Disusun Oleh:
Kelompok 2
Nur Awaliyah
Ardie Laroybavie
Umi Faizah
Nur Hasanah
Hari :
Tanggal :
Disetejui Oleh :
keperawatan dasar profesi (KDP), program Studi Profesi Ners Fakultas Ilmu
laporan ini. Oleh karena itu penyusun mengundang pembaca untuk memberikan
saran serta kritik yang dapat membangun bagi peyusun sehingga dapat
Semoga dengan adanya laporan ini dapat memberi manfaat bagi kita semua,
dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai asuhan keperawatan
Kelompok 2
LAPORAN PENDAHULUAN
2. Manifestasi Klinis
Gejala Diabetes Melitus adalah sebagai berikut:
a. Meningkatnya buang air kecil (poliuria)
Sel-sel tubuh tidak dapat menyerap glukosa sehingga ginjal mencoba
mengeluarkan glukosa sebanyak mungkin. Akibatnya, penyandang DM
menjadi lebih sering kencing dari pada orang normal.
a. Rasa haus berlebih (polidipsi)
Hilangnya air dari tubuh karena sering buang air kecil, penyandang DM
merasa haus dan membutuhkan banyak air untuk mengganti cairan yang
hilang.
b. Penurunan berat badan
Pada penyandang diabetes, hormon insulin tidak mendapatkan glukosa
untuk sel yang digunakan sebagai energi, sebagai gantinya tubuh mencari
protein dari otot sebagai sumber alternatif bahan bakar.
c. Sering lapar
Rasa lapar berlebihan merupakan tanda diabetes. Ketika kadar gula darah
menurun drastis, tubuh mengira belum mendapatkan makanan dan
membutuhkan glukosa untuk sel.
d. Masalah pada kulit
Kulit gatal, mungkin akibat kulit kering seringkali menjadi tanda
peringatan diabetes, seperti itu juga kondisi kulit lainnya, misalnya kulit
menjadi gelap di sekitar daerah leher atau ketiak.
e. Penyembuhan luka lambat
Lambatnya penyembuhan luka terjadi karena pembuluh darah mengalami
kerusakan akibat glukosa dalam jumlah berlebihan yang mengelilingi
pembuluh darah dan arteri.
f. Infeksi jamur
Diabetes meningkatkan kerentanan terhadap berbagai infeksi. Jamur dan
bakteri dapat tumbuh subur di lingkungan yang kaya akan gula.
g. Iritasi genetalia
Kandungan glukosa yang tinggi dalam urun membuat daerah genital jadi
seperti sariawan dan akibatnya menyebabkan pembengkakan dan gatal.
h. Pandangan kabur
Pembuluh darah di retina menjadi lemah setelah bertahun –
tahunmengalami hiperglikemia dan mikro-aneurisma, yang melepaskan
protein berlemak yang disebut eksudat.
i. Kesemutan atau mati rasa
Kesemutan dan mati rasa ditangan dan kaki, bersamaan dengan rasa sakit
yang membakar atau bengkak adalah tanda bahwa syaraf mengalami
kerusakan karena diabetes (Kemenkes RI, 2019)
3. Klasifikasi
Menurut (American Diabetes Association, 2020) dalam klasifikasi DM
yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM gestasional, dan DM tipe lain. Namun jenis
DM yang paling umum yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2.
a. Diabetes melitus tipe 1 DM tipe 1 merupakan proses autoimun atau
idiopatik dapat menyerang orang semua golongan umur, namun lebih
sering terjadi pada anak-anak. Penderita DM tipe 1 membutuhkan
suntikan insulin setiap hari untuk mengontrol glukosa darahnya (IDF,
2019). DM tipe ini sering disebut juga Juvenile Diabetes atau Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), yang berhubungan dengan
antibody berupa Islet Cell Antibodies (ICA), Insulin Autoantibodies
(IAA), dan Glutamic Acid Decarboxylase Antibodies (GADA). 90%
anak-anak penderita IDDM mempunyai jenis antibodi ini.
b. Diabetes melitus tipe 2 DM tipe 2 atau yang sering disebut dengan Non
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) adalah jenis DM yang
paling sering terjadi, mencakup sekitar 90% pasien DM didunia (IDF,
2019). Keadaan ini ditandai oleh resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relatif. Menyebutkan bahwa DM tipe ini lebih sering terjadi pada
usia diatas 40 tahun, tetapi dapat pula terjadi pada orang dewasa muda
dan anak-anak.
c. Diabetes melitus gestational DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan,
dimana intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan,
biasanya pada trimester kedua dan ketiga. DM gestasional berhubungan
dengan meningkatnya komplikasi perinatal (Alfi et al., 2019) Diabetes
yang didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga kehamilan dan tidak
mempunyai riwayat diabetes sebelum kehamilan.
d. Diabetes melitus tipe lain DM tipe ini terjadi akibat penyakit gangguan
metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah akibat faktor
genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin
pankreas, penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus,
penyakit autoimun dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan
penyakit DM, yaitu :
1. Sindrom diabetes monogenik (diabetes neonatal)
2. Penyakit pada pankreas
3. Diabetes yang diinduksi bahan kimia (penggunaan glukortikoid pada
HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).
4. Etiologi
Etiologi Diabetes Melitus menurut Kemenkes RI (2020) yaitu:
a. Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI) atau DMTipe I Diabetes
yang tergandung pada insulin ditandai dengan penghancuransel-sel beta
pancreas yang disebabkan oleh:
1) Faktor genetik : Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan
genetikkearah terjadinya diabetes tipe I.
2) Faktor imunologi: Pada DM tipe I terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah
pada jaringannormal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yangdianggapnya seolah-olah jaringan asing.
3) Faktor Lingkungan Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β
pankreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus
atautoksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destruksi sel β pankreas.
b. Diabetes Melitus Tak Tergantung Insulin (DMTTI) atau DMtipe II Secara
pasti penyebab dari DM tipe II ini belumdiketahui, faktor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinyaresistensi
insulin. DMTTI atau Non Insulin Dependent DiabetesMelitus (NIDDM)
merupakan suatu kelompok heterogen pada diabetesyang lebih ringan,
terutama dijumpai pada orang dewasa, namun terkadang dapat timbul
pada masa kanak-kanak.
c. Diabetes tipe gestasional Diabetes tipe ini ditandai dengan kenaikan gula
darah pada selamamasa kehamilan. Gangguan ini biasanya terjadi pada
minggu ke -24 kehamilan dan akan kembali normal setelah persalinan.
5. Penatalaksaan
Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar
glukosa darah normal (euglekemia) tanpa terjadinya hipoglikemia
dangangguan serius pada pola aktivitas pasien. Menurut Kemenkes RI
(2020) penatalaksanaan pada pasien DM meliputi :
a. Pengaturan pola makan
Pengaturan pola makan menyesuaikan dengan kebutuhan kalori
penyandang DM. Pengaturan meliputi kandungan, kuantitas dan
waktuasupan makanan (3J :jenis, jumlah, jadwal) kadar berat badan
ideal dangula darah dapat terkontrol dengan baik.
b. Latihan Fisik
Latihan juga akan meningkatkan kadar HDL-kolesterol dan
menurunkadar kolesterol total serta trigeliserida. Aktivitas latihan
yangdianjurkan adalah akativitas yang dapat membantu menurunkan
kadar gula darah seperti jalan-jalan, senam tubuh dan senamkaki
sesuai kebutuhan dan kemampuan.
d. Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)
Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan dengan
menggunakandarah kapiler. PGDM dianjurkan bagi pasien dengan
pengobatan suntikinsulin beberapa kali perhari. Waktu yang
dianjurkan adalah pada saat sebelum makan, dua jam setelah makan,
menjelang waktu tidur, dandiantara siklus tidur atau ketika mengalami
gejala hipoglikemia (Perkeni, 2021)
e. Terapi Insulin
Insulin digunakan antara lain pada keadaan hiperglikemia berat
yangdisertai dengan ketosis, krisis hiperglikemia, gangguan fungsi
ginjal atau hati yang berat, dan HbA1C saat diperiksa > 9%. e.
Pengetahuan tentang Diabetes, Pencegahan dan Perawatan diri
Edukasi dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan serta motivasi
bagi penyandang Diabetes Melitus.
f. Diet DM
Pelaksanaan diet DM hendaknya disertai dengan latihan jasmani dan
perubahan prilaku tentang makanan. Adapun tujuan diet DM adalah
membantu pasien memperbaiki kebiasaan makan dan olahraga untuk
mendapatkan kontrol metabolic yang lebih baik. Cara pengaturan
makanan bagi pasien DM sebagai berikut :
1. Sumber protein hewani yang dianjurkan diantaraya : ayam
tanpa kulit, ikan, putih telur, daging tidak berlemak.
2. Sumber protein nabati yang dianjurkan diantaraya : tempe,
tahu, kacang hijau, kacang merah, kacang tanah, kacang
kedelai.
3. Sumber sayuran yang dianjurkan diantaranya : kangkung,
daun kacang, oyong, ketimun, tomat, labu air, kembang kol,
lobak, sawi, selada, seledri, terong, buncis.
4. Buah-buahan seperti jeruk, apel, papaya, jambu air, salak,
dan belimbing diperbolehkan untuk dikonsumsi.
5. Semua jenis karbohidrat seperti nasi, bubur, roti, mie,
kentang, sigkong, ubi, sagu, gandum, pasta, jagung, talas,
havermout, sereal dan kentang diperbolehkan namun dibatasi
sesuai kebutuhan.
6. Hindari penggunaan sumber karbohidrat sederhana/mudah
diserap seperti gula pasir, gula jawa, sirup,selai, manisan,
buah-buahan, susu kental manis, minuman botol ringan,
dodol, es krim, kue-kue manis, bolu, tarcis, abon, dendeng,
dan sarden.
Tips sukses diem DM adalah :
1. Selalu mengkonsumsi makanan dengan pola gizi
seimbang menggunakan prinsip makan model T untuk
makanan utama dan mengutamakan konsumsi buah-
buahan untuk makanan selingan.
2. Batasi makanan yang mengandung banyak gula
sederhana, mengandung banyak lemak, dan mengandung
banyak natrium.
3. Jika ingin mengganti gula pasir, gula aren/jawa dan gula
batu alternatif maka gunakanlah dalam jumlah terbatas.
Gula alternatif yang dimaksud anatara lain : fruktosa,
gula alcohol berupa sorbitol, mannitol, dan silitol,
aaspartame, dan sakarin. Untuk mengatahuinya dapat
dengan membaca table pada kemasan. (Kemenkes RI,
2022)
6. Patofisiologi
Patofisiologi diabetes mellitus yaitu jumlah glukosa yang di ambil dan
dilepaskan oleh hati dan digunakan oleh jaringan-jaringan perifer bergantung
pada keseimbangan fisiologis beberapa hormon yangmeningkatkan kadar
glukosa darah. Insulin merupakan hormon yangmenurunkan glukosa darah,
di bentuk sel-sel beta di pulau langerhanspankreas. Hormon yang
meningkatkan kadar glukosa darah antara lain: glukagon yang disekresi oleh
korteks adrenal dan growth hormonmembentuk suatu perlawanan
mekanisme regulator yang mencegahtimbulnya penyakit akibat pengaruh
insulin (Price & Wilson, 2017).
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yangberhubungan
dengan insulin dan gangguan sekresi insulin yaitu retensi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus padapermukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa di dalamsel. Retensi insulin pada diabetes
tipe II disertai penurunan reaksi intra sel sehingga insulin pada diabetes tipe
II menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. Jika sel-sel beta tidakmampu mengimbangi peningkatan kebutuhan
akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II
(ADA, 2018).
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel βpankreas telah
dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari diabetes mellitus tipe 2.
Belakangan diketahui bahwa kegagalan sel βterjadi lebih dini dan lebih berat
dari pada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan sel β, organ
lain seperti jaringan lemak(meningkatnya lipolisis), gastrointestinal
(defisiensi incretin), sel αpankreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan
absorbsi glukosa) danotak (resistensi insulin), semuanya ikut berperan
dalammenimbulkanterjadinya gangguan toleransi glukosa pada diabetes
mellitus tipeII (Perkeni, 2021)
Adanya resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalansel beta
pankreas untuk sekresi insulin merupakan kelainan dasar yang terjadi pada
penyakit DM tipe II. Selain otot, liver dan sel beta pankreas, terdapat peran
organ-organ lain yang berkontribusi terhadap terjadinya gangguantoleransi
glukosa pada DM tipe II. Organ-organ tersebut dan perannyaadalah jaringan
lemak dengan perannya meningkatkan lipolisis, gastrointestinal dengan
defisiensi incretin, sel alpha pankreas denganterjadinya hiperglukagonemia,
ginjal dengan meningkatnya absorpsi glukosa, dan peran otak dengan
terjadinya resistensi insulin. Keseluruhangangguan terkait kelainan peran
organ tersebut mengakibatkan kelainanmetabolik yang terjadi pada pasien
Diabetes Mellitus tipe II (Aini, 2017).
7. Pathway
8. Komplikasi
4. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan gula darah puasa atau fasting blood sugar (FBS)
2) Untuk menentukan jumlah glukosa darah pada saat puasa, klien tidak
makan dan boleh minum selama 12 jam sebelum test. Hasil normal 80-
120 mg/ 100 mlserum dan abnormal 140 mg/100 ml atau lebih.
3) Pemeriksaan gula darah postprandial
4) Untuk menentukan gula darah 2 jam setelah makan, dengan hasil
normal kurang dari 120 mg/100 ml serum dalam abnormal lebih dari
200 mg/100 dl atau indikasi Diabetes Melitus.
5) Pemeriksaan gula darah sewaktu bisa dilakukan kapan saja, nilai
normalnya adalah 70 – 20 mg/dl.
6) Pemeriksaan toleransi glukosa oral atau oral rolerance test (TTGO)
untuk menentukan toleransi terhadap respons pemberian glukosa.
Pasien tidak boleh makan selama 12 jam sebelum test dan selama test,
pasien boleh minum air putih, tidak boleh merokok, ngopi atau minum
teh selama
7) Pemeriksaan (untuk mengatur respon tubuh terhadap karbohidrat)
sedikit aktivitas, kurangi stress, (keadaan banyak aktivitas dan stress
menstimulasi epinephrine dan kartisol karena berpengaruh terhadap
peningkatan glukoneogenesis). Hasil normal puncaknya 1 jam pertama
setelah pemberian 140 mg/dl dan kembali normal 2 atau 3 jam
kemudian dan abnormal jika peningkatan tidak kembali setelah 2 atau
3 jam, urine positif glukosa.
8) Pemeriksaan kolesterol dan kadar serum trigliserida, dapat meningkat
karena ketidakadekuatan kontrol glikemik.
9) Pemeriksaan hemoglobin glikat (HbAIc). Tes ini mengukur presentase
glukosa yang melekat pada hemoglobin selama hidup sel darah merah.
HbAIc digunakan untuk mengkaji kontrol
10) glukosa jangka panjang, sehingga dapat memprediksi resiko
komplikasi. Rentang normalnya adalah 5-6 %.
11) Urinalisa positif terhadap glukosa dalam keton. Pada respon terhadap
defisiensi intraseluler, protein lemak diubah menjadi glukosa
(glukoneogenesis) untuk energi. Selama proses pengubahan ini, asam
lemak bebas dipecah menjadi badan keton oleh hepar. Ketoasidosis
terjadi ditunjukkan oleh ketonuria. Adanya ketonuria menunjukkan
adanya ketoasidosis.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017):
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
2. Intoleransi aktivitas
3. Gangguan Integritas Kulit
4. Nyeri akut
5. Resiko infeksi
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan
1.Berikan asupan
cairan oral
2.Konsultasi dengan
medis jika tanda dan
gejala hiperglikemia
tetap ada atau buruk
Edukasi :
1.Anjurkan
menghindari olahraga
saat kadar glukosa
darah lebih dari 250
mg/dl
2.Anjurkan monitor
kadar glukosa darah
secara mandiri
3.Anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan
olahraga
4.Ajarkan pengelolan
diabetes, Mis :
penggunaan insulin,
obat oral
Kolaborasi :
1.Kolaborasi
pemberian insulin,
jika perlu
- Berikan Teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
- Control
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri
- Fasilitas istirahat
dan tidur
- Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan
penyebab,periode,
dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan
menggunakan
analgesik
- Ajarkan Teknik
nonfarmologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
analgesic
5. Resiko Infeksi Tingkat Infeksi Pencegahan infeksi
(L.141337) (I.14539)
Definisi : derajat Definisi :
infeksi berdasarkan mengidentifikasi dan
observasi atau sumber menurunkan resiko
informasi. terserang organisme
palogenik
Ekspetasi menurun
Tindakan :
- Kebersihan tangan
- Kebersihan tubuh Observasi
- Nafsu makan - Monitor dan gejala
- Demam infeksi local dan
- Kemerahan sistemtik
- Nyeri Terapeutik
- Bengkak
- Cairan berbau - Batasi jumlah
busuk pengunjung
- Drainase purulent - Berikan perawatan
kulit pada area
- Piuna
edema
- Periode malaise
- Cuci tangan
- Periode menggigil sebelum dan
- Latergi sesudah kontak
- Gangguan kognitif dengan pasien dan
lingkungan
- Pertahankan
Teknik aseptic
pada pasien resiko
tinggi
Edukasi
4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana perawatan. Tindakan keperawatan mencangkup tindakan mandiri
(independen) dan tindakan kolaborasi.
5. Evaluasi
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (Edisi
1). DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Edisi
1). DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Edisi
1). DPP PPNI.
PERKENI. (2021). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
di Indonesia.
Price, S.A. & Wilson, L. M (2017) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi VI. Jakarta: EGC
Kementrian Kesehatan RI. Diet Diabetes Mellitus. Jakarta: Kementrian RI; 2022.
American Diabetes Association, 2018. Standards Of Medical Care in Diabetes-2018
M. Matthew C. Riddle, ed., Available at:
https://diabetesed.net/wp-content/uplouds/2017/12/2018-ADA-Standards-of-
Care.pdf.
Kementrian Keseharan RI, 2019. Batas Indeks Massa Tubuh (IMT).
Aini, N. (2017). Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Pengendalian Emosi Pada
Pasien Diabetes Mellitus Rawat Inap. Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti. Vol 5 No. 1
Hlm. 30-35
Kemenkes RI, Indonesia. Tetap Produktif, Cegah, Dan, Atasi Diabetes Mellitus,
Jakarta: P2PTM Kemenkes RI: 2020.
Mutiawati. (2020). Penerapan Relaksasi Oto Progresif Pada Tn. U Dengan Diabetes
Mellitus Tipe II Di RSUD H Hanafie Muara Bunggo.