PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
pancreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin
yang diproduksi secara efektif. Insulin ialah hormon yang mengatur keseimbangan kadar
gula darah. Akibatnya terjadi peningkatan kosentrasi glukosa di dala darah/ hiperglikemia
(Who, 2012).
Penyakit DM saat ini telah menjadi ancaman serius bagi kesehatan global. Dari data
yang di dapat secara global pada tahun 2016 terdapat 70% kasus DM dari total kematian
didunia dan lebih dari setengah beban penyakit. DM tipe 2 dengan angka kejadian 90-
95%. Estimasi yang dilakukan oleh IDF terdapat 382 juta orang yang hidup dengan
diabetes didunia pada tahun 2016. Diperkirakan pada tahun 2035 jumlah tersebut akan
meningkat menjadi 592 juta orang. Dari 382 orang tersebut, 175 juta diantaranya belum
pencegahan, menyikapi akan masalah tersebut perlu adanya tindakan preventif yang harus
dilakukan seperti melakukan kegiatan fisik, membatasi asupan kolori yang berlebih dan
Perawatan diri merupakan salah satu usaha pencegahan komplikasi dan untuk
menurunkan angka kematian yang tinggi akibat DM. Prevalensi penderita ulkus diabetik
di Amerika Serikat sebesar 15-20%, risiko amputasi 15-46 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan penderita non DM. penderita ulkus diabetik di Amerika Serikat memerlukan biaya
yang tinggi untuk perawatan yang diperkirakan antara $ 10.000 - $ 12.000 per tahun
untuk seorang penderita. Prevalensi penderita ulkus diabetik di Indonesia sekitar 15%,
angka amputasi 30%, angka mortalitas 32% dan ulkus diabetik merupakan sebab
perawatan rumah sakit yang terbanyak sebesar 80% untuk DM (Asiri dkk, 2013).
International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2017 melaporakan bahwa epidemic
berada pada peringkat keenam di dunia setelah Tiongkok, India, Amerika Serikat, Brazil
dan Meksiko dengan jumlah penyandang DM usia 20-79 tahun sekitar 10,3 juta orang
(WHO,2018).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Daerah Sulawesi Utara angka kejadian atau
penemuan kasus DM pada tahun 2017 terdapat 3.919 kasus. Angka ini membuat kejadian
DM di Sulawesi Utara berada pada posisi ke 8 pada 10 penyakit yang menonjol yang
terjadi di Sulawesi Utara. Angka ini mungkin akan terus meningkat jika tidak ditanggapi
secara serius.
Penyakit ini pada dasarnya terbagi menjadi dua kelompok, yaitu DM tipe I dan DM
tipe II. DM tipe I terjadi sejak balita atau remaja, kemudian diketahui bahwa siapapun
dari segala usia juga dapat menderita tipe I ini, meskipun mayoritas kasus yang ada ialah
pada usia 30 tahun ke bawah. Sedangkan DM tipe II dapat menurun dari orangtua yang
menderita diabetes. Tetapi risiko terkena penyakit ini akan semakin tinggi jika kelebihan
berat badan dan kurangnya aktifitas bergerak. Oleh karena itu, dengan diet yang seimbang
untuk mengontrol berat badan dan olahraga yang baik DM tipe II ini dapat dikendalikan
(Arisman, 2010).
Menurut penelitian sebalumnya yang dilakukan oleh Hatabarat dkk (2018) terhadap
dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien DM. Peneliti lain yaitu Setiyorini dan
Wulandari (2017) yang meneliti tentang hubungan lama menderita dan kejadian
komplikasi dengan kualitas hidup lansia penderita DM tipe II. Hasil penelitian ini yaitu
tidak ada hubungan lama menderita dan kejadian komplikasi dengan kualitas hidup lansia
penderita DM tipe 2. Semakin lama seseorang menderita suatu penyakit, maka semakin
lama kesempatan untuk belajar tentang penyakitnya dan lebih berpengalaman dalam
untuk menangani penyakit yang dideritanya sangat penting. Penderita diabetes dituntut
pengontrolan glukosa darah agar metabolismenya dapat terkendali dengan baik. Hal yang
dirasakan berat oleh adanya penanganan dan tuntutan yang tinggi untuk melakukannya
seperti; diet, pengaturan berat badan, pemeriksaan kadar gula darah. Diet dalam menjaga
makanan yang dikonsumsi seringkali menjadi kendala bagi penderita diabetes mellitus
(DM) tipe II, karena masih tergoda dengan segala bentuk makanan yang dapat
memperburuk kesehatan, bahkan komplikasi lain yang mungkin bisa dihadapi seperti
Dari hasil survey awal yang dilakukan oleh peneliti didapati ada 134 pasien yang
dengan gagguan luka akibat diabetes tipe 2. Berdasarkan hasil wawancara terhadap 6
orang pasien yang menderita DM tipe 2 dengan komplikasi ulkus diabetik 4 dari 6 orang
pasien mengatakan tidak konsisten dalam menjalani terapi diet dengan berbagai macam
alasan salah satunya ialah karena ketidakmampuan untuk menahan rasa ingin makan
makanan yang telah menjadi pantangan atau larangan. Dari uraian tersebut maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan kepatuhan diet DM dengan
proses penyembuhan ulkus diabetik pada pasien DM tipe 2 di RSUD Jailolo Kab.
Halmahera Barat”
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
ulkus diabetik pada pasien DM tipe 2 di RSUD Jailolo Kab. Halmahera Barat
2. Tujuan Khusus
Halmahera Barat
D. Manfaat Penulisan
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi fakultas Keperawatan dalam hal
ini sebagai mahasiswa keperawatan yang nantinya dalam proses praktik klinik
faktor pendukungnya.
masukkan dan sebagai bahan evaluasi ulang hubungan kepatuhan diet DM dengan
TINJAUAN TEORI
A. Diabetes Mellitus
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan”
(siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu.
Penyakit Diabetes Melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine
yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes Melitus adalah penyakit
Diabetes Mellitus adalalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis
telah berkembang penuh secara klinis maka Diabetes Mellitus ditandai dengan
Diabetes Mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat kadar
glukosa darah yang tinggi yang disebabkan jumlah hormone insulin kurang atau
jumlah insulin cukup bahkan kadang-kadang lebih, tetapi kurang efektif (Nursemierva,
2011).
2. Klasifikasi
absolut insulin. Penyakit ini disebut juga Juvenile Diabetes atau Diabetes Mellitus
jumlah penderita sekitar 5%-10% dari seluruh penderita diabetes mellitus dan
umumnya terjadi pada usia muda (95% pada usia di bawah 25 tahun). Insiden
Diabetes Meliitus Tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru tiap tahunnya (Nursemierva,
2011).
yang disebabkan oleh proses autoimune, reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu
oleh adanya infeksi dalam tubuh. Akibatnya terjadi defisiensi insulin absolut
mempertahankan kadar gula darah dalam batas normal (Smelzer dan Bare, 2009).
Hingga saat ini, DM Tipe 1 masih termasuk dalam kategori penyakit yang tidak
dapat dicegah, termasuk dengan cara diet atau olahraga. Pada fase awal
kemunculan penyakit ini, pederita kebanyakan memiliki kesehatan dan berat badan
yang masih cukup baik, dan respon tubuh terhadap insulin juga masih normal.
b. Diabetes Mellitus Tipe 2
insulin disertai defisiensi relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin. Pada
DM tipe 2, insulin tetap dihasilkan namun kadar insulin mungkin sedikit menurun
atau berada dalam rentang normal. Oleh karena itu DM tipe 2 ini disebut Non
Diabetes Mellitus Tipe 2 biasanya timbul pada orang yang berusia lebih dari 30
tahun. Namun dalam perkembangannya DM tipe 2 ini dapat timbul pada segala
mencapai 90-95% dari seluruh kasus DM. Insiden DM tipe 2 sebesar 650.000
Diabetes Mellitus Tipe ini berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu
(Arisman, 2011).
buka penderita Diabetes Mellitus. Sekitar 50% perempuan penderita penyakit ini
resiko mengalami Diabetes Mellitus Tipe 2 pada waktu mendatang lebih besar dari
pada normal. Faktor resiko terjadinya Diabetes Mellitus Gestisional adalah usia
tua, etnik, obesitas, riwayat keluarga dan riwayat Diabetes Mellitus Gestasional
tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,
klasik sperti ini, yaitu (Setiyohadi B, 2009) : Keluhan klasik DM berupa: poliuria,
polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya;
keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi
Diagnosis Diabetes Mellitus dapat ditegakkan melalui tiga cara jika keluhan klasik
ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM; pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl dengan
adanya keluhan klasik; Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan
beban 75g glukosa lebih sensitiv dan spesifik dibandingkan dengan pemeriksaan
Menurut Smelzer dan Bare (2009), penyebab terjadinya Diabetes Mellitus sangat
bervariasi, bisa karena faktor keturunan, pola makan yang salah, usia (>40 tahun resiko
meningkat), kegemukan, ras, stres serta gaya hidup. Faktor genetik dan lingkungan
berperan dalam timbulnya kedua diabetes mellitus, tetapi faktor genetik lebih nyata
resistensi insulin.
umur,riwayat Diabetes Mellitus, aktivitas fisik, indeks massa tubuh, tekanan darah,
stress dan kadar kolestrol. Kriteria individu yang beresiko menderita Diabetes
Mellitus Tipe 2 menurut PERKENI (2013) yaitu individu yang belum terkena Diabetes
Mellitus namun berpotensi untuk menderita Diabetes Mellitus dan individu yang
masuk dalam kelompok intoleransi glukosa. Faktor resiko keduanya sama yang
meliputi faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi; ras dan etnik, genetik (keluarga
penderita Diabetes Meliitus), usia (>45 tahun), riwayat melahirkan bayi dengan berat
badan (BB) >4kg atau pernah menderita Diabetes Mellitus Gestasional, riwayat lahir
Faktor resiko yang dapat dimodifikasi; berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh
dislipidemia (High Density Lipoprotein [HDL] < 35 mg/dl dan trigliserda > 250
mg/dl), dan diet tinggi gula rendah serat. Faktor-faktor lain yang terkait dengan resiko
diabetes; penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)
berbagai sel dengan baik. Bahan bakar tersebut bersumber dari sumber zat gizi
kabohidrat, protein, lemah yang di dalam tubuh mengalami pemecahan menjadi zat
yang sederhana dan proses pengolahan lebih lanjut untuk menghasilkan energi. Proses
peranan yang sangat penting yang bertugas memasukan glukosa ke dalam sel untuk
Pada keadaan normal, glukosa diatur sedemikian rupa oleh insulin yang di produksi
oleh sel beta pankreas, sehinggah kadarnya di dalam darah selalu dalam batas aman
baik pada keadaan puasa maupun susudah makan. Kadar glukosa darah normal
Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta pankreas pada
pulau langerhans. Tiap pankreas mengandung 100.000 pulau langerhans dan tiap
pulau berisikan 100 sel beta. Insulin memang memegang peranan yang sangat penting
dalam pengaturan kadar glukosa darah dan koordinasi penggunaan energi oleh
jaringan. Insulin yang dihasilkan sel beta pankreas dapat diibaratkan anak kunci yang
dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel agar dapat di metabolisme
menjadi energi. Bila insulin tidak ada atau tidak dikenali oleh reseptor pada
permukaan sel, maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan tetap berada dalam
darah sehingga kadarnya akan meningkat. Tidak adanya glukosa yang dimetabolisme
menyebabkan tidak ada energi yang dihasilkan sehingga badan menjadi lemah.
Pada Diabetes Mellitus tipe ini terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan insulin. Normalnya insulin akan
terkait dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terkaitnya insulin
dengan insulin tersebut, terjadi suatu rangkaian reksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada Diabetes Mellitus Tipe 2 disertai dengan penurunan
reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan.
Pada penderita toleransi terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar gula akan dipertahankan pada tingkat yang normal/sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak dapat mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan akan terjadi Diabetes
Meliitus Tipe 2, meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
Diabetes Mellitus Tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat
untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.
Kerena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada Diabetes Mellitus Tipe 2.
glukosa darah menjadi kacau. Walaupun kadar glukosa darah sudah tinggi, pemecah
protein dan lemak menjadi glukosa melalui glukoneogenesis di hati tidak dapat
dihambat karena insulin yang kurang/resistensi sehingga kadar glukosa darah terus
Beberapa keluhan dan gejala klasik pada penderita diabetes tipe 2 yang perlu
cadangan lemak dan otot digunakan sebagai sumber energi untuk menghasilkan
Sering kencing terutama pada malam hari dengan jumlah airseni banyak
dikarenakan kadar gula darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal
cairan yang keluar melalui sekresi urin lalu akan berakibat pada terjadinya
selalu merasa lapar. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan
mengganti kacamata.
2) Gangguan sarah tepi sehingga sering merasa kesemutan, terutama pada malam
5) Gangguan seksual.
6) Keputihan.
8. Komplikasi
Klasifikasi komplikasi pada DM menurut Smaltzer & Burn (2009); dapat dibagi
menjadi dua kategori mayor; komplikasi akut dan komplikasi kronis sebagai berikut:
a. Komplikasi Akut
1) Hipoglikemia
dingin, berdebar, pusing, gelisah, koma) dan kadar glukosa darah <30-60
mg/dl.
2) Koma Lakto-Asidosis
Diagnosis ditegakkan apabila terjadi stupor atau koma, kadar glukosa darah
sekitar 250 mg/dl dan anion gab lebih dari 15-20 mEq/1.
Kriteria diagnosis KAD jika terdapat gejala klinis (poluri, podipsi mual dan
kesadaran terganggu sampai koma), kadar glukosa darah lebih dari 300 mg/dl
yaitu jika kadar glukosa darah >600 mg/dl (hiperglikemia) dengan tidak ada
riwayat diabetes sebelumnya (No DM History) biasanya ± 1000 mg/dl,
darah relatif rendah bila ada nefropati dan jika dehidrasi berat (hipotensi, syok),
No Kussmaul, terdapat gejala neurologi, reduksi urine +++, bau aseton tidak
pentalogi KHONK, yaitu jika terdapat diagnosis klinis dan osmolaritas darah
>325-350 m.osm/l.
b. Komplikasi Kronis
1) Infeksi
2) Mata
3) Mulut
periodontitis DM; semuanya menyebabkan gigi mudah goyah dan lepas), lidah
4) Jantung
5) Tractus Urogenetalis
6) Saraf
diabetik).
7) Kulit
Gatal, shinspot (Demopati Diabetik), Necrobiosis Lipoidica Diabeticorum,
9. Penatalaksanaan
jangka pendek yaitu menghilangkan keluhan dan gejala, mempertahankan rasa nyaman
dan mencapai glukosa darah yang terkendali. Sedangkan pengelolaan jangka panjang
Tujuan akhir pengelolaan diabetes tipe 2 yaitu untuk menurunkan morbidikasi dan
indonesia, terdapat empat pilar utama pengelolaan diabetes tipe 2 ini, yaitu edukasi,
farmakologis.
a. Edukasi
dapat membuat klien dapat menerima keadaan diri klien, mebuat klien lebih
bersemangat dalam kehidupan, tidak stres memikirkan keadaan diri klien, dapat
teratur, 3) menggunakan obat diabetes secara aman, teratur dan pada waktu-waktu
perencanaan makan ini adalah keterlibatan secara menyeluruh semua tim mulai
dari dokter, ahli gizi dan petugas kesehatan lain serta pasien itu sendiri. Dalam
Diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat, yaitu makanan
yang seimbang serta sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing
individu. Namun hal utama yang perlu ditekankan yaitu pentingnya keteraturan
makan dalam hal jumlah makanan, jenis makanan dan jadwal makanan.
c. Latihan Jasmani
jasmani dan aktivitas secara teratur. Latihan jasmani dilakukan secara teratur 3-4
kali seminggu selama kurang dari 30 menit (Perkeni, 2013). Latihan jasmani
selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik
seperti jalan kaki, bersepeda santai, joging, berenang dan senam kaki diabetes.
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani
(Tjokronegoro, 2009).
d. Intervensi farmakologis
Menurut Perkeni (2013), jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan
pilar tersebut saling berkaitan dan berperan dalam mencegah dan menstabilisasikan
kadar gula darah pasien DM Tipe 2. DM Tipe 2 muncul bukan hanya disebabkan
oleh faktor genetis saja, namun merupakan interaksi antara faktor genetis dengan
B. Ulkus Diabetik
1. Definisi
Ulkus diabetik adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes mellitus
berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian
jaringan setempat. Ulkus diabetik merupakan suatu kondisi kerusakan jaringan kulit
yang dimulai dari epidermis, dermis, jaringan subkutan dan dapat menyebar ke
jaringan yang lebih dalam, seperti tulang dan otot. Ulkus diabetik merupakan luka
terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada
penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi
disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob. Pasien diabetes sangat beresiko
terhadap kejadian luka di kaki dan merupakan jenis luka kronis yang sangat sulit
2014).
adanya kelainan mikrovaskular. Komplikasi jangka panjang ini dapat terjadi pada
pasien diabetes tipe 1 dan tipe 2. Pada umumnya tidak terjadi dalam 5 – 10 tahun
saat mulai terdiagnosis DM tipe 2 karena DM yang dialami pasien tidak terdiagnosis
Ada banyak alasan mengapa klien diabetes beresiko tinggi terhadap kejadian luka
di kaki diantaranya diakibatkan karena kaki yang sulit bergerak terutama jika klien
lambat akibat konstriksi pembuluh darah. Adanya gannguan sistem imunitas, pada
klien diabetes menyebabkan luka mudah terinfeksi dan jika terkontaminasi bakteri
akan menjadi gangrene sehingga makin sulit pada perawatannya serta beresiko
terhadap amputasi. Oleh karena itu perlu dipahami dan dimengerti karakteristik luka
diabetes melitus sehingga pilihan intervensi luka yang tepat dapat dilakukan (Waluya,
2008).
2. Etiologi
lingkungan terutama adalah trauma akut maupun kronis (akibat tekanan sepatu,
benda tajam, dan lain sebagainya) merupakan faktor yang memulai terjadinya ulkus
(Cahyono, 2007).
Menurut Benbow etiologi ulkus diabetik biasanya memiliki banyak komponen
infeksi, dan edema. Sedangkan menurut Oguejiofor, Oli, dan Odenigbo selain
pembuluh darah perifer (makro dan mikro angiopati) faktor lain yang berkontribusi
terhadap kejadian ulkus kaki adalah deformitas kaki (yang dihubungkan dengan
peningkatan tekanan pada plantar), gender laki-laki, usia tua, kontrol gula darah
(Tandra, 2009)
pembuluh darah. Neuropati baik sensorik, motorik maupun autonomik yang akan
menimbulkan berbagai perubahan pada kulit ada otot. Kondisi ini selanjutnya
menyebabkan luka mudah terinfeksi. Faktor aliran darah yang kurang akan
kelemahan otot, atrofi otot, deformitas (hammer toes, claw toes, pes cavus, pes
memudahkan terjadinya ulkus kaki. Kerusakan serabut autonom yang terjadi akibat
denervasi simpatik menimbulkan kulit kering (anhidriosis) dan terbentuk fisura
kulit dan edema kaki. Kerusakan serabut sensorik, motorik dan autonom
4. Klasifikasi Ulkus
Menurut Wagner, stadium luka diabetes melitus dibagi menjadi 3 yaitu (Yunus,
2014)
a. Superficial Ulcer
Stadium 0: tidak terdapat lesi, kulit dalam keadaan baik tapi dalam bentuk tulang
Stadium 1: hilangnya lapisan kulit hingga dermis dan kadang-kadang nampak luka
menonjol.
b. Deep Ulcer
Stadium 2: lesi terbuka dengan penetrasi ke tulang atau tendon (dengan goa).
Stadium 3: penetrasi hingga dalam, osteomilitis, plantar abses atau infeksi hingga
tendon.
c. Gangren
Stadium 4: ganggrein sebagian, menyebar hingga sebagian dari jari kaki, kulit
Menurut University of Texas (UT sistem), stadium luka diabetes mellitus tersaji
Tabel 2.1. Stadium luka diabetes menurut University of Texas (UT System)
Derajat
Tahapan
0 1 2 3
Pre atau Luka Luka
Luka
post superficial, superficial,
menyebar
lesi ulkus, Tidak Tidak
ke tulang
A epitelisasi termasuk termasuk
dan
tendon, tendon,
ke
tulang, tulang,
persendian
dan fasia dan fasia
B Infeksi Infeksi Infeksi Infeksi
C Iskemia Iskemia Iskemia Iskemia
Infeksi dan Infeksi dan Infeksi dan Infeksi dan
D
Iskemia Iskemia Iskemia Iskemia
Keterangan :
system lebih baik dibandingkan menurut Wagner dalam menilai prediksi apa yang
akan terjadi seperti peningkatan stadium luka, penilaian derajat luka yang
(Firman, 2009).
adalah menilai warna dasar luka. Sistem ini diperkenalkan dengan sebutan RYB
(Red, Yellow, Black) atau merah, kuning dan hitam (Arisanti,2014), yaitu:
1) Red / Merah
2) Yellow / Kuning
Luka dengan warna dasar kuning atau kuning kehijauan adalah jaringan
3) Black / Hitam
a. Sering kesemutan.
g. Kulit kering.
Dalam melakuka perawatan luka diabetic terdapat beberapa hal yang harus
Tahapan atau proses penyembuhan luka terjadi melalui beberapa fase seperti yang
a) Hemostasis adalah proses dimana darah dalam sistem sirkulasi tergantung dari
kontribusi dan interaksi dari 5 faktor yaitu dinding pembuluh darah, trombosit,
menjaga agar darah tetap cair di dalam arteri dan vena, mencegah kehilangan darah
a) Inflamasi terjadi 1 jam setelah luka sampai hari kedua atau ketiga.
Proliferasi terjadi hari ke-2 atau ke-3 setelah luka, terdiri dari angiogenesis,
jaringan ikat pada luka, berlangsung sampai minggu ke-2 dan ke-4.
c) Pembentukan granulasi, terjadi pada hari ke-2 sampai ke-5 setelah luka,dibentuk
4. Tahap maturasi/remodeling
b) Bekas luka yang semula tebal, keras dan merah, menjadi tipis, lebih elastis dan
warnanya.
e) Jika tidak terbentuk maka luka akan menjadi luka kronis, karena faktor pembuluh
darah.
D. Kepatuhan Diet
1. Definsi Kepatuhan
kepatuhan adalah kerelaan individu untuk melakukan sesuatu yang diharapkan atau
diminta oleh pemegang otoritas atau kekuasaan yang ditandai dengan tunduk dengan
kerelaan, mengalah, membuat suatu keinginan konformitas dengan harapan atau
kemauan orang lain sehingga dapat menyesuaikan diri. Dalam aspek kesehatan
atau kerabat yang ditentukan oleh otoritas atau kebijakan petugas kesehatan seperti
dokter, ahli gizi maupun ahli medis serta kerelaan dari individu tersebut dalam
darah dalam kisaran yang normal. Namun terkadang, kadar gula darah yang benar-
a. Memulihkan dan mempertahankan kadar glukosa darah dalam kisaran nilai yang
3. Jenis-Jenis Diet
Ada beberapa jenis diet pada penderita DM (Saifunurmazah. 2013)
badanya. Pasien DM yang menjalani diet rendah kalori harus menyadari perlunya
penurunan berat badan dan berat badan yang sudah turun tidak boleh dibiarkan
naik kembali. Bagi para pasien DM tipe 2 yang mempunyai berat badan berlebih
penurunan berat badan harus diperhatikan dan didorong dengan mengukur berat
secara teratur.
Tipe diet ini digunakan untuk pasien DM yang berusia lanjut dan tidak
memerlukan suntikan insulin. Diet bebas gula diterapkan berdasarkan dua prinsip:
Gula (gula pasir, gula jawa, aren dan lain-lain) dan makanan yang
mengandung gula tidak boleh dimakan karena cepat dicerna dan diserap
sehingga dapat menimbulkan kenaikan gula darah yang cepat. Makanan bagi
mendapatkan suntikan insulin atau obat-obat hipoglemik oral dengan dosis tinggi.
Diet yang berdasarkan sistem ini merupakan diet yang lebih rumit untuk diikuti
oleh soerang pasien DM, tetapi mempunyai kelebihan, diet ini lebih bervariasi
serta lebih fleksibel daripada diet bebas gula. Tujuan dari adanya pembagian
a. Produk makanan bebas gula yang rendah kalori antara lain buah yang
dikalengkan dalam air atau sari buah yang tidak manis, sup rendah kalori, dan
berbagai minuman yang bebas gula (sugar free) dan rendah kalori seperti coke
diet.
2) Permen dan cokelat khusus untuk pasien diabetes, kecap manis, selai yang
antara lain oleh Lynch, Tropicana Slim dan Slim and fit. Semua produk ini
c. Pemanis Buatan
fruktosa, dan aspartam (equal). Bahan pemanis ini digunakan dalam diet rendah
1) Karbohidrat
2) Lemak
Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal.
lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu
3) Protein
Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang cumi,dll), daging
0,8 g/KgBB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya
4) Serat
serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan. 2) Anjuran konsumsi serat
adalah ± 25 g/hari
5) Natrium
anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau
Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
A. Kerangka Konsep
Proses penyembuhan
Kepatuhan diet DM Ulkus Diabetik DM tipe
2
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Hubungan Kepatuhan Diet DM Dengan Proses Penyembuhan
Ulkus Diabetik Pada Pasien DM Tipe 2 di RSUD Jailolo Kab. Halmahera Barat
B. Hipotesis
Halmahera Barat
Definisi
Variabel Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur
Operasional
Derajat 4
Derajat 5
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah non eksperimen dengan metode yang
digunakan yaitu kuantitaif. Dengan pendekatan cross sectional study yaitu melihat
hubungan kepatuhan diet dm dengan proses penyembuhan ulkus diabetik pada pasien DM
1. Tempat penelitian
2. Waktu penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli tahun 2019
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari objek yang akan diteliti. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien yang menderita DM tipe 2. Populasi dalam
2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek penelitian. Teknik
N
n=
1 + N(d)²
Keterangan :
n = jumlah sampel
N = besar populasi
d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan 10%(0,1)
44
n=
1 + 44(0,1)² n = 30
Kriteria Inklusi :
Kriteria eksklusi :
b. Responden yang mengalami masalah kesehatan yang mendadak seperti pusing, letih,
dan lemah dan masalah lain yang tidak memungkinkan untuk jadi responden.
D. Instrumen Penelitian
Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner sebagai
Kuesioner ini dibuat untuk mengetahui tingkat kepatuhan diet pada pasien dengan
DM. jumlah pertanyaan pada kuesioner ini sebanyak 8 item dengan menggunakan
skala likert yang terbagi atas 4 pilihan jawaban yaitu “tidak pernah” skor 1, “jarang”
skor 2, “kadang-kadang” skor 3, “selalu” skor 4. Kepatuhan diet rendah (tidak patuh)
2. Lembar Observasi
Lembar obervasi ini bertujuan untuk melihat proses atau derajat ulkus diabetik
E. Analisa Data
1. Analisa Univariat
2. Analisa Bivariat
Analisa Bivariat adalah analisa yang digunakan untuk melihat hubungan antar
variabel bebas dengan variabel terikat yang diduga berhubungan atau berkorelasi
(Sujarweni, 2014).
Analisa bivariat : menggunakan uji chi square. Untuk melihat apakah terdapat
hubungan antara jenis kelamin, tingkat pendidikan dan komunikasi terapeutik dengan
Jika nilai nilai 0.05 maka tidak terdapat hubungan antara variabel bebas dengan
variabel terikat. Jika nilai nilai 0.05 maka terdapat hubungan antara variabel bebas
Data yang akan didapat akan dilakukan pengolahan melalui beberapa tahap sebagai
berikut :
1. Pemeriksaan kembali (editing), yaitu untuk memeriksa data apa yang sudah sesuai
pemeriksaan kode. Kegunaan dari koding ini adalah untuk mempermudah pada saat
3. Proses /entri data (proccessing), yaitu melakukan entri data dari kuesioner ke dalam
4. Pembersihan data (cleaning), yaitu pengecekan kembali data yang sudah di entri
G. Etika Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan ini, peneliti memandang perlu adanya rekomendasi
dari pihak institusi atau pihak lain dengan mengajukan permohonan izin kepada instasi
tempat penelitian dalam hal ini RSUD Jailoilo Kab. Halmahera Barat.
1. Inforemed consent
Lembar persetujuan ini akan diberikan kepada responden yang akan diteliti yang
memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan manfaat penelitian. Bila
subjek menolak maka peneliti tidak akan memaksakan kehendak dan tetap
3. Confidentiality
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data
tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian. Data yang akan dikumpulkan
disimpan dalam disket? dan hanya bisa diakses oleh peneliti dan pembimbing.
BAB V
Jailolo. RSUD Jailolo Kabupaten Halmahera Barat dalam pelayanannya memiliki Visi
yaitu Menjadi Rumah Sakit Rujukan terbaik di propnsi Maluku Utara Timur . Misi yaitu;
Memberikan pelayanan kesehatan yang paripurna dengan penuh kasih yang didasari oleh
etika profesi yang dilakukan sebagai wujud Ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Menciptakan suasana aman, nyaman dan tenang dengan berperilaku yang sopan dan
kesehatan di rumahsakit, dengan Motto: Melayani dengan senyum dalam suasana penuh
kasih sayang.
RSUD JAILOLO Kabupaten halmahera barat terdiri dari beberapa instalasi yaitu;
Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Inap Pria (kelas II dan III), Instalasi Rawat Inap
Wanita (kelas II dan III), Instalasi Rawat Bedah (kelas II dan III), Instalasi Rawat
Bogenvil (VIP), Instalasi Rawat Inap Anak, Instalasi Rawat Inap Kandungan, Instalasi
Rawat Inap ICU, Instalasi Rawat Lavender, Instalasi Gawat Darurat, Rusng Operasi, ,
Poliklinik THT, Poliklinik Kandungan, Poliklinik Penyakit Dalam, Poliklinik Bedah dan
B. Hasil
1. Karakteristik Responden
yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 16 responden (53.3%), dan yang berjenis
Usia Frekuensi %
banyak antara 51-65 tahun dan usia 66-80 tahun 13 responden (43.3%), usia 35-50
Pendidikan Frekuensi %
SD 10 33.3
SMP 12 40.0
SMA 6 20.0
PT 2 6.7
Total 30 100.0
responden (6.7%).
2. Analisa Univariat
sebagian besar patuh terhadap diet DM yaitu sebanyak 17 (56.7%), dan yang tidak
Derajat I 11 36.7
Derajat II 13 43.3
Derajat III 6 20.0
Total 30 100.0
3. Analisa Bivariat
Tidak Patuh 1 8 4 13
7.7% 61.5% 30.8% 100.0%
Patuh 10 5 6 17 0,013
Total 11 13 6 30
36.7% 43.3% 20.0% 100.0%
responden dengan kepatuhan diet yang patuh dengan derajat ulkus derajat 1 sebanyak
kepatuhan diet yang tidak patuh dari 13 responden yang mengalami ulkus derajat 1
Berdasarkan hasil analisa uji chi square (x2) dengan nilai signifikansi (α) adalah
0,05 dan nilai p value 0,013 dari hasil analisa menggunakan Fisher's Exact Test.
Halmahera Barat.
C. Pembahasan
1. Diabetes
hiperglikemia yang dihasilkan dari cacat dalam sekresi insulin maupun aksi insulin.
Hiperglikemia kronik diabetes juga terkait akan kerusakan jangka panjang, disfungsi
dan kegagalan organ terutama ada organ ginjal, saraf, jantng, mata, dan pembulu
pankreas yaitu tidak dapat atau hanya sedikit memproduksi hormon insulin yang
berfungsi memasukkan glukosa ke dalam sel sehingga insulin tidak dapat memenuhi
kebutuhan tubuh. Hal ini awal dari kerusakan seluruh organ tubuh. Semakin tinggi
konsumsi karbohidrat akan semakin tinggi pula kadar glukosa darah. Kadar glukosa
darah yang tidak terkontrol dapat menyebabkan berbagai komplikasi baik akut
maupun kronis disebabkan oleh kontrol glukosa darah yang buruk (Ernawati, 2013).
berhubungan dengan gaya hidup, karena itu berhasil tidaknya pengelolaan diabetes
melitus sangat tergantung dari pasien itu sendiri dalam mengendalikan kondisi
diabetes melitus dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu edukasi, latihan jasmani,
ulkus kaki yang sukar disembuhkan antara lain penurunan kemampuan pembuluh
darah dalam berkontraksi maupun relaksasi akibatnya perfusi jaringan bagian distal
dari tungkai kurang baik dan keadaan hiperglikemia merupakan lingkungan yang
subur untuk berkembang biaknya kuman patogen yang bersifat anaerob karena plasma
darah penderita diabetes yang tidak terkontrol baik dan memiliki kekentalan
(viskositas) yang tinggi akibatnya aliran darah melambat dan suplai oksigen
Faktor resiko terjadinya ulkus kaki meliputi usia, lama menderita diabetes mellitus,
jenis kelamin, neuropati diabetes, penyakit arteri perifer, riwayat ulserasi kaki atau
amputasi, kontrol gula darah yang buruk, deformitas kaki, dan merokok, sedangkan
faktor yang mempengaruhi kadar gula darah antara lain diet yang tidak teratur,
olahraga yang kurang, obat-obatan, stress, dan penyakit atau infeksi lainnya (Boulton,
2013).
Menurut klasifikasi derajat ulkus kaki diabetik Wagner terdapat rentang derajat
ulkus dari 0 sampai 5. Semakin tinggi derajat ulkus, semakin parah tingkat luka
2. Kepatuhan diet
Kepatuhan diet merupakan suatu hal yang penting untuk dapat mengembangkan
rutinitas (kebiasaan) yang dapat membantu penderita dalam mengikuti jadwal diet
penderita. Pasien yang tidak patuh dalam menjalankan terapi diet menyebabkan kadar
gula yang tidak terkendali. Kepatuhan dapat sangat sulit dan membutuhkan faktor-
faktor yang mendukung agar kepatuhan dapat berhasil, faktor pendukung tersebut
adalah dukungan keluarga, pengetahuan, dan motivasi agar menjadi bias dengan
perubahan yang dilakukan dengan cara mengatur untuk meluangkan waktu dan
pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau oleh yang lain. Konsep
perilaku pasien dalam mentaati dan mengikuti prosedur atau saran dari ahli medis.
mengikuti anjuran klinis yang diberikan oleh dokter yang mengobatinya (Safitri,
2013)
satu pilar utama dalam pengelolaan diabetes mellitus tipe 2 (Perkeni, 2011).
merupakan salah satu kendala pada pelayanan diabetes, diet merupakan kebiasaan
yang paling sulit diubah dan paling rendah tingkat kepatuhannya dalam menejemen
Pasien DM Tipe 2.
sebanyak 1 responden (5.6%), sedangkan pada pada pasien dengan dengan kepatuhan
diet yang tidak patuh dari 26 responden yang mengalami ulkus derajat 1 sebanyak 6
6 responden (23.1%)
Berdasarkan hasil analisa uji chi square (x2) dengan nilai signifikansi (α) adalah
0,05 dan nilai p value 0,045 dari hasil analisa menggunakan Fisher's Exact Test.
Halmahera Barat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chayati, 2019.
(81%) dan Aktivitas Fisik (76%) dan yang tidak patuh ada kategori pengetahuan
Hasil lain yang senada juga dikemukan oleh Theresia dkk (2018) Kepatuhan Diet
Puskesmas Sudiang Raya baik (79,2%), umumnya dukungan keluarga (87,5%), dan
Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Verawati
(2016) Hubungan Antara Kadar Glukosa Darah Dengan Derajat Ulkus Kaki Diabetik.
Diperoleh 10,0% derajat 1 ulkus kaki diabetik dengan kadar glukosa darah <200
mg/dl, 40,0% derajat 2 ulkus kaki diabetik dengan kadar glukosa darah ≥200 mg/dl,
50,0% derajat 3 ulkus kaki diabetik dengan kadar glukosa darah ≥200 mg/dl dan tidak
di temukannya derajat ulkus kaki diabetik 0, 4, 5. Uji alternatif yaitu uji kolmogorof
smirnof dengan derajat kepercayaan 95% dan α = 5% yaitu terdapat hubungan antara
derajat ulkus kaki diabetik dengan kadar glukosa darah pada penderita diabetes
Asumsi peneliti bahwa kepatuhan diet memegang peranan yang begitu penting
dalam penyembuhan luka pada pasien DM, hal ini karena jika seorang pasien patuh
terhadap diet yang sedang dijalaninya maka akan mengontrol kadar gula darahnya
sehingga proses granulasi luka bisa lebih cepat selain dari terapi farmasi.