dilakukan apabila lendir klien berubah warnanya
menjadi kehijauan dan kental atau ketika klien menderita demam. Hal
yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan postural drainage yaitu :
1. Batuk 2 atau 3 kali berurutan setelah setiap kali berganti posisi.
2. Minum air hangat setiap hari sekitar 2 liter.
3. Jika harus menghirup bronkodilator, lakukanlah 15 menit sebelum
melakukan postural drainage.
4. Lakukan latihan napas dan latihan lain yang dapat membantu
mengencerkan lendir.
Peralatan:
1. Bantal
2. Papan pengatur posisi
3. Tisu wajah
4. Segelas air
5. Sputum pol
Prosedur Kerja :
1. Cuci tangan
2. Pilih area yang tersumbat yang akan di drainage berdasarkan
pengkajian semua area paru, data klinis dan chest X-ray.

97
3. Baringkan klien dalam posisi untuk mendrainage area yang tersumbat.
4. Minta klien mempertahankan posisi tersebut selama 10-15 menit.
5. Selama 10-15 menit drainage pada posisi tersebut, lakukan perkusi dan
vibrasi dada diatas area yang di drainage
6. Setelah drainage pada posisi pertama, minta klien duduk dan batuk.
Bila tidak bisa batuk, lakukan suction. Tampung sputum di sputum
spot.
7. Minta klien istirahat sebentar bila perlu
8. Anjurkan klien istirahat sebentar bila perlu.
9. Anjurkan klien minum sedikit air.
10. Ulangi langkah 3-8 sampai semua area tersumbat telah ter drainage
11. Ulangi pengkajian dada pada semua bidang paru.
12. Cuci tangan
13. Dokumentasikan
6. Napas Dalam
Napas dalam yaitu bentuk latihan napas yang terdiri dari atas
pernapasan abdominal (diafragma) dan purse lips breathing.
Prosedur:
1. Atur posisi yang nyaman.
2. Fleksikan lutut klien untuk merelaksasikan otot abdomen.
3. Tempatkan 1 atau 2 tangan pada abdomen, tepat dibawah tulang iga.
4. Tarik napas dalam melalui hidung, jaga mulut tetap tertutup. Hitung
samapi 3 selama inspirasi.
5. Hembuskan udara lewat bibir seperti meniup (purse lips braething) secara
perlahan-lahan.
7. Batuk Efektif
Batuk efektif yaitu latihan batuk untuk mengeluarkan sekret.
Prosedur:
1. Tarik napas dalam lewat hidung dan tahan napas untuk beberapa detik

98
2. Batukkan 2 kali. Pada saat batuk tekan dada dengan bantal. Tampung
sekret pada sputum pot.
3. Hindari penggunaan waktu yang lama selama batuk karena dapat
menyebabkan fatigue dan hipoksia.
8. Suctioning (pengisapan lendir)
Pengisapan lendir (suction) merupakan tindakan pada pasien yang
tidak mampu mengeluarkan sekret atau lendir secara sendiri. Tindakan
tersebut dilakukan untuk membersihkan jalan napas dan memenuhi kebutuhan
oksigenasi.
Persiapan Alat dan Bahan :
1. Alat pengisap lendir dengan botol yang berisi larutan desinfektan
2. Kateter pengisap lender
3. Pinset steril
4. Dua kom berisi larutan akuades/NaCl 0,9% dan larutan desinfektan
5. Kasa steril
6. Kertas tisu
Prosedur Kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilaksanakan.
3. Atur pasien dalam posisi terlentang dan kepala miring ke arah perawat
4. Gunakan sarung tangan
5. Hubungakan kateter penghisap dengan selang penghisap
6. Hidupkan mesin penghisap
7. Lakukan penghisapan lendir dengan memasukan kateter pengisap ke
dalam kom berisi akuades atau NaCl 0,9% untuk mencegah trauma
mukosa.
8. Masukkan kateter pengisap dalam keadaan tidak mengisap
9. Tarik lendir dengan memutar kateter pengisap sekitar 3-5 detik
10. Bilas kateter dengan akuades atau NaCl 0,9%

99
11. Lakukan hingga lendir bersih
12. Catat respon yang terjadi
13. Cuci tangan
9. Memberikan Obat Sesuai Program Terapi
A. Pemberian Obat Melalui Oral
Persiapan Alat
1. Meja baki berisi :
a. Obat-obat yang diperlukan dalam tempatnya
b. Gelas obat
c. Sendok
d. Gelas ukuran (jika diperlukan)
e. Air minum pada tempatnya
f. Lap makan atau tissue
g. Martil dan lumpang penggerus (bila diperlukan)
h. Spuit steril
i. Kartu atau buku berisi rencana pengobatan
j. Kalau perlu kartu obat berisi
2. Nama pasien
3. Nomor tempat tidur
4. Dosis obat
5. Jadwal pemberian obat
Persiapan Klien
1. Memperkenalkan diri
2. Menjelaskan tujuan pemberian obat, langkah-langkah yang akan
dilakukan dan waktu pemberian obat
3. Meminta pengunjung atau keluarga menunggu di luar
Persiapan Lingkungan
1. Bekerja sebaiknya dari sebelah kanan pasien
2. Meletakkan alat sedemikian rupa sehingga mudah bekerja
Tahap Pelaksanaan
1. Cuci tangan dan pakai handscoone (sarung tangan)
2. Kaji kemampuan klien untuk dapat minum obat per oral (menelan,
mual, muntah, adanya program tahan makan atau minum, akan
dilakukan pengisapan lambung dll)
3. Periksa kembali perintah pengobatan (nama klien, nama dan dosis
obat, waktu dan cara pemberian) periksa tanggal kedaluarsa obat, bila
ada kerugian pada perintah pengobatan laporkan pada perawat/bidan
yang berwenang atau dokter yang meminta.

100
4. Ambil obat sesuai yang diperlukan (baca perintah pengobatan dan
ambil obat yang diperlukan)
5. Siapkan obat-obatan yang akan diberikan. Siapkan jumlah obat yang
sesuai dengan dosis yang diperlukan tanpa mengkontaminasi obat
(gunakan tehnik aseptik untuk menjaga kebersihan obat).
6. Tablet atau kapsul
7. Tuangkan tablet atau kapsul ke dalam mangkuk disposibel tanpa
menyentuh obat.
8. Gunakan alat pemotong tablet bila diperlukan untuk membagi obat
sesuai dengan dosis yang diperlukan.
9. Jika klien mengalami kesulitan menelan, gerus obat menjadi bubuk
dengan menggunakan martil dan lumpang penggerus, kemudian
campurkan dengan menggunakan air. Cek dengan bagian farmasi
sebelum menggerus obat, karena beberapa obat tidak boleh digerus
sebab dapat mempengaruhi daya kerjanya.
10. Obat dalam bentuk cair
11. Kocok /putar obat/dibolak balik agar bercampur dengan rata sebelum
dituangkan, buang obat yang telah berubah warna atau menjadi lebih
keruh.
12. Buka penutup botol dan letakkan menghadap keatas. Untuk
menghindari kontaminasi pada tutup botol bagian dalam.
13. Pegang botol obat sehingga sisa labelnya berada pada telapak tangan,
dan tuangkan obat kearah menjauhi label. Mencegah obat menjadi
rusak akibat tumpahan cairan obat, sehingga label tidak bisa dibaca
dengan tepat.
14. Tuang obat sejumlah yang diperlukan ke dalam mangkuk obat
berskala.
15. Sebelum menutup botol usap bagian tutup botol dengan
menggunakan kertas tissue. Mencegah tutup botol sulit dibuka
kembali akibat cairan obat yang mengering pada tutup botol.
16. Bila jumlah obat yang diberikan hanya sedikit, kurang dari 5 ml
maka gunakan spuit steril untuk mengambilnya dari botol.
17. Untuk obat yang sangat asam misalnya aspirin tawarkan makanan
kecil tanpa lemak, misal biskuit.
18. Temani klien sampai semua obat ditelan. Apabila anda ragu apakah
obat telah ditelan minta klien membuka mulutnya.
19. Setelah selesai pasien dirapikan dan bantu pasien kembali ke posisi
yang nyaman
20. Alat-alat dibersihkan dan dikembalikan ketempatnya

101
21. Kembalikan kartu, format obat atau huruf cetak nama obat ke arsip
yang tepat untuk pemberian obat selanjutnya.
Tahap Akhir
1. Evaluasi perasaan klien : kembali dalam waktu 30 menit untuk
mengevaluasi respon terhadap pengobatan.
2. Kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya.
3. Dokumentasi : Catat waktu aktual setiap obat diberikan pada catatan
obat
4. Cuci tangan
B. PEMBERIAN OBAT MELALUI SUBLINGUAL
Pemberian obat melalui sublingual merupakan rute pemberian
obat yang absorpsinya baik melalui jaringan, kapiler di bawah lidah.
Obat-obat ini mudah diberikan sendiri. Karena tidak melalui lambung,
sifat kelabilan dalam asam dan permeabilitas usus tidak perlu dipikirkan.
Persiapan Alat
1. Obat yang sudah ditentukan dalam tempatnya.
Langkah-langkah
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Memberikan obat kepada pasien.
4. Memberitahu pasien agar meletakkan obat pada bagian bawah lidah,
hingga terlarut seluruhnya.
5. Menganjurkan pasien agar tetap menutup mulut, tidak minum dan
berbicara selama obat belum terlarut seluruhnya.
C. SUNTIKAN INTRAMUSKULAR (IM)
Pengertian
Pemberian obat / cairan dengan cara dimasukkan langsung ke dalam
otot (muskulus)
Tujuan
1. Melaksanakan fungsi kolaborasi dengan dokter terhadap klien yang
diberikan obat secara intramuscular
Peralatan
1. Sarung tangan 1 pasang
2. Spuit dengan ukuran sesuai kebutuhan
3. Jarum steril 1 (21-23G dan panjang 1 – 1,5 inci untuk dewasa; 25-27
G dan panjang 1 inci untuk anak-anak)
4. Bak spuit 1
5. Kapas alkohol dalam kom (secukupnya)

102
6. Perlak dan pengalas
7. Obat sesuai program terapi
8. Bengkok 1
9. Buku injeksi/daftar obat
Tahap PraInteraksi

1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada


2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan obat dengan benar
4. Menempatkan alat di dekat klien dengan benar
Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien
3. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
Tahap Kerja
1. Mengatur posisi klien, sesuai tempat penyuntikan
2. Memasang perlak dan alasnya
3. Membebaskan daerah yang akan di injeksi
4. Memakai sarung tangan
5. Menentukan tempat penyuntikan dengan benar ( palpasi area injeksi
terhadap adanya edema, massa, nyeri tekan. Hindari area jaringan
parut, memar, abrasi atau infeksi.
6. Membersihkan kulit dengan kapas alkohol (melingkar dari arah
dalam ke luar \diameter ±5cm)
7. Menggunakan ibu jari dan telunjuk untuk mereganggkan kulit
8. Memasukkan spuit dengan sudut 900, jarum masuk 2/3
9. Melakukan aspirasi dan pastikan darah tidak masuk spuit
10. Memasukkan obat secara perlahan (kecepatan 0,1 cc/detik)
11. Mencabut jarum dari tempat penusukan
12. Menekan daerah tusukan dengan kapas desinfektan
13. Membuang spuit ke dalam bengkok
Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
3. Berpamitan dengan klien
4. Membereskan alat-alat
5. Mencuci tangan
6. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

103
Pilihan Tempat Injeksi Intra Muskuler
Paha (vastus lateralis) : posisi klien terlentang dengan lutut
agak fleksi. Ventroglteal : posisi klien berbaring miring, telentang, atau
telentang dengan lutut atau panggul miring dengan tempat yang diinjeksi
fleksi. Lengan atas (deltoid) : posisi klien duduk atau berbaring datar
dengan lengan bawah fleksi tetapi rileks menyilangi abdomen atau
pangkuan.
D. SUNTIKAN INTRAVENA (IV)
Pengertian
Pemberian obat intravena adalah pemberian obat dengan cara
memasukkan obat kedalam pembuluh darah vena menggunakan spuit
Tujuan dan manfaat
Pemberian obat dengan cara intravena bertujuan untuk :
1. Mendapat reaksi yang lebih cepat, sehingga sering digunakan pada
pasien yang sedaang gawat darurat .
2. Menghindari kerusakan jaringan .
3. Memasukkan obat dalam volume yang lebih besar
Tempat injeksi intravena :
1. pada lengan (vena basilika dan vena sefalika).
2. pada tungkai (vena safena)
3. pada leher (vena jugularis)
4. pada kepala (vena frontalis atau vena temporalis)
Persiapan peralatan untuk pemberian obat intravena
1. Buku catatan pemberian obat
2. Kapas alkohol
3. Sarung tangan sekali pakai
4. Obat yang sesuai
5. Spuit 2-5ml dengan ukuran 21-25, panjang jarum 1,2 inci
6. Bak spuit
7. Baki obat
8. Plester
9. Kasa steril
10. Bengkok
11. Perlak pengalas
12. Pembendung vena (torniket)
13. Kasa steril
14. Betadin

104
Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3. Bebaskan daerah yang disuntik dengan cara membebaskan daerah
yang akan dilakukan penyuntikan dari pakaian dan apabila tertutup
buka atau ke ataskan.
4. Ambil obat dalam tempatnya dengan spuit sesuai dengan dosis yang
akan diberikan. Apabila obat berada dalam bentuk sediaan bubuk,
maka larutkan dengan pelarut (aquades steril).
5. Pasang perlak atau pengalas di bawah vena yang akan dilakukan
penyuntikan.
6. Kemudian tempatkan obat yang telah diambil pada bak injeksi.
7. Desinfeksi dengan kapas alkohol.
8. Lakukan pengikatan dengan karet pembendung (torniquet) pada
bagian atas daerah yang akan dilakukan pemberian obat atau
tegangkan dengan tangan/minta bantuan atau membendung di atas
vena yang akan dilakukan penyuntikan.
9. Ambil spuit yang berisi obat.
10. Lakukan penusukkan dengan lubang menghadap ke atas dengan
memasukkan ke pembuluh darah dengan sudut penyuntikan 150 - 300
11. Lakukan aspirasi bila sudah ada darah lepaskan karet pembendung
dan langsung semprotkan obat hingga habis.
12. Setelah selesai ambil spuit dengan menarik dan lakukan penekanan
pada daerah penusukkan dengan kapas alkohol, dan spuit yang telah
digunakan letakkan ke dalam bengkok.
13. Cuci tangan dan catat hasil pemberian obat/ test obat, tanggal waktu
dan jenis obat serta reaksinya setelah penyuntikan (jika ada).
E. SUNTIKAN SUBKUTAN (SC)
Pengertian
Pemberian obat dengan cara subcutan adalah memasukkan obat
kedalam bagianbawah kulit.
Tempat yang dianjurkan untuk suntikan ini adalah lengan bagian atas,kaki
bagian atas,dan daerah disekitar pusar.
Tujuan
1. Pemberian obat subcutan bertujuan untuk memasukkan sejumlah
toksin atau obat pada jaringan subcuta di bawah kulit untuk di
absorbsi.

105
Persiapan peralatan pemberian obat subcutan
1. Buku catatan pemberian obat
2. Kapas alkohol
3. Sarung tangan sekali pakai
4. Obat yang sesuai
5. Spuit 2 ml dengan ukuran 25, panjang jarum 5/8 sampai ½ inci
6. Bak spuit
7. Baki obat
8. Plester
9. Kasa steril
10. Bengkok
Prosedur
1. cuci tangan
2. siapkan obat sesuai dengan prinsip 5 benar
3. identifikasi klien
4. beri tahu klien prosedur kerjanya
5. atur klien pada posisi yang nyaman
6. pilih area penusukan
7. pakai sarung tangan
8. bersihkan area penusukan dengan kapas alcohol
9. pegang kapas alkohol dengan jari tengah pada tangan non dominan
10. buka tutup jarum
11. tarik kulit dan jaringan lemak dengan ibu jari dan jari tangan non
dominan dengan ujung jarum menghadap ke atas dan menggunakan
tangan dominan,masukkan jarum dengan sudut 450 atau 900 .
12. lepaskan tarikan tangan non dominan
13. tarik plunger dan observasi adanya darah pada spuit.
14. jika tidak ada darah,masukan obat perlahan-lahan.jika ada darah
15. tarik kembali jarum dari kulit tekan tempat penusukan selama 2
menit dan observasi adanya memar, jika perlu berikan plester,siapkan
obat yangbaru.
16. cabut jarum dengan sudut yang sama ketika jarum di masukan,sambil
melakukan penekanan dengan menggunakan kapas alkohol pada area
penusukan.
17. jika ada perdarahan,tekan area itu dengan menggunakan kasa steril
sampai perdarahan berhenti.
18. kembalikan posisi klien
19. buang alat yang sudah tidak dipakai
20. buka sarung tangan

106
21. Cuci tangan dan catat hasil pemberian obat/ test obat, tanggal waktu
dan jenis obat, serta reaksinya setelah penyuntikan (jika ada)

F. SUNTIKAN INTRAKUTAN (IC)


Pengertian
Pemberian obat dengan cara intracutan adalah pemberian obat
dengan caramemasukkan obat kedalam permukaan kulit. Tempat penting
yang banyak dipakai untuk melakukan suntikan intrakutan adalah bagian
atas dari lengan bawah.
Pemberian obat dengan intracutan :
1. Pasien mendapatkan pengobatb sesuai program pengobatan dokter.
2. Memperlancar proses pengobatan dan menghindari kesalahan
dalam pemberian obat.
3. Membantu menentukan diagnosa terhadap penyakit tertentu (misalnya
tuberculin tes).
4. Menghindarkan pasien dari efek alergi obat ( dengan skin test).
Persiapan alat pemberian obat intrakutan
1. buku catatan pemberian obat
2. kapas alkohol
3. sarung tangan sekali pakai
4. obat yang sesuai
5. spuit 1 ml dengan uk.25,26,atau 27, panjang jarum ¼ samapi 5/8 inci
6. pulpen atau spidol
7. bak spuit
8. baki obat
Prosedur
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Bebaskan daerah yang akan disuntik, bila menggunakan baju lengan
panjang buka dan ke ataskan.
4. Pasang perlak/ pengalas di bawah bagian yang disuntik.
5. Ambil obat untuk tes alergi kemudian larutkan/encerkan dengan
aquadcs (cairan pelarut) kemudian ambil 0,5 cc dan encerkan lagi
sampai kurang lebih 1 cc, dan siapkan pada bak injeksi atau steril.
6. Desinfeksi dengan kapas alkohol pada daerah yang akan dilakukan
suntikan.
7. Tegangkan dengan tangan kiri atau daerah yang akan disuntik.
8. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan sudut
50 – 150 dengan permukaan kulit.
9. Semprotkan obat hingga terjadi gelembung.

107
10. Tarik spuit dan tidak boleh dilakukan masase.
11. Cuci tangan dan catat hasil pemberian obat/ test obat, tanggal waktu
dan jenis obat serta reaksinya setelah penyuntikan.

G. PEMBERIAN OBAT MELALUI ANUS ATAU RECTUM


Pengertian
Pemberian obat melalui anus/rectum (suppositoria) dilakukan dengan
cara memasukkan obat melalui anus/rekktum.
Tujuan
1. Memberikan efek local dan sistemik.
2. Menjadikan lunak feses
3. Merangsang BAB
Peralatan
1. Obat suppositoria dalam tempatnya.
2. Sarung tangan.
3. Kain kasa.
4. Vaselin/pelicin/pelumas.
5. Kertas tisu.
6. Bengkok.
Langkah-langkah
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang dilakukan.
3. Menawarkan pasien untuk buang air kecil/besar.
4. Bebaskan pakaian bagian bawah dan letakkan bengkok dibawah
anus.
5. Gunakan sarung tangan.
6. Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa.
7. Oleskan pelicin pada ujung obat suppositoria.
8. Regangkan glutea dengan tangan kiri, kemudian masukkan obat
sambil menyuruh pasien menarik nafas panjang. Selama 20 menit
pasien istirahat baring.
9. Setelah selesai tarik jari tangan dan bersihkan daerah sekitar anal
dengan tisu,.
10. Lepaskan sarung tangan dan masukkan ke dalam bengkok.
11. Merapikan pakaian pasien dan lingkungannya.
12. Membersihkan alat dan mengembalikan pada tempatnya.
13. Cuci tangan.
14. Catat obat, jumlah/dosis, dan cara pemberian.

108
H. PEMBERIAN OBAT MELALUI VAGINA
Pengertian
Pemberian obat yang melalui vagina bertujuan untuk mendapatkan
efek terapi obat dan mengobati saluran vagina/ servix
Peralatan
1. Obat dalam tempatnya.
2. Sarung tangan
3. Kain kasa.
4. Kertas tisu.
5. Pelicin/pelumas.
6. Pengalas/handuk bawah.
7. Bengkok
Langkah-langkah
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Membuka pakaian bawah, menutupi dengan pengalas/handuk bawah.
4. Memberikan posisi dorsal recumbent.
5. Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa.
6. Gunakan sarung tangan
7. K/P melumasi suppositoria tipis-tipis.
8. Renggangkan labia minora agar tampak meatus vagina dengan
tangan kiri
9. Masukan obat sepanjang dinding kanal vagina posterior sampai 8-10
cm atau sedalam mungkin.
10. Mengeluarkan jari tangan dan membuka sarung tangan.
11. Memberikan supine selama 5-10 menit, meninggikan panggul dengan
1 bantal.
12. Cuci tangan.
13. Catat jumlah, dosis, waktu, dan cara pemberian.

I. PEMBERIAN OBAT TOPIKAL


a. Kulit
Pemberian obat yang dilakukan pada kulit dengan tujuan
mempertahankan hidrasi, melindungi permukaan kulit, mengurangi
iritasi kulit, atau mengatasi infeksi. Obat ini dapat berupa krem, lotion,
aerosol, dan sprey.
Peralatan
1. Obat yang diperlukan
2. Kapas lidi steril
3. Kasa steril

109
4. Bengkok.
Langkah-langkah
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Membersihkan kulit dengan kasa steril.
4. Mengoleskan obat pada kulit.
5. Merapikan pasien dan lingkungannya
6. Cuci tangan
b. Mata
Pemberian obat dengan cara meneteskan atau mengoleskan
obat pada mata
Peralatan
1. Bengkok.
2. Kapas.
3. Obat
4. K/P pipet.
Langkah-langkah
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Sikap psien duduk atau tidur terlentang dengan kepala
ditengadahkan.
4. Membuka kelopak mata bawah dengan telunjuk jari kiri.
5. Meneteskan obat tetes mata pada permukaan konjungtiva kelopak
mata bawah.
6. Membersihkan air mata yang keluar dengan kapas.
7. Apabila obat mata jenis salep, pegeng aplikator salep di atas pinggir
kelopak mata kemudian tekan salep sehingga obat keluar dan
berikan obat pada kelopak mata bawah. Setelah selesai anjurkan
pasie untuk melihat ke bawah, secara bergantian dan berikan obat
pada kelopak mata bagian atas dan biarkan pasien untuk
memejamkan mata dan mengerakkan kelopak mata.
8. Membereskan alat.
9. Cuci tangan.
c. Telinga
Pemberian obat yang dilakukan dengan meneteskan atau
mengoleskan obat pada telinga. Pada umumnya obat ini diberikan pada
gangguan infeksi telinga (misal, otitis).
Peralatan
1. Kapas bulat.
2. Handuk.

110
3. Obat yang sudah ditentukan.
4. Lidi kapas steril.
5. Bengkok.
Langkah-langkah
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Membantu pasien dalam posisi tidur miring, telinga yang sakit
mengerah ke atas.
4. Meletakkan handuk dibawah bahu pasien.
5. Membersihkan liang telinga dengan lidi kapas.
6. Mengisi pipet dengan obat yang sudah disediakan.
7. Menarik daun telinga dan di angkat ke atas dengan hati-hati.
8. Menetesi obat melalui sisi atau dinding telinga untuk mencegah
terhalang oleh gelembung udara, sesuai dosis yang ditentukan.
9. Membersihkan bekas cairan obat dengan kapas bulat.
10. Merapikan pasien, lingkungan, dan alat.
11. Cuci tangan.
12. Catat jumlah, tanggal, dan dosis pemberian.
d. Hidung
Pemberian obat yang dilakukan dengan meneteskan obat pada
hidung. Pada umumnya dilakukan pada seseorang yang mengalami
keradangan hidung (rhinitis) atau naso pharing.
Peralatan
1. Handuk
2. Kapas/tisu.
3. Bengkok.
4. K/P pipet.
Langkah-langkah
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Pasien diberi sikap berbaring tengadah dengan kepala lebih rendah
dari bahu.
a. Duduk di kursi dengan kepala menengadah ke belakang.
b. Berbaring dengan kepala ekstensi pada tepi tempat tidur.
c. Berbaring dengan bantal di bawah bahu dan kepala tengadah ke
belakang.
4. Mengisi pipet dengan obat yang sudah ditentukan.
5. Menetesi hidung :
a. Menetesi obat ke dalam lubang hidung sesuai dosis yang
ditentukan.

111
b. Pasien dianjurkan untuk tengadah atau berbaring selama 5-10
menit supaya obat tidak mengalir keluar.
6. Membersihkan tetesan dengan kapas / tisu
7. Merapikan dan mengembalikan alat.
8. Cuci tangan.
9. Catat cara, tanggal, dan dosis pemberian.

10. Memberikan Pendidikan Kesehatan


Pengertian

Penkes adalah informasi kesehatan dan berbuat sesuai dengan


informasi tersebut agar mereka menjadi lebih tahu dan lebih sehat
(budiro,1998)

Penyuluhan atau pendidikan kesahatan adalah gabungan berbagai


kegiatan dan kesempatan yang berdasarkan perinsip perinsip untuk belajar
mencapai sutau keadaan, dimanan individu, keluarga, kelompok atau
masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat tahu bagai mana caranya dan
melakukan apa yang bisa dilakukan, secara perseorangan maupun secara
kelompok dan meminta pertolongan bila perlu.

Tujuan

1. Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam


membina dan memleihara perilaku sehat dan lingkungan sehat, serta
peran aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
2. Tebentuknya perilaku sehat terhadap individu, keluarga dan masyarakat
yang sesuai dengan konsep hidup sehat baikfisik, mental dan sosoial
sehingga dapat menurunkan angka kesatikan dan kematian.
3. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menolong atau mengatasi
dirinya sendiri dalam bidang kesehatan.
4. Meningkatkan perilaku peroroangan dan atau masyarakat dalam bidang
kesehatan (WHO).

112
Indikasi

1. Semua masyarakat, individu kelompok atau keluarga

Peralatan

1. Media pendidikan kesehatan (brosur, leflet, lembar balik, dan lain –


lain)
2. Proyektor
3. Laptop
4. Peralatan lain jika dengan demontrasi

Prosedur

Fase Pra Interaksi

1. Verifikasi data
2. Mempersiapkan lata dan bahan atau media

Fase Orientasi

1. Mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan
4. Menjelaskan prosedur atau langkah langkah PENKES
5. Menanyakan kesiapan klien atau kontrak waktu
6. Appresepsi

Fase kerja

1. Mengatu posisi yang nyaman untuk klien


2. Menjelaskan pengertian penyakit (sesuai topik PENKES)
3. Menjelaskan penyebab atau etiologi (sesuai topik PENKES)
4. Menjelaskan tanda dan gejala penyakit (sesuai topik PENKES)
5. Menjelaskan pencegahan penyakit (sesuai topik PENKES)
6. Menjelaskan penatalaksanaan atau perawatan penyakit (sesuai
topik PENKES)
7. Menjelaskan atau melakukan demonstrasi atau simulasi (prosedur atau
tindakan kalau ada (mengukur TD/Suhu, membuat LGG, justimun dan lain
lian sesuai topik Penkes)

113
Fase terminasi

1. Evalusai (dapat dilakukan sebelum dan sesudah PENKES)


2. Menyampaikan rencana tindak lanjut (Sebagai Follow Up)
3. Berpmanitan (appresiasi/ucapan terima kasih dan permintaan maaf ada
kekurangan).

114
DAFTAR PUSTAKA

1. Tindakan Keperawatan Posisi Semi Fowler


http://tisnawati-tis.blogspot.com/2017/03/sop-posisi-pasien.html. Diakses
pada Sabtu, 13 Juni 2020.
https://workingpaper98.blogspot.com/2018/11/sap-posisi-semi-fowler-pada-
pasien.html. Diakses pada Sabtu, 13 Juni 2020.
2. Tindakan Keperawatan Posisi Fowler
http://perawatheva.blogspot.com/2017/03/standar-operasional-prosedur-
sop_31.html. Diakses pada Sabtu, 13 Juni 2020.
3. Tindakan Keperawatan Memberikan Oksigen Simple Mask
https://www.academia.edu/36038589/ASKEP_Pemenuhan_Kebutuhan_Oksig
enasi. Diakses pada Sabtu, 13 Juni 2020.
4. Tindakan Keperawatan Melatih Napas Dalam
https://www.academia.edu/36038589/ASKEP_Pemenuhan_Kebutuhan_Oksig
enasi. Diakses pada Sabtu, 13 Juni 2020.
5. Tindakan Keperawatan Melatih Batuk Efektif
https://www.academia.edu/36038589/ASKEP_Pemenuhan_Kebutuhan_Oksig
enasi. Diakses pada Sabtu, 13 Juni 2020.
6. Tindakan Keperawatan Postural Drainage
https://www.academia.edu/36038589/ASKEP_Pemenuhan_Kebutuhan_Oksig
enasi. Diakses pada Sabtu, 13 Juni 2020.
7. Tindakan Keperawatan Melakukan Pengisapan Lendir
https://www.academia.edu/36038589/ASKEP_Pemenuhan_Kebutuhan_Oksig
enasi. Diakses pada Sabtu, 13 Juni 2020.
8. Tindakan Keperawatan Memasang dan Memonitor Transfusi Darah
http://perawatheva.blogspot.com/2017/05/standar-operasional-prosedur-
sop_5.html. Diakses pada Sabtu, 13 Juni 2020.
9. Tindakan Keperawatan Memberikan Obat Sesuai Program Terapi
Hidayat, AAA. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, buku 2. Jakarta
: salemba Medika. Diakses pada Sabtu, 13 Juni 2020.
Joyce, K & Everlyn, R.H. (1996). Farmakologi Pendekatan Proses
Keperawatan. Jakarta : EGC. Diakses pada Sabtu, 13 Juni 2020.
WHO. (1998). Nursing Care Of The Sick : A Guide For Nurses Working In
Small Rural Hospital. Diakses pada Sabtu, 13 Juni 2020.

115
http://perawatbukittinggi.blogspot.com/2017/02/sop-pemberian-obat.html.
Diakses pada Sabtu, 13 Juni 2020.
10. Tindakan Keperawatan Memberikan Pendidikan Kesehatan
http://teknokesindo.blogspot.com/2017/08/sop-penkes-pendidikan-
kesehatan.html. Diakses pada Sabtu, 13 Juni 2020.

116
2.8 Melaksanakan Evaluasi Kebutuhan Oksigenasi
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar yang paling vital dalam
kehidupan manusia. Kekurangan oksigen akan berdampak kematian sel. Oleh
karena itu pada pasien gangguan system pernafasan, oksigen tidak bisa terpenuhi
secara normal melaikan memerlukan bantuan terapi oksigen untuk memenuhi
metabolism sel. Tujuan penelitian ini adalah mengobservasi pelaksanaan
pemberian terapi oksigen pada pasien gangguan system pernafasan di RSUD
Bangil Pasuruan. Desain penelitian ini menggunakan metode diskriptif, sampel
yang diambil yaitu seluruh perawat yang bekerja diruang paru dan bangsal RSUD
Bangil Pasuruan. Jumlah sampling yang diambil yaitu 24 orang dengan
menggunakan teknik total sampling. Instrument yang digunakan untuk
pengumpulan data adalah observasi.
Hasil penelitian dari 24 orang diperoleh hasil 14 orang perawat
berkemampuan “cukup baik” atau sekitar 58,3%. Serta 10 orang perawat
berkemampuan “baik” dalam melakukan pemberian terapi oksigen atau sekitar
41,6%. Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa kemampuan perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan perlu ditingkatkan lagi sesuai dengan SOP.
Rekomendasi dari penelitian ini hendaknya perawat perlu melakukan evaluasi,
dan partisipasi perawat untuk memperhatikan SOP, khususnya tindakan
pemberian terapi oksigen.
1. PENDAHULUAN
Menurut hasil laporan World Health Organization (WHO) pada tahun
2012, Indonesiatermasuk negara yang dikategorikan sebagai highburden
countries terhadap T paru yaitu menduduki peringkat kelima sebagai
negarapenyumbang penyakit TB setelah India, China,Afrika selatan, Nigeria.
Diperkirakan setiap tahunada 429.720 kasus baru dan 66.000 kematianakibat
TB (WHO, 2010). Provinsi Jawa Timurmenempati urutan kedua di Indonesia
dalamjumlah penderita TB (Dinkes Jatim, 2010).Biasanya pada orang yang
mengalamigangguan pernapasan, perawat memberikan terapioksigen untuk

117
membantu memenuhi kebutuhanoksigenasi. Perawat dalam menjalankan
perannya berorientasi terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Salah
satu kebutuhan dasar tersebut adalah oksigen (Harahap, 2005).
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar yang paling vital dalam
kehidupan manusia. Dalam tubuh, oksigen berperanpenting di dalam proses
metabolisme sel. Kekurangan oksigen akan berdampak yangbermakna bagi
tubuh, salah satunya kematian. Karenanya, berbagai upaya perlu dilakukan
untuk menjamin agar kebutuhan dasar ini terpenuhi dengan baik. Untuk itu
setiap perawat harus paham dengan manifestasi tingkat pemenuhan oksigen
pada pasien serta mampu mengatasiberbagai masalah terkait dengan
pemenuhan kebutuhan tersebut (Mubarak dkk.2013).
Berdasarkan hasil observasi dilapangan, cara pemberian terapi oksigen
yang dilakukan oleh perawat disana bervariasi. Maksud dari bervariasi yaitu
cara pemberiannya antara masing-masing perawat, ada yang saat pemberian
terapi lupa tidak cuci tangan sebelum melakukan tindakan ada yang lupa tidak
mengisi tabung humidifier dengan air steril dan ada juga yang lupa tidak
memberikan KIE tentang terapi oksigen dan lupa tidak mengobservasi setelah
dilakukan tindakan, ada pula yang melakukan tindakan pemberiano ksigen
dengan sempurna.
Pada dasarnya setiap perawat mempunyai kemampuan yang baik
dalam memberikan terapi oksigen karena tindakan pemberian terapi
oksigenasi merupakan bagian dari materi yang sudahdiberikan pada saat
dibangku kuliah hanya saja karena pemberian terapi oksigen sudah sering
dilakukan perawat terkadang menganggap gampang dan remeh tindakan ini,
mereka kurang teliti pada saat memberikan terapi Oksigen sehingga tanpa
disadari muncul suatu masalah separti perawat lupa tidak mengecek
humidifier padahal kelembapan udara yang terhumidifikas isecara adekuat
dapat mencegah terjadinya komplikasi pernapasan. Kemudian misalnya saja
perawat lupa tidak memberi KIE pada pasien untuk tidak mengganti ukuran

118
saturasi oksigen sendiri, karena apabila hal ini sering terjadi maka saturasi
oksigen yang tinggi dapat menyebabkan hipoventilasi sedangkan pemberian
oksigen yang diberikan secara continue dengan saturasi yang tinggi dapat
menyebabkan toksisitas oksigen (Asihdkk., 2003). Tujuan penelitian adalah
untuk mengetahui gambaran pemberian terapi oksigen pada pasien gangguan
sistem pernapasan di RSUD Bangil Pasuruan.
2. METODE
Metode penelitian deskriptif dalam penelitian ini penulis ingin
menggambarkan atau mendeskripsikandan mendapatkan gambaran tentang
pemberianterapi oksigen pada pasien gangguan system pernapasan di RSUD
Bangilpasuruan. Populasi dala penelitian ini adalah perawat di ruangan paru
RSUD Bangil Pasuruansebesar 24 oran. Teknik sampling yang digunakan
adalah sampling jenuh.
Variabel dalam penelitian ini adalah pelaksanaan pemberian terapi
oksigen pada pasien dengan gangguan system pernapasan di RSUD Bangil
Pasuruan.Variabel dalam penelitian ini adalah pelaksanaan pemberian terapi
oksigen. Adapun tindakan pemberian terapi oksigen adalah kemampuan
perawat ruang paru danbangsal dalam memberikan terapi oksigen
3. HASIL
Dari hasil yang di di dapatkan yaitu adanya Karakteristik responden
berdasarkan usia dapat diketahui bahwa hasil análisis didapat kan rata-rata
usia responden 28 tahun dengan standart deviasi 1,732 tahun. Usia termuda 22
tahun dan usia tertua 36 tahun. Dari hasi estimasi interval dapat disimpulkan
bahwa diyakini rata-rata usia responden berk
isar antara 27 sampai dengan 29 yang sesuai dengan SOP dengan parameter
pengukuran: Persiapan alat, pasien, lingkungan. Pelaksanaan terapi oksigen.
Evaluasi pasien sebelum dan sesudah dilakukan pemberian terapi
Penelitian ini akan dilaksanakan di ruang paru dan bangsal RSUD Bangil
Pasuruan dimulai dari bulan Mei-Juli 2013. Dalam penelitian ini instrument

119
yang digunakan adalah observasi. Observasi merupakan cara pengumpulan
data dengan melakukan pengamatan secara langsung kepada responden
penelitian untuk mencari perubahan atau hal yang akan diteliti. Dalam
penelitian ini lembar observasi yang dibuat oleh peneliti tentunya dalam hal
ini sesuai dengan standart operasional prosedur yang di isi oleh peneliti
sendiri (Aziz,2003). Saat perawat melakukan tindakan pemberian terapi
oksigen kemudian peneliti melakukan observasi.
4. PEMBAHASAN
Pelaksanaan pemberian terapi oksigen pada pasien di rumah sakit
dengan gangguan system pernapasan, menunjukan bahwa pelaksanaan
pemberian terapi oksigen di rumah sakit, pasuran mayoritas adalah cukup
respenden dalam melaksanakan terapi oksigen dengan baik, ini dapat di
butuhkan bahwa hampir sebagian besar responden dapat melaksanakan terapi
oksigen dengan baik. Untuk point perintah nomor 10 yang sering tidak
dilakukan adalah tindakan cuci tangan, padahal jika diperhatikan tindakan
cuci tangan sebelum melakukan tindakan sangat penting meskipun kata
mereka “sepele”.
Menurut Depkes(2003), salah satu penyebab terjadinya infeksi
nosokomial adalah karena dekontaminasi tangan. Padahal transmisi penyakit
melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga hiegene dari tangan.
Tetapi pada kenyataannya hal ini sulit dilakukan dengan benar, karena
banyaknya alasan seperti waktu mencuci tangan yang lama, kurangnya
pengetahuan mengenai cuci tangan yang benar, kurangnya peralatan cuci
tangan. Dari sinilah virus, bakteri dapat tertular melalui kontaminasi tangan
yang sering tidak dilakukan atau dilakukan namun kurang maksimal adalah
tindakan mengobservasi setelah melakukan tindakan pemberian terapi
oksigen.
Menurut teori Pooter and Perry (2005) pemberian oksigen tidak hanya
memberikan efek terapi tetapi jika penggunaannya tidak tepat dapat

120
menyebabakan efek seperti depresi ventilasi, keracunan oksigen. Keadaan
yang trerjad diatas dapat merusak struktur jaringan paru seperti atelektasis dan
kerusakan surfaktan, akibatnya proses difusidiparu akan terganggu bila kita
tidak sering mengontrol saturasi oksige, mengontrol saturasi oksigen.
Menurut teori Utama (1999), keterampilan merupakan kemampuan
untuk melakukan sesuatuyang baik dan benar. Seorang perawat
dikatakanterampil apabila telah dapat memberikan pelayanan keperawatan
dengan baik dan benar. Baik dan benarnya pelaksanaan pemberian terapi
oksigenasi tentunya dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya yaitu faktor
usia dan pendidikan. Dari hasil penelitian diketahu bahwa pelaksanaan
pemberian terapi oksigendi ruang paru dilakukan oleh perawat rata-rata
berusia ±28 tahun.
Menurut WHO usia ini merupakan kategori usia dewasa awal. Jika
diperhatikan pada masa usia inilah kemampuan atau kinerja mengalami
masamasa peningkatan. Akan tetapi, keterampilan seorang perawat bukan
hanya tergantung dari tingginya pendidikan yang diterimanya, tapi
pengalaman dala melakukan pelayanan keperawatan juga sangat berpengaruh
(Zulkifli 2010).
Menurut peneliti hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori di atas
bahwa penderita gangguan system pernapasan harus terpenuhi kebutuhan
dasarnya dengan cara pemberian terapi oksigen. Pemberian terapi oksigen
adalah suatu kemampuan untuk memasukkan oksigen tambahan dari luar ke
paru melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai. kebutuhan
(Depkes. RI, 2005) tentunya cara pemberiannya pun harus benar dan tepat.
Hal ini sesuai dengan teori Utama (1999), yaitu keterampilan merupakan
kemampuan untuk melakukan sesuatu yang baik dan benar.
Kematangan usia yang baik dapat memudahkan untuk mendapat
pengetahuan serta dapat dengan mudah untuk mengembangkan ilmu atau
pengetahuan yang sudah ada. Sama halnya dengan ini bahwa usia dan

121
pendidikan saling terkait, usia yang cukup dan tingkat pendidikan yang baik
dapat memudahkan responden dalam menerima perubahan ilmu serta dapat
melaksanakan pemberian terapi oksigen dengan baik dan benar.

122
KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa pelaksanaan pemberian


terapi oksigen pada pasien gangguan sistem pernapasan yang dilakukan oleh
perawat diruang paru RSUD Bangil Pasuruanmayoritas adalah cukup dengan
persentase sebesar 58,3%. Dari penelitian ini disarankan perawat dapat lebih
meningkatkan lagi kemampuan yang sudah cukup baik menjadi lebih baik.
Dalam usaha untuk meningkatkan kemampuan ini sangat diperlukan upaya
evaluasi dari tindakan apa saja yang sudah dilaksanakan khususnya dalam
melaksanakn pemberian terapi oksigen serta partisipasi perawat untuk
memperhatikan SOP yang sudah ditentukan. Jika perlu untuk meningkatkan
kualitas kerja yang baik perlu diberikan reward kepada perawat yang melakukan
asuhan keperawatan dengan baik dan memberi teguran pada perawat yan sering
melakukan asuhan keperawatan dengan kurang baik.

123
DAFTAR PUSTAKA

Asih, Yasmin, Niluh, Crhistantie, Christantie Effendy.2003. Keperawatan


Medikal. Bedah Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : EGC.
Diakses pada Minggu, 14 Juni 2020.
Azis, Alimul. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta:
Salemba Medika. Diakses pada Minggu, 14 Juni 2020.
Azis, Alimul. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta : Salemba Medika. Diakses pada Minggu, 14 Juni 2020.
Arikunto, S. 2011. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta.
Jakarta. Diakses pada Minggu, 14 Juni 2020.
Depkes. 2010. Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan
Kesehatan. Jakarta. Diakses pada Minggu, 14 Juni 2020.
Harahap. 2009. Oksigenasi Dalam Suatu Asuhan Keperawatan. Jurnal
Keperwatan Rufaidah Sumatera Utara Volume 1. Diakses pada Minggu, 14
Juni 2020. Diakses pada Minggu, 14 Juni 2020.
Potter & Perry. 2013. Buku Ajar Fundamental Keperawatan (Yasmin Asih,
Penerjemah). Jakarta: EGC. Diakses pada Minggu, 14 Juni 2020.
Rukmono, Yoyo.2009. Penuntun Praktek Keterampilan Medik Pelayanan Keluarg
Berencana. Yogyakarta: Graha Ilmu. Diakses pada Minggu, 14 Juni 2020.
Setiadi. 2008. Konsep & Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Diakses pada Minggu, 14 Juni 2020.

124

Anda mungkin juga menyukai