Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen Medikal
di Ruang 14 RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang
OLEH :
NI LUH PUTU SAPTYA WIDYATMI
170070301111033
1. Retinopati
Terjadinya gangguan aliran pembuluh darah sehingga mengakibatkan terjadi
penyumbatan kapiler. Semua kelainan tersebut akan menyebabkan kelainan
mikrovaskular. Selanjutnya sel retina akan berespon dengan meningkatnya
ekspresi faktor pertumbuhan endotel vaskular yang selanjutnya akan terbentuk
neovaskularisasi pembuluh darah yang menyebabkan glaukoma. Hal inilah yang
menyebabkan kebutaan.
2. Nefropati
Hal-hal yang dapat terjadi antara lain : peningkatan tekanan glomerular dan
disertai dengan meningkatnya matriks ektraseluler akan menyebabkan
terjadinya penebalan membran basal yang akan menyebabkan berkurangnya
area filtrasi dan kemudian terjadi perubahan selanjutnya yang mengarah
terjadinya glomerulosklerosis. Gejala-gejala yang akan timbul dimulai dengan
mikroalbuminuria dna kemudian berkembang menjadi proteinuria secara klinis
selanjutnya akan terjadi penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir
dengan gagal ginjal.
3. Neuropati
Yang paling sering dan paling penting gejala yang timbul berupa hilangnya
sensasi distal atau seperti kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih
terasa sakit dimalam hari.
4. Penyakit Jantung Koroner
Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat
berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat aterosklerosis
(penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali
lebih sering terjadi pada penderita DM. Akibat aterosklerosis akan menyebabkan
penyumbatan dan kemudian menjadi penyakit jantung koroner
5. Penyakit pembuluh darah kapiler
Mengenali dan mengelola berbagai faktor risiko terkait terjadinya kaki diabetes
dan ulkus diabetes merupakan hal yang paling sering pada penyakit pembuluh
darah perifer yang dikarenakan penurunan suplai darah di kaki
SELULITIS
1. Pengertian
Selulitis adalah suatu infeksi yang menyerang kulit dan jaringan subkutan.
Tempat yang paling sering terkena adalah ekstremitas, tetapi juga dapat terjadi di kulit
kepala, kepala, dan leher (Cecily, Lynn Betz., 2009). Selulitis merupakan infeksi
bakteri pada jaringan subkutan yang pada orang-orang dengan imunitas normal,
biasanya disebabkan oleh Streptococcus pyrogenes (Graham & Robin., 2005).
Selulitis adalah infeksi lapisan dermis atau subkutis oleh bakteri. Selulitis biasanya
terjadi setelah luka, gigitan di kulit atau karbunkel atau furunkel yang tidak teratasi
(Corwin, Elizabeth J., 2009).
2. Klasifikasi
Selulitis dapat digolongkan menjadi:
a. Selulitis Sirkumskripta Serous Akut
Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia fasial,
yang tidak jelas batasnya. Infeksi bakteri mengandung serous, konsistensinya
sangat lunak dan spongius. Penamaannya berdasarkan ruang anatomi atau
spasia yang terlibat.
b. Selulitis Sirkumskripta Supurartif Akut
Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut, hanya infeksi
bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang purulen. Penamaan
berdasarkan spasia yang dikenainya. Jika terbentuk eksudat yang purulen,
mengindikasikan tubuh bertendensi membatasi penyebaran infeksi dan
mekanisme resistensi lokal tubuh dalam mengontrol infeksi.
Sedangkan Benni et all 1999 dibedakan menjadi:
a. Selulitis Difus Akut
Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu:
a) Ludwig’s Angina
b) Selulitis yang berasal dari inframylohyoid
c) Selulitis Senator’s Difus Peripharingeal
d) Selulitis Fasialis Difus
Perluasan infeksi odontogenik hingga ke regio bukal, fasial, dan subkutaneus
servikal, sehingga berkembang menjadi selulitis fasialis dapat menyebabkan
kematian jika tidak segera diberikan penanganan yang adekuat, Infeksi
odontogenik biasanya disebabkan oleh Streptococcus sp serta
mikroorganisme anerob negatif lainya, namun pada dasarnya, infeksi
odontogenik merupakan infeksi campuran, baik dari bakteri anaerob, maupun
bakteri aerob. Pada 88,4 % kasus selulitis fasialis, penyebabnya adalah
infeksi odontogenik yang berasal dari pulpa dan periodontal, yang berusaha
untuk mencari jalan keluar. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran ini
antara lain : mikroorganisme, asal infeksi, toksisitas yang dihasilkan dan
dikeluarkan mikroorganisme, keadaan umum pasien, serta faktor lokal.
e) Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya
b. Selulitis Kronis
Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat karena
terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi. Biasanya terjadi pada
pasien dengan selulitis sirkumskripta yang tidak mendapatkan perawatan yang
adekuat atau tanpa drainase.
c. Selulitis Difus yang Sering Dijumpai
Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Phlegmone / Angina Ludwig’s .
Angina Ludwig’s merupakan suatu selulitis difus yang mengenai spasia
sublingual, submental dan submandibular bilateral, kadang-kadang sampai
mengenai spasia pharingeal (Berini, Bresco & Gray, 1999 ; Topazian, 2002).
Selulitis dimulai dari dasar mulut. Seringkali bilateral, tetapi bila hanya mengenai
satu sisi/ unilateral disebut Pseudophlegmon.
3. Etiologi
Organisme penyebab selulitis adalah Staphylococcus aureus, streptokokus grup
A, dan Streptococcus pneumoniae (Cecily, Lynn Betz., 2009). Organisme penyebab
bisa masuk ke dalam kulit melalui lecet-lecet ringan atau retakan kulit pada jari kaki
yang terkena tinea pedis, dan pada banyak kasus, ulkus pada tungkai merupakan
pintu masuk bakteri. Faktor predisposisi yang sering adalah edema tungkai, dan
selulitis banyak didapatkan pada orang tua yang sering mengalami edema tungkai
yang berasal dari jantung, vena dan limfe (Graham & Robin., 2005).
4. Faktor Risiko
Rosfanty, (2009) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang memperparah
resiko dari perkembangan selulitis, antara lain :
a) Usia
Semakin tua usia, kefektifan sistem sirkulasi dalam menghantarkan darah
berkurang pada bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit potensi
mengalami infeksi seperti selulitis pada bagian yang sirkulasi darahnya
memprihatinka.
b) Melemahnya sistem immun (Immunodeficiency)
Dengan sistem immune yang melemah maka semakin mempermudah
terjadinya infeksi. Contoh pada penderita leukemia lymphotik kronis dan
infeksi HIV. Penggunaan obat pelemah immun (bagi orang yang baru
transplantasi organ) juga mempermudah infeksi.
c) Diabetes mellitus
Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga mengurangi
sistem immun tubuh dan menambah resiko terinfeksi. Diabetes mengurangi
sirkulasi darah pada ekstremitas bawah dan potensial membuat luka pada
kaki dan menjadi jalan masuk bagi bakteri penginfeksi.
d) Cacar dan ruam saraf
Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat menjadi jalan
masuk bakteri penginfeksi.
e) Pembangkakan kronis pada lengan dan tungkai (lymphedema)
Pembengkakan jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk
bagi bakteri penginfeksi.
f) Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari kaki
Infeksi jamur kaki juga dapat membuka celah kulit sehingga menambah
resiko bakteri penginfeksi masuk
g) Penggunaan steroid kronik
Contohnya penggunaan corticosteroid.
h) Gigitan & sengat serangga, hewan, atau gigitan manusia
i) Penyalahgunaan obat dan alkohol
Mengurangi sistem immun sehingga mempermudah bakteri penginfeksi
berkembang.
j) Malnutrisi
Sedangkan lingkungan tropis, panas, banyak debu dan kotoran,
mempermudah timbulnya penyakit ini.
5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua bentuk
ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak.
Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau ulkus
disertai dengan demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul bula.
Dapat dijumpai limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif dapat terjadi
supurasi lokal (flegmon, nekrosis atau gangren)
Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam, menggigil, dan
malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan yaitu rubor (eritema),
color (hangat), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan). Lesi tampak merah gelap,
tidak berbatas tegas pada tepi lesi tidak dapat diraba atau tidak meninggi. Pada infeksi
yang berat dapat ditemukan pula vesikel, bula, pustul, atau jaringan neurotik.
Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional dan limfangitis ascenden.
Pada pemeriksaan darah tepi biasanya ditemukan leukositosis (Mansjoer,2000).
Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala prodormal
berupa: malaise anoreksia; demam, menggigil dan berkembang dengan cepat,
sebelum menimbulkan gejala-gejala khasnya. Pasien imunokompromais rentan
mengalami infeksi walau dengan patogen yang patogenisitas rendah. Terdapat gejala
berupa nyeri yang terlokalisasi dan nyeri tekan. Jika tidak diobati, gejala akan menjalar
ke sekitar lesi terutama ke proksimal. Kalau sering residif di tempat yang sama dapat
terjadi elefantiasis.
Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada orang
dewasa paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan riwayat seringnya
trauma di ekstremitas. Pada penggunaan salah obat, sering berlokasi di lengan atas.
Komplikasi jarang ditemukan, tetapi termasuk glomerulonefritis akut (jika disebabkan
oleh strain nefritogenik streptococcus, limfadenitis, endokarditis bakterial subakut).
Kerusakan pembuluh limfe dapat menyebabkan selulitis rekurens.
6. Patofisiologi
(Terlampir)
7. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Laboratorium
a. CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah leukosit dan rata-
rata sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya infeksi bakteri.
b. BUN level
c. Kreatinin level
d. Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga
e. Mengkultur dan membuat apusan Gram, dilakukan secara terbatas pada daerah
penampakan luka namun sangat membantu pada area abses atau terdapat bula.
f. Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita belum
memenuhi beberapa kriteria; seperti area kulit yang terkena kecil, tidak terasa
sakit, tidak ada tanda sistemik (demam, dingin, dehidrasi, takipnea, takikardia,
hipotensi), dan tidak ada faktor resiko
(Rosfanty, 2009).
b) Pemeriksaan Imaging
a. Plain-film Radiography, tidak diperlukan pada kasus yang tidak lengkap
(seperti kriteria yang telah disebutkan)
b. CT (Computed Tomography)
Baik Plain-film Radiography maupun CT keduanya dapat digunakan saat tata
klinis menyarankan subjucent osteomyelitis.
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging), Sangat membantu pada diagnosis infeksi
selulitis akut yang parah, mengidentifikasi pyomyositis, necrotizing fascitiis, dan
infeksi selulitis dengan atau tanpa pembentukan abses pada subkutaneus
(Rosfanty, 2009).
8. Penatalaksanaan
a. Selulitis pasca trauma, khususnya setelah gigitan hewan, berikan antibiotic untuk
mengatasi basial gram negative dan gram positif. Jika perlu berikan analgesic dan
NSAID untuk mengontrol nyeri dan demam.
b. Insisi dan drainase pada keadaan terbentuk abses.
Incisi drainase merupakan saah satu tindakan dalam ilmu bedah yang
bertujuan untuk mengeluarkan abses atau pus dari jaringan lunak akibat proses
infeksi. Tindakan ini dilakukan pertama dengan melakukan tindakan anestesi
lokal, aspirasi pus pada daerah pembengkakan kemudian kemudian dilakukan
tindakan incise drainase dan pemasangan drain.
c. Perawatan lebih lajut bagi pasien rawat inap:
a) Beberapa pasien membutuhkan terapi antibiotik intravenous. Diberikan
penicillin atau obat sejenis penicillin (misalnya cloxacillin)
b) Jika infeksinya ringan, diberikan sediaan per-oral (ditelan).
c) Biasanya sebelum diberikan sediaan per-oral, terlebih dahulu diberikan
suntikan antibiotik jika: penderita berusia lanjut, selulitis menyebar dengan
segera ke bagian tubuh lainnya, demam tinggi.
d) Jika selulitis menyerang tungkai, sebaiknya tungkai dibiarkan dalam posisi
terangkat dan dikompres dingin untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan.
e) Pelepasan antibiotic parenteral pada pasien rawat jalan menunjukan bahwa
dia telah sembuh dari infeksi
f) Perawatan lebih lanjut bagi pasien rawat jalan : perlindungan penyakit
cellulites bagi pasien rawat jalan dapat dilakukan dengan cara memberikan
erythromycin atau oral penicillin dua kali sehari atau intramuscular benzathine
penicillin.
(Corwin, Elizabeth J., 2009)
9. Komplikasi
a) Bakterimea nanah / lokal abses, superinfeksi oleh bakteri gram negatif,
limpangitis, tromboplebitis
b) Facial Selulitis pada anak dapat menyebabkan meningitis
c) Dapat menyebabkan kematian jaringan atau gangren
d) Osteomielitis
e) Atritis septic
f) Glomerulonefritis
g) Fasitis necroticans
(Corwin, Elizabeth J., 2009)
1. PENGKAJIAN
a. Biodata
Berisikan nama,tempat tangal lahir,jenis kelamin,umur,alamat,suku bangsa,
dan penyakit ini dapat menyerang segala usia namun lebih sering menyerang
usia lanjut.
b. Keluhan utama
Pasien merasakan demam,malaise,nyeri sendi dan menggigil.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien merasakan badanya demam,malaise,disertai dengan nyeri sendi dan
menggigil dan terjadi pada area yang robek pada kulit biasanya terjadi pada
ekstrimitas bawah
d. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien sebelumnya pernah mengalami sakit seperti ini apakah pasien
alkoholisme dan malnutrisi
e. Riwayat penyakit keluarga
Adakah keluarga yang mengalami sekit yang sama sebelumnya,apakah
keluarga ada riwayat penyakit DM, dan malnutrisi
f. Kebiasaan sehari-hari
Biasanya selulitis ini timbul pada pasien yang higine atau kebersihanya jelek
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : Cukup baik
2) Kesadaran : composmetis, lemah, pucat
3) TTV : biasanya meningkat karena adanya proses infeksi
4) Kepala : rambut bersih tidak ada luka
5) Mata : Konjungtiva anemis,skela tidak ikterik
6) Hidung : tidak ada polip,hidung bersih
7) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
8) Dada :
I : datar,simetris umumnya tidak ada kelainan
Pa : ictus cordis tidak tampak
Pe : sonor tidak ada kelainan
A : tidak ada whezing ronchi
9) Abdomen :
I : supel datar tidak ada distensi abdomen
Pa : tidak ada nyeri tekan
Pe : tidak ada kelainan atau tympani
A : bising usus normal atau tidak ada kelainan
10)Ekstremitas bawah : Adakah luka pada ekstremitas serta oedem
11)Ekstremitas atas : Adakah luka pada ekstremitas serta oedem
12)Genetalia : tidak ada kelainan
13)Integumen : Gejala awal berupa kemerahan dan nyeri tekan yang
terasa di suatu daerah yang kecil di kulit. Kulit yang terinfeksi menjadi
panas dan bengkak, dan tampak seperti kulit jeruk yang mengelupas
(peau d’orange). Pada kulit yang terinfeksi bisa ditemukan lepuhan kecil
berisi cairan (vesikel) atau lepuhan besar berisi cairan (bula), yang bisa
pecah.
2. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
a. Nyeri Akut
NOC: Pain Level
Intervensi
NIC : Pain Management
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi,
distraksi, kompres hangat/ dingin
Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
pertama kali
Monitor :
Manajemen Hiperglikemi
Manajemen Hipoglikemi
Monitor level glukosa darah
Monitor tanda dan gejala hiperglikemia: puliuria, polidipsi, polipagi,
kelemahan, letargi, malaise, pandangan kabur, sakit kepala
Monitor tanda dan gejala hipoglikemia: tremor, berkeringat, ansietas,
irritability (mudah marah), tidak sabaran, takikardia, palpitasi, chills
(menggigil),kekakuan kepala terasa ringan, pucat, lapar, mual, sakit
kepala, kelelahan, mengantuk, kelemahan, hangat, pusing, faintness
(tidak sadarkan diri), penglihatan kabur, mimpi buruk, mengigau selama
tidur, paresthesia, kesulitan berkonsentrasi, kesulitan berbicara,
inkoordinasi, perubahan perilaku, bingung, coma, kejang.
Monitor keton dalam urine
Monitor tekanan darah dan pulse ortostatis
Anjurkan intake cairan oral
Monitor status cairan (intake dan output)
Pertahankan akses IV
Berikan oral hygiene
Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
Identifikasi kemungkinan penyebab hipoglikemia
Bantu pasien dan keluarga untuk menentukan jenis terapi insulin yang
digunakan
Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala, faktor resiko
dan penanganan hiperglikemia
Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala, faktor resiko
dan penanganan hipoglikemia
Ajarkan pasien untuk selalu menyediakan karbohidrat sederhana
Ajarkan pasien cara menggunakan insuli
Daftar pustaka
Arif, Mansjoer, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Medica.
Aesculpalus, FKUI, Jakarta.
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Cecily, Lynn Betz.(2009).Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. (2009). Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Penerbit Buku
Kedokteran, EGC: Jakarta
Graham & Robin. (2005). Dermatologi:Catatan Kuliah. Jakarta: Erlangga.
Djuanda, Adhi. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Fitzpatrick, Thomas B. 2008. Dermatology in General Medicine, seventh edition.
New York: McGrawHill
Betz, Cecily lynn; Sowden, Linda A. 2009. buku saku keperawatan pediatric. Ed 5.
Jakarta: EGC.
Price, Sylvia. 2000. Patofisiologi : konsep klinis proses – proses penyakit. Jakarta:
EGC