Anda di halaman 1dari 59

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan zaman berpengaruh pada gaya hidup dan pola

makan para masyarakat. Perkembangan zaman inilah yang menyebabkan

para masyarakat semakin mengabaikan kebutuhan gizi dan gaya hidupnya.

Penyakit dengan mudahnya menyerang tubuh manusia karena masyarakat

mulai mengkonsumsi makanan dengan berlebih tanpa memikirkan

kebutuhan gizi sehari-hari. Beberapa penyakit yang dapat ditimbulkan dari

perubahan gaya hidup dan pola makan yaitu penyakit jantung, stroke,

obesitas, DM dan penyakit lainnya.

Berdasarkan data dari Kemenkes RI (2018), penyakit DM ini

merupakan penyakit ketiga setelah stroke dan jantung yang termasuk

penyakit mematikan. Bahkan Pada data milik kementerian kesehatan yang

diperoleh dari sample registration survey menunjukkan DM menjadi

penyebab kematian terbesar nomor 3 di Indonesia. Diperkirakan kasus DM

di Indonesia akan terus melonjak oleh WHO jika tidak ditangani dengan

baik.

Prevalensi DM menurut International Diabetes Federation (IDF),

jumlah pasien yang menderita DM di dunia pada tahun 2020 tercatat

mencapai 463 juta orang dewasa yang menderita DM. Jumlah ini empat

1
2

kali lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya. Di Indonesia sendiri kasus

DM sangat banyak, pada data terbaru dari International Diabetes

Federation (IDF) tahun 2021 menunjukkan bahwa Indonesia menduduki

peringkat ke-5 dunia dengan jumlah DM sebanyak 19,47 juta jiwa.

Menurut Kemenkes RI (2018), Kasus DM di Jawa Tengah berada di

peringkat 12 setelah Sulawesi Tengah. Dijabarkan pada profil kesehatan

Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2019, prevalensi DM di Jawa Tengah

sebesar 13,4% dengan jumlah pasien sebanyak 652.822 orang (Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2019).

Menurut data dari profil kesehatan Provinsi Jawa Tengah pada

tahun 2019, prevalensi kasus DM yang ditemukan di kota Surakarta pada

tahun 2019 sebesar 40,1% (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah,

2019). DM juga merupakan penyebab kematian terbanyak nomor 4 di

Surakarta setelah stroke, Cardiac Arrest dan hipertensi. Jumlah kematian

dengan penyebab DM yaitu sebesar 232 jiwa (Profil Kesehatan Kota

Surakarta, 2019). Oleh karena itu, menurut Kemenkes RI, DM dikenal

sebagai silent killer karena tidak disadari oleh pasien dan saat diketahui

sudah terjadi komplikasi.

Menurut beberapa pasien DM yang telah diwawancara, penyebab

yang sering memicu terjadinya DM yaitu faktor keturunan di keluarga ada

yang menderita DM, pola makan yang kurang sehat dan kurangnya

aktifitas fisik. Maka dari itu penyakit DM ini memerlukan peran perawat

sebagai pemberi asuhan keperawatan, edukator dan kolaborator untuk


3

memperlambat terjadinya komplikasi pada DM. Perawat dapat memonitor

glukosa darah pasien dengan rutin sehingga dapat memantau tingkat

glukosa darah pasien. Selain itu perawat juga dapat memberikan edukasi

dan meningkatkan pemahaman pasien mengenai penyakit DM agar pasien

DM dapat merasa percaya diri dalam mengendalikan penyakit mereka

sehingga mencapai manajemen diri yang efektif. Selain itu perawat juga

dapat menyarankan pola makan yang baik.

Berdasarkan data tentang penyakit DM serta perlunya penanganan

dengan segera agar tidak menimbulkan komplikasi lebih lanjut, maka

penulis tertarik untuk mengangkat kasus DM sebagai studi kasus dengan

judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Diabetes mellitus (DM)

di RSUD Dr. Moewardi Surakarta”.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan DM di Rumah Sakit?

C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum

Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan

DM di Rumah Sakit.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu mendeskripsikan pengkajian asuhan keperawatan pada

pasien dengan DM di Rumah Sakit.


4

b. Mampu mendeskripsikan diagnosis keperawatan pada pasien

yang mengalami DM di Rumah Sakit.

c. Mampu mendeskripsikan rencana tindakan keperawatan pada

pasien dengan DM di Rumah Sakit.

d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada pasien

dengan DM di Rumah Sakit.

e. Mampu mendeskripsikan evaluasi tindakan keperawatan pada

pasien dengan DM di Rumah Sakit.

D. Manfaat Studi Kasus

Manfaat Studi Kasus yang diharapkan adalah:

a. Untuk Pelayanan Keperawatan dan Masyarakat.

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat memberikan tambahan

informasi dan masukan pada profesi keperawatan dalam memberikan

asuhan keperawatan pada pasien dengan DM dan dapat menambah

pengetahuan bagi masyarakat mengenai penanganan pada pasien

DM.

b. Untuk Pendidikan dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Keperawatan.

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat memberikan tambahan

informasi dan masukan kepada institusi pendidikan keperawatan dan

referensi bagi mahasiswa dalam menyusun asuhan keperawatan pada

pasien dengan DM.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Diabetes Mellitus (DM)

1. Pengertian

DM merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik

peningkatan kadar gula (glukosa) darah atau hiperglikemia

(Jonathan, 2019). DM adalah suatu kondisi yang terjadi ketika

tubuh tidak dapat menghasilkan cukup insulin atau tidak dapat

menggunakan insulin dan di diagnosis dengan mengamati

peningkatan kadar glukosa dalam darah (Azis, 2020). DM

merupakan penyakit yang gula darah sewaktu maupun gula darah

puasa melebihi normal yaitu untuk gula darah sewaktu melebihi

200 mg/dl dan gula darah puasa melebihi 126 mg/dl (Hestiana,

2017). Menurut Black & Hawks (2014), DM adalah penyakit

kronis progresif yang ditandai dengan ketidakmampuan tubuh

untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein,

berpengaruh ke hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi. Dari

pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa DM adalah

penyakit metabolik ketika tubuh tidak dapat menghasilkan cukup

insulin atau tidak dapat menggunakan insulin yang ditandai dengan

ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat

6
6

lemak dan protein sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa

dalam darah yaitu gula darah sewaktu melebihi 200 mg/dl dan gula

darah puasa melebihi 126 mg/dl.

2. Klasifikasi

Menurut Black (2014), klasifikasi DM dibagi menjadi 4 yaitu :

1) DM tipe I

Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk

menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah

dihancurkan oleh proses autoimun. Kelainan ini terjadi karena

kerusakan sistem imunitas yang merusak sel-sel pulau

Langerhans di pankreas yang kemudian berdampak pada

penurunan insulin.

2) DM tipe II

Tipe diabetes ini disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta

oleh jaringan perifer untuk menghambat produksi glukosa oleh

hati.

3) DM tipe lain

Merupakan DM yang berhubungan dengan keadaan atau

sindrom tertentu hiperglikemik terjadi karena penyakit lain

yaitu penyakit pankreas, hormonal, obat atau bahan kimia,

endokrinopati, kelainan reseptor insulin, sindroma genetik

tertentu.
7

4) DM Gestasional

Pada tipe diabetes ini biasanya terjadi pada trimester kedua

atau ketiga pada kehamilan. Disebabkan oleh hormon yang

disekresikan plasenta dan menghambat kerja insulin. dan

resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya

kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa.

3. Etiologi

Etologi DM menurut Black (2014) dan Wulandari (2018),

dikelompokkan menjadi 4 yaitu:

a. DM tipe 1

1) Faktor genetik

Pasien diabetes tidak mewarisi diabetes tetapi mewarisi

suatu faktor penyebab atau kecenderungan genetik kearah

terjadinya diabetes. Kecenderungan genetik ini ditentukan

pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human

Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan

gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan

proses imun lainnya.

2) Faktor imunologi

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon

autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibodi

terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi


8

terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah

sebagai jaringan asing.

3) Faktor Lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta

pankreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan

bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses

autoimun yang dapat menimbulkan destruksi sel beta

pankreas. DM sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun.

Biasanya juga disebut Juvenile Diabetes, gangguan ini

ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar

gula darah).

Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor

pencetus DM, oleh karena itu insiden lebih tinggi atau

adanya infeksi virus (dari lingkungan) misalnya

coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh

lingkungan dipercaya mempunyai peranan dalam terjadinya

DM. Virus atau mikroorganisme akan menyerang pankreas,

yang membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula

akibat respon autoimmune, dimana antibodi sendiri akan

menyerang sel beta pankreas. Faktor herediter, juga

dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini.


9

b. DM tipe 2

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui.

Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses

terjadinya resistensi insulin. DM tipe II disebabkan kegagalan

relatif sel beta dan resisten insulin. Resisten insulin adalah

turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan

glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi

glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi

resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi

relatif insulin.

Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi

insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan

glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti

sel beta pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.

Penyebab resistensi insulin pada diabetes sebenarnya tidak

begitu jelas, faktor yang banyak berperan antara lain:

1) Riwayat keluarga

Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang

mengidap diabetes. Ini terjadi karena DNA pada orang DM

akan ikut diinformasikan pada gen berikutnya terkait

dengan penurunan produksi insulin. Glukosa darah puasa

yang tinggi dikaitkan dengan risiko DM di masa depan.

Keluarga merupakan salah satu faktor risiko DM. Jika salah


10

satu dari orang tua menderita DM tipe II, risiko anak

mereka terkena DM tipe II dengan sebesar 40%. Risiko ini

akan menjadi 70% jika kedua orang tuanya menderita DM

tipe II. Kembar identik akan berisiko lebih tinggi terkena

DM dibandingkan dengan kembar yang tidak identik. Gen

pembawa DM tersebut ikut mengatur fungsi dari sel yang

memproduksi insulin beta (Yang dalam Wulandari, 2018)

2) Jenis kelamin

Pria lebih rentan terkena hiperglikemia dibandingkan

dengan wanita. Persentase hiperglikemia pada pria sebesar

12,9%, sedangkan pada wanita 9,7%. Hal ini berbeda

dengan penelitian Wulandari (2018), dimana DM tipe II

dominan terjadi pada wanita daripada pria. Tidak ada

perbedaan prevalensi DM tipe II antara pria dan wanita

ketika berusia di bawah 25 tahun. Akan tetapi, mulai ada

perbedaan sebesar 20% pada wanita daripada pria yang

berusia 25-34 tahun. Pada kelompok usia 35-44 tahun

perbedaannya menjadi 60% dan kelompok usia 45-64 tahun

DM tipe II lebih tinggi 2 kali lipat pada wanita daripada

pria.

3) Kelainan genetik

DM dapat menurun menurut silsilah keluarga yang

mengidap DM. Ini terjadi karena DNA pada orang DM


11

akan ikut diinformasikan pada gen berikutnya terkait

dengan penurunan produksi insulin.

4) Usia

Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang

secara dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40

tahun. Penurunan ini yang berisiko pada penurunan fungsi

endokrin pankreas yang memproduksi insulin. DM tipe II

biasanya bermula pada pasien yang usianya lebih dari 30

tahun dan menjadi semakin lebih umum dengan

peningkatan usia. Sekitar 15% dari orang yang lebih tua

dari 70 tahun menderita DM tipe II. DM tipe II di negara

maju relatif terjadi di usia yang lebih muda, tetapi di negara

berkembang terjadi pada kelompok usia lebih tua. Kenaikan

prevalensi DM dimulai pada masa dewasa awal. Di

Amerika orang yang berusia 45-55 tahun terkena DM empat

kali lebih banyak dibandingkan pada mereka yang berusia

20-44 tahun (Finucane & Popplewell dalam Wulandari,

2018).

5) Gaya hidup

Stress cenderung membuat hidup seseorang mencari makan

yang cepat saji yang kaya pengawet, lemak, dan gula.

Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja pankreas.

Stress juga meningkatkan kerja metabolisme dan


12

meningkatkan kebutuhan sumber energi yang berakibat

pada kenaikan kerja pankreas mudah rusak sehingga

berdampak pada penurunan insulin Pola makan yang salah

Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama risiko

terkena DM. Malnutrisi dapat merusak pankreas, sedangkan

obesitas meningkatkan gangguan kerja dan resistensi

insulin. Pola makan yang tidak teratur dan cenderung

terlambat juga akan berperan pada ketidakstabilan kerja

pankreas.

6) Obesitas

Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami

hipertropi pankreas. Hipertropi pankreas disebabkan karena

peningkatan beban metabolisme glukosa pada pasien

obesitas untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak.

7) Kebiasaan merokok

Rokok mengandung zat adiktif yang bernama nikotin.

Nikotin ini dapat mengakibatkan ketergantungan dan

kehilangan kontrol. Merokok dapat mengakibatkan

peningkatan sementara kadar glukosa darah sehingga

merusak sensitivitas organ dan jaringan terhadap aksi

insulin. Asupan nikotin dapat meningkatkan kadar hormon

seperti kortisol, yang dapat mengganggu efek insulin.


13

8) Infeksi

Masuknya bakteri atau virus kedalam pankreas akan

mengakibatkan rusaknya sel-sel pankreas. Kerusakan ini

berakibat pada penurunan fungsi pankreas. Seseorang yang

sedang menderita sakit karena virus atau bakteri tertentu,

merangsang produksi hormon tertentu yang secara tidak

langsung berpengaruh pada kadar gula darah.

c. DM Gestasional

DM gestasional adalah DM yang di diagnosis selama hamil

namun akan menghilang ketika kehamilannya berakhir.

Disebabkan oleh hormon yang disekresikan plasenta dan

menghambat kerja insulin. dan resistensi insulin. Resistensi

insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang

pengambilan glukosa. Perempuan dengan riwayat keluarga DM

atau lahir dengan berat badan lebih dari 4 kg dan obesitas juga

merupakan faktor risiko terjadinya DM gestasional.

d. DM tipe lain

DM tipe ini terjadi sebagai akibat dari defek genetik fungsi sel

beta, penyakit pankreas atau penyakit yang diinduksi oleh obat-

obatan dan juga dari gangguan-gangguan lain atau pengobatan.

Jumlah berlebihan dari beberapa hormon juga dapat

menyebabkan DM. Selain itu beberapa obat tertentu juga dapat

menyebabkan DM.
14

4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang muncul pada pasien DM menurut Black

(2014) dan Smeltzer et al (2013) yaitu

a. Poliuria (air kencing keluar banyak).

b. Polydipsia (rasa haus yang berlebih) yang disebabkan karena

osmolalitas serum yang tinggi akibat kadar glukosa serum yang

meningkat.

c. Anoreksia.

d. Polifagia (rasa lapar yang berlebih) yang terjadi karena

glukosuria yang menyebabkan keseimbangan kalori negatif.

e. Penurunan berat badan.

f. Keletihan (rasa cepat lelah) dan kelemahan yang disebabkan

penggunaan glukosa oleh sel menurun.

g. Ketonuria.

h. Pada kulit pasien DM akan mengalami kering, lesi kulit atau

luka yang lambat sembuhnya, dan rasa gatal pada kulit.

i. Sakit kepala.

j. Mengantuk.

k. Gangguan pada aktivitas disebabkan oleh kadar glukosa

intrasel yang rendah, kram pada otot, iritabilitas.

l. Emosi yang labil akibat ketidak seimbangan elektrolit.

m. Gangguan penglihatan seperti pemandangan kabur yang

disebabkan karena pembengkakan akibat glukosa.


15

n. Sensasi kesemutan atau kebas di tangan dan kaki yang

disebabkan kerusakan jaringan saraf juga sering di alami oleh

pasien DM.

5. Patofisiologis

Pada DM terdapat dua masalah utama yang berhubungan

dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi

insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus

pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan

reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme

glukosa dalam sel. Resistensi insulin disertai dengan penurunan

reaksi intrasel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif

untuk menstimulasi pengambilan oleh jaringan.

Ada beberapa faktor yang diperkirakan memegang peranan

dalam proses terjadinya resistensi insulin. Antara lain yaitu faktor

genetik, usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di

atas 65 tahun), obesitas, riwayat keluarga dan kelompok etnik

tertentu seperti golongan Hispanik serta penduduk asli Amerika

(Wulandari, 2018). Untuk mengatasi resistensi insulin dan

mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat

peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada pasien

toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi

insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan

pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.


16

Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu

mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar

glukosa akan meningkat dan terjadi DM (Wulandari, 2018).

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri

khas DM, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang

adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan

keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetes jarang

terjadi pada DM. Jika DM tidak terkontrol dapat menimbulkan

masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik

hyperosmolar nonketotik (HHNK) (Wulandari, 2018).


17

6. Pathway
Skema 2.1 Pathway DM

Umur

Penurunan Fungsi Penurunan fungsi


Indra Pengecap pankreas

Konsumsi makan Penurunan kualitas Gaya


berlebih & kuantitas insulin hidup
7
.
Hiperglikemia

Penurunan glukosa Kerusakan


dalam sel Vaskuler

Cadangan lemak Produksi energi Neuropati perifer


dan protein turun menurun

BB turun Kelemahan Ulkus

Ketidakstabilan Intoleransi Gangguan


kadar glukosa aktivitas integritas kulit
darah
Pembedahan
(debridement)

Nyeri akut Pengeluaran Adanya perlukaan


histamin & pada kaki

Luka insisi tidak


terawat
Peningkatan Leukosit
Sumber; Wulandari, (2018); Black (2014); Smeltzer
et al (2013); Tim Pokja PPNI SDKI Risiko infeksi
(2018),
7. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Rahmasari (2019), pemeriksaan penunjang untuk

pasien DM diantaranya yaitu:

a. Postprandial.

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan kadar gula darah yang

dilakukan 2 jam setelah makan dan minum. Untuk

mengindikasikan bahwa hasil pemeriksaan tersebut dapat

dikatakan diabetes yaitu dengan melihat angka gula darah.

Apabila kadar gula darah di atas angka 130 mg/dl maka dapat

disebut diabetes.

b. Hemoglobin glikosilat (HbA1C).

Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengukur kadar gula darah

selama 140 hari terakhir. Dikatakan diabetes jika angka

HbA1C di atas 6,1% .

c. Test toleransi glukosa oral.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberi pasien air gula 75

grm dilakukan setelah pasien berpuasa semalaman lalu akan

diuji selama 24 jam. Angka gula darah normal 2 jam setelah

meminum cairan tersebut yaitu kurang dari 140 mg/dl.

d. Test glukosa darah dengan finger stick.

Pemeriksaan dilakukan dengan cara menusukkan jarum pada

jari kemudian sample darah diletakkan di sebuah strip yang ada

di glukometer.
8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan DM menurut PERKENI (2021) diantaranya:

a. Edukasi.

Edukasi yang dilakukan bagi pasien DM fokus pada perubahan

gaya hidup (diet dan aktivitas fisik), serta edukasi tentang

pemberian obat antidiabetes oral dan insulin. Edukasi

sebaiknya dilakukan oleh tim yang melibatkan ahli gizi dan

psikolog serta ahli aktivitas fisik. Edukasi sebaiknya juga

diberikan kepada seluruh anggota keluarga agar mereka

memahami pentingnya perubahan gaya hidup untuk

keberhasilan manajemen DM (Indonesia, 2015) . Edukasi

dilakukan dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu

dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan

merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM.

Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan

Kesehatan Primer yang meliputi:

1) Materi tentang perjalanan penyakit DM.

2) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM

secara berkelanjutan.

3) Penyulit DM dan risikonya

4) Intervensi non-farmakologi dan farmakologis serta target

pengobatan.
5) Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat

antihiperglikemia oral atau insulin serta obat-obatan lain.

6) Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil

glukosa darah atauurin mandiri (hanya jika alat pemantauan

glukosa darah mandiri tidak tersedia).

7) Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemi

8) Pentingnya latihan jasmani yang teratur

9) Pentingnya perawatan kaki

10) Cara menggunakan fasilitas perawatan kesehatan

Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan di

Pelayanan Kesehatan Sekunder dan/atau Tersier, yang meliputi:

1) Mengenal dan mencegah penyulit akut DM.

2) Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM.

3) Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain.

4) Rencana untuk kegiatan khusus (contoh : olahraga prestasi)

5) Kondisi khusus yang dihadapi (contoh : hamil, puasa,

kondisi rawat inap

6) Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi

mutakhir tentang DM

7) Pemerliharaan/perawatan kaki.

b. Terapi Nutrisi Medis (TNM).

Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian penting dari

penatalaksanaan DM secara komprehensif. Prinsip pengaturan


makan pada penyandang DM hampir sama dengan anjuran

makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang

dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing

individu. Penyandang DM perlu diberikan penekanan

mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan

jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang

menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau

terapi insulin itu sendiri.

c. Latihan jasmani.

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan

secara secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama

sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu. Jeda

antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan

jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat

menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,

sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan

jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat

aerobik dengan intensitas sedang seperti jalan cepat, bersepeda

santai, jogging, dan berenang.

d. Terapi Farmakologis.

Terapi farmakologis untuk penyandang DM yaitu obat oral dan

injeksi. Terapi farmakologis untuk DM diantaranya yaitu obat


antihiperglikemia oral. Untuk obat jenis ini dibagi menjadi 5

golongan yaitu:

1) Pemacu Sekresi Insulin.

a) Sulfonilurea.

Obat golongan ini mempunyai efek utama

meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas.

b) Glinid.

Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu

Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid

(derivat fenilalanin).

2) Peningkat sensitivitas terhadap insulin.

1. Metformin.

Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian

besar kasus DM. Mempunyai efek utama mengurangi

produksi glukosa hati (glukoneogenesis) dan

memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer.

2. Tiazolidindion (TZD).

Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi

insulin dengan meningkatkan jumlah protein

pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan

glukosa di jaringan perifer.


3) Penghambat alfa glukosidase.

Obat ini bekerja dengan cara menghambat kerja enzim alfa

glukosidase di saluran pencernaan sehingga menghambat

adsorpsi dalam usus halus. Yang termasuk golongan obat

ini yaitu acarbose.

4) Penghambat Dipeptidyl Peptidase- IV.

Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan Linagliptin

5) Penghambat enzim Sodium Glucose Co-transporter 2

Obat yang termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin,

Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin.

Untuk terapi farmakologis injeksi yaitu terdapat:

1) Insulin.

2) Agonis GLP-1 (Increatin Mimetic).

3) Kombinasi insulin dan agonis GLP-1.

9. Komplikasi

Menurut Astuti (2017), komplikasi yang ditimbulkan DM yaitu ada

komplikasi akut dan komplikasi menahun.

1) Komplikasi Akut.

1) Hipoglikemia yaitu keadaan dimana kadar gula dalam darah

berada di bawahkadar normal.

2) Hiperglikemia yaitu keadaan dimana kadar gula dalam

darah berada di atas kadar normal.


3) Penyakit makrovaskuler yaitu penyakit mengenai pembuluh

darah besar, penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler,

penyakit pembuluh darah kapiler).

4) Penyakit mikrovaskuler yaitu penyakit mengenai pembuluh

darah kecil, renopati dan nefropati.

2) Komplikasi Menahun.

1) Neuropatik diabetikum yaitu kerusakan syaraf kaki yang

meningkatkan kejadian ulkus kaki dan infeksi.

2) Retinopati diabetikum yaitu salah satu penyebab kebutaan

yang terjadi karena kerusakan pembuluh darah.

3) Nefropatik diabetikum yaitu penyakit ginjal diabetes yang

menyebabkan kerusakan fungsi ginjal.

4) Proteinuria yaitu faktor risiki penurunan faal ginjal.

5) Kelainan koroner yaitu keadan yang terjadi karena

penyempitan, penyumbatan dan adanya kelainan di

pembuluh nadi koroner. Akibat dari penyempitan atau

penyumbatan ini dapat menghentikan aliran darah ke otot.

6) Ulkus atau gangren diabetikum yaitu kematian karena

penyumbatan pembuluh darah oleh mikroemboli

retrombosis akibat penyakit vaskular perifir oklusi yang

menyertai pasien DM sebagai komplikasi menahun.


B. Konsep Asuhan Keperawatan

Menurut Utami (2016), asuhan keperawatan merupakan proses

atau rangkaian kegiatan praktik keperawatan langsung pada klien di

bagian tatanan pelayanan kesehatan yang pelaksanaannya berdasarkan

kaidah profesi keperawatan. Proses keperawatan adalah sarana atau alat

yang digunakan oleh seorang perawat dalam bekerja dan tata cara

pelaksanaannya tidak boleh dipisah-pisah antara tahap pertama, kedua,

ketiga dan seterusnya. Tahap pertama pengkajian, tahap kedua

menegakkan diagnosis keperawatan, tahap ketiga menyusun rencana

keperawatan yang mengarah kepada penanganan diagnosis

keperawatan, tahap keempat diimplementasikan dan tahap kelima atau

tahap terakhir adalah dievaluasi (Budiono, 2016).

1. Pengkajian

Menurut Budiono (2016), pengkajian keperawatan adalah tahap

awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang

sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data

untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.

Pengkajian keperawatan merupakan dasar pemikiran dalam

memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.


Konsep dasar pengkajian DM yaitu sebagai berikut:

a. Identitas.

1) Identitas pasien.

Identitas pasien berisi nama, umur, jenis kelamin, alamat,

agama, status, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk,

diagnosis medis dan nomor registrasi.

2) Identitas penanggung jawab.

Identitas penanggung jawab berisi nama, umur, alamat,

pekerjaan, hubungan dengan pasien.

b. Riwayat Kesehatan.

1) Keluhan utama yaitu keluhan yang paling utama saat itu

dirasakan oleh pasien. Keluhan utama yang akan didapatkan

yaitu luka yang tak kunjung sembuh, anoreksia, cemas,

nafas berbau aseton, sakit kepala, badan lemas dan terdapat

penurunan berat badan yang signifikan, mengalami

kehausan yang berlebihan kemudian tungkai kesemutan,

dan penurunan rasa raba.

2) Riwayat penyakit sekarang.

Data yang akan diambil saat pengkajian berisi tentang

perjalanan penyakit pasien dari sebelum dibawa ke IGD

sampai dengan mendapatkan perawatan di bangsal.


3) Riwayat penyakit dahulu.

Berisi riwayat penyakit sebelumnya. Adanya riwayat

penyakit DM atau penyakit-penyakit penyerta lainnya.

Seperti adanya riwayat penyakit pankreas, jantung, obesitas,

hipertensi dan yang lainnya. Tindakan medis yang pernah

didapat ataupun obat-obat yang biasa dikonsumsi.

4) Riwayat penyakit keluarga.

Adakah anggota keluarga dari pasien yang menderita DM.

Pada pasien DM biasanya terdapat salah satu anggota

keluarga yang juga menderita DM atau memiliki penyakit

keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya DM. Karena

DM ini termasuk penyakit yasng menurun.

5) Pola fungsional.

a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan.

Perlu dikaji mengenai persepsi pasien dan keluarga

mengenai pentingnya kesehatan bagi anggota keluarga.

Pada pasien dengan DM dapat terjadi perubahan pola

persepsi dan tata laksana hidup sehat dikarenakan

kurangnya pengetahuan tentang kepatuhan pola hidup

sehat dan kepatuhan akan prosedur pengobatan.

b) Pola nutrisi dan metabolik.

Perlu dikaji mengenai nutrisi dan metabolik pasien.

Kaji kebiasaan makan pasien, pola diet, penurunan


berat badan, adakah mual muntah dan kesulitan

menelan. Metabolisme dapat terganggu karena retensi

insulin sehingga menimbulkan gejala sering kencing,

sering minum, sering makan, berat badan turun, dan

kelelahan. Keadaan ini dapat mengakibatkan gangguan

pemenuhan kebutuhan nutrisi.

c) Pola eliminasi.

Mengkaji pola BAB dan BAK pasien sebelum dan

sesudah sakit. Pada pasien DM biasanya terdapat

perubahan dalam eliminasi urine. Terdapat poliuri,

retensi urine, inkontinensia urine, rasa panas atau tidak

nyaman pada proses BAK. Karena terjadinya

hiperglikemia dapat menyebabkan pasien sering

kencing.

d) Pola aktivitas dan latihan.

Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi

pernapasan dan sirkulasi dan juga kemampuan pasien

dalam aktivitas secara mandiri. Pentingnya

latihan/gerak dalam keadaan sehat dan sakit, gerak

tubuh dan kesehatan berhubungan satu sama lain.

Mengkaji reaksi pasien setelah beraktivitas adanya

keringat dingin, kelelahan, perubahan pola nafas.


Beberapa pasien DM akan mengalami kesulitan

beraktivitas karena kelemahan.

e) Pola istirahat dan tidur.

Pada pola istirahat tidur yang perlu dikaji yaitu apakah

pasien bisa tidur, waktu tidur, lama tidur, kualitas tidur,

nyenyak, nyaman. Adakah masalah dalam tidur seperti

insomnia dan somnabulism.

f) Pola kognitif-perseptual sensori.

Perlu dikaji apakah mengalami gangguan kognitif dan

perseptual sensori seperti adakah nyeri jika ada

bagaimana kualitas, durasi, skala dan cara mengurangi

nyeri. Apakah panca indra dapat berfungsi dengan baik,

bagaimana kemampuan bicara pasien. Selain itu perlu

dikaji mengenai daya ingat, konsentrasi dan

kemampuan mengetahui tentang penyakitnya. Biasanya

pasien dengan diabetes akan mengalami keluhan sakit

atau kesemutan terutama pada kaki. Selain itu juga

mengalami gangguan penglihatan.

g) Pola persepsi diri dan Konsep diri.

Menggambarkan bagaimana pasien memandang dirinya

sendiri, adakah perasaan terisolasi diri atau perasaan

tidak percaya diri, cemas karena penyakitnya. Pasien

dengan DM memerlukan pengobatan dan perawatan


yang cukup lama sehingga menyebabkan pasien

mengalami gangguan kecemasan.

h) Pola mekanisme koping.

Menggambarkan adakah masalah yang dialami pasien,

ketakutan akan penyakitnya, kecemasan yang munul

tanpa alasan jelas, pandangan pasien dan koping

mekanisme yang digunakan pasien ketika terjadi

masalah.

i) Pola seksual-reproduksi.

Menggambarkan adakah gangguan yang terdapat pada

reproduksinya dan apakah penyakitnya yang sekarang

mengganggu fungsi seksualnya. Pasien dengan DM

terkadang mengalami keluhan gangguan ereksi dan

keputihan menyebabkan adanya ganggguan pada

system reproduksi.

j) Pola peran-hubungan dengan orang lain.

Menggambarkan hubungan pasien dengan orang lain

terutama orang sekitar apakah baik kemudian peran

pasien di lingkungan dan masyarakat, serta apakah

pasien ikut serta dalam kegiatan masyarakat.

k) Pola nilai dan kepercayaan.

Menggambarkan kepercayaan yang dianut pasien,

ketaatan ibadah selama sakit, ketaatan berdoa,


kemudian adakah hambatan yang dialami pasien dalam

melakukan ibadah.

c. Pemeriksaan Fisik.

1) Keadaan umum: pasien DM biasanya datang ke RS dalam

keadaan baik composmentis.

2) Tanda-tanda vital: pemeriksaan tanda vital yang terkait

yaitu tekanan darah, nadi, suhu dan frekuensi pernafasan.

Tekanan darah dan pernafasan pada pasien dengan pasien

DM bisa tinggi atau normal, Nadi dalam batas normal,

sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika terjadi

infeksi.

3) Kepala.

Bentuk kepala kemudian pada kulit kepala adakah benjolan

atau lesi.

5) Rambut: warna rambut termasuk kuantitas, penyebaran dan

tekstur rambut.

6) Wajah: pucat dan wajah tampak berkerut menahan nyeri.

7) Mata: Mata tampak cekung (kekurangan cairan), sclera

ikterik, konjungtiva merah muda, penglihatan kabur. Pupil:

miosis, midrosis, atau anisokor.

8) Hidung: Tidak terjadi pembesaran polip dan sumbatan

hidung kecuali ada infeksi skunder seperti influenza.


9) Mulut dan faring Bibir: sianosis, pucat beberapa mengalami

mual muntah, lidah sering terasa tebal, gigi mudah goyah,

gusi mudah bengkak dan berdarah, ludah terasa lebih

kental, Mukosa oral: lembab atau kering.

10) Telinga: bentuk telinga, kebersihan telinga, adanya

gangguan pada telinga.

11) Dada.

a. Paru-paru.

Inspeksi: melihat apakah pasien mengalami sesak

nafas. Palpasi: Mengetahui vocal premitus dan

mengetahui adanya massa, lessi atau bengkak. Perkusi:

mengkaji area paru-paru pada thoraks. Auskultasi:

mendengarkan suara nafas normal dan nafas tambahan.

b) Jantung.

Inspeksi: amati ictus kordis terlihat atau tidak. Palpasi:

takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, nadi perifer

melemah atau berkurang. Perkusi: mengetahui ukuran

bentuk jantung secara kasar. Auskultasi: mendengar

detak jantung, bunyi jantung dapat di diskripsikan

dengan S1, S2 tunggal.

12) Abdomen.

Inspeksi: melihat apakah terdapat benjolan di perut.

Auskultasi: Memeriksa peristaltik usus dengan menghitung


selama 1 menit. Perkusi: mengetahui bunyi suara pada

abdomen, dominan suara timpani. Palpasi: mengetahui

adanya nyeri tekan.

13) Integumen.

Melihat warna kulit, kuku, bentuk dan memeriksa suhu

kulit, tekstur (halus atau kasar). Kulit akan tampak pucat

karena Hb kurang dari normal dan jika kekurangan cairan

maka turgor kulit akan tidak elastis.

14) Genetalia.

Melihat pada daerah genital mulai warna, kebersihan,

adanya benjolan seperti lesi, massa dan tumor. Normalnya

daerah genital bersih, integritas kulit baik, tidak ada edema

dan tanda-tanda infeksi.

15) Ekstremitas.

Melihat adanya keterbatasan dalam aktivitas dan ada

tidaknya kelumpuhan atau kekakuan.

Kekuatan otot:

0: lumpuh.

1: ada kontraksi.

2: melawan gravitasi dengan sokongan.

3: melawan gravitasi tapi tidak ada lawanan.

4: melawan gravitasi dengan tahanan sedikit.

5: melawan gravitasi dengan kekuatan otot penuh.


2. Diagnosis keperawatan .

Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis terhadap

pengalaman atau respon individu, keluarga atau komunitas pada

masalah kesehatan, pada risiko masalah kesehatan atau pada proses

kehidupan. Kompleksnya masalah sistem tubuh pada pasien

dengan DM makan akan banyak penyakit yang muncul. Diagnosis

keperawatan yang mungkin muncul pada pasien DM menurut

Tim Pokja PPNI SDKI (2018), yaitu antara lain:

a. Intoleransi aktivitas.

Intoleransi aktivitas merupakan ketidakcukupan energi untuk

melakukan aktivitas sehari-hari.

b. Ketidakstabilan kadar glukosa darah.

Ketidakstabilan kadar glukosa darah merupakan variasi kadar

glukosa darah naik atau turun dari rentang normal.

c. Nyeri akut.

Nyeri akut merupakan pengalaman sensorik atau emosional

yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau

fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan

berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari

3 bulan.

d. Gangguan integritas kulit.

Gangguan integritas kulit merupakan kerusakan kulit (dermis

dan epidermis) atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia,


otot, tendon, tulang, jaringan, kartilago, kapsul sendi dan

ligamen.

e. Risiko infeksi.

Risiko infeksi mengalami peningkatan terserang organisme

patogenik

3. Intervensi Keperawatan.

Intervensi keperawatan merupakan segala tindakan perawatan

yang dikerjakan oleh perawat berdasarkan pengetahuan dan

penilaian klinis untuk mencapai luaran yang diharapkan. Intervensi

dan kriteria hasil menurut Tim Pokja SIKI PPNI dan Tim Pokja

SLKI (2018), diantaranya yaitu:

a. Intoleransi aktivitas.

Tujuan dan kriteria hasil:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah

teratasi dengan kriteria hasil:

1) Perasaan lemah menurun.

2) Keluhan lelah menurun.

3) Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

meningkat.

4) Kekuatan otot meningkat


Intervensi:

1) Observasi.

Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan

kelelahan.

Rasional: Mengetahui gangguan fungsi tubuh yang

mengakibatkan kelelahan sehingga dapat ditentukan asuhan

keperawatan yang sesuai.

2) Terapeutik.

Latihan rentang gerak aktif maupun pasif.

Rasional: Latihan gerak akan membuat pasien terbiasa dan

menghindari kekakuan sendi dan otot.

3) Edukasi.

Anjurkan tirah baring.

Rasional: Membantu menghilangkan rasa letih dan lemah

pada pasien.

Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap.

Rasional: Mencegah terjadinya kelelahan pada pasien.

4) Kolaborasi.

Kolaborasi dengan tim medis terkait terapi farmakologi

Rasional: Membantu pasien mengatasi kelemahan


b. Ketidakstabilan kadar glukosa darah.

Tujuan dan kriteria hasil:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah

teratasi dengan kriteria hasil:

1) Kadar glukosa dalam darah membaik.

2) Kadar glukosa dalam urin membaik.

Intervensi:

a. Observasi

Monitor kadar glukosa darah.

Rasional: Untuk memantau kadar gula darah pasien.

Monitor tanda dan gejala hiperglikemia.

Rasional: Mengetahui perkembangan pasien melalui tanda

dan gejala.

b. Terapeutik.

Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala

hiperglikemia tetap ada atau memburuk.

Rasional: Membantu mengatasi hiperglikemia.

c. Edukasi.

Ajarkan pengelolaan diabetes.

Rasional: Memberikan informasi kepada pasien tentang

pengelolaan diabetes.
d. Kolaborasi.

Kolaborasi dengan tim medis mengenai terapi farmakologi.

Rasional: Membantu menyeimbangkan/mengontrol kadar

gula darah.

c. Nyeri akut.

Tujuan dan kriteria hasil:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah

teratasi dengan kriteria hasil:

1) Keluhan nyeri menurun.

2) Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat.

Intervensi:

1) Observasi.

Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,

intensitas nyeri.

Rasional: Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan

juga tanda-tanda perkembangan /resolusi komplikasi.

2) Terapeutik.

Fasilitasi istirahat dan tidur.

Rasional: Menghindari stress dan memberikan pemenuhan

istirahat tidur.
3) Edukasi.

Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa

nyeri.

Rasional: Meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat.

4) Kolaborasi.

Kolaborasi pemberian analgetik.

Rasional: Memberikan penurunan nyeri/tidak nyaman.

d. Gangguan integritas kulit.

Tujuan dan kriteria hasil :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah

teratasi dengan kriteria hasil:

a. Kerusakan jaringan menurun.

b. Kerusakan lapisan kulit menurun.

Intervensi:

1) Observasi.

Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit.

Rasional: Mengetahui penyebab gangguan integritas kulit.

2) Terapeutik.

Bersikan dengan cairan NaCl.

Rasional: Mencegah adanya kuman yang menyebabkan

luka pada kulit.


Bersihkan jaringan nekrotik.

Rasional: Mencegah kerusakan integritas kulit yang lebih

parah.

3) Edukasi.

Jelaskan tanda dan gejala infeksi.

Rasional: Memberikan informasi kepada pasien agar pasien

mengerti mengenai tanda dan gejala infeksi.

4) Kolaborasi.

Kolaborasi pemberian antibiotik.

Rasional: mencegah terjadinya infeksi

e. Risiko infeksi.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah

teratasi dengan kriteria hasil:

1) Kadar sel darah putih membaik.

2) Kultur area luka membaik.

Intervensi:

1) Observasi.

Monitor tanda dan gejala infeksi.

Rasional: Mengetahui perkembangan luka dengan melihat

tanda gejala infeksi.

2) Terapeutik.

Cuci tangan sesudah dan sebelum kontak dengan pasien

dan lingkungan pasien.


Rasional: Melindungi pasien dari kuman dan bakteri

karena kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan

menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.

3) Edukasi.

Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar.

Rasional: Mencegah timbulnya infeksi.

4) Kolaborasi.

Kolaborasi pemberian antibiotik.

Rasional: Mencegah terjadinya

infeksi.

4. Implementasi Keperawatan.

Setelah menyusun rencana asuhan keperawatan, langkah

selanjutnya yang akan diterapkan adalah melakukan tindakan yang

nyata untuk mencapai hasil berupa berkurang atau hilangnya

masalah. Implementasi yaitu melaksanakan tindakan keperawatan

yang telah teridentifikasi dalam komponen P atau Perencanaan

disertai dengan menuliskan tanggal dan jam pelaksanaan

(Budiono, 2016).

5. Evaluasi

Menurut Budiono (2016), evaluasi merupakan suatu proses

yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan

pada pasien. Evaluasi dilakukan terhadap respon pasien secaara

terus-menerus terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilakukan. Evalusi proses atau promotif dilakukan setiap selesai


ASUHAN KEPERAWATAN

Nama mahasiswa : KELOMPOK PARSE Tgl/jam MRS : 24/5/2023/15.30


Tanggal/jam pengkajian : 25/5/2023/15.00 No.RM 136749

Diagnosa medis : Diabetes Mellitus Ruangan : GEDUNG 3

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
a. Nama : Ny.S
b. Umur : 43 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Status : Sudah menikah
e. Pendidikan : SMA
f. Pekerjaan : IRT
g. Alamat : Ladang Peris
2. Identitas penanggung jawab
a. Nama : Tn.R
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama:
Pasien mengatakan tubuhnya terasa lemas
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengatakan badan terasa lemas, pusing, tidak nafsu makan, sering
terbangun tengah malam dan tidak mampu berjalan, kaki terasa lemah dan jika
ingin ke kamar mandi selalu dibantu oleh suami.klien mengatakan tidak nafsu
makan sejak beberapa minggu yang lalu
c. Riwayat penyakit dahulu:
Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit DM sejak 8 bulan yang lalu. Selain
itu pasien pernah mengalami penyakit seperti batuk, pilek dan pusing
d. Riwayat kesehatan keluarga:
Pasien mengatakan ibu pasien yang memiliki penyakit yang sama
e. Riwayat alergi:
1) Makanan : Pasien mengatakan tidak memiliki alergi makanan
apapun
2) Obat :Pasien mengatakan tidak memiliki alergi obat
3) Reaksi : tidak ada
f. Genogram:
4. Pola Fungsional

a. Pola persepsi dan Pemeliharaan:

Sebelum sakit: pasien mengatakan selama ini menganggap penyakit yang diderita
hanya penyakit ringan, sehingga pasien berfikir lama kelamaan akan sembuh
sendiri
Selama sakit: pasien mengatakan setelah dibawa ke RS pasien dapat mengetahui
ternyata penyakitnya cukup serius dapat mengetahui penyakitnya.
b. Pola nutrisi dan metabolik:
Sebelum sakit: pasien mengatakan ketika sebelum sakit, pasien makan 2x sehari
Selama sakit: pasien mengatakan selama sakit makan yang dihabiskan hanya 2
sendok saja . Pasien mengatakan sering merasa kehausan.
c. Pola eliminasi:
Sebelum sakit: Pasien mengatakan pola eliminasi baik BAK dan BAB lancar
tidak ada masalah. BAB 1X sehari dan BAK kurang lebih 5x sehari
Selama sakit: Pasien mengatakan lebih sering BAK dimalam hari
d. Pola aktivitas dan latihan:
Sebelum sakit: pasien mengatakan sehari-harinya dilakukan dengan menjadi ibu
rumah tangga . Untuk ADL sebelum sakit pasien melakukannya secara mandiri.
Selama sakit: Pasien mengatakan selama sakit hanya berbaring di kasur RS.
Sedangkan untuk ADL selama di RS pasien dibantu oleh suami.

e. Pola istirahat tidur:


Sebelum sakit: Pasien mengatakan sebelum sakit tidak sulit tidur dan dapat tidur
nyenyak. Tidur kurang lebih 6-8 jam perhari.
Selama sakit: selama sakit pasien tidak mengalami kesulitan tidur.
f. Pola kognitif-perseptual sensori:
Sebelum sakit: pasien mengatakan tidak mengalami gangguan kognitif-sensori
seperti penglihatan, pendengaran, berbicara, mengingat dan sebagainya.
Selama sakit: pasien mengatakan tidak mengalami gangguan kognitif-sensori
seperti penglihatan, pendengaran, berbicara, mengingat dan sebagainya.
g. Pola persepsi diri dan konsep diri:
Sebelum sakit: pasien mengatakan cemas dan ingin sembuh dari penyakitnya.
Selama sakit: pasien mengatakan lebih tenang setelah dirawat di RS dan ingin
cepat sembuh dari penyakitnya, agar dapat mencari uang kembali.
h. Pola mekanisme koping:
Sebelum sakit: pasien mengatakan lebih sering mengambil keputusan sendiri
Selama sakit: pasien mengatakan dalam mengambil keputusan masih dilakukan
secara mandiri karena tidak ada keluarga yang mendampingi.
i. Pola peran-hubungan dengan orang lain:
Sebelum sakit: pasien mengatakan sudah tidak berhubungan baik dengan
keluarga dan anaknya oleh karena itu pasien tinggal sendiri.
Selama sakit: pasien masih belum berhubungan dengan keluarga maupun
anaknya namun pasien terlihat berhubungan baik dengan salah satu keluarga
pasien lainnya.
j. Pola nilai dan kepercayaan:
Sebelum sakit: pasien mengatakan sebelumnya rajin ibadah ke gereja
Selama sakit: Pasien tetap mendekatkan diri dengan Tuhan dengan berdoa dan
meminta kesembuhan.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum: Ku baik, composmentis
b. TTV
1) TD : 110/ 79 4) RR : 18x/menit
2) Suhu : 35,6 5) SpO2 : 98%
3) Nadi : 88x/menit
c. Kepala
1) Rambut: pertumbuhan rambuh merata, rambut pendek dan beruban
2) Mata: Sklera putih, konjungtiva anemis, reflek cahaya ada, pupil isokor.
3) Hidung:lubang hidung bersih, Tidak terdapat sekret, tidak ada tanda-tanda
infeksi perdarahan
4) Mulut: Bibir pucat, tidak ada gigi palsu, , dan berwarna putih kekuningan,
terdapat stomatitis pada lidah, Mulut tampak kering
5) Telinga: Telinga simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat gangguan
pendengaran dan tidak terdapat alat bantu dengar.
d. Paru-paru
Inspeksi: Bentuk dada simetris, tidak terdapat sesak nafas
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan.
Perkusi: Sonor.
Auskultasi: Suara napas vesikuler

e. Jantung
Inspeksi: Tidak ada lesi, bentuk simetris.
Palpasi Tidak ada benjolan dan ictus cordis teraba.
Perkusi: Redup.
Auskultasi: Bunyi jantung normal, tidak ada bunyi tambahan.
d. Abdomen
Inspeksi: Simetris, tidak ada luka dan tidak ada benjolan.
Auskultasi: Bising usus 14x/menit.
Perkusi: Timpani.
Palpasi: tidak terdapat nyeri
e. Integumen:
Kulit kering, tekstur kulit kasar, kulit berwarna sawo matang
f. Genetalia:
Tidak terpasang kateter, tidak ada edema dan infeksi, tidak terdapat benjolan.
g. Ekstremitas:
Atas kanan: dapat bergerak bebas
Atas kiri: terpasang infus
Bawah kanan: tidak dapat bergerak
bebas Bawah kiri: tidak dapat bergerak
bebas
Kekuatan otot:
5 5
2 2
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan labor
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan

Leukosit 8,49 x10ˆ3/µl 5.00-10.00

Hemoglobin 5.6 g/dl 32.0-36.0

hematokrit 20.3 % 40.0-50.0

Glukosa darah puasa 217 mg/dl 70-100

Glukosa 2 jam PP 247 mg/dl 80-140


Glukosa darah Sewatu mg/dl 80-150
230
HbA1c
11,3

7. Terapi
a. Ivfd RL 14tts/menit
b. Omeprazole 2x40mg
c. Dexketopropen 2x1 ampul
d. Mecobalamin 2x500mg
e. Hyocin 2x1 amp
f. Ondansentron 2x1amp
g. Levemir 0-0-10
h. Parasetamol drip
B. DIAGNOSA

Waktu Data Fokus Etiologi Problem

25/5/2023 Ds: Hiperglikemia Ketidakstabilan


Pasien mengatakan bdan Gangguan toleransi kadar glukosa
terasa lemas dan pusing glukosa darah darah
Do : (D.0027)
• Td : 110/70mmHg (sdki, hal 71)
• Nadi : 88x/menit
• RR: 18x/menit
• Gds : 230
• Klien tampak lesu
• Klien tampak
mengantuk
• Klien tampak selalu
kehausan

25/5/2023 Ds : Faktor psikologis Defisit nutrisi


Klien mengatakan mual (keenganan untuk (D.0019)
dan tidak nafsu makan makan) (Sdki hal, 56)
Do :
• BB SMRS : 50kg
• BB MRS : 45kg
• IMT :19,5
• Makan yang
dihabiskan hanya
2 sendok
• Pasien tampak
mual saat makan
• Mulut tampak
kering
25/5/2023 Ds : kelemahan Intoleransi aktifitas
Klien mengatakan aktivitas (D.0056)
selama dirumah sakit (Sdki hal 128)
dibantu suami
Do :
• Aktivitas sehari-hari
dibantu suami
• Hb 5.6
• Spo2 96%
• N : 88x/menit
• RR 18x/menit
• Kekuatan otot

5 2

2 2
C. INTERVENSI

Anda mungkin juga menyukai