TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis
1. Konsep Diabetes Mellitus (DM)
a. Pengertian DM
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan
metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam
darah akibat adanya penurunan sekresi insulin (Rusdi, 2020).
Menurut penelitian (Marzel, 2020) Diabetes mellitus adalah suatu
penyakit gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan
kadar gula darah atau disebut hiperglikemia karena adanya
kelainan sekresi pada insulin. Hiperglikemia kronik pada Diabetes
dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan
kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf,
jantung dan pembuluh darah. Diabetes mellitus mempunyai
sindroma klinik yang ditandai dengan adanya pliuria, polidipsia,
dan plifagia disertai peningkatan kadar glukosa darah puasa > 126
mg/dl atau postprandial > 200 mg/dl ataupun glukosa sewaktu >
200 mg/dl.
b. Klasifikasi DM
1. Diabetes tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1 atau disebut juga Insulin Dependen
Diabetes Mellitus adalah diabetes yang bergantung pada insulin
sehingga penderita membutuhkan pemberian insulin setiap
hari. Kasus diabetes tipe 1 ini terjadi sekitar 5 – 10 %
penderita. Pasien Diabetes pada tipe ini sangat bergantung pada
insulin yang disuntikkan untuk mengontrol gula darah nya.
Diabetes tipe 1 ini terjadi karena adanya kerusakan sel beta
pada pankreas dalam memproduksi insulin, sehingga
menyebabkan glukosa yang berasal dari luar tubuh atau dari
makanan tidak tersimpan dihati dan menumpuk di dalam darah
sehingga menyebabkan hiperglikemia. Gejala yang timbul pada
Diabetes tipe 1 ini yaitu eksresi urin yang berlebihan (poliuria),
haus (polidipsia), kelaparan konstan, penurunan berat badan,
perubahan penglihatan dan kelelahan (Septeria & Wachidah,
2021).
2. Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 atau disebut juga Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang tidak mempunyai
ketergantungan pada insulin. Pasien Diabetes tipe 2 ini masih
mampu memproduksi insulin, tapi dengan kualitas yang buruk
sehingga sel sel tubuh tidak dapat memproduksi insulin dengan
baik untuk mengubah glukosa menjadi energi (Pahlevi et al.,
2021).
3. Diabetes pada kehamilan
Diabetes pada kehamilan atau disebut diabetes tipe gestational
biasanya terjadi pada trimester kedua dan ketiga saat kehamilan
karena adanya pembentukan hormon. Kadar glukosa darah
akan kembali normal pasca kehamilan. Diabetes pada tipe ini
biasanya terjadi pada 7% kehamilan dan dapat menyebabkan
tingkat kematian pada ibu dan janin. Pengontrolan dan
pemeriksaan secara rutin sangat penting dilakukan untuk
mencegah terjadinya komplikasi baik pada ibu maupun
kandungannya (Hardianto, 2020).
4. Diabetes yang lain
Diabetes yang tidak tergolong dengan kelompok di atas yaitu
diabetes sekunder yang diakibatkan oleh penyakit lain yaitu
berhubungan dengan:
a. Genetik
b. Penyakit pada pankreas
c. Gangguan hormonal
d. Penyakit lain nya ataupun pengaruh penggunaan obat.
c. Patofisioligi DM
Diabetes mellitus adalah penyakit kronik yang bersifat
sistematik ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah atau
disebut hiperglikemia. Hiperglikemia puasa terjadi karena kadar
glukosa tidak dapat diproduksi oleh hati. Pembentukan glukosa
dalam hati berasal dari makanan yang dikonsumsi. Jika konsentrasi
glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak akan dapat
menyerap kembali glukosa yang telah disaring sehingga
menyebabkan kelebihan glukosa dalam urine. Berkurangnya
insulis juga dapat mengganggu metabolisme protein dan lemak,
sehingga mengakibatkan penurunan berat badan. Jika insulin
kurang, protein dalam darah yang bersirkulasi tidak akan disimpan
di jaringan. Dengan tidak adanya insulin metabolismse lemak akan
mengalami peningkatan. Biasanya hal ini terjadi pada waktu
makan. Makanan tersebut digunakan untuk kebutuhan energi dan
dibentuk untuk glikogen dengan bantuan insulin. Untuk mengatasi
resistensi urine dan peningkatan glukosa dalam darah, diperlukan
peningkatan jumlah insulin yang disakresikan oleh sel beta
pankreas. Namun jika sel beta tidak dapat memenuhi permintaan
insulin yang meningkat, maka kadar glukosa akan mengalami
peningkatan dan resiko terjadi diabetes tipe 2 dapat terjadi (Lestari
et al., 2021).
d. Faktor Resiko DM
Beberapa faktor resiko terjadinya penyakit Diabetes Mellitus
adalah sebagai berikut:
1. Pola makan
Makan secara berlebihan dan tidak diimbangi dengan sekresi
insulin dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kadar
glukosa dalam darah sehingga memicu terjadinya penyakit
diabetes (Imelda, 2019).
2. Obesitas
Orang dengan kelebihan berat badan atau disebut obesitas
sangat rentan terkena penyakit diabetes. Obesitas terjadi karena
adanya penumpukan lemak di dalam tubuh yang sangat tinggi.
Kalori yang masuk lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas
fisik yang dilakukan sehingga terjadilah penumpukan lemak
yang dapat meningkatkan terjadinya resiko Diabetes Mellitus
(Nuraisyah, 2020).
3. Faktor genetik
Menurut penelitian (Sry, 2020) mengatakan bahwa seseorang
akan lebih beresiko terkena diabetes apabila salah satu anggota
keluarganya ada yang terkena penyakit tersebut. Hal ini
kemungkinan terjadi karena adanya gen pembawa sifat dari
anggota keluarga, dimana orang yang memiliki riwayat DM
dalam keluarga berpeluang lebih besar dibanding orang yang
tidak memiliki riwayat keluarga penyakit DM.
4. Faktor usia
Seiring bertambahnya usia dapat meningkatkan resiko terkena
penyakit DM terutama pada seseorang yang berusia lebih dari
45 tahun keatas, serta bagi mereka yang malas melakukan
aktifitas fisik, dan berat badan yang meningkat
5. Gaya hidup
Orang dengan gaya hidup yang tidak baik contohnya jarang
melakukan aktivitas akan beresiko terkena penyakit diabetes,
karena olahraga mampu membakar kalori yang menumpuk
didalam tubuh.
e. Manifestasi Klinis
Penyakit Diabetes Mellitus pada awalnya seringkali tidak disadari
penderita. Tanda awal yang dapat kita kenali pada penyakit DM ini
yaitu dapat dilihat langsung dari peningkatan kadar gula darahnya,
dimana kadar gula dalam darah itu meningkat lebih dari 140 mg/dl.
Menurut (Rahmasari & Wahyuni, 2019) tanda dan gejala DM
dapat dilihat dari beberapa hal yaitu:
1. Polyuria (peningkatan pengeluaran urine)
Polyuria terjadi apabila peningkatan glukosa itu melebihi batas
normal sehingga terjadi glukosuria ( kondisi dimana glukosa
ditemukan dalam urien). Untuk menjaga urine yang
mengandung gula tidak terlalu pekat keluarnya, tubuh akan
menarik air sebanyak mungkin ke dalam urine sehingga
volume urine yang keluar banyak dan penderita akan sering
kencing.
2. Polidipsi (peningkatan rasa haus)
Polidipsi terjadi karena tingginya kadar glukosa dalam darah
sehingga menyebabkan dehidrasi. Hal ini terjadi karena
glukosa tidak dapat berdifusi melewati pori pori membran sel,
sehingga menyebabkan kelemahan dan kelelahan otot akibat
metabolisme protein di otot tidak mampu menggunakan
glukosa sebagai energi.
3. Polyfagia (peningkatan rasa lapar)
Polyfagia terjadi karena insulin bermasalah, pemasukan gula ke
dalam sel tubuh kurang sehingga energi yang dihasilkan pun
kurang, itu sebabnya orang akan menjadi lemas. Oleh karena
itu tubuh berusaha meningkatkan asupan makanan dengan
menimbulkan rasa lapar sehingga timbulah rasa selalu ingin
makan.
Selain gejala di atas, gejala lain yang biasanya dialami oleh
penderita DM yaitu :
a. Kesemutan
b. Kulit terasa panas atau seperti tertusuk jarum
c. Kram
d. Mudah mengantuk
e. Pandangan kabur
f. Gigi mudah goyang dan mudah lepas
g. Kemampuan seksual menurun
h. Dan pada ibu hamil sering mengalami keguguran atau
kematian janin dalam kandungan.
f. Komplikasi DM
Menurut (Regina et al., 2021) Komplikasi DM dibagi menjadi dua
yaitu komplikasi akut dan kronis yaitu sebagai berikut:
1. Komplikasi akut
a. Hiperglikemia terjadi akibat kadar glukosa yang tinggi dan
biasanya terjadi pada diabetes tipe 1 (NIDDM)
b. Ketoasidosis atau keracunan zat keton akibat metabolisme
protein dan lemak, biasanya terjadi pada diabetes tipe 2
(IDDM)
c. Hipoglikemia merupakan efek samping dari terapi insulin
yang berlebih dan tidak terkontrol.
2. Komplikasi kronis
a. Mikrovaskuler (kerusakan pembuluh darah kecil) meliputi :
1. Retinopati diabetik (kerusakan pada saraf retina) yang
dapat menyebabkan kebutaan
2. Neuropati diabetik (kerusakan pada saraf perifer) yang
menyebabkan gangguan pada sensori
3. Nefropati diabetik (kerusakan pada organ ginjal) yang
dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal.
b. Makrovaskuler meliputi:
1. Penyakit jantung kongestif
2. Gagal ginjal kongestif
3. Stroke
4. Hipertensi
5. Hiperlipedemia
6. Serangan jantung
7. Penyakit arteri koroner.
g. Penatalaksanaan DM
Menurut (D & Nusadewiarti, 2020) penatalaksanaan pada pasien
DM ada dua yaitu penatalaksanaan non-farmakologi dan
penatalaksanaan farmakologi.
1. Non-farmakologi
a. Memberikan penkes kepada keluarga maupun penderita
tentang penyakit yang sedang dialami
b. Menjelaskan kepada pasien tentang latihan jasmani untuk
menjaga kebugaran tubuh dan menurunkan berat badan
c. Meningkatkan motivasi pasien untuk minum obat secara
teratur dan tepat waktu
d. Berikan edukasi kepada pasien untuk rutin kontrol gula
darah ke Puskesmas maupun Rumah Sakit
2. Farmakologi
Terapi farmakologis diberikan bersamaan dengan pengaturan
pola makan dan latihan jasmani. Beberapa faktor farmakologis
yang dapat diberikan yaitu :
a. Obat antidiabetes oral
Jenis obat yang termasuk dalam antidiabetes oral adalah
sulfoniurea, biguanid, meglitinid, tiazolidinedion, inhibator
alfa, glukosidase, inkretin mimetik, dan amylonomimetik.
b. Terapi insulin
Terapi insulin perlu diberikan pada pasien DM tipe 2 jika
menejemen nutrisi dan olahraga telah dilakukan.
2. Konsep Komplementer
a. Pengertian Komplementer
Terapi adalah usaha untuk memulihkan kesehatan orang
yang sedang sakit, sedangkan komplementer adalah sesuatu yang
bersikap melengkapi dan menyempurnakan. Terapi komplementer
dilakukan dengan tujuan untuk melengkapi pengobatan medis
konvensional dan bersifat rasional yang tidak bertentangan nilai
dan hukum kesehatan di Indonesia (Rufaida et al., 2018)
Terapi komplementer adalah salah satu terapi alternatif
dengan menggunakan berbagai jenis tumbuhan secara tradisional
tanpa adanya campuran obat komersial. Terapi ini juga disebut
sebagai pengobatan holistik, pendapat ini didasari oleh bentuk
terapi yang mempengaruhi individu secara menyeluruh yaitu
sebuah pengobatan yang mengatur keharmonisan individu untuk
mengintegrasikan pikiran, badan dan jiwa dalan kesatuan fungsi
(Ardiyani et al., 2021).
Terapi komplementer merupakan sebuah kelompok praktek
medis dan produk kesehatan yang dianggap tidak menjadi bagian
dari pengobatan konvensional. Terapi komplementer dikenal
dengan terapi tradisional yang digabungkan dengan pengobatan
modern. Tujuan dari terapi komplementer ini yaitu untuk
memperbaiki fungsi dari sistem sistem tubuh, terutama sistem
kekebalan dan pertahanan tubuh agar tubuh dapat menyembuhkan
dirinya sendiri ketika sedang sakit (Saputra, 2021).
b. Jenis Terapi Komplementer
Menurut National Institute of Health (NIH), terapi komplementer
dikategorikan menjadi 5 (Wijaya et al., 2022) yaitu:
1) Biological Based Practice
Yaitu pengobatan dengan menggunakan bahan natural/herbal
dan praktik bilogis dalam memberikan kesembuhan pada
masyarakat misalnya vitami, dan suplemen
2) Mind-body techniques : meditasi mind-body therapy
Yaitu terapi yang memberikan intervensi dengan berbagai
teknik untuk memfasilitasi kapasitas berfikir yang
mempengaruhi gejala fisik dan fungsi tubuh misalnya yoga,
terapi musik, berdoa, journaling, biofeedback, humor, tai chi,
dan terapi seni
3) Manipulative and body-based practice : pijat, refleksi
Terapi ini didasari oleh manipulasi dan gerakan tubuh misalnya
pengobatan kiropraksi, macam-macam pijat, rolfing, terapi
cahaya dan warna, serta hidroterapi
4) Energy therapies : terapi medan magnet
Terapi energi yaitu terapi yang berasal dari energi dalam tubuh
(biofields) atau terapi yang mendatangkan energi dari luar
tubuh misalnya terapi sentuhan, reiki, external qi gong, dan
magnet
5) Ancient medical system
Yaitu terapi yang terdiri dari obat tradisional chinese,
ayuverdic dan akupuntur.
b. Faktor eksternal
1. Pendidikan
Pendidikan mengacu pada bimbingan yang diberikan
oleh seseorang untuk memajukan pola pikir dan
membantu orang lain dalam mencapai cita citanya.
Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi
berupa hal-hal yang dapat menjamin kesehatan
sehingga seseorang dapat meningkatkan kualitas
hidupnya. Pendidikan juga dapat mempengaruhi prilaku
dan pola hidup seseorang, umunya makin tinggi
pendidikan seseorang maka akan makin mudah pula
seseorang tersebut dalam menerima informasi.
2. Pekerjaan
Lingkungan kerja juga dapat memungkinkan seseorang
untuk memperoleh pengetahuan, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
3. Minat
Minat akan menuntun seseorang untuk mencoba dan
menemukan hal baru sehingga seseorang dapat
memperoleh pengetahuan yang lebih dari sebelumnya
4. Sosial budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat
mempengaruhi sikap dalam menerima informasi.
Seseorang dengan lingkungan tertutup akan sulit
menerima informasi sehingga menyebabkan kurangnya
tingkat pengetahuan pada seseorang tersebut.
b. Sumber informasi
1. Pengertian sumber informasi
Informasi merupakan sekumpulan fakta (data) dalam
bentuk yang lebih berguna serta lebih berarti bagi si penerima
untuk menggambarkan suatu kejadian-kejadian nyata dan
digunakan untuk mengambil keputusan (Asaniyah, 2021).
Sumber infromasi adalah segala sesuatu yang menjadi
perantara dalam menyampaikan infromasi bagi seseorang
dalam menentukan sikap dan keputusan untuk bertindak.
Sumber infromasi dapat diperoleh melalui media cetak (surat
kabar, majalah), media elektronik (televisi, radio, internet), dan
melalui kegiatan tenaga kesehatan (Suparyanto & Rosad,
2020).
2. Macam-macam sumber infromasi
Macam-macam sumber informasi yaitu sebagai berikut:
(Paramitha, 2018)
a. Media elektronik
Media elektronis sebagai sarana untuk menyampaiakan
pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan berbeda-
beda jenisnya antara lain:
1) Televisi
Penyampaian pesan atau informasi-informasi
kesehatan melalui media televisi dalam bentuk
sandiwara, sineton, forum diskusi atau tanya jawab
sekitar masalah kesehatan, pidato (ceramah), kuis, atau
cerdas cermat dan sebagainya.
2) Radio
Penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan
melalui radio juga dapat bermacam-macam bentuknya,
antara lain obrolan (tanya jawab), sandiwara radio,
ceramah.
3) Video
Penyampaian infrmasi atau pesan-pesan kesehatan
dapat melalui video.
4) Internet
Informasi dalam internet adalah informasi tanpa
batas, informasi apapun yang dikehendaki dapat dengan
mudah diperoleh.
b. Media cetak
Media cetak sebagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan
kesehatan sangat bervariasi, antara lain sebagai berikut:
1) Booklet ialah suatu media untuk menyampaikan pesan-
pesan kesehatan dalam bentuk buku-buku, baik berupa
tulisan maupun gambaran
2) Leaflet ialah bentuk penyampaian informasi atau pesan-
pesan kesehatan melalui lembaran yang dilipat. Isi
informasi dapat dalam bentuk kalimat maupun gambar
atau kombinasi.
3) Selebaran bentuknya seperti leaflet tetapi tidak berlipat
4) Lembar balik, media penyampaian pesan atau
informasi-informasi kesehatan dalam bentuk lembar
balik. Biasanya dalam bentuk buku dimana tiap lembar
(halaman) berisi gambar peragaan dan lembar baliknya
berisi kalimat sebagai pesan atau informasi yang
berkaitan dengan gambar tersebut.
5) Poster ialah bentuk media cetak yang berisi pesan-
pesan informasi kesehatan yang biasanya ditempel
ditembok, di tempat umum, kendaraan umum.
c. Petugas kesehatan
Petugas kesehatan disini dimaksudkan adalah
petugas yang mempunyai latar belakang pendidikan
kesehatan yang bertugas memberikan pelayanan,
penyuluhan, konseling tentang kesehatan khususnya
pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA), antara
lain yaitu: bidan, dokter, perawat.
d. Keluarga
Merupakan orang terdekat yang dapat memberikan
informasi atau nasehat verbal untuk membantu dalam
menangani masalah.
c. Dukungan Keluarga
1. Pengertian dukungan keluarga
Dukungan keluarga merupakan suatu bentuk keperdulian
yang dilakukan oleh anggota keluarga baik dalam bentuk
dukungan emosional, penghargaan / penilaian, informasi
maupun instrumental. Keluarga yang baik akan memberikan
pengaruh positif pada kesehatan si penderita. Bila dukungan
keluarga yang di dapat oleh si penderita cukup maka penderita
akan termotivasi untuk menjalani gaya hidup yang optimal
sehingga hal tersebut dapat meningkatkan status kesehatan dan
kualitas hidup yang baik (Pustikasari, 2019).
(Rahayu, 2020) menjelaskan bahwa kehadiran keluarga
dalam memberikan perawatan berpengaruh pada kondisi psikis
pasien yang sedang mengalami sakit. Dalam hal ini dukungan
dari keluarga sangat diperlukan dimana dukungan keluarga
merupakan suatu bentuk dukungan yang diberikan melalui
keikutsertaan dan peran aktif keluarga dalam mengatasi
kekhawatiran dan beban emosional pasien. Peran serta keluarga
dalam proses penyembuhan pasien sesuai dengan paradigma
sehat yaitu perawatan dan penyembuhan tidak hanya berfokus
pada kesembuhan pasien saja, tetapi juga mengupayakan
keluarga yang sehat untuk dapat mempertahankan dan
meningkatkan kesehatan anggota keluarga baik yang sehat
maupun yang sakit. Oleh karena itu dalam perawatan dan
penatalaksanaan Diabetes Mellitus yang dibutuhkan tidak
hanya pendekatan organobiologik saja tetapi juga dukungan
keluarga melalui pendekatan keluarga.
2. Bentuk bentuk dukungan keluarga
Menurut (Rahmi et al., 2020) Dukungan keluarga terdiri dari 4
bentuk dukungan yaitu sebagai berikut:
a. Dukungan emosional
Yaitu keluarga mengerti dengan masalah yang sedang
dialami oleh pasien, bersedia mendengarka keluhan yang
dirasakan pasien, dan memberikan kenyamanan kepada
pasien dalam mengatasi masalahnya.
b. Dukungan penghargaan
Yaitu meliputi dorongan dari keluarga untuk melakukan
pengobatan, mengontrol gula darah, mematuhi diet, serta
rutin melakukan kontrol terhadap kesehatannya.
c. Dukungan instrumental
Antara lain dukungan keluarga membantu pasien
mengingatkan dan menyediakan makanan sesuai diet,
membatu pasien untuk beraktivitas ataupun olahraga, serta
membantu membayar pengobatan.
d. Dukungan infromasi
Antara lain menyarankan pasien untuk pergi ke dokter,
menyarakan untuk mengikuti edukasi, serta memberikan
informasi baru tentang Diabetes Mellitus.
B. Penelitian Terkait
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian yaitu kerangka hubungan antara
konsep-konsep yang akan diukur atau diamati melalui penelitian yang
akan dilakukan. Diagram dalam kerangka konsep harus menunjukkan
hubungan antara variabel-variabel yang akan diteliti (Fabiana Meijon
Fadul, 2021).
Skema 2.1
Kerangka Konsep
Independen Dependen
Faktor-faktor yang berhubungan
dengan pelaksanaan terapi Pasien diabetes
komplementer mellitus
1. Pengetahuan
2. Sumber informasi
3. Dukungan keluarga
D. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian dan didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui
pengumpulan data (Yuliawan, 2021).
1. Ha dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Ada hubungan antara pengetahuan dengan pelaksanaan terapi
komplementer pada pasien DM
b. Ada hubungan antara sumber informasi dengan pelaksanaan terapi
komplementer pada pasien DM
c. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan pelaksanaan terapi
komplementer pada pasien DM
2. Ho dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan pelaksanaan terapi
komplementer pada pasien DM
b. Tidak ada hubungan antara sumber informasi dengan pelaksanaan
terapi komplementer pada pasien DM
c. Todal ada hubungan antara dukungan keluarga dengan pelaksanaan
terapi komplementer pada pasien DM
Daftar Pustaka